laporan praktikum antikonvulsi

28
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI Pengujian Efek Antikonvulsi kelompok 2 Selasa, 07.00-10.00 Disusun Oleh : Yuli Nurbaeti 260110110009 Teori Yeni Nuraeni 260110110010 Editor Dike Novalia A 260110110011 Perhitungan dan Grafik Wafa Mufiedah M 260110110012 Pembahasan Pevi Yuliani 260110110013 Prosedur Citra Fithri Annisa 260110110014 Pembahasan Annisa Rana R 260110110015 Perhitungan dan Grafik LABORATORIUM FARMAKOLOGI

Upload: yeni

Post on 17-Dec-2015

870 views

Category:

Documents


116 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGIPengujian Efek Antikonvulsikelompok 2Selasa, 07.00-10.00

Disusun Oleh :Yuli Nurbaeti 260110110009Teori Yeni Nuraeni 260110110010EditorDike Novalia A 260110110011Perhitungan dan GrafikWafa Mufiedah M 260110110012PembahasanPevi Yuliani 260110110013ProsedurCitra Fithri Annisa 260110110014Pembahasan Annisa Rana R 260110110015Perhitungan dan Grafik

LABORATORIUM FARMAKOLOGIFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS PADJADJARAN2013Pengujian Efek Antikonvulsi

I.TujuanMengetahui efek obat terhadap konvulsi pada hewan yang diberi striknin berdasarkan pengamatan waktu timbulnya dan lamanya konvulsi.

II. Prinsip1.Zat antikonvulsi yang disuntikkan secara intraperitonial kepada mencit dapat menginduksi adanya konvulsi2. Obat antikonvulsi digunakan untuk melawan kritis konvulsi yang timbul pada hewan tersebut dan dapat menghambat kematian yang ditimbulkan

III. Teori DasarAntikonvulsi (antikejang) digunakan untuk mencegah atau mengobati bangkitan epilepsi dan bangkitan non-epilepsi. Bromida, obat pertama yang digunakan untuk terapi epilepsi telah ditinggalkan karena ditemukannya berbagai antiepilepsi yang baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik, yang berarti antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di Indonesia fenobarbital ternyata masih digunakan walaupun di luar negeri obat ini mulai banyak ditinggalkan. Fenitoin (difenilhidantoin) sampai saat ini masih menjadi obat utama antiepilepsi khususnya untuk bangkitan parsial dan bangkitan umum tonik-ionik. Disamping itu karbamazepin semakin banyak digunakan karena dibandingkan dengan fenitoin efek sampingnya lebih sedikit dan lebih banyak digunakan untuk anak-anak karena tidak menyebabkan wajah kasar dan hipertrofi gusi. Pengaruhnya terhadap perubahan tingkah laku maupun kemampuan kognitif lebih kecil ( Tjay & Rahardja,2007).Epilepsi adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolik yang reversibel. Epilepsi dapat berupa kondisi primer atau sekunder. Epilepsi primer terjadi secara spontan, biasanya pada masa kanak-kanak dan memiliki predisposisi genetik. Saat ini sedang dilakukan pemetaan beberapa gen yang berhubungan dengan epilepsi primer. Epilepsi sekunder terjadi akibat hipoksemia, cedera kepala, infeksi stroke atau tumor sistem saraf pusat. Epilepsi awitan dewasa biasanya disebabkan oleh salah satu insiden tersebut (Corwing,2009).Epilesi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episoda singkat (disebut bangkitan berulang atau recurrent seizure) dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang, bangkitan ini biasanya disertai kejang, hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG (abnormal dan eksesif). Untuk epilepsi, gambaran EEG bersifat diagnostik. Berdasarkan gambaran EEG epilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksismal. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksimal. Fokus ini merupakan neuron epileptik yang sensitif terhadap rangsangan yang disebut neuron epileptik. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epileptik. Letupan depolarisasi dapat terjadi di daerah korteks. Penjalaran yang terbatas di daerah korteks akan menimbulkan bangkitan parsial misalnya epilepsi fokal jackson letupan depolarisasi tersebut dapat menjalar ke area yang lebih luas dan menimbulkan konvulsi umum (generalized epilepsy). Letupan depolarisasi di luar korteks motorik antara lain korteks sensorik, pusat subkortikal, menimbulkan gejala prokonvulsi antara lain adanya pengciuman bau wangi-wangian, gangguan paroksismal terhadap kesadaran atau kejiwaan selanjutnya penjalaran ke daerah korteks motorik menyebabkan konvulsi. Berdasarkan tempat asal letupan depolarisasi, jenis bangkitan dan penjalaran depolarisasi tersebut, dikenal berbagai bentuk epilepsi (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI,2009). Disamping sebagai antiansietas, sebagian golongan benzodiazepin bermanfaat sebagai antikonvulsi khususnya untuk epilepsi, misalnya saja diazepam. Diazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim (Rahardja & Tjay,2007).

Mekanisme kerja obat golongan Benzodiazepin (Diazepam). Pengikatan GABA (asam gama aminobutirat) ke reseptornya pada membrane sel akan membuka salutan klorida, meningkatkan efek konduksi korida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja potensial. Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membrane sel, yang terpisah tetapi dekat reseptor GABA.Reseptor benzodiazepine terdapat hanya pada SSP dan lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Peningkatan benzodiazepin memacu afinitas reseptor GABA untuk neurotransmitter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Diazepam bekerja pada reseptor di otak yang disebut reseptor GABA. Hal ini menyebabkan pelepasan neurotransmitter yang disebut GABA di dalam otak. Neurotransmiter merupakanbahan kimia yang disimpan dalam sel-sel saraf di otak dan sistem saraf. Mereka yang terlibat dalam transmisi pesan antara sel saraf. GABA adalahneurotransmitter yang berfungsi sebagai alami 'saraf-menenangkan' agen. Ini membantu menjaga aktivitas saraf di otak seimbang, dan terlibat dalam mendorong kantuk, mengurangi kecemasan dan relaksasi otot. Diazepam meningkatkan aktivitas GABA dalam otak, meningkatkan efek menenangkan dan hasil dalam kantuk, penurunan kecemasan dan relaksasi otot (Katzung, 1998).Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan penyebaran kejang. Namun pada umumnya obat antiepilepsi lebih cenderung bersifat membatasi penyebaran kejang (daripada mencegah proses inisiasi). Secara umum, ada dua mekanisme kerja yaitu :1. Peningkatan inhibisi (GABA-ergik)2. Penurunan eksitasi ,yang kemudian memodifikasi konduksi ion (Na+, Ca++, K+, dan Cl-) atau aktivitas neurotransmiter meliputi :a. Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson Contoh : fenitoin dan karbamazepin , fenobarbital dan asam valproat, lamotrigin, topiramat, zonisamid.b. Inhibisi kanal Ca++ tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai pace-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks). Contoh : etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam.c. Peningkatan inhibisi GABA langsung pada kompleks GABA dan kompleks Cl-. Contoh : benzodiazepin, barbiturat. menghambat degradasi atau penghancuran GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake (ambilan kembali) dan metabolisme GABA.Contoh : tiagabin, vigabatrin, asam valproat, gabapentin.d. Penurunan eksitasi glutamat, yakni melalui : blok reseptor NMDA, contoh : lamotrigin blok reseptor AMPA, contoh : fenobarbital, topiramat (Fitriyani,2012).

IV.Alat dan Bahan IV.I Hewan percobaan : Mencit putih IV.II Bahan obat : - PGA 2% Diazepam StrikninIV.III Alat : - Suntikan 1 ml Stopwatch Timbanganmencit

V.Prosedur Prosedur pengujian efek antikonvulsi menggunakan metode induksi striknin. Pertama setiap mencit dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok obat uji(diazepam). Setiap kelompok terdiri dari 4 ekor mencit. Setiap mencit dari setiap kelompok diberi perlakuan, untuk kelompok kontrol negatif diberi PGA 2 % (0,5 ml), kelompok kontrol positif diberi Diazepam I (0,395ml), dan kelompok obat uji diberi Diazepam II (0,415ml). Pemberian obat dilakukan secara intraperitoneal (i.p) .Setelah 30 menit, mencit diberi striknin. Untuk yang kontrol negatif 0,25 ml,kontrol positif 0,1975ml dan untuk obat uji 0,2075ml. Pemberian obat secara subkutan. Segera setelah pemberian striknin ,timbulnya efek konvulsi (onset) dan waktu mati (death time) hewan percobaan diamati. Onset yaitu sebagai selang waktu antara pemberian striknin sampai timbulnya gejala kejang yang pertama, sedangkan death time adalah panjang waktu antara timmbulnya kejang pertama sampai terjadinya kematian . Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan Students t-test. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik . VI.Data Pengamatan dan PerhitunganKelompokt=0t=30Mencit(Gram)Onset(Menit)Death Time(Menit)

IPGA 2%i.p

Striknin1,5 mg/kgBBs.c17,12016,5200,330,330,60,7670,2170,030,50,533

Rata-rata0,5070,32

IIDiazepam I2,6mg/kgBBi.p1715,817,317,20,4830,280,71,50,2830,54,674,5

Rata-rata0,7412,488

IIIDiazepam II5,6mg/kgBBi.p26,116,62020,520,7221,8336,580,67,922,417

Rata-rata1,6384,379

VI.I Perhitungan Dosis :VI.I.I IntraperitonialKelompok I : PGA 2% x 0,5 = 0,4271Diazepam I x 0,5 = 0,425Diazepam II x 0,5 = 0,6525

Kelompok II : PGA 2% x 0,5 = 0,5Diazepam I x 0,5 = 0,395Diazepam II x 0,5 = 0,415

Kelompok III : PGA 2% x 0,5 = 0,4125Diazepam I x 0,5 = 0,4325Diazepam II x 0,5 = 0,5

Kelompok IV : PGA 2% x 0,5 = 0,5Diazepam I x 0,5 = 0,43

Diazepam II x 0,5 = 0,5125

VI.I.II SubkutanKelompok I : Striknin x 0,25 = 0,214 x 0,25 = 0,2125 x 0,25 = 0,326

Kelompok II : Striknin x 0,25 = 0,25 x 0,25 = 0,1975 x 0,25 = 0,2075

Kelompok III : Striknin x 0,25 = 0,20625 x 0,25 = 0,216 x 0,25 = 0,25

Kelompok IV : Striknin x 0,25 = 0,25 x 0,25 = 0,215 x 0,25 = 0,2VI.2 Tabel AnavaSumber VariasidfSSMSFhit

Rata-rata167,64767,6473,04

Waktu (blok)112,33712,337

Pemberian obat (perlakuan)226,99313,4965

Kekeliruan eksponen28,8674,4335

Kekeliruan subsampling1855,4483,0804

24171,292

VI.3AnalisisRagam Perhitungan DF :Rata-rata= 1Waktu = (b-1) = 2-1 = 1Pemberian obat= (p-1) = 3-1 = 2Kekeliruan eksponen= (b-1)(p-1) = 1.2 = 2Total = 25 1 = 24Kekeliruan subsampling= 24 - (1+1+2+2)= 18

Perhitungan SS : SSy = = = 67,647 SSb = - SSy = - 67,647 = 12,337 SStrt = SSy = 67,647 = 26,993 SStot = Y2 SSy = 238,939 67,647 = 171,292 Sb = - 67,647 = 48,197 SSeks = Sb (SSb + SS tret ) = 48,197 ( 12,337 + 26,993) = 8,867 SSsampling = Sstot ( SSy + Sb) =171,292 (67,647 + 48,197) = 55,448

Perhitungan MS : MSrata-rata = MSblok = MStreat = MSeks = MSsubsamping = PerhitunganFhitFhit = = Dengan = 0.05= 5%Ftabel= F(2.2)= 19,0Karena Fhit