laporan ekosemen (sampah organik)
DESCRIPTION
utnuk laporanTRANSCRIPT
Pembuatan Ekosemen Dari Campuran Abu Sampah Organik Dan Kulit Kerang
I. Tujuan
1. Mengetahui proses pembuatan semen
2. Mengelolah sampah organik agar lebih bermanfaat
3. Memenuhi konsumsi masyarakat terhadap semen.
II. Dasar teori
Latar belakang
Perkembangan teknologi infrastruktur memegang peranan penting dalam konsep
pembangunan demi kenyamanan hidup manusia. Banyak penelitian telah dialkukan tentang
teknologi beton untuk memenuhi kebutuhan dalam dunia properti. Dalam perekayasaan
material, terus diupayakan penelitian dan inovasinya, termasuk bahan banguan terutama
komponen struktur. Salah satu material komponem struktur yang paling populer adalah
semen ( portland semen) yang saat ini merupakan kebutuhan yang paling besar dibidang
konstruksi.
Kebutuhan akan semen semakin lama semakin banyak, karena hal tersebut tidak
terlepas dari perkembangan dunia konstruksi dan pembanguan disuatu negara dan seiring
dengan populasi penduduk. Apabila kebutuhan akan semen setiap tahunnya meningkat.
Demikian juga akibatnya suatu saat deposit bahan alam cenderung menurun dan habis. Oleh
karena itu perlu dipikirkan dan dikaji bahan naku alternatif, agar produksi semen dimasa
mendatang masih tetap ada.
Ekosemen adalah salah satu jenis produk semen yang hampir sama dengan semen
portland dan oleh karena itu bahan bakunya menggunakan bahan berbasi limbah maka
disebut ekosemen. Dengan mensubstitusikan sebagian atau keseluruhan batu kapur dengan
abu sampah tentunya akan mampu mengurangi eksplorasi bahan alam dan sekaligus
mengurangi emisi ga CO2 dari produk samping industri semen yang tidak ramah lingkungan.
Batasan masalah
1. Zat apa yang terkadung di dalam sampah organik?
2. Bagaimana proses ekstraksi unsur CaO dan SiO2 di dalam sampah organik?
3. Bagaimana proses pembuatan ekosemen?
4. Bagaimana analisis kandungan unsur di dalam ekosemen?
5. Bagaimana uji kekuatan semen?
Tinjaun pustaka
1. Sejarah semen
Semen berasal dari bahasa latin “caementum” yang berarti bahan perekat. Dalam pengertian
umum, semen diartikan sebagai bahan perekat yang mempunyai sifat-sifat yang mampu
mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat.
Pemakaian bahan konstruksi yang bersifat seperti semen telah lama sekali setua
sejarah rekayasa konstruksi bangunan itu sendiri. Material yang bersifat seperti semen telah
digunakan orang-orang Mesir kuno, Romawi dan Indian pada bangunan-bangunan kuno
mereka. Analisis dari bahan bangunan piramid menunjukkan bahwa sekitar 81,5% terdiri
dari kalsium sulfat dan sisanya adalah karbonat. Sedangkan orang-orang Romawi dan Yunani
kuno mempergunakan bahan yang bersifat seperti semen dengan cara membakar batu
kapur. Kekerasan dari batuan bangunan yang dipakai oleh orang-orang Roman yang
sebagian peninggalannya masih ada hingga saat ini merupakan suatu bukti perkembangan
teknologi pemakaian semen pada saat itu. Pada dekade berikutnya orang-orang Yunani dan
Romawi kuno menaruh perhatian mereka pada batuan dan abu vulkanik bila dicampur
dengan batu kapur dan pasir akan menghasilkan suatu material semacam beton dengan
kekuatan tinggi serta tahan terhadap air garam. Orang-orang Italia menggunakan batuan
dan abu vulkanik di dekat kota Pozzuoli sebagai bahan bangunan mereka. Akhir-akhir ini
orang menyebut semua bahan yang ada di dunia yang sifatnya seperti batuan atau abu yang
ditemukan di Pozzuoli ini sebagai bahan yang diberi nama Pozzolan.
Pada abad modern, penelitian tentang bahan yang bersifat seperti semen saat ini
tidak akan lepas dari usaha awal John Smeaton ketika diminta untuk membangun suatu
bangunan yang tahan terhadap air laut yang disebut dengan Eddystone-Light-House, pada
tahun 1756. Pada saat itu dia melakukan suatu rangkaian penelitian terhadap beberapa
material yang diharapkan dapat memenuhi kriteria tahan terhadap air laut tersebut.
Akhirnya saat itu dia menemukan bahwa campuran antara batu kapur yang mengandung
tanah liat dengan kadar tertentu merupakan suatu bahan konstruksi yang memenuhi kriteria
tersebut.
Pada periode itu campuran antara batu kapur dan bahan Pozzolan menjadi terkenal
hingga sekitar tahun 1850 dimana semen portland mulai dikenal orang dengan diawali oleh
hasil percobaan L.J.Vicat yang membakat campuran batu kapur dan tanah liat. Proses
sederhana inilah yang akhirnya dikenal orang sebagai awal dari proses pembuatan semen
portland seperti saat ini. Proses seperti ini dipatenkan oleh James Frost pada tahun 1811 dan
didirikan pula suatu pabrik di distrik London. Namun sejarah perkembangan proses
pembuatan semen portland modern lebih mengenal Joseph Aspdin seorang berkebangsaan
Inggris dari kota Leed yang mematenkan proses pembuatan semen portland pada 21
Oktober tahun 1824. Joseph Aspdin mencampur dan menggiling batu kapur dengan tanah
liat halus hingga membentuk lumpur dan kemudian membakarnya hingga proses kalsinasi
(pelepasan CO2) terjadi. Campuran ini akhirnya digiling hingga membentuk serbuk yang
halus. Nama portland diberikan karena kemiripan kekerasan antara semen Joseph Aspdin
tersebut dengan batuan alam yang ditemukan di sebuah kota di Inggris yaitu kota Portland.
Pada tahun 1845 Issac Charles Johson membakar campuran yang diketemukan oleh Joseph
Aspdin hingga proses terakisasi terjadi untuk memperbaiki sifat dari semen portland
tersebut. Pabrik pembuat semen portland dengan cara ini pertama kali dibangun pada tahun
1851. Karena pencampuran bahan dalam keadaan lumpur, proses ini merupakan awal dari
proses pembuatan semen dengan sistem proses basah (wet process).
Sejak saat itu pemakaian semen protland berkembang sebagai bahan beton seperti
sekarang ini dengan segala tipe campuran yang berkembang pesat. Oleh sebab itu
disusunlah standard untuk semen antara lain di Jerman pada tahun 1877, dan di Inggris serta
Amerika pada tahun 1904. Di Indonesia sendiri pabrik semen pertama dibangun pada tahun
1910 di Indarung Sumatra Barat yang hingga saat ini dikenal dengan PT Semen Padang. Sejak
saat itu pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan semen di Indonesia beberapa pabrik
kemudian dibangun, mulai dari PT Semen Gresik yang sekarang berkembang hingga memiliki
tiga pabrik di Tuban, PT Semen Tonasa di Sulawesi Selatan (3 pabrik), PT Indocement
Tunggal Prakarsa atau lebih dikenal dengan Semen Tiga Roda yang memiliki pabrik di
Citeureup Bogor (9 pabrik), Palimanan Cirebon (2 pabrik), dan 1 pabrik di Tarjun (Kota Baru)
Kalimantan Selatan, serta PT Semen Kujang (Cibinong) yang memiliki pabrik-pabrik di
Cibinong Bogor (4 pabrik) dan Cilacap (2 pabrik), PT Semen Baturaja yang memiliki pabrik di
Baturaja sebagai pabrik penuh yaitu mulai tambang hingga semen, Palembang (Sumatra
Selatan) dan Panjang (Provinsi Lampung) yang masing-masing hanya pabrik penggilingan
terak hingga menjadi semen, PT Semen Kupang di Nusa Tenggara Timur dan PT Semen
Bosowa di Maros Sulawesi Selatan masing-masing dengan 1(satu) pabrik semen.
2. DIFINISI SEMEN
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping
sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil
akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya,
yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan
dengan air, maka terbentuklah beton. Beton nama asingnya, concrete-diambil dari gabungan
prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh), yang
maksudnya kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu.
Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO),
sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa: silika oksida
(SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk
membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum)
dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak
dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg.
Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat menetapkan dan
mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Abu vulkanis dan batu bata
yang dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang dibakar sebagai agen pengikat
untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik yang selanjutnya disebut sebagai “cementum”.
Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen
non-hidrolik.
Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah dikombinasikan
dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran dengan air, dan setelah
pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas bahkan dalam air. Pedoman yang
dibutuhkan dalam hal ini adalah pembentukan hidrat pada reaksi dengan air segera
mungkin… Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan
didasarkan pada semen Portland, yang dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu,
dan gypsum, pada proses dengan temperatur yang tinggi yang menghasilkan karbon
dioksida dan berkombinasi secara kimia yang menghasilkan bahan utama menjadi senyawa
baru. Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan gipsum yang harus tetap
kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair. Contohnya adukan semen
kapur yang ditetapkan hanya dengan pengeringan, dan bertambah kuat secara lambat
dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer untuk membentuk kembali kalsium
karbonat.
Penguatan dan pengerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan air yang
mengandung senyawa-senyawa, pembentukan sebagai hasil reaksi antara komponen semen
dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi dan hidrat secara berturut-turut.
Sebagai hasil dari reaksi awal dengan segera, suatu pengerasan dapat diamati pada awalnya
dengan sangat kecil dan akan bertambah seiring berjalannya waktu. Setelah mencapai tahap
tertentu, titik ini diarahkan pada permulaan tahap pengerasan. Penggabungan lebih lanjut
disebut penguatan setelah mulai tahap pengerasan.
3.JENIS-JENIS SEMEN
a.Semen Abu atau semen Portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk dari
bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu
dan bertekanan tinggi Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini
berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 tipe, yaitu tipe I sampai tipe V.
b.Semen Putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk
pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari
bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
c. Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses
pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
d.Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan
buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung
amorphous silica, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam variasi jumlah. Semen ini
digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.
Berdasarkan prosentase kandungan penyusunnya, semen Portland terdiri dari 5 tipe yaitu :
a. Semen Portland tipe I
Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang kandungan
utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu
atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe
ini adalah: 55% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9% (SO3); 1,0% hilang
dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
b. Semen Portland tipe II
Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus
terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan dapat digunakan untuk bangunan
rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang
terdapat pada tipe ini adalah: 51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A); 11% (C4AF); 2,9% MgO; 2,5%
(SO3); 0,8% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
c. Semen Portland tipe III
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang memerlukan ketahanan
sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut, bangunan bekas tanah rawa,
saluran irigasi , dam-dam. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 57% (C3S);
19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 3,0% MgO; 3,1% (SO3); 0,9% hilang dalam pembakaran,
dan 1,3% bebas CaO.
d. Semen Portland tipe IV
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase
permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk pembuatan jalan beton, bangunan-
bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat
pada tipe ini adalah: 28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A); 12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9% (SO3);
0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
e. Semen Portland tipe V
Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,
terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat
pada tipe ini adalah: 38% (C3S); 43% (C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8% (SO3);
0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
Semakin baik mutu semen, maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur
dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus:
(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (% CaO + % MgO)
Angka hodrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun
demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk
mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.
4.Proses Pembuatan Semen
Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :
Proses basah
Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan
diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude
oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM.
Proses kering
Pada proses kering digunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar
dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu :
1. Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.
2. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang
homogen.
3. Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah jadi
yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
4. Proses pendinginan terak.
5. Proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement mill.
Pada dasarnya proses pembakaran proses kering telah banyak berbeda dari proses
basah yaitu proses pengeringan, kalsinasi, clinkerisasi (sintering) dan proses pendinginan
(cooling). Perbedaan adalah pada proses pengeringan, pada proses kering, pengeringan
dapat dikatakan tidak ada, dalam preheater hanya pemanasan saja. Sebenarnya kapan
terjadi suatu reaksi kimia, atau bentuk reaksinya agak sukar ditentukan secara tepat,
biasanya diberikan adalah tahap-tahapnya saja.
Table 1 Tahap-tahap proses pembakaran.
No. Temperatur 0C Tahap proses
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
30-100
100-500
500
500-900
800
800-900
900-1100
1100-1200
Penguapan air bebas.
Pelepasan air kristal (bended water) dari clay.
Perubahan structure silica mineral.
Penguraian MgCO3 dan CaCO3.
Mulai pembentukan Ca, C2F dan C2S.
Pembentukan hasil antara C12A7
Terbentuk C2AS yang kemudian terurai lagi.
Mulai terbentuk C3A, C4AF.
Semua CaCO3 sudah terurai.
Pembentukan C3A, C4AF.
Paling banyak C2S maximum.
9.
10.
1260
1200-1450
Mulai terbentuk liquid phase.
Pembentukan C3S
Tahap penguapan air bebas pada temperatur sekitar 100 0C di mana kandungan air yang ada
pada permukaan-permukaan dari material diuapkan, material akan jadi kering.
Tahap pelepasan kandungan air terikat, yaitu air kristal yang teradopsi dalam kapiler
dalam struktur material dikeluarkan dan diuapkan, terutama untuk clay pada 100-500 0C.
Material yang sebenarnya terdiri dari campuran alumina silica dengan struktur
masing-masing mempunyai air Kristal yang berbeda, misalnya kaoline (Al2O3.2SiO2. H2O) dan
momorillonite (Al2O3. 4SiO2).
Clay yang telah melepaskan air kristalnya pada proses selanjutnya akan berubah jadi
Al2O3 dan SiO2 bebas dan akan bereaksi dengan CaO.
Penguraian carbonat atau disebut juga proses kalsinasi adalah penguraian dari:
MgCO3 – MgO + CO2
CaCO3 – CaO + CO2
Proses ini terjadi pada temperatur 600-900 0C.
Bila campuran CaO , Al2O3, SiO2 dan Fe2O3 dibakar maka yang mula-mula akan terbentuk
adalah C2S.
Yang mula-mula berjalan lambat pada temperatur 700 0C, kemudian juga terbentuk hasil
antara CA dan C12A7 yang nantinya akan terurai kembali pada temperatur 1100 0C.
Pada temperatur 900-1250 terbentuk C3A,C2F, C4AF dan C2AS sebagai hasil antara, pada
temperatur ini hampir CaO bebas sudah bereaksi.
Pada 1300-1400 sebagian besar C2S akan bereaksi terus membentuk C3S dan semua hasil
antara terurai kembali dan mulai timbul liquid phasa pada proses cooling 1450-1200 liquid
phase akan mengristal kembali membentuk C3A dan C4AF.
Perubahan-perubahan mineral tersebut pada pembakaran dan berapa besarnya dapat juga
dilihat dari gambar di bawah ini.
Gambar 1 Jumlah komponen Klinker terhadap temperatur
Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran cukup rumit tapi reaksi dasarnya dapat
digambarkan sebagai berikut:
CaCO3 CaO + CO2
Al2O32SiO2.H2O Al2O32SiO2 + H2O
Al2O3.2SiO2 Al2O3 + 2SiO2
2CaO + SiO2 2CaO.SiO2
3CaO + Al2O3 3CaO.Al2O3
4CaO + Al2O3 + Fe2O3 4CaO.Al2O3.Fe2O3
2CaO.SiO2 + CaO 3CaO.SiO2
Penemuan Semen Terbaru
1. EKOSEMEN
Jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian
dinamakan ekosemen. Kata ekosemen sendiri diambil dari penggabungan kata “ekologi”
dan “semen”. Diawali penelitian di tahun 1992, para peneliti Jepang (yang tergabung
dalam NEDO) telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah dan endapan air
kotor sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil
pembakaran sampah mengandung unsur yang sama dengan bahan dasar semen pada
umumnya. Pada tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi
semen resmi beroperasi di Chiba. Di Jepang, sampah terbagi menjadi tiga macam, salah
satunya adalah sampah terbakar (terdiri atas sampah organik, kertas, dll) dan sampah
tidak terbakar (plastik, dll). Setiap tahunnya, penduduk Jepang membuang sekitar 37
juta ton untuk sampah terbakar. Kemudian sampah tersebut dibakar (diinsenerasi) dan
menghasilkan abu (inceneration ash) mencapai 6 ton/tahunnya. Dari abu inilah
kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ekosemen. Abu ini dan endapan air
kotor mengandung senyawa-senyawa dalam pembentukan semen biasa yaitu senyawa-
senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu insenerasi ini
dapat berfungsi sebagai pengganti clay (tanah liat) yang digunakan dalam pembentukan
semen biasa.
o Proses pembuatan ekosemen
Pada pembuatan ekosemen, secara prinsip sama dengan pembuatan semen biasa.
Perbedaannya terletak pada abu insenerasi, sewage sludge, dan limbah ainnya yang
digunakan sebagai pengganti clay dan sebagian limestone. Adapun prosesnya sebagai
berikut :
1. Reprocessing
Raw material (inceneration ash dan endapan air kotor rumah tangga) diproses
terlebih dahulu, seperti dengan pengeringan (drying), crushing, dan logam yang
masih terkandung dalam raw material dipisahkan dan didaur ulang.
2. Raw Material Drying and Pulverizing
Setelah dikeringkan, raw material dihancurkan pada raw grinding/drying mills
bersamaan dengan natural raw material.
3. Raw Material Mixing
Kemudian dimasukkan ke dalam homogenizing tank bersamaan dengan fly ash (abu
yang dihasilkan dari pembangkit listrik batubara) dan blast furnance slag (limbah
yang dihasilkan industri besi). Dua homogenizing tank ini dimasukkan untuk
memperoleh penentuan komposisi kimia yang diinginkan.
4. Firing
Setelah itu dimasukkan ke dalam rotary kiln untuk kemudian dibakar pada suhu diatas
1350°C. Pada proses ini, dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang terkandung
pada inceneration ash akan terurai dengan aman. Gas limbah dari rotary kiln
kemudian didinginkan secara cepat hingga suhu 200°C untuk mencegah
terbentuknya dioksin kembali. Pada proses ini pula logam berat yang masih
terkandung dipisahkan dan dikumpulkan ke dalam bag filter sebagai debu yang
mengandung klorin. Debu ini kemudian dialirkan ke Heavy Metal Recovery Process.
Pada proses ini, klorin yang masih terkandung akan dihilangkan dan menghasilkan
sebuah articial ore seperti tembaga dan timbal yang kemurniaannya mencapai 35%
atau lebih. Pada proses firing ini akan menghasilkan clinker yang kemudian dikirim
ke clinker tank.
5. Product Pulverizing Process
Gipsum ditambahkan bersama clinker dan campuran tersebut akan dihancurkan
pada finish mills yang kemudian akan menghasilkan produk ekosemen.Hingga saaat ini
terdapat dua macam tipe ekosemen (berdasarkan penambahan alkali dan
kandungan klorin) yaitu tipe biasa dan tipe pengerasan cepat. Ekosemen tipe biasa
mempunyai kualitas yang sama baiknya dengan semen portland biasa. Tipe semen ini
digunakan sebagai bahan campuran beton. Sedangkan ekosemen tipe kedua
memiliki kekuatan beton dan pengerasan yang lebih cepat dibanding semen portland
tipe high early strength. Ekosemen tipe ini digunakan pada architectural block,
exterior wall material, roof material, wave dissipatingconcrete block, dll.Yang menjadi
masalah adalah kandungan Cl yang begitu tinggi pada abu insenerasi dan logam berat
yang dikandung yang dapat mengakibatkan masalah pada sistem operasi dan
mengurangi kualitas dan pengamanan material pada emen. Sedangkan kandungan
CaO yang masih kurang pada abu insenerasi dapat dicukupi dengan penambahan batu
kapur. Dalam pembuatan ekosemen ini, klorin dan logam berat yang terkandung pada
abu insenerasi akan diekstrak menjadi bijih tiruan yang kemudian didaur ulang.Plastik
vinil yang terdapat dalam sampah pada proses pembakaran akan mengakibatkan
kekuatan kronkit ekosemen akan berkurang. Hal ini diakibatkan oleh adanya gas
Cl2 hasil penguraian plastik vinil yang dapat mempengaruhi kekuatan konkrit
ekosemen. Sehingga pemisahan sampah sangatlah penting, khususnya sampah plastic
o Manfaat Ekosemen
Dengan adanya pengubahan sampah menjadi semen, menambah alternatif pengolahan
sampah yang lebih bernilai ekonomis, dan biaya pengolahan sampah di Jepang menjadi
lebih murah. Selain itu, teknologi ekosemen juga ramah lingkungan. Pada
pembuatan ekosemen, sebagian CaO diperoleh dari abu insenerasi sehingga
mengurangi penggunaan batu kapur yang selama ini menjadi polusi gas CO2.
III. Alat dan Bahan
Alat :
1. Furnace
2. Gelas beker
3. Cawan porselen
4. Neraca analitik
5. Sendok sungu
6. Crusher
7. Saringan
Bahan
1. Kulit kerang
2. Sampah organik
IV. Langkah kerja
Pembuatan abu sampah organik
1. Sampah organik (daun) dipotong menjadi potongan kecil
2. Kemudian potongan kecil tersebut dibakar hingga menjadi abu
3. Abu yang dihasilkan disaring dengen mesh 30
Pembuatan abu kulit kerang
1. Kulit kerang dihancurkan hingga menjadi serbuk
2. Serbuk yang dihasilakan dimasukan ke dalam furncae pada suhu 800oC untuk proses
kalsinasi
3. Hasil kalsinasi disaring dengan no mesh 30
Pembuatan ekosemen
1. Ditimbang abu sampah organik dan abu kulit kerang dengan perbandingan 50:50
2. Dimasukkan kedalam furnace pada suhu 1000oC untuk proses klinking selama 1 jam
3. Diulangi dengan komposisi abu sampah organik dan abu kulit kerang 55:45 ; 60:40 ; 65:35 ;
45:55 dan lamanya proses klinking selama 3 jam
V. Data pengamatan
Analisis komposisi abu
Tabel 2 Komponen Unsur dalam Sampah Organik
no Nama unsur Kadar (%)
1 Nikel (Ni) 0,005
2 Besi (Fe) 0,367
3 Alumunium (Al) 2,991
4 Silicon (Si) 47,520
5 Calsium (Ca) 3,020
Tabel 3 Komponen Unsur dalam Kerang
no Nama unsur Kadar (%)
1 Nikel (Ni) 0,006
2 Besi (Fe) 0,034
3 Alumunium (Al) 5,031
4 Calsium (Ca) 51,389
Massa jenis semen
Volume piknometer : 5 ml
Massa pikno kosong : 8,5311 gram
Massa pikno kosong + semen
1. sampel 1 (50:50) : 14,5341
2. sampel 2 (55:45) : 14,1887
3. sampel 3 (60:40) : 14,1204
4. sampel 4 (65:35) : 14,7393
5. sampel 5 (45:55) :14,2977
Pengujian uji tekan semen
Dimensi mortar semen 5 cm x 5 cm
1. sampel 1 : 2 kg
2. sampel 2 : 3 kg
3. sampel 3 : 3 kg
4. sampel 4 : 3 kg
5. sampel 5 : 3 kg
VI. Perhitungan
Massa jenis semen
Sampel 1
ρ= (massa pikno kosong+semen )−massa piknokosongvolume pikno
=14,5341gram−8,5311 gram5ml
=1,206gram /ml
Dengan cara yang sama diperoleh
Tabel 4 Massa jenis sampel semen
Sampel gram g/mlsampel
1 14,5341 1,2006sampel
2 14,1887 1,13152sampel
3 14,1204 1,11786sampel
4 14,7393 1,24164sampel
5 14,2977 1,15332
sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 51.05
1.1
1.15
1.2
1.25
1.3
sampel
dens
itas
Gambar 2 Grafik antara sampel dengan densitas
Uji tekan
Sampel 1
p=m .gA
=2kg x 9,8kg m
s2
5cm x5cm
Dengan cara yang sama diperoleh
Tabel 5 Besar Ketahanan Semen dalam Uji Tekan
sampelmassa
(kg)luas ( m2) Nm
sampel 1 2 0,25 78,4sampel 2 3 0,25 117,6sampel 3 3 0,25 117,6sampel 4 3 0,25 117,6sampel 5 3 0,25 117,6
sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 50
20
40
60
80
100
120
140
sampel
teka
nan
(Nm
)
Gambar 3 Grafik Antara Sampel dengan Ketahanan Gaya Tekanan
VII. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan semen, mengelolah
sampah organik agar lebih bermanfaat dan memenuhi konsumsi masyarakat terhadap semen. Pada
praktikum ini juga dilakukan percobaan pembuatan semen dengan variasi komposisi massa dan
lamanya proses klinkerisasi.
Pada komposisi massa, terdapat 5 variasi yaitu abu sampah organik dan abu kulit kerang
( 50:50 ; 55:45 ; 60:40 ; 65:35 ; 45:55), dari kelima variasi tersebut di masukkan dan dibakar di dalam
furnace pada suhu 1000oC selama satu jam. Dan untuk variasi lamanya proses klinkerisasi dengan
variasi massa yang sama tetapi lama proses klinkeriasinya selama 3 jam. Hasil dari proses tersebut
terbentuklah semen (tertera dalam foto). Pada awal pencampura semen terdapat kenaikan suhu
yang mana disebabkan oleh adanya proses hidrasi dari senyawa semen itu sendiri dan mengeluarkan
energi berupa panas pada saat dicampurkan dengan air. Dengan analisis kualitatif yang pertama
hasil percobaan adalah semen.
Analisis kedua yaitu mengukur densitas dari senyawa semen yang terbentuk yang mana
rentang densitas senyawa semen yang terbentuk adalah 1,117-1,24 gram/ml yaitu densitas terendah
terdapat pada sampel 3 dan densitas tertinggi pada sampel nomor 4. Analisi sketiga adalah anilisis
kekuatan mekanik dari semen yang terbentuk, dengan cara memberi beban kepada semen yang
telah mengeras, hasil data percobaannya pada sampel 1 tekanan maksimal yang dapat diterima oleh
semen adalah 78,4 N/m2` dan untuk sampel 2-5 kekuatannya adalah 117,6 N/m. Dengan analisis
ketiga ini semen yang terbentuk memiliki kekuatan mekanik yang sangat rendah dan tidak sesuai
dengan standar semen nasional atau internasional. Beberapa hal yang dapat menyebabkan hal
tersebut terjadi yaitu proses klinker perlu perlakuan khusus, pencapuran komposisi. Pada proses
klinker kemungkinan yang terjadi yaitu kurang terbentuknya C3S dan terlalu banyak senyawa C2S.
C3S merupakan senyawa semen yang memiliki peran penting dalam pengerasan mekanik awal
semen, sehingga pada semen yang dihasilkan butuh waktu yang lama agar semen mempunyai
kekerasan mekanik yang kuat. Kekurangan C3S juga dapat disebabkan pendinginan yang dilakukan
secara lama, karena pendinginan secara lama dapat membuat C3S dapat terurai kembali menjadi
C2S.
Lampiran
Gambar Semen no 1 Gambar semen no 2
Gambar semen no 3 Gambar Semen no 4
Gambar Semen no 5