laporan mtbs dan anc

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran penting dalam pelayanan kesehatan (yankes) adalah anak-anak. Dari sejak dalam kandungan, sampai lahir dan tumbuh berkembang, mereka perlu mendapatkan pengawasan dan yankes yang optimal. Teknis pelayanannya tentu berbeda dibandingkan melayani pasien dewasa. Sasaran lain dalam pelayanan kesehatan adalah ibu hamil. Tenaga bidan sebagai bagian dari petugas pelayanan puskesmas, sangat berperanan penting dalam program kesehatan ibu dan anak (KIA). Guna memberikan kontribusi pelayanan yang optimal kepada sasaran, maka setiap bidan harus memahami tugas pokoknya, baik sebagai bidan koordinator, bidan desa (kelurahan) maupun bidan klinik KIA Puskemas. Penulis akan melakukan pengamatan mengenai pelaksanaan standar kerja dalam melakukan pelayanan di Poli Rawat Jalan Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Keling I terutama dalam pelaksanaan pemeriksaan MTBS dan pemeriksaan ibu hamil, dan hasil yang didapat diharapkan akan dapat memberikan umpan balik positif untuk meningkatkan pelayanan di Poli Rawat Jalan Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Keling I pada khususnya dan standar pelayanan Puskesmas Keling I secara keseluruhan. B. Tujuan Tujuan Umum 1

Upload: prihartiwi-purnamasari

Post on 23-Jun-2015

888 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan MTBS Dan ANC

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu sasaran penting dalam pelayanan kesehatan (yankes) adalah anak-anak.

Dari sejak dalam kandungan, sampai lahir dan tumbuh berkembang, mereka perlu

mendapatkan pengawasan dan yankes yang optimal. Teknis pelayanannya tentu berbeda

dibandingkan melayani pasien dewasa. Sasaran lain dalam pelayanan kesehatan adalah ibu

hamil. Tenaga bidan sebagai bagian dari petugas pelayanan puskesmas, sangat berperanan

penting dalam program kesehatan ibu dan anak (KIA). Guna memberikan kontribusi

pelayanan yang optimal kepada sasaran, maka setiap bidan harus memahami tugas

pokoknya, baik sebagai bidan koordinator, bidan desa (kelurahan) maupun bidan klinik KIA

Puskemas.

Penulis akan melakukan pengamatan mengenai pelaksanaan standar kerja

dalam melakukan pelayanan di Poli Rawat Jalan Kesehatan Ibu dan Anak

Puskesmas Keling I terutama dalam pelaksanaan pemeriksaan MTBS dan

pemeriksaan ibu hamil, dan hasil yang didapat diharapkan akan dapat memberikan

umpan balik positif untuk meningkatkan pelayanan di Poli Rawat Jalan Kesehatan

Ibu dan Anak Puskesmas Keling I pada khususnya dan standar pelayanan

Puskesmas Keling I secara keseluruhan.

B. Tujuan

Tujuan Umum

Mengetahui kinerja pelayanan pemeriksaan MTBS dan pemeriksaan ibu hamil di

poli ibu anak Puskesmas Keling I Jepara apakah telah sesuai dengan standart kerja.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui banyaknya waktu yang diperlukan untuk melakukan

pemeriksaan MTBS pada seorang balita yang datang ke poli ibu anak

Puskesmas Keling I.

2. Mengetahui jumlah balita yang dilakukan pemeriksaan MTBS dari

keseluruhan balita yang datang ke poli ibu anak Puskesmas Keling I periode

9-14 Agustus 2010.

1

Page 2: Laporan MTBS Dan ANC

3. Mengetahui kepatuhan petugas terhadap standar kerja pemeriksaan MTBS

dan pemeriksaan ibu hamil di poli ibu anak Puskesmas Keling I periode 9-14

Agustus 2010.

C. Definisi Operasional

1. Standar Kerja Pemeriksaan MTBS

Standar pemeriksaan MTBS di poli ibu anak puskesmas Keling I No: PK-

I.SK.3/04.01.07 tahun 2007 (terlampir)

2. Standar Kerja Pemeriksaan Ibu Hamil

Standar pemeriksaan ibu hamil di poli ibu anak puskesmas Keling I No: PK-

I.SK.3/04.01.01 (terlampir)

D. Metode Pengumpulan Data

Data primer pengamatan MTBS dan ANC didapatkan dengan observasi langsung.

Tempat : Poli KIA Puskesmas Keling I

Waktu : Hari Selasa, 10 Agustus 2010 – Sabtu,15 Agustus 2010

(pengamatan MTBS)

Hari Selasa, 10 Agustus 2010 – Sabtu, 22 Agustus 2010

(pengamatan ANC)

- Hari Senin – Kamis, pukul 7.00-14.00

- Hari Jumat pukul 07.00-11.00

- Hari Sabtu pukul 07.00-12.00

Syarat : Terdapat pengamat dan bidan puskesmas

Alat : Jam dinding, kertas dan alat tulis.

Metode : Check list, wawancara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Terpadu Balita Sakit

Selama ini upaya menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Balita

(AKBa) di tingkat pelayanan kesehatan dasar disamping menekankan

2

Page 3: Laporan MTBS Dan ANC

pencegahan primer melalui upaya-upaya yang bersifat promotif dan preventif,

juga telah memanfaatkan upaya pencegahan sekunder termasuk upaya kuratif

dan rehabilitatif di unit rawat jalan.

Pendekatan program perawatan balita sakit di negara-negara berkembang

termasuk Indonesia, yang dipakai selama ini adalah program intervensi secara

terpisah untuk masing-masing penyakit. Program intervensi secara vertikal,

antara lain pada program pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA), program pemberantasan penyakit diare, program pemberantasan

penyakit malaria, dan penanggulangan kekurangan gizi. Penanganan yang

terpisah seperti ini akan menimbulkan masalah kehilangan peluang dan putus

pengobatan pada pasien yang menderita penyakit lain selain penyakit yang

dikeluhkan dengan gejala yang sama atau hampir sama.

Untuk mengatasi kelemahan program atau metode intervensi tersebut, pada

tahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan suatu paket yang memadukan

pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan intervensi yang terpisah

tersebut menjadi satu paket tunggal yang disebut Integrated Management of

Chilhood Ilness (IMCI). IMCI yang oleh WHO dikembangkan di negara-negara

Afrika dan India telah berhasil memberikan keterampilan terhadap tenaga

kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan dasar. Keterampilan tersebut

antara lain meliputi bagaimana cara melakukan klasifikasi penyakit, menilai

status gizi, melakukan pengobatan secara benar, melakukan proses rujukan

dengan cepat dan benar dan juga dapat menjadikan pengurangan biaya pada

pelayanan kesehatan.

Pada tahun 1997 IMCI mulai dikembangkan di Indonesia dengan nama

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yaitu suatu program yang bersifat

menyeluruh dalam menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan

dasar. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) menangani balita sakit

menggunakan suatu algoritme, program ini dapat mengklasifikasi penyakit-

penyakit secara tepat, mendeteksi semua penyakit yang diderita oleh balita sakit,

melakukan rujukan secara cepat apabila diperlukan, melakukan penilaian status

gizi dan memberikan imunisasi kepada balita yang membutuhkan. Selain itu,

bagi ibu balita juga diberikan bimbingan mengenai tata cara memberikan obat

3

Page 4: Laporan MTBS Dan ANC

kepada balitanya di rumah, pemberian nasihat mengenai makanan yang

seharusnya diberikan kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus

kembali ataupun segera kembali untuk mendapat pelayanan tindak lanjut,

sehingga MTBS merupakan paket komprehensif yang meliputi aspek preventif,

promotif, kuratif, maupun rehabilitatif.

B. Pemeriksaan Ibu Hamil

BAB III

HASIL PENGAMATAN

4

Page 5: Laporan MTBS Dan ANC

A. Kecepatan Pelayanan UGD

1. Pasien yang Membutuhkan Tindakan

No. Tindakan Σ Lama Waktu yang

Dibutuhkan (menit)

Waktu

Tercepat

Waktu

Terlama

<5’ 5-10’ >10’

1 Hecting 4 4 < 1’ 2’

2 Nebulizer 2 2 1’ 2’

3 Aff hecting/

ganti balut/

wound toilet

9 9 1’ 2’

4 Corpus

alienum

2 2 <1’

5 Aspirasi

serumen

3 3 <1’ 2’

Total 20 20

Rata-rata

waktu

± 1’

Penyulit:

- Pasien banyak dan datang bersamaan

2) Pasien Rawat Jalan

Lama Waktu yang dibutuhkan Rata-rata Waktu

Tercepat

Waktu

Terlama<5’ 5-10’ >10’

4 (44,4%) 4 (44,4%) 1 (11,1%) 7,44’ 1’ 30’

Penyulit:

- Dokter sedang visit

- Observasi pasien histeri (30’)

3) Pasien Rawat Inap

Lama Waktu yang dibutuhkan Rata-rata Waktu Waktu

5

Page 6: Laporan MTBS Dan ANC

Tercepat Terlama<5’ 5-10’ >10’

- 6 (46,2%) 7 (53,8%) 10’ 5’ 17’

Penyulit:

- Dokter sedang visit

- Menungggu ruangan (ruangan penuh)

- Pertimbangan pasien dalam memilih ruangan

- Kesulitan memasang infus

- Pasien memerlukan observasi di UGD (pasien kejang demam)

B. Prosedur Tindakan

1) Cuci Tangan

No. Tindakan Ya Tidak

1. 7 langkah cuci tangan 1 19

2. Menggunakan sabun 20

3. Mengeringkan tangan 20

Turn over handuk:

- Paling cepat : 5 jam

- Paling lama : 2 hari

- Jumlah handuk : 5 buah, 1 handuk dipakai untuk banyak orang.

2) Hecting

No Tindakan Hecting Ya Tidak

1. Cuci tangan 4

2. Menyiapkan alat 4

3. Menggunakan alat pelindung diri : handscoon

4

4. Informed consent 4

5. Desinfeksi 4

6. Anestesi lokal 4

6

Page 7: Laporan MTBS Dan ANC

7. H2O2, NaCl 4

8. Membuang benda asing, jaringan nekrotik 4

9. Mengganti handscoon 4

10. Menutup luka dengan sofratul &/ kasa betadin

4

11. Membereskan alat : jarum abocath, hecting set

4

12. Mencuci tangan 4

3) Memasang Infus

No Tindakan Pemasangan Infus Ya Tidak

1. Cuci tangan 2 11

2. Menyiapkan alat 13

3. Informed consent 13

4. Memasang torniquet 5 cm proksimal tempat penusukan

13

5. Desinfeksi tempat penusukan dengan benar 13

6. Memasangkan selang infus ke jarum dengan benar

13

7. Menutup tempat penusukan dengan kasa betadine

13

8. Fiksasi 13

9. Mengatur tetesan infuse 1 12

10. Membereskan alat : jarum abocath, dll 13

11. Mencuci tangan 1 12

4) Dekontaminasi Alat

No. Pertanyaan Ya Tidak

7

Page 8: Laporan MTBS Dan ANC

1. Mengetahui tentang dekontaminasi alat ? 6

2. Mengetahui langkah-langkah dekontaminasi ? 5 1

3. Apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai

dengan langkah-langkah protap ?

1 5

Kendala:

- Keterbatasan waktu untuk melakukan pengamatan di poli rawat jalan.

- Kurangnya jumlah sampel pengamatan untuk pemeriksaan ibu hamil.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Identifikasi Masalah

1. Kecepatan Pelayanan

8

Page 9: Laporan MTBS Dan ANC

Kecepatan pelayanan di UGD Puskesmas Keling I dalam hal akan

dilakukan tindakan tergolong cepat yaitu rata-rata 1 menit siap dilakukan

tindakan.

Kecepatan pelayanan rawat inap dan rawat jalan rata-rata dalam rentang

waktu 5-10 menit. Hal ini disebabkan dokter tidak selalu berada di UGD

dan lamanya pelayanan tergantung penyakit dan kondisi pasien.

Sedangkan pelayanan rawat inap dengan waktu >10 menit sebagian besar

karena pasien menunggu mendapatkan ruangan, misalnya saat ruangan

penuh dan kesulitan dalam memasang infus (pada pasien anak-anak).

2. Prosedur Tindakan

1. Tindakan cuci tangan

Kesimpulan dari prinsip mencuci tangan dari beberapa standar

referensi yang kami kumpulkan adalah cuci tangan dengan air

mengalir minimal selama 10 detik dengan menggunakan sabun atau

zat antimikroba yang efektif, jangan menggunakan cincin atau jam

tangan saat cuci tangan, menggunakan tissue sekali pakai untuk

mengeringkan tangan, dan mematikan keran air dengan tissue.

Prosedur cuci tangan UGD Puskesmas Keling I dengan

menerapkan prosedur 7 langkah cuci tangan dan memakai sabun ,

telah sesuai dengan standar referensi yang ada. Namun untuk langkah

mengeringkan tangan dengan menggunakan handuk kering sebaiknya

diperbaiki, karena pada kenyataannya handuk kering tersebut bisa

menjadi sumber infeksi karena digunakan secara bersama-sama dan

terkadang handuk tersebut menjadi lembab hingga menjadi sarang

kuman. Sehingga saran kami untuk protap cuci tangan adalah dengan

mengganti item yang terakhir dengan mengeringkan tangan dengan

tissue sekali pakai dan menutup keran dengan tissue tersebut.

Tindakan cuci tangan yang dilakukan jika menggunakan prinsip

cuci tangan yang benar akan mengurangi resiko penyebaran patogen.

Di UGD Puskesmas Keling I, tindakan cuci tangan sudah dilakukan,

tetapi masih terdapat kekurangan yaitu tidak menggunakan 7 langkah

9

Page 10: Laporan MTBS Dan ANC

cuci tangan, selain itu mengeringkan tangan dengan handuk yang

kadang-kadang masih basah / lama tidak diganti. Hal ini dapat

menyebabkan tindakan cuci tangan menjadi tidak bermanfaat karena

tangan menjadi tidak bersih lagi.

2. Manajemen luka.

Protap manajemen luka UGD Puskesmas Keling I pada

prinsipnya telah sesuai dengan standar referensi manajemen luka

yang kami jadikan acuan.

Tindakan hecting di UGD Puskesmas Keling I sebagian besar

sudah sesuai dengan prosedur, tetapi masih terdapat kekurangan

yaitu:

- Petugas tidak cuci tangan sebelum menggunakan handscoon

- Tidak menggunakan handscoon steril

- Tidak menyiapkan semua alat yang diperlukan sekaligus (bolak-

balik mengambil alat di autoklaf).

- Tidak mengganti handscoon setelah dilakukan tindakan

membersihkan luka (bila luka kotor) dan kemudian melakukan

hecting luka.

3. Memasang infus

Pada standar pelayanan pemasangan infus di UGD Puskesmas

Keling I terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. Dalam

standar tersebut tidak dicantumkan perlunya memakai handscoon

bersih dalam tindakan pemasangan infus. Pemakaian handscoon

tersebut bertujuan untuk melindungi petugas UGD dari kemungkinan

bahaya kontaminasi cairan tubuh pasien. Kemudian yang perlu

menjadi perhatian lagi adalah perlunya memberikan label tanggal

dipasang infus tersebut, karena akan bermanfaat bagi pasien dan

perawat dalam menentukan kapan waktu mengganti set infus

tersebut.

Tindakan memasang infus sebagian besar telah dilakukan sesuai

dengan prosedur tetap Puskesmas Keling I, tetapi terdapat beberapa

langkah yang tidak dilakukan yaitu:

10

Page 11: Laporan MTBS Dan ANC

- Cuci tangan sebelum memasang infus

Menurut bahan dari referensi, dilakukan tindakan cuci tangan

sebelum memasang infus. Walaupun kecil resikonya terdapat

penyebaran patogen dalam pemasangan infus, sebaiknya tetap

dilakukan cuci tangan.

- Mengatur tetesan infus

Hampir semua tindakan memasang infus yang diamati, tidak

dilakukan pengaturan tetesan infus sesuai permintaan dokter.

Padahal jumlah cairan parenteral yang masuk harus sesuai dengan

kebutuhan pasien.

4. Dekontaminasi

Langkah dekontaminasi alat UGD Puskesmas Keling I telah

memenuhi standar referensi dekontaminasi, namun yang perlu

dipertimbangkan adalah tambahan langkah untuk membungkus alat

medis sebelum disterilkan dalam alat sterilisator untuk mengamankan

alat yang telah disterilkan dari kontaminasi kembali.

Dari wawancara, hampir semua petugas UGD mengetahui

tindakan dan langkah-langkah dekontaminasi, tetapi kadang-kadang

tidak dilakukan sesuai dengan prosedur standar puskesmas.

Disebabkan antara lain,

- Terdapat banyak pasien yang membutuhkan penggunaan alat

hecting dsb, sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk

dekontaminasi sesuai prosedur

- Tidak terdapat handscoon tebal untuk membersihkan alat.

- Tidak terdapat tempat khusus untuk merendam alat dalam larutan

Chlorin.

- Tidak terdapat tempat khusus untuk menyimpan alat yang telah

steril.

B. Alternatif Pemecahan Masalah

11

Page 12: Laporan MTBS Dan ANC

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama 8 hari di UGD Puskesmas

Keling I, terdapat beberapa masalah yang memiliki kendala keterbatasan sarana

dan prasarana serta sumber daya manusia yaitu:

1. Kecepatan Pelayanan

Pada pelayanan UGD yang lebih lama biasanya disebabkan tidak

seimbangnya antara jumlah pasien dan jumlah perawat, selain itu dokter

tidak selalu berada di UGD.

2. Prosedur Tindakan

1) Cuci tangan

Dalam pengamatan yang penulis lakukan, sebagian besar petugas

UGD:

Tidak cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan tidak

melaksanakan 7 langkah cuci tangan.

Tempat cuci tangan yang tidak mendukung (menjadi satu dengan

tempat cuci alat).

Handuk untuk mengeringkan tangan dipakai bersama-sama

Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan :

Melakukan sosialisasi pentingnya tindakan cuci tangan sebelum

dan sesudah melakukan kontak dengan pasien.

Membuat satu tempat cuci tangan (wastafel) yang terpisah dan

ergonomis khusus untuk cuci tangan di tempat yang strategis.

Menggunakan cairan cuci tangan anti bakteri yang tanpa membilas

dengan air (misalnya, alkohol 70%).

Mengganti handuk dengan tissue atau handuk kecil sekali pakai.

2) Hecting

- Petugas tidak cuci tangan sebelum menggunakan handscoon

Sosialisasi pentingnya cuci tangan sebelum melakukan tindakan.

- Tidak menggunakan handscoon steril

Melakukan sterilisasi handscoon.

Sosialisasi prosedur manajemen luka yang steril dan pentingnya

sterilitas dalam manajemen luka

12

Page 13: Laporan MTBS Dan ANC

- Tidak menyiapkan semua alat yang diperlukan sekaligus / alat yang

diambil tidak berfungsi optimal sehingga petugas harus bolak balik

mengambil alat di autoklaf.

Tiap set hecting dimasukkan dalam satu wadah, petugas

mengambil satu wadah setiap kali hecting.

Pengecekan secara berkala kelayakan fungsi alat.

- Tidak mengganti handscoon setelah dilakukan tindakan

membersihkan luka (bila luka kotor) dan kemudian melakukan

hecting luka.

Penggantian handscoon dilakukan untuk menghindari kuman

patogen yang didapat dari kontak dengan luka kotor. Bila

handscoon tidak diganti, dapat dilakukan dekontaminasi, misalnya

dengan menyemprotkan alkohol 70% ke handscoon. Tetapi kendala

lain yaitu harus terdapat asisten yang melakukannya.

3) Memasang infus

- Tidak cuci tangan

- Tidak mengatur tetesan infus

Mengingatkan tentang pentingnya mengatur tetesan infus,

berkaitan dengan jumlah cairan parenteral yang masuk ke

intravaskuler.

4) Dekontaminasi alat

Alternatif:

- Menyediakan handscoon tebal untuk membersihkan alat.

- Menambah hecting set

- Menyediakan wadah plastik tertutup untuk chlorin yang dapat

diganti setiap hari sehingga lebih cepat dalam merendam alat.

- Menyediakan tempat atau almari tersediri untuk alat-alat yang

sudah disterilisasi sehingga tidak terkontaminasi oleh alat belum

disteril.

13

Page 14: Laporan MTBS Dan ANC

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

14

Page 15: Laporan MTBS Dan ANC

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan selama 8 hari terhadap pelaksanaan

standar pelayanan di UGD Puskesmas Keling I, kami simpulkan:

1. Waktu pelayanan untuk prosedur rawat inap, dan rawat jalan rata-rata adalah

antara 5 hingga 10 menit. Beberapa kendala yang ditemukan antara lain adalah

karena jumlah pasien yang banyak dan datang bersamaan, dan beberapa faktor

teknis lainnya misalnya berupa dokter jaga tidak ada di tempat saat pasien

datang, atau harus menunggu kamar pada pasien rawat inap karena ruangan

penuh.

2. Waktu pelayanan untuk prosedur UGD yang membutuhkan tindakan rata-rata

adalah 1 menit. Bila waktu tersebut melebihi 1 menit, biasanya dikarenakan

pasien yang datang bersamaan, sehingga pasien harus mengantri untuk

mendapatkan tindakan.

3. Kepatuhan menjalankan prosedur tindakan yang dilakukan di UGD yang

dilakukan oleh petugas UGD :

a. Cuci tangan : rata-rata dari hasil pengamatan yang kami lakukan dari

tindakan cuci tangan adalah petugas tidak tidak cuci tangan sebelum

melakukan tindakan dan tidak menjalankan 7 langkah cuci tangan. Selain itu

petugas mengeringkan tangan setelah cuci tangan dengan handuk yang

dipakai bersama-sama dan jarang diganti.

b. Manajemen luka : sebagian besar petugas tidak cuci tangan sebelum

melakukan tindakan tersebut, tidak meyiapkan alat sebelum tindakan, selain

itu petugas juga tidak mengganti handscoon setelah tindakan debridement

luka, dan tidak menggunakan handscoon yang steril.

c. Memasang infus : hampir sama dengan manajemen luka, sebagian besar

petugas tidak mencuci tangan sebelum tindakan, tidak mengatur tetesan

infus sesuai saran dokter, dan setelah melakukan tindakan tidak mencuci

tangan.

4. Tindakan dekontaminasi : dari wawancara yang kami lakukan dengan petugas

UGD, semua hampir semua petugas UGD mengetahui dan memahami tentang

tindakan dekontaminasi alat, mengetahui langkah dekontaminasi yang sesuai

dengan standar yang telah ditentukan, namun tidak melaksanakan standar

15

Page 16: Laporan MTBS Dan ANC

tersebut karena beberapa hal, antara lain karena keterbatasan alat dan bahan

dalam prosedur dekontaminasi.

B. SARAN

1. Kepala Puskesmas Keling I

Untuk memperbaiki standar prosedur layanan di UGD dengan menggunakan

referensi yang ada sehingga pelayanan di UGD Puskesmas Keling I menjadi

lebih baik. Selain itu, disarankan memperbaiki dan meningkatkan sarana dan

prasarana yang ada di UGD.

2. Kepala UGD

Melakukan sosialisasi standar prosedur pelayanan dan tindakan kepada petugas

UGD sehingga dapat lebih memahami dan mematuhi standar demi peningkatan

pelayanan di UGD.

3. Petugas UGD

Mematuhi standar prosedur yang berlaku dan memberikan saran yang

membangun dalam perbaikan pelayanan UGD.

4. Untuk penelitian berikutnya

Untuk penelitian berikutnya kami sarankan untuk memperlama jangka waktu

pengamatan. Selain itu dapat dilakukan pengisian kuesioner oleh petugas UGD

dan pasien UGD tentang kepuasan pelanggan sehingga dapat menilai apakah

pelayanan petugas UGD sesuai dengan kepuasan pasien UGD. Kemudian dalam

pengamatan untuk lebih akurat dapat digunakan stop watch untuk mengukur

waktu pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prosedur Tetap UGD Puskesmas Keling I tahun 2008.

16

Page 17: Laporan MTBS Dan ANC

2. Kozier. B, dkk. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Imbalance. In Fundamental of

Nursing. 6th Ed; Prentice Hall Inc. New Jersey. 2000: 1301-1363.

3. Kozier. B, dkk. Asepsis. In Fundamental of Nursing. 6th Ed; Prentice Hall Inc.

New Jersey. 2000: 632-671.

4. http://id.wikipedia.org/wiki/ISO_9001 . [on line] 2010. [cited 2010 Aug 1]

5. http://en.wikipedia.org/wiki/ISO_9000 . [on line] 2010. [cited 2010 Aug 1]

6. Cleaning, Disinfection, and Sterilization of Medical Equipment. [on line]. [cited

2010 Aug 1]. Available from :

http://www.ems.org.eg/esic_home/data/giued_part1/Cleaning.pdf

7. Bachsinar, B. Asepsis dan Antisepsis. Dalam Bedah Minor.

Cetakan I; Penerbit Hipokrates. Jakarta. 1992.

17