laporan pendahuluan fraktur ekstremitas

49
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DEWASA II FRAKTUR EKSTREMITAS OLEH: Nama mahasiswa : Feky Dian Anggraini NIM : 011310b003

Upload: pramudipta-wn

Post on 08-Apr-2016

225 views

Category:

Documents


45 download

DESCRIPTION

IRMA PUNYA

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DEWASA II

FRAKTUR EKSTREMITAS

OLEH:

Nama mahasiswa : Feky Dian Anggraini

NIM : 011310b003

Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo

Jl. Gedongsongo, Candirejo – Ungaran

Tahun Ajaran 2011/2012

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

Kata Pengantar

Puji syukur kehadihat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih

sayangnya hingga selesainya laporan pendahuluan tentang Fraktur

Ekstremitas ini, shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada

tauladan terbaik Rasulullah Muhammad saw. Penulis mengucapkan

banyak terimakasih pada pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan

pendahuluan ini.

Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan lebih

lanjut. Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari hari yang semakin

meningkat selaras dengan ilmu pengetahuan dan tekologi modern, manusia

tidak akan pernah lepas dari fungsi normal system musculoskeletal, salah

satunya tulang yang merupakan alat gerak utama pada manusia. Namun

akibat dari manusia itu sendiri, fungsi tulang dapat terganggu karena

mengalami fraktur. Sebagaian besar fraktur terjadi karena kecelakaan.

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2009 terdapat lebih

dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta

orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang

memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah

yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur merupakan

suatu keadaan dimana terjadi diistegritas tulang. Penyebab terbanyak adalah

insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat

berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Depkes RI, 2009).

Insiden fraktur dapat diatasi dengan baik apabila dilakukan tindakan

segera. Kesembuhan pada penderita fraktur dipengaruhi oleh keadaan fraktur,

pemenuhan nutrisi yang baik, adanya perawatan yang baik dan adanya

kondisi psikologis yang baik dari penderita fraktur sendiri. Pada sebagian

besar penderita fraktur ditemukan adannya respon cemas yang akhirnya

berdampak kepada adanya perubahan konsep diri yang akan mempengaruhi

proses keperawatan dan proses pemenuhan nutrisi, hal ini dikarena sebagian

besar penderita yang cemas kurang memiliki nafsu makan dan kurang

responsive terhadap pengobatan yang akhirnya sangat mempengaruhi proses

penyembuhan. Respon cemas yang terjadi pada individu yang mengalami

fraktur dipengaruhi oleh karakteristik, yakni umur, pendidikan, jenis kelamin,

pekerjaan (Bhecker, 2008).

Peran perawat pada pasien fraktur ekstremitas sangat banyak. Disini

perawat sangat diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi sedini

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

mungkin pada pasien fraktur ekstremitas. Hal lain pada klien dengan post op

fraktur ekstremitas juga dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks

mulai dari nyeri, resiko terjadi infeksi, resiko perdarahan, gangguan integritas

kulit, serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya.

Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat

judul laporan pendahuluan tentang asuhan keperawatan klien dengan fraktur

ekstremitas.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

Fraktur Ekstremitas.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tentang pengertian Fraktur Ekstremitas

b. Mengetahui Etiologi dan faktor resiko Fraktur Ekstremitas

c. Mengetahui patofisiologi dan pathway Fraktur Ekstremitas

d. Mengetahui tanda dan gejala Fraktur Ekstremitas

e. Mengetahui indikasi dan komplikasi dari Fraktur Ekstremitas

f. Mampu melakukan pemeriksaan diagnostik Fraktur

Ekstremitas

g. Penatalaksanaan medis

h. Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan

Fraktur Ekstremitas.

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar

dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan

langsung,' gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi

otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan

terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan

sendi, dislokasi sendi, rupiur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan

pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang

disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddarth,

2002).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).

Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and

Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas

tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari

yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan

dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.

Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150

klasifikasi fraktur. Lima yang utama adalah:

1. Incomplete: Fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang

tulang. Salah satu sisi patah; yang lain biasanya hanya bengkok

(greenstick).

2. Complete: Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari

tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.

3. Tertutup (simple): Fraktur tidak meluas melewati kulit.

4. Terbuka (compound): Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,

dimana potensial untuk terjadi infeksi.

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

5. Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang (seperti kanker,

osteoporosis), dengan tak ada trauma atau hanya minimal (Doenges,

Marlyn, 2000).

Fraktur ekstremitas adalah terputusnya kontinuitas tulang pada

ekstremitas, baik ekstremitas atas ataupun bawah (Brunner & Sudarth,

2002).

2. Jenis Fraktur Ekstremitas

A. Fraktur Ekstremitas Atas

1. Fraktur Kolum Humeri

Fraktur humerus proksimal dapat terjadi pada kolum anatomikum

maupun kolum sirurgikum humeri. Kolum anatomikum humeri terletak

tepat di bawah kaput humeri. Kolum sirurgikum humeri terletak di bawah

tuberkulum. Fraktur impaksi kolum sirurgikum humeri paling sering

terjadi pada wanita tua setelah jatuh dengan posisi tangan menyangga.

Fraktur ini pada dasarnya tidak bergeser. Pasien usia sebaya yang aktif

dapat mengalami fraktur kolum humeri dengan pergeseran dengan disertai

kerusakan rotator cuff.

Pasien datang dengan lengan yang sakit tergantung tak berdaya

pada tubuh dan disangga oleh lengan yang sehat. Pengkajian

neurovaskuler ekstremitas yang terkena sangat penting untuk

mengevaluasi dengan sempurna beratnya cedera dan kemungkinan

keterlibatan berkas neurovaskuler (saraf dan pembuluh darah) lengan.

Kebanyakan fraktur impaksi kolum sirurgikum humeri tidak

mengalami pergeseran dan tidak memerlukan reduksi. Lengan disangga

dan diimobilisasi dengan sling dan balutan yang mengikat lengan ke

batang tubuh dengan baik.

Bantalan lunak pada aksila untuk menyerap kelembaban dan

mencegah kerusakan kulit. Keterbatasan gerak dan kekakuan bahu terjadi

akibat disuse, maka, latihan pendulum dapat dimulai segera setelah dapat

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

ditoleransi oleh pasien. Gerakan awal sendi tak akan menggeser fragmen

bila gerakan dilakukan dalam batas-batas nyeri.

Bila fraktur humerus mengalami pergeseran, penanganan meliputi

reduksi tertutup dengan visualisasi sinar-x, reduksi terbuka, atau

penggantian kaput humeri dengan prostesis. Pada fraktur jenis ini, latihan

dimulai hanya setelah periode imobilisasi telah cukup.

2. Fraktur Batang Humerus

Fraktur batang humerus paling sering disebabkan oleh (1) trauma

langsung yang mengakibatkan fraktur transversal, oblik, atau kominutif,

atau (2) gaya memutar tak langsung yang menghasilkan fraktur spiral.

Saraf dan pembuluh darah brakhialis dapat mengalami cedera pada fraktur

ini. Lumpuh pergelangan tangan merupakan petunjuk adanya cedera saraf

radialis. Pengkajian neurovaskuler awal sangat penting untuk

membedakan antara trauma akibat cedera dan komplikasi akibat

penanganan.

Kadang, berat lengan dapat membantu mengoreksi adanya

pergeseran sehingga tidak diperlukan pembedahan. Pada fraktur oblik,

spiral atauu bergeser yang mengakibatkau pemendekan batang humerus,

dapat digunakan gips penggantung. Gips ini dirancang sedemikian rupa

sehingga beratnya dapat berfungsi sebagai traksi bagi lengan saat pasien

tegak, sehingga akan mereduksi dan mengimobilisasi fraktur. Gips

penggantung harus tergantung (dibiarkan tergantung bebas tanpa

disangga) karena berat gips merupakan cara untuk melakukan traksi terus-

menerus pada aksis panjang lengan. Pasien dinasehati untuk tidur dalam

posisi tegak sehingga traksi dari berat gips dapat dipertahankan konstan.

Komplikasi yang mungkin terjadi dengan cara terapi ini adalah distraksi

fraktur (penarikan fragmen tulang yang terlalu jauh) akibat berat gips dan

angulasi fraktur akibat gerakan fraktur yang berlebihan.

Latihan jari dimulai segera setelah gips dipasang, dan latihan

pendulum bahu dilakukan sesuai resep untuk mengembalikan gerakan

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

bahu aktif, sehingga dapat mencegah adesi kapsul sendi bahu. Latihan

isometrik dapat diberikan untuk mencegah atrofi otot.

Setelah gips dilepas, dipasang sling dan latihan bahu, siku, dan

pergelangan tangan dimulai. Fraktur humerus memerlukan waktu sekitar

10 minggu untuk sembuh bila ditangani dengan gips penggantung.

Brace fungsional merupakan bentuk penanganan lain yang dapat

dipakai pada fraktur ini.

Fraktur terbuka batang humerus biasanya ditangani dengan fiksator

ekterna. Reduksi terbuka fraktur humerus diperlukan bila ada palsy syaraf,

fraktur patologis, atau bila ada penyakit sistemik atau neurologis (mis.

penyakit Parkinson) yang tidak memungkinkan pemasangan gips

penggantung.

3. Fraktur pada Siku

Fraktur humerus distal akibat kecelakaan kendaraan bermotor,

jatuh dengan siku menumpu (dengan posisi ekstensi atau fleksi), atau

hantaman langsung. Fraktur ini dapat mengakibatkan kerusakan saraf

akibat cedera pada saraf medianus, radialis, atau ulnaris. Pasien dievaluasi

adanya parestesia dan tanda gangguan peredaran darah pada lengan bawah

dan tangan. Komplikasi paling serius pada fraktur suprakondiler humerus

adalah kontraklur iskemik Volkmann, yang terjadi akibat pembengkakan

antekubital dan kerusakan arteri brakhialis. Perawat harus:

a. Mengobservasi tangan mengenai adanya pembengkakan, warna kulit,

pengisian kapiler dasar kuku, dan temperatur. Tangan yang sakit dan

yang sehat dibandingkan.

b. Mengkaji denyut nadi radialis

c. Mengkaji adanya parestesia (kesemutan dan terbakar) pada tangan,

karena kemungkinan menunjukkan duanya cedera saraf atau iskemia

yang mengancam.

d. Mengkaji kemampuan menggerakkan jari.

e. Mengkaji intensitas dan karakter nyeri.

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

f. Secara langsung mengukur tekanan jaringan sesuai resep.

g. Melaporkan indikasi adanya gangguan fungsi saraf atau gangguan

perfusi peredaran darah segera sebelum terjadi kerusakan yang tak

dapat diperbaiki. Mungkin perlu dilakukan fasiotomi.

Tujuan terapi adalah reduksi dan stabilisasi segera fraktur, diikuti

gerakan aktif terkontrol bila pembengkakan lelah hilang dan penyembuhan

telah mulai. Bila fraktur tidak mengalami pergeseran, lengan diimobilisasi

dengan gips atau bidai posterior dengan siku difleksikan 45 sampai 90

derajat, atau siku dapat disangga dengan balut tekan dan sling.

Fraktur yang mengalami pergeseran biasanya dapat ditangani

dengan fraksi atau reduksi terbuka dan fiksasi interna. Eksisi fragmen

tulang mungkin perlu dilakukan. Kemudian dipasang penyokong eksterna

tambahan dengan bidai gips.

Latihan jari aktif harus diusahakan. Latihan rentang gerak yang

lembut sendi yang cedera dimulai sejak sekitar 1 minggu setelah fiksasi

interna dan setelah 2 minggu pada reduksi tertutup. Gerakan dapat

mempercepat penyembuhan pada sendi yang cedera dengan menggerakkan

cairan sinovial ke dalam kartilago artikularis. Latihan aktif sendi siku

dilakukan sesuai petunjuk dokter. Karena keterbatasan gerak residual

dapat terjadi bila tidak dilakukan program rehabilitasi intensif.

4. Fraktur Radius dan Ulna

a. Fraktur Kaput Radii.

Fraktur kaput radii sering terjadi dan biasanya terjadi akibat

jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. Bila terkumpul

banyak darah dalam sendi siku (hemartrosis), harus diaspirasi untuk

mengurangi nyeri dan memungkinkan gerakan awal. Imobilisasi untuk

fraktur tanpa pergeseran ini dilakukan dengan pembebatan.

b. Fraktur Batang Radius dan Ulna.

Fraktur pada batang lengan bawah biasa terjadi pada anak-

anak. Baik radius maupun ulna atau keduanya dapat mengalami patah

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

pada setiap ketinggian. Biasanya, akan terjadi pergeseran bila kedua

tulang patah.

Fungsi unik lengan bawah untuk pronasi dan supinasi harus

dipertahankan dengan menjaga posisi dan keseja-jaran anatomik yang

baik.

Peredaran darah, gerakan, dan perasaan tangan harus dikaji

setelah pemasangan gips. Lengan ditinggikan untuk mengontrol

edema. Fleksi dan ekstensi jari-jari harus sering dilakukan untuk

mengurangi edema. Gerakan aktif bahu yang terkena sangat penting

dilakukan. Reduksi dan kesejajaran dikontrol dengan secara ketat

dengan sinar-x agar yakin bahwa imobilisasi telah memadai.

5. Fraktur Pergelangan Tangan

Fraktur radius distal (fraktur Colles) merupakan fraktur yang

sering terjadi dan biasanya terjadi akibat jatuh pada tangan dorsifleksi

terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak dan wanita tua

dengan tulang osteoporosis dan jaringan tulang lemah yang tak mampu

menahan energi akibat jatuh. Pasien datang dengan deformitas

pergelangan tangan, deviasi radial, nyeri, bengkak, kelemahan,

keterbatasan gerak jari dan kebas.

Penanganan biasanya terdiri dari reduksi tertutup dan

imobilisasi dengan, gips. Pada fraktur yang berat, dapat dipasang

kawat Kirchner untuk mempertahankan reduksi. Pergelangan tangan

dan lengan bawah harus ditinggikan selama 48 jam setelah reduksi

untuk mengontrol pembengkakan.

Pasien diajari untuk mengikuti latihan jari yang berikut untuk

mengurangi pembengkakan dan mencegah kekakuan:

1. Mempertahankan tangan setinggi jantung.

2. Menggerakkan jari dari ekstensi penuh sampai fleksi. Tahan dan

lepaskan. (Ulangi paling tidak 10 kali tiap setengah jam bila

sedang terjaga.)

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

3. Mempergunakan tangan dalam aktivitas fungsional.

4. Secara aktif melatih bahu dan siku.

Jari dapat mengalami pembengkakan akibat berkurangnya aliran

balik vena dan pembuluh limfe. Fungsi sensoris saraf medianus dikaji

dengan menusuk dengan jarum aspek distal jari telunjuk, dan fungsi

motoris dikaji dengan menguji kemampuan menyentuhkan ibu jari ke

kelingking. Gangguan peredaran darah dan fungsi saraf harus segera

ditangani dengan membebaskan semua balutan dan gips yang menjerat.

6. Fraktur Tangan

Trauma tangan sering memerlukan pembedahan rekonstruksi

ekstensif. Tujuan penanganan adalah selalu mengembalikan fungsi

maksimal tangan.

Untuk fraktur tanpa pergeseran tulang distal (tulang jari), jari

dibebat selama 3 sampai 4 minggu untuk mengurangi nyeri dan

melindungi ujung jari dari trauma lebih lanjut. Fraktur yang mengalami

pergeseran dan fraktur terbuka mungkin memerlukan reduksi terbuka

dengan fiksasi interna, menggunakan kawat atau pin.

B. Fraktur Ekstremitas Bawah

Tujuan penatalaksanaan fraktur ekstremitas bawah adalah:

(1) mencapai penyatuan tulang dengan panjang penuh dan kesejajaran

normal tanpa deformitas rotasi dan angular,

(2) mempertahankan, kekuatan otot dan gerakan sendi, dan

(3) mempertahankan status ambulasi sebelum cedera pasien.

Secara praktis semua fraktur ekstremitas bawah memerlukan

tongkat, walker, atau kruk selama masa penyembuhan.

Edema sering terjadi. Maka, fraktur ekstremitas bawah jangan

diletakkan dalam posisi menggantung selama periode waktu yang lama.

Pasien didorong untuk melakukan latihan teratur semua sendi yang tidak

akan menyebabkan gerakan fragmen tulang yang patah. Bila pasien sudah

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

bisa ambulasi, ekstremitas ditinggikan selama beberapa waktu tertentu

untuk meminimalkan edema berulang. Sebaiknya pasien berbaring saat

meninggikan tangkai yang sedang menyembur. Setelah alat imobilisasi

dilepas, dapat dikenakan stoking elastis untuk menyangga peredaran darah

vena, jadi dapat mengurangi beratnya edema.

1. Fraktur Femur

Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat. Bila bagian

kaput, fcoium, atau trokhanterik femur yang terkena, terjadilah fraktur

pinggul. Fraktur juga dapat terjadi pada batang femur dan di daerah lutut

(fraktur suprakondiler dan kondiler).

2. Fraktur Pinggul

Ada insidensi tinggi fraktur pinggul pada lansia, yang tulangnya

biasanya sudah rapuh karena osteoporosis (terutama wanita) dan yang

cenderung sering jatuh. Kelemahan otot kwadrisep, kerapuhan umum

akibat usia, dan keadaan yang mengakibatkan penurunan perfusi arteri ke

otak (serangan iskemi transien, anemia, emboli, dan penyakit

kardiovaskuler, efek obat) berperan dalam insidensi terjadinya jatuh.

Pasien yang mengalami fraktur pinggul sering mempunyai kelainan medis

yang berhubungan (mis. kardiovaskuler, pulmonal, renal, endokrin).

Klasifikasi fraktur pinggul:

a. Fraktur intrakapsuler adalah fraktur kolum femur.

b. Fraktur ekstrakapsuler adalah fraktur daerah trokhanterik (antara basis

kolum femur dan trokhanter minor femur) dan daerah subtrokhanterik.

Penyembuhan fraktur kolum femur lebih sulit dibanding fraktur

pada daerah trokhanterik, karena sistem pembuluh darah yang memasok

darah ke kaput dan kolum femoris dapat mengalami kerusakan akibat

fraktur. Pembuluh darah nutrisi dalam tulang dapat terputus, dan sel tulang

dapat mati. Dengan alasan ini, maka sering terjadi nonunion atau nekrosis

aseptik pada pasien dengan tipe fraktur ini.

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

Fraktur intertrokhanterik ekstrakapsuler mempunyai pasokan darah

yang baik dan segera menyembuh.

Manifestasi Klinis fraktur pinggul. Pasien akan mengeluh nyeri

ringan pada selangkangan atau di sisi medial lutut. Pada fraktur

ekstrakapsuler, ektremitas jelas tampak memendek, dengan rotasi eksternal

yang lebih besar dibanding fraktur intrakapsuler, memperlihatkan spasme

otot yang tidak memungkinkan eksiremitas dalam posisi normal, dan

terdapat hematoma besar atau daerah ekhimosis yang diakibatkannya.

Diagnosis fraktur pinggul ditegakkan dengan sinar-x.

Pendekatan Gerontologik fraktur femur: Fraktur pinggul merupa-

kan penyumbang terhadap angka kematian di atas usia 75. Stres dan

imobilitas sehubungan dengan trauma menyebabkan lansia menjadi rentan

terhadap pneumonia, sepsis, dan penurunan kemampuan untuk mengatasi

masalah kesehatan lain. Kebanyakan lansia yang dihospitalisasi karena

fraktur pinggul mengalami konfusi, tidak hanya akibat stres sehubungan

dengan trauma, suasana asing, dan gangguan tidur tetapi juga karena

penyakit sistemik yang mendasarinya. Konfusi yang timbul pada beberapa

pasien lansia dapat disebabkan karena iskemia otak ringan. Faktor lain

yang mungkin berhubungan dengan konfusi meliputi respons terhadap

obat dan anestesia, malnutrisi, dehidrasi, proses infeksi, gangguan emosi,

dan kehilangan darah (Brunner & Suddarth, 2002).

3. Fraktur Batang Femur

Diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur pada

orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang

mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari

kstinggian. Biasanya, pasien ini mengalami trauma multipel yang

menyertainya.

Pasien datang dengan paha yang membesar, mengalami deformitas

dan nyeri sekali dan tidak dapat menggerakkan pinggul maupun lututnya.

Fraktur dapat transversal, oblik, spiral atau kominutif. Sering, pasien

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

mengalami syok, karena kehilangan darah 2 sampai 3 unit ke dalam

jaringan, sering terjadi pada fraktur ini. Terus bertambahnya diameter paha

dapat menunjukkan tetap berlangsungnya perdarahan.

Pengkajian meliputi mengkaji status neurovaskuler ekstremitas,

terutama perfusi peredaran darah kaki. (Denyut nadi poplitea dan kaki dan

pengisian kapiler jari perlu dikaji). Alat pemantau ultrason Doppler

mungkin diperlukan untuk mengkaji aliran darah.

4. Fraktur Tibia dan Fibula

Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia (dan fibula)

yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi

fleksi, atau gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula sering

terjadi dalam kaitan satu sama lain. Pasien datang dengan nyeri,

deformitas, hematoma yang jelas, dan edema berat. Sering kali fraktur. ini

melibatkan kerusakan jaringan-lunak berat karena jaringan subkutis di

daerah ini sangat tipis.

Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika

fungsi saraf terganggu, pasien tak akan mampu melakukan gerakan

dorsofleksi ibu jari kaki dan mengalami gangguan sensasi pada sela jari

pertama dan kedua. Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan menguji

respons pengisian kapiler. Pasien dipantau mengenai adanya sindrom

kompartemen anterior. Gejalanya meliputi nyeri yang tak berkurang

dengan obat dan bertambah bila melakukan fleksi plantar, tegang dan nyeri

tekan otot di sebelah lateral krista tibia, dan parestesia. Fraktur dekat sendi

dapat mengakibatkan komplikasi berupa hemartrosis dan kerusakan

ligament (Brunner & Sudarth, 2002).

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan

fraktur.

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan

untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,

elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

( Ignatavicius, Donna D, 1995 ).

4. Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik

terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat

fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya

adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan.

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan

penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

(Oswari E, 1993).

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

5. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan

gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi

apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap

tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah

terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,

marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan

terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga

medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang

patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya

respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan

leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan

dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993).

Pathway:

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,

deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan

perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar frag-

men tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)

bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun

teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan

dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan

baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

tempat melengketnya otot.

3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain

sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

lunak yang lebih berat.)

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa

terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.

Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur

impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis

fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah

tersebut (Brunner & Suddarth, 2002).

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan ronsen: Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.

b. Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur;

juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan

lunak.

c. Arteriogram: Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat

(hemqkonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi

fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah

SDP adalah respons stres normal setelah trauma.

e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk

klirens ginjal.

f. Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

tranfusi multipel, atau cedera hati (Doenges, Marlyn, 2000).

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Kedaruratan.

Bila dicurigai adanya fraktur penting untuk mengimobilisasi

bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan bila pasien yang

mengalami cidera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat

dilakukan pembidaian, ekstrimitas harus disangga diatas dan di bawah

tempat fraktur untuk mencegah gerakan rotasi/angulasi. Gerakan frgmen

patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan

perdarahan lebih lanjut. Nyeri dapt dikurangi dengan menghindari gerakan

fragmnen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian sangat penting

untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah juga dapat dilakkan

dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstrimitas yang sehat

sebagai bidai bagi ekstrimitas yang cidera.

Pada ekstrimitas atas lengan dapat dibebatkan pada dada atau

lengan bawah yang cidera digantung pada sling. Pada fraktur terbuka luka

ditutup dengan pembalut erdih atau steril untuk mencegah kontaminasi

jaringan yang lebih dalam, jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur

bahkan jika ada fragmen tulang melalui luka.

b. Prinsip Penanganan Reduksi Fraktur

a. Reduksi fraktur, mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, fraksi, atau

reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode

yang dipilih tergantung pada sifat fraktur tapi prinsip yang

mendasari sama. Sebelu reduksi dan imobilisasi fraktur pasien

harus dipersiapkan: ijin melakukan prosedur, analgetik sesuai

ketentuan, dan persetujuan anestasi.

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang

ke posisiya dengan manipulasi dan trksi manual.

b. Traksi , digunakan utuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi

yang disesuaikan denganspsme otot yang terjadi.

c. Reduksi terbuka, alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat,

sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk

mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya.

d. Imobilisasi Fraktur, setelah direduksi fragmen tulang harus di

imobilisasi dan dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang

benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan

dengan fiksasi eksternal (gips,pembalutan, bidai, traksi kontinyu,

pin dan teknik gips atau fiksator eksternal) dan interna ( implant

logam ).

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

e. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya

diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi

dam imoblisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status

neuroveskuler ( mis. Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,

gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi dibri tahu segera bila

ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan , ansietas dan

ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan. Latihan

isometrik dan setting otot diusahaka untuk meminimalkan atrifi

disuse dan meningkatkan peredaran darah. Pengembalian brtahap

pada aktifitas swemula diusahakan sesuai dengan batasan

terapeutik.

c. Perawatan Pasien Fraktur tertutup

Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahan untuk kembali

kepada aktifitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan

pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas memerlukan waktu berbulan-

bulan. Pasien diajari mengontrol pembengkaa dan nyeri, mereka diorong

untuk aktif dalam batas imoblisasi fraktur . pengajaran pasien meliputi

perawatan diri, informasi obat-obatan, pemantauan kemungkinan potensial

masalah, sdan perlunya supervisi perawatan kesehatan.

d. Perawatan Pasien Fraktur Terbuka

Pada fraktur terbuka (yang berhubungan luka terbuka memanjang

sampai ke permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko

infeksi-osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah

untuk meminimalkan kemungkina infeksi luka , jaringan lunak da tulang

untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pasien

dibawa ke ruang operasi, dilakukan usapan luka, pengangkatan fragmen

tulang mati atau mungkin graft tulang (Brunner & Suddarth, 2002).

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

9. Komplikasi Fraktur

a. Komplikasi Awal

Komplikasi awal lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah

infeksi, tromboemboli, (emboli paru), yang dapat menyebabkan kematian-

beberapa minggu setelah cedera; dan koagulopati intravaskuler diseminata

(KID).

1. Syok.

Syok hipevolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik

kehilangan darah eksterna maupun yang tak kelihatan) dan kehilangan

cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur

ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra. Karena tulang merupakan

organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah

dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada

fraktur femur dan pelvis.

Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,

mengurangi nyeri yang diderita pasien, memasang pembebatan yang

memadai, dan melindungi pasien dari cedera lebih lanjut.

2. Sindrom Emboli Lemak.

Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multipel,

atau cedera remuk, dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada,

dewasa muda (20 sampai 30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktur,

globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum

tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang

dilepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan

memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula

lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang

kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak,

paru, ginjal, dan organ lain. Awitan gejalanya, yang sangat cepat, dapat

terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun

paling sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam.

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

Gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan

pireksia. Gangguan serebral diperlihatkan dengan adanya perubahan

status mental yang bervariasi dari agitasi ringan dan kebingungan

sampai delirium dan koma yang terjadi sebagai respons terhadap

hipoksia, akibat penyumbatan emboli lemak di otak.

Respons pernapasan meliputi takipnea, dispnea, krepitasi,

mengi, sputum putih kental banyak, dan takikardia.

Gas darah menunjukkan PO2 dibawah 60 mm Hg, dengan

alkalosis respiratori lebih dulu dan kemudian asidosis respiratori.

Sinar-x dada menunjukkan infiltrat klias "badai salju." Maka terjadi

sindrom distres pernapasan dewasa dan gagal jantung.

3. Sindrom Kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat

perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk

kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena (1) penurunan ukuran

kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat

atau gips atau balutan yang menjerat, atau (2) peningkatan isi

kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan

berbagai masalah (mis. iskemia. cedera remuk, penyuntikan bahan

penghancur [toksik] jaringan). Kompartemen lengan bawah atau

tungkai paling sering terkena. Kontraktur Volkaman merupakan

contoh dari komplikasi ini.

Pasien mengeluh adanya nyeri dalam, berdenyut tak

tertahankan, yang tak dapat dikontrol dengan opioid. Palpasi pada otot,

bila memungkinkan, akan terasa pembengkakan dan keras.

Pencegahan dan Penatalaksanaan. Sindrom kompartemen

dapat dicegah dengan mengontrol edema, yang dapat dicapai dengan

meninggikan ekstremitas yang cedera setinggi jantung dan

memberikan kompres es setelah cedera sesuai resep. Bila telah terjadi

sindroma kompartemen, balutan yang ketat harus dilonggarkan.

Fasiotomi (eksisi bedah membran fibrus yang menutupi dan membagi

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

otot) mungkin diperlukan bila upaya konservatif tak dapat

mengembalikan perfusi jaringan dan mengurangi nyeri dalam 1 jam.

4. Komplikasi Awal Lainnya: Tromboemboli, infeksi (semua fraktur

terbuka dianggap mengalami kontaminasi), dan koagulopati

intravaskuler diseminata (KID) merupakan kemungkinan komplikasi

akibat fraktur. KID meliputi sekelompok kelainan perdarahan dengan

berbagai penyebab, termasuk trauma masif. Manifestasi KID meliputi

ekimosis, perdarahan yang tak terduga setelah pembedahan, dan

perdarahan dari membran mukosa, tempat tusukan jarum infus, saluran

gastrointestinal dan kemih.

b. Komplikasi Lambat

1. Penyatuan Terlambat atau Tidak Ada Penyatuan.

Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi

dengan kecepatan normal untuk jenis, dan tempat fraktur tertentu.

Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik

dan distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang. Pada akhirnya fraktur

menyembuh.

Tidak adanya penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuan

ujung-ujung patahau tulang. Pasien mengeluh tidak nyaman dan

gerakan yang menetap pada tempat fraktur. Faktor yang ikut berperan

dalam masalah penyatuan meliputi infeksi pada tempat fraktur;

imerposisi jaringan di antara ujung-ujung tulang; imobilisasi dan

manipulasi yang tidak memadai, yang menghentikan pembentukan

kalus; jarak yang terlalu jauh antara fragmen tulang (gap tulang);

kontak tulang yang terbatas; dan gangguan asupan darah yang

mengakibatkan nekrosis avaskuler.

2. Nekrosis Avaskuler Tulang.

Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan

darah dan mati. Dapat terjadi setelah fraktur (khususnya pada kolum

femoris), dislokasi, terapi kortikosteroid dosis-tinggi berkepanjangan,

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

penyakit ginjal kronik, anemia sel sabit, dan penyakit lain. Tulang

yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan

tulang baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan gerak. Sinar-x

menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural. Penanganan

umumnya terdiri atas usaha mengembalikan vitalitas tulang dengan

graft tulang, penggantian prostesis atau artrodesis (penyatuan sendi).

3. Reaksi terhadap Alat Fiksasi Interna.

Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang

telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak

diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dar penurunan fungsi

merupakan indikator ulama telah terjadinya masalah. Masalah

tersebut meliputi kegagalan mekanis (pemasangan dan stabilisasi

yang tak memadai); kegagalan material (alat yang cacat atau rusak);

berkaratnya alat, menyebabkan inflamasi lokal; respons alergi

terhadap campuran logam yang dipergunakan; dan remodeling

osteoporotik di sekitar alat fiksasi (stres yang dibutuhkan untuk

memperkuat tulang diredam oleh alat tersebut, mengakibatkan

osteoporosis disuse) ( Brunner & Suddarth, 2002).

10. Stadium Penyembuhan Tulang

Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah

fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang

rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.

Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama

sekali.

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi

fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone

marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan

disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.

Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan

kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam

setelah fraktur sampai selesai,.

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan

osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi

oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan

mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan

tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur

(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat

fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat

untuk membawa beban yang normal.

5) Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.

Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya

lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum

dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan

normalnya (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993).

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

11. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur

1. Faktor yang Mempercepat Penyembuhan Fraktur

a. Imobilisasi fragmen tulang

b. Kontak framon tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang yang panjang

e. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid Kalsitenin, Vitamin D, steroid

anabolic

f. Potensial listrik pada patahan tulang.

2. Faktor yang Menghambat Penyembuhan Tulang

a. Trauma lokal ekstensif

b. Kehilangan Tulang

c. Imobilisasi tak memadai

d. Rongga atau jaringan di antara fragmen tulang

e. Infeksi

f. Keganasan local

g. Penyakit tulang Metabolik (mis. Penyakit Paget)

h. Radiasi tulang (nekrosis radiasi)

i. Nekrosis avaskuler

j. Fraktur intraartikuler (cairan synovial mengandung fibrolisin, yang akan

melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan)

k. Usia (lansia sembuh lebih lama)

l. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan) (Brunner &

Suddarth, 2002).

Page 27: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena

(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara

sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).762

b. SIRKULASI

Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons

terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).

Takikardia (respons stres, hipovolemia).

Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera;

pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.

Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi

cedera.

c. NEUROSENSORI

Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot.

Kebas/kesemutan (parestesis).

Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,

krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat

kelemahan/hilang fungsi.

Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau

trauma lain).

d. NYERI/KENYAMANAN

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin

terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat

berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan

saraf.

Page 28: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).

e. KEAMANAN

Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan

warna.

Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau

tiba-tiba).

f. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

Gejala : Lingkungan cedera.

DRG menunjukkan rerata lama dirawat: Femur 7,8 hari;

panggul/pelvis, 6,7 hari; lain-nya, 4,4 hari bila memerlukan

perawatan di rumah sakit.

Pertimbangan Rencana Pemulangan :

Memerlukan bantuan dengan trasportasi, aktivitas

perawatan diri, dan tugas pemeliharaan/ perawatan rumah.

2. Diagnosa dan Intervensi

Page 29: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

3. Evaluasi

Hasil yang diharapkan

1. Tidak mengalami nyeri .

a. Tampak relaks

b. Mengungkapkan rasa nyaman

c. Mempergunakan upaya untuk meningkatkan rasa nyaman

d. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan rehabilitasi

2. Tidak mengalami nyeri anggota fantom

a. Melapor tidak merasakan persepsi rasa pada bagian yang telah

diamputasi

b. Mengemukakan tiadanya perasaan tak normal pada sisa tungkai

3. Mengalami penyembuhan luka

a. Mengontrol edema sisa tungkai

b. Mengalami jaringan parut yang sembuh, tidak • nyeri tekan, tidak

melekat

c. Memperlihatkan perawatan sisa tungkai

4. Memperlihatkan peningkatan citra tubuh

a. Menerima perubahan citra tubuh

b. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri

c. Memperlihatkan peningkatan kemandirian

d. Memproyeksikan diri sebagai manusia utuh

e. Mampu kembali mengambil tanggung jawab peran

f. Kembali kepada kontak sosial

g. Memperlihatkan rasa percaya diri dalam kemampuannya •

5. Memperlihatkan resolusi kesedihan

a. Mengekspresikan kesedihan

b. Memanfaatkan keluarga dan sahabat untuk, berbagi rasa

c. Memusatkan diri pada fungsi masa depan

6. Mencapai kemandirian perawatan diri

a. Meminta bantuan bila diperlukan

Page 30: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

b. Mempergunakan alat bantu dan pertolongan untuk

memungkinkan perawatan diri

c. Mengungkapkan kepuasan mengenai kemampuan menjalankan

aktivitas kehidupan sehari-hari

7. Mencapai mobilitas mandiri maksimal

a. Menghindari posisi yang dapat menyebabkan terjadinya

kontrakrur

b. Memperlihatkan rentang gerak aktif penuh

c. Tetap seimbang saat duduk dan berpindah

d. Meningkatnya kekuatan dan ketahanan

e. Memperlihatkan teknik berpindah yang aman

f. Mampu menfungsionalkan prostesis dengan aman

g. Mampu mengatasi hambatan lingkungan untuk menjalankan

mobilitas

h. Memanfaatkan layanan dan sumber daya komunitas saat

diperlukan

8. Tidak memperlihatkan komplikasi perdarahan, infeksi, kerusakan kulit

a. Tidak mengalami perdarahan berlebihan

b. Kadar darah tetap

c. Bebas dari tanda infeksi lokal sistemik

d. Mereposisi sendiri sesering mungkin

e. Bebas dari masalah yang berhubungan dengan tekanan

f. Melaporkan setiap ada ketidaknyamanan dan iritasi kulit segera

Page 31: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fraktur ekstremitas adalah terputusnya kontinuitas tulang pada

ekstremitas, baik ekstremitas atas ataupun bawah. Insiden fraktur dapat

diatasi dengan baik apabila dilakukan tindakan segera. Kesembuhan pada

penderita fraktur dipengaruhi oleh keadaan fraktur, pemenuhan nutrisi yang

baik, adanya perawatan yang baik dan adanya kondisi psikologis yang baik

dari penderita fraktur sendiri. Pada sebagian besar penderita fraktur

ditemukan adannya respon cemas yang akhirnya berdampak kepada adanya

perubahan konsep diri yang akan mempengaruhi proses keperawatan dan

proses pemenuhan nutrisi, hal ini dikarena sebagian besar penderita yang

cemas kurang memiliki nafsu makan dan kurang responsive terhadap

pengobatan yang akhirnya sangat mempengaruhi proses penyembuhan. Peran

perawat pada pasien fraktur ekstremitas sangat banyak. Disini perawat sangat

diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi sedini mungkin pada

pasien fraktur ekstremitas.

B. Saran

Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca

khususnya perawat dengan kasus fraktur ekstremitas mengetahui tentang:

komplikasi pada klien dengan fraktur ekstremitas, pemeriksaan diagnostik

yang perlu dilakukan dan dan asuhan keperawatan pada klien dengan

fraktur ekstremitas.

Page 32: LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR EKSTREMITAS

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”,

Jakarta : AGC.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana

Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.

Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.

Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit”,Jakarta : EGC.

Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.