laporan pendahuluan fraktur pakai
DESCRIPTION
jajsdfkfkdkddkddkdkfsssssfffffffffTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Anatomi Fisiologi Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerakpasif, proteksi
alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh metabolism kalsium, mineral dan
organ hemopoetik.Komponen-komponen utama dari jaringan tulang
adalahmineral-mineral dan jaringan organik (kolagen dan
proteoglikan).Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam
(hidroksiapatit),yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
Matriks organic tulang disebut juga sebagai osteoid. Sekitar 70% dari osteoid
adalahkolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegangan tinggi
padatulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang
berupaproteoglikan seperti asam hialuronat.
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang
berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
“Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia. Tulang dapat diklasifikasikan
dalam 5 kelompok berdasarkan bentuknya
1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang
rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan.
Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan
tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun
remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh.
Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis.
Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis.
Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon
dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar
(glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan
terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear
(berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling
tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan
matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit,
yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli
yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak
sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya
tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat
dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast,
yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat
endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 %
endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90
% serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida).
Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium,
kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan
berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik
menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan
yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki
kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah
selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor
makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi
akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas
berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks
tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam
beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan
mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast
tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati.
Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-
tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya
membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,
sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal
ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat
dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan
dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel
yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar
yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas
tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan
memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian
kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.
Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas.
0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru.
Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti dengan
tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan
tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan
remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka
menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi
aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa
muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi
aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas
juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia
dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas
osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah
raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai
tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi
mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon
perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan
tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya
kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya
menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang
penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar
estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi
hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara
langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi
kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam
jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan
penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa
diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi
tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama
dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar
paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium
serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang
pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi
efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum
dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid
meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar
fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon
paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum.
Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan
osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga
menurunkan kadar kalsium serum.
Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
• Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
• Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
• Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
• Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
• Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
B. Landasan Teoritis Penyakit
1. Defenisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang ketika tulang dikenai
stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddarth,
2013). Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik. Lengkap atau tidaknya fraktur yang terjadi ditentukan
oleh kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang (Price & Wilson, 2006 dikutip dalam Nurarif &
Kusuma, 2015).
2. Klasifikasi fraktur
a. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar, yaitu:
1) Fraktur tertutup ( fraktur simpel), Tidak menyebabkan robeknya
kulit
2) Fraktur terbuka (fraktur komplikata), fraktur dengan luka pada
kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
Pada patah tulang terbuka menurut berat ringannya luka dan berat
ringannya patah tulang dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:
a) Luka laserasi < 2 cm, termasuk fraktus sederhana, dislokasi
fragmen minimal
b) Luka laserasi > 2 cm, kontusi otot disekitarnya – termasuk
fraktur dengan dislokasi fragmen jelas
c) Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan di sekitarnya –
termasuk fraktur kominutif, segmental, dan fragmen tulang ada
yang hilang.
b. Menurut garis frakturnya:
1) A: Fisura, biasanya disebabkan oleh beban lama atau trauma
ringan yang terus menerus yang disebut fraktur kelelahan,
misalnya terjadi pada tungkai bawah di tibia atau tulang
metatarsus pada tentara atau olahragawan yang sering berbaris
atau berlari – contoh diafisis metatarsal
2) B: Serong sederhana – contoh diafisis metakarpal
3) C: Lintang sederhana – contoh diafisis tibia
4) D: Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen – contoh diafisis femur
5) E: Segmental – contoh diafisis tibia
6) F: Dahan hijau – contoh diafisis radius pada anak
7) G: Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( sering
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah) – contoh korpus
vertebra Th XII
8) H: Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya – contoh epilisis radius distal, kolum femur lateral
9) I: Impresi – tulang tengkorak
10) J: Patologis, disebabkan oleh adanya proses patologis, misalnya
tumor, infeksi atau osteoporosis tulang yang menyebabkan
kekuatan tulang menjadi berkurang – contoh tumor diafisis
humerus, korpus vertebra
c. Dislokasi
Patah tulang didekat sendi atau mengenai sendi yang dapat
menyebabkan patah tulang yang disertai luksasi sendi, biasanya
disebabkan oleh berbagai kekuatan seperti cidera, tonus atau kontraksi
otot dan tarikan.
Tipe patah tulang epifisis, yaitu:
1) Tipe 1 : epifiseis dan cakram epifisis dari metafisis, tetapi
periosteumnya masih utuh
2) Tipe 2 : periost robek disatu sisi sehingga epifisis dan cakram
epifisis lepas sama sekali dari metafisis
3) Tipe 3 : patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi
4) Tipe 4 : terdapat fragmen patahan tulang yang garis patahnya tegak
lurus cakram epifisis
5) Tipe 5 : terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang
menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut
d. Menurut patofisiologi dan perjalanan penyakitnya patah tulanh juga
dibagi atas dasar usia pasien, yaitu:
1) Patah tulang pada anak – yang jarang menderita robekan ligamen
2) Patah tulang pada dewasa – lebih banyak mederita patah tulang
panjang
3) Patah tulang pada orang tua – lebih sering menderita patah tulang
pada tulang yang osteoporotik, seperti vertebra atau kolum femur.
3. Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena beberapa faktor, di antaranya yaitu :
a. Trauma atau ruda paksa
1) Trauma langsung yaitu trauma yang langsung
menyebabkan fraktur pada daerah yang terluka.
2) Trauma tidak langsung yaitu daya trauma yang
dilangsungkan oleh sumbu tulang dan terjadi patah, jatuh dari
tempat trauma sedangkan fraktur ditempat lain.
b. Patologis
Tulang tersebut sudah memiliki kelainan sehingga trauma hanya
merupakan faktor predisposisi seperti osteoporosjs, penyakit kanker
tulang dan tumor tulang.
c. Akibat stress dan penekanan
Terjadi bila ligamentum dan tendon mengalami putus dari tulang atau
hubungan otot tidak mampu menyarap energi seperti biasa.
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung atau pelintiran.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddart (2013) manifestasi klinis yang ditimbulkan
oleh fraktur di antara adalah :
a. Nyeri terus menerus dan akan bertambah berat sampai fragmen tulang
di imobilisasikan
b. Hilangnya fungsi, setelah terjadi fraktur daerah yang terkena fraktur
tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah.
Karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot sehingga menyebabkan ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik.
c. Deformitas dapat terjadi karena pergeseran fragmen pada fraktur
lengan ataupun tungkai. Deformitas dapat diketahui dengan meraba
serta membandingkan dengan keadaan normal.
d. Pemendekan ekstremitas, terjadi karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan bawah tempat fraktur
e. Krepitus adalah gesekan yang terjadi antara fragmen yang satu dengan
yang lain yang menyebabkan derik tulang.
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebaigai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologis
Pada pemeriksaan radiologis dengan pembuatan foto rontgen dua
arah 90° akan didapatkan garis patah. Pada patah yang fragmennya
mengalami dislokasi, gambaran garis patah biasanya jelas. Dalam
banyak hal pemeriksaan radiologis tidak dimaksudkan untuk
diagnostik karena pemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi untuk
menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal.
Foto rontgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1) letak patah tulang harus dipertengahan foto dan sinar harus
menembus tempat ini secara tegak lurus karena foto rontgen
merupakan foto gambar bayangan. Bila sinar menembus secara
miring, gambar menjadi samar, kurang jelas dan lain dari
kenyataan.
2) Harus selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak
lurus
3) Pada tulang panjang persendian proksimal maupun yang distal
harus turut difoto.
b. Selain pemeriksaan radiologis, pemeriksaan CT scan kadang juga
diperlukan, misalnya dalam hal patah tulang vertebra dengan gejala
neurologis.
c. Pemeriksaan Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu
struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
d. Pemeriksaan Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal
dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
e. Pemeriksaan Arthrografi menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
f. Pemeriksaan omputed Tomografi-Scanning menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang
yang rusak.
g. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah dan urin paien – memberikan informasi
mengenai masalah muskuloskletal promer (mis, penyakit paget)
atau komplikasi yang terjadi (mis. Infeksi), sebagai dasar acuan
pemberian terapi (mis. Terapi koagulan). Pemeriksaan darah
lengkap meliputi Hb (biasanya lebih rendah karena trauma), hitung
darah putih.
2) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
3) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
4) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
h. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas,
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot, pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi, terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy, didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging, pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI, menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
i. Pemeriksaan klinis
Satu hal yang juga penting dilakukan adalah pemeriksaan klinis untuk
mencari akibat trauma, seperti pneumotoraks atau cedera pada otak,
serta komplikasi vaskuler dan neurologis dari patah tulang yang
bersangkutan. Hal ini penting karena komplikasi tersebut perlu
penanganan segera.
6. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Prinsip Penanganan Fraktur
a. Reduksi Fraktur
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis. Tiga hal yang dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur yaitu reduksi tertutup,traksi atau reduksi
terbuka.Biasanya reduksi fraktur dilakukan untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
pendarahan.Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur,pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur.Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.
1) Reduksi Tertutup
Dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan
sementara gips,bidai atau alat lain dipasang oleh dokter.Sinar X
harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah
dalam kesejajaran yang benar.
2) Traksi
Dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi
fraktur. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.Sinar X digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang.Ketika tulang sembuh akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar X.ketika kalus telah kuat,dapat
dipasang bidai atu gips untuk melanjutkan imobilisasi.
3) Reduksi Terbuka
Melalui pendekatan bedah,fragmen tulang direduksi.Alat fiksasi
interna dalm bentuk pin,kawat,sekrup,plat,paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang.Alat ini diletakkan di
sisi tulang dan dipasang melalui fragmen tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang.
b. Imobilisasi Fraktur
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau
eksterna.Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan
gips,bidai,traksaksi kontinu,pin dan teknik gips,atau fiksator
eksterna.Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilasi fraktur.
c. Mempertahankan dan mengembalikan Fungsi
Hal yang dilakukan yaitu:
1) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2) Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
3) Memantau status neurovaskuler
4) Mengontrol kecemasan dan nyeri
5) Latihan isometric dan setting otot
6) Berpatisipasi dalam aktivitas sehari-hari
7) Kembali ke aktivitas secara bertahap
d. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur
1) Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
a) Imobilisasi fragmen tulang
b) Kontrak fragmen tulang maksimal
c) Asupan darah yang memadai
d) Nutrisi yang baik
e) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
f) Hormon-hormon pertumbuhan,tiroid,kalsitonin,Vit D,steroid
anabolic
g) Potensi lisrik pada patahan tulang
e. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur
1) Trauma local ekstensif
2) Kehilangan tulang
3) Imobilisasi tidak memadai
4) Rongga atau jaringan di antara fargmen tulang
5) Infeksi
6) Keganasan local
7) Penyakit tulang metabolic
8) Radiasi tulang
9) Nekrosis avaskuler
10) Fraktur intraartikuler
11) Usia
12) Kortikosteroid
f. Perawatan Pasien Fraktur Tertutup
Pada pasien dengan perawatan fraktur tertup didorong untuk
dapat mengontrol pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan
fraktur dan trauma jaringan lunak.Mereka didorong aktif dlam batas
imobilisasi fraktur.Tirah baring diminimalkan.Latihan sesegera
mungkin untuk memepertahankan kesehatan otot yang sehat dan untuk
meningkatkan kekuatan otot yang dilakukan untuk pemindahan dan
untuk menggunakan alat bantu
g. Perawatan Pasien Fraktur Terbuka
Pada fraktur terbuka terdapat resiko infeksi-osteomielitis,gas
gangrene dan tetanus. Tujuan penangan adalah meminimalkan
kemungkinan infeksi luka,jaringan lunak dan tulang untuk
mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pasien dibawa
ke ruang operasi, dimana luka dibersihkan, didebridemen dan
diirigasi.fragmen tulang mati biasanya diangkat. Perlu dilakukan graft
tulang untuk menjembatani defek, Namun harus yakin bahwa jaringan
resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi penyatuan
Fraktur direduksi dengan hati-hati dan distabilisasi dengan
fiksasi eksterna.Eksterimitas ditinggikan untuk meminimalkan
terjadinya edema.Status neurovaskuler dikaji sesering mungkin.Suhu
tubuh pasien diperiksa dengan interval teratur,dan pasien dipantau
mengenai adanya tanda infeksi. Penutupan primer mungkin tidak dapat
tercapai karena adanya edema dan potensial iskemia,cairan luka yang
tak dapat keluar dan infeksi anaerob.Luka dibalut dengan pembalut
steril dan tidak ditutup sampai ketahuan bahwa daerah tersebut tidak
mengalami infeksi..Luka ditutup dengan jahitan atau graft atau flap
kulit autogen pada hari ke 5 sampai ke 7.
Salah satu penelitian dengan judul “gambaran histopatologi
kesembuhan patah tulang femur dengan terapi kalsium karbonat dosis
tinggi pada tikus jantan” oleh Ira Sari Yudaniayanti, Hartiningsih,
Agus Budi Santoso, dengan hasil bahwa pemberian suplemen kalsium
karbonat dosis tinggi empat kali normal (225 mg/hr) selama 4 minggu,
setelah operasi reposisi patah tulang femur diekstra pada tikus
mempunyai efek positif pada proses kesembuhan patah tulang.
7. Komplikasi
a. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok,yang bisa berakibat
fatal dalam 48 jam atau lebih;dan sindrom kompartemen,yang
berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani
segera.Komplikasi awal lainnya yang berhubungan dengan fraktur
adalah infeksi,tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian
beberapa minggu setelah cedera;dan koagulopati intravaskuler
diseminata (KID).
Syok.Syok hipovolemik atau traumatic,akibat pendarahan dan
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak,yang dapat terjadi
pada fraktur ekstremitas,toraks,pelvis dan vertebra.Penanganan
meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi nyeri yang
diderita pasien,memasang pembebatan yang memadai,dan melindungi
pasien dari cedera lebih lanjut.
Sindrom Emboli Lemak.Pada saat terjadi fraktur,globula lemak
dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan
oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.Globula
lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang
kemudian pembuluh darah kecil yang memasok otak,paru,ginjal dan
organ lainnya.
Gangguan serebral diperlihatkan dengan adanya perubahan
mental yang bervariasi dari agitasi ringan dan kebingungan sampai
delirium dan koma yang terjadi sebagai respon terhadap hipoksia
akibat penyumbatan emboli di otak. Dengan adanya emboli sistemik
pasien Nampak pucat.tampak ada petekie pada membrane pipi dan
kantung konjungtiva, pada palatum durum, pada fundus okuli.dan di
atas dada dan lipatan ketiak depan. Penyumbatan banyak di pembuluh
darah mengakibatkan tekanan paru meningkat,kemungkinan
mengakibatkan gagal jantung ventrikel kanan.
Pencegahan dan Penatalaksanaan. imobilisasi segera fraktrur,
manipulasi fraktur minimal, dan penyangga fraktur yang memadai saat
pemindahan dan mengubah posisi merupakan upaya yang dapat
mengurangi insidensi emboli lemak.Tujuan penatalaksaan adalah
menyokong system pernapasan dan mengoreksi gangguan
homeostasis,karena gagal napas penyebab utama kematian,diperlukan
oksigen dengan konsentrasi tinggi. Karena emboli lemak merupakan
penyebab kematian utama pasien fraktur,dukungan napas harus diberi
segera dan perawat harus kenali petunjuk awal adanya sindrom emboli
lemak dan melaporkannya ke dokter.
Sindrom Kompartemen.merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan,karena (1)penurunan ukuran kompartemen otot
karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan
yang menjerat (2)peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
pendarahan sehubungan dengan berbagai masalah
Pencegahan dan Penatalaksanaan, yaitu dengan mengontrol
edema, yang dapat dicapai dengan meninggikan ekstremitas yang
cedera setinggi jantung dan memberikan kompres es setelah cedera
sesuai resep. Bila telah terjadi sindroma kompartemen, balutan
dilonggarkan. Fasiotomi diperlukan bila upaya konservatif tidak dapat
mengembalikan perfusi jaringan dan mengurangi nyeri dalam 1 jam.
Setelah fasiotomi, luka tidak dijahit tapi dibiarkan terbuka dan ditutup
dengan balutan steril yang dilembabkan dengan larutan salin. Anggota
badan dibidai dengan posisi fungsional dan latihan rentang gerak pasif
tiap 4-6 jam.dalam 3-5 hari, ketika edema telah menghilang dan
perfusi jaringan telah kembali, luka didebridemen dan ditutup.
Tromboemboli, infeksi dan KID merupakan kemungkinan komplikasi
akibat fraktur.
b. Komplikasi Lambat
1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuannya
Bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk
jenis dan tempat fraktur tertentu serta kegagalan penyatuan ujung-
ujung patahan tulang.Faktor lainnya adalah infeksi pada tempat
fraktur;interposisi jaringan di antara ujung-ujung tulang;imobilisasi
dan manipulasi yang tidak memadai,yang menghentikan
pembentukan kalus ;jarak yang terlalu jauh antara fragmen
tulang;kontak tulang yang terbatas;dan gangguan asupan darah
yang mengakibatkan nekrosis avaskuler.
Tidak adanya penyatuan dapat ditangani dengan graft
tulang.Secara bedah,fragmen tulang patah ditrim,infeksi dibuang
dan graft tulang.
2) Nekrosis Avakuler Tulang
Terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati. Tulang yang
mati mengalami kolaps atau diabsorpsi atau diganti dengan tulang
yang baru. Sinar X menunjunkan kehilangan kalsium dan kolaps
structural. Penanganan umumnya terdiri atas usaha mengembalikan
vitalitas tulang dengan graft tulang, penggantian prosthesis atau
artrodesis.
3) Reaksi terhadap Alat Fiksasi Interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah
terjadi,namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat
sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi
merupakan indicator utama telah terjadinya masalah. Masalah
tersebut meliputi kegagalan mekanisme (pemasangan dan
stabilisasiyang tak memadai); kegagalan material (alat yang cacat
atau rusak); berkaratnya alat, menyebabkan inflamasi local, respon
alergi terhadap campuran logam yang dipergunakan; dan
remodeling osteoporotic disekitar alat fiksasi (stress yang
dibutuhkan untuk memperkuat tulang diredam oleh alat
tersebut,mengakibatkan osteoporosis disuse). Bila alat diangkat,
tulang perlu dilindungi dari fraktur kembali sehubungan dengan
osteoporosis. Struktur tulang yang terganggu dan trauma.
Remodeling tulang akan mengembalikan kekuatan structural
tulang.
8. WOC
Trauma tidak langsung
Kondisi patologi
Trauma langsung
Fraktur
Diskontinuitas tulang
Pergeseran fragmen tulang
Nyeri akutPerubahan jaringan sekitar
Pergeseran fragmen tulang
Deformitas
Gangguan fungsi ekstremitas
Gangguan mobilitas fisik
Laserasi kulit
Kerusakan integritas kulit
Resiko infeksi
C. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Kaji identitas klien mulai dari nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, agama, alamat, status, tanggal masuk RS, dan diagnosa
medis, serta kaji juga identitas dari penanggung jawab klien.
b. Keluhan utama
Sering kali pasien datang ke RS sudah dengan keluhan bahwa
tulangnya patah karena jelasnya keadaan patah tulang tersebut bagi
pasien. Sebaliknya juga mungkin, patah tulang tidak disadari oleh
penderita dan mereka datang ke RS dengan keluhan hanya “keseleo”,
terutama patah yang disertai dengan dislokasi fragmen yang minimal.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya akan didapatkan adanya keluhan nyeri meskipun patah
tulang yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak
menimbulakan keluhan nyeri. Pasien merasa nyeri dan kadang-
kadang diikuti kesemutan dan kebas pada daerah fraktur, adanya
udem, perdarahan, krepitasi, hematom, puralitas kulit terbuka, rasa
sakit akan bertambah pada saat beraktifitas.
2) Riwayat kesehatan lalu/ riwayat trauma
Yang dapat dikaji adalah dengan mecari tau adanya riwayat trauma
tertentu, seperti jatuh, terputar, tertumbuk dan kaji juga seberapa
kuat trauma yang dialaminya tersebut. Dalam persepsi penderita
trauma tersebut bisa dirasa berat meskipun sebenarnya ringan,
sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun sebenarnya berat.
3) Riwayat keluarga
Pada pengkajian riwayat keluarga, biasanya tidak akan ditemukan
adanya keluarga yang pernah mengalami fraktur atau patah tulang,
namun ada kemungkinan juga jika keluarga klien juga pernah
mengalami kelainan pada tulang yang disebabkan karena tumor
pada tulang, yang kemungkinan hal tersebut dapat diturunkan
melalui genetik.
d. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
1) Pola Persepsi dan Penanganan Penyakit
Biasanya, persepsi klien yang menderita fraktur adalah klien
mengetahui penyebab terjadinya fraktur pada klien tersebut dan
otomatis bentuk penanganan klien adalah langsung pergi ke
RS, namun ada bebrapa klien yang tidak mengetahui kalau dia
terkena fraktur dan hanya beranggapan keseleo saja dan klien
tersebut tidak segera pergi berobat ke RS, hanya berobat
dengan obat warung saja.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya klien yang menderita fraktur tidak akan mengalami
masalah pada pola nutrisi dan metabolismenya. Nafsu makan
klien biasanya tidak akan terganggu, sehingga klien akan
menghabiskan makanan dan minuman yang ada di RS, dan
juga klien tidak kesulitan untuk menelan.
3) Pola Eliminasi
Biasanya klien akan mengalami kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi klien secara mandiri karena keterbatasan
gerak, sehingga segala pemenuhan kebutuhan klien harus
dibantu oleh orang lain, namun untuk proses BAK dan BAB
klien, baik itu frekuensi maupun konsistensi, bau dan warna
tidak terganggu.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Karena timbulnya nyeri dan keterbatasan gerak biasanya untuk
sementara waktu klien tidak mampu untuk duduk apalagi
berdiri, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang
dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain
terutama pada aktivitas sehari kilen dan pemenuhan kebutuhan
klien di bantu oleh keluarga dan perawat.
5) Pola Tidur dan Istirahat
Untuk pola istirahat dan tidur, biasanya akan terganggu karena
sakit dan nyeri yang dirasakan klien pada area fraktur sehingga
hal ini menyebabkan jumlah waktu tidur efektif klien akan
berkurang.
6) Pola Hubungan dan Peran
Yang harus dikaji pada pola ini adalah bagaimana peran klien
di keluargan dan dimasyarakat, apakah kondisi klien semenjak
sakit mempengaruhi peran klien. Dan juga yang harus dikaji
adalah bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan
tetangga, apakah klien menjalin hubungan baik dengan
keluargan, orang-orang terdekatnya atau bahkan tetangga dan
masyarakat sekitarnya.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji juga bagaimana persepsi klien terhadap masalah yang
menimpanya, apakah klien menyadari atau tidak. Juga kaji
bagaimana konsep diri klien semenjak sakit, biasanya ada
orang yang akan kehilangan konsep diri setelah mengalami
sakit.
8) Pola Sensori dan Kognitif
Yang harus dikaji pada pola ini adalah fungsi sensori klien
seperti rangsangan, dan juga kaji kemampuan kognitif klien.
Kaji juga bagaimana fungsi alat indra klien, apakah ada
kelainan atau gangguan.
9) Pola Reproduksi Seksual
Jika klien sudah menikah, kaji pola reproduksi dan seksual
klien.
10) Pola Koping dan Toleransi Stres
Pada pola ini yang harus dikaji adalah bagaimana penanganan
dan kopping klien terhadat permasalahan yang dihadapinya,
apakah klien mau menerima kenyataan yang dialaminya atau
tidak.
11) Pola Nilai dan Kepercayaan
Kaji pola nilai dan kepercayaan klien, apakah Klien
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianutnya
semnenjak sakit, atau karena sakit klien kesulitan menjalankan
ritual agama yang diyakininya.
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, kaji bagaimana tada-tanda terkait keadaan klien
secara umum, terdiri dari:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien, hitung GCS
klien.
b) keadaan penyakit, pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Kepala
Jika trauma terjadi pada daerah kepala maka akan terlihat
adanya kelainan seperti, benuk kepala tidak simetris, terdapat
penonjolan, adanya nyeri kepala.
b) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, jika fraktur terjadi pada daerah
wajah, maka biasanya akan terjadi perubahan bentuk/tidak
simetris, terdapat penonjolan dan memar serta biasanya akan
terdapat odema. Dan juga biasanya klien akan terlihat sedikit
pucat.
c) Mata
Biasanya tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis, dan
sklera tidak ikterik. Reflek pupil pun biasanya akan normal
dengan diameter 2 mm, dan reflek cahaya biasanya normal.
Tetapi jika klien dalam keadaan tidak sadar atau koma, maka
reflek pupil dan reflek cahaya klien akan terganggu.
d) Telinga
Biasanya pada pemeriksaan telinga normal dan tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan Tes bisik atau weber masih dalam
keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
e) Hidung
Inspeksi: jika fraktur terjadi pada area hidung, maka tulang
hidung akan terlihat bengkok atau tidak simetris
Palpasi: biasanya pada saat diraba akan terasa bengkak dan
juga akan terasa nyeri oleh pasien.
f) Mulut dan Faring
Biasanya pada pemeriksaan mulut dan faring tidak ditemukan
adanya kelainan. Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
g) Leher
Inspeksi: biasanya tidak terlihat adanya pembesaran
kelenjer tiroid, kaku kuduk tidak ada.
Palpasi: biasanya tidak teraba adanya pembesaran kelenjer
tiroid, kelenjer limfe.
Pengukuran JPV biasanya normal yaitu 5-2 cm H2O
h) Thoraks
Paru
- Inspeksi: jika fraktur terjadi pada area torak, maka akan
terlihat klien kesulitan untuk bernafas, dan pergerakan
rongga dada klien tidak simetris.
- Palpasi: biasanya karena terjadi fraktur maka akan
terasa tidak fremitus kiri dan kanan.
- Perkusi: biasanya akan ditemukan bunyi sonor, tetapi
jika terjadi pendarahan di pleura makan akan terdengar
bunyi redup.
- Auskultasi: biasanya akan ditemukan bunyi pernafasan
normal, tidak ada weezing atau ronkcy.
Jantung
- Inspeksi: Perhatikan apakah iktus pada titil LMCS
terlihat atau tidak, namun biasanya iktus tidak terlihat.
- Palpasi: hitung pergerakan iktus
- Perkusi: biasanya pada saat di perkusi, batas-batas
jantung normal
- Auskultasi: biasanya akan terdengar bunyi jantung
normal dan tidak ada murmur.
i) Abdomen
Inspeksi: biasanya bentuk abdomen normal dan tidak
terlihat adanya spider nevi, atau perut membuncit dan
asites.
Palpasi: biasanya pada palpasi empat area akan ditemukan
normal dan tidak ada pembesaran.
Perkusi: biasanya akan ditemukan suara redup.
Auskultasi: dengarkan dengan mengunakan stetoskop
bising usus.
j) Genetalia-Anus
Pada pemeriksaan genitalis dan anus, biasanya tidak ditemukan
adanya kelainan.
k) Sistem Integumen
Biasanya pada area yang terkena trauma akan terdapat erytema,
suhu di daerah tersebut akan meningkat, terdapat
pembengkakan, oedema, nyeri tekan.
b. Pemeriksaan khusus fraktur
Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang
terdiri dari empat langkah, yaitu:
1) Anamnesi / tanyakan: adanya trauma tertentu seperti jatuh,
terputar, tertumbuk dan berapa kuatnya trauma tersebut.
2) Inspeksi / lihat : akan ada terlihat pasien kesakitan, mencoba
melindungi anggota badannya yang patah, terdapat pembengkakan,
perubahan bentuk berupa bengkok, perubahan warna kemerahan
atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi, terputar, pemendekan,
dan juga terdapat gerakan yang tidak normal, juga perhatikan
posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
3) Raba (untuk analisis nyeri) : analisis nyeri dapat dilakukan dengan
4 cara:
a) Nyeri subjektif : didapatkan dengan anamnesis
b) Nyeri objektif : didaptkan dengan cara dipalpasi
c) Nyeri lingkar : didapatkan dengan nyeri tekan yang sifatnya
sirkuler
d) Nyeri sumbu pada tarikan dan/atau tekanan: akan didapatkan
nyeri tekan sumbu pada waktu menekan atau menarik dengan
hati-hati anggota badan ya ng patah searah dengan sumbunya.
4) Gerakan: gerakan antarfragmen harus dihindari pada pemeriksaan
karena menimbulkan nyeri dan mengakibatkan cedera jaringan.
Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dari
pemeriksaan rutin patah tulang. Gerakan sendi dicatat dengan
ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi
netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan
yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
3. Perumusan Diagnosa (NANDA), Penentuan Kriteria Hasil (NOC), dan Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)
NO NANDA NOC NIC
1 Nyeri b.d traksi dan
imobilisasi fraktur
Batasan
Karakteristik:
Melaporkan nyeri
secara verbal dan
nonverbal
Menunjukkan
kerusakan
Posisi untuk
mengurangi nyeri
Gerakan untuk
melindungi
Tingkah laku
berhati-hati
Muka topeng
Gangguan tidur
Tingkat kenyamanan
indikator
Klien diharapkan melaporkan:
Nyeri berkurang
Kecemasan berkurang
Stres berkurang
Ketakutan berkurang
Kontrol nyeri
indikator
Klien diharapkan :
Menggunakan analgesik
Memantau gejala nyeri dari
waktu ke waktu
Menjelaskan faktor – faktor
penyebab nyeri
Mengunakan langkah-
Manajemen nyeri
Intervensi :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi
Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
Kaji kebiasaan yang mempengaruhi respion nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
Ajarkan pasien untuk memonitor nyeri
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Tanyakan pada pasien apa saja hal yang memberatkan rasanya nyeri
Tanyakan pada pasien teknik apa saja yang dapat mngurangi rasa nyeri yang di
rasakan.
Ajarkan pasien teknik relaksasi.
pemberian analgesik
Aktifitas:
(mata sayu,
tampak capek,
sulit atau gerakan
kacau,
menyeringai)
Fokus pada diri
sendiri
Perubahan dalam
nafsu makan
langkah pencegahan
Menggunakan bantuan non
analgesik seperti yang di
rekomendasikan
Melaporkan perubahan
dalam perubahan gejala nyeri
Tentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati
pasien
Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan
analgesik
Cek riwayat alergi obat
Tentukan jenis analgesik yang digunakan (narkotik, non narkotik atau
NSAID) berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.
Utamakan pemberian secara IV dibanding IM sebagai lokasi penyuntikan, jika
mungkin
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis
pertama atau jika ada catatan luar biasa.
Cek pemberian analgesik selama 24 jam untuk mencegah terjadinya puncak
nyeri tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan
kaji pengetahuan pasien atau anggota keluarga mengenai analgesic, terutama
sekali opioids(karena resiko kecanduan tinggi)
Dokumentasikan respon pasien tentang analgesik, catat efek yang merugikan
Tindakan pesawat untuk mengurangi efek merugikan dari analgesik (contoh :
konstipasi dan iritasi lambung)
2 Gangguan mobilitas
fisik b.d proses
Ketahanan
indikator
Penahan fisik
Intervensi :
penyakit dan traksi
Batasan
Karakteristik :
Pengurang
an reaksi waktu
Keterbatas
an kemampuan
untuk gerak kasar
Kesulitan
berpidah
Keterbatas
an kemampuan
untuk gerak biasa
Keterbatas
an tentang gerak
Keterbatas
an rentang gerak
Gangguan
dyspenea
Berpindah
Klien diharapkan mempunyai:
Ketahanan untuk
mempertahankan aktivitas
kinerja rutin biasa
aktivitas
konsentrasi
daya tahan otot
pola makan
libido
energi di kembalikan
setelah istirahat
Posisi tubuh : inisiatif sendiri
Indicator :
Telentang ke telentang
Telentang ke duduk
Duduk ke telentang
Duduk ke berdiri
Berdiri ke duduk
Berdiri ke berlutut
Batasi aktivitas fisik untuk mengurangi gangguan.
Sediakan staf yang cukup untuk membantu klien dengan perangkat aplikasi
yang aman.
Gunakan hal yang sesuai ketika pasien dalam situasi darurat
Monitor respon pasien untuk prosedur.
Hindari mengikat hambatan di luar jangkauan pasien.
Berikan tingkat yang tepat dari pengawasan / memantau pasien dan untuk
memungkinkan tindakan terapi, sesuai kebutuhan.
Menyediakan untuk kenyamanan pasien phychological, sesuai kebutuhan.
Memantau kondisi kulit pada saat menahan diri.
Menyediakan alat untuk gerakan dan latihan, sesuai dengan tingkat kondisi,
dan kemampuan pasien.
Memfasilitasi pasien untuk kenyamanan posisi dan mencegah aspirasi dan
kerusakan kulit.
Memberikan informasi pada pasien cara memanggil bantuan ketika pengasuh
tidak hadir.
posisi
aktifitas :
Sediakan tempat tidur yang terapeutik
-adanya tremor
Perubahan
langkah
Postur
yang tidak stabil
Hambatan
berpindah
Pergeraka
n yang lambat
Tidak
terkoordinasinya
gerakan
Berlutut ke berdiri
Berdiri ke jongkok
Jongkok ke berdiri
Melengkungkan
punggung
Sisi ke sisi
Mobilitas
Indikator:
klien diharapkan mampu untuk
mempertahankan :
Keseimbangan
Koordinasi
Kiprah
gerakan tulang
kinerja posisi tubuh
berjalan
melompat
crawling
Bergerakdengan mudah
Pelihara kenyamanan tempat tidur
Tempatkan dalam posisi yang terapeutik
Posisi dalam mempersiapkan kesajajaran tubuh
Kelumpuhan/menyokong bagian tubuh
Perbaiki bagian tubuh
Hindari terjadinya amputasi dalam posisi fleksi
Posisikan untuk mengurangi dyspnea (mis. posisi semi melayang),
jika diperlukan
Fasilitasi pertukaran udara yang bagus untuk bernafas
Sarankan untuk peningkatan rentang latihan
Sediakan pelayanan penyokong untuk leher
Pasang footboard untuk tidur
hindari tempat yang akan melukai
Instruksikan kepada pasien bagaimana menggunakan posisi yang
bagus dan gerak tubuh yang bagus dalam beraktifitas
Tempatkan posisi tempat tidur yang nyaman agar mudah dalam
perpindahan posisi
terapi aktivitas
Aktivitas:
Kolaborasi dengan terapis dalam merncanakan dan memonitor program
aktivitas
Tingkatkan komitmen pasien dalam beraktivitas
Bantu mengekplorasi aktivitas yang bemanfaat bagi pasien
Bantu mengidentifikasi sumberdaya yang dimiliki dalam beraktivitas
Bantu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu pasien/keluarga dalam beradaptasi dengan lingkungan
Bantu menyusun aktivitas fisik
Pastikan lingkungan aman untuk pergerakan otot
Jelaskan aktivitas motorik untuk meningkatkan tonus otot
Berikan reinforcemen positif selama beraktivitas
Monitor respon emosional, fisik, sosial dan spiritual
3 Resiko infeksi b.d
kontaminasi kuman
pada laserasi kulit
Pengetahuan : pengendalian
infeksi
Indikator:
Menjelaskan cara
perpindahan
Menjelaskan tindakan yang
dapat mengurangi
Pengendalian infeksi
Aktivitas:
Ciptakan lighkungan ( alat-alat, berbeden dan lainnya) yang nyaman dan
bersih terutama setelah digunakan oleh pasien
Gunakan alat-alat yang baru dan berbeda setiap akan melakukan tindakan
keperawatan ke pasien
Isolasikan pasien yang terkena penyakit menular
perpindahan
Menjelaskan tanda dan
gejala
Menjelaskan perawatan
untuk infeksi
Pengendalian resiko
Indikator:
Memantau faktor resiko b.d
lingkungan
Memantau faktor resiko b.d
kebiasaan
Modifikasi gaya hidup
untuk mengurangi faktor
resiko
Tempatkan pasien yang harus diisolasi yang sesuai dengan kondisi pasien
Batasi jumlah pengunjung sesuai kondisi pasien
Ajari klien untuk mencuci tangan sebagai gaya hidup sehat pribadi
Instruksikan klien untuk mencuci tangan yang benar sesuai dengan yang telah
diajarkan
Instruksikan kepada pengunjung untuk selalu mencuci tanagn sebelum dan
sesudah memasuki ruangan pasien
Gunakan sabun antimikroba untuk proses cuci tangan
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan kepada pasien
Terapkan kewaspadaan universal
Gunakan selalu handscoon sebagai salah satu ketentuan kewaspadaan
universal
Gunakan baju yang bersih atau gown ketika menangani pasien infeksi
Gunakan sarung tangan yang steril, jika memungkinkan
Bersihkan kulit pasien dengan pembersih antibakteri
Jaga dan lindungai area atau ruangan yang diindikasikan dan digunakan untuk
tindakan invasive, operasi dan gawatdarurat
perawatan luka
Aktivitas :
Bersihkan balutan yang melekat dan debris
Cukur rambut sekitar area yang rusak
Catat karakteristik luka
Catat karakteristik drainase
Bersihkan dengan sabun antibakterial
Bersihkan area yang rusak pada air mengalir
Rendam pada larutan saline
Berikan perawatan pada tempat IV
Berikan perawatan Hickman
Berikan perawatan pada venus sentral
Berikan perawatan pada tempat insisi
Berikan perawatan ulkus pada kulit
Masase area sekitar luka untuk menstimulasi
sirkulasi
Gunakan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation) untuk perbaikan perawatan luka
Pertahankan kepatenan pipa drainase
Gunakan salep kulit dengan tepat
Balut dengan tepat
Gunakan balutan yang oklusif
Kuatkan balutan
Pertahankan teknik balutan steril selama
perawatan luka
Inspeksi luka setiap penggantian balutan
Bandingkan dan catat dengan teratur setiap
penggantian balutan
Posisikan untuk menghindari tegangan pada luka,
dengan tepat.
Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur
perawatan luka
4 kerusakan integritas
kulit b.d fraktur
terbuka
Batasan
Karakteristik :
Kerusakan lapisan
kulit
Kerusakan
permukaan kulit
Gangguan struktur
integritas jaringan : Kulit
danMembran Mukosa
indikator:
Suhu Jaringan
Ensasi
Elastisitas
Pigmentasi
Warna
Tekstur
Ketebalan
Traksi / Perawatan Imobilisasi
Aktivitas :
Posisikan tubuh pada posisi yang tepat
Pertahankan posisi yang tepat di tempat tidur untuk meningkatkan traksi
Pastikan bahwa tali dan katrol menggantung bebas
Pastikan bahwa
Penyangga
Jaga traksi setiap waktu
Monitor kemampuan diri selama traksi
Monitor alat fiksasi eksternal
tubuh Jaringan yang tak luka
Pertumbuhan rambut di
kulit
Kelengkapan kulit
penyembuhan luka :
penyembuhan primer
indikator:
Skin approximation
Pengeringan Purulensi
Pengeringan serosa dari
luka
Pengurangan drainase dari
luka
Pengurangan area yang
kemerahan
Penguranagn edema luka
Tingginya temperatur kulit
penyembuhan luka : tujuan
Monitor tempat masuknya pin/baut
Monitor sirkulasi, pergerakan, dan sensasi yang mempengaruhi ekstremitas
Monitor komplikasi imobilisasi
Rencanakan perawatan kulit yang cocok untuk bagian yang mengalami
pergeseran
Instruksikan untuk perawatan penyegaran alat, jika dibutuhkan
Instruksikan untuk perawatan alat fiksasi eksternal , jika dibutuhkan
Instruksikan perawatan tempat masuknya pin/baut
Instruksikan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat untuk proses
penyembuhan tulang
perawatan luka
aktivitas:
Bersihkan balutan yang melekat dan debris
Catat karakteristik luka
Catat karakteristik drainase
Bersihkan dengan sabun antibakterial
Bersihkan area yang rusak pada air mengalir
Rendam pada larutan saline
Berikan perawatan pada tempat IV
sekunder
indikator:
Granulasi
Epitelisasi
Pengurangan area kuit
kemerahan
Edema
Pengurangan area kulit yang
abnormal
Nekrosis
Pengelupasan
Berikan perawatan pada tempat insisi
Berikan perawatan ulkus pada kulit
Pertahankan kepatenan pipa drainase
Gunakan salep kulit dengan tepat
Balut dengan tepat
Gunakan balutan yang oklusif
Kuatkan balutan
Pertahankan teknik balutan steril selama perawatan luka
Inspeksi luka setiap penggantian balutan
Bandingkan dan catat dengan teratur setiap penggantian balutan
Posisikan untuk menghindari tegangan pada luka, dengan tepat.
Ajarkan pasien dan anggota keluarga prosedur perawatan luka
4. Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun selanjutnya
diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang
diharapkan, tindakan harus mendetail dan bersifat khusus agar semua
tindakan keperawatan dapat berjalan dengan lancar antara klien dan
perawat serta keluarga. Dalam melaksanakan implementasi, perawat
langsung melakukan tindakan keperawatan pada klien fraktur atau perawat
tidak melaksanakan secara langsung, tetapi langsung mendelegasikan
kepada orang lain yang dapat dipercaya.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lain dan keluarga.
REFERENSI
Brunner, Suddarth. 2013. Buku Ajar Kperewatan Medikal Bedah, edisi 8
vol.3. Jakarta: EGC.
Jhonson, Marion., Meridean Maas. 2012. Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis: Mosby
Mansjoer, A. dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. 2012. Nursing
Interventions Classification (NIC). St. Loui: Mosby.
NANDA. 2010. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-
2006. Philadelphia: NANDA International.
Nurarif, Amir dan Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Media dan Nanda NIC-NOC. Jilid 2.
Yogyakarta: Medication Publishing.