laporan kologi antikonvulsi

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Prinsip percobaan 1. zat konvulsi yang di suntikan secara i.p kepada mencit dapat menginduksi adanya konvulsi 2. obat antikonvulsan digunakan untuk melawan kritis konvulsi yang timbul pada hewan tersebut dan dapat menghambat kematian yang di timbulkan 1.2. Tujuan percobaan 1. diharapkan mahasiswa dapat memahami akibat yang ditimbulkan karena srimulasi yang berlebihan pada sistem saraf 2. mahasiswa dapat memahami kerja obat antikolvulsai dan dapat memahami cara mengatasi konvulsi

Upload: riva-noviani

Post on 14-Feb-2015

134 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan kologi antikonvulsi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Prinsip percobaan

1. zat konvulsi yang di suntikan secara i.p kepada mencit dapat

menginduksi adanya konvulsi

2. obat antikonvulsan digunakan untuk melawan kritis konvulsi yang

timbul pada hewan tersebut dan dapat menghambat kematian

yang di timbulkan

1.2. Tujuan percobaan

1. diharapkan mahasiswa dapat memahami akibat yang ditimbulkan

karena srimulasi yang berlebihan pada sistem saraf

2. mahasiswa dapat memahami kerja obat antikolvulsai dan dapat

memahami cara mengatasi konvulsi

Page 2: laporan kologi antikonvulsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejang

Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.

Secara pasti, apa yang terjadi selama kejang tergantung kepada bagian otak

yang memiliki muatan listrik abnormal. Jika hanya melibatkan daerah yang

sempit, maka penderita hanya merasakan bau atau rasa yang aneh. Jika

melibatkan daerah yang luas, maka akan terjadi sentakan dan kejang otot di

seluruh tubuh. Penderita juga bisa merasakan perubahan kesadaran,

kehilangan kesadaran, kehilangan pengendalian otot atau kandung kemih dan

menjadi linglung. (Medicastore, 2008)

Konvulsi adalah gerak otot klonik atau tonik yang involuntar. Konvulsi

dapat timbul karena anoksia serebri, intoksikasi sereberi hysteria, atau

berbagai manifestasi epilepsi. Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak

dengan berbagai etiologi namun dengan gejala tunggal yang khas, yaitu

serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron kortikal

secara berlebihan. (Mardjono, 1988)

Kejang yang timbul sekali, belum boleh dianggap sebagai epilepsi.

Timbulnya parestesia yang mendadak, belum boleh dianggap sebagai

manifetasi epileptic. Tetapi suatu manifestasi motorik dan sensorik ataupun

sensomotorik ataupun yang timbulnya secara tiba-tiba dan berkala adalah

epilepsi. (Mardjono, 1988)

Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan

letupan listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu focus

dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan

neuron epileptic yang sensitif terhadap rangsang disebut neuron epileptic.

Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi. (Utama dan Gan,

2007)

Page 3: laporan kologi antikonvulsi

Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. Bangkitan umum primer (epilepsi umum)

Bangkitan tonik-konik (epilepsi grand mall)

Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)

Bangkitan lena yang tidak khas (atypical absences, bangkitan tonik,

bangkitan klonik, bangkitan infantile

2. Bangkitan pasrsial atau fokal atau lokal (epilepsy parsial atau fokal)

Bangkitan parsial sederhana

bangkitan parsial kompleks

Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum

3. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)

(Utama dan Gan, 2007)

Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adaalah karena

adanya cetusan listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan

melampaui ambang inhibisi neuron disekitarnya., kemudian menyebar melalui

hubungan sinaps kortiko-kortikal. Kemudian, cetusan korteks tersebut

menyebar ke korteks kontralateral melalui jalur hemisfer dan jalur nukleus

subkorteks. Timbul gejala klinis, tergantung bagian otak yang tereksitasi.

Aktivitas subkorteks akan diteruskan kembali ke focus korteks asalnya

sehingga akan meningkatkan aktivitas eksitasi dan terjadi penyebaran cetusan

listrik ke neuron-neuron spinal melalui jalur kortikospinal dan retikulospinal

sehingga menyebabkan kejang tonik-klonik umum. Setelah itu terjadi

diensefalon. (Utama dan Gan, 2007)

Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi eua

fase, yakni fase inisiasi dan fase propagasi. Fase inisiasi terdiri atas letupan

potensial aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan

Na+ serta hiperpolarisasi/hipersinkronisasi yang dimediasi oleh reseptor

GABA atau ion K+. Fase propagasi terjadi peningkatan K+ intrasel (yang

mendepolarisasi neuron di sekitarnya), akumulasi Ca++ pada ujung akhir pre

Page 4: laporan kologi antikonvulsi

sinaps (meningkatkan pelepasan neurotransmitter), serta menginduksi reseptor

eksitasi NMDA dan meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak terjadi inhibisi

oleh neuron-neuron di sekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan dengan

penyebaran dari korteks hingga spinal, sehingga dapat menyebabkan epilepsy

umum/epilepsy sekunder. (Utama dan Gan, 2007)

B. Striknin

Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi

dan farmakologi susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara

obat yang bekerja secara sentral. (Louisa dan Dewoto, 2007)

Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif

terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan

pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat

pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP. (Louisa dan

Dewoto, 2007)

Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini

merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada hewan

coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua anggota gerak.

Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang

merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin

ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat oleh rangsangan

sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan. Konvulsi seperti ini

juga terjadi pada hewan yang hanya mempunyai medula spinalis. Striknin

ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek

striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya

disebut konvulsi spinal. (Louisa dan Dewoto, 2007)

Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang

menimbulkan hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak langsung

mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan terjadi

perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada pusat

vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek sentral

Page 5: laporan kologi antikonvulsi

striknin.pada hewan coba dan manusia tidak terbukti adanya stimulasi saluran

cerna. Striknin digunakan sebagai perangsanmg nafsu makan secara irasional

berdasarkan rasanya yang pahit. (Louisa dan Dewoto, 2007)

Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera

meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih

daripada di jaringan lain. Stirknin segera di metabolisme oleh enzim

mikrosom sel hati dan Necel 4 diekskresi melalui urin. Ekskresi lengkap

dalam waktu 10 jam, sebagian dalam bentuk asal. (Louisa dan Dewoto, 2007)

Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka

dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik

hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi,

akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam sikap

hiperekstensi (opistotonus), sehingga hanya occiput dan tumit saja yang

menyentuh alas tidur. Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh. Napas

terhenti karena kontraksi otot diafragma, dada dan perut. Episode kejang ini

terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya kejang bertambah dengan adanya

perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan nyeri hebat, dan

pesien takut mati dalam serangan berikutnya. Kematian biasanya disebabkan

oleh paralisis batang otak karena hipoksia akibat gangguan napas. Kombinasi

dari adanya gangguan napas dan kontraksi otot yang hebat dapat menimbulkan

asidosis respirasi maupun asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini mungkin

akibat adanya peningkatan kadar laktat dalam plasma. (Louisa dan Dewoto,

2007)

Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10 mg IV,

sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensial terhadap

depresi post ictal, seperti yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau

obat penekan ssp non-selektif lain. Kadang-kadang diperlukan tindakan

anastesia atau pemberian obat penghambat neuromuskular pada keracunan

yang hebat. (Louisa dan Dewoto, 2007)

Pengobatan keracunan striknin ialah mencegah terjadinya kejang dan

membantu pernapasan. Intubasi pernapasan endotrakeal berguna untuk

Page 6: laporan kologi antikonvulsi

memperbaiki pernapasan. Dapat pula diberikan obat golongan kurariform

untuk mengurangi derajat kontraksi otot. Bilas lambung dikerjakan bila diduga

masih ada striknin dalam lambung yang belum diserap. Untuk bilas lambung

digunakan larutan KMnO4 0,5 ‰ atau campuran yodium tingtur dan air

(1:250) atau larutan asam tanat. Pada perawatan ini harus dihindarkan adanya

rangsangan sensorik. (Louisa dan Dewoto, 2007)

C. Pentetrazol

Pentetrazol adalah obat yang dipakai sebagai stimulan peredaran darah dan

pernafasan. Dosis tinggi menyebabkan kejang, seperti yang ditemukan oleh

ahli saraf Hungaria-Amerika dan psikiater Ladislas J. Meduna tahun 1934.

Telah digunakan dalam terapi kejang, tetapi tidak pernah dianggap efektif, dan

efek samping seperti kejang yang sulit untuk dihindari.

Pentetrazol dianggap sebagai antagonis GABA. Mekanisme aksi

epileptogenik dari pentetrazol pada tingkat saraf seluler masih belum jelas.

Studi elektrofisiologi telah menunjukkan ia bertindak pada tingkat membran

sel mengurangi waktu pemulihan antara potensial aksi dengan meningkatkan

permeabilitas kalium dari akson. Studi-studi lain telah menggejala

peningkatan arus membran beberapa ion lainnya, seperti natrium dan kalsium,

yang menyebabkan peningkatan secara keseluruhan dalam rangsangan

membran neuron.

Pentetrazol telah digunakan secara eksperimental untuk mempelajari

fenomena penyitaan dan untuk mengidentifikasi obat-obatan yang dapat

mengontrol kerentanan kejang. Pentetrazol juga merupakan obat anxiogenic

prototipikal dan telah banyak digunakan pada model binatang kecemasan.

Pentetrazol menghasilkan stimulus diskriminatif handal yang sebagian besar

dimediasi oleh reseptor GABA.

Baru-baru ini, peneliti dari Universitas Stanford telah memperbaharui

minat Pentetrazol sebagai calon pengobatan farmakologis sindrom Down.

Diterbitkan dalam edisi April 2007 Nature Neuroscience, komunikasi singkat

Page 7: laporan kologi antikonvulsi

mereka diuraikan percobaan yang dirancang untuk menguji teori yang

mendasari diusulkan untuk menjelaskan kemanjuran yang diklaim sebagai

GABA antagonis dalam memulihkan defisit memori deklaratif terkait dengan

model tikus Down Syndrome manusia. Ts65Dn tikus yang disuntik dengan 2

minggu resimen salah satu dari dua senyawa picrotoxin atau bilobalide

(keduanya antagonis GABA) menunjukkan perbaikan yang ditandai di kedua

eksplorasi dan pengakuan benda baru atas kontrol disuntik dengan hanya

garam. Hasil ini digandakan dalam percobaan kedua dengan tikus yang diberi

susu baik polos atau kombinasi susu dan dosis non-epileptogenik pentetrazol

setiap hari selama 17 hari. Tikus pentetrazol-makan mencapai skor tugas objek

baru sebanding dengan tikus wild type (normal). Perbaikan ini berlangsung

setidaknya 1 sampai 2 bulan setelah resimen pengobatan. Tidak

mengherankan khasiat senyawa 'disertai dengan normalisasi potensiasi jangka

panjang dalam dentate gyrus satu bulan setelah akhir pengobatan, lanjut

menunjukkan perbaikan obat dimediasi gigih dalam belajar dan memori.

Page 8: laporan kologi antikonvulsi

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat yang digunakan :

1. Timbangan mencit

2. Alat suntik

3. Sonde oral

3.2 Bahan yang digunakan

1. Pentetrazol larutan 0,75%

2. Fenitoin 100 mg

3. Na CMC

4. Luminal

3.3 Prosedur

1. Hewan ditimbang dan dikelompokan menjadi 4 kelompok, kelompok

kontrol diberi pembawa ( Na CMC ), kelompok pembanding diberi obat

fenitoin 100mg, kelompok uji 1 diberi luminal 30mg dan kelompok uji 2

di beri luminal 100mg

2. Semua kelompok diberi obat secara peroral catat waktu pemberian obat.

3. Setelah 30 menit hewan diberi zat penginduksi, konvulsi yaitu pentetrazol

4. Segera setelah pemberian zat penginduksi di catat waktu timbulnya

konvulsi, rentang waktu timbulnya konvulsi, dan lamnya konvulsi yang

terjadi, juga waktu terjadinya kematian hewan percobaan.

5. Data yang diperoleh ditabulasi dan di analisis secara statistik dengan

menggunakan, analisis fariansi dan kebermaknaan antara kelompok

kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan student test

6. Buat grafik hasil percobaan

7. Bahas hasil percobaan anda.

Page 9: laporan kologi antikonvulsi

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

TABEL HASIL PENGAMATAN DATA KELAS

KELOMPOK UJI KONTROL

No

Mencit

Bobot

Badan (g)

Onset (s) Durasi (s) Frekuensi Keterangan

Kejang

1 31 180 0 0 Kejang, Mati

2 27 94 60 9 Kejang, Mati

3 23 232 163 5 Kejang, Mati

4 23 10 33 1 Kejang, Mati

5 26 339 1291 141 Kejang, Sehat

6 26 115.6 375 1 Kejang, Mati

7 21 562 23 1 Kejang, Mati

8 27 80 650 37 Kejang, Mati

Rata-rata 201.575 324.375 24.375  

KELOMPOK UJI PEMBANDING FENITOIN 100MG/DOSIS MANUSIA

No

Mencit

Bobot

Badan (g)

Onset (s) Durasi (s) Frekuensi Keterangan

Kejang

1 27 360 500 7 Kejang, Hidup

2 26 96 3602 64 Kejang, Sehat

3 24 440 733 8 Kejang, Sehat

4 27 120 600 2 Kejang, Mati

Page 10: laporan kologi antikonvulsi

5 30 520 896 269 Kejang, Sehat

6 26 109.5 792.5 7 Kejang, Mati

7 26 472 746 26 Kejang, Sehat

8 18 90 945 27 Kejang, Hidup

Rata-rata 275.9375 1101.8125 51.25  

KELOMPOK UJI I LUMINAL 30MG/DOSIS MANUSIA

No

Mencit

Bobot

Badan (g)

Onset (s) Durasi (s) FrekuensiKeterangan

Kejang

1 27 600 960 13 Kejang, Hidup

2 26 82 1400 57 Kejang, Sehat

3 25 610 1020 15 Kejang, Sehat

4 28 72 74 2 Kejang, Mati

5 25 413 322 36 Kejang, Mati

6 26 178.5 892.5 5 Kejang, Mati

7 27 572 253 15 Kejang, Sehat

8 25 930 1831 16 Kejang, Hidup

Rata-rata 432.1875 844.0625 19.875  

KELOMPOK UJI II LUMINAL 100MG/DOSIS MANUSIA

No

Mencit

Bobot

Badan (g)

Onset (s) Durasi (s) Frekuensi Keterangan

Kejang

1 28 726 801 10 Kejang, Mati

2 27 0 0 0 Kejang, Sehat

Page 11: laporan kologi antikonvulsi

3 28 742 818 11 Kejang, Sehat

4 25 358 105 1 Kejang, Mati

5 28 615 119 109 Kejang, Sehat

6 21 945 1605 17 Kejang Hidup

7 25 660 180 6 Kejang, Sehat

8 29 0 0 0 Kejang, Hidup

Rata-rata 505.75 453.5 19.25  

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan efektifitas obat antikonvulsi

terhadap rangsangan konvulsi yang diberikan. Obat yang di uji adalah

Fenobarbital/Luminal dalam dua dosis yang berbeda yaitu 30 mg dan 100 mg.

Sebagai pembandingnya digunakan Fenitoin 100 mg.

Hasil dari percobaan ini didapatkan bahwa pembanding memiliki onset

kejang yang lebih rendah dari pada obat uji dengan dosis yang sama, tetapi

memiliki durasi kejang yang lebih panjang.

Hal ini disebabkan oleh perbedaan mekanisme dan durasi kerja dari

masing-masing obat yang bersangkutan. Fenitoin memiliki efek stabilisasi pada

membran karena blokade kanal Na+. Fenitoin memiliki indeks terapi yang sempit,

konsentrasi terapeutiknya dalam plasma darah adalah 5-20 µg/mL, konsentrasi

maksimal dalam plasma setelah 3-12 jam, diabsorbsi lambat setelah pemberian

oral sebanyak 70-90%, ikatan obat-protein plasma sekitar 90%. Karena obat ini

termasuk obat kerja cepat, onset kejangnyapun lebih singkat dari obat uji yang

Page 12: laporan kologi antikonvulsi

merupakan obat kerja panjang. Pada hasil percobaan, obat ini dapat memberikan

efek yang lebih cepat tetapi tidak bertahan lama.

Fenobarbital/Luminal memiliki mekanisme kerja meningkatkan efek

penghambatan GABA dengan cara berikatan pada kompleks reseptor GABA-

kanal klorida. Konsentrasi plasma terapeutik Luminal adalah 10-40 µg/mL,

konsentrasi plasma maksimal setelah 6-18 jam. Lebih dari 80% obat diabsorpsi

lambat setelah pemberian oral. Ikatan obat dengan protein plasma sekitar 50-60%.

Obat ini dapat memberikan efek antikonvulsi yang lebih panjang karena sifatnya

yang bertahan lebih lama dalam sirkulasi.

Luminal dengan dosis oral 30 mg tidak berfungsi sebagai antikonvulsi,

karena dosis yang memberikan efek antikonvulsi adalah 60-180 mg, dengan dosis

awal 100 mg.

Dosis awal Fenitoin adalah 150-300 mg, dengan dosis pemeliharaan 100

mg setelah 6-8 jam. Diperlukan dosis pemeliharaan karena sifatnya yang bekerja

cepat, sehingga perlu tambahan dosis untuk menjaga konsentrasi tetapnya dalam

plasma. Dosis fenitoin yang diberikan dalam percobaan kurang tepat sehingga

hasil percobaan menunjukkan fenitoin memberikan hambatan konvulsiv yang jauh

lebih rendah dari fenobarbital.

Pentetrazon (Pentylenetetrazol) adalah suatu stimulansia yang dalam dosis

tinggi dapat menyebabkan kejang, obat ini dalam percobaan antikonvulsi

digunakan sebagai penginduksi kejang, ia memiliki mekanisme sebagai antagonis

GABA.

Kelompok lain, melakukan induksi kejang terhadap hewan percobaan

dengan Strichnin. Hasil yang diberikan yaitu; Strichnin memberikan efek kejang

yang lebih ringan terhadap hewan percobaan dari pada Pentetrazol, hal ini

mungkin disebabkan oleh mekanisme Strichnin yang hanya menyebabkan kejang

otot berbeda dengan Pentetrazol yang bersifat menghambat GABA secara

langsung (suatu neurotransmitter yang terdapat pada otak) atau mungkin juga

karena perbedaan dosis yang diberikan.

Page 13: laporan kologi antikonvulsi

BAB VI

KESIMPULAN

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :

- Obat antikonvulsi adalah obat-obat yang dapat menyebabkan

penghambatan terhadap kejang.

- Mekanisme dan durasi kerja obat antikonvulsi berbeda-beda.

- Perbedaan mekanisme dan durasi kerja obat antikonvulsi harus

diperhatikan untuk tujuan pengobatan terhadap jenis kejang/epilepsi yang

berbeda, juga berguna untuk penentuan dosis pemakaian obat.

Page 14: laporan kologi antikonvulsi

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta, hal.

354-356

Louisa M & Dewoto HR . 2007. Perangsangan Susunan Saraf Pusat . Dalam :

Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 247-248

Mardjono, M. 1988. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat : Jakarta, hal. 439-441;

444

Medicastore. 2008. Kejang. Apotek Online dan Media Informasi Obat Penyakit.

(online), (http://www.medicastore.com, diakses 4 Mei 2008)

Mycek, MJ dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika : Jakarta,

hal. 90; 149

Utama H. & Gan. V . 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi . Dalam : Farmakologi

dan Terapi, edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta, hal. 179-181; 186; 188

Farmakologi dan toksikologi Oleh Gery Schmitz, Hans Lepper & Michael

Heidrich, EGC.

Page 15: laporan kologi antikonvulsi

At a Glance Farmakologi Medis, Erlangga.

Farmakologi Oleh Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes, EGC

http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/138

http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/140

9:58 11/04/13

LAMPIRAN

Pertanyaan

1. Mengapa diazepam masih dipilih sebagai obat antikonvulsi?

Jawab :

Walaupun diazepam memiliki efek samping yang sangat berat dan

termasuk kedalam obat psikotropika, namun diazepam masih digunakan

dalam pengobatan antikonvulsan. Diazepam untuk terapi konvulsi

rekuren, miksalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk

terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan

hipsaritmia yang refrrakter terhadap terapi lazim. Diazepam efektif pada

bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi

dalam satu detik. Sangat penting untuk digunakan dalam menanggulangi

kegawatdaruratan pada kejang eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang

pendek dan efek depresi SSP yang signifikan. Diazepam dapat melawan

kejang tanpa menimbulkan potensial terhadap depresi post ictal, seperti

yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau obat penekan ssp non-

selektif lain

Page 16: laporan kologi antikonvulsi

2. Selain diazepam adakah obat lain yang dapat digunakan sebagai anti

konvulsan?

Jawab:

Selain diazepam masih ada golongan obat lain yang masih dapat

digunakan sebagai obat antikonvulsan dan memiliki efek samping yang

lebih rendah dibandingkan diazepam.

a. Golongan Hidantoin

Fenitoin (Difenilhidatoin), mefinitoin dan etotoin dengan fenotoin sebagai

prototype.

Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsy,

kecuali bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya

pada atom C penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-

klonik, sedangkan gugus alkilbertalian dengan efek sedasi, sifat

yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak

padafenitoin. Adanya gugus metal pada atom N akan mengubah

spectrum aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi

oleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif.

Fenitoin berefek anntikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum

SSP.Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal

menimbulkan rigditas deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin

didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke

bagianlain otak. Efek stabilitasi membran sel oleh fenitoin juga

terlihat pada saraf tepi dan membran sellainnya yang juga mudah

terpacu misalnya sel sistem konduksi jantung. Fenitoin

mempengaruhiperpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal

ini khususnya dengan menggiatkan pompano +neuron.

b. Golongan Barbiturat

Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif

sebagai obat antikonvulsidan yang biasa digunakan adalah

barbiturate kerja lama (long acting barbiturates). Disini dibicarakan

Page 17: laporan kologi antikonvulsi

efek antiepilepsi prototip barbiturate yaitu fenobarbital dan

pirimidon yang strukturkimia nya mirip dengan barbiturate.Sebagai

antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy.

Barbiturat menghambattahap akhir oksidasi mitokondria,sehingga

mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi.Senyawa fosfat

ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach, dan untuk

repolarisasimembrane sel neuron setelah depolarisasi.

FENOBARBITAL

Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa

organik pertama yangdigunakan dalam pengobatan antikonvulsi.

Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan

ambang rangsang. Dosis efektifnya relatif rendah. Efek sedatif,

dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat diatasi dengan

pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek

antikonvulsinya.Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali

100mg sehari. Untuk mengendalikan epilepsy disarankan kadar

plasma optimal. Berkisar antara 10-40µg/ml. Kadar plasma

diatas40µg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian

pemberian fenobarbital harussecara bertahap guna mencegah

kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali,

ataumalahan bangkitan status epileptikus.Interaksi fenobarbital

dengan obat lain umumnya terjadi karena frnobrbital

meningkatkanaktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan

asam valproat akan menyebabkan kadarfenobarbital meningkat

40%.

c. Golongan Oksazolidindion

TRIMETADION 

Page 18: laporan kologi antikonvulsi

Trimetadion ( 3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah

terdesak oleh suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena.

Trimetadion juga bersifat analgetik dan hipnotik.

FARMAKODINAMIK. Pada SSP, trimetadion memperkuat

depresi pascatransmisi,sehingga transmisi impuls berurutan

dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak

terganggu.Trimetadion memulihkan EEG abnormal pada bagkitan

lena.

FARMAKOKINETIK.Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari

saluran cerna dan didistribusi ke berbagai cairan badan.

Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan

demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4,

dion ). Senyawa ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan lena,

tetapi efek antikonvulsi nya lebih lemah.

INTOKSIKASI & EFEK SAMPING.Intoksikasi dan efek samping

trimetadion yangbersifat ringan berupa sedasi hemeralopia, sedang

yang bersifat lebih berat berupa gejala padakulit,darah,ginjal dan

hati. Gejala intoksikasi lebih sering ttimbul pada pengobatan

kronik.Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa

mengurangi efek antiepilepsinya, bahkansesekali amfetamin dapat

menekan bangkitan lena.Efek samping pada kulit berupa rua

morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat lagiberupa

dermatitis eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah

berupa neutropenia ringan,tetapi anemia aplastik dapat bersifat

fatal. Gangguan fungsi ginjal dan hati,berupa syndromenefrotik

dan hepatitis, dapat menyebabkan kematian.

INDIKASI. Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni

(tidak disertai komponenbangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat

menormalkan gambaran EEG dan meniadakankelainan EEG akibat

Page 19: laporan kologi antikonvulsi

hiperventilasi maksimal pada 70% pasien. Bangkitan lena yang

timbul padaanak umumnya sembuh menjelang dewasa. Dalam

kombinasi dengan trimetadion, efek sedasifenobarbital dan

primidon dapat memberat. Sebaiknya jangan dikombinasikan

denganmefenitoin, sebab gangguan pada darah dapat bertambah

berat.Penghentian terapi trimetadion harus secara bertahap karena

bahaya eksaserbasi bangkitandalam bentuk epileptikus, demikian

pula obat lain yang terlebih dulu diberikan.

KONTRAINDIKASI. Trimetadion di kontraindikasikan pada

pasien anemia, leucopenia,penyakit hati, ginjal dan

kelainan n.opticus.

d. Golongan Suksinimid

Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah

etosuksimid,metsuksmid dan fensuksimid. Berdasarkan penelitian

pada hewan, terungkap bahwaspectrum antikonvulsi etosuksimid

sama dengan trimetadion. Sifat yang menonjol darietosuksimid dan

trimetadion adalah mencegah bangkitan konvulsi

pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat antipentilentetrazol

terkuat, merupakan obat yang paling selektif terhadap bangkitan

lena.

Etosuksimid. Etosuksimid di absorbs lengkap melalui saluran

cerna. Setelah dosis tunggal oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam

untuk mencapai kadar puncak dalam plasma. Distribusimerata ke

segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa dengan kadar

plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kepala,

kantuk dan ruam kulit. Gejala yanglebih berat berupa

agranulositosis dan pansitopenia. Dibandingkan dengan

trimetadion. etosuksimid lebih jarang menimbulkan diskrasia

Page 20: laporan kologi antikonvulsi

darah, dan nefrotoksisitas belum pernahdilaporkan, sehingga

etosuksmid umumnya lebih disukai dari pada

Trimetadion.Etosuksimid merupakan obat terpilih untuk bangkitan

lena. Terhadap bangkitan lena padaanak, efektivitas etosuksimid

sama dengan trimetadion, 50-70 % pasien dapat

dikendalikanbagkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan

mioklonik dan bangkitan akinetik.Etosuksimid tidak efektif untuk

bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik umum atau

pasien kejang dengan kerusakan organik otak yang berat.

Karbamazepin

Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan

trigeminal neuralgia,kemudian ternyata bahwa obat ini efektif

terhadap bangkitan tonik-klonik. Saat ini, karbamazepin

merupakan antiepilepsi utama di Amerika Serikat.Karbamazepin

memperlihatkan efek analgesic selektif, misalnya pada tabes

dorsalis danneuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik

biasa. Atas perhitungan untung-rugikarbamazepin tidak dianjurkan

untuk nyeri ringan.Efek samping dari karbamazepin dalam

pemberian obat jangka lama ialah pusing,vertigo, ataksia, diplopia,

dan penglihatan kabur. Frekuensi baangkitan dapat meningkat

akibat dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan efek

samping sangat luas, makapada pengobatan dengan karbamazepin

dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah danmelakukan

pemeriksaan ulangan selama pengobatan.Fenobarbital dan fenitoin

dapat meningkatkan kadar karbamazepin, dan

biotransformasikarbamazepin dapat dihambat oleh eritromisin.

Page 21: laporan kologi antikonvulsi

Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh

karbamazepin,sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam

valproat akan menurunkan kadar asam valproat.

Asam Valproat

Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang

parsial, kejang absens,kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik.

Asam valproat dapat meningkatkan GABAdengan menghambat

degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat

jugaberpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung

menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium. Dosis

penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari. Efek samping yang

sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk

mual,muntah,anorexia dan peningkatan berat badan. Efek samping

lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing, gangguan

keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam valproat

mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping

yang berat dari penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik.

e. Antiepilepsi Lain

FENASEMID

Fenasemid suatu derivat asetilures,merupakan suatu analog dari 5

fenilhidantoin, tetapi tidak berbentuk cincin, efeknya baik

digunakan terhadap bangkitan tonik-klonik.

FARMAKIDINAMIK. Fenasemid memiliki antikonvulsi yang

berspektrum luas, mekanismekerja fenasemid ialah dengan

peningkatan ambang rangsang fokus serebral,

sehinggahipereksitabilitas dan letupan abnormal neuron sebagai

akibat rangsang beruntun dapat ditekan.

Page 22: laporan kologi antikonvulsi

INTOKSIKASI & EFEK SAMPING. Fenasemid merupakan obat

toksik, Efek sampingtesering ialah psikosis. Efek samping yang

mungkin fatal ialah nekrosis hati, anemia aplastik,dan neutropenia.

INDIKASI. Fenasemid efektif terhadap bangkitan tonik-klonik,

bangkitan lena dan bangkitan parsial. Indikasi utama fenasemid

ialah untuk terapi bangkitan parsial kompleks .

DOSIS. Untuk orang dewasa ialah 1,5-5,0 g sehari, sedangkan

untuk anak yang berumur antara5-10 tahun hasilnya sudah

memuaskan dengan ½ dosis orang dewasa. Fenasemid sampai saat

inibelum di pasarkan di Indonesia.

3. Menurut ada mengapa dalam percobaan ini dipilih strichnin dan

pentetrazol sebagai zat penginduksi konvulsi ?

Jawab :

Strichnin digunakan untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi

susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara obat yang

bekerja secara sentral. Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan

tempat suntikan, segera meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar

striknin di SSP tidak lebih daripada di jaringan lain. Stirknin segera di

metabolisme oleh enzim mikrosom sel hati dan diekskresi melalui urin.

Ekskresi lengkap dalam waktu 10 jam, sebagian dalam bentuk asal.

Strichnin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif

terhadap transmiter penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan

pascasinaps, dimana glisin juga bertindak sebagai transmiter penghambat

pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di SSP.

Strichnin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini

merupakan obat konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas. Pada

hewan coba konvulsi ini berupa ekstensif tonik dari badan dan semua

Page 23: laporan kologi antikonvulsi

anggota gerak. Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan

konvulsi oleh obat yang merangsang langsung neuron pusat. Sifat khas

lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang simetris yang

diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan

perabaan. Konvulsi seperti ini juga terjadi pada hewan yang hanya

mempunyai medula spinalis. Striknin ternyata juga merangsang medula

spinalis secara langsung. Atas dasar ini efek striknin dianggap berdasarkan

kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut konvulsi spinal.

Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang

menimbulkan hipereksitabilitas seluruh SSP. Striknin tidak langsung

mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tetapi bila terjadi konvulsi akan

terjadi perubahan tekanan darah berdasarkan efek sentral striknin pada

pusat vasomotor. Bertambahnya tonus otot rangka juga berdasarkan efek

sentral striknin.pada hewan coba dan manusia tidak terbukti adanya

stimulasi saluran cerna. Striknin digunakan sebagai perangsanmg nafsu

makan secara irasional berdasarkan rasanya yang pahit.

Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka

dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan

motorik hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih

terkoordinasi, akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan

berada dalam sikap hiperekstensi (opistotonus), sehingga hanya occiput

dan tumit saja yang menyentuh alas tidur. Semua otot lurik dalam keadaan

kontraksi penuh. Napas terhenti karena kontraksi otot diafragma, dada dan

perut. Episode kejang ini terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya kejang

bertambah dengan adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini

menimbulkan nyeri hebat, dan pesien takut mati dalam serangan

berikutnya. Kematian biasanya disebabkan oleh paralisis batang otak

karena hipoksia akibat gangguan napas. Kombinasi dari adanya gangguan

napas dan kontraksi otot yang hebat dapat menimbulkan asidosis respirasi

maupun asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini mungkin akibat adanya

peningkatan kadar laktat dalam plasma.

Page 24: laporan kologi antikonvulsi

Penthylenetetrazole (PTZ). PTZ disebut pula pentamethylenetetrazole

dan leptazol. PTZ memilikinama kimia 6, 7, 8, 9-tetrahidro 5-H tetrazolo

(1, 5-a) azepin yang merupakan preparat stimulan SSP. C6H10N4 ini

terdapat sebagai kristal berwarna putih,digunakan terutama untuk melawan

kerja depresan, dengan pemberian peroral, intra vena dan sub cutan

(Anonim, 1996 ).PTZ adalah bahan kimia konvulsan sering digunakan

dalam modeleksperimental untuk induksi kejang. PTZ menimbulkan efek

kejang denganmekanisme antagonis non-kompetitif GABAergik yang

tidak berinteraksi dengan reseptor GABA, tapi memblok GABA dengan cara

menghambat pemasukan ion Cl-. Beberapa penelitian telah menunjukkan

bahwa efek farmakologis dari PTZ adalah melalui interaksi dengan saluran

ion darireseptor GABAA. Pemberian suntikan PTZ secara intraperitoneal

padatikus dapat menyebabkan kejang tonik-klonik umum

4. Ada berapa tipe kejangan yang anda kenal ? Jelaskan !

Jawab :

1) Kejang Umum (generalized seizure)

Kejang umum terjadi jika aktivasi pelepasan muatan listrik terjadi

pd kedua hemisphere otak secara bersama-sama. Epilepsi umum

dibagi menjadi empat, yaitu :

a. Epilepsi Grand Mal / Epilepsi tonik klonik (GM)

Epilepsi grand mal merupakan bentuk paling banyak terjadi,

pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, kemudian

keluar air liur, bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit

lidah. Ini dapat berlangsung selama beberapa menit, kemudian

diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala atau tidur. Epilepsi

grand mal terdiri dari dua fase yaitu :

- Fase tonik : tubuh kaku sehingga terjatuh, kemudian

diikuti fase klonik

- Fase klonik : kejang tangan, kaki, rahang dan muka.

Page 25: laporan kologi antikonvulsi

b. Kejang Petit Mal / bangkitan lena (PM)

Ini merupakan jenis yang jarang, umumnya hanya terjadi pada

masa anak-anak atau awal remaja. Gejala dari epilepsy Petit

Mal, yaitu :

- Keadaan termangu (pikiran kosong, kehilangan kesadaran

dan respon sesaat)

- penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-

kedip,dengan kepala terkulai kejadiannya cuma beberapa

detik, dan bahkan sering tidak disadari

- Muka pucat

- Pembicaraan terpotong

- Mendadak berhenti bergerak. pasien normal

c. Myoclonic seizure

Jenis ini biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur.

Pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba. Jenis yang sama

(tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal.

d. Atonic seizure

Jenis ini jarang terjadi. Pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan.

Otot jatuh, tapi bisa segera recovered.

2) Kejang Parsial

Kejang parsial terjadi apabila pelepasan muatan listrik hanya

terjadi pada sebagian otak saja. Epilepsi parsial terbagi menjadi

dua, yaitu :

a. Simple partial seizures / Kejang Parsial Sederhana (PS)

Pada jenis ini pasien tidak kehilangan kesadaran, terjadi

sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh.

b. Complex partial seizures / Kejang Parsial Kompleks (PK)

Page 26: laporan kologi antikonvulsi

Pada jenis ini kesadaran pasien menurun, pasien melakukan

gerakan-gerakan tak terkendali seperti gerakan mengunyah,

meringis, dan yang lainnya tanpa kesadaran.

5. Syarat apa yang harus dipenuhi bila suatu zat dapat digunakan

sebagai antikonvulsan ?

Jawab:

Syarat yang harus dipenuhi bila suatu zat dapat digunakan sebagai

antikonvulsan, yaitu :

Dapat bekerja cepat, memiliki onset pada hewan percobaan dalam

waktu lama.

Dapat menahan kejang dalam jangka waktu lama, hingga

menyembuhkan.

Dapat mengurangi frekuensi kejang.

Obat yang digunakan monoterapi lebih baik karena mengurangi

potensi, adverse effect, meningkatkan kepatuhan pasien, tidak

terbukti bahwa politerapi lebih baik dari monoterapi.

Harus sesuai dengan jenis epilepsy yang dihambat.

Memiliki efek samping yang dapat dihindari.

Memiliki toksisitas yang dapat dihindari.

Perhitungan dosis

1. Kontrol

Na CMC = 23/20 x 0,5mL = 0,575mL

Pentetrazole = 23/1000 x 70mg = 1,61mg

volume Pentetrazole 2,6mg/mL = 1,61mg : 2,6mg/mL = 0,619mL

2. Pembanding (Fenitoin 100mg/dosis manusia)

Fenitoin = 27/20 x (0,0026 x 100mg) = 0,351mg

volume Fenitoin 0,52mg/mL = 0,351mg : 0,52mg/mL = 0,675mL

Page 27: laporan kologi antikonvulsi

Pentetrazole = 27/1000 x 70mg = 1,89mg

volume Pentetrazole 2,6mg/mL = 1,89mg : 2,6mg/mL = 0,726mL

3. Uji I ( Luminal 30mg/dosis manusia)

Luminal = 28/20 x (0,0026 x 30mg) = 0,1092mg

volume Luminal 0,52mg/mL = 0,1092mg : 0,52mg/mL = 0,21mL

Pentetrazole = 28/1000 x 70mg = 1,96mg

volume Pentetrazole 2,6mg/mL = 1,96mg : 2,6mg/mL = 0,754mL

4. Uji II (Luminal 100mg/dosis manusia)

Luminal = 25/20 x (0,0026 x 100mg) = 0,325mg

volume Luminal 0,52mg/mL = 0,325mg : 0,52mg/mL = 0,625mL

Pentetrazole = 25/1000 x 70mg = 1,75mg

volume Pentetrazole 2,6mg/mL = 1,75mg : 2,6mg/mL = 0,673mL

Tabel Data Kelompok

No

MencitKelompok

Bobot

Badan

(g)

Onset

(s)

Durasi

(s)

Frekuensi

kejang Keterangan

Kejang

1.Kontrol (Na

CMC )23 10 33 1

Kejang,

mati

2.

Pembanding

(Fenitoin

100mg)

27 120 600 2Kejang,

mati

3.Uji I (Luminal

30mg)28 72 74 2

Kejang,

mati

4.Uji II (Luminal

100mg)25 358 105 1

Kejang,

mati

Page 28: laporan kologi antikonvulsi

ANALISIS VARIANSI

ONSET MULAI KEJANG (s)

 KONTRO

L

PEMBANDIN

GUJI I UJI II  

  180 360 600 726  

  94 96 82 0  

  232 440 610 742  

  10 120 72 358TOTA

L

  339 520 413 615  

  115.6 109.5 178.5 945  

  562 472 572 660  

  80 90 930 0  

TOTAL 1612.6 2207.5 3457.5 404611323.

6

Page 29: laporan kologi antikonvulsi

Sumber

Variasi

Derajat

BebasJumlah Kuadrat

Kuadrat

Rata-rataStatistik F

Perlakua

n 3 467747.2525 155915.7508 F =

2.20240963

2Galat 28 1982211.193 70793.25688

Total 31 2449958.445  

DURASI KEJANG

(s)

 KONTRO

L

PEMBANDIN

GUJI I UJI II  

  0 500 960 801  

  60 3602 1400 0  

  163 733 1020 818  

  33 600 74 105TOTA

L

  1291 896 322 119  

  375 792.5 892.5 1605  

  23 746 253 180  

  650 945 1831 0  

TOTAL 2595 8814.5 6752.5 3628 21790

Sumber

Variasi

Derajat

BebasJumlah Kuadrat

Kuadrat

Rata-rataStatistik F

Perlakua

n 3 3060881.313 1020293.771 F=

2.10776314

8Galat 28 13553812.07 484064.7167

Total 31 16614693.38  

FREKUENSI KEJANG

  KONTRO PEMBANDIN UJI I UJI II  

Page 30: laporan kologi antikonvulsi

L G

  0 7 13 10  

  9 64 57 0  

  5 8 15 11  

  1 2 2 1TOTA

L

  141 269 36 109  

  1 7 5 17  

  1 26 15 6  

  37 27 16 0  

TOTAL 195 410 159 154 918

Sumber

Variasi

Derajat

BebasJumlah Kuadrat

Kuadrat

Rata-rataStatistik F

Perlakua

n 3 5555.125 1851.708333 F=

0.60730415

8Galat 28 85373.75 3049.0625

Total 31 90928.875  

ANALISIS STUDENT TEST

KONTROL DAN PEMBANDING (ONSET)

NO. KONTROL PEMBANDING D D²

1 180 360 -180 32400

2 94 96 -2 4

3 232 440 -208 43264

Page 31: laporan kologi antikonvulsi

4 10 120 -110 12100

5 339 520 -181 32761

6 115.6 109.5 6.1 37.21

7 562 472 90 8100

8 80 90 -10 100

Jumlah 1612.6 2207.5 -594.9 128766.21

Rata-rata 201.575 275.9375    

Rata²Kontrol-Rata²pembanding -74.3625  

t -STUDENT   -1.657841585  

KONTROL DAN UJI 1 (ONSET)

NO. KONTROL UJI 1 D D²

1 180 600 -420 176400

2 94 82 12 144

3 232 610 -378 142884

4 10 72 -62 3844

5 339 413 -74 5476

6 115.6 178.5 -62.9 3956.41

7 562 572 -10 100

8 80 930 -850 722500

Jumlah 1612.6 3457.5 -1844.9 1055304.41

Rata-rata 201.575 432.1875    

Rata²Kontrol-Rata²Uji 1   -230.6125  

t -STUDENT   -1.795911702  

KONTROL DAN UJI 2 (ONSET)

NO. KONTROL UJI 2 D D²

1 180 726 -546 298116

2 94 0 94 8836

3 232 742 -510 260100

4 10 358 -348 121104

5 339 615 -276 76176

Page 32: laporan kologi antikonvulsi

6 115.6 945 -829.4 687904.36

7 562 660 -98 9604

8 80 0 80 6400

Jumlah 1612.6 4046 -2433.4 1468240.36

Rata-rata 201.575 505.75    

Rata²Kontrol-Rata²Uji 2   -304.175  

t-STUDENT     -2.008237063  

ONSET

t PEMBANDING -1.657841585

t UJI I -1.795911702

t UJI II -2.008237063

t PEMBANDING t UJI I t UJI II

-2.500000000

-2.000000000

-1.500000000

-1.000000000

-0.500000000

0.000000000

Student-t (onset)

Series1

KONTROL DAN PEMBANDING (DURASI)

NO. KONTROL PEMBANDING D D²

1 0 500 -500 250000

2 60 3602 -3542 12545764

Page 33: laporan kologi antikonvulsi

3 163 733 -570 324900

4 33 600 -567 321489

5 1291 896 395 156025

6 375 792.5 -417.5 174306.25

7 23 746 -723 522729

8 650 945 -295 87025

Jumlah 2595 8814.5 -6219.5 14382238.3

Rata-rata 324.375 1101.8125    

Rata²Kontrol-Rata²pembanding -777.4375  

t-STUDENT   -1.63999390  

 

       

KONTROL DAN UJI 1 (DURASI)

NO. KONTROL UJI 1 D D²

1 0 960 -960 921600

2 60 1400 -1340 1795600

3 163 1020 -857 734449

4 33 74 -41 1681

5 1291 322 969 938961

6 375 892.5 -517.5 267806.25

7 23 253 -230 52900

8 650 1831 -1181 1394761

Jumlah 2595 6752.5 -4157.5 6107758.25

Rata-rata 324.375 844.0625    

Rata²Kontrol-Rata²Uji 1   -519.6875  

t-STUDENT   -1.682253104  

KONTROL DAN UJI 2 (DURASI)

Page 34: laporan kologi antikonvulsi

NO. KONTROL UJI 2 D D²

1 0 801 -801 641601

2 60 0 60 3600

3 163 818 -655 429025

4 33 105 -72 5184

5 1291 119 1172 1373584

6 375 1605 -1230 1512900

7 23 180 -157 24649

8 650 0 650 422500

Jumlah 2595 3628 -1033 4413043

Rata-rata 324.375 453.5    

Rata²Kontrol-Rata²Uji 2   -129.125  

t-STUDENT -0.491735137 -0.491735137  

DURASI

t PEMBANDING -1.63999390

t UJI I -1.682253104

t UJI II -0.491735137

t PEMBANDING t UJI I t UJI II

-1.80000000-1.60000000-1.40000000-1.20000000-1.00000000-0.80000000-0.60000000-0.40000000-0.200000000.00000000

Student-t (durasi)

Series1

KONTROL DAN PEMBANDING (FREKUENSI)

Page 35: laporan kologi antikonvulsi

NO. KONTROL PEMBANDING D D²

1 0 7 -7 49

2 9 64 -55 3025

3 5 8 -3 9

4 1 2 -1 1

5 141 269 -128 16384

6 1 7 -6 36

7 1 26 -25 625

8 37 27 10 100

Jumlah 195 410 -215 20229

Rata-rata 24.375 51.25    

Rata²Kontrol-Rata²pembanding -26.875  

t-STUDENT   -1.511650015  

KONTROL DAN UJI 1 (FREKUENSI)

NO. KONTROL UJI 1 D D²

1 0 13 -13 169

2 9 57 -48 2304

3 5 15 -10 100

4 1 2 -1 1

5 141 36 105 11025

6 1 5 -4 16

7 1 15 -14 196

8 37 16 21 441

Jumlah 195 159 36 14252

Rata-rata 24.375 19.875    

Rata²Kontrol-Rata²Uji 1   4.5  

t-STUDENT   0.301553655  

       

       

KONTROL DAN UJI 2 (FREKUENSI)

NO. KONTROL UJI 2 D D²

Page 36: laporan kologi antikonvulsi

1 0 10 -10 100

2 9 0 9 81

3 5 11 -6 36

4 1 1 0 0

5 141 109 32 1024

6 1 17 -16 256

7 1 6 -5 25

8 37 0 37 1369

Jumlah 195 154 41 2891

Rata-rata 24.375 19.25    

Rata²Kontrol-Rata²Uji 2   5.125  

t-STUDENT   0.76253505  

FREKUENSI

t PEMBANDING -1.511650015

t UJI I 0.301553655

t UJI II 0.76253505

Page 37: laporan kologi antikonvulsi

t PEMBANDING t UJI I t UJI II

-2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

Student-t (frekuensi)

Series1

t-STUDENT ONSET DURASI FREKUENSI

t PEMBANDING -1.657841585 -1.63999390 -1.511650015

t UJI I -1.795911702 -1.682253104 0.301553655

t UJI II -2.008237063 -0.491735137 0.76253505

ONSET DURASI FREKUENSI

-2.500000000

-2.000000000

-1.500000000

-1.000000000

-0.500000000

0.000000000

0.500000000

1.000000000

STUDENT-T CURVE

t PEMBANDINGt UJI It UJI II

Page 38: laporan kologi antikonvulsi