laporan organik final beluntas.pdf

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kardinan dalam Koirewoa (2012) menjelaskan bahwa Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena bermanfaat dan kegunaannya besar bagi manusia dalam hal pengobatan. Dalam tanaman ada banyak komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Pada saat ini, banyak orang yang kembali menggunakan bahan-bahan alam yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan alami. Ada banyak pengobatan dengan bahan alam yang dapat dipilih sebagai solusi mengatasi penyakit yang salah satunya ialah penggunaan ramuan obat berbahan herbal Dalam pengobatan secara tradisional, sebagian besar ramuan berasal dari tumbuhan, baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga atau bijinya. Ada pula yang berasal dari organ binatang dan bahan-bahan mineral. Agar pengobatan secara tradisional dapat dipertanggung jawabkan maka diperlukan penelitian- penelitian ilmiah seperti penelitianpenelitian dibidang farmakologi, toksikologi, identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan (Adfa:2005) Dalimartha dalam Koirewoa (2012) mengatakan bahwa salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa obat yaitu beluntas ( Pluchea indica L.). Beluntas umumnya tumbuh liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu, atau ditanam sebagai tanaman pagar. Tumbuhan ini memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan, banyak ditemukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian 1.000 m dpl. Daun beluntas mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium, dan fosfor. Sedangkan akarnya mengandung flavonoid dan tanin Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir, berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan (stomatik), penurun demam (antipiretik), peluruh keringat (diaforetik), penyegar, TBC kelenjar, nyeri pada rematik dan keputihan.Menurut purnomo dalam susanti (2007) flavonoid dalam daun beluntas memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propionobacterium sp

Upload: weedhy-kha-gleda

Post on 31-Dec-2015

270 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan organik final beluntas.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kardinan dalam Koirewoa (2012) menjelaskan bahwa Indonesia memiliki

banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena bermanfaat dan

kegunaannya besar bagi manusia dalam hal pengobatan. Dalam tanaman ada

banyak komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Pada saat ini,

banyak orang yang kembali menggunakan bahan-bahan alam yang dalam

pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia

sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan alami. Ada banyak pengobatan

dengan bahan alam yang dapat dipilih sebagai solusi mengatasi penyakit yang

salah satunya ialah penggunaan ramuan obat berbahan herbal

Dalam pengobatan secara tradisional, sebagian besar ramuan berasal dari

tumbuhan, baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga atau bijinya. Ada

pula yang berasal dari organ binatang dan bahan-bahan mineral. Agar pengobatan

secara tradisional dapat dipertanggung jawabkan maka diperlukan penelitian-

penelitian ilmiah seperti penelitianpenelitian dibidang farmakologi, toksikologi,

identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan (Adfa:2005)

Dalimartha dalam Koirewoa (2012) mengatakan bahwa salah satu

tumbuhan yang mengandung senyawa obat yaitu beluntas (Pluchea indica L.).

Beluntas umumnya tumbuh liar di daerah kering pada tanah yang keras dan

berbatu, atau ditanam sebagai tanaman pagar. Tumbuhan ini memerlukan cukup

cahaya matahari atau sedikit naungan, banyak ditemukan di daerah pantai dekat

laut sampai ketinggian 1.000 m dpl. Daun beluntas mengandung alkaloid,

flavonoid, tanin, minyak atsiri, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium,

dan fosfor. Sedangkan akarnya mengandung flavonoid dan tanin

Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir, berkhasiat untuk

meningkatkan nafsu makan (stomatik), penurun demam (antipiretik), peluruh

keringat (diaforetik), penyegar, TBC kelenjar, nyeri pada rematik dan

keputihan.Menurut purnomo dalam susanti (2007) flavonoid dalam daun beluntas

memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propionobacterium sp

Page 2: laporan organik final beluntas.pdf

2

dan Corynebacterium. Di dalam flavonoid mengandung suatu senyawa fenol.

Fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam sehingga disebut juga asam

karbolat. Pertumbuhan bakteri Escherichia coli dapat terganggu disebabkan

adanya suatu senyawa fenol yang terkandung dalam ekstrak etanol daunbeluntas.

Kondisi asam oleh adanya fenol dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri

Esherichia coli.

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa

flavonoid yang terdapat dalam daun beluntas (Pluchea indica L.). Dari proses

isolasi akan didapatkan isolat-isolat suatu senyawa atau kumpulan senyawa

sehingga dapat mempermudah untuk melakukan identifikasi senyawa-senyawa

yang terdapat dalam simplisia. Sedangkan identifikasi diperlukan untuk

mengetahui jenis senyawa flavonoid yang berada dalam simplisia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengisolasi flavonoid yang terdapat dalam daun beluntas

(P. Indica)?

2. Bagaimana mengidentifikasi senyawa flavonoid dalam daun beluntas (P.

Indica)?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mengetahui cara untuk mengisolasi senyawa flavonoid dalam daun

beluntas (P. Indica).

2. Mengidentifikasi senyawa flavonoid yang ada dalam daun beluntas (P.

Indica)

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah memberikan

informasi kepada pembaca tentang cara isolasi senyawa flavonoid dan dan

mengetahui senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun beluntas.

Page 3: laporan organik final beluntas.pdf

3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Daun Beluntas

Menurut Dalimartha dalam Siringoringo (2012) salah satu tanaman yang

telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesiasejak dahulu, yaitu tanaman beluntas

(Pluchea indica less).Tanaman ini seringdigunakan sebagai tanaman pagar di

halaman rumah penduduk. Nama daerah:beluntas (Melayu), baluntas, baruntas

(Sunda), luntas (Jawa), baluntas (Madura), lamutasa (Makasar), lenabou (Timor),

sedangkan nama asing untuk tanamanbeluntas adalah Luan Yi (Cina), Phatpai

(Vietnam), dan Marsh fleabane (Inggris).Pada masyarakat daun beluntas secara

tradisional berkhasiat sebagai penurundemam (antipiretik), meningkatkan nafsu

makan (stomakik), peluruh keringat(diaforetik), dan penyegar (Siringoringo,

2012)

Beluntas (Pluchea indica Less) merupakan tanaman herba family

Asteraceae yang telah dimanfaatkan sebagai pangan dan sediaan obat bahan

alamTumbuh liar di daerah kering di tanah yang keras dan berbatu atau

ditanamsebagai tanaman pagar.Memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit

naungan.Banyak ditemukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian 1.000 m

dpl.Perdu kecil, tumbuh tegak sampai 2 m atau lebih.Bercabang banyak,

berusukhalus, berambut lembut.Daun bertangkai pendek, letak berseling, helaian

daun bulat telur sungsang. Ujung bulat melancip, tepi bergigi, berkelenjar,

panjang 2,5 sampai 9 cm. Lebar 1-5,5 cm. dengan warna hijau terang bila

diremasmengeluarkan bau harum. Bunga majemuk dengan bentuk malai rata,

keluar dariketiak daun dan ujung tangkai.Bunga berbentuk bonggol, bergagang

ataupunduduk, berwarna putih kekuningan sampai ungu.Buah berbentuk gasing,

kecil,keras berwarna coklat dengan sudut-sudut berwarna putih.Biji kecil,

coklatkeputih-putihan. Perbanyakan dengan stek batang yang cukup tua. Cabang

bunga sangat banyak sehingga membentuk rempuyung cukupbesar antara 2,5-12,5

cm. Bunga berbentuk bonggol, bergagang atau duduk.Bentuknya seperti silinder

sempit dengan panjang 5-6 mm. Panjang daun pembalut sampai 4 mm. Daun

Page 4: laporan organik final beluntas.pdf

4

pelindung bunga tersusun dari 6-7 helai.Daunpelindung yang terletak di dalam

berbentuk sudut (lanset) dan di luar berbentuk bulat telur. Daun pelindung berbulu

lembut, berwarna ungu dan pangkalnya ungumuda. Kepala sari menjulur dan

berwarna ungu. Tangkai putik pada bunga betinalebih panjang. Buah beluntas

longkah berbentuk seperti gasing, warnanya coklatdengan sudut-sudut putih dan

lokos 10 (gundul atau licin) panjang bauh 1 mm (Susanti, 2007).

Beluntas telah lama dikenal mempunyai banyak kegunaan baik

sebagaitanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh

bagiantanamannya dalam bentuk kering maupun segar.

Gambar 1. Tanaman beluntas

2.1.1Klasifikasi Daun Beluntas

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Pluchea

Spesies : Pluchea indica Less (Susanti, 2007).

2.1.2 Kandungan Daun Beluntas

Kandungan senyawa fitokimia pada daun beluntas mempunyai

beberapaaktivitas biologis, salah satunya sebagai antioksidan. Senyawa fitokimia

padatanaman terdistribusi dengan kadar yang berbeda pada setiap bagian.

Perbedaankadar senyawa fitokimia pada daun dan buah sangat dipengaruhi oleh

tingkatketuaan daun atau kematangan, kondisi tanah, pemberian pupuk serta stres

Page 5: laporan organik final beluntas.pdf

5

lingkungan baik secara fisik, biologi maupun kimiawi. Kandungan dan

kadarsenyawa fitokimia yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas

antioksidannya

Kandungan kimia daun beluntas adalah alkaloid (0,316%), minyak atsiri,

tanin(2,351%) dan flavonoid (4,18%).Komponen sangat polarpenyusun rendemen

terdiri atas senyawa glikosida, asam amino, dan gula sertasenyawa aglikon

vitamin C. Daun beluntas mengandung protein sebesar 17.78-19.02%, vitamin

Csebesar 98.25 mg/100 g, dan karoten sebesar 2.55 g/100 g. Dalimarta

(1999)menginformasikan jenis asam amino penyusun daun beluntas, meliputi

leusin,isoleusin, triptofan, dan treonin(Siringiringo, 2012).

Senyawa bioaktif yang terdapat pada daun beluntas (Pluchea indica Less)

adalah alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium,

kalium, aluminium, kalsium, magnesium dan fosfor.Sedangkan akarnya

mengandung flavonoid dan tannin (Susanti,2007).Senyawa-senyawa ini

merupakan senyawa metabolit sekunder.

Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan

keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga

daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom

karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada rantai propane (C3) sehingga

membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis

struktur yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau isoflavonoid,

dan 1,1 diarilpropan atau neoflavonoid. Ketiga struktur tersebut dapat dilihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Struktur Flavonoid (a) Flavonoid, (b) Isoflavonoid,

(c) Neoflavonoid.

Page 6: laporan organik final beluntas.pdf

6

Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak

reaksioksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak

sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dengan demikian

melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas

antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan

komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati

gangguan fungsi hati flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol alam.

Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil

yang tak tersulih atau suatu gula, sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti

etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil sulfoksida, dimetilformamida, dan air.

Adanya gula yang terikat padaflavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih

mudah larut dalam air dandengan demikian campuran pelarut dengan air

merupakan pelarut yang lebih baikuntuk glikosida.

Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk

flavon. Flavonoid banyak ditemukan dalam bentuk tepung putih pada tumbuhan

primula contohnya pada tanaman beluntas dan biasanya terdapat pada vakuola sel.

Pada bidang farmakologi flavonoid dapat digunakan sebagai antiradang, antibody,

antitumor, antidiare, antidoksidan, meningkatkan immunoglobulin, mengurangi

kerapuhan pembuluh kapiler. Flavonoid berperan untuk meningkatkan efektifitas

vitamin C mendukung manfaat daun beluntas untuk menurunkan kadar kolesterol,

yaitu dapat menurunkan kolesterol pada sejumlah orang yang memiliki kolesterol

tinggi. Namun, pada orang dengan kadar kolesterol normal hal tersebut tidak

berlaku. Flavonoid yang merupakan komponen polifenol sering ditemukan di

dalam berbagai jenis tumbuhan mempunyai efek antioksidan secarain vitro dan ex

vivo serta mempunyai efek menurunkan kolesterol pada manusia maupun hewan.

Peran daun beluntas sebagai antikolesterol disebabkan pengaruh dari

senyawaantioksidan yang dikandung daun beluntasyaitu senyawa

fenolik.Senyawa ini dapat mengurangi timbunan lemak jahat (LDL) di dalam

pembuluh darah. Komponen senyawa fenolik bersifat polar dan dapat larut dalam

air serta memiliki fungsi antaralain sebagai penangkap radikal bebas dan peredam

terbentuknya oksigen singlet. Salah satu senyawa fenolik yang terdapat dalam

Page 7: laporan organik final beluntas.pdf

7

beluntas adalah flavonoid. Flavonoid dapat menurunkan kadar kolesterol darah

dengan cara meningkatkan ekskresi asam empedu. Kadar flavonoid dalam daun

beluntas adalah 287.38 mg/100 g.

2.2 Isolasi flavonoid

2.2.1Ekstraksi

secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian

tumbuhan seperti bunga, buah, kulit batang, daun dan akar menggunakan system

maserasi dengan pelarut organic polar seperti methanol.

Beberapa ekstraksi senyawa organic bahan alam yang umum digunakan

antara lain : (Darwis. D, 2000)

1. Maserasi

Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut

organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam

isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan

akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan

tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang

ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi

senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang

dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan

efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan

alam dalam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan

pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik

bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder.

2. Perkolasi

Merupakan proses melewatkan pelarut organic pada sampel sehingga

pelarut akan membawa senyawa organic bersama-sama pelarut. Tetapi

efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organic

yang mudah larut dalam pelarut yang digunakan.

Page 8: laporan organik final beluntas.pdf

8

3. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan

memakai alat soxhlet. Pada cara ini pelarut dan simplisia ditempatkan

secara terpisah. Soxhletasi digunakan untuk simplisia dengan khasiat yang

relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan. Prinsip soxhletasi adalah

penyarian secara terus menerus sehingga penyarian lebih sempurna dengan

memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai maka

pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut

yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau mempunyai

titik didih yang rendah. Hasil yang diperoleh berupa ekstra yang mana

seluruh senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan

akan berada pada ekstrak ini. Penentuan jumlah komponen senyawa dapat

dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat

KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen

pada KLT dengan rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk

memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan

Kromatografi Kolom.

2.2.2 Identifikasi Senyawa dan Penentuan Struktur Flavonoid

Suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan

kimia, fisika dan spekroskopi.

Identifikasi senyawa metabolit sekunder dan elusidasi struktur senyawa

ditemukan merupakan pekerjaan yang sangat menentukan dalam proses

mengenal, mengetahui dan pada akhirnya menetapkan rumus molekul yang

sebenarnya dari senyawa tersebut.

Diantara metode identifikasi dan elusidasi struktur yang diperoleh dapat

dilakukan dengan metode standar yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa

kimia dan termasuk derivate-derivatnya antara lain : (Silverstein, 1991)

1. Metoda spektroskopi

metoda spektroskopi saat ini sudah merupakan metoda standar dalam

penentuan struktur senyawa organic pada umumnya dan senyawa

Page 9: laporan organik final beluntas.pdf

9

metabolit sekunder pada khususnya. Metoda tersebut terdiri dari beberapa

peralatan dan mempunyai hasil pengamatan yang berbeda, yaitu :

- Spektroskopi UV

Merupakan metoda yang akan memberikan informasi adanya krofomor

dari senyawa organic dan membedakan senyawa aromatic atau

senyawa ikatan rangkap yang berkonjugasi dengan senyawa alifatik

rantai jenuh.

- Spektroskopi IR

Metoda yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi

yang terdapat dalam senyawa organic, yang mana gugus fungsi dari

senyawa organic akan dapat ditentukan berdasarkan ikatan dari tiap

atom dan merupakan bilangan frekuensi yang spesifik.

- Nuklir Magnetik Resonansi Proton

Metoda ini akan mengetahui posisi atom-atom karbon yang

mempunyai proton atau tanpa proton. Disamping itu akan dikenal

atom-atom lainnnya yang berkaitan dengan proton/.

- Spektroskopi massa

Mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya

fragmentasi ion molekul yang mengahasilkan pecahan-pecahan

spesifik untuk suatu senyawa berdasarkan m/z dari masing-masing

fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen-fragmen dengan

terjadinya pemutusan ikatan apabila disusun kembali akan dapat

menentukan kerangka struktur senyawa yang diperiksa.

2. Kromatografi

Penggunaan kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian

senyawa metabolit sekunder dan dapat dijadikan sebagai patokan untuk

proses pengerjaan berikutnya dalam menentukan struktur senyawa.

Berbagai jenis kromatografi yang umum digunakan antara lain

(Darwis.D, 2000)

- Kromatografi lapis tipis

Page 10: laporan organik final beluntas.pdf

10

Merupakan slah satu metoda identifikasi awal untuk menentukan

kemurnian senyawa yang detemukan atau dapat menentukan jumlah

senyawa dari ekstrak kasar metabolit sekunder. Cara ini sangat

sederhana dan merupakan suatu pendeteksian awal dari hasil isolasi.

- Kromatografi kolom

Digunakan untuk pemisahan campuran beberapa senyawa yang

diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fasa padat dan

fasa cair maka fraksi-fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian

yang cukup tinggi.

Page 11: laporan organik final beluntas.pdf

11

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Praktikum ini dilakukan selama I (satu) semester di Laboratorium Kimia

Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Gorontalo

3.2Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Pipet tetes, Gelas

ukur 250 ml, kaca arloji, toples, gelas kimia 250 ml, batang pengaduk, pipa

kapiler, alumunium voil, oven, blender, Ayakan 65 mesh, pinset, dan

spektrofotometer UV-Vis

3.2.2 Bahan

3.2.2.1 Bahan Alam

Bahan alam yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun beluntas

yang diambil di kota gorontalo tepatnya di Jl. Pangeran Hidayat 1 Kel. Dulaluwo

Kec. Kota tengah.

3.3.2.2 Bahan Kimia

Dalam praktikuum ini memerlukan beberapa bahan kimia antara lain n-

heksana, asam asetat, n-butanol, metanol, etanol 96% p.a, asam klorida,

aquadesdan plat kromatografi lapis tipis (KLT) GF254 (Merck).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Preparasi Sampel

Untuk mendapatkan ekstrak daun beluntas, mula-mula daun beluntas

diambil dan dicuci. Setelah itu dikeringkan dengan diangin-anginkan pada udara

terbuka dengan tidak dikenai sinar matahari langsung, kira-kira pada suhu kamar

yaitu 25-30°C selama 2 minggu untuk menghilangkan air dan mencegah

terjadinya perubahan kimia (daun cepat busuk sehingga dapat menghasilkan

mikroorganisme yang dapat merubah senyawa kimia yang terkandung di daun

tersebut) dan kembali di oven pada suhu 40 °C selama 3 hari. Sampel yang telah

Page 12: laporan organik final beluntas.pdf

12

kering diblender untuk memperluas permukaan serta membantu pemecahan

dinding dan membran sel, sehingga lebih mudah memaksimalkan proses ekstraksi

lalu diayak dengan ayakan nomor 65 mesh.

3.3.2 Ektraksi dengan Cara Maserasi

Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah ekstraksi maserasi.

Serbuk daun beluntas yang telah kering tersebut ditimbang sebanyak 50 g

kemudian Dimasukkan ke dalam Toples. Selanjutnya, ditambahkan 250 ml

etanolteknis Toples tersebut ditutup dan dibiarkan selama 3 hari sambil sesekali

dikocok. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary

evaporator pada suhu 700 C sehingga diperoleh ekstrak pekat daun beluntas.

3.3.3 Ekstraksi Cair-Cair Menggunakan Corong Pisah

Ekstrak pekat daun beluntas Dimasukkan ke dalam corong pisah dan

ditambahkan dengan 100 ml n-heksana dan 100 ml etanol kemudian Ditutup.

Campuran ini dikocok selama 10 menit dengan sesekali membuka penutup

corong pisah selanjutnya didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Masing-masing

lapisan tersebut dikeluarkan dari corong pisah. Selanjutnya dilakukan uji fitokimia

pada masing-masing lapisan.

3.3.4 Uji Fitokimia

Pemeriksaan golongan flavonoid dapat dilakukan dengan uji warna yaitu :

1. Test dengan NaOH 10%

Beberapa mililiter sampel dalam alkohol ditambahkan 2-4 tetes larutan

NaOH 10%. Perubahan warna yang terjadi diamati dari kuning tua

menjadi kuning muda.

2. Test dengan H2SO4 (pekat)

Beberapa mililiter sampel dalam alkohol ditambahkan 2-4 tetes larutan

H2SO4 (pekat). Perubahan warna yang terjadi diamati dari kuning tua

menjadi merah tua.

3.3.5 Pemisahan Senyawa Flavonoid dengan KLT GF254 (Merck).

Lapisan atas yang merupakan hasil dari ekstraksi dengan menggunakan

corong pisah dilarutkan pada etanol 96 % p.a. Eluat tersebut ditotolkan pada plat

(ukuran 5 cm x 10 cm) dengan menggunakan pipet mikro pada jarak 1 cm dari

Page 13: laporan organik final beluntas.pdf

13

garis bawah dan 1 cm dari garis atas dan totolan noda sampel pada KLT

dikeringkan. Plat tersebut dimasukkan ke dalam Chamber yang telah berisi eluen

(n-butanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4:1:5) dan menutup bagian atas

chamber dengan penutupnya. Diperhatikan jalannya eluen sampai tanda batas lalu

mengangkatnya menggunakan pinset dan plat KLT keringkan dan dilihat warna

noda yang dihasilkan dengan menggunakan sinar UV serta memberi tanda pada

noda tersebut.

3.3.6 Identifikasi Senyawa dengan Menggunakan Spektrofotometri Inframerah

(IR)

Setetes sampel ditempatkan antara dua plat KBr atau plat NaCl untuk membuat

film tipis. Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel alat spektroskopi inframerah

untuk dianalisis. umumnya mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm Dapat

pula dibuat larutan yang kemudian dimasukkan ke dalam sel larutan.

Page 14: laporan organik final beluntas.pdf

14

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Sampel

Daun beluntas yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun beluntas

yang tumbuh di kota gorontalo tepatnya di Jl. Pangeran Hidayat 1 Kel. Dulaluwo

Kec. Kota tengah. Daun beluntas yang diambil adalah daun yang berada pada

pertengahan ranting karena kadar flavonoidnya lebih tinggi daripada kadar

flavonoid pada daun beluntas yang masih muda atau berada di pucuk. Daun

beluntas yang telah dipetik dari pohonnya kemudian dicuci hingga bersih dan

dirajang atau di potong keil-kecil. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses

pengeringan dimana pengeringan sampel dilakukan secara alami yaitu dikering

anginkan di tempat terbuka dengan tidak terkena sinar matahari secara langsung

yaitu pada suhu 25-30°C. Proses pengeringan ini hanya dilakukan selama 11 hari.

Proses pengeringan sampel kurang maksimal karena hanya dilakukan dengan

waktu yang relatif singkat dan sampel juga tidak dioven sehingga sampel masih

mengandung kadar air yang cukup tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi proses

ekstraksi nantinya.

4.2 Ekstraksi dengan cara Maserasi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda (Rahayu, 2009).

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi

adalah salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman

menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ekstraksi ini tidak

dilakukan dengan metode soxhlet karena dikhawatirkan ada golongan senyawa

flavonoid yang tidak tahan panas, selain itu senyawa flavonoid mudah teroksidasi

pada suhu yang tinggi. Proses maserasi sangat menguntungkan dalam isolasi

senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan

perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel

akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit

sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang

Page 15: laporan organik final beluntas.pdf

15

mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan

kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya (Lenny, 2006).

Senyawa flavonoid yang ada dalam daun beluntas merupakan senyawa

yang bersifat polar sehingga harus dilarutkan dengan pelarut yang bersifat polar

sehingga, pelarut yang digunakan dalam praktikum ini adalah etanol tehnis.

Sebanyak 50 gr sampel daun beluntas dimasukkan ke dalam gelas kimia

dan ditambahkaan dengan 1000 ml etanol. Pelarut yang digunakan pada proses

maserasi ini cukup banyak karena ukuran sampel daun beluntas tidak begitu halus

dan sampel belum benar-benar kering. Proses perendaman sampel hanya

dilakukan selama 1 hari dan kemudian disaring. Hal ini bertujuan agar pelarut

tidak mengalami kejenuhan akibat dari konsentrasi pelarut pekat karena telah ada

senyawa yang terekstrak dari sampel daun beluntas.

Filtrat hasil saringan merupakan campuran antaara ekstrak hasil maserasi

dengan pelarut etanol. Untuk memisahkan kedua senyawa ini, maka harus

dilakuakan dengan penguapan dengan menggunakan rotary evaporator.Maka, bisa

dikatakan bahwa instrumen ini akan jauh lebih unggul, karena pada instrumen ini

memiliki suatu teknik yang berbeda dengan teknik pemisahan yang lainnya.

Karena teknik itulah, sehingga suatu pelarut akan menguap dan senyawa yang

larut dalam pelarut tersebut tidak ikut menguap namun mengendap. Dan dengan

pemanasan dibawah titik didih pelarut, sehingga senyawa yang terkandung dalam

pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Oleh sebab itu, etanol akan menguap dan

ekstrak kental akan tertinggal pada labu evaporator.

Pelarut etanol hasil dari penguapan digunakan kembali untuk merendam

maserat. Proses ekstraksi diulangi selama tiga kali pengulangan.

Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan makin

besar sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara

sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengocokan agar

kontak antara sampel dan pelarut semakin sering terjadi, sehingga proses ekstraksi

lebih sempurna

Page 16: laporan organik final beluntas.pdf

16

Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali. Ekstraksi pertama diperoleh ekstrak

kental sebanyak 4 gram dan pada ekstraksi kedua diperoleh ekstrak kental

sebanyak 1,7993 gram.

4.3 Ekstaksi Cair-Cair dengan Menggunakan Corong Pisah

Warna hijau pekat pada filtrat terbentuk karena pelarut yang digunakan

tidak hanya mengekstraksi senyawa flavonoid melainkan juga mengekstraksi

klorofil yang ada dalam tumbuhan. Filtrat hasil penyaringan difraksinasi dengan

metode ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah dengan pelarut n-heksana

untuk memisahkan senyawa-senyawa nonpolar seperti klorofil, triterpen, lemak

dan senyawa nonpolar lain.

Ekstrak kental dilarutkan pada 100 mL etanol kemudian dimasukkan ke

dalam corong pisah dan ditambahkan dengan 100 mL n-heksana. Campuran ini

dikocok agar senyawa yang bersifat polar ataupun nonpolar terdistribusi pada

pelarutnya masing-masing, dimana etanol bersifat polar sedangkan n-heksana

bersifat nonpolar (like dissolved like) dengan sesekali membuka keran untuk

mengeluarkan gas yang dihasilkan pada saat pengocokkan.

Seharusnya, penambahan n-heksan menyebabkan terbentuk 2 fase dan

terdapat endapan pada dinding dasar corong pisah yang berwarna cokelat, karena

kedua pelarut tersebut memiliki berat jenis dan kepolaran yang berbeda. Berat

jenis n-heksana (0,6548 gr/ml) lebih besar dari pada etanol (0,7893 gr/ml)

sehingga lapisan n-heksana berada di bagian bawah dan lapisan etanol berada di

bagian atas. Namun, pemisahan tersebut tidak dapat teramati karena warna larutan

hijau pekat sehingga pemisahan tidak tampak walupun telah didiamkan selama 24

jam. Oleh karena itu dilakukan uji fitokimia flavonoid.

4.4 Uji Fitokimia

Sebelum dilakukan uji fitokimia sampel terlebih dahulu ditambahkan

etanol. Hal ini dilakukan agar sampel tidak terlalu kental. Kemudian melakukan

Uji fitokimia dengan menggunakan NaOH 10% dan H2SO4 pekat. Pada uji

fitokimia yang menggunakan reagen NaOH 10%, filtrat yang diuji mengalami

perubahan warna dari warna kuning tua menjadi kuning muda. Sedangkan uji

fitokimia menggunakan reagen H2SO4 pekat filtrat yang tadinya berwarna kuning

Page 17: laporan organik final beluntas.pdf

17

berubah menjadi merah. Perubahan warna ini menunjukkan adanya kandungan

flavonoid pada daun beluntas.

4.5 Pemisahan Senyawa Flavonoid dengan KLT GF254 (Merck).

Pemisahan senyawa flavonoid daun beluntas dilakukan dengan metode

kromatografi lapis tipis (KLT). KLT merupakan suatu metode pemisahan suatu

senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fase diam dan fase gerak.

Fase diam yang digunakan ialah plat silika gel yang bersifat polar, sedangkan

eluen yang digunakan sebagai fase gerak bersifat sangat polar karena mengandung

air. Kepolaran fase diam dan fase gerak hampir sama, tetapi masih lebih polar fase

gerak sehingga senyawa flavonoid yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran

eluen, karena senyawa flavonoid bersifat polar. KLT yang digunakan terbuat dari

silika gel. Penggunaan bahan silika karena pada umumnya silica digunakan untuk

memisahkan senyawa asam-asam amino, fenol, alkaloid, asam lemak, sterol dan

terpenoid. Eluen yang dipakai dalam KLT ialah eluen campuan n-butanol : asam

asetat : air (4:1:5).

Ekstrak kental hasil ekstraksi kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan

menggunakan pipa kapiler pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis

atas. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen yaitu n-butanol:asam asetat:

air dengan perbandingan (4:1:5). Hasil KLT seperti pada gambar 3 kemudian

diangin-anginkan dan diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366

nm. Noda yang terbentuk yaitu sebanyak 4 noda, noda-noda tersebut lalu

dilingkari dan dihitung nilai Rf-nya. Pemisahan

dengan KLT menghasilkan harga Rf dari noda

pertama sebesar 0,4, noda kedua memiliki nilai

Rf sebesar 0,6, noda ketiga memiliki Rf sebesar

0,7 dan noda keempat sebesar 0,8.

KLT dilakukan kembali untuk

mendapatkan noda yang lebih baik dengan

perbandingan eluen yang berbeda, yaitu n-

butanol : asam asetat : air (4:6:5), (4:2:5) dan

(4:1:4).

Page 18: laporan organik final beluntas.pdf

18

Pada hasil KLT dengan perbandingan eluen 4:6:5 diperoleh sebanyak 2

noda. Noda pertama memiliki Rf sebesar 0,43 dan noda kedua memiliki Rf

sebesar 0,91. Noda pertama berbentuk panjang dan berekor. Pada KLT dengan

perbandingan eluen 4:2:5 menghasilkan 1 noda dengan Rf sebesar 0,8. Dilakukan

kembali KLT dengan perbandingan eluen 4:1:4 dan diperoleh sebanyak 4 noda.

Noda pertama memiliki Rf 0,28 (noda berekor), noda kedua memiliki Rf 0,65,

noda ketiga memiliki Rf 0,8 dan noda keempat dengan Rf 0,91. Noda-noda

tersebut ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Noda dengan perbandingan eluen (a) 4:6:5 (b) 4:2:5 (c) 4:1:4

Eluen yang baik ialah eluen yang bisa memisahkan senyawa dalam jumlah

yang banyak yang ditandai dengan munculnya noda. Noda yang terbentuk tidak

berekor dan jarak antara noda satu dengan yang lainnya jelas. Noda yang

demikian diperoleh dengan perbandingan eluen 4:1:5 yang mampu memberikan

pemisahan terbaik. Karena dari komposisinya, eluen tersebut bersifat sangat polar

sehingga bisa memisahkan senyawa flavonoid yang juga bersifat polar.

Selanjutnya dilakukan KLT preparatif dengan menggunakan perbandingan

eluen yang memberikan pemisahan terbaik yaitu dengan perbandingan n-

butanol:asam asetat:air (4:1:5). Ukuran plat (10 x 5) cm dengan panjang 10 cm

dan lebar 5 cm. Penotolan dilakukan sebanyak 20 titik kemudian dimasukkan

kedalam gelas kimia pengganti chamber yang berisi eluen. Dari hasil lampu UV

KLT tersebut, noda yang dihasilkan terdapat 4 titik noda yang identik dengan

noda KLT kualitatif. Noda pertama menghasilkan warna hijau, noda kedua

menghasilkan warna kuning kehijauan, noda ketiga menghasilkan warna kuning

Page 19: laporan organik final beluntas.pdf

19

kehijauan dan noda keempat menghasilkan warna kuning. Langkah selanjutnya

mengerok 4 noda hasil KLT dengan menggunakan spatula. Masing-masing noda

dimasukkan kedalam botol vial.

Masing-masing noda yang terdapat dalam botol vial tersebut dilarutkan

dengan menggunakan pelarut etanol sebanyak 2 mL dan dikocok degan tujuan

agar senyawa yang terdistribusi pada silika gel dapat larut dalam etanol. Untuk

memisahkan pelarut dengan silika, maka campuran tersebut disentrifuge.

Campuran tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan kemudian

disentrifuge. Waktu yang digunakan dalam proses sentrifuge yakni 15 menit

dengan kecepatan perputaran 3,6. Masing-masing pelarut etanol yang telah

terpisah dengan silika, dimasukkan ke dalam botol vial. Selanjutnya, dilakukan

analisis spektrofotometri Inframerah.

4.6 Identifikasi Senyawa dengan Menggunakan Spektrofotometri

Inframerah (IR)

Pada data spektrum inframerah, terlihat bahwa pola spektrum senyawa yang

diperoleh menunjukkan serapan melebar pada daerah bilangan gelombang 3356,18 cm -1

,

yang diduga adalah serapan OH. Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan pada daerah

bilangan gelombang 1047,00 cm-1

yang merupakan C-O alkohol. Pada bilangan

gelombang 2975,21 cm-1

dan 2891,38 menunjukkan adanya ikatan C-H (sp3), bilangan

gelombang 1649,47 cm-1

diduga adanya ikatan C=C pada senyawa aromatik. Selain itu,

diperkuat pada bilangan gelombang 879,86 cm-1

yang merupakan ikatan C-H aromatik

dan bilangan gelombang 1453,23 yang diduga merupakan ikatan C-C pada senyawa

aromatik serta bilangan gelombang 1088,09 cm-1

merupakan ikatan C-O pada senyawa

aromatik. Spektrum inframerah dari sampel dipaparkan pada Gambar 5 dan

analisisnya pada Tabel 1.

Page 20: laporan organik final beluntas.pdf

20

Bilangan

gelombang isolat

(cm-1

)

Bilangan

gelombang teori

(cm-1

)

Bentuk pita Penempatan

gugus

3356,18 3000-3700 Melebar OH

2975,21 2800-3000 Tajam C-H (sp3)

2891,38 2800-3000 rendah C-H (sp3)

1649,47 1600-1700 rendah C=C

1453,23 1450-1600 rendah C-C aril

1088,09 1050-1260 Tajam C-O

1047,00 1000- 1300 Tajam C-O alkohol

879,86 675-900 Tajam C-H aromatic

Tabel 1. Data spektrum spektrofotometri inframerah (gelombang, bentuk pita dan penempatan gugus terkait) dari isolat (Sumber: Fessenden: 2003)

Gambar 5. Spektra inframerah

Dari spektra inframerah menunjukkan bahwa sampel mempunyai gugus

fungsi C-H aromatik, C-C aromatik, C-O aromatik, C=C romatik, C-O alkohol,

CH (sp3), dan OH. Sehingga kemungkinan senyawa flavonoid yang terkandung

pada sampel adalah golongan flavonol.

Gambar 6. Struktur Flavonol

Page 21: laporan organik final beluntas.pdf

21

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa isolasi

senyawa flavonoid dalam daun beluntas (Pluchea incica L.) dapat ditentukan

dengan menggunakan spektrofotometri Inframerah dimana diperoleh bahwa isolat

etanol dari daun beluntas mengandung gugus fungsi C-H aromatik, C-C

aromatik, C-O aromatik, C=C romatik, C-O alkohol, CH (sp3), dan OH. Sehingga

kemungkinan senyawa flavonoid yang terkandung pada sampel adalah golongan

flavonol.

5.2 Saran

Untuk dapat menentukan struktur senyawa golongan flavonoid dari

isolate dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempergunakan metode

spektrofotometri NMR, dan GC-MS.

Page 22: laporan organik final beluntas.pdf

22

DAFTAR PUSTAKA

Adfa, morina. 2005. Survey Etnobotani, Studi Senyawa Flavonoid dan Uji Brine

Shrimp Beberapa Tumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Propinsi

Bengkulu. Jurnal Gradien Vol.1 No.1 Januari 2005 : 43-50

Asih, Astiti I.A.R.2009. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang

Kedelai. Juirusan Kimia FMIPA Universitas Udayana:Jurnal Kimia 3 (1),

Januari 2009 : 33-40

Darwis.D, 2000. Tekni Dasar Laboratorium dalam Penelitian Senyawa Bahan

Alami Hayato, Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam

Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. FMIPA Universitas Andalas

Padang

Silverstein.R.M, 1991. Spectrometric Identification of Organic Compounds, edisi

ke 5: Jhon willey & Sons

Koirewoa, Yohanes Adithya, Fatimawali, Weny Indayany Wiyono. 2012. Isolasi

dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.).

Manado: Universitas Samratulangi

Susanti, ary. 2007. Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea

indica less) Terhadap Escherichia Coli Secara In Vitro. Universitas Erlangga.

Surabaya

Siringoringo, Herlina. 2012. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas

(Pluchea indica Less) Terhadap Penurunan Kolesterol Mencit (Mus musculus

l.). Universitas Negeri Medan: Medan