laporan kasus tonsilitis kronis

56
BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : An.EP Umur : 6 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Kp.Neglasari Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Pendidikan : SD ANAMNESIS (Alloanamnesis, Tgl: 28 Oktober 2014) Keluhan utama Nyeri menelan dan rasa ada yang mengganjal ditenggorokan. Riwayat perjalanan penyakit Pasien datang dibawa oleh ibunya ke poli THT RSUD Soreang dengan keluhan nyeri menelan dan rasa ada yang mengganjal ditenggorokan sejak 1 tahun yang lalu. Dalam satu bulan pasien merasaakan nyeri dua kali. Bila nyeri timbul, pasien merasakan badannya mulai panas.Amandel nyeri setelah pasien mengkonsumsi es krim dan minuman 3

Upload: nike-angela-patricia

Post on 14-Jul-2016

556 views

Category:

Documents


61 download

DESCRIPTION

lapsus tonsilitis kronis

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An.EP

Umur : 6 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kp.Neglasari

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SD

ANAMNESIS

(Alloanamnesis, Tgl: 28 Oktober 2014)

Keluhan utama

Nyeri menelan dan rasa ada yang mengganjal ditenggorokan.

Riwayat perjalanan penyakit

Pasien datang dibawa oleh ibunya ke poli THT RSUD Soreang

dengan keluhan nyeri menelan dan rasa ada yang mengganjal

ditenggorokan sejak 1 tahun yang lalu. Dalam satu bulan pasien

merasaakan nyeri dua kali. Bila nyeri timbul, pasien merasakan badannya

mulai panas.Amandel nyeri setelah pasien mengkonsumsi es krim dan

minuman dingin.Pasien juga tidur mendengkur,tetapi hal ini dirasakan

sejak 5 bulan terakhir ini.

Sejak + 2 bulan sebelum masuk rumh sakit, nyeri saat menelan

semakin sering dirasakan os. Selain keluhan nyari menelan, os. juga

mengeluh susah menelan, baik makanan biasa ataupun makanan lunak.

Tenggorokan terasa berlendir (+), terasa kering (-), sulit membuka mulut

(-). Demam (+). Demam hilang timbul tanpa disertai menggigil. Batuk

berdahak (+), pilek (+).

3

+ 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, os merasa keluhan semakin

memberat. Os juga merasakan nyeri tenggorokan saat menelan air liur.

Keluhan demam (-), batuk (-), pilek (-).Ibu pasien mengaku nafas anaknya

juga terkadang bau.

Riwayat pengobatan

pasien sudah pernah dibawa berobat ke dokter klinik dan didiagnosa

mengalami tonsilitis. pasien diberikan obat minum dan dokter tersebut

menyarankan untuk operasi jika keluhan berulang. Setelah berobat, hanya keluhan

demam dan batuk yang berkurang. Keluhan dibiarkan saja dan lama kelamaan

keluhan hilang sendiri.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat batuk pilek berulang (+)

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan

pasien.

Riwayat Kebiasaan

Pasien mengkonsumsi ice cream dan minuman botol yang dingin.

Pasien juga suka mengkonsumsi makanan yang pedas-pedas dan panas. Ibu pasien

sehari-hari memasak masakan menggunakan penyedap rasa. Ketika tidur, pasien

tidak pernah mengorok.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 120/70 mm/Hg

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5 0C

4

Nadi : 96 x/menit

Anemia : (-)

Sianosis : (-)

Stridor inspirasi : (-)

Pemeriksaan fisik

a) Telinga

Telinga Kanan Kiri

Daun Telinga

- Anotia, mikrotia, makrotia

- Keloid

- Perikondritis

- Kista

- Fistel

- Ott hematom

- Nyeri tekan tragus/daun telinga

- Warna daun telinga

-

-

-

-

-

-

+

Merah muda

-

-

-

-

-

-

-

Merah muda

Liang Telinga

- Atresia

- Serumen prop

- Epidermis prop

- Korpus alineum

- Jaringan granulasi

- Exositosis

- Osteoma

- Furunkel

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Membran timpani

- Warna

- Reflek cahaya

- Hiperemis

Seperti mutiara

Jam 7

-

Seperti mutiara

Jam 5

-

5

- Retraksi

- Bulging

- Atropi

- Perforasi

- Bula

- Sekret

-

-

-

-

-

Minimal

-

-

-

-

-

Minimal

Retro auricular

- Fistel

- Kista

- Abses

-

-

-

-

-

-

Pre auricular

- Fistel

- Kista

- Abses

-

-

-

-

-

-

b) Hidung

Hidung Kanan Kiri

Rinoskopi anterior

- Vestibulum Nasi Lebar lubang

hidung normal,

krusta (-), bisul (-)

Lebar lubang

hidung normal,

krusta (-), bisul (-)

- Kavum Nasi Hiperemis (-),

sekret (-),

rambut (+)

Hiperemis (-),

sekret (-),

rambut (+)

- Selaput Lendir Hiperemis (-),

edema (-)

Hiperemis (-),

edema (-)

- Septum Nasi Deviasi (-), massa

(-)

Deviasi (-), massa

(-)

- Lantai + dasar hidung Licin, massa (-) Licin, massa (-)

- Konka inferior Hiperemis (-),

edema (-),

Hiperemis (-),

edema (-),

6

permukaan licin permukaan licin

- Meatus nasi inferior Sekret (-) Sekret (-)

- Konka media Sulit dinilai Sulit dinilai

- Meatus nasi media Sekret (-), polip (-) Sekret (-), polip (-)

- Polip - -

- Korpus alienum - -

- Massa tumor - -

- Fenomena palatum mole Sulit dinilai Sulit dinilai

Rinoskopi posterior

- Kavum Nasi

- Selaput Lendir

- Koana

- Septum nasi

- Konka superior

- Meatus nasi media

- Muara tuba

- Adenoid

- Massa tumor

- Polip

Hiperemis (-)

Lendir (-)

Sulit dinilai

Deviasi (-)

Sulit dinilai

Secret (-), polip(-)

Sulit dinilai

Sulit dinilai

-

-

Hiperemis (-)

Lendir (-)

Sulit dinilai

Deviasi (-)

Sulit dinilai

Secret (-), polip(-)

Sulit dinilai

Sulit dinilai

-

-

Transluminasi sinus Kanan Kiri

Sinus maksilaris Tampak bayangan

seperti bulan sabit

Tampak bayangan

seperti bulan sabit

Sinus frotal Tampak cahaya Tampak cahaya

c) Mulut

Hasil

Selaput lendir mulut Hiperemis (-), Edema (-), ulkus (-), massa (-)

Bibir Stomatitis (-), Lembab, hiperemis (-), krusta

(-), ulkus (-)

Lidah Hiperemis (-), Edema (-), atropi (-), ulkus (-),

gerakan segala arah

7

Gigi Lengkap, karies (+) M1 rahang kiri bawah

Kelenjar ludah Ptialismus (-)

d) Faring

Hasil

Uvula Ditengah, hiperemis (-), edema (-), ulkus

(-), permukaan licin.

Palatum molle Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-)

Palatum durum Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-),

benjolan (-).

Plika anterior Hiperemis (-), edema (-)

Tonsil Ukuran : T3 – T3

Hiperemis (-/-), kripta melebar (+/+),

detritus (-/-)

Plika posterior Hiperemis (-), Edema (-)

Mukosa orofaring Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-)

e) Kelenjar getah bening leher

Pembengkakan (-)

f) Tes Audiologi

Tes pendengaran Kanan Kiri

Rinne + +

Weber Tidak ada lateralisasi

Scwabach normal Normal

Kesimpulan : Fungsi pendengaran normal

DIAGNOSIS

8

Tonsilitis Kronis

PENATALAKSANAAN

a. Diagnostik

Rontgen Thoraks

Pemeriksaan darah rutin

WBC 4,0 x 103/µL

RBC 5,12 x 106/µL

Hb 14,2 gr/dL

PLT 227 x 103/µL

b. Terapi

Pro Tonsilektomi

Ceftriaxone 2 x 1 gr (IV)

c. KIE

Puasa 6 jam sebelum operasi

Terapi post operasi :

9

Ekspertise Rontgen thoraks posisi PA :

Cor CTR < 50%

Aorta normal

Pulmo Tampak corakan

bronkovaskular meningkat,

Infiltrate di daerah perihilus,

Kesan Cor normal

Corakan bronkilitis

IVFD RL 20 tetes / menit

Ceftriaxon 2 x 1 gr (IV, skin test terlebih dahulu)

Ketorolac 3 x 30 mg (IV).

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. ANATOMI CINCIN WELDEYER

EMBRIOLOGI

Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke

II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk

fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel.

Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian,

sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 - 6 kehidupan janin,

berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel

tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat

limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari

mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.

ANATOMI

Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.

Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur

yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar

limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding

posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terdapat di

dalam faring, diliputi epitel skuamosa dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan

kriptus didalamnya . Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsila faringeal (adenoid),

tonsila palatina (tonsil faucium), dan tonsila lingualis yang ketiga-tiganya

membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.

Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan tonsil adalah tonsila

palatina, sedang tonsila faringeal lebih dikenal sebagai adenoid.

11

Untuk kepentingan klinis, faring dibagi menjadi 3 bagian utama:

nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Satu pertiga bagian atas atau nasofaring

adalah bagian pernafasan dari faring dan tidak dapat bergerak kecuali palatum

molle bagian bawah. Bagian tengah faring disebut orofaring, meluas dari batas

bawah palatum molle sampai permukaan lingual epiglotis. Bagian bawah faring

dikenal dengan nama hipofaring atau laringofaring, menunjukkan daerah jalan

nafas bagian atas yang terpisah dari saluran pencernaan bagian atas.

Pada orofaring yang disebut juga mesofaring, terdapat cincin jaringan

limfoid yang melingkar dikenal dengan Cincin Waldeyer, terdiri dari Tonsila

pharingeal (adenoid), Tonsila palatina, dan Tonsila lingualis.

Gambar 1. 1.Pharyngeal tonsil, 2. Palatine tonsil , 3. Lingual tonsil, 4.

Epiglottis

12

Gambar 2. Anatomi cincin waldayer

Tonsila Faringeal (adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan

limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut

tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau

kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di

bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.

Adenoid terletak pada nasofaring yaitu pada dinding atas nasofaring

bagian belakang. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding

atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba

eustachius Pada masa pubertas adenoid ini akan menghilang atau mengecil

sehingga jarang sekali dijumpai pada orang dewasa. Ukuran adenoid bervariasi

pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran

maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

Apabila adenoid membesar maka akan tampak sebagai sebuah massa yang

terdiri dari 4-5 lipatan longitudinal anteroposterior serta mengisi sebagian besar

atas nasofaring. Berlainan dengan tonsil, adenoid mengandung sedikit sekali

kripta dan letak kripta tersebut dangkal. Tidak ada jaringan khusus yang

13

memisahkan adenoid ini dengan m. konstriktor superior sehingga pada waktu

adenoidektomi sukar mengangkat jaringan ini secara keseluruhan. Adenoid

mendapat darah dari cabang-cabang faringeal A. Karotis interna dan sebagian

kecil dari cabang-cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang

pleksus faringeus ke dalam V. Jugularis interna. Sedangkan persarafan sensoris

melelui N. Nasofaringeal yaitu cabang dari saraf otak ke IX dan juga melalui N.

Vagus.

Tonsila Lingualis

Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat

pada basis lidah diantara kedua tonsil palatina dan meluas ke arah anteroposterior

dari papilla sirkumvalata ke epiglottis. Jaringan limfoid ini menyebar ke arah

lateral dan ukurannya mengecil. Dipisahkan dari otot-otot lidah oleh suatu lapisan

jaringan fibrosa. Jumlahnya bervariasi, antara 30-100 buah. Pada permukaannya

terdapat kripta yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini

sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang

akhirnya membentuk detritus.

Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan

cabang dari A. Karotis eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke

V. Jugularis interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda.

Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.

Tonsila Palatina

Tonsil terletak di bagian samping belakang orofaring, dalam fossa

tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm, lebar 15-20

mm, tebal 15 mm, dan berat sekitar 1,5 gram. Berat tonsil pada laki-laki

berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan pada wanita berat bertambah

pada masa pubertas dan kemudian menyusut kembali.

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

14

palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval

dengan panjang 2-5 cm. Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan

mempunyai lekukan yang merupakan muara dari kripta tonsil. Jumlah kripta

tonsil berkisar antara 20-30 buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel

berlapis gepeng. Beberapa kripta ada yang berjalan kearah dalam substansia tonsil

dan berakhir dibawah permukaan kapsul.. Kripta dengan ukuran terbesar terletak

pada pole atas tonsil dan disebut kripta superior, normalnya mengandung sel-sel

epitel, limfosit, bakteri, dan sisa makanan. Kripta superior sering menjadi tempat

pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan

kuman, juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.Tonsil tidak

selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal

sebagai fosa supratonsilar

Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

Lateral : M. konstriktor faring superior

Anterior : M. palatoglosus

Posterior : M. palatofaringeus

Superior : Palatum mole

Inferior : Tonsil lingual

Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel

germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari

jaringan limfoid).

Fossa tonsilaris di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus plalatina

anterior), sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus

palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-

sama dengan m. Palatina membentuk palatum molle. Bagian atas fossa tonsilaris

kosong dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan jaringan ikat longgar.

Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan

berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi M. konstriktor

15

faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil, membentuk

septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.

Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika

triangularis, dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang

membesar. Plika ini penting karena sikatrik yang terbantuk setelah proses

tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga

dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.

Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut

sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya

dekat dengan ruang supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari

Weber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat

tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak antara tonsil dengan fosa tonsilaris

mudah dipisahkan.

16

Gambar 3.Potongan sagital rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring.

Di sekitar tonsil terdapat 3 ruang potensial yang secara klinik sering menjadi

tempat penyebaran infeksi dari tonsil. Ketiga ruang potensial tersebut adalah :

1. Ruang peritonsil (ruang supratonsil)

Berbentuk hampir segitiga dengan batas-batas :

- Anterior : m. palatoglosus

- Lateral & posterior : m. palatofaringeus

17

- Dasar segitiga : pole atas tonsil

Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivarius Weber, yang bila terinfeksi dapat

menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonsil.

2. Ruang retromolar

Terdapat tepat di belakang gigi molar 3, berbentuk oval, merupakan sudut yang

dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m.

Buccinator, sementara pada bagianpostero-medialnyaterdapat m.

Pterygoideusinternus dan bagian atas terdapatfasikuluslongus M. temporalis. Bila

terjadi abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus

disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsil.

3. Ruang parafaring (ruang faringomaksila ; ruang pterygomandibula)

Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah

besar, sehingga bila terjadi abses, berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini

adalah

- Superior : Basis kranii dekat foramen jugulare

- Inferior : Os hyoid

- Medial : M. Konstriktor faringeus superior

- Lateral : Ramus ascendens mandibula, tempat m. Pterygoideus interna dan bagian posterior kelenjar parotis

- Posterior : Otot-otot prevertebra

Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosesus styloideus dan

otot-otot yang melekat pada prosesus styloideus tersebut :

- Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radng tonsil,

mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.

- Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. karotis interna, V.

Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.

Ruang parafaring ini hanya dibatasi oleh fascia yang tipis dengan ruang retro

faring.

18

Ruang retrofaring

Batas-batasnya adalah sebagai berikut :

- Anterior : fascia m. Konstriktor superior

- Posterior : fascia prevertebralis

- Superior : basis cranii

- Inferior : mediastinum setinggi bifurkasio trakea

- Lateral : parafaringeal space

Aliran Limfe Tonsil

Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim

tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula,

yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan

menembus M. Konstriktor faringeus superior, selanjutnya menembus fascia

bukofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak

sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus

mendibula. Kemudian aliran limfe ini dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah

dada, untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus.

19

Vaskularisasi Tonsil

Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu :

- A. Palatina Ascenden, cabang A. Fasialis, memperdarahi bagian postero

inferior

- A. Tonsilaris, cabang A. Fasialis, memperdarahi daerah antero-inferior

- A. Lingualis Dorsalis, cabang A. Maksilaris Interna, memperdarahi daerah

antero-media

- A. Faringeal Ascenden, cabang A. Karotis Eksterna, memperdarahi daerah

postero-superior

- A. Palatida Descenden dan cabangnya, A. Palatina Mayor dan A. Palatina

Minor, memperdarahi daerah antero-superior

Daerah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V.

Lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis

20

Interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral

kapsula dan selanjutnya menembus dinding faring.

Gambar 4.Vaskularisasi Tonsil

Persarafan Tonsil

Persarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf glossopharingeus.

Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang

melewati ganglion sphenopaltina yaitu n. palatina. Bagian bawah tonsil

dipersarafi n. glossopharingeus.

II.2. FISIOLOGI DAN HISTOLOGI TONSIL

Fungsi jaringan limfoid faring adalah memproduksi sel-sel limfosit tetapi

peranannya sendiri dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan.

Penelitian menunjukkan bahwa tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase

21

permulaan kehidupan terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan

sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah.

Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel

membran), makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi

antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobin spesifik. Juga

terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil

merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari

keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada

tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%.

Tonsil merupakan organ limfotik sekunder yang diperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2

fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;

2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan

antigen spesifik.

Hasil penelitian mengenai kadar antibodi pada tonsil menunjukkan bahwa

perenkim tonsil mempunyai kemampuan untuk memproduksi antibodi. Penelitian

terakhir menyatakan bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi Ig-A,

yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.

Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum

germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah

mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yamg pada permulaan kehidupan

masa kanak-kanak dianggap normal dan dipakai sebagai indeks aktifitas sistem

imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran

fungsi tonsil yang disertai proses involusi.

Kuman-kuman patogen yang terdapat dalam flora normal tonsil dan faring

tidak menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini terdapat mekanisme

pertahanan dan hubungan timbal balik antara berbagai jenis kuman.

Terdapat 2 bentuk mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :

22

1. Mekanisme pertahanan non spesifik

Berupa kemampuan sel limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme.

Pada beberapa tempat lapisan mukosa tonsil sangat tipis sehingga menjadi tempat

yang lemah terhadap masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Dengan

masuknya kuman ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini akan ditangkap oleh

sel fagosit, dalam hal ini adalah elemen tonsil. Selanjutnya sel fagosit akan

membunuh kuman dengan proses oksidasi dan digesti.

2. Mekanisme pertahanan spesifik

Merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam mekanisme

pertahanan tubuh terhadap udaran pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran

nafas bawah. Tonsil dapat memproduksi IgA yang akan menyebabkan resistensi

jaringan lokal terhadap organisme patogen. Disamping itu, tonsil dan adenoid juga

dapat menghasilkan IgE yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel

mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator

vasoaktif, yaitu histamin. Sel basofil yang terutama adalah sel basofil dalam

sirkulasi (sel basofil mononuklear) dan sel basofil dalam jaringan (sel mastosit).

Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE sehingga

permukaan sel membrannya terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses

ini akan menyebabkan keluarnya histamin sehingga timbul reaksi hipersensitivitas

tipe 1, yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema.

Dengan teknik immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan

dari plasma sel terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan

kripta tonsil. Sedangkan mekanisme kerja IgA, bukanlah menghancurkan antigen

akan tetapi mencegah substansi tersebut masuk ke dalam proses imunologi,

sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus, IgA mencegah terjadinya

penyakit autoimun. Oleh karena itu, IgA merupakan barier untuk mencegah reaksi

imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.

23

Apabila terjadi peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin waldeyer, maka dapat terjadi pembesaran tonsil, berikut pembagian

menurut Thane & Cody :

T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula

T2 : batas medial tonsil melewati ¼ pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.

Gambar 5.Pembesaran Tonsil

Histologi tonsil

Secara mikroskopis tonsil memiliki tiga komponen yaitu jaringan ikat, jaringan

interfolikuler,jaringan germinativum. Jaringan ikat berupa trabekula yang

berfungsi sebagai penyokong tonsil. Trabekula merupakan perluasan kapsul tonsil

24

ke parenkim tonsil. Jaringan ini mengandung pembuluh darah, syaraf, saluran

limfatik efferent. Permukaan bebas tonsil ditutupi oleh epitel statified

squamous.1,16. Jaringan germinativum terletak dibagian tengah jaringan tonsil,

merupakan sel induk pembentukan sel-sel limfoid. Jaringan interfolikel terdiri dari

jaringan limfoid dalam berbagai tingkat pertumbuhan.16,18. Pada tonsilitis kronis

terjadi infiltrasi limfosit ke epitel permukaan tonsil. Peningkatan jumlah sel

plasma di dalam subepitel maupun di dalam jaringan interfolikel. Hiperplasia dan

pembentukan fibrosis dari jaringan ikat parenkim dan jaringan limfoid

mengakibatkan terjadinya hipertrofi tonsil.

25

TONSILITIS

II. 3. TONSILITIS

II. 3. 1. Definisi

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian

daricincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang

terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina

(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral

band dinding faring atau Gerlach’s tonsil) (Soepardi, 2007). Sedangkan menurut

Reeves (2001) tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil

atau amandel.

II. 3. 2. Epidemiologi

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun

dan 10 tahun dimana penyebarannya melalui droplet infection yaitu alat makan

dan makanan

II. 3. 3. Etiologi

A. Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan olehstreptokokus

beta hemolitikus group A,Misalnya: Pneumococcus,staphylococcus,

Haemalphilus influenza, sterptoccoccus nonhemoliticus atau streptoccus viridens.

B. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lainstreptococcus B

hemoliticus grup A, streptococcus,Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus

influenza serta herpes.

C. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsilberfungsi

membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnyasebagai tindakan

pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkanoleh bakteri maupun virus,

sehingga membengkak dan meradang,menyebabkan tonsillitis.

26

Faktorpresdiposisi :

Beberapa faktor predisposisi timbulnya kejadian Tonsilitis Kronis, yaitu: 10

Rangsangankronis (rokok, makanan)

Higienemulut yang buruk

Pengaruhcuaca (udaradingin, lembab, suhu yang berubah- ubah)

Alergi (iritasi kronis dari allergen)

Keadaan umum (kuranggizi, kelelahan fisik)

II. 3. 4. Patofisiologi

Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau

mulut,amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya

tersebut sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada

amandel.Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi

yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan

infeksi atau virus.Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis.

Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil epitel

menjadikan terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil.Infeksi tonsil

jarang menampilkan gejala tetapi dalam kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat

menimbulkan gejala menelan.Infeksi tonsil yang ini adalah peradangan di

tenggorokan terutama dengan tonsil yang abses (absesperitonsiler). Abses besar

yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit yang intens dan demam

tinggi (39C-40C). Abses secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ke

tengah tenggorokan. Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi

parah, pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga

berhentimakan.

27

Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,panas,bengkak,dan

kelenjar getah bening melemah didalam daerah submandibuler, sakit pada sendi

dan otot,kedinginan, seluruh tubuh sakit,sakit kepala dan biasanya sakit pada

telinga.Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,belakang

tenggorokan akan terasa mengental.Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut

biasanya berakhir setelah 72 jam.

Gambar 6.Patofisiologi tonsillitis

28

Gambar 7.Patogenesis tonsillitis kronik

II. 3. 5. Klasifikasi

29

Bagan 1.Klasifikasitonsilitis

Macam-macam tonsillitis

1. Tonsillitis akut

Gambar 7.Tonsilitisakut

Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :

a. Tonsilitis viral

Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.

Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.

b. Tonsilitis Bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta

hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus,

streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Infiltrasi bakteri pada

lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa

30

keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus .Detritus

merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.

Tonsilitis Folikularis : Adalah tonsillitis akut dengan detritus yang

jelas

Tonsilitis Lakunaris :Bila bercak detritus ini memjadi satu

membentuk alur- alur .

Gambar 8.Perbedaan tonsillitis bakteridan viral

31

Gambar 9. Dari kiri kekanan, tonsillitis folikularis dan tonsillitis lakunaris

2. Tonsilitis membranosa

a. Tonsilitis Difteri

Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang

termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu

hidung, faring dan laring.Sering dituemukan pada anak berusia< 10 tahun

dan frekuensi tertinggi pada usia 2 – 5 tahun walaupun pada orang dewasa

masih mungkin menderita penyakit ini .

Gambar 10.TonsilitisDifteri

32

b. Tonsilitis Septik

Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi

sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi

dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit

ini jarang ditemukan.

3. Angina Plout Vincent

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang

didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan

defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39° C, nyeri kepala ,

badan lemah dan kadang gangguan pecernaan.

4. Tonsilitis kronik

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang

menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,

pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak

adekuat kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-

kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.

Gambar 11.Tonsilitiskronis

II. 3. 6. Manifestasi Klinis

Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut

yang berulang ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada

33

tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal

di kerongkongan bila menelan,terasa kering dan pernafasan berbau.

Gejala umum yang dikeluhkan :

Nyeri seringkali dirasakan di telinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki

persyarafan yang sama ). ,Demam, tidak enak badan, sakit kepala, muntah, pasien

mengeluh ada penghalang di tenggorokan, tenggorokan terasa kering, pernafasan

bau, pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus

membesar dan terisi detritus, tidak nafsu makan, mudah lelah, nyeri abdomen,

pucat, letargi, nyeri kepala, disfagia (sakit saat menelan), mual dan muntah.

Tonsillitis akut :

Seperti gejala common cold, rasa gatal/ kering ditenggorokan, lesu, nyeri sendi

odinafagia, anoreksia, otalgia, suara serak (bila laring terkena), tonsil

membengkak, demam, nafsu makan menurun .

Tonsilitis membranosa :

Angina Plaut Vincent :

Demam sampai 39°C, nyeri kepala, badan lemah dan terkadnag terdapat

gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah

berdarah .

Tonsilitiskronik :

Rasa mengganjal di tenggorokan,nafasberbau, tenggorokterasakering,

34

II. 3. 7. Diagnosis

1. Fokus pengkajian menurut Firman (2006) yaitu :

a. Anamnesis

1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsilitis)

2) Apakah pengobatan adekuat

3) Kapan gejala itu muncul

4) Bagaimana pola makannya

5) Apakah rutin atau rajin membersihkan mulut

b. Pemeriksaan fisik

Tonsilitis akut :

Tonsilitis tampak hiperemis, membengkak, detritus (+) berbentuk folikel

atau lacuna atau tertutup membrane semu, kelenjar submandibular

membengkak dan nyeri tekan .

Tonsilitis membranosa :

Tonsil membengkak ditutupi bercak putih, KGB membengkak (bull neck),

kelumpuhan otot palatum dan pernafasan, demam, nyeri kepala, badan

lemah, hipersaliva, gigi dan gusi mudah berdarah, nyeri tenggorok .

Tonsilitis kronik :

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis

Kronis yang mungkin tampak, yakni :

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan

kejaringan sekitar, kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang

purulen atau seperti keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang

seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta

yang melebardan ditutupi eksudat yang purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak

antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua

35

tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

T0 : Tonsil masuk di dalam fossa

T1 :<25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 :>75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

II. 3. 8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tonsillitis secara umum:

a. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut ) selama 10

hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.

b. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi ) dilakukan jika:

1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun .

2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.

3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.

4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Penatalaksanaan tonsillitis adalah:

a. Penatalaksanaan tonsillitis akut :

1) Antibiotik golongan penelitian atau sulfanamid selama 5 hari dan obat

kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan

eritromisin atau klidomisin.

2) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,

kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

3) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari

komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan

tenggorok 3 kali negatif

4) Pemberian antipiretik

b. Penatalaksanaan tonsillitis kronik

1) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.

36

2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau

terapi konservatif tidak berhasil.

TONSILEKTOMI

Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil

palatina. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan

limfoid di nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.

Menurut The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery

Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi :

1. Indikasi Absolut (AAO)

Tonsil yang besarhinggamengakibatkangangguanpernafasan, nyeritelan

yang berat, gangguantidurataukomplikasipenyakit-

penyakitkardiopulmonal.

Absesperitonsiler (Peritonsillar abscess) yang

tidakmenunjukkanperbaikandenganpengobatan

Tonsillitis yang mengakibatkankejangdemam.

Tonsil yang

diperkirakanmemerlukanbiopsijaringanuntukmenentukangambaranpatolog

isjaringan.

2. Indikasi Relatif (AAO)

Jika mengalami tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak

menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa

yang memadai.

Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada tonsillitis kronis

yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan.

Tonsillitis kronis atau tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier

kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap

pengobatan dengan antibiotika.

37

Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai

berhubungan dengan keganasan (neoplastik)

Kontraindikasi:

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila

sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap

memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:

1. Gangguan perdarahan, Hipertensi

2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

3. Anemia

4. Infeksi akut yang berat

5. Demam, albuminuria.

Kontraindikasiabsolut:

a. Penyakitdarah: leukemia, anemia aplastik, hemofiliadanpurpura

b. Penyakitsistemik yang tidakterkontrol: diabetes melitus,

penyakitjantungdansebagainya. 

Kontraindikasirelatif:

a. Anemia (Hb<10 gr% atau HCT <30%)

b. Infeksiakutsalurannafasatau tonsil (tidaktermasukabsesperitonsiler)

c. Poliomielitisepidemik

d. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknyaditunggusampai 5 tahun)

38

Gambar .Tonsilektomi

TehnikTonsilektomi

39

II. 3. 9. Komplikasi

1. Komplikasi sekitar tonsila

• Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan

abses.

• Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil.Sumber infeksi berasal

dari penjalaran tonsillitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil

dan penjalaran dari infeksi gigi.

40

• Abses Parafaringeal

Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau

pembuluh darah.Infeksi berasal daridaerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid,

kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.

• Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring.Biasanya terjadi pada anak

usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

• Kista Tonsil

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan

ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa

cekungan, biasanya kecil dan multipel.

41

42

BAB III

KESIMPULAN

Tonsilitis adalah inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau

amandel. Tonsilitis terdapat pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari

Cincin Waldeyer. Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia

5 tahun dan 10 tahun dimana penyebarannya melalui droplet infection yaitu alat

makan dan makanan.

Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lainstreptococcus B

hemoliticus grup A, streptococcus,Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus

influenza serta herpes. Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung

atau mulut,amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang

berbahaya tersebut sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada

amandel.Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi

yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan

infeksi atau virus.Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis.

Tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis akut, membranosa, dan Angina Plout

Vincent. Gejala yang timbul biasanya berupa nyeri tenggorokan, demam, sulit

menelan, dan gangguan lain pada daerah tonsil dan tenggorokan.

Untuk diagnosis tonsilitis biasanya hanya dengan melihat tonsil secara

langusng dengan pemeriksaan pada orofaring.

Penatalaksanaan pada tonsilitis akut meliputi antibiotik peroral, antipiretik,

kortikostreroid jika perlu untuk mengurangi edema, dan tonsilektomi dilakukan

sesuai indikasi .

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Boies A, dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta. Penerbit

EGC

2. Efiaty Arsyad Soepardi, dkk. 1990. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga,

Hidung dan Tenggorok. Balai Penerbit FKUI. Edisi ke-5. Jakarta

3. Andrina YMR. Tonsilitis. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit

Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatera Utara. 2003. Diunduh

dari:repository.usu.ac.id pada tanggal 15 April 2011.

4. Baba Y, Kato Y, Saito H, Ogawa K. Management of deep neck infection

by a transnasal approach: a case report. Journal of Medical Case

Report. 3: 7317, 2009. Diunduh dari:www.jmedicalcasereports.com pada

tanggal 22 April 2011

5. Ballenger, John Jacob. M.S, M.D. Penyakit Telinga Hidung, Tenggorok

Kepala dan Leher. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal : 295-97, 318-23, 346-55

6. E, Steyer, Terrence, M.D, Peritonsiller Abscess: Diagnosis and Treatment.

Available at: www.aafp.org/afp, Accesed on Okt, 2010.

7. Fachruddin,Darnila, Abses Leher Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Telinga Hidung Tenggorokkan, editor Soepardi EA, Iskandar N, Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, edisi keenam,

Jakarta, 2007: 185-8.

8. Mehta, Ninfa. MD. Peritonsillar Abscess. Available from.

www.emedicine.com. Accessed at Okt 2010.

9. Murray A.D. MD, Marcincuk M.C. MD. Deep neck infections. [Diperbaharui Juli 2009] Diunduh dari: www.eMedicine Specialties//Otolaringology and facial plastic surgery.com pada tanggal 25 April 2011

10. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit-penyakit Nasofaring dan

Orofaring. Dalam: Adams, Boies, dan Higler, editors. Boies: Buku ajar

penyakit THT Edisi VI. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1997.

hal. 320-355.

44

45