laporan kasus cirosis hepatis

14
LAPORAN KASUS SIROSIS HEPATIS Oleh: I Nyoman Warigardita Susila, S.Ked NIM. 0970121004 Penguji: dr. Dewa Gede Agung Budiyasa, Sp.PD

Upload: gardi-susila

Post on 02-Jan-2016

112 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Cirosis Hepatis

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

LAPORAN KASUS

SIROSIS HEPATIS

Oleh:

I Nyoman Warigardita Susila, S.Ked

NIM. 0970121004

Penguji:

dr. Dewa Gede Agung Budiyasa, Sp.PD

STASE ILMU PENYAKIT DALAM

FKIK UNIVERSITAS WARMADEWA / RSUD SANJIWANI GIANYAR

Page 2: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

LAPORAN KASUS

SIROSIS HEPATIS

I Nyoman Warigardita Susila, S.Ked; Stase Ilmu Penyakit Dalam

FKIK Universitas Warmadewa / RSUD Sanjiwani Gianyar

Pendahuluan

Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati kronis yang merupakan suatu proses

difus yang ditandai dengan timbulnya fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi

nodul dengan struktur abnormal. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular.1

Di Amerika serikat sirosis hepatis merupakan penyakit non-neoplasma yang paling sering

menyebabkan kematian, terhitung 30.000 kematian per tahun akibat komplikasi sirosis

hepatis.2 Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS Sardjito Yogyakarta

jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit

Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah

asimptomatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan

pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain.3

Penyebab munculnya sirosis hepatis di negara barat tersering akibat alkoholik sedangkan

di Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C. Patogenesis sirosis hepatis

menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata dalam mengatur

keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika terpapar

faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel stelata akan menjadi sel yang

membentuk kolagen.2

Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan

yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi.2 Walaupun

sampai saat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol

pasien yang teratur pada fase dini diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam

jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi.

Berikut ini akan dilaporkan satu kasus sirosis hepatis pada seorang pasien yang

dirawat di RSUD Sanjiwani Gianyar. Kasus ini diangkat karena kejadiannya cukup sering,

bisa terjadi pada siapapun dan memiliki dampak buruk yang berkepanjangan.

Page 3: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

Kasus

Seorang pasien laki-laki berinisial KK, usia 62 tahun, dengan perawakan kurus kira-kira berat

badan 45 kg dan tinggi badan 160 cm, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit

Umum Daerah Sanjiwani Gianyar pada tanggal 8 Juni 2013 dengan keadaan umum lemah

dan kesadaran menurun (sopor) dengan GCS = E2V2M4. Pasien datang dengan keluhan

utama tidak sadarkan diri. Kesadaran pasien mulai menurun sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Pasien mulai tidak sadarkan diri secara perlahan-lahan yang dimulai dari rasa

lemas lalu mengantuk hingga pasien tidak sadarkan diri. Keluarga sempat mencoba

menyadarkan pasien dengan memanggil nama dan menggoyang-goyangkan badan pasien,

namun pasien tetap tidak sadar. Pasien benar-benar tidak sadarkan diri selama satu jam

dirumah dan dalam perjalanan kerumah sakit. Keluhan tidak dirasakan membaik oleh

keluarga, sehingga pasien dibawa ke IGD. Selain tidak sadarkan diri, pasien juga dikeluhkan

muntah darah dan berak dengan kotoran berwarna hitam yang dikeluhkan sejak 1 hari

sebelumnya, muntah dikatakan sudah sebanyak 4 kali dengan warna merah darah. Pasien

dikatakan memiliki penyakit liver sejak 1 tahun yang lalu oleh keluarganya. 6 bulan yang lalu

pasien sempat jatuh dari pohon yang menyebabkan patahnya tulang iga pada pinggang kanan

hingga sempat dirawat di RSUP Sanglah selama 3 hari namun tidak dilakukan tindakan

operasi. Sejak saat itu pasien dikatakan sudah 3 kali masuk rumah sakit dengan keluhan

muntah darah. Keluhan kesadaran menurun baru pertama kali dialami oleh pasien.

Dikeluarga tidak ada yang memiliki keluhan sama dengan pasien. Penyakit metabolik dan

kronis lainnya juga disangkal oleh keluarga pasien. Pasien memiliki hubungan baik dengan

lingkungan sekitar, tidak pernah minum alkohol, dulu pernah merokok namun sekarang

sudah berhenti sejak 1 tahun yang lalu, serta pasien tidak suka minum kopi. Pasien tidak

mempuyai tato, tidak pernah ditindik, dan tidak pernah menggunakan alat suntik secara

bergantian. Makan dan minum dikatakan menurun dalam beberapa hari sebelumnya. Pasien

tidak memiliki alergi obat.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien. Pada vital sign didapatkan

tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 130 kali/menit, napas 16 kali/menit, dan suhu aksila

37,1oC. Kepala dalam keadaan normocephali dengan wajah tampak pucat. Pada mata nampak

anemis dan ikterus, dengan reflek pupil positif anisokor. Bentuk dada normal, simetris kiri-

kanan, JVP tidak terlihat, sedangkan iktus kordis bisa dilihat, serta tidak ada tanda-tanda jejas

maupun kelainan pada kulit. Saat dipalpasi, gerak dada simetris fremitus vokal juga sama

kiri-kanan, tidak ada nodul atau benjolan pada kulit, dan iktus kordis dapat diraba. Batas

jantung kiri pada mid clavicular line ICS 5 kiri, batas kanan pada parasternal line ICS 4

Page 4: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

kanan, dan batas atas pada parasternal line ICS 2 kiri. Sedangkan pada auskultasi, didapatkan

suara jantung dalam batas normal yaitu S1S2 tunggal reguler tanpa murmur. Suara napas juga

didapatkan normal dengan suara vesikuler pada kedua lapang paru tanpa disertai suara napas

tambahan. Tidak ditemukan adanya kelainan pada abnomen, tidak adanya distensi, bising

usus dalam batas normal, serta tidak ada nyeri tekan. Pada ekstrimitas, akral teraba hangat

dan tidak ada edema. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan feses berwarna hitam

dengan konsistensi lembek.

Pemeriksaan penunjang laboratorium yang digunakan adalah darah lengkap (DL),

pemeriksaan gula darah sewaktu, BUN-SC, SGOT, SGPT, bilirubin direct, bilirubin total,

albumin, dan elektrolit. Pada DL ditemukan WBC 8,4 103/μL, RBC 2,20 106/μL, Hb 4,3

g/dL, MCV 68,9 fl, MCH 19.5 pg, dan PLT 303 103/μL. Pemeriksaan gula darah sewaktu 188

mg/dL. Pemeriksaan fungsi ginjal BUN 112 mg/dL dan creatinin 0,33 mg/dL. Pemeriksaan

fungsi hati didapatkan SGOT 11 U/L, SGPT 10 U/L, bilirubin direct 0,45 mg/dL, bilirubin

total 0,57 mg/dL. Pemeriksaan kadar albumin serum didapatkan 1,82 g/L. Hasil pemeriksaan

elektrolit didapatkan natrium 136 mmol/L, kalium 4,1 mmol/L, klorida 109 mmol/L.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium, pasien

didiagnosis sebagai Ensepalopati Hepatis gr III ec Sirosis Hepatis dengan Hematemesis-

melena dan Anemia Berat Hipokromik Mikrositer. Selanjutnya pasien dipuasakan, lalu

dilakukan pemasangan Nasogastrik Tube (NGT) serta dilakukan Gastric Cooling (GC) dan

didapatkan adanya stosel. GC terus dilakukan sesuai prosedur hingga tidak ditemukan lagi

adanya stosel. Pasien diberikan terapi IVFD NaCl 0,9% : D5% : Aminoleban 20 tpm, Asam

traneksamat 3x1 amp, Vitamin K 3x1 amp/hari, Pranza 1x1 amp, Cefotaxime 3x1gr,

Laxadine 3xII, Antasid syr 3xCI, dan Transfusi PRC 4 kolf yang diberikan 1 kali/hari.

Selama 2 hari perawatan, kesadaran pasien membaik dan sudah bisa berkomunikasi lagi,

pasien hanya mengeluh lemas dan tidak bisa buang air besar (BAB). Pada saat ini tanda vital

dalam keadaan baik dan stabil, pada pemeriksaan fisik sama seperti sebelumnya hanya pada

mata sudah tidak ditemukan lagi adanya anemia dan ikterus. Stosel saat GC juga sudah tidak

terlihat lagi sehingga NGT dilepas. Karena kesadaran pasien sudah pulih dan sudah tidak

terdapat stosel saat GC, maka pasien tidak dipuasakan lagi dan diberikan diet rendah protein

serta terapi lainnya tetap dilanjutkan.

Pada perawatan hari ke 5, pasien mulai mengeluhkan perutnya yang membesar. Pada

pemeriksaan tanda vital semua dalam keadaan normal, namun pada pemeriksaan fisik

ditemukan adanya pembesaran dan hiperpigmentasi puting, bulu ketiak yang rontok, serta

distensi, colateral, dan sifting dullnes pada regio abdomen serta odem pada kedua tungkai

Page 5: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

kaki. Berdasarkan keluhan dan hasil dari pemeriksaan fisik, pasien selanjutnya diberikan

tambahan terapi Propanolol 2x10mg, Furosemid 2x1 tab, dan Spironolancton 100mg-0-0,

sedangkan terapi sebelumnya tetap dilanjutkan. Hingga 14 hari perawatan keluhan perut

membesar dari pasien tidak juga membaik meski dosis spironolancton dinaikan menjadi

3x100mg dan IVFD NaCl 0,9% : D5% : Aminoleban diturunkan menjadi 8 tpm. Pada pasien

juga dilakukan pemeriksaan HbsAg untuk mengetahui etiologi, dan didapatkan HbsAg (+)

pada pasien. Berdasadarkan hal tersebut diatas dan asites sudah dikatakan permagna, maka

direncanakan terapi punksi untuk mengeluarkan cairan yang berada dirongga abdomen,

namun dengan syarat tekanan darah harus normal.

Secara keseluruhan, berdasarkan perkembangan pasien selama perawatan, pasien sudah

membaik dari keluhan awal masuk rumah sakit namun timbul permasalahan lain yang terkait

dengan penyakit yang diderita oleh pasien. Saat ini sedang diupayakan untuk menaikkan

tekanan darah pasien hingga normal dan stabil agar bisa dilakukan tindakan punksi.

Pembahasan

Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati kronis yang merupakan suatu proses

difus yang ditandai dengan timbulnya fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi

nodul dengan struktur abnormal.1 Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam,

namun kebanyakan penderita sirosis merupakan penderita penyakit hati kronis yang

disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan

kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lainnya adalah infeksi parasit

(schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit

hati bawaan, penyakit hati metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis

(sarcoidosis), efek toksisitas obat, dan kelainan vaskular baik yang didapat maupun bawaan.3

Pada awalnya, sirosis hepatis tidak menimbulkan gejala apapun (sirosis hepatis

kompensata) hanya terdapat gejala-gejala tidak khas seperti mudah lelah, lemas, selera makan

berkurang, mual, berat badan menurun, dan perut terasa kembung.4 Pada saat ini hati masih

bisa mengkompensasi dengan mempertahankan fungsinya, namun bila hal ini terus berlanjut

hati akan tidak mampu lagi mengkompensasi dalam mempertahankan fungsinya sehingga

timbul gejala kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta (sirosis hepatis dekompensata).

Gejala dan tanda dari kegagalan fungsi hati adalah adanya ikterus, spider nevi,

ginekomastisia, hipoalbumin, kerontokan bulu ketiak, ascites, eritema palmaris, dan white

nail. Sedangkan gejala dan tanda dari hipertensi porta adalah adanya varises esofagus,

splenomegali, pelebaran vena kolateral, ascites, hemoroid, dan caput medusa.3,4

Page 6: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

Untuk membantu penegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium Liver

Functions Test (LFT) yang meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, Gammaglutamil

transpeptidase (GGT), bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat

aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin

aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan

peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai

transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase

mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Gammaglutamil

transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada

sirosis hepatis kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hepatis yang lanjut.

Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami

penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Pemeriksaan waktu protrombin akan

memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan darah oleh hati.3

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita sirosis

hepatis. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering

dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan

mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas

parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites,

splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta.3

Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD)

sangat direkomendasikan karena memilki nilai diagnostik dan terapiutik. EGD dapat

digunakan untuk membantu mendiagnosa varises esofagus, selain itu EGD juga dapat

digunakan sebagai manajemen pendarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau

endoscopic variceal ligation (EVL).3

Bila sirosis tidak diobati dengan baik maka akan timbul komplikasi seperti ensepalopati

hepatis, ascites, sindrom hepatorenal, dan pendarahan varises esofagus.5 Ensepalopati hepatis

merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang bersifat reversibel yang didapatkan pada

pasien sirosis hepatis tanpa disertai kelainan neurologis dan metabolik sebelumnya. Derajat

keparahan dari kelainan ini dimulai dari derajat 0 tanpa tanda klinis hingga derajat 4 dimana

pasien sudah jatuh dalam keadaan koma. Ascites merupakan penumpukan cairan di rongga

abdomen yang disebabkan oleh kombinasi antara adanya hipertensi porta dan hipoalbumin.

Ascites dikatakan permagna bila ascites yang terjadi begitu besar sehingga terjadi penekanan

pada organ-organ sekitar, yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala seperti sesak nafas,

sukar defikasi, sukar kencing, dan sebagainya. Sindrom hepatorenal merupakan disfungsi

Page 7: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

ginjal yang terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan komplikasi ascites. Hal ini terjadi

karena penurunan perfusi ginjal akibat vasokonstriksi arteri ginjal yang merupakan respon

dari hipertensi porta, sindrom hepatorenal ditegakkan dari adanya peningkatan creatinine

serum dan penurunan creatinine clearence. Pendarahan varises esofagus terjadi karena

pecahnya varises esofagus yang dapat terjadi secara spontan maupun mekanik. Pendarahan

varises esofagus ditandai dengan adanya muntah darah (hematemesis) dan berak dengan

kotoran berwarna hitam (melena). 4,5

Acute on Chronic Liver Failure (ACLF) adalah adanya tanda akut seperti ikterus dan

koagulopati yang disertai dengan adanya ascites dan/atau ensepalopati dalam 4 minggu pada

pasien yang sebelumnya sudah didiagnosa mengalami sirosis hepatis. Hal ini dianggap

penting karena adanya penurunan yang progresif dari fungsi hati secara mendadak yang dapat

menimbulkan multi organ failure hingga kematian. ACLF dapat terjadi karena adanya faktor

pencetus yang mencederai hati. Faktor pencetus tersebut dibedakan menjadi infeksius dan

non-infeksius. Faktor infeksius yaitu adanya infeksi baru atau kekambuhan dari hepatitis B

dan C, serta agen infeksi lainnya seperti spirocheta, protozoa, cacing ataupun jamur.

Sedangkan faktor non-infeksius terdiri dari mengkonsumsi alkohol aktif dalam 4 minggu,

penggunaan obat yang hepatotoxic, trauma pada hati, operasi, pendarahan varises esofagus,

dan penyakit autoimun.6

Ringkasan

Sirosis hepatis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis yang merupakan suatu

proses difus yang ditandai dengan timbulnya fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal

menjadi nodul dengan struktur abnormal, dimana diagnosisnya melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis awal pada kasus didapatkan

bahwa pasien tidak sadarkan diri yang disertai muntah darah dan berak dengan kotoran

berwarna hitam, pasien sudah didiagnosa mengalami sirosis hepatis sejak 1 tahun yang lalu.

Pasien sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi alkohol, sehingga kemungkinan penyebab

terjadinya sirosis hepatis pada pasien adalah infeksi virus hepatitis. Setelah perawatan di RS

keluhan pasien membaik namun timbul keluhan baru yaitu perut pasien membesar secara

tiba-tiba sehingga pasien sulit bergerak. Pemeriksaan fisik awal pada pasien yang tidak

sadarkan diri ditemukan adanya wajah pucat, mata anemis dan ikterus, adanya reflek pupil

namun anisokor, dan pada pemeriksaan rectal toucher ditemukan feses berwarna hitam. Pada

pemeriksaan fisik yang dilakukan saat pasien mengeluh perutnya membesar ditemukan

adanya pembesaran dan hiperpigmentasi puting, bulu ketiak yang rontok, adanya distensi,

Page 8: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

colateral, dan sifting dullnes pada regio abdomen serta odem pada kedua tungkai kaki.

Didukung pula dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT dan SGPT dalam batas

normal, kadar albumin yang rendah, peningkatan kadar bilirubin direct, dan HBsAg positif.

Perkembangan pasien selama perawatan yaitu terdapat perbaikan kondisi pada pasien namun

timbul keluhan baru yang kembali memberatkan keadaan pasien. Pasien sudah mengalami

komplikasi dari sirosis hepatis yaitu pendarahan varises esofagus, ensepalopati hepatis, dan

ascites. Diduga pasien sedang mengalami ACLF yang dipicu oleh adanya trauma pada hati 6

bulan yang lalu dan atau terjadi infeksi oleh virus hepatitis B. Berdasarkan hal tersebut pasien

harus dirawat dengan lebih intensif dan hati-hati agar multi organ failure dapat diminimalisir.

Page 9: Laporan Kasus Cirosis Hepatis

Daftar Pustaka

1. Hasan I, Indra T. Anggraeni. 2008. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati.

Medicinus. 21(2):3-10

2. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.

http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/978141603

2588.pdf .Diakses pada tanggal 30 Juni 2013.

3. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK,

Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta; Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009. Page 668-673.

4. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/ 185856-

overview#showall .Diakses pada tanggal 30 Juni 2013.

5. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. 2012. Complications of Cirrhosis. Curr Opin

Gastroenterol. 28(3):223-229.

6. Rangan R. Kavitha, Thomas V. 2011. Acute on Chronic Liver Failure. Calicut Medical

Journal. 9(2):1-7.