laporan kasus pt+ksi ut

Upload: fateee

Post on 15-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSI. IDENTITAS PASIENNama : Tn. HUmur : 70 tahunJenis Kelamin : Laki-lakiSuku Bangsa : BugisAgama : IslamAlamat : JL. veteranPekerjaan : Pensiunan

II. ANAMNESISKeluhan utama :Selaput putih pada kedua mataAnamnesis Terpimpin: Dialami sejak 1 tahun yang lalu, dirasakan muncul perlahan-lahan dirasakan berpasir pada mata kiri dan mata kanan (+). Awalnya mata berwarna kemerahan (+) sejak setahun yg lalu, perih (+), gatal (-), rasa mengganjal (+), rasa berpasir (+), mata berair (+), kotoran mata yang berlebihan (-), penglihatan menurun (+) dirasakan sejak 5 bulan yang lalu, dirasakan perlahan-lahan yang semakin memberat, pasien seperti melihat kabut yang menghalangi pandangannya, terasa panas (-) dan silau (+) pada saat cahaya terang atau sinar matahari. Riwayat penggunaan kacamata (-), riwayat benda asing masuk mata (-), riwayat Hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-) , riwayat sering terpapar sinar matahari karena pekerjaan (+), riwayat keluhan yang sama dengan keluarga (-).

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIA. InspeksiODOS

PalpebraEdema (-)Edema (-)

SiliaSekret (-)Sekret (-)

Apparatus LakrimalisLakrimasi (-)Lakrimasi (-)

KonjungtivaHiperemis (+) di nasal, tampak selaput bentuk segitiga di daerah nasal, dengan apeks melewati limbus tapi belum mencapai pupil

Hiperemis (+) di nasal, tampak selaput bentuk segitiga di daerah nasal, dengan apeks melewati limbus tapi belum mencapai pupil

Bola MataNormalNormal

Mekanisme Muskular ODS OD OSKe segala arah

Ke segala arah

KorneaJernihJernih

Bilik Mata DepanKesan NormalKesan Normal

IrisCoklat, kripte (+)Coklat, kripte (+)

PupilBulat, Sentral, RC (+)Bulat, Sentral, RC (+)

LensaKeruhKeruh

B. PalpasiPemeriksaanODOS

Tensi OkulerTnTn

Nyeri Tekan(-)(-)

Massa Tumor(-)(-)

Glandula PreAurikulerTidak Ada PembesaranTidak Ada Pembesaran

C. TonometriTOD = 14,6 mmHgTOS = 17,3 mmHgD. VisusVOD : 6/12 PH 6/12VOS : 6/9,6 PH 6/9,6E. Campus visual: Tidak dilakukan pemeriksaanF. Color sense: Tidak dilakukan pemeriksaanG. Light sense: Tidak dilakukan pemeriksaanH. Penyinaran oblikODOS

KonjungtivaHiperemis (+) di nasal, tampak selaput bentuk segitiga di daerah nasal lewat limbus tapi belum mencapai pupilHiperemis (+) di nasal, tampak selaput bentuk segitiga di daerah nasal lewat limbus tapi belum mencapai pupil

KorneaJernihJernih

Bilik Mata DepanKesan NormalKesan Normal

IrisCoklat, Kripte (+)Coklat, Kripte (+)

PupilBulat, Sentral, RC (+)Bulat, Sentral, RC (+)

LensaKeruhKeruh

I. Diafanoskopi: Tidak dilakukan pemeriksaanJ. OftalmoskopiFOD: Reflaks fundus (+), papil N II batas tegas, CDR = 0,3, A/V = 2/3 makula refleks fevea (+), retina perifer kesan normalFOS: Reflaks fundus (+), papil N II batas tegas, CDR = 0,3, A/V = 2/3 makula refleks fevea (+), retina perifer kesan normalK. Slit lamp SLOD : konjungtiva bulbi hiperemis (+) di nasal, tampak selaput segitiga di bagian nasal melewati limbus tapi belum mencapai pupil, BMD kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa keruh. SLOS : konjuntiva bulbi hiperemis (+) di nasal , tampak selaput segitiga di bagian nasal melewati limbus tapi belum mencapai pupil, BMD kesan normal, iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral RC (+), lensa keruh.

L. RESUMESeorang laki-laki umur 70 tahun, datang ke poli mata RSWS dengna keluhan adanya selaput putih pada kedua mata yang di sadari sejak 1 tahun yang lalu dan di rasakan muncul perlahan-lahan. Awalnya mata berwarna kemerahan (+)sejak setahun yg lalu, perih (+), rasa mengganjal (+), rasa berpasir (+) pada kedua mata, mata berair (+). Penglihatan menurun (+) dirasakan sejak 5 bulan yang lalu, dirasakan perlahan-lahan yang semakin memberat, pasien seperti melihat kabut yang menghalangi pandangannya, silau (+) pada saat cahaya terang atau sinar matahari. Dari pemeriksaan oftalmologi pada inspeksi ODS: konjungtiva tampak selaput berbentuk segitiga dinasal melewati limbus kornea, lensa keruh. VOD: 6/12 PH 6/12 , VOS: 6/9,6 PH 6/9,6. Dari penyinaran oblik ODS: konjungtiva hiperemis (+) terdapat selaput bentuk segitiga dari arah nasal ke kornea dengan apeks sudah mencapai limbus dan melewati limbus. SLOD: konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput bentuk segitiga dari arah nasal ke kornea dengan apeks sudah melewati limbus, kornea, jernih, BMD dalam batas normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa keruh. SLOS: konjungtiva hiperemis (+), tampak selaput bentuk segitiga dari arah nasal ke kornea dengan apeks melewati limbus, kornea jernih, BMD normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa keruh.

M. DIAGNOSISODS Pterigium Stadium II + ODS Katarak senil Imatur

N. TERAPIC. Hyalub 6x1 gtt ODS

O. ANJURANODS Eksisi pterigium + graft konjungtiva ODS Ekstraksi lensa + IOL

P. DISKUSIDari hasil anamnesis pada pasien ini, ditemukan keluhan utama adanya selaput putih pada kedua mata kanan dan kiri yang dialami sejak + 1 tahun terakhir yang disebabkan tumbuhnya selaput yang awalnya mata berwarna kemerahan (+). Rasa perih (+), kadang-kadang mata merah (+), air mata berlebihan (+), rasa mengganjal (+). Riwayat sering terpapar sinar matahari (+), Penglihatan menurun (+) dirasakan sejak 5 bulan yang lalu, dirasakan perlahan-lahan yang semakin memberat, pasien seperti melihat kabut yang menghalangi pandangannya, silau (+) pada saat cahaya terang atau sinar matahari. Pada pemeriksaan oftalmologi, VODS : 6/9,6 PH 6/9,6, 6/19 PH 6/19, TODS : Tn . Pada mata kanan dan kiri ditemukan selaput segitiga di nasal, dengan apeks melewati limbus, belum mencapai pupil, kornea jernih, BMD kesan normal, iris coklat, kreipte (+), pupil bulat, sentral, RC (+) dan lensa keruh. Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan oftalmologi tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien menderita ODS Pterigium Stadium II + ODS Katarak Senil Imatur. Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif, berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan puncak segitiga di kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar ke daerah kornea. Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata berair dan tampak merah serta mungkin menimbulkan astigmat akibat adanya perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh pterigium serta terdapat pendataran dari pada meridian horizontal pada kornea. Sinar ultraviolet terutama sinar UVB beserta polutannya merupakan pencetus terjadinya inflamasi kronik sebagai penyebab pertumbuhan jaringan pterigium, selain itu kekeringan okular dan polusi lingkungan dapat berperan serta dalam progresivitas pterigium dan rekurensinya. Prinsip penanganan pterigium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika pterigium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterigium yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada pterigium derajat 1 dan 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan. Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Pemakaian air mata artifisial ini diperlukan untuk membasahi permukaan okular dan untuk mengisi kerusakan pada lapisan air mata.Umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang bermakna, karena itu prognosis adalah baik.Dari anamnesis pasien mengeluh penglihatan kabur, ditemukan visus menurun pada ODS yang dialami secara perlahan lahan. Visus menurun dapat terjadi akibat adanya gangguan pada media refrakta, maupun pada retina. Pasien juga mengeluhkan penglihatannya bertambah buruk pada saat berada di ruangan yang terang atau terkena sinar matahari karena fotofobia (+). Gejala-gejala ini dapat timbul akibat adanya kekeruhan pada lensa mata atau yang biasa disebut katarak. Penyebab katarak dapat bermacam-macam. terkait dengan usia pasien yaitu 70 tahun dan tidak ada riwayat trauma, penyakit sistemik, misalnya stress, maka kemungkinan pada pasien ini terjadi age related cataract, sehingga diagnosis pasien ini adalah katarak senil, yaitu kekeruhan lensa akibat proses penuaan.Pada pemeriksaan fisis, didapatkan:1. Ketajaman penglihatan menurun dimana visus ODS : 6/9,6 dan 6/19-Dari pemeriksaan segmen anterior ditemukan palpebra edema (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea tampak jernih, BMD normal, iris coklat; kripte (+), pupil bulat;sentral, RC(+), lensa keruh.-Pemeriksaan Segmen posterior didapatkan refleks fundus (+), papil N II batas tegas, CDR = 0,3, A/V = 2/3 makula reflex fovea (+), retina perifer.Oleh karena itu diagnosis dari pasien ini adalah ODS Katarak Senil imaturAdapun terapi definitif untuk katarak senil adalah ekstraksi lensadan sekaligus dilakukan pemasangan IOL

PTERIGIUM

I. DEFENISI

Pterigium merupakan kelainan yang paling sering terjadi pada mata yang patogenesisnya masih belum jelas.1 Pterigium (L. Pterygion = sayap) adalah suatu proses degeneratif dan hiperplastik dengan fibrovaskular berbentuk segitiga (sayap) yang muncul pada konjungtiva, tumbuh terarah dan menginfiltrasi permukaan kornea antara lain lapisan stroma dan membrana Bowman.2-4 Pterigium pertama kali ditemukan oleh Susruta (India) dokter ahli bedah mata pertama di dunia 1000 tahun sebelum masehi.4 Pterigium dapat bervariasi bentuknya dari yang kecil, lesi atrofi sampai lesi fibrovaskular besar yang tumbuh agresif dan cepat yang dapat merusak topografi kornea, dan yang selanjutnya, mengaburkan bagian tengah optik kornea.5 Dulu penyakit ini dianggap sebagai suatu kondisi degeneratif, pterigium juga menampilkan ciri-ciri seperti tumor, seperti kecenderungan untuk menginvasi jaringan normal dan tingkat rekurensi yang tinggi setelah reseksi, dan dapat hidup berdampingan dengan lesi premalignan sekunder.6 Banyak literatur melaporkan faktor-faktor etiologi berikut yang mungkin menjadi penyebab terjadinya pterigium: radiasi ultraviolet (UV), radang mata kronis, efek toksik zat kimia. Baru-baru ini, beberapa virus juga memiliki kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi.1-3,7

II. EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENS

Pterigium merupakan kelainan mata yang umum di banyak bagiandunia, dengan prevalensi yang dilaporkan berkisar antara 0,3%-29%. Studi epidemiologis menemukan adanya asosiasi terhadap paparan sinar matahari yang kronis, dengan meningkatnya prevalensi geografis dalam peri-khatulistiwa garis lintang 370 utara dan selatan khatulistiwa 'sabuk pterigium'.8 Sebuah studi epidemiologis oleh Gazzard dkk melaporkan orang berkulit hitam (usia 40-84 tahun) di Barbados, yang terletak di daerah tropis 13 utara khatulistiwa,memiliki tingkat prevalensi yang sangat tinggi (23,4%) sedangkan tingkat prevalensi orang kulit putih di perkotaan (usia 40-101 tahun) Melbourne, Australia kurang dari (1,2%). Prevalensi pterigium orang kulit putih lebih dari 40 tahun di pedesaan Australia (6,7%), dan di perkotaan orang Cina Singapura yang lebih dari 40 memiliki tingkat prevalensi (6.9%). Penelitian ini juga melaporkan orang Indonesia lebih dari 40 tahun, tingkat prevalensinya di Sumatera (16,8%) yakni lebih tinggi daripada semua ras lainnya yang telah dipelajari sebelumnya, kecuali dengan penduduk kulit hitam dari Barbados. 9Secara umum studi lain pterigium, prevalensi pterigium di Sumatera meningkat seiring bertambahnya usia.9 Hal yang jarang terjadi untuk seseorang menderita pterigium sebelum usia 20 tahun. Pasien lebih dari dari 40 tahun memiliki prevalensi tertinggi untuk terjadinya pterigium, sementara pasien berusia 20-40 tahun dilaporkan memiliki insiden tertinggi terjadinya pterigium.10 Hal yang berbeda dengan beberapa studi dimana pterigium ditemukan lebih banyak pada laki-laki.9 Tingkat rekurensi pada pasca ekstirpasi di Indonesia berkisar 35 % - 52 %. Data di RSCM angka rekurensi pterigium mencapai 65,1 % pada penderita dibawah usia 40 tahun dan sebesar 12,5 % diatas 40 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa kekambuhan pasca transplantasi limbal sel sebesar 14 % dan kekambuhan pasca bare sclera sebesar 40-75 % serta conjungtival graft sebesar 3-5%.3

III. ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva adalah membran mukosa tembus cahaya yang melapisi permukaan aspek posterior dari kelopak mata dan anterior bola mata. Nama konjungtiva (conjoin: bergabung) diberikan kepada membran mukosa ini karena fakta bahwa ia menhubungkan bola mata dengan kelopak mata. Membentang dari pinggir kelopak mata ke limbus, dan membungkus ruang kompleks yang disebut sakus konjungtiva yang terbuka di depan fisura palpebral.2Konjungtiva dapat dibagi menjadi 3 bagian (Gam. 1): Konjungtiva palpebralis. Bagian ini melapisi permukaan dalam kelopak mata dan melekat kuat pada tarsus. Konjungtiva palpebralis terbagi 3 yakni konjungtiva marginal, tarsal, orbital.2,11 Konjungtiva marginal membentang dari tepi kelopak mata sekitar 2 mm pada bagian belakang kelopak sampai ke alur dangkal, yakni sulkus subtarsalis. Bagian ini sebenarnya zona transisi antara kulit dan konjungtiva lebuih tepatnya. Konjungtiva tarsal tipis, transparan dan banyak mengandung vaskular. Bagian ini melekat kuat pada seluruh tarsal kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah, hanya melekat pada setengah bagian tarsal. Konjungtiva orbital terletak longgar antara tarsal dan forniks.2Konjungtiva bulbaris. melekat longgar pada sclera dan melekat lebih erat pada limbus kornea. Di sana epitel konjungtiva bergabung dangan epitel kornea.2,11. Bagian ini dipisahkan dari sklera anterior oleh jaringan episcleral dan kapsul Tenon. Terdapat sebuah dataran tinggi 3 - mm dari konjungtiva bulbaris sekitar kornea disebut konjungtiva limbal.2 Konjungtiva fornix, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Lain halnya dengan konjungtiva palpebra yang melekat erat pada struktur sekitarnya, konjungtiva fornix ini melekat secaralonggar dengan struktur dibawahnya yaitu fasia muskulus levator palpebra superior serta muskulus rektus. Karena perlekatannya bersifat longgar, maka konjungtiva fornix dapat bergerak bebas bersama bola mata ketika otot-otot tersebut berkontraksi.11Secara histologis, konjungtiva terdiri dari tiga lapisan yaitu epitel, lapisan adenoid, dan lapisan fibrosa.2 1. Epitel. Lapisan sel epitel di konjungtiva bervariasi pada masing-masing daerah dan dalam bagian-bagian sebagai berikut: Konjungtiva marginal memiliki 5 lapis epitel sel gepeng bertingkat. Konjungtiva tarsal memiliki 2 lapis epitel: lapisan superficial terdiri dari sel-sel silinder dan lapisan dalam terdiri dari sel-sel datar. Konjungtiva forniks dan bulbaris memiliki 3 lapis epitel: lapisan superfisial terdiri dari sel silindris, lapisan tengah terdiri dari sel polyhedral dan lapisan dalam terdiri dari sel kubus. Limbal konjungtiva memiliki lagi lapisan yang banyak (5 sampai 6 lapis) epitel berlapis gepeng. 2. Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari retikulum jaringan ikat halus dengan jerat dimana terdapat limfosit. Lapisan ini paling pesat perkembangannya di forniks. Lapisan ini tidak ditemukan ketika bayi lahir tapi akan berkembang setelah 3-4 bulan awal kehidupan. Hal ini menjelaskan bahwa peradangan konjungtiva pada bayi tidak menghasilkan reaksi folikuler.3. Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis. Lapisan ini lebih tebal dari lapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva tarsal, di mana lapisan ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh dan saraf dari konjungtiva. Lapisan ini bersatu dengan mendasari kapsul Tenon di daerah konjungtiva bulbar.

Konjungtiva berisi dua jenis kelenjar, yakni kelenjar sekresi musin dan kelenjar lakrimalis aksesoris. Kelenjar ini terdiri dari sel goblet (kelenjar uniseluler yang terletak di dalam epitel), Crypts of Henle (terdapat di konjungtiva tarsal) dan kelenjar Manz (ditemukan dalam konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini mensekresi mucus yang penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva. Kelenjar lakrimalis aksesoris terdiri dari: Kelenjar Krause (terdapat pada jaringan ikat subconjunctival forniks, sekitar 42 buah di atas forniks dan 8 buah di bawah forniks) dan kelenjar Wolfring (terdapat di sepanjang batas atas tarsus superior dan sepanjang batas bawah tarsus inferior). 2,12

Gambar 1. Konjungtiva terdiri dari konjungtiva bulbaris, konjungtiva forniks, konjungtiva palpebralis.dikutip dari kepustakaan 11

Gambar 2. Vaskularisasi Konjungtiva dikutip dari kepustakaan 2Plica semilunaris merupakan lipatan seperti bulan sabit berwarna merah muda dari konjungtiva yang terdapat di kantus medial. Batas bebas lateralnya berbentuk cekung. Korunkula adalah massa kecil, oval, merah muda, terletak di canthus bagian dalam. Pada kenyataannya, massa ini merupakan potongan modifikasi kulit dan ditutupi dengan epitel gepeng bertingkat dan berisi kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan folikel rambut.2Arteri yang memperdarahi konjungtiva berasal dari tiga sumber yakni arkade arteri perifer palpebra, arkade arteri marginal kelopak mata, dan arteri ciliaris anterior (Gam. 2). Konjungtiva palpebralis dan forniks diperdarahi oleh cabang-cabang dari arkade arteri perifer dan marginal palpebra. Konjungtiva bulbar diperdarahi oleh dua set pembuluh darah yaitu: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arteri kelopak mata, dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri ciliaris anterior. Cabang terminal arteri konjungtiva posterior membentuk anastomosis dengan arteri konjungtiva anterior dan membentuk arkade pericorneal. Vena konjungtiva bermuara ke dalam vena pleksus kelopak mata dan beberapa mengelilingi kornea dan bermuara ke vena ciliaris anterior. Sistem limfatik konjungtiva tersusun dalam dua lapisan, yakni superficial dan profunda. Sistem ini dari sisi lateral bermuara ke limfonodus preaurikuler dan sisi medial bermuara ke limfonodus submandibular.2,12 Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.12

IV. ETIOLOGIEtiologi pterigium sepenuhnya diketahui. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang tinggal di iklim panas. Oleh karena itu, anggapan yang paling mungkin adalah pengaruh efek berkepanjangan faktor lingkungan seperti terpapar sinar matahari(sinar ultraviolet), panas, angin tinggi dan debu. Baru-baru ini, beberapa virus juga memiliki disebut-sebut sebagai faktor etiologi mungkin.1-3,7 Efek merusak dari sinar UV menyebabkan penurunan sel induk limbal pada kornea, yakni menyebabkan terjadinya insufisiensi limbal. Hal ini mengaktifkan faktor pertumbuhan jaringan yangmenginduksi angiogenesis dan proliferasi sel.1 Radiasi cahaya UV tipeB menjadi faktor lingkungan yang paling signifikan dalam patogenesis pterigium. Penelitian terbaru telah melaporkan bahwa gen p53 dan human papillomavirus dapat juga terlibat dalam patogenesis pterigium.8

V. KLASIFIKASIPterigium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium, progresifitasnya dan berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera, yaitu: 131. Berdasarkan tipenya pterigium dibagi atas 3: Tipe I: Pterigium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas 4mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan. 2. Berdasarkan stadium pterigium dibagai ke dalam 4 stadium yaitu:7,13 Stadium 1 : invasi minimum, pertumbuhan lapisan yang transparan dan tipis, pertumbuhan pembuluh darah yang tipis hanya terbatas pada limbus kornea. Stadium 2: lapisan tebal, pembuluh darah profunda tidak kelihatan dan menginvasi kornea tapi belum mencapai pupil. Stadium 3:lapisan tebal seperti daging yang menutupi pupil, vaskularisasi yang jelas Stadium 4: pertumbuhan telah melewati pupil.3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterigium dibagi menjadi 2 yaitu:2,13 Pterigium progresif: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrate di kornea di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium) Pterigium regresif:tipis,atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membrane, tetapi tidak pernah hilang.4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterigium dan harus diperiksa dengan slitlamppterigium dibagi 3 yaitu:13 T1(atrofi):pembuluh darah episkleral jelas terlihat. T2(intermediet):pembuluh darah episkleral sebagian terlihat. T3(fleshy,opaque):pembuluh darah tidak jelas.

VI. PATOFISIOLOGI Meskipun paparan sinar ultraviolet kronis memainkan peran utama, patogenesis pterigium belum sepenuhnya dipahami. Infeksi virus, mekanisme imunologi, remodeling matriks ekstraseluler, faktor pertumbuhan, sitokin, antiapoptotic mekanisme, dan faktor angiogenik berbagai semuanya telah terlibat dalam pathogenesis.8,14 Patogenesis pterigium ditandai dengan degenerasi kolagen dan elastotic proliferasi fibrovaskular yang menutupi epitel.4, 5 Radiasi sinar UV dapat menyebabkan mutasi pada gen seperti gen supresor tumor p53, sehingga berakibat pada terekspresinya gen ini secara abnormal pada epitel pterigium. Temuan ini menunjukkan bahwa pterigium bukan hanya lesi degeneratif, tetapi bisa menjadi manifestasi dari proliferasi sel yang tak terkendali. Matriks metalloproteinase (MMP) dan jaringan inhibitor MMPs (TIMPs) pada pinggir pterigium mungkin bertanggung jawab untuk proses inflamasi, tissue remodeling, dan angiogenesis yang menjadi ciri pterigium, serta perusakan lapisan Bowman dan invasi pterigium ke dalam kornea.1,6,8 Sinar UV menyebabkan mutasi pada gene suppressor tumor TP53 di sel basal limbal dan fibroblast elastic gene di epitel limbal (gambar 3). Karen kerusakan pada program apoptosis p53 oleh sinar UV, mutasi juga terjadi pada gen lainnya. Hal ini menyebabkan multistep perkembangan pterigium dan tumor sel limbal oleh ekspresi p53 pada sel epitel limbal.12,15 Mutasi pada gen TP53 atau family TP53 pada sel basal limbal juga menyebabkan terjadinya produksi berlebih dari TGF- melalui jalur p53-Rb-TGF-. Oleh karena itu, pterigium merupakan tumor secreting TGF-. Banyaknya sekresi TGF- oleh sel pterigium dapat menjelaskan macam-macam perubahan jaringan dan ekspresi MMP yang terjadi pada pterigium. Pertama, sel pterigium (sel epitel basal limbal) menghasilkan peningkatan MMP-2, MMP-9, MTI-MMP, dan MT2-MMP, yang menyebabkan terputusnya perlekatan hemidesmosom. Awalnya, sel pterigium akan bermigrasi secara sentrifugal ke segala arah menuju ke adjacent dan limbal corneal, limbus, dan membrane konjungtiva. Karena produksi TGF- oleh sel ini, terjadi penipisan jumlah lapisan pada daerah di atas, dan tidak ada massa tumor yang nampak tapi sebagai tumor yang tidak kelihatan. Selanjutnya, setelah perubahan pada seluruh sel basal limbus berkembang dan semua hemidesmosom lepas dari sel-sel ini, terjadi migrasi sel ke kornea diikuti oleh epitel konjungtiva, yang mengekspresikan 6 jenis MMP dan berkontribusi terhadap penghancuran lapisan bowman pada kornea. Sebagai tambahan, TGF- yang diproduksi oleh sel pterigium menyebabkan peningkatan monosit dan pembuluh darah kapiler dalam lapisan epitel dan stroma. Kemudian, sekelompok fibroblast normal berkumpul dibawah invasive epitel limbus di depan tepi yang rusak dari lapisan Bowman dan diaktivasi oleh jalur TGF--bFGF untuk memproduksi MMP-1 dan MMP-3 yang juga membantu dalam penghancuran lapisan bowman. Beberapa sitokin-sitokin ini mengaktivasi fibroblast untuk bermigrasi untuk membentuk pulau kecil fibroblast yang memproduksi MMP 1 dan juga berperan dalam penghancuran membran bowman.15 Semua proses di atas dapat dilihat pada gambar. 4. 15

Gambar 3. Kemungkinan jalur yang berperan dalam proses munculnya pterigium dikutip dari kepustakaan 15.

Gambar 4. Patogenesis invasif pterigium dikutip dari kepustakaan 15

Tseng dkk juga berspekulasi bahwa pterigium mungkin dapat terjadi pada daerah yang kekurangan limbal stem cell. 1,6,8 Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi conjungtivalization pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi inflamasi kronis, kerusakan membrane mbuhan jaringan fibrotic. Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar UV terjadi kerusakan stem cell di daerah interpalpebra.6,12

Gambar 5. A. Patogenesis pterigium: kerusakan limbal fokal oleh karena sinar UV memicu migrasi mutasi limbal stem cell ke central kornea. B. defisiensi limbal stem cell menyebabkan conjungtivalization kornea dari segala arah dikutip dari kepustakaan 6

Patogenesis pterigium bisa bisa melibatkan respon inflamasi, seperti sejumlah besar limfosit infiltrasi sebagian besar sel-T (CD3 +), ditemukan di substantia propria spesimen pterigium. Hasil ini menunjukkan bahwa mekanisme imunologi, mungkin dari tipe hipersensitivitas 1, 3 dan 4 dapat berkontribusi pada patogenesis pterigium.6,16

VII. GAMBARAN KLINISPterigium lebih sering terjadi pada pria tua yang melakukan pekerjaan di luar rumah. Ptrygium mungkin terjadi unilateral atau bilateral. Penyakit ini muncul sebagai lipatan segitiga konjungtiva yang mencapai kornea, biasanya di sisi nasal. tetapi juga dapat terjadi di sisi temporal. Deposisi besi kadang-kadang terlihat pada epitel kornea anterior disebut garis Stocker. Pterigium terdiri dari tiga bagian Apeks (bagian apikal pada kornea), Collum (bagian limbal), dan Corpus (bagian scleral) membentang antara limbus dan yang canthus2Pterigium hanya akan bergejala ketika bagian kepalanya menginvasi bagian tengah kornea. Kekuatan tarikan yang terjadi pada kornea dapat menyebabkan astigmatisme kornea. Pterigium lanjut yang menyebabkan skar pada jaringan konjungtiva juga dapat secara perlahan-lahan mengganggu motilitas okular, pasien kemudian akan mengalami penglihatan ganda atau diplopia.2,11

Gambar 6. Pterigium

VIII. DIAGNOSIS Anamnesis Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata sering berair, gangguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar matahari yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwyat trauma sebelumnya.12Pemeriksaan fisikPada inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan fibrovaskuler pada permukaan kojungtiva. Pterigium dapat memberikan gambaran vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yangb avaskuler dan flat. Pterigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterigium pada daerah temporal. 2,12Pemeriksaan penunjangPemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterigium adalah topografi kornea untuk menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang di sebabkan oleh pterigium. 12

IX. PENATALAKSANAAN

Karena kejadian pterigium berkaitan dengan aktivitas lingkungan, penanganan pterigium asimptomatik atau dengan iritasi ringan dapat diobati dengan kacamata sinar UV-blockking dan salep mata. Anjurkan pasien untuk menghindari daerah berasap atau berdebu sebisa mungkin. Pengobatan pterigium yang meradang atau iritasi dengan topikal dekongestan atau kombinasi antihistamin dan atau kortikosteroid topikal ringan empat kali sehari.5Bedah eksisi adalah satu-satunya pengobatan yang memuaskan, yang dapat diindikasikan untuk: (1) alasan kosmetik, (2) perkembangan lanjutan yang mengancam daerah pupil (sekali pterigium telah mencapai daerah pupil, tunggu sampai melintasi di sisi lain), (3) diplopia karena gangguan di gerakan okular.2Tujuan utama pembedahan adalah untuk sepenuhnya mengeluarkan pterigium dan untuk mencegah terjadinya rekurensi.8 Berbagai teknik bedah yang digunakan saat ini untuk pengelolaan pterigium.4,12 1. Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan sclera. Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-75%. 4,8,122. Simple closure: menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, dimana teknik ini dilakukan bila luka pada konjungtiva relative kecil.2,123. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk memungkinkan dilakukannya penempatan flap.4. Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas eksisi untuk membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi.125. Conjungtival graft: menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan.2,4,8,12

Rekurensi menjadi masalah setelah dilakukan bedah eksisi yakni sekitar 30-50%. Tapi hal ini dapat di minimalisir dengan cara berikut:2,81. Penggunaan mitomicin C intra dan post operasi2. Post poerasi beta iradiasi3. Conjungtival autograft4. Limbal and limbalconjunctival transplantation5. Amniotic membrane transplantation6. Cultivated conjunctival transplantation7. Lamellar keratoplasty8. Fibrin glue

X. DIAGNOSIS BANDINGPterigium harus dibedakan dari pseudopterigium. Pseudopterigiumadalah lipatan konjungtiva bulbar yang melekat pada kornea. Hal ini terbentuk karena adhesi dari konjungtiva bulbar dengan ulkus kornea marjinal. Hal ini biasanya terjadi pada luka bakar akibat zat kimia pada mata.2 Selain itu pterigium juga didiagnosis banding dengan pingekulum yang merupakan lesi kuning keputihan pada konjungtiva bulbar di daerah nasal atau temporal limbus. Tampak seperti penumpukan lemak bisa karenairitasi maupun karena air mata yang kurang baik. Pada umumnya tidak diperlukan terapi tetpi pada kasus tertentu dapat diberikan steroid topikal.12

XI. KOMPLIKASI

Komplikasi pterigium meliputi iritasi, kemerahan, diplopia, distorsi penurunan visus dan skar pada konjungtiva , kornea dan otot rektus medial. Komplikasi pasca operasi termasuk infeksi, diplopia dan terbentuknya jaringan parut. Retina detachment, perdarahan vitreous dan perforasi bola mata meskipun jarang terjadi. 4,10Komplikasi pasca operasi akhir radiasi beta pterygia dapat meliputi: Scleral dan / atau kornea yang menipis atau ektasia dapat muncul beberapa tahun atau bahkan puluhan tahun setelah perawatan. Beberapa kasus bisa sangat sulit untuk ditangani.10Komplikasi yang paling umum dari operasi pterigium adalah rekurensi. Bedah eksisi sederhana memiliki tingkat rekurensi tinggi sekitar 50-80%. Tingkat rekurensi telah berkurang menjadi sekitar 5-15% dengan penggunaan autografts konjungtiva / limbal atau transplantasi membran amnion pada saat eksisi. 2,10 Pada kesempatan langka, degenerasi ganas dari jaringan epitel yang melapisi sebuah pterigium yang ada dapat terjadi.10

XII. PROGNOSIS

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakn pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien dengan pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva auto graft atau transpalantasi membrane amKATARAK

I. PENDAHULUANKatarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan Latin (Cataracta) yang berarti air terjun.Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh.Katarak ialah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya.17Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, namun dapat juga merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.17Berdasarkan usia penderitanya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak juvenile dan katarak Senil. Diantara ketiganya, katarak Senil merupakan jenis katarak yang paling sering terjadi.17Katarak Senil adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak Senil dapat dibagi kedalam 4 stadium, yaitu katarak insipien, katak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur.Katarak insipient merupakan stadium katarak yang paling awal dan belum menimbulkan gangguan visus.Pada katarak imatur, kekeruhan belum mengenai seluruh bagian lensa sedangkan pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa. Sementara katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.Selain itu, klasifikasi katarak senil berdasarkan lokasinya dalam tiga zona lensa dibagi menjadi tiga yaitu kapsul, korteks, dan nukleus.17,18Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.19

II. EPIDEMIOLOGIKatarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Sebagian besar kasus katarak yaitu 90% adalah katarak senil. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan prevalensi katarak sebesar 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan.18,20 Di Indonesia sendiri, katarak merupakan penyebab utama kebutaan dimana prevalensi buta katarak 0,78% dari 1,5% menurut hasil survei. Walaupun katarak umumnya adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang menurut kriteria Biro Pusat Satatistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. Berbeda dengan kebutaan lainnya, buta katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah. Namun pelayanan bedah katarak di Indonesia belum tersedia secara merata yang mengakibatkan timbunan buta katarak mencapai 1,5 juta, terutama diderita oleh penduduk berpenghasilan rendah.21III. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA

Gambar 7: Bentuk dan posisi lensa. Lensa berbentuk bikonveks, berada pada fossa hyaloid, dan membagi mata menjadi segmen anterior dan posterior.20

Gambar 8: Anatomi Lensa( Dikutip dari kepustakaan No.18 )Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir transparan sempurna yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa memiliki ukuran tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada humor aquous untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreous.Posisinya dipertahankan oleh zonula zinni yang terdiri dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar.Lensa terdiri dari kapsula, epithelium lensa, korteks dan nukleus.Kapsul lensa adalah membran semipermeabel yang menyebabkan air dan elektrolit dapat masuk.Nukleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia, laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitasnya. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina melalui kemampuan akomodasinya.Lewat kemampuan ini, kita mampu melihat benda yang jauh ataupun yang dekat. Namun seiring dengan bertambahnya usia, lensa dapat mengalami berbagai gangguan seperti kekeruhan, gangguan akomodasi, distorsi dan dislokasi.18,19,20,22Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya sekitar 6,3 mm pada bidang ekuator dan 3,5 mm anteroposterior serta memiliki berat sekitar 135 mg (0-9 tahun) 255 mg (40-80 tahun). Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka lensa yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor yang berperan.20Lensa berfungsi untuk merefraksikan sinar, mempertahankan kejelasannya, serta untuk akomodasi. Lensa dapat merefraksikan sinar karena indeks refraksinya berbeda dari aquous dan vitreus yang ada disekelilingnya (normalnya sekitar 1,3 secara sentral dan 1,36 secara perifer). Pada posisi ketika lensa tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi sebesar 10-20 Dioptri dari kira-kira 60 Dioptri dari kekuatan refraksi konvergen rata-rata mata manusia.18

Gambar 9: Bagianbagian lensa terdiri dari kapsul, epithelium lensa, korteks dan nukleus.(dikutip dari kepustakaan No.20 )

a. Kapsul Kapsul lensa memiliki sifat elastis, terdiri dari substansia lensa yang dapat mengkerut selama proses akomodasi. Lapis terluar dari kapsul lensa adalah lamella zonularis yang berperan dalam perlengketan serat-serat zonula.Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan. Bagian paling tebal dari kapsul lensa terdapat pada bagian anterior dan pre-ekuator posterior dan yang paling tipis pada daerah kutub posterior sentral yaitu sekitar 2-4 mm. Pinggir lateral lensa disebut ekuator, yaitu bagian yang dibentuk oleh gabungan kapsul anterior dan posterior yang merupakan insersi dari zonula.20

b. Serat ZonulaSerat zonula lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari epithelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial secara kontinue.Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior.20

c. Epitel lensaEpitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa.Terdiri dari sel-sel epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini secara metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid sehingga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel epitel akan mengalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel-organel ini dapat menguntungkan karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini, tetapi dengan hilangnya organel maka fungsi metabolik pun akan hilang sedangkan serat lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis.20

d. Korteks dan nukleusNukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellar konsentrik yang panjang.Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.20

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (Na, K).Kedua kation ini berasal dari humor aquous dan vitreus. Kadar kalium di bagian anterior lebih tinggi dibandingkan posterior sedangkan kadar natrium lebih tinggi di posterior. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor vitreus, dan ion Na bergerak ke anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATP-ase.Transpor aktif asam-asam amino mengambil tempat pada lensa dengan mekanisme tergantung pada gradient natrium yang dibawa oleh pompa natrium.Aspek fisiologis terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan lensa.Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah ditemukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit sering terjadi pada katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara bermakna.20Lensa manusia normal mengandung sekitar 65% air dan 33% protein dan perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa menjadi lebih terhidrasi dari pada nukleus lensa.Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraseluler.Konsentrasi natrium dalam lensa dipertahankan pada 20 mm dan konsentrasi kalium sekitar 120 mm.23Epithelium lensa sebagai tempat transpor aktif lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion Kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari humor aquous dan vitreus disekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+), ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktivitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epithelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini bergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase.Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase. Inhibisi dari Na+, K+, ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatkan kadar air dalam lensa. Pada perkembangan katarak kortikal beberapa studi telah menunjukkan bahwa terjadi penurunan aktivitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan perubahan apapun. Dari studi-studi lain telah diperkirakan bahwa permeabilitas membran sedikit meningkat seiring dengan perkembangan katarak.20

Gambar 10 : Transparansi Lensa(diKutip dari kepustakaan No.20)IV. ETIOLOGIPenyebab katarak Senil sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti dan diduga multifaktorial. Beberapa penyebab katarak diantaranya adalah:4,221. Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetic2. Fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat sehingga mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa3. Faktor imunologik4. Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.5. Gangguan metabolisme umum 6. Obat-obatan. Obat yang meniduksi perubahan lensa adalah sebagai berikut: Kortikosteroid Phenotiazine Chlorpromazine Amiodarone Miotics Aspirin Obat topical glaukoma7. Trauma Kerukakan lensa akibat trauma dapat disebabkan oleh peradangan mekanik, kekuatan fisikal (radiasi, kimia, elekrik)8. Merokok

Konsep penuaan :17 Teori putaran biologi (A biologic clock) Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali kemudian mati Imunologis dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunologik yang mengakibatkan kerusakan sel Teori mutasi spontan Teori a free radical Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi Free redical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vit. E Teori a cross-linkAhli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi.

Perubahan lensa pada usia lanjut adalah :a. KapsulMenebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur,dan terlihat bahan granular.b. EpitelMakin tipis, sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat , bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.c. Serat lensaLebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic nukleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.d. Korteks Tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi dan sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.

V. PATOGENESISKekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa. Patogenesis dari katarak terkait usia bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya dimengerti. Dengan bertambahnya usia lensa, ketebalan dan berat lensa akan meningkat sementara daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan konsentris baru dari kortek, inti nukleusakan mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini dikenal sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada lensa yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba-tiba ini mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan pandangan. Modifikasi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi keruh. Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan penurunan konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya konsentrasi sodium dan kalsium.18, 23Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya transparasi lensa. Sel epithelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga densitasnya akan berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel fiber. Akumulasi dari sel-sel epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan serat-serat lensa yang akan menyebabkan penurunan transparasi lensa. Selain itu, proses degeneratif pada epithelium lensa akan menurunkan permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-molekul larut air sehingga transportasi air, nutrisi dan antioksidan kedalam lensa menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan penurunan antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki peran penting pada proses pembentukan katarak.24

VI. KLASIFIKASIBerdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam :171. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun 2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun 3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak komplikata.Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur.18 Katarak Insipien Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipient. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.17 Katarak imaturSebagian lensa keruh atau katarak.Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa.Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. 17,20

Gambar 11: Katarak senile imatur(Dikutip dari kepustakaan No.20) Katarak maturBila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegritas melalui kapsul. Di dalam stadium ini lensa akan berukuran normal kembali. Sehingga iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalium. Bila dilakukan test bayangan iris atau shadow test akan terlihat negatif.17

Gambar 12 : Katarak senil mature(Dikutip dari kepustakaan No.18)

Katarak HipermaturMerupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa. Lensa mengeriput dan berwarna kuning.Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks nukleus lensa tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata menjadi dalam. Shadow test memberikan gambaran pseudopositif. Akibat massa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.20

Gambar 13 : Katarak senile hipermatur(Dikutip dari kepustakaan No.18)

Ada 3 tipe umum age-related cataract yaitu nuklear, kortikal, dan subkapsular posterior. Pada banyak pasien, lebih dari satu tipe bisa didapatkan.181. Katarak nuclearPada dekade keempat kehidupan, produksi serat tekanan pada lensa perifer menyebabkan pengerasan keseluruhan lensa, terutama inti (nukleus).Inti berubah warna menjadi coklat kekuningan (brunescent katarak nuklir).Perubahan warna ini bervariasi dari coklat kekuningan sehingga kehitaman pada seluruh lensa (black cataract). Oleh karena meningkatnya daya bias lensa,katarak nuklearmenyebabkan myopia lentikulerdan menghasilkandua titik fokal pada lensa serta menghasilkan diplopia monokuler. Perkembangan katarak nuklear sangat lambat. Oleh karena terjadinya myopia lentikuler, visus dekat (tanpa kacamata) tetap baik untuk jangka waktu yang lama.22

Gambar 14 : Katarak Nuclear(Dikutip dari kepustakaan No.20)2. Katarak kortikalYaitu kekeruhan pada korteks lensa, ditandai oleh hidrasi lensa. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat vakuola, fisura, pemisahan lamela, dan bentuk kuneiform. Katarak kortical berkembang lebih cepat berbanding katarak nuklear. Ketajaman visual dapat meningkat untuk sementara selama perjalanan penyakit ini.Hal ini terjadikarena efek stenopeic, dimana cahaya yang melalui daerah yang jelas diantaradua radial opasitas.Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi. Gejala yang biasanya muncul yaitu silau akibat sumber cahaya yang terang.22

Gambar 15 : Katarak kortikal(Dikutip dari kepustakaan No.20)3. Katarak Subkapsular PosteriorYaitu terjadinya kekeruhan di bagian posterior dan biasanya terletak sentral.Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta penglihatan dekat menurun.Secara histologi, tipe ini berhubungan dengan migrasi sel-sel epitel lensa di bagian akuator ke permukaan dalam kapsul posterior.1 Bentuk khusus dari katarak kortikal ini dimulai pada sumbu visual. Dimulai dengan satu kelompok kecil kekeruhan pada granular, dan memperluas ke perifer membentuk seperti disc. Peningkatan opasitas ini melibatkan nukleus dan korteks.Perkembangannya sangat cepat dan memperberat ketajaman visual. Penglihatan jarak jauh memburuk secara signifikan berbanding penglihatan jarak dekat (bidang dekat-miosis). Penggunaan obat tetes untuk melebarkan pupil dapat meningkatkan ketajaman visual.22

Gambar 16 : Katarak Subkapsular posterior(Dikutip dari kepustakaan No.20)

Selain itu, sekarang lebih cenderung menggunakan Lens Opacities ClassificationSystem (LOCS) dimana lensa dinilai dari warna nuclear (NC) dan opasitas nuclear (NO), katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior (P).25

Gambar 17.Lens Opacities Classification System (LOCS) III transparancies.(Diambil dari Kepustakaan No.25)

Klasifikasi katarak berdasarkan maturitas dari katarak, tingkat kekeruhan atau perkembangan tidak cukup dalam epidemiologi katarak atau terapeutik studi.Sistem Klasifikasi Kekeruhan Lensa III (LOCS III) adalah sistem standar yang digunakan untuk grading dan perbandingan keparahan katarak dan type1-2. Itu berasal dari LOCS II classification 3, dan itu terdiri dari tiga set foto standar (Gambar). Klasifikasi ini mengevaluasi empat fitur: opalescence nuklear (NO) warna nuklear (NC), katarak kortikal (C), katarak posterior subcapsular (P). Nuclear opalesecence (NO) dan warna nuklir (NC) yang dinilai pada skala desimal 0,1 sampai 6,9, didasarkan pada seperangkat enam foto standar. Katarak kortikal (C) dan posterior subcapsular cataract (P) yang dinilai pada skala desimal dari 0,1 sampai 5,9, berdasarkan satu set lima foto standar masing-masing. Tidak seperti klasifikasi LOCS II, klasifikasi LOCS III mempersempit skala interval, memungkinkan perubahan kecil dalam keparahan katarak untuk diamati. Batas toleransi 95% untuk reproduktifitas dalam-kelas dan antara-kelas juga menyempit dalam klasifikasi LOCS III.25

VII. GEJALA KLINIS

Seorang pasien dengan katarak Senil biasanya datang dengan riwayat kemunduran secara progesif dan gangguan penglihatan.Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.7 Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan katarak Senil. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak. Noda, berkabut pada lapangan pandang. Ukuran kaca mata sering berubah

VIII. DIAGNOSISGejala pada katarak Senil berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.2 Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (second sight). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient.20Diagnosis katarak Senil imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis yang dialami serta pemeriksaan oftalmologi.Pasien pada katarak Senil imatur biasanya datang dengan keluhan mata kabur serta silau.Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp.17Diagnosa dari katarak Senil dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainan-kelainan harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan perkembangan katarak.24a. Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang dimulai dengan ketajaman penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat. Ketika pasien mengeluh silau, harus diperiksa dikamar dengan cahaya terang.b. Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya. Pemeriksaan yang sangat penting yaitu tes pembelokan sinar yang dapat mendeteksi pupil Marcus Gunn dan defek pupil aferent relatif yang mengindikasikan lesi saraf optik atau keterlibatan difus makulac. Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa. Tapi dapat juga struktur okular lain( konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan). Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti kornea gutata harus diperiksa hati-hati Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluxasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermaturd. Kepentingan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai gangguan penglihatan.Perbedaan stadium katarak senil dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 17InsipienImaturMaturHipermatur

Kekeruhan lensaRinganSebagianKomplitMasif

Cairan LensaNormalBertambah (air masuk)NormalBerkurang (air+masa lensa keluar)

IrisNormalTerdorongNormalTremulans

Bilik Mata DepanNormalDangkalNormalDalam

Sudut Bilik MataNormalSempitNormalTerbuka

Shadow TestNegatifPositifNegatifPseudopos

Visus(+)