laporan ekosemen (sampah organik)

25
Pembuatan Ekosemen Dari Campuran Abu Sampah Organik Dan Kulit Kerang I. Tujuan 1. Mengetahui proses pembuatan semen 2. Mengelolah sampah organik agar lebih bermanfaat 3. Memenuhi konsumsi masyarakat terhadap semen. II. Dasar teori Latar belakang Perkembangan teknologi infrastruktur memegang peranan penting dalam konsep pembangunan demi kenyamanan hidup manusia. Banyak penelitian telah dialkukan tentang teknologi beton untuk memenuhi kebutuhan dalam dunia properti. Dalam perekayasaan material, terus diupayakan penelitian dan inovasinya, termasuk bahan banguan terutama komponen struktur. Salah satu material komponem struktur yang paling populer adalah semen ( portland semen) yang saat ini merupakan kebutuhan yang paling besar dibidang konstruksi. Kebutuhan akan semen semakin lama semakin banyak, karena hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan dunia konstruksi dan pembanguan disuatu negara dan seiring dengan populasi penduduk. Apabila kebutuhan akan semen setiap tahunnya meningkat. Demikian juga akibatnya suatu saat deposit bahan alam cenderung menurun dan habis. Oleh karena itu perlu dipikirkan dan dikaji bahan naku alternatif, agar produksi semen dimasa mendatang masih tetap ada. Ekosemen adalah salah satu jenis produk semen yang hampir sama dengan semen portland dan oleh karena itu bahan bakunya menggunakan bahan berbasi limbah maka disebut ekosemen. Dengan mensubstitusikan sebagian atau keseluruhan batu kapur dengan abu sampah tentunya akan mampu mengurangi eksplorasi bahan

Upload: nizarkamilperwira

Post on 18-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

utnuk laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Ekosemen (sampah organik)

Pembuatan Ekosemen Dari Campuran Abu Sampah Organik Dan Kulit Kerang

I. Tujuan

1. Mengetahui proses pembuatan semen

2. Mengelolah sampah organik agar lebih bermanfaat

3. Memenuhi konsumsi masyarakat terhadap semen.

II. Dasar teori

Latar belakang

Perkembangan teknologi infrastruktur memegang peranan penting dalam konsep

pembangunan demi kenyamanan hidup manusia. Banyak penelitian telah dialkukan tentang

teknologi beton untuk memenuhi kebutuhan dalam dunia properti. Dalam perekayasaan

material, terus diupayakan penelitian dan inovasinya, termasuk bahan banguan terutama

komponen struktur. Salah satu material komponem struktur yang paling populer adalah

semen ( portland semen) yang saat ini merupakan kebutuhan yang paling besar dibidang

konstruksi.

Kebutuhan akan semen semakin lama semakin banyak, karena hal tersebut tidak

terlepas dari perkembangan dunia konstruksi dan pembanguan disuatu negara dan seiring

dengan populasi penduduk. Apabila kebutuhan akan semen setiap tahunnya meningkat.

Demikian juga akibatnya suatu saat deposit bahan alam cenderung menurun dan habis. Oleh

karena itu perlu dipikirkan dan dikaji bahan naku alternatif, agar produksi semen dimasa

mendatang masih tetap ada.

Ekosemen adalah salah satu jenis produk semen yang hampir sama dengan semen

portland dan oleh karena itu bahan bakunya menggunakan bahan berbasi limbah maka

disebut ekosemen. Dengan mensubstitusikan sebagian atau keseluruhan batu kapur dengan

abu sampah tentunya akan mampu mengurangi eksplorasi bahan alam dan sekaligus

mengurangi emisi ga CO2 dari produk samping industri semen yang tidak ramah lingkungan.

Batasan masalah

1. Zat apa yang terkadung di dalam sampah organik?

2. Bagaimana proses ekstraksi unsur CaO dan SiO2 di dalam sampah organik?

3. Bagaimana proses pembuatan ekosemen?

4. Bagaimana analisis kandungan unsur di dalam ekosemen?

5. Bagaimana uji kekuatan semen?

Page 2: Laporan Ekosemen (sampah organik)

Tinjaun pustaka

1. Sejarah semen

Semen berasal dari bahasa latin “caementum” yang berarti bahan perekat. Dalam pengertian

umum, semen diartikan sebagai bahan perekat yang mempunyai sifat-sifat yang mampu

mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat.

Pemakaian bahan konstruksi yang bersifat seperti semen telah lama sekali setua

sejarah rekayasa konstruksi bangunan itu sendiri. Material yang bersifat seperti semen telah

digunakan orang-orang Mesir kuno, Romawi dan Indian pada bangunan-bangunan kuno

mereka. Analisis dari bahan bangunan piramid menunjukkan bahwa sekitar 81,5% terdiri

dari kalsium sulfat dan sisanya adalah karbonat. Sedangkan orang-orang Romawi dan Yunani

kuno mempergunakan bahan yang bersifat seperti semen dengan cara membakar batu

kapur. Kekerasan dari batuan bangunan yang dipakai oleh orang-orang Roman yang

sebagian peninggalannya masih ada hingga saat ini merupakan suatu bukti perkembangan

teknologi pemakaian semen pada saat itu. Pada dekade berikutnya orang-orang Yunani dan

Romawi kuno menaruh perhatian mereka pada batuan dan abu vulkanik bila dicampur

dengan batu kapur dan pasir akan menghasilkan suatu material semacam beton dengan

kekuatan tinggi serta tahan terhadap air garam. Orang-orang Italia menggunakan batuan

dan abu vulkanik di dekat kota Pozzuoli sebagai bahan bangunan mereka. Akhir-akhir ini

orang menyebut semua bahan yang ada di dunia yang sifatnya seperti batuan atau abu yang

ditemukan di Pozzuoli ini sebagai bahan yang diberi nama Pozzolan.

Pada abad modern, penelitian tentang bahan yang bersifat seperti semen saat ini

tidak akan lepas dari usaha awal John Smeaton ketika diminta untuk membangun suatu

bangunan yang tahan terhadap air laut yang disebut dengan Eddystone-Light-House, pada

tahun 1756. Pada saat itu dia melakukan suatu rangkaian penelitian terhadap beberapa

material yang diharapkan dapat memenuhi kriteria tahan terhadap air laut tersebut.

Akhirnya saat itu dia menemukan bahwa campuran antara batu kapur yang mengandung

tanah liat dengan kadar tertentu merupakan suatu bahan konstruksi yang memenuhi kriteria

tersebut.

Pada periode itu campuran antara batu kapur dan bahan Pozzolan menjadi terkenal

hingga sekitar tahun 1850 dimana semen portland mulai dikenal orang dengan diawali oleh

hasil percobaan L.J.Vicat yang membakat campuran batu kapur dan tanah liat. Proses

Page 3: Laporan Ekosemen (sampah organik)

sederhana inilah yang akhirnya dikenal orang sebagai awal dari proses pembuatan semen

portland seperti saat ini. Proses seperti ini dipatenkan oleh James Frost pada tahun 1811 dan

didirikan pula suatu pabrik di distrik London. Namun sejarah perkembangan proses

pembuatan semen portland modern lebih mengenal Joseph Aspdin seorang berkebangsaan

Inggris dari kota Leed yang mematenkan proses pembuatan semen portland pada 21

Oktober tahun 1824. Joseph Aspdin mencampur dan menggiling batu kapur dengan tanah

liat halus hingga membentuk lumpur dan kemudian membakarnya hingga proses kalsinasi

(pelepasan CO2) terjadi. Campuran ini akhirnya digiling hingga membentuk serbuk yang

halus. Nama portland diberikan karena kemiripan kekerasan antara semen Joseph Aspdin

tersebut dengan batuan alam yang ditemukan di sebuah kota di Inggris yaitu kota Portland.

Pada tahun 1845 Issac Charles Johson membakar campuran yang diketemukan oleh Joseph

Aspdin hingga proses terakisasi terjadi untuk memperbaiki sifat dari semen portland

tersebut. Pabrik pembuat semen portland dengan cara ini pertama kali dibangun pada tahun

1851. Karena pencampuran bahan dalam keadaan lumpur, proses ini merupakan awal dari

proses pembuatan semen dengan sistem proses basah (wet process).

Sejak saat itu pemakaian semen protland berkembang sebagai bahan beton seperti

sekarang ini dengan segala tipe campuran yang berkembang pesat. Oleh sebab itu

disusunlah standard untuk semen antara lain di Jerman pada tahun 1877, dan di Inggris serta

Amerika pada tahun 1904. Di Indonesia sendiri pabrik semen pertama dibangun pada tahun

1910 di Indarung Sumatra Barat yang hingga saat ini dikenal dengan PT Semen Padang. Sejak

saat itu pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan semen di Indonesia beberapa pabrik

kemudian dibangun, mulai dari PT Semen Gresik yang sekarang berkembang hingga memiliki

tiga pabrik di Tuban, PT Semen Tonasa di Sulawesi Selatan (3 pabrik), PT Indocement

Tunggal Prakarsa atau lebih dikenal dengan Semen Tiga Roda yang memiliki pabrik di

Citeureup Bogor (9 pabrik), Palimanan Cirebon (2 pabrik), dan 1 pabrik di Tarjun (Kota Baru)

Kalimantan Selatan, serta PT Semen Kujang (Cibinong) yang memiliki pabrik-pabrik di

Cibinong Bogor (4 pabrik) dan Cilacap (2 pabrik), PT Semen Baturaja yang memiliki pabrik di

Baturaja sebagai pabrik penuh yaitu mulai tambang hingga semen, Palembang (Sumatra

Selatan) dan Panjang (Provinsi Lampung) yang masing-masing hanya pabrik penggilingan

terak hingga menjadi semen, PT Semen Kupang di Nusa Tenggara Timur dan PT Semen

Bosowa di Maros Sulawesi Selatan masing-masing dengan 1(satu) pabrik semen.

2. DIFINISI SEMEN

Page 4: Laporan Ekosemen (sampah organik)

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping

sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil

akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya,

yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan

dengan air, maka terbentuklah beton. Beton nama asingnya, concrete-diambil dari gabungan

prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh), yang

maksudnya kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu.

Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO),

sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa: silika oksida

(SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk

menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk

membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum)

dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak

dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.

Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat menetapkan dan

mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Abu vulkanis dan batu bata

yang dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang dibakar sebagai agen pengikat

untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik yang selanjutnya disebut sebagai “cementum”.

Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen

non-hidrolik.

Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah dikombinasikan

dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran dengan air, dan setelah

pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas bahkan dalam air. Pedoman yang

dibutuhkan dalam hal ini adalah pembentukan hidrat pada reaksi dengan air segera

mungkin… Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan

didasarkan pada semen Portland, yang dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu,

dan gypsum, pada proses dengan temperatur yang tinggi yang menghasilkan karbon

dioksida dan berkombinasi secara kimia yang menghasilkan bahan utama menjadi senyawa

baru. Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan gipsum yang harus tetap

kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair. Contohnya adukan semen

kapur yang ditetapkan hanya dengan pengeringan, dan bertambah kuat secara lambat

dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer untuk membentuk kembali kalsium

karbonat.

Page 5: Laporan Ekosemen (sampah organik)

Penguatan dan pengerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan air yang

mengandung senyawa-senyawa, pembentukan sebagai hasil reaksi antara komponen semen

dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi dan hidrat secara berturut-turut.

Sebagai hasil dari reaksi awal dengan segera, suatu pengerasan dapat diamati pada awalnya

dengan sangat kecil dan akan bertambah seiring berjalannya waktu. Setelah mencapai tahap

tertentu, titik ini diarahkan pada permulaan tahap pengerasan. Penggabungan lebih lanjut

disebut penguatan setelah mulai tahap pengerasan.

3.JENIS-JENIS SEMEN

a.Semen Abu atau semen Portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari

bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu

dan bertekanan tinggi Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini

berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 tipe, yaitu tipe I sampai tipe V.

b.Semen Putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk

pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari

bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.

c. Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses

pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.

d.Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan

buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung

amorphous silica, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam variasi jumlah. Semen ini

digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.

Berdasarkan prosentase kandungan penyusunnya, semen Portland terdiri dari 5 tipe yaitu :

a. Semen Portland tipe I

Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang kandungan

utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu

atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe

ini adalah: 55% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9% (SO3); 1,0% hilang

dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.

b. Semen Portland tipe II

Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus

terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan dapat digunakan untuk bangunan

rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang

Page 6: Laporan Ekosemen (sampah organik)

terdapat pada tipe ini adalah: 51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A); 11% (C4AF); 2,9% MgO; 2,5%

(SO3); 0,8% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.

c. Semen Portland tipe III

Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang memerlukan ketahanan

sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut, bangunan bekas tanah rawa,

saluran irigasi , dam-dam. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 57% (C3S);

19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 3,0% MgO; 3,1% (SO3); 0,9% hilang dalam pembakaran,

dan 1,3% bebas CaO.

d. Semen Portland tipe IV

Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase

permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk pembuatan jalan beton, bangunan-

bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat

pada tipe ini adalah: 28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A); 12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9% (SO3);

0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.

e. Semen Portland tipe V

Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,

terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat

pada tipe ini adalah: 38% (C3S); 43% (C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8% (SO3);

0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.

Semakin baik mutu semen, maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur

dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus:

(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (% CaO + % MgO)

Angka hodrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun

demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk

mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.

4.Proses Pembuatan Semen

Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :

Proses basah

Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan

diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude

oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM.

Page 7: Laporan Ekosemen (sampah organik)

Proses kering

Pada proses kering digunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar

dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu :

1. Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.

2. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang

homogen.

3. Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah jadi

yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).

4. Proses pendinginan terak.

5. Proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement mill.

Pada dasarnya proses pembakaran proses kering telah banyak berbeda dari proses

basah yaitu proses pengeringan, kalsinasi, clinkerisasi (sintering) dan proses pendinginan

(cooling). Perbedaan adalah pada proses pengeringan, pada proses kering, pengeringan

dapat dikatakan tidak ada, dalam preheater hanya pemanasan saja. Sebenarnya kapan

terjadi suatu reaksi kimia, atau bentuk reaksinya agak sukar ditentukan secara tepat,

biasanya diberikan adalah tahap-tahapnya saja.

Table 1 Tahap-tahap proses pembakaran.

No. Temperatur 0C Tahap proses

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

30-100

100-500

500

500-900

800

800-900

900-1100

1100-1200

Penguapan air bebas.

Pelepasan air kristal (bended water) dari clay.

Perubahan structure silica mineral.

Penguraian MgCO3 dan CaCO3.

Mulai pembentukan Ca, C2F dan C2S.

Pembentukan hasil antara C12A7

Terbentuk C2AS yang kemudian terurai lagi.

Mulai terbentuk C3A, C4AF.

Semua CaCO3 sudah terurai.

Pembentukan C3A, C4AF.

Paling banyak C2S maximum.

Page 8: Laporan Ekosemen (sampah organik)

9.

10.

1260

1200-1450

Mulai terbentuk liquid phase.

Pembentukan C3S

Tahap penguapan air bebas pada temperatur sekitar 100 0C di mana kandungan air yang ada

pada permukaan-permukaan dari material diuapkan, material akan jadi kering.

Tahap pelepasan kandungan air terikat, yaitu air kristal yang teradopsi dalam kapiler

dalam struktur material dikeluarkan dan diuapkan, terutama untuk clay pada 100-500 0C.

Material yang sebenarnya terdiri dari campuran alumina silica dengan struktur

masing-masing mempunyai air Kristal yang berbeda, misalnya kaoline (Al2O3.2SiO2. H2O) dan

momorillonite (Al2O3. 4SiO2).

Clay yang telah melepaskan air kristalnya pada proses selanjutnya akan berubah jadi

Al2O3 dan SiO2 bebas dan akan bereaksi dengan CaO.

Penguraian carbonat atau disebut juga proses kalsinasi adalah penguraian dari:

MgCO3 – MgO + CO2

CaCO3 – CaO + CO2

Proses ini terjadi pada temperatur 600-900 0C.

Bila campuran CaO , Al2O3, SiO2 dan Fe2O3 dibakar maka yang mula-mula akan terbentuk

adalah C2S.

Yang mula-mula berjalan lambat pada temperatur 700 0C, kemudian juga terbentuk hasil

antara CA dan C12A7 yang nantinya akan terurai kembali pada temperatur 1100 0C.

Pada temperatur 900-1250 terbentuk C3A,C2F, C4AF dan C2AS sebagai hasil antara, pada

temperatur ini hampir CaO bebas sudah bereaksi.

Pada 1300-1400 sebagian besar C2S akan bereaksi terus membentuk C3S dan semua hasil

antara terurai kembali dan mulai timbul liquid phasa pada proses cooling 1450-1200 liquid

phase akan mengristal kembali membentuk C3A dan C4AF.

Perubahan-perubahan mineral tersebut pada pembakaran dan berapa besarnya dapat juga

dilihat dari gambar di bawah ini.

Page 9: Laporan Ekosemen (sampah organik)

Gambar 1 Jumlah komponen Klinker terhadap temperatur

Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran cukup rumit tapi reaksi dasarnya dapat

digambarkan sebagai berikut:

CaCO3 CaO + CO2

Al2O32SiO2.H2O Al2O32SiO2 + H2O

Al2O3.2SiO2 Al2O3 + 2SiO2

2CaO + SiO2 2CaO.SiO2

3CaO + Al2O3 3CaO.Al2O3

4CaO + Al2O3 + Fe2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3

2CaO.SiO2 + CaO 3CaO.SiO2

Penemuan Semen Terbaru

1. EKOSEMEN

Page 10: Laporan Ekosemen (sampah organik)

Jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian

dinamakan ekosemen. Kata ekosemen sendiri diambil dari penggabungan kata “ekologi”

dan “semen”. Diawali penelitian di tahun 1992, para peneliti Jepang (yang tergabung

dalam NEDO) telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah dan endapan air

kotor sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil

pembakaran sampah mengandung unsur yang sama dengan bahan dasar semen pada

umumnya. Pada tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi

semen resmi beroperasi di Chiba. Di Jepang, sampah terbagi menjadi tiga macam, salah

satunya adalah sampah terbakar (terdiri atas sampah organik, kertas, dll) dan sampah

tidak terbakar (plastik, dll). Setiap tahunnya, penduduk Jepang membuang sekitar 37

juta ton untuk sampah terbakar. Kemudian sampah tersebut dibakar (diinsenerasi) dan

menghasilkan abu (inceneration ash) mencapai 6 ton/tahunnya. Dari abu inilah

kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ekosemen. Abu ini dan endapan air

kotor mengandung senyawa-senyawa dalam pembentukan semen biasa yaitu senyawa-

senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu insenerasi ini

dapat berfungsi sebagai pengganti clay (tanah liat) yang digunakan dalam pembentukan

semen biasa.

o Proses pembuatan ekosemen

Pada pembuatan ekosemen, secara prinsip sama dengan pembuatan semen biasa.

Perbedaannya terletak pada abu insenerasi, sewage sludge, dan limbah ainnya yang

digunakan sebagai pengganti clay dan sebagian limestone. Adapun prosesnya sebagai

berikut :

1. Reprocessing

Raw material (inceneration ash dan endapan air kotor rumah tangga) diproses

terlebih dahulu, seperti dengan pengeringan (drying), crushing, dan logam yang

masih terkandung dalam raw material dipisahkan dan didaur ulang.

2. Raw Material Drying and Pulverizing

Setelah dikeringkan, raw material dihancurkan pada raw grinding/drying mills

bersamaan dengan natural raw material.

3. Raw Material Mixing

Kemudian dimasukkan ke dalam homogenizing tank bersamaan dengan fly ash (abu

yang dihasilkan dari pembangkit listrik batubara) dan blast furnance slag (limbah

Page 11: Laporan Ekosemen (sampah organik)

yang dihasilkan industri besi). Dua homogenizing tank ini dimasukkan untuk

memperoleh penentuan komposisi kimia yang diinginkan.

4. Firing

Setelah itu dimasukkan ke dalam rotary kiln untuk kemudian dibakar pada suhu diatas

1350°C. Pada proses ini, dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang terkandung

pada inceneration ash akan terurai dengan aman. Gas limbah dari rotary kiln

kemudian didinginkan secara cepat hingga suhu 200°C untuk mencegah

terbentuknya dioksin kembali. Pada proses ini pula logam berat yang masih

terkandung dipisahkan dan dikumpulkan ke dalam bag filter sebagai debu yang

mengandung klorin. Debu ini kemudian dialirkan ke Heavy Metal Recovery Process.

Pada proses ini, klorin yang masih terkandung akan dihilangkan dan menghasilkan

sebuah articial ore seperti tembaga dan timbal yang kemurniaannya mencapai 35%

atau lebih. Pada proses firing ini akan menghasilkan clinker yang kemudian dikirim

ke clinker tank.

5. Product Pulverizing Process

Gipsum ditambahkan bersama clinker dan campuran tersebut akan dihancurkan

pada finish mills yang kemudian akan menghasilkan produk ekosemen.Hingga saaat ini

terdapat dua macam tipe ekosemen (berdasarkan penambahan alkali dan

kandungan klorin) yaitu tipe biasa dan tipe pengerasan cepat. Ekosemen tipe biasa

mempunyai kualitas yang sama baiknya dengan semen portland biasa. Tipe semen ini

digunakan sebagai bahan campuran beton. Sedangkan ekosemen tipe kedua

memiliki kekuatan beton dan pengerasan yang lebih cepat dibanding semen portland

tipe high early strength. Ekosemen tipe ini digunakan pada architectural block,

exterior wall material, roof material, wave dissipatingconcrete block, dll.Yang menjadi

masalah adalah kandungan Cl yang begitu tinggi pada abu insenerasi dan logam berat

yang dikandung yang dapat mengakibatkan masalah pada sistem operasi dan

mengurangi kualitas dan pengamanan material pada emen. Sedangkan kandungan

CaO yang masih kurang pada abu insenerasi dapat dicukupi dengan penambahan batu

kapur. Dalam pembuatan ekosemen ini, klorin dan logam berat yang terkandung pada

abu insenerasi akan diekstrak menjadi bijih tiruan yang kemudian didaur ulang.Plastik

vinil yang terdapat dalam sampah pada proses pembakaran akan mengakibatkan

kekuatan kronkit ekosemen akan berkurang. Hal ini diakibatkan oleh adanya gas

Cl2 hasil penguraian plastik vinil yang dapat mempengaruhi kekuatan konkrit

ekosemen. Sehingga pemisahan sampah sangatlah penting, khususnya sampah plastic

Page 12: Laporan Ekosemen (sampah organik)

o Manfaat Ekosemen

Dengan adanya pengubahan sampah menjadi semen, menambah alternatif pengolahan

sampah yang lebih bernilai ekonomis, dan biaya pengolahan sampah di Jepang menjadi

lebih murah. Selain itu, teknologi ekosemen juga ramah lingkungan. Pada

pembuatan ekosemen, sebagian CaO diperoleh dari abu insenerasi sehingga

mengurangi penggunaan batu kapur yang selama ini menjadi polusi gas CO2.

III. Alat dan Bahan

Alat :

1. Furnace

2. Gelas beker

3. Cawan porselen

4. Neraca analitik

5. Sendok sungu

6. Crusher

7. Saringan

Bahan

1. Kulit kerang

2. Sampah organik

IV. Langkah kerja

Pembuatan abu sampah organik

1. Sampah organik (daun) dipotong menjadi potongan kecil

2. Kemudian potongan kecil tersebut dibakar hingga menjadi abu

3. Abu yang dihasilkan disaring dengen mesh 30

Pembuatan abu kulit kerang

1. Kulit kerang dihancurkan hingga menjadi serbuk

2. Serbuk yang dihasilakan dimasukan ke dalam furncae pada suhu 800oC untuk proses

kalsinasi

3. Hasil kalsinasi disaring dengan no mesh 30

Pembuatan ekosemen

1. Ditimbang abu sampah organik dan abu kulit kerang dengan perbandingan 50:50

2. Dimasukkan kedalam furnace pada suhu 1000oC untuk proses klinking selama 1 jam

Page 13: Laporan Ekosemen (sampah organik)

3. Diulangi dengan komposisi abu sampah organik dan abu kulit kerang 55:45 ; 60:40 ; 65:35 ;

45:55 dan lamanya proses klinking selama 3 jam

V. Data pengamatan

Analisis komposisi abu

Tabel 2 Komponen Unsur dalam Sampah Organik

no Nama unsur Kadar (%)

1 Nikel (Ni) 0,005

2 Besi (Fe) 0,367

3 Alumunium (Al) 2,991

4 Silicon (Si) 47,520

5 Calsium (Ca) 3,020

Tabel 3 Komponen Unsur dalam Kerang

no Nama unsur Kadar (%)

1 Nikel (Ni) 0,006

2 Besi (Fe) 0,034

3 Alumunium (Al) 5,031

4 Calsium (Ca) 51,389

Massa jenis semen

Volume piknometer : 5 ml

Massa pikno kosong : 8,5311 gram

Massa pikno kosong + semen

1. sampel 1 (50:50) : 14,5341

2. sampel 2 (55:45) : 14,1887

3. sampel 3 (60:40) : 14,1204

Page 14: Laporan Ekosemen (sampah organik)

4. sampel 4 (65:35) : 14,7393

5. sampel 5 (45:55) :14,2977

Pengujian uji tekan semen

Dimensi mortar semen 5 cm x 5 cm

1. sampel 1 : 2 kg

2. sampel 2 : 3 kg

3. sampel 3 : 3 kg

4. sampel 4 : 3 kg

5. sampel 5 : 3 kg

VI. Perhitungan

Massa jenis semen

Sampel 1

ρ= (massa pikno kosong+semen )−massa piknokosongvolume pikno

=14,5341gram−8,5311 gram5ml

=1,206gram /ml

Dengan cara yang sama diperoleh

Tabel 4 Massa jenis sampel semen

Sampel gram g/mlsampel

1 14,5341 1,2006sampel

2 14,1887 1,13152sampel

3 14,1204 1,11786sampel

4 14,7393 1,24164sampel

5 14,2977 1,15332

Page 15: Laporan Ekosemen (sampah organik)

sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 51.05

1.1

1.15

1.2

1.25

1.3

sampel

dens

itas

Gambar 2 Grafik antara sampel dengan densitas

Uji tekan

Sampel 1

p=m .gA

=2kg x 9,8kg m

s2

5cm x5cm

Dengan cara yang sama diperoleh

Tabel 5 Besar Ketahanan Semen dalam Uji Tekan

sampelmassa

(kg)luas ( m2) Nm

sampel 1 2 0,25 78,4sampel 2 3 0,25 117,6sampel 3 3 0,25 117,6sampel 4 3 0,25 117,6sampel 5 3 0,25 117,6

Page 16: Laporan Ekosemen (sampah organik)

sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 50

20

40

60

80

100

120

140

sampel

teka

nan

(Nm

)

Gambar 3 Grafik Antara Sampel dengan Ketahanan Gaya Tekanan

VII. Pembahasan

Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan semen, mengelolah

sampah organik agar lebih bermanfaat dan memenuhi konsumsi masyarakat terhadap semen. Pada

praktikum ini juga dilakukan percobaan pembuatan semen dengan variasi komposisi massa dan

lamanya proses klinkerisasi.

Pada komposisi massa, terdapat 5 variasi yaitu abu sampah organik dan abu kulit kerang

( 50:50 ; 55:45 ; 60:40 ; 65:35 ; 45:55), dari kelima variasi tersebut di masukkan dan dibakar di dalam

furnace pada suhu 1000oC selama satu jam. Dan untuk variasi lamanya proses klinkerisasi dengan

variasi massa yang sama tetapi lama proses klinkeriasinya selama 3 jam. Hasil dari proses tersebut

terbentuklah semen (tertera dalam foto). Pada awal pencampura semen terdapat kenaikan suhu

yang mana disebabkan oleh adanya proses hidrasi dari senyawa semen itu sendiri dan mengeluarkan

Page 17: Laporan Ekosemen (sampah organik)

energi berupa panas pada saat dicampurkan dengan air. Dengan analisis kualitatif yang pertama

hasil percobaan adalah semen.

Analisis kedua yaitu mengukur densitas dari senyawa semen yang terbentuk yang mana

rentang densitas senyawa semen yang terbentuk adalah 1,117-1,24 gram/ml yaitu densitas terendah

terdapat pada sampel 3 dan densitas tertinggi pada sampel nomor 4. Analisi sketiga adalah anilisis

kekuatan mekanik dari semen yang terbentuk, dengan cara memberi beban kepada semen yang

telah mengeras, hasil data percobaannya pada sampel 1 tekanan maksimal yang dapat diterima oleh

semen adalah 78,4 N/m2` dan untuk sampel 2-5 kekuatannya adalah 117,6 N/m. Dengan analisis

ketiga ini semen yang terbentuk memiliki kekuatan mekanik yang sangat rendah dan tidak sesuai

dengan standar semen nasional atau internasional. Beberapa hal yang dapat menyebabkan hal

tersebut terjadi yaitu proses klinker perlu perlakuan khusus, pencapuran komposisi. Pada proses

klinker kemungkinan yang terjadi yaitu kurang terbentuknya C3S dan terlalu banyak senyawa C2S.

C3S merupakan senyawa semen yang memiliki peran penting dalam pengerasan mekanik awal

semen, sehingga pada semen yang dihasilkan butuh waktu yang lama agar semen mempunyai

kekerasan mekanik yang kuat. Kekurangan C3S juga dapat disebabkan pendinginan yang dilakukan

secara lama, karena pendinginan secara lama dapat membuat C3S dapat terurai kembali menjadi

C2S.

Lampiran

Gambar Semen no 1 Gambar semen no 2

Page 18: Laporan Ekosemen (sampah organik)

Gambar semen no 3 Gambar Semen no 4

Gambar Semen no 5