laporan modul merokok

30
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) DEFINISI Penyakit Paru Obstruksi Kronik [PPOK] adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran udara pada paru yang berlangsung lama. Dalam istilah Inggrisnya dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease [COPD]. Normalnya, saat kita bernapas, udara akan masuk melalui hidung atau mulut, melalui tenggorokan, trakea, bronchus [cabang trachea, mengandung lendir dan cilia yang berfungsi untuk proses pembersihan udara], bronchiolus [cabang bronchus], dan kemudian ke alveoli [kantung-kantung udara di paru]. Setelah itu terjadi pertukaran antara oksigen dan carbon dioksida. Oksigen akan diserap ke dalam pembuluh darah, sedangkan carbon dioksida akan dikeluarkan melalui saluran napas. PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Upload: ruramasruraazrhiany

Post on 23-Nov-2015

102 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

modul merokok laporan

TRANSCRIPT

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)DEFINISIPenyakit Paru Obstruksi Kronik [PPOK] adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran udara pada paru yang berlangsung lama. Dalam istilah Inggrisnya dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease [COPD].Normalnya, saat kita bernapas, udara akan masuk melalui hidung atau mulut, melalui tenggorokan, trakea, bronchus [cabang trachea, mengandung lendir dan cilia yang berfungsi untuk proses pembersihan udara], bronchiolus [cabang bronchus], dan kemudian ke alveoli [kantung-kantung udara di paru]. Setelah itu terjadi pertukaran antara oksigen dan carbon dioksida. Oksigen akan diserap ke dalam pembuluh darah, sedangkan carbon dioksida akan dikeluarkan melalui saluran napas.

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

EmfisemaSuatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut : Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %) Pertambahan penduduk Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an Industrialisasi Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada aktivitas, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT).

Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas.

Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun masyarakat luas dalam upaya pencegahan, diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi.

GEJALA PPOK1. Sesak napas.2. Batuk menahun.3. Batuk berdahak.Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala semakin lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan tidak ada hubungannya dengan alergi.

FAKTOR RISIKO1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan : a. Riwayat merokok -Perokok aktif -Perokok pasif -Bekas perokok b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : -Ringan : 0-200 -Sedang : 200-600 -Berat : >600 2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja 3. Hipereaktivitas bronkus 4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang 5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.

PATOGENESIS DAN PATOLOGIPada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: -Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama -Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah -Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

DIAGNOSIS Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan : A. Gambaran klinis Anamnesis -Keluhan -Riwayat penyakit -Faktor predisposisi Pemeriksaan fisis B. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan rutin Pemeriksaan khusus

A. Gambaran Klinis Anamnesis -Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan -Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja -Riwayat penyakit emfisema pada keluarga -Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi -saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara -Batuk berulang dengan atau tanpa dahak -Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

Pemeriksaan fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi -Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) -Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) -Penggunaan otot bantu napas -Hipertropi otot bantu napas -Pelebaran sela iga -Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai-Penampilan pink puffer atau blue bloater Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi -suara napas vesikuler normal, atau melemah -terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa -ekspirasi memanjang -bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips Breathing.Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

Pursed - lips breathing Sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

B. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan rutin 1. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP - Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan -memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun -kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator -Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian -dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml -Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain Pada emfisema terlihat gambaran : -Hiperinflasi -Hiperlusen -Ruang retrosternal melebar -Diafragma mendatar -Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance) Pada bronkitis kronik : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pemeriksaan khusus (tidak rutin) 1. Faal paru Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, -VR/KPT meningkat -DLCO menurun pada emfisema -Raw meningkat pada bronkitis kronik -Sgaw meningkat -Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner -Sepeda statis (ergocycle) -Jentera (treadmill) -Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktivitas bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan

4. Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

5. Analisis gas darah Terutama untuk menilai : -Gagal napas kronik stabil -Gagal napas akut pada gagal napas kronik 6. Radiologi - CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula-BULA yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos -Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi Menilai fungsi jantung kanan

9. bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

PENATALAKSANAAN A. Penatalaksanaan umum PPOK Tujuan penatalaksanaan : -Mengurangi gejala -Mencegah eksaserbasi berulang -Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru -Meningkatkan kualitas hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : 1. Edukasi 2. Obat - obatan 3. Terapi oksigen 4. Ventilasi mekanik 5. Nutrisi 6. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

1. Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK : 1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan 2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal 3. Mencapai aktivitas optimal 4. Meningkatkan kualitas hidup

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :1. Pengetahuan dasar tentang PPOK 2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya 3. Cara pencegahan perburukan penyakit 4. Menghindari pencetus (berhenti merokok) 5. Penyesuaian aktivitas

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut : 1. Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan 2. Pengunaan obat - obatan -Macam obat dan jenisnya -Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser ) -Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu saja ) -Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya.3. Penggunaan oksigen -Kapan oksigen harus digunakan -Berapa dosisnya -Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen 4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen 5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya Tanda eksaserbasi : -Batuk atau sesak bertambah -Sputum bertambah -Sputum berubah warna 6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi.2. Obat - obatana. Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting). Macam - macam bronkodilator : -Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

-Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

-Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

-Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : -Lini I : amoksisilin makrolid -Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat

Perawatan di Rumah Sakit, dapat dipilih :-Amoksilin dan klavulanat -Sefalosporin generasi II & III injeksi -Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas -Aminoglikose per injeksi -Kuinolon per injeksi -Sefalosporin generasi IV per injeksi

d. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

3. Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen -Mengurangi sesak -Memperbaiki aktivitas -Mengurangi hipertensi pulmonal -Mengurangi vasokonstriksi -Mengurangi hematokrit -Memperbaiki fungsi neuropsikiatri -Meningkatkan kualitas hidup

4. Ventilasi Mekanik Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.

5. Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan : -Penurunan berat badan -Kadar albumin darah -Antropometri -Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi) -Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.

6. Rehabilitasi PPOK Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : -Simptom pernapasan berat -Beberapa kali masuk ruang gawat darurat -Kualitatif hidup yang menurun

KANKER PARUDEFINISIKanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru. Patogenesis kanker paru belum benar-benar dipahami. Sepertinya sel mukosal bronchial mengalami perubahan metaplastik sebagai respon terhadap paparan kronis dari partikel yang terhirup dan melukai paru. Sebagai respon dari luka selular, proses reaksi dan radang akanberevolusi. Sel basal mukosal akanmengalami proliferasi dan terdiferensiasi menjadi sel goblet yang mensekresi mukus. Sepertinya aktivitas metaplastik terjadi akibat pergantianlapisan epitelium kolumnar dengan epitelium skuamus,yang disertai dengan atipia selular danpeningkatan aktivitas mitotik yang berkembang menjadi displasia mukosal. Rentang waktuproses ini belum dapat dipastikan, hanya diperkirakan kurang lebih antara 10 hingga 20 tahun.

ETIOLOGIMeskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:

1.Merokok: Tidak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor. 2.IradiasiInsiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.

3.Kanker paru akibat kerjaTerdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru paru hematite) dan orang orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.4.Polusi udaraMereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.5.Genetik.Terdapat perubahan atau mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni : a.Proton oncogenb.Tumor suppressor genec.Gene encoding enzyme.6.DietDilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.

KLASIFIKASIKlasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru paru (1977) :1.Karsinoma Bronkogenika. Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung kekelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.

b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat). Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ organ distal.

c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar). Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.

d. Karsinoma sel besar. Merupakan sel sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam macam. Sel sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang jauh.

e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.

f. Lain lain. 1)Tumor karsinoid (adenoma bronkus)2)Tumor kelenjar bronchial3)Tumor papilaris dari epitel permukaan4)Tumor campuran dan Karsinosarkoma5)Sarkoma6)Tak terklasifikasi7)Mesotelioma8)Melanoma

TANDA DAN GEJALA1.Gejala awal: Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.2.Gejala umum: a. BatukKemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.b. HemoptisisSputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

PATOFISIOLOGIDari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejalagejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

PEMERIKSAAN PENUNJANG1.Radiologia. Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.b. Bronkhografi: Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.2.Laboratorium.a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.b.Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.c.Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).3.Histopatologi.a. Bronkoskopi: Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).b. Biopsi Trans Torakal (TTB): Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran< 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %.c. Torakoskopi: Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi. d.Mediastinosopi: Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat. e.Torakotomi: Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

4.Pencitraan.a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura. b.MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

PENATALAKSANAAN1.Pembedahan:Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker. a. Toraktomi eksplorasi: Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.b. Pneumonektomi: Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.d. Resesi segmental. Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.e. Resesi baji. Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru paru berbentuk baji (potongan es).f. Dekortikasi. Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris).2.Radiasi: Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.3.Kemoterafi:Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

LAPORANTUTORIAL MODUL MEROKOK

Kelompok 5Ilham amin syaputraKhaerunisa hidaLidyanti tianotakMagfirasari al bahmiMaulidina umarMusfirah hattaNurul huwrun iynNadya tenriany najibNaufal hilmy

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR