laporan kasus tumor buli-buli
DESCRIPTION
Tumor Buli-buliTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama : Tn. R
• No. RM : 30 39 36
• Umur : 48 tahun
• Jenis Kelamin : Laki - Laki
• Agama : Islam
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Ruangan : Lantai 3, Kamar 4
Anamnesis
• Tipe anamnesis : Autoanamnesis
• Keluhan utama : Susah buang air kecil
• Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan
susah buang air kecil sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Pasien
sebelumnya didiagnosa ruptur uretra dan dilakukan pemasangan cateter
cyctostomi.
• Riwayat penyakit dahulu : (-)
• Riwayat penyakit keluarga : (-) tidak ada yang mengalami hal serupa
1
Pemeriksaan Fisik
Kepala Normosefali, tidak ada tanda trauma atau benjolan, ubun-ubun besar
menutup, muka simetris, rambut putih, lurus dan tidak mudah dicabut.
Mata Konjunctiva kanan dan kiri tidak anemis, sclera tidak ikterik pada
kedua mata, refleks cahaya +/+, strabismus -/- dan cekung -/-.
Telinga Bentuk normal, tidak ada sekret, cairan, luka maupun perdarahan,
fungsi pendengaran masih baik.
Hidung Bentuk normal, septum nasi ditengah, tidak ada deviasi, mukosa tidak
hiperemis, tidak ada edema concha. Tidak terdapat secret pada kedua
lubang hidung, epistaksis (-), pernapasan cuping hidung (-).
Tenggorokan Hiperemis (-), trachea ditengah.
Gigi dan
mulut
Bibir kering, tidak ada sianosis dan tidak ada stomatitis. Lidah kotor(-)
dan tonsil T1-T1 hiperemis (-).
Leher Tidak tampak adanya luka maupun benjolan. Tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar getah bening dan tidak ada kaku kuduk.
Thoraks Inspeksi : pada keadaan statis dada terlihat simetris kanan dan kiri,
pada keadaan dinamis pergerakan dinding dada terlihat simetris kanan
dan kiri, tidak ada yang tertinggal, tidak terdapat retraksi atau
penggunaan otot pernapasan tambahan. Pulsasi ictus cordis tidak
terlihat.
Palpasi : Massa tumor (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), ictus cordis
tidak teraba.
Perkusi : Pada lapangan paru didapatkan bunyi sonor kanan dan kiri,
batas paru-hepar di intercostal VI, tasbeh (-).
Batas jantung :
Batas kiri : Linea medioclavicularis kiri
Batas kanan : Linea parasternalis kanan
Batas atas : ICS III
Auscultasi : bunyi pernapasan vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-,
bunyi jantung I/II murni reguler, souffle (-), thrill (-).
Abdomen Inspeksi : Tampak perut cembung, turgor baik, dinding abdomen
2
simetris serta mengikuti gerak napas.
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan (+) pada regio
epigastrium dan hipokondriaka dextra
Perkusi : Tympani.
Punggung Tampak normal, tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang,
scoliosis (-) dan gibbus (-).
Ekstremitas
atas dan
bawah
Kulit kering. Tidak tampak edema. Peteki (-), ekimosis (-).
Genitalia
Eksterna
Penis
Inspeksi : Tampak penis sudah disirkum dengan muara Orificium
Urethra Externum terleak pada ujung pening, massa tumor tidak
tampak.
Palpas : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba
Scrotum
Inspeksi : Tampak warna kulit leuh gelap dari sekitarnya, edema tidak
ada, hematom tidak ada.
Palpasi : Teraba dua buah testis ukuran sama besar, nyeri tekan tidak
ada, bentuk dan ukuran normal.
Perineum
Inspeksi : Tampak warna lebih gelap dari sekitarnya, tampak fistel,
tidak tampak massa tumor, udaem, dan hematom tidak ada.
Palpasi : Massa tumor tidak teraba dan nyeri tekan tidak ada.
3
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium, tanggal 24 Juli 2015
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
RBC 4.40 l6/mm3 4,50-6,50 x106/mm3
HGB 13.4 l g/dl 13-17 g/dl
HCT 40.0 l % 40-54 %
Index eritrosit :
MCV
MCH
MCHC
RDW
91 µm3
30.5 pg
33.5 gr/dL
11.5 l %
80-100 µm3
27-32 pg
32-36 gr/dL
11.5-14.5
Leukosit 9.0x103/mm3 4,0-10,0x103/mm3
Trombosit 372.000 µL 150-500 µL
Netrofil segmen 67.4 2,00-7,50
Limfosit 26.6 1,00-4,00
Monosit 1.5 0,20-1,00
Eosinofil 3.9 0,00-0,50
Basofil 0,6 0,00-0,20
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Glukosa Sewaktu 131 mg/dl <140 mg/dl
Ureum 16 g/dl 10-50 g/dl
Kreatinin 1.01 mg/dlL: 0.7 – 1.3 P: 0.6 – 1.1
mg/dl
Asam Urat 4.7 mg/dl L: 3.7 – 7.0 P: 2.4 – 5.7
mg/dl
4
2. Pemeriksaan foto Cysto-Uretrocystograf pada tanggal 4 Agustus 2015
- Buli-buli terisi kontras
- Tampak penyempitan pada bagian posterior ureter
- Kesan : Striktur posterior uretra
3. Pemeriksaan USG abdomen pada tanggal 27 Juli 2015
- Prostat dalam batas normal
- Tampak massa tumor di vesica urinaria ukuran 5.27 x 6.75 cm
- Tidak tampak hydronefrosis
- Hepar, GB, dan pankreas dalam batas normal
Kesan :
- Tumor Buli-buli
- Prostat normal
5
Follow up
TANGGAL KELUHAN TERAPI
24/7/2015 S : Pasien MRS dengan keluhan sush buang
air kecil sejak kurang lebih 1 mingu yang lalu.
O : TD 120/90, N 80 x/m, P 20x/m, S 36.5 0c
A : Susp. Tumor Buli-buli
P : Cek Lab Lengkap, EKG
IVFD RL 20 tpm
Inj. Rantidin 1 amp/12j/iv
Inj. Ceftriaxon 1 amp/12j/iv
Inj. Ketorolac 1 amp/12j/iv
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 1 x 1
25/7/2015 S : Susah buang air kecil, demam (-) nyeri
abdomen (+)
O : TD 120/90, N 87 x/m, P 20x/m, S 36.5 0c
A : Susp. Tumor Buli-buli
P : Rencana Cysto-uretrografi
IVFD RL 20 tpm
Inj. Rantidin 1 amp/12j/iv
Inj. Ceftriaxon 1 amp/12j/iv
Inj. Ketorolac 1 amp/12j/iv
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 1 x 1
26/7/2015 S : Susah buang air kecil, demam (-) nyeri
abdomen (+)
O : TD 120/90, N 85 x/m, P 20x/m, S 36.5 0c
A : Susp. Tumor Buli-buli
P : Rencana Cysto-uretrografi
IVFD RL 20 tpm
Inj. Rantidin 1 amp/12j/iv
Inj. Ceftriaxon 1 amp/12j/iv
Inj. Ketorolac 1 amp/12j/iv
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 1 x 1
27/7/2015 S : Susah buang air kecil, demam (-) nyeri
abdomen (+)
O : TD 120/90, N 80 x/m, P 20x/m, S 37 0c
A : Susp. Tumor Buli-buli
P : Rencana Cysto-uretrografi
IVFD RL 20 tpm
Inj. Rantidin 1 amp/12j/iv
Inj. Ceftriaxon 1 amp/12j/iv
Inj. Ketorolac 1 amp/12j/iv
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 1 x 1
28/7/2015 S : Susah buang air kecil, demam (-) nyeri
abdomen (+)
O : TD 120/90, N 80 x/m, P 20x/m, S 36.5 0c
A : Susp. Tumor Buli-buli
P : Rencana Cysto-uretrografi, Rencana OP
hari Kamis
IVFD RL 20 tpm
Inj. Rantidin 1 amp/12j/iv
Inj. Ceftriaxon 1 amp/12j/iv
Inj. Ketorolac 1 amp/12j/iv
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 2 x 1
29/7/2015 S : Susah buang air kecil, demam (-) nyeri
abdomen (+)
O : TD 120/80, N 78 x/m, P 20x/m, S 36.5 0c
A : Susp. Tumor Buli-buli, Fistel Uretrokutan
IVFD RL 20 tpm
Inj. Rantidin 1 amp/12j/iv
Inj. Ceftriaxon 1 amp/12j/iv
Inj. Ketorolac 1 amp/12j/iv
6
P : Rencana Cysto-uretrografi, Rencana OP
besok, Endoskopi, Fistelektomi
Paracetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 2 x 1
Persetujuan operasi
Lapor OK
Konsul anastesi
Puasa jam 24.00
30/7/2015 S : Demam (-) nyeri abdomen (+)
O : TD 100/80, N 78 x/m, P 19x/m, S 36.5 0c
A : Susp. Tumor Buli-buli, Fistel Uretrokutan
P : Rencana Cysto-uretrografi, Rencana OP
hari ini, Endoskopi, Fistelektomi
Konsul Jantung sebelum OP
Pukul 12.00 Konsul dr. Hafid
Saran :
- EKG ulang
- Operasi ditunda
IVFD RL 20 tpm
Inj. Rantidin 1 amp/12j/iv
Inj. Ceftriaxon 1 amp/12j/iv
Inj. Ketorolac 1 amp/12j/iv
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 2 x 1
Tambahan Obat dari dr. Hafid
31/7/2015 S : BAK (lancer) Demam (-)
O : TD 110/70, N 80 x/m, P 20x/m, S 36.5 0c
A : Susp. Tumor Buli-buli, Fistel Uretrokutan
P : Rencana Cysto-uretrografi (3/8/2015),
Endoskopi, Fistelektomi, AFF infus
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 2 x 1
Obat Jantung (lanjut)
1/8/2015 S : Nyri abdomen (+) demam (-)
O : TD 120/80, N 80x/m, P 22x/m, S 37 0C
A : Susp. Tumor Buli-buli, Fistel Uretrokutan
P : Rencana Cysto-uretrografi (3/8/2015),
Fistelektomi
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 2 x 1
Obat Jantung (lanjut)
2/8/2015 S : Nyeri pinggang (+) demam (-)
O : TD 120/80, N 80x/m, P 22x/m, S 37 0C
A : Susp. Tumor Buli-buli, Fistel Uretrokutan
P : Rencana Cysto-uretrografi (3/8/2015),
Fistelektomi
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 2 x 1
Obat Jantung (lanjut)
7
3/8/2015 S : Nyeri pinggang (+) demam (-)
O : TD 120/80, N 80x/m, P 22x/m, S 37 0C
A : Susp. Tumor Buli-buli, Fistel Uretrokutan
P : Rencana Cysto-uretrografi (hari ini)
Paraccetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 2 x 1
Obat Jantung (lanjut)
4/8/2015 S : Nyeri pinggang (+) demam (-)
O : TD 120/80, N 80x/m, P 22x/m, S 37 0C
A : Susp. Tumor Buli-buli, Fistel Uretrokutan
P : Rencana Operasi (besok), Fistelektomi
RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 1 gr/iv/12J
Paracetamol tab 3 x 1
Levofloxacin 2 x 1
Persetujuan operasi
Lapor OK
Konsul anastesi
Puasa jam 24.00
5/8/2015 OPERASI
Laporan Operasi :
Posisi litotomi
Ditemukan striktur utertra bulbo membranosa
4f
Dengan guiding (kesan masuk buli)
dilakukan sachse jam 12, 3, dan 9
UK guiding lepas, striktur tidak jelas
Lepas kateter cystostomi, cystoscopy
melalui lubang cystostomi bladder neck
terbuka
Pasang bougi benick sebagai guiding
Dilakukan sache dengan tuntunan bougi
berhasil
Dilakukan sache jam 12, 3, dan 9
Evaluasi buli, trabekulasi berat
Batu-tumor negatif
Injeksi metilin blue pada muara fistel
sambil uretroscopy, muara fistel tidak jelas
Pasang kateter 16F dengan shet ½ bulat
Pasang kateter cystostomi
Diet bebas
RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 1 gr/iv/12J
Inj Torasic 1 amp/iv/12J
8
Operasi selesai
Diagnosa Pre-Operatif : Striktur uretra –
Fistel kutan
Diagnosa Post_Operatif : Striktur Uretra
Bulbo Membranosa – Fistel kutan
6/8/2015 S : Nyeri post op (+)
O : TD 120/80, N 80x/m, P 22x/m, S 37 0C
A : Post OP tumor buli-buli
P : Evaluasi, obat lanjut
RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 1 gr/iv/12J
Inj Torasic 1 amp/iv/12J
7/8/2015 S : Nyeri post op (↓)
O : TD 120/80, N 80x/m, P 22x/m, S 37 0C
A : Post OP tumor buli-buli
P : Boleh keluar RS (kateter terpasang), obat
ganti oral
Inj Torasic 1 amp/iv/12J
Ciprofloxacin 2 x 1
Paracetamol 3 x 1
8/8/2015 S :Nyeri post op (↓)
O : TD 120/80, N 80x/m, P 22x/m, S 37 0C
A : Post OP tumor buli-buli
P : Keluar RS (kateter terpasang), obat ganti
oral
Ciprofloxacin 2 x 1
Paracetamol 3 x 1
9
Analisis Kasus
1. DISKUSI
Berdasarkan kasus diatas bahwa pasien masuk rumah sakit dengan
keluhan susah buang air kecil sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Pasien
sebelumnya didiagnosa ruptur uretra dan dilakukan pemasangan cateter
cystostomi. Pasien merupakan rujukan dari RS. Labuang Baji yang sebelumya
sudah melakukan operasi. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital, didapatkan
hasil TD 120/90, N 80 x/m, P 20x/m, S 36.5 0c. BAB dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada perut kuadran bawah.
Pada pemeriksaan USG abdomen menunjukkan adanya tumor buli-buli.
Setelah dilakukan operasi pada pasien maka didapatkan diagnose
Striktur Uretra Bulbo Membranosa.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pendahuluan
Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita,
uretra mempunyai fungsi utama untuk mengailrkan urin keluar dari tubuh. Saluran
uretra juga penting dalam proses ejakulasi semen dari saluran reproduksi pria . Uretra pria
berbentuk pipa yang menyerupai alat penyiram bunga.
Pada striktur uretra terjadi penyempitan dari lumen uretra akibat terbentuknya
jaringan fibrotik pada dinding uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam
berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat
mengailrkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat
menyebabkan banyak komplikasi, dengan komplikasi tersebut adalah gagal ginjal.
Striktur uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia
tertentu. Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada pada wanita, karena uretra
pada wanita lebih pendek dan jarang terkena infeksi. Segala sesuatu yang melukai uretra
dapat menyebabkan striktur. Orang dapat terlahir dengan striktur uretra, meskipun hal itu
jarang terjadi.
II.2 Anatomi Uretra.
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli
sampai orifisium uretra aeksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra
pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra
posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra
anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulus uretra. Dalam keadaan
normal, lumen uretra laki – laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm, maka
lumen uretra laki – laki 7,2 mm, dan wanita 9 mm.
1. Uretra bagian anterior
Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari
meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa
11
tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan
operasi atau reparasi relative mudah.
2. Uretra bagian posterior
Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang
dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika, Bagian selanjutnya
adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian
uretra, sukar untuk dilatasi pada bagian ini terdapat otot yang membentuk
sfingter. Sfingter ini bersifat volunteer, shingga kita dapat menahan kemih dan
berhenti pada waktu berkemih. Uretra membranasea terdapat dibawah dan
dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai
uretra membranasea.
II.3 Etiologi
Striktur uretra dapat terjadi pada :
1. Kelainan Kongenital, misalnya kongenital meatus stenosis, klep ureter posterior
2. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia.
3. Trauma, misalnya fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea ;
Trauma tumpul pada selangkangan (Struddle Injuries) yang mengenai pars uretra
bulbas, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari
pedal sepeda sehingga jauh dengan uretra pada bingkai sepeda pria : trauma
langsung pada penis; instrumentasitransuretra yang kurang hati – hati
(iatrogenic) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.
4. Post Operasi, beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktu
uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
5. Infeksi, merupakan factor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti
infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan urethritis gonorhoikaatau non
gonorhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun sekarang
sudah jarang akibat pemakaian antibiotic, kebanyakan striktur ini terletak di pars
membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; Infeksi chiamida
sekarang merupakan penyebab utama, tapi dapat dicegah dengan menghindari
kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.
12
II.4 Patofisiologis
Striktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan
mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal.
Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna,
epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vascular.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara epimorfosis,
artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak sama
dengan semula. Jaringan ikta ini menyebabkan hilangya elastisitas dan memperkecil
lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.
II.5 Derajat Penyempitan
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu derajat :
1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.
2. Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang kala terarba jaringan keras di korpus spongiosum
yang dikenal dengan spongiofibrosis.
II.6 Gambaran Klinis
Gejala dari uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan abercabang.
Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, dysuria,
inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak,
infiltrate, abses dan fistel. Gejala lebih lanjut adalah retensi urin.
1. Pemeriksaan Fisik
Anamnesa :
Untuk mencari gejala dan tanda adanya strikutr uretra dan juga mencari penyebab
striktur uretra.
Pemeriksaan Fisik dan Lokal :
13
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di uretra,
infiltrate, abses atau fistula.
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Urin dan Kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
Uroflowmetri :
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin.
Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses
miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada
wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal,
menandakan ada obstruksi.
Radiologi :
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan
besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang
striktur adalah dengan ,membuat foto bipolar sistouretrigrafi dengan cara
dimasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograde
dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga
penting untuk perencanaan terapi atau operasi.
Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan
kateter folley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan
ukuran lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter
ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika ditemukan adanya
striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong
jaringan fibrotic dengan memakai pisau sachse.
14
II.7 Diagnosis
Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis
pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang
striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra.
II.8 Penatalaksanaan
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun. Pasien
yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk
mengeluarkan urin , jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian
antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang
dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah :
1. Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan periksa
adanya glukosa dan aprotein dalam urin. Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie
bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan
uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang
tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; Bougie filiformis mempunyai
diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak. Berikan
sedative ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan
antibiotic, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus
uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antisepitk yang lembut.
Masukkan gel lidokain kedalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi
pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis. Apabila striktur
sangat tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis,
biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain
sampai bougie dapat melewati striktur tersebut. Kemudian lanjutkan dngan
dilatasi menggunakan bougie lurus. Apabila striktur sedikit tidak teratur,
mulailah dengan bougie bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap
dinaikkan ukurannya.
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang
kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada
15
akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter
yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk
memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan
bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false passage). Perkecil
kemungkinan terjadinya bakteremi, Septikemi, dan syok septic dengan tindakan
asepsis dan dengan penggunaan antibiotic.
2. Uretrotomi Interna
Tindakan ini dilakukan dengan mengunakan alat endoskopi yang memotong
jaringan sikatris uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau sachse, laser atau
elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, Otis uretrotomi juga
dilakukan pada wanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk melakukan bedah
endoskopi dengan laat sachse adalah striktur uretra anterior atau posterior masih
ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel.
Kateter dipasang selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan,
pasien harus control tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali
selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu control
dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml.detik
dilakukan bouginasi.
3. Uretrotomi Eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan afibrosis kemudian
dilakukan anastomosis end to end diantara jaringan uretra yang masih sehat, cara
ini tidak dapat dilakukan bila daerah striktur lebih dari 1 cm. Cara Johansson;
dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotic. Stadium I,
daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan sehat di
proksimal dan distanya, lalu jaringan fibrotic dieksisi. Mukosa dijahit ke penis
pendulans dan dipasang kateter selama 5-7 hari. Stadium II, beberapa bulan
kemudian bila daerah striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.
4. Uretroplasti.
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau
dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasaca Uretrotomi
sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah
striktur dieksisi, uretra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan
16
dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit
preputium/kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.
II.9 Komplikasi
1. Trabekulasi, Sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka otot
kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuta, sampai pada suatu saat
kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan
menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase
dekompensasi timbul sakulasi dan diventrikel. Perbedaan antara sakulasi dan
diventrikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih didalam otot buli
sedangkan diventrikel mmenonjol diluar buli-buli, jadi diventrikel buli-buli
adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
2. Residu Urin
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat akan timbul
residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu. Residu adalah keadaan
dimana setelah kencing masih ada urin dalam kandung kencing, dalam keadaan
normal, residu ini tidak ada.
3. Refluks Vesiko Uretral
Dalam keadaan Normal pada waktu buang air kecil, urin dikeluarkan buli-buli
melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intraveiska yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urin dari buli-buli
akan masuk kembali ke uretra bahkan sampai ginjal.
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh
mempertahankan keadaan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan
setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan
dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena
infeksi. Adanya kuman yang berkembangbiak di buli-buli dan timbul refluks,
maka akan timbul pyelonephritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal
ginjal dengan segala akibatnya.
5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi, maka bisa
timbul inhibisi urin keluar buli-buli atau uretra priksimal dari striktur. Urin yang
17
terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrate
urin, kalau tidak diobati infiltrate urin akan timbul abses, Abses pecah akan
timbul fistula di suprapubis atau uretra proksimal dari striktur,
II.10 Prognosis
Striktur uretra kerapkali timbul sehingga pasien harus menjalani pemeriksaan yang teratur
oleh dokter. Penyakit ini dikatan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama satu
tahun tidak menunjukkan tanda – tanda kekambuhan.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidayat, R. Win de Jong.Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta: 1997
2. Purnomo, Basuki.Dasar – Dasar Urologi Edisi ke 2. CV. Sagung Seto. Jakarta :
2003
3. Urethral Stricture Desease. http://www.urologyhealth.org/, diakses tanggal 28
Agustus 2015
4. Gousse, Angelo. Urethral Stricture, Male Workup.
http://www.emedicine.medscape.com, diakses tanggal 28 Agustus 2015
BAGIAN BEDAH Laporan Kasus
FAKULTAS KEDOKTERAN Agustus
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
19
TUMOR BULI-BULI
Oleh :
Fardimayanti Abidin
10542 0079 09
Pembimbing :
dr. A. Malik Yusuf, Sp.U
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHMAKASSAR
2015
20