laporan kasus salivary gland stone (sialolithiasis)

17
LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS) Penulis: drg. Steffano Aditya Handoko, MPH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2018

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

LAPORAN KASUS

SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

Penulis:

drg. Steffano Aditya Handoko, MPH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Page 2: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak pada penyusunan laporan kasus ini sangatlah sulit untuk dirampungkan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan kasus ini, maka dari itu penulis memohon maaf apabila ada kesalahan maupun kekurangan dari laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikaan manfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Denpasar, 25 Juni 2018

Penulis

Page 3: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI……...…………………………………………………………………. ii

DAFTAR GAMBAR………………………………………….....…………………. iii

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………...………………. 1

BAB 2 LAPORAN KASUS………………………………………………....………. 3

BAB 3 DISKUSI…………………………………………………………………….. 5

BAB 4 KAITAN TEORI…………………………………………………...……….. 7

4.1. Definisi Sialolith……………………………………...…………………. 7

4.2. Etiologi Sialolith…………………………………………...……………. 7

4.3. Patogenesis…………………………………………………..………….. 7

4.4. Gambaran Klinis………………………………………………………… 8

4.5. Penatalaksaan Sialolithiasis……………………………………….…….. 9

4.6. Prognosis…………………………………………………………....… 10

BAB 5 PENUTUP………………………………………………………………..… 11

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 12

Page 4: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Seorang pasien 45 tahun dengan pembengkakakn pada pipi kanan……... 3

Gambar 2. Tampak samping yang menunjukkan ekstra oral sinus yang membaik….. 3

Gambar 3. Pembukaan duktus secara hipertropik………………………………….... 4

Gambar 4. Radiografi…………………...…………………………………………… 4

Gambar 5. Sialolith yang sudah dikeluarkan dari kelenjar saliva..………………….. 6

Page 5: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

BAB I

PENDAHULUAN

Sialolithiasis merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penyumbatan

kelenjar saliva atau saluran ekskretorisnya karena pembentukan konkret atau sialolith

berkapur. Hal ini biasanya berhubungan dengan pembengkakan, nyeri, dan infeksi

pada kelenjar yang terkena yang mengakibatkan ektasia ludah (Debnath dan A.K.,

2015). Sialolithiasis adalah penyakit yang paling umum dari kelenjar saliva mayor

setelah mumps dan sekitar 30% dari semua kelainan saliva. Sekitar 0,01-1,0%

populasi dikatakan terpengaruh, dengan kejadian yang lebih tinggi pada pria berusia

antara 30 dan 60 tahun. Lebih dari 80% sialolithiasis saliva terjadi pada saluran

submandibular atau kelenjar, 6-15% terjadi pada kelenjar parotis dan sekitar 2%

berada pada kelenjar saliva sublingual dan kelenar saliva minor (Moghe et al, 2012).

Ini menyebabkan penyumbatan mekanis dan pembengkakan kelenjar ludah. Efek

selanjutnya adalah infeksi kelenjar ludah yang bisa menyebabkan sialadenitis kronis.

Etiologi pembentukan sialolithis belum diketahui secara tepat. Beberapa

hipotesis telah diajukan untuk menjelaskan etiologi dari pembentukan batu ini:

mekanis, inflamasi, kimiawi, neurogenik, infeksius, dll. Namun diperkirakan bahwa

alkalin, viscous, mucus rich saliva, mengandung persentase kalsium fosfat lebih

tinggi seperti pada kelenjar liur submandibular yang mendukung pembentukan

sialolith. Selain itu, posisi Wharton yang panjang dan berliku-liku juga berpengaruh

sehingga kelenjar saliva submandibular lebih rentan terhadap pembentukan sialolith

dari pada kelenjar parotis. Diketahui bahwa penyakit sistemik (asam urat, Sjögrens),

obat-obatan (anticholinergics, antisialogogues), trauma lokal, radioterapi kepala dan

leher, penuaan, dan gangguan ginjal juga dapat mempengaruhi pasien terhadap

pembentukan sialolith (Moghe et al, 2012). Kombinasi berbagai faktor ini biasanya

memicu pengendapan amorphous tricalcic phosphate, yang setelah dikristalisasi dan

diubah menjadi hidroksiapatit hal ini menjadi fokus awal yang bertindak sebagai

katalisator yang menarik dan mendukung proliferasi endapan baru yang berbeda.

Page 6: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

Sebagian besar batu saliva berukuran kecil dan biasanya kurang dari 1 cm, tetapi

telah dilaporkan adanya megalitik atau giant calculli atau batu raksasa.

Penatalaksanaan sialolith bergantung pada ukuran batu, lokasi, jumlah batu,

dan tingkat penyumbatan kelenjar. Manajemen bedah dimulai dari teknik invasif

minimal sampai teknik bedah terbuka. Secara konvensional, batu pada bagian distal

kelenjar parotis dekat dengan punctum dihilangkan melalui pendekatan intraoral. Hal

yang ada di saluran bagian proksimal dan parenkim menimbulkan lebih banyak

masalah, khususnya saat dekat dengan saluran yang mengalami penyempitan. Pilihan

bedah untuk kasus ini adalah parotidektomi dengan komplikasi yang menyertainya,

terutama luka pada saraf wajah (9%), kerusakan pada saraf auricular yang parah, dan

sindrom Frey (Samani et al, 2016). Sialolithotomi ekstraoral tanpa parotidektomi

pertama kali dijelaskan oleh Baurmarsh dan Dechiara pada tahun 1991 dengan

menggunakan radiograf polos dan ultrasonografi. Kemudian, Extra-corporeal Shock

Wave Lithotripsy (ESWL) diusulkan sebagai pendekatan terapeutik alternatif dalam

pengobatan batu kelenjar saliva. Baru-baru ini pengenalan sialoendoskopi telah

mengubah penatalaksanaan sialolithiasis dan memungkinkan diagnosis dan lokalisasi

obstruksi yang lebih akurat.

Page 7: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pria 45 tahun datang ke praktik spesialis bedah mulut dengan keluhan

pembengkakan rekuren dan sakit pada pipi kanan sejak 1 tahun yang lalu(Gambar 1).

Pembengkakan dan ketidaknyamanan dirasakan selama atau sebelum makan dan

mereda dengan sendirinya. Ia juga memiliki riwayat pengeluaran pus dari sinus

ekstraoral 3 bulan yang lalu dan penatalaksanaan menggunakan antibiotik(Gambar 2).

Pada pemeriksaan, ditemukan pembengkakan pada pipi kanan dengan ukuran kurang

lebih 3x3 cm. Pembengkakan terasa hangat, padat, dan lembut pada saat dipalpasi dan

tidak melekat pada struktur lainnya. Kelenjar tersebut mengalami inflamasi dan

hypertrophic dan tampak kemerahan pada tempat pus dikeluarkan(Gambar 3).

Orthopantomografi mengungkapkan bahwa ukuran massa radiopak sebesar 1.5x1.5

cm dengan kaitan pada molar ketiga maksila pada region kelenjar Stenson yang

merupakan sialolithiasis(Gambar 4). Foto ultrasonografi juga dilakukan yang

mengungkapkan kelenjar parotis kanan tebal dengan pelebaran limfanodi intraparotid.

Kelenjar parotis melebar seluruhnya sampai buccinators dan massa curvilinear

echogenic yang memiliki ukuran 1.2x0.6 cm yang ditemukan di kelenjar Stenson

merupakan sialodocholithiasis.

Gambar1.Seorangpasien45tahundenganpembengkakaknpadapipikanan

Gambar2.Tampaksampingyangmenunjukkanekstraoralsinusyangmembaik

Page 8: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

Gambar3.Pembukaanduktussecarahipertropik

Gambar4.Radiografi

Page 9: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

BAB III

DISKUSI

Pada kasus dengan batu yang kecil, penatalaksanaan yang dianjurkan berupa

medikasi bukan pembedahan. Hal tersebut mencakup analgesik oral, hidrasi yang

cukup, kompres panas lokal, pemijatan untuk mengeluarkan batu, dan penggunaan

sialogog untuk meningkatkan sekresi pada duktus (Moghe et al, 2012). Teknik

dengan bantuan endoskopi bisa menjadi alternatif dengan tingkat kesuksesan yang

baik yang minim efek samping. Sialoendoskopi intervensional memiliki tingkat

keberhasilan yang baik pada kasus dengan batu dengan diameter kurang dari 5 mm;

Batu yang tidak fluktuatif dan lebih besar dari 5 mm dapat dapat dilakukan ESWL.

Pembedahan hanya diindikasikan pada kasus dimana terapi non invasif gagal, serta

tergantung dari lokasi dan ukuran dari siaolit. Morbiditas setelah parotidektomi total

maupun superfisial sebagai terapi batu parotis biasanya tidak sebanding dengan gejala

yang ditimbulkan. Studi menunjukan bahwa risiko kerusakan nervus facial setelah

parotidektomi superfisial bervariasi dari 16%-38% untuk melemah, serta 9% untuk

kerusakan permanen (Samani et al, 2016). Perkembangan teknik dengan invasi

minimal telah meminimalisir perlunya sialoadenektomi parotis maupun

submandibularis. Insisi trans oral tepat diatas sialolith serta mengeluarkannya

merupakan terapi yang minim invasi dan efektif dilakukan saat sialolith sudah

mencapai titik paling distal dari duktus.

Pada kasus ini lokasi sialolith dekat dengan jalan keluar duktus, namun tidak

dapat dilakukan pemijatan karena diameter yang terlalu besar. Setelah diagnosis

dikonfirmasi, rencana perawatan pun diputuskan yaitu mengeluarkan sialolith di

bawah anestesi lokal dengan insisi trans oral. Setelah dianestesi dan letak sialolith

sudah diketahui, langkah pertama yang dilakukan adalah imobilisasi sialolith dengan

cara dijahit untuk mencegah sialolith bergerak sepanjang ductus selama pembedahan

berlangsung. Insisi dilakukan langsung di atas sialolith dan posisinya parallel dengan

duktus saliva untuk mengekspos batu. Pembedahan dilanjukan di sekitar sialolith

untuk memisahkan dan mengeluarkan sialolith (Gambar 5). Ukuran sialolith tersebut

Page 10: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

adalah 1.2x0.6 cm. penjahitan dilakukan sebanyak 3 kali dengan bentuk braided silk.

Pasien kemudian dipulangkan dan diberikan antibiotik dan obat analgesik.

Gambar5.Sialolithyangsudahdikeluarkandarikelenjarsaliva

Page 11: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

BAB IV

KAITAN TEORI

4.1. Definisi Sialolith

Sialolithiasis adalah formasi struktur terkalsifikasi yang berkembang di dalam

kelenjar atau duktus saliva yang berasal dari akumulasi debris dalam lumen duktus

yang terdiposisi kalsium pada nidus. Debris termasuk mukus, bakteri, sel epitel

duktus atau benda asing.

4.2. Etiologi Sialolith

Etiologi sialolithiasis belum diketahui dengan pasti. Teori yang berkembang

mengaitkan etiologi sialolithiasis dengan sialodentitis kronis dan obstruksi parsial

struktur kelenjar saliva. Teori lain menyatakan bahwa sialolithiasis merupakan

manifestasi dari penyakit sistemik. Contoh penyakit sistemik yaitu asam urat atau

arthritis, dimana batu yang terbentuk mengandung asam urat. Pada umumnya batu

pada kelenjar saliva mengandung kalsium fosfat, sedikit magnesium, amonium dan

karbonat. Batu kelenjar saliva juga dapat berupa matriks organik, yang mengandung

campuran antara karbohidrat dan asam amino. Meski terdapat presipitasi ion kalsium

dan fosfat dalam pembentukan sialolith, studi yang dilakukan menyatakan bahwa

sialolithiasis tidak berkaitan dengan abnormalitas metabolisme kalsium maupun

fosfor.

4.3. Patogenesis

Sialolithiasis terjadi karena terbentuknya struktur terkalsifikasi dalam duktus

saliva. Patogenesis pasti dari sialolithiasis masih belum diketahui. Secara umum,

kalkulus atau struktur sialolith terbentuk karena deposisi garam kalsium pada

akumulasi musin saliva, bakteri, dan sel epitel yang terobstruksi. Reaksi ireguler pada

elemen mukus saliva menyebabkan saliva berubah dari kondisi viskositas tinggi (cair)

Page 12: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

menjadi viskositas rendah (gel), gel saliva ini yang menjadi sarana bagi deposisi

garam kalsium dan substansi organik lainnya sehingga membentuk struktur sialolith.

Teori lain menyatakan bahwa patogenesis sialolithiasis dibagi menjadi 2 tahap, yaitu

tahap formasi inti struktur dan akumulasi perifer. Formasi inti struktur disebabkan

oleh presipitasi garam yang terikat oleh substansi organik dalam saliva, kemudian

pada tahap selanjutnya terjadi deposisi substansi organik dan non-organik. Sialolith

submandibular terbentuk di sekeliling mukus sedangkan sialolith parotis seringkali

terbentuk di sekitar agen inflamasi atau benda asing. Menurut teori lainnya, sialolith

terbentuk karena terjadi gangguan metabolisme yang meningkatkan kadar bikarbonat

dalam saliva, sehingga mengganggu solubilitas kalsium fosfat dan menyebabkan

terjadinya presipitasi ion kalsium dan fosfat. Meninjau dari segi etiologi infeksi,

sebuahh teori menyatakan bahwa bakteri dalam rongga mulut dapat bermigrasi ke

dalam duktus saliva dan menjadi nidus yang menunjang proses kalsifikasi. Pada

kelenjar submandibular, sialolith lebih mudah terbentuk karena kandungan alkalin

yang lebih tinggi serta konsentrasi kalsium dan fosfat. Dibandingkan dengan kelenjar

parotis dan sublingual, saliva dari kelenjar submandibular secara alami memiliki

konsentrasi mukus yang lebih padat. Sialolith tidak berkaitan dengan abnormalitas

metabolisme kalsium.

4.4. Gambaran Klinis

Rasa sakit dan adanya pembengkakan secara intermiten di daerah kelenjar

ludah mayor. Keadaan ini bertambah parah pada waktu makan dan kembali hiang

setelah makan. Rasa sakit ini berasal dari tersumbatnya air ludah di belakang

pembatuan. Nyeri dan pembengkakan kelenjar yang bersifat intermitter merupakan

keluhan paling sering dijumpai dimana gejala ini muncul berhubungan dengan selera

makan. Pada saat selera makan meningkat muncul sekresi saliva meningkat,

sedangkan drainase melalui duktus mengalami obstuksi sehingga terjadilah stagnasi

yang menimbulkan rasa nyeri dan pembengkakan kelenjar. Stagnasis yang

berlangsung lama menimbulkan infeksi, pada fase lanjut stagnasi menyebabkan atropi

pada kelenjar saliva yang menyebabkan hipersalivasi, dan akhirnya terjadi proses

Page 13: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

fibrosis. Palpasi bimanual di dasar mulut arah posterior ke anterior didapatkan calculi

pada duktus submanibularis, juga dapat meraba pembesaran duktus dan kelenjar.

Perabaan ini juga berguna untuk mengevalusi fungsi kelenjar saliva (Hypofuctional

dan non-functional gland). Studi imaging sangat berguna untuk diagnosis sialothiasis,

radiografi berguna untuk menunjukkan batu radiopak.

4.5. Penatalaksaan Sialolithiasis

Terdapat beberapa cara penanganan dari sialolithiasis, yaitu:

- Tanpa pembedahan

Pada kasus dengan batu yang kecil, penatalaksanaan yang dianjurkan berupa

medikasi bukan pembedahan. Hal tersebut mencakup analgesik oral, hidrasi yang

cukup, kompres panas lokal, pemijatan untuk mengeluarkan batu, dan penggunaan

sialogog untuk meningkatkan sekresi saliva pada duktus. Menggunakan antibiotik

dan antiinflamasi dengan harapan batu keluar melalui duktus secara spontan. Namun

pada beberapa kasus yang mendapatkan penanganan dengan cara ini, batu yang ada

pada kelenjar saliva masih tersisa, sehingga pendekatan konservatif perlu dilakukan.

- Pembedahan

Pembedahan seringkali dilakukan terutama pada kasus dengan diameter batu

yang besar (ukuran terbesar sampai 10 mm), atau lokasi yang sulit. Terkadang

diikuti oleh reseksi kelenjar liur. Tindakan reseksi kelenjar liur ini dilakukan pada

kasus dengan riwayat terbentuknya batu dan sumbatan duktus kelenjar liur berulang

yang dapat mengakibatkan kerusakan parenkim karena inflamasi kronis yang

bersifat irreversibel (Elvia, 2011). Sialithectomy dengan pendekatan intraoral diikuti

reseksi kelenjar liur dengan teknik operasi, kemudian dilakukan pemasangan

pembuka mulut dan lidah diangkat. Setelah dilakukan perabaan pada dasar rongga

mulut untuk menentukan lokasi kalkulus. Dilakukan diseksi secara tumpul melalui

orificium duktus submandibula menembus mukosa rongga mulut tepat diatas lokasi

kalkulus hingga kalkulus. terpapar. Lalu kalkulus dipisahkan perlahan- lahan dari

jaringan sekitar kemudian diangkat. Perdarahan diatasi sebaik mungkin kemudian

dilanjutkan dengan tindakan reseksi kelenjar submandibula dengan insisi horizontal

Page 14: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

dari tepi bawah mandibula menembus otot aplatysma hingga lapisan superfisial fasia

servikalis. Tahap akhir jika memerlukan tindakan ligasi terhadap pembuluh darah

arteri dan vena. Sebelum dilakukan diseksi secara tumpul untuk memisahkan

kelenjar submandibula dari jaringan sekitarnya hingga struktur anatomi sekitar

kelenjar submandibula diangkat kemudian di reseksi mulai dari bagian inferior.

- Minimal invasive

- Lithotripsi

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi

dengan pendekatan non invasif yang cukup efektif pada sialolithiasis. Tujuan

ESWL untuk mengurangi ukuran calculi menjadi fragmen yang kecil

sehingga tidak mengganggu aliran seliva dan mengurangi simptom.

Diharapkan juga fragmen calculi bisa keluar spontan mengikuti aliran saliva.

Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua sialolithiasis baik dalam kelenjar

maupun duktus, kecuali posisi batu yang dekat dengan struktur dari nervus

fasialis. Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan

anestesia, pasien duduk setengah berbaring (semi-reclining position) seperti

terlihat pada Gb.(a). Shockwave benar-benar fokus dengan lebar 2,5 mm dan

kedalaman 20mm sehingga lesi jaringan sekitarnya sangat minimal. Energi

yang digunakan disesuaikan dengan batu pada kelenjar saliva, yaitu antara 5

– 30 mPa. Tembakan dilakukan 120 impacts per menit, bisa dikurangi

sampai 90 atau 60 impacts per menit. Setiap sesion sekitar 1500 + / - 500

impacts dan antar sesion terpisah minimal satu bulan (Elvia, 2011).

- Sialendoskopi

Prosedur yang dapat dilakukan dengan sialendoskopi merupakan

complete exploration ductal system yang meliputi duktus utama, cabang

sekunder dan tersier. Teknik sialendoskopi ini memiliki beberapa indikasi,

yaitu:

1) Deteksi sialolith yang samar,

2) Deteksi dini pemebentukan sialolith (mucous or fibrinous plugs)

dan profilaksis pembentukan batu

Page 15: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

3) Pengobatan stenosis post inflamasi dan obstruksi karena sebab lain

4) Deteksi dan terapi adanya variasi anatomi atau malformasi,

5) Diagnosis dan pemahaman baru terhadap kelaianan autoimun yang

melibatkan kelenjar saliva,

6) Sebagai alat follow up dan kontrol keberhasilan terapi.

4.6. Prognosis

Keberhasilan dari penatalaksanaan sialolithiasis sangat berhubungan dengan

ukuran sialolith kelenjar saliva. 97% sialolith berukuran kurang dari 3 mm dapat

dikeluarkan langsung. Sedangkan sialolith yang berukuran lebih dari 3 mm harus

difragmentasi dahulu.

Page 16: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

BAB V

PENUTUP

Sialolithiasis adalah formasi struktur terkalsifikasi yang berkembang di dalam

kelenjar atau duktus saliva. Etiologi sialolithiasis belum diketahui dengan pasti. Teori

yang berkembang mengaitkan etiologi sialolithiasis dengan sialodentitis kronis dan

obstruksi parsial struktur kelenjar saliva. Teori lain menyatakan bahwa sialolithiasis

merupakan manifestasi dari penyakit sistemik. Nyeri dan pembengkakan kelenjar

yang bersifat intermitter merupakan keluhan paling sering dijumpai dimana gejala ini

muncul berhubungan dengan selera makan. Rasa nyeri ini berasal dari tersumbatnya

air ludah di belakang pembatuan.

Terdapat 3 metode penatalaksanaan sialolithiasis, yaitu: tanpa pembedahan,

pembedahan, dan minimal invasif. Masing-masing metode memiliki kelemahan dan

kelebihannya masing-masing. Pemilihan metode yang tepat sangat berpengaruh

terhadap prognosis ataupun resiko terjadinya sialolithiasis yang rekuren. Dalam

memilih penatalaksanaan sialolithiasis sangat dipengaruhi oleh ukuran batu yang

terbentuk.

Page 17: LAPORAN KASUS SALIVARY GLAND STONE (SIALOLITHIASIS)

DAFTAR PUSTAKA

Debnath, S.C. dan A.K., Adhyapok. 2015. Sialolithiasis of an accessory parotid

gland: an unusual case. Br J Oral Maxillofac Surg.

Elvia, Muhtarum Yusuf. 2011. DIAGNOSIS DAN TERAPI SIALOLITIASIS

KELENJAR LIUR. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

Moghe, S., et al. 2012. Parotid sialolithiasis. BMJ Case Rep.

Samani, M., et al. 2016. Minimally-invasive surgery in the management of

symptomatic parotid stones. Br J Oral Maxillofac Surg.