laporan kunjugan dokter keluarga 1

26
Gangguan Tumbuh Kembang Balita Pasca Infeksi Tuberculosis Paru Pada Keluarga Menengah Ke bawah Pelayanan Kedokteran Keluarga Chaerunnisa 1 , Reza 1 , Andriany 1 , Helena 1 , Amanda 1 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UPN “Veteran” Jakarta Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan bahwa dengan pelayanan kedokteran keluarga yang holistik, komprehensif, bekesinambungan, terpadu dan paripurna dapat mencari suatu penyebab dari penyakit yang terjadi di dalam keluarga dan mampu mengatasinya. Pasien adalah seorang balita yang tinggal di sebuah keluarga extended dimana adanya ayah, ibu, saudara kandung, dan seorang nenek. Masalah dalam keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan anggota keluarga terhadap kebersihan lingkungan rumah sehingga rantai penularan penyakit infeksi menular tidak mampu dihentikan dengan baik. Masalah pasien gngguan perkembangan akibat riwayat gizi buruk dan infeksi tuberculosis paru. Penatalaksanaan klinis yang dilakukan bersifat asimptomatik. Pada pelaku rawat (ibu) dilakukan edukasi mengenai kebersihan rumah, asupan gizi yang baik untuk anaknya, serta pencegahan penyakit menular. Keberhasilan tindakan dinilai dari data klinis dan indeks koping keluarga. Hasil studi menunjukkan perkembangan penyakit disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan dan minimnya tindakan anggota keluarga mengenai kebersihan rumah sehingga menyebabkan mudahnya agen infeksi bersaran yang dapat menimbulkan

Upload: nabila-zahra

Post on 25-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Gangguan Tumbuh Kembang Balita Pasca Infeksi Tuberculosis Paru Pada Keluarga Menengah Ke bawahPelayanan Kedokteran KeluargaChaerunnisa1, Reza1, Andriany1, Helena1, Amanda11 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UPN Veteran JakartaAbstrak: Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan bahwa dengan pelayanan kedokteran keluarga yang holistik, komprehensif, bekesinambungan, terpadu dan paripurna dapat mencari suatu penyebab dari penyakit yang terjadi di dalam keluarga dan mampu mengatasinya. Pasien adalah seorang balita yang tinggal di sebuah keluarga extended dimana adanya ayah, ibu, saudara kandung, dan seorang nenek. Masalah dalam keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan anggota keluarga terhadap kebersihan lingkungan rumah sehingga rantai penularan penyakit infeksi menular tidak mampu dihentikan dengan baik. Masalah pasien gngguan perkembangan akibat riwayat gizi buruk dan infeksi tuberculosis paru. Penatalaksanaan klinis yang dilakukan bersifat asimptomatik. Pada pelaku rawat (ibu) dilakukan edukasi mengenai kebersihan rumah, asupan gizi yang baik untuk anaknya, serta pencegahan penyakit menular. Keberhasilan tindakan dinilai dari data klinis dan indeks koping keluarga. Hasil studi menunjukkan perkembangan penyakit disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan dan minimnya tindakan anggota keluarga mengenai kebersihan rumah sehingga menyebabkan mudahnya agen infeksi bersaran yang dapat menimbulkan penyakit dan faktor biologis dimana pasien memiliki riwayat kelahiran kurang bulan sehingga dapat mengakibatkan faktor pemicu terjadinya gangguan tumbuh kembang. Penerapan pelayanan kedokteran keluarga secara holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna yang memandang pasien sebagai bagian dari keluarga,dan lingkungannya, telah dijalankan dan berhasil memperbaiki keadaan pasien, sehingga keluarga mulai mencoba mengatasi masalah terkait kebersihan rumah dan pemberian asupan gizi yang lebih baik. Pada akhir studi, berat badan anak bertambah dan kebersihan rumah sudah mulai terjadi peningkatan. Masalah gangguan tumbuh kembang terkait masalah gizi dan faktor keluarga masih perlu ditingkatkan melalui pembinaan.

Kata kunci: gangguan tumbuh kembang, keluarga extended, pelayanan kedokteran keluargaPendahuluan

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karea itu pendekatan penanggulanhnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

Masalah gizi meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi pangan dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti keadaan krisis, masalah gizi muncul akibat ketahanan pangan ditingkat rumah tangga. Dalam konteks ini, masalah gizi tidak lagi semata mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja.

Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA), dan masalah obesitas terutama di kota kota besar (Supariasa dkk, 2002).

Kelompok anak sekolah (7-13 tahun) merupakan kelompok rentan gizi. Pada umumnya, kelompok ini berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat yang memerlukan zat zat gizi dalam jumlah relatif besar (Sediaoetama, 2004).

Anak sebagai aset SDM dan generasi penerus perlu diperhatikan kehidupannya. Banyak aspek yang berpengaruh terhadap status gizi antara lain aspek pola pangan, sosial budaya, dan pengaruh konsumsi pangan (Suhardjo, 2003).

Perhatian terhadap anak seharusnya semakin ditingkatkan, terutama dalam hal yang berkaitan dengan masalah gizi. Perhatian terhadap kelompok ini perlu, karena kenyataan golongan ini merupakan sumber daya manusia yang sangat potensial yang perlu diberikan perhatian, pembinaan, dan pengawasan yang sedini mungkin agar menghasilkan kualitas yang baik. Pertumbuhan anak yang baik dalam lingkungan yang sehat penting untuk menciptakan generasi penerus yang berkualitas dan berpotensi (Santoso, 1999).

Di provinsi Jawa Barat khususnya kota Depok angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang juga masih tinggi. Sekitar 227 balita di Kota Depok diidentifikasi menderita gizi buruk. Menurut Dinas Kesehatan Kota Depok (2010), balita itu tersebar di enam kecamatan Pancoran Mas, Beji. Sukmajaya, Cimanggis, Sawangan, dan Limo. Jumlah terbesar terdapat di Kecamatan Cimanggis, yaitu 77 balita. Berikutnya, Sawangan dengan 47 penderita dan Pancoran Mas dengan 50 penderita.

Usia balita merupakan usia dimana pertumbuhan dan perkembangan seorang balita sedang tumbuh, maka sangat dibutuhkan penanganan yang tepat salah satunya melalui pendekatan dokter keluarga.

Ilustrasi Kasus

Seorang anak perempuan, An. N, 3 tahun 3 bulan dilaporkan mengalami gizi kurang. Pasien merupakan anak kedua dari Tn. F dan Ny. R. Ayahnya bekerja sebagai pegawai swasta di daerah Bogor dan ibu hanya sebagai ibu rumah tangga yang mengatur kebutuhan keluarganya setiap hari. Saat ini berat badan pasien 13,1 kg dengan tinggi badan 89,2 cm. An. N lahir pada usia kandungan 8 bulan 2 minggu secara persalinan normal dengan BBL 2,5 kg dan PBL 48 cm. Ny. R juga rutin melakukan ANC selama kehamilan.

Pada saat kami datang, didapatkan dari anamnesa bahwa An. N sulit makan terutama sayur, saat udara dingin An. N merasa sesak napas. Nafsu makan pasien juga menurun karena mempunyai riwayat penyakit dahulu yang menyebabkan pasien sulit makan sehingga tidak ada peningkatan berat badan. Keluhan lain yang dikatakan yaitu pasien sedang mengalami batuk dan pilek.

An. N telah mendapatkan imunisasi yang lengkap di Puskesmas Sukmajaya. Pada usia 2 tahun 6 bulan pasien baru dapat berjalan, berbicara juga belum lancar, belum berani untuk berlari dengan anak sebayanya dan masih suka menyusu dari botol. Pasien juga mengalami karies gigi akibat masih suka mengempeng dari botol dot. Rambut pasien juga merah dan tipis yang dimungkinkan karena gizi kurang yang dialami. An. N mendapatkan ASI eksklusif lalu dilanjutkan dengan pemberian susu formula hingga sekarang. Hingga saat ini pasien masih sering mengompol.

Pasien mempunyai riwayat penyakit yaitu TB Paru dan diberikan obat selama 9 bulan. Setelah selesai pemberian obat, pasien sekarang dinyatakan sembuh setelah dilakukan serangkai pemeriksaan. Pasien juga pernah dirawat di Puskesmas Sukmajaya selama 27 hari akibat gizi kurang yang dialami.

Selain pasien, ada Ny. M yang pernah menderita TB Paru yang sekarang sudah dinyatakan sembuh dan sekarang Ny. M menderita gagal jantung. Ny. M hingga sekarang rutin sebulan sekali untuk medical check-up dan patuh dalam mengkonsumsi obat yang diberikan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien kompos mentis, tampak kurus dengan berat badan 13,1 kg dan tinggi badan 89,2 cm dan tidak didapatkan tanda- tanda kegawatan.

Penilaian Struktur dan Komposisi Keluarga

Keluarga adalah keluarga extended yang berjumlah 5 orang, terdiri dari Tn. F yang berusia 41 tahun sebagai kepala keluarga, Ny. R 37 tahun adalah istri dari Tn. F sebagai ibu rumah tangga yang memiliki 2 orang anak, yaitu An. A berusia 7 tahun dan An. N berusia 39 bulan dan terdapat seorang nenek (Ny. M) yang berusia 69 tahun yaitu ibu dari Ny. R.

An. Ny adalah anak kedua dari Tn. F dan Ny. R. memiliki riwayat penyakit Tuberculosis Paru saat masih berusia 12 bulan dan sudah menjalani pengobatan dengan tuntas selama 9 bulan. Setelah sembuh dari penyakitnya An. N memiliki keluhan berat badan yang sulit bertambah disertai pertumbuhan dan perkembangan yang lambat, kemudian pasien didiagnosis oleh dokter puskesmas mengalami gizi kurang sehingga An. N harus diberi perawatan selama 27 hari di puskesmas.

Keluarga Tn.F merupakan keluarga dari kalangan menengah kebawah, mereka tinggal di rumah mendiang ayah Ny. R yaitu suami dari Ny. M. Lingkungan rumah tempat tinggal mereka cukup padat dan sangat minim ventilasi sehingga sirkulasi udara dan pencahayaan matahari sangat kurang, keadaan sepert ini dapat menjadi pemicu timbulnya masalah kesehatan.

Identifikasi Masalah Keluarga

1. Masalah dalam fungsi biologis: pasien memiliki status gizi yang buruk. Berat badan pasien sulit sekali naik. Kondisi ini menyebabkan pasien mudah jatuh sakit karena fungsi kekebalannya yang terganggu, seperti yang baru saja An. N. alami yaitu menderita penyakit tuberkulosis paru.

2. Masalah dalam fungsi psikologis: pasien adalah anak terakhir yang sangat bergantung pada ibunya mengingat usianya yang masih balita. Aktivitas sehari-hari si ibu lebih banyak disibukkan dalam mengurus anaknya. Pasien bergantung kepada ibunya dan tidak mau diurus selain oleh ibunya.

3. Masalah dalam fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan: Dalam keluarga ini terdapat ketergantungan finansial pada kepala keluarga yang penghasilannya cukup atau dapat dibilang hanya pas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kepala keluarga bekerja sebagai karyawan swasta, tetapi sampai saat ini pekerjaannya belum menetap atau masih sering berpindah tempat kerja.

4. Masalah perilaku kesehatan: Usaha dalam mengatasi masalah gizi buruk yang dihadapi anaknya tersebut belum maksimal karena masih kurangnya kesadaran keluarga akan pentingnya pemeliharaan kesehatan selain juga karena terbentur masalah ekonomi. Pola makan keluarga sudah teratur, makan tiga kali sehari. Dalam merawat pasien, pelaku rawat kurang memperhatikan masalah higiene. Hal ini terlihat dari tampilan individual pasien yang kurang bersih dan kurang terawat.

5. Masalah lingkungan: Lingkungan rumah kurang mendukung (kebersihan lingkungan rumah kurang), serta keadaan rumah cukup sempit sehingga mudah menjangkitkan penyakitpenyakit infeksi, yang dapat mempengaruhi status gizi anak.

6. Kondisi lingkungan ditinjau dari kondisi rumah. Keluarga menumpang di rumah orangtuanya yang berada di daerah padat di kawasan perumnas. Karakteristik rumah yang dihuni adalah luas rumah 9 x 6 m, jumlah orang dalam satu rumah adalah 5 orang, memiliki halaman rumah, tidak bertingkat, lantai rumah dari keramik, dinding rumah dari tembok. Penerangan rumah pada siang hari hanya dari jendela di sisi depan rumah, sedangkan pada malam hari menggunakan lampu listrik. Ventilasi rumah memanfaatkan pintu dan jendela rumah depan, kondisi dalam rumah lembap, dan tidak ada bantuan ventilasi di dalam rumah. Kebersihan di dalam rumah masih kurang. Tata letak barang dalam rumah kurang tertata rapi, banyak barang bertumpuk di beberapa sudut rumah. Sumber air rumah: air minum, air cuci dan masak berasal dari PAM, jarak sumber air dari septic tank 8 m. Kamar mandi keluarga tersedia di dalam rumah berjumlah 1 buah dengan jamban jongkok 1 buah. Limbah dan sampah dialirkan ke got, dan sampah dibuang ke tempat sampah di luar rumah. Kesan kebersihan lingkungan pemukiman kurang.

Diagnosis Holistik A. Aspek Personal

1. Kekhawatiran: ibu pasien memiliki kekhawatiran yaitu An. N berat badannya tidak sesuai dengan usianya dan terlambat dalam tumbuh-kembangnya (baru dapat berjalan pada usia 30 bulan dan sampai saat ini belum lancar berbicara).2. Harapan: ibu pasien berharap berharap An. N berat badannya naik dan lancar berbicara serta berjalan.B. Aspek Klinis

Pasien memiliki masalah keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan yaitu terlambat berjalan dan berbicara. Masalah tersebut terjadi pasca pasien menderita TB Paru pada usia 12 bulan, lalu mendapat pengobatan selama 9 bulan hingga tuntas dari puskesmas. Kemudian pasien menderita gizi buruk pasca dinyatakan sembuh dari TB Paru dan dirawat di unit gizi puskesmas setempat selama 27 hari.

C. Aspek Individual

Pasien adalah seorang anak perempuan berusia 39 bulan yang memiliki masalah kurang nafsu makan terutama sayur-mayur, makan dengan cara diemut dan masih minum susu dari botol sehingga timbul karies gigi.

D. Aspek Psikososial

Keluarga pasien, terutama ibu pasien sadar betul akan pentingnya kesehatan An. N. ibu pasien awalnya menyadarai bahwa berat badan pasien tidak sesuai dengan usianya. Kemudian ibu pasien berinisiatif memeriksakan pasien ke puskesmas. Selain itu, ayah dan nenek pasien ikut serta dalam membantu perbaikan gizi pasien pada saat pasien dirawat di unit gizi puskesmas.keluarga pasien tergolong dalam keluarga yang berpenghasilan cukup, dimana ayah pasien adalah seirang karyawan swasta. Namun kondisi lingkungan rumah dan tempat tinggal kurang menunjang untuk meningkatkan status kesehatan pasien.

E. Aspek FungsionalDerajat 5, pasien Tergantung pada pelaku rawat.

Diagnosis Keluarga

Keluarga inti dengan pasangan kepala keluarga yang mempunyai pekerjaan dengan penghasilan cukup. Beban keluarga ditanggung oleh kepala keluarga. Pemenuhan kebutuhan untuk anak dapat terpenuhi dengan baik seperti masalah gizi. Terjadinya gangguan tumbuh kembang pada An. N adalah karena pada usia 12 bulan pasien didiagnosis TB Paru, kemudian mengalami kurang gizi. Pengetahuan orang tua tentang gizi cukup baik, melalui kesadaran orang tua ketika melihat berat badan anaknya tidak sesuai dengan anak seusianya dan kemudian membawa anknya berobat ke poliklinik gizi di puskesmas. Orangtua berharap anaknya tidak mudah sakit dan berat badannya bisa naik, karena mereka khawatir akan pertumbuhan anaknya menjadi terhambat.

Tujuan Umum Penyelesaian Masalah Pasien dan Keluarga

Terselesaikannya masalah pasien dan terwujudnya keluarga yang sadar gizi serta menerapkan perilaku sadar gizi tersebut secara terus-menerus, agar proses tumbuh kembang anak tidak terganggu. Indikator Keberhasilan

Pasien terus mendapat nutrisi/asupan gizi yang seimbang, status gizi dan tumbuh kembang terus dipantau dengan rutin melakukan pemeriksaan status gizi di puskesmas sehingga terjadi peningkatan status gizi pada anak. Pasien diberikan stimulasi yang baik untuk perkembangannya yang sesuai usianya, dari ibu dan ayahnya serta dengan mengikutkan ankanya pada PAUD.

Orang tua, khususnya ibu pasien yang bertindak sebagai pelaku rawat memahami prinsip gizi seimbang yang sesuai usia dan kebutuhan pasien sesuai dengan anjuran yang diberikan dari puskesmas. Pelaku rawat juga mampu menerapkan pemberian nutrisi sehingga mampu mensiasati pemberian makan pada anak agar tercapainya gizi seimbang pada pasien. Hal ini diharapkan adanya perbaikan status gizi pada anak.

Setiap anggota keluarga memahami pentingnya peranan keluarga dalam memperbaiki status gizi anak. Sehingga ibu dan ayah anak turut membantu perawatan anak dan ikut serta dalam proses tumbuh kembang anak.Tindak Lanjut Terhadap Pasien dan Keluarga

Untuk menindaklanjuti permasalahan klinis dan keluarga maka dilakukan rencana penatalaksanaan pasien dan keluarga. Masalah klinis pasien direncanakan dengan tatalaksana non farmakologis dengan pembinaan terhadap keluarga. Keluhan pasien yaitu berat badan pasien yang sulit naik memerlukan pembinaan keluarga. Oleh karena itu, tindak lanjut yang dilakukan kepada pasien yaitu memberikan makanan yang dapat memperbaiki kekurangan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Pembinaan keluarga misalnya dengan menyarankan pelaku rawat untuk datang pada waktu posyandu dan puskesmas setiap bulan mengadakan kegiatan pemberian makanan (biskuit) dalam rangka mengatasi gizi buruk.Pelaku rawat (ibu pasien) diberikan edukasi mengenai pemilihan makanan yang baik untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal bagi putrinya. Pendidikan gizi merupakan salah satu unsur yang terkait dalam meningkatkan status gizi jangka panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan-pesan gizi yang praktis akan membentuk suatu keseimbangan antara gaya hidup dengan pola konsumsi. Agar anak dapat mencapai pertumbuhan yang optimal diperlukan gizi yang cukup, yaitu jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal. Ibu pasien diberikan edukasi dalam menyediakan makanan yang mengandung zat gizi seimbang sehingga terhindar dari risiko penyakit yang mengancam yaitu penyakit infeksi, yang pada kasus ini diberikan perhatian yang lebih pada tuberkulosis paru yang pernah diderita pasien agar tidak kambuh kembali mengingat karena pasien memiliki status gizi yang buruk. Masalah kondisi fisik pasien yang mudah terkena infeksi ditindaklanjuti dengan mengobatinya. Risiko penyakit yang mudah menginfeksi pasien adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), diare, tuberkulosis, cacingan, dan lain-lain

Masalah psikososial pasien yaitu hanya ingin bersama ibunya setiap saat. Oleh karena itu, ibunya sebagai pelaku rawat mengenalkan pasien pada lingkungan sosial, misalnya dengan mengenalkan kepada balita-balita seusianya atau mengajak pasien untuk beraktivitas di luar rumah. Selain itu, pelaku rawat perlu memberikan stimulasi agar perkembangan pasien membaik.

Alur Penatalaksanaan Pasien

Tindakan Terhadap Keluarga

Tindakan Terhadap KeluargaPenatalaksanaan pasien ini memerlukan partisipasi seluruh anggota keluarga dalam mengatasi masalah yang dihadapinya sehingga dapat memperbaiki status gizi keluarga umumnya dan status gizi balita pada khususnya. Tindakan awal pada keluarga adalah menjelaskan masalah yang dihadapi keluarga pasien. Masalah pada keluarga ini adalah kurangnya pengetahuan keluarga mengenai status gizi balita, perekonomian keluarga (pendapatan yang pas-pasan), dan kurangnya kebersihan lingkungan.Pelaku rawat (ibu pasien) diberikan edukasi mengenai pentingnya status gizi yang yang sesuai dengan usia dan kebutuhan pasien. Status gizi ini sangat penting sebagai indikator kesehatan dan kesejahteraan. Agar pertumbuhan anak optimal diperlukan gizi yang sesuai dengan usia balita, yaitu makanan yang mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal. Ibu pasien diajari dalam menyediakan makanan yang mengandung zat gizi seimbang.

Pelaku rawat diajarkan mengenai perawatan anak. Dalam hal ini yang paling penting adalah masalah kebersihan. Ibu pasien diedukasi mengenai kebersihan dalam hal penyediaan makanan, kebersihan tubuh anak, dan kebersihan rumah. Penyediaan makanan yang memperhatikan kehigienisan akan mencegah anak terjangkit penyakit infeksi. Begitu juga kebersihan tubuh anak akan mencegah anak dari penyakit infeksi kulit. Masalah aspek lingkungan diatasi dengan selalu menjaga kebersihan rumah, dimulai dari merapikan barang-barang sampai membersihkannya dari debu.

Untuk masalah ekonomi dalam keluarga, disarankan untuk mengoptimalkan kemampuan anggota keluarga dan kondisi yang ada. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan keluarga sekaligus menghilangkan ketergantungan finansial kepada kepala keluarga. Upaya yang disarankan salah satunya yaitu ibu semakin giat dalam berjualan perabotan rumah tangga seperti yang selama ini telah dilakukannya.

Perkembangan anak sangat diperlukan untuk mengurangi ketergantungan anak terhadap ibunya sehingga fungsi psikologis anak dapat menjadi optimal. Pelaku rawat (ibu pasien) dan anggota keluarga lain dianjurkan untuk tetap melakukan stimulasi perkembangan anak, misalnya dengan permainanpermainan yang edukatif serta mengenalkan kosa kata atau abjad dengan cara bernyanyi dan dengan gerakan-gerakan.

Dilakukan penilaian terhadap penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi yang dapat dilihat pada Tabel Penilaian Kemampuan Mengatasi Masalah (Koping Keluarga). Penilaian kemampuan mengatasi masalah secara keseluruhan dan kemampuan adaptasi dengan skala:

5 :dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya

4 :penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluarga dengan sedikit petunjuk dari orang lain / dokter / pelayanan kesehatan

3 :ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian besar masih dilakukan provider.

2 :partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu, tidak ada sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh orang lain/dokter/pelayanan kesehatan

1 :tidak ada partisipasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun sarana tersedia

99 :tidak dapat dinilai.Tabel 1 Penilaian Kemampuan Mengatasi Masalah (Koping Keluarga)

NoMasalahRencana IntervensiHasilNilai Koping

AwalAkhir

1Gizi buruk dan daya tahan tubuh kurangRutin datang pada kegiatan Pemberian makanan tambahan.

Pemberian supplemen vitamin.Pada saat kunjungan pasien tidak sedang sakit.23

2Pengetahuan pelaku rawat akan status gizi kurang, pengetahuan akan kondisi anaknya kurang. Pengetahuan pola asuh anak kurang, ibu masih menyusui anaknya.Edukasi mengenai gizi yang sesuai dengan usia dan kebutuhan anak. Dengan memberikan catatan pada ibu pasien tentang daftar makanan dan cara pemberiannya pada balita.

Edukasi mengenai ASI.Ibu pasien mulai menyediakan makanan yang beraneka ragam sesuai dengan kandungan gizi yang seimbang.

Ibu sudah mulai menyapih anaknya.3

24

3

3Kebersihan diri: pelaku rawat kurang memperhatikan kebersihan diri pasien,.Edukasi mengenai kebersihan diri.Memandikan anaknya 2 x sehari.

Mengajari anaknya untuk cuci tangan sebelum makan.3

3

5

5

5Kebersihan rumah kurang terjaga, barang-barang tidak tertata rapiEdukasi mengenai kebersihan lingkungan.Barang-barang di rumah sudah tertata rapi.

Ibu rutin menyapu rumahnya.32

5

4

8Pasien sangat ketergantungan pada ibunyaMeminta ayahnya turut berperan dalam mengasuh anaknya.Anaknya sudah mulai bermain dengan teman teman di sekitarnya23

Total koping20/8 =

2,532/8 =

4,0

Kesan dari kemampuan penyelesaian masalah awal dalam keluarga adalah 2 yaitu keluarga cukup mampu menyelesaikan sedikit masalahnya dan masih memerlukan petunjuk penyelesaian masalah dari orang lain/dokter/provider kesehatan. Pada akhir studi dilakukan penilaian kembali kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya. Nilai akhir koping keluarga yang didapat adalah 4, dimana keluarga mampu menyelesaikan masalahnya namun tidak sepenuhnya dan masih tergantung arahan dan upaya dari provider petugas pelayan kesehatan.

Hasil Pembinaan

1. Kelompok kami telah melakukan edukasi ke orang tua pasien mengenai gizi seimbang untuk memperbaiki gizi kurang yang dialami pasien. Edukasi yang kami berikan seperti memberikan pengetahuan mengenai gizi seimbang dan makanan yang sehat serta memberikan edukasi ke orang tua agar mengatur pola makan anak.

2. Orang tua pasien menerapkan edukasi yang kami berikan agar pasien mendapatkan gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan anak.

3. Orang tua pasien juga memberikan tambahan gizi yaitu dengan memberikan susu setiap harinya.

4. Keluarga pasien juga telah melakukan edukasi yang diberikan yaitu untuk menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumahnya.

Hasil pemberian edukasi yang kamu berikan pada keluarga ini menunjukkan adanya peningkatan indeks koping/penguasaan masalah. Pelayanan dokter keluarga yang kami jalankan telah berjalan dengan baik dengan adanya kerja sama dari keluarga pasien.Pembahasan

Dalam penanganan kasus ini dilakukan pendekatan kedokteran keluarga untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna, dengan memandang pasien sebagai bagian dari dirinya sendiri.

Pasien An. NAP didiagnosis menderita gizi buruk akibat TB paru. Berdasarkan anamnesa berat badan sulit naik dan mudah sakit. Namun pasien patuh dalam masa pengobatan TB paru dan sampai sekarang kondisi status gizi dari pasien sudah mencapai normal. BB pasien 13,1 kg dan tinggi badan 89,2 cm.

Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi buruk. Timbulnya gizi buruk tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit. Pada pasien, terjadinya gizi buruk oleh karena asupan makanan yang tidak sesuai dengan gizi seimbang. Ini terlihat masih diberikannya ASI pada pasien yang berusia 38 bulan pasien menjadi malas makan selain karena sudah kenyang dari ASI. BBLR juga salah satu faktor resiko penyebab gizi buruk (William's, 2007).

Menurut UNICEF (2009), ada beberapa faktor penyebab tidak langsung terjadinya gizi buruk. Tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi buruk yaitu: ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai, dan pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Pola pengasuhan anak sudah cukup memadai. Namun, untuk pola rawat masih kurang karena orang tua pasien masih belum mengerti bagaimana cara menjaga higiene di dalam rumah. Ini dibuktikan pada saat pasien buang air kecil di lantai, orang tua pasien tidak membersihkan bekas buang air kecil tersebut dan hanya dibiarkan yang membuat bau tidak sedap di dalam rumahnya. Selain itu orang tua pasien (pelaku rawat) tidak pernah membuka jendela dimana salah satu faktor resiko terkena penyakit TB. Pelaku rawat memiliki pendidikan terakhir SMEA dan kepala keluarga Sarjana. Dari tingkat pendidikan sebenarnya pengetahuan mereka cukup.

Kesehatan lingkungan kurang memadai. Faktor lingkungan berperan penting dalam perbaikan pasien dengan status gizi buruk. Lingkungan yang padat sulit dimodifikasi. Kondisi rumah yang perlu diperhatikan adalah kecukupan ventilasi, kebersihan di dalam rumah, dan sumber air bersih. Lingkungan padat berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi dengan mudah (Conant & Fadem, 2008). Ventilasi rumah kurang memadai, hal ini berdampak buruk bagi kesehatan antara lain: berkurangnya kadar oksigen, adanya bau pengap, suhu udara ruangan menjadi naik, dan kelembapan udara menjadi bertambah. Kecepatan aliran udara penting untuk mempercepat pembersihan udara ruangan. Kecepatan udara dikatakan sedang jika gerak udara 5-20 cm per detik atau volume pertukaran udara bersih antara 25-30 cfm (cubic feet per minute) untuk setiap orang yang berada di dalam ruangan (Kepmenkes RI, 1999).

Berdasarkan Direktorat Higiene dan Sanitasi Depkes (1993), kepadatan penghuni pada keluarga ini sudah memenuhi standar. Luas rumah adalah 90 m2.

Saran

Saran bagi kesinambungan pelayanan adalah untuk pembina berikutnya, meliputi :

1. Sumber Daya Manusia :

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, pembinaan kesehatan memerlukan kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan masyarakat sekitar.

2. Mental psikologikal :

Untuk melakukan pembinaan terhadap suatu keluarga perlu pendekatan tertentu yang sangat membutuhkan keuletan dalam menjalankan pembinaan.

3. Komunikasi :

Kemampuan berkomunikasi merupakan hal utama yang perlu dimiliki oleh staf pelayan kesehatan yang bertugas sebagai pembina. Komunikasi yang baik diperlukan dalam memperantarai keluarga yang akan dibina agar keluarga lebih terbuka terhadap permasalahannya dan mengerti tentang apa yang disampaikan oleh pembina sehingga program pembinaan keluarga ini dapat terlaksana.

4. Manajemen klinis :

Untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam keluarga diperlukan adanya kerjasama antara provider kesehatan dan seluruh anggota keluarga.

5. Evaluasi masalah

Menindaklanjuti tindakan yang belum terlaksana yaitu:

a. Apakah pelaku rawat sudah dapat menapih anaknya secara total?

b. Apakah pasien memiliki daya tahan tubuh yang baik dengan peningkatan berat badannya?

c. Apakah ibu sudah mampu menambah pendapatan keluarga untuk kehidupan ekonomi keluarga yang lebih baik?

Penutup

Masalah gizi kurang yang dialami pasien dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti, asupan makanan yang kurang, adanya penyakit yang pernah diderita atau yang menyertai dan penyebab tidak langsung lainnya. Selain itu, sanitasi dan higiene lingkungan yang buruk, pelayanan kesehatan, faktor ekonomi dan pendidikan juga ikut berperan dalam terjadinya masalah gizi. Oleh sebab itu, pendekatan keluarga dengan cara kedokteran keluarga sangat penting dan diperlukan dalam penanganan masalah gizi di masyarakat.

Ny. R

Tn.F

69 thn

37 thn

41 thn

39 bln

Keterangan:

Perempuan

Laki-laki

Meninggal

Pasien

Tinggal satu rumah

Ny.M

An.N

An. A

Ny. M

Tn. F

An. N

Ny. R

An. A

9 Desember 2013 mendapat pasien balita usia 3 tahun, 3bulan menderita gizi buruk

Gizi Buruk

An. N:

BB: 12,6 kg ,TB 85 cm

Pemenuhan kebutuhan zat gizi seimbang

Kemiskinan

Kurang Pendidikan

Kurang keterampilan

Asupan Makanan kurang

Persediaan pangan di rumah

Perawatan anak

Pelayanan kesehatan

Penyakit infeksi

Edukasi pada ibu pasien mengenai pemberian asupan gizi anak

Edukasi mengenai pola asuh anak (higienis)

Mencari pendapatan tambahan

Gambar: Bagan alur penatalaksanaan pasien