makalah kasus sirosis hepatis rsud palembang bari

Upload: riki-yuki-saputra

Post on 12-Oct-2015

127 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Sirosis Hepatis

TRANSCRIPT

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSirosis Hati merupakan suatu penyakit hati kronis yang ditandai dengan adanya inflamasi, nekrosis dan proses regenerasi berupa fibrosis dan pembentukan nodul-nodul di sekitar parenkim hati (Prihartini et al 1995 and Gupta et al 1997). Sirosis Hati merupakan penyebab kematian kesepuluh pada usia dewasa dengan infeksi hepatitis B dan C virus sebagai penyebab dasarnya. Penderita sirosis hati akan berkembang menjadi varises esofagus (VE) sebagai akibat adanya hipertensi portal (Duffour et al 1994, Pontisso et al 1993 and Gupta et al 1997).Di negara barat yang sering terjadi akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40 50 % dan virus hepatitis C 30 40 %, sedangkan 10 20 % penyebabnya tidak diketahui dan termasuk virus bukan B dan C (non B non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

1Sepertiga penderita sirosis hati akan mengalami kematian akibat perdarahan dari varises esofagus, sedangkan dua pertiga nya akan bertahan dengan resiko mengalami perdarahan ulang dalam waktu 6 bulan jika tidak diberikan pengobatan secara aktif sebagai pencegahan. Pencegahan dengan memberikan obat-obat -bloker dapat menurunkan kejadian perdarahan akibat varises oesofagus sehingga dapat menurunkan angka mortalitas. Oleh karena itu prediksi adanya varises esofagus, khususnya pada pasien sirosis hati stadium awal sangat penting dan bermanfaat secara klinik. (Poynard at al 1991 and Jensen et al 2002).Jumlah penderita Sirosis Hati pada tahun 2012 sekitar 20 juta penduduk Indonesia (Depkes RI, 2012), di Provinsi Sumatera Selatan berjumlah 402 orang yang terdiri atas 204 Pria dan 198 Wanita (dinkes.palembang.go.id) dan di RSUD Palembang BARI adalah sebanyak 22 yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan 2 orang perempuan (Medical Record RSUD Palembang BARI).Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap penderita sirosis hepatis dengan judul Keterampilan Dasar Praktik Klinik Pemasangan Infus pada Tn. "J" dengan Cirrhosis Hepatis diruangan penyakit dalam laki-laki RSUD Palembang BARI Tahun 2013.2.1 Tujuan2.1.1Tujuan UmumMahasiswa mampu melakukan Keterampilan Dasar Praktik Klinik Pemasangan Infus pada Tn. "J" dengan Cirrhosis Hepatis diruangan Penyakit Dalam Laki-Laki RSUD Palembang BARI.2.1.2Tujuan Khusus1. Mahasiswa mengetahui indikasi pemasangan infus2. Mahasiswa mengetahui teori pemasangan infus3. Mahasiswa mengetahui penyakit cirrhosis hepatis2.1.3WaktuKeterampilan Dasar Praktik Klinik Pemasangan Infus pada Tn. "J" di lakukan pada hari Selasa, 02 Juli 2013 pukul 10.00 WIB2.1.4TempatPemasangan Infus pada Tn. "J" dilakukan di ruangan Penyakit Dalam Laki-Laki RSUD Palembang BARI.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 PROFIL RSUD PALEMBANG BARI2.1.1 Selayang PandangRumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI merupakan unsur penunjang pemerintahan daerah di bidang peayanan kesehatan yang merupakan satu-satunya rumah sakit umum milik pemerintah kota palembang. Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI terletak di jalan panca usaha no.1 kelurahan 5 ulu darat kecamatan seberang ulu, dan berdiri di atas tanah seluas 4,5 H.Bangunan berada lebih kurang 800 meter dari jalan raya jurusan kertapati, sejak tahun 2001 dibuat jalan alternatif dari jalan Jakabaring menuju RSUD Palembang BARI dan jalan poros Jakabaring.

2.1.2Visi, Misi, Dan MottoVisiRumah Sakit Andalan dan Terpercaya di Sumatera SelatanMisia. Pelayanan kesehatan yang bermutub. Melaksanakan Manajemen Administrasi yang efektif dan efesienMotto"Anda Sembuh, Kami Puas"

2.1.3SejarahA. Sejarah Berdirinya RSUD Palembang BARI1. Pada tahun 1985 sampai dengan 1994 RSUD Palembang BARI merupakan gedung poliklinik/Puskesmas Panca Usaha.

32. Pada tahun 19 juni 1995 diresmikan menjadi RSUD PAlembang BARI dengan SK DEPKES No.1326/Menkes/SK/XI/1997, tanggal 10 November 1997 ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah kelas C.3. Kepmenkes RI Nomor : HK.00.06.2.24645 tentang pemberian status akreditasi penuh tingkat dasar kepada Rumah Sakit Umum Palembang BARI, tanggal 7 November 2003.4. Kepmenkes RI Nomor : YM.01.10/III/334/08 tentang pemberian status akreditasi penuh tingkat lanjut kepada Rumah Sakit Umum Palembang BARI, tanggal 5 November 2008.5.Kepmenkes RI Nomor 241/MENKES/SK/IV/2009 tentang peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Palembang BARI menjadi kelas B tanggal 2 April 2009.6.Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD RSUD Palembang BARI berdasarkan keputusan walikota Palembang No. 915.B tahun 2008 tentang pendapatan RSUD Palembang BARI sebagai SKPD Palembang yang menerapkan pola pengelilaan keuangan BLUD (PPK-BLUD) secara penuh.7. KARS-SERT/363/1/2012 tentang status akreditasi lulus tingkat lengkap kepada Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI, tangga 25 Januari 2012.

B. Sejarah Pemegang Jabatan Direktur1. Tahun 1986 s.d 1995 : dr. Jane Lidya Titahelu selaku Kepala Poliklinik/Puskesmas Panca Usaha.2. Tanggal 1 Juli 1995 s.d 2000 : dr. Eddy Zakary Monasir, SpOG selaku Direktur RSUD Palembang BARI.3. Bulan Juli 2000 s.d November 2000 : pelaksana tugas dr. M. Faisal Soleh, SpPD4. Tanggal 14 November 2000 s.d Februari 2012 : dr. Hj. Indah Puspita, H.A, MARS selaku Direktur RSUD Palembang BARI.5. Bulan Februari Tahun 2012 s.d sekarang : dr. Hj. Makiani, MM selaku Direktur RSUD Palembang BARI.2.1.4Fasilitas dan PelayananA. Fasilitas1. Instalasi Rawat Darurat (IRD) 24 Jam2. Farmasi/Apotik 24 Jam3. Rawat Jalan4. Sentral Sterilized Suplay Departement (CSSD)5. Rehabilitation Medic6. Radiologi 24 Jam7. Laboratorium Klinik 24 Jam8. Patologi Anatomi9. Bank Darah10. Hemodialisa11. Medical Check Up12. ECG13. EEG14. USG 4 Dimensi15. Endoskopi16. Kamar Jenazah17. Rawat Inap18. CT Scan 64 Slice

B. Pelayanan Rawat Jalan1. Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam2. Poliklinik Spesialis Bedah3. Poliklinik Spesialis Kebidanan Dan Penyakit Kandungan4. Poliklinik Spesialis Anak5. Poliklinik Spesialis Mata6. Poliklinik THT7. Poliklinik Spesialis Syaraf8. Poliklinik Spesialis Kulit dan Kelamin9. Poliklinik Spesialis Jiwa10. Poliklinik Jantung11. Poliklinik Gigi12. Poliklinik Psikologi13. Poliklinik Terpadu

C. Instalasi Gawat Darurat1. Dokter Jaga 24 Jam2. Ambulans 24 Jam

D. Pelayanan Rawat Inap1. Rawat Inap VIP dan VVIP2. Rawat Inap Kelas I, II, III3. Rawat Inap Penyakit Dalam Perempuan4. Rawat Inap Penyakit Dalam Laki-Laki5. Perawatan Anak6. Perawatan Bedah7. Perawatan ICU8. Perawatan Kebidanan9. Perawatan Neonatus/NICU/PICU

E. Pelayanan Penunjang1. Instalasi Laboratorium Klinik2. Instalasi Radiologi3. Instalasi Bedah Sentral4. Bank Darah5. Instalasi Pemulasan Jenazah6. Instalasi Pemelihaaan Sarana Rumah Sakit7. Instalasi Gizi8. Instalasi Laundry9. CSSD10. Instalasi Rehabilitasi MedikF. Fasilitas Kendaraan1. Ambulance 1182. Ambulan Bangsal3. Ambulan Siaga Bencana4. Ambulan Trauma Center5. Mobil Jenazah

2.2 Tinjauan Teori2.2.1Pengertian Cirrhosis HepatisIstilah Sirosis diberikan pertama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena terjadi perubahan warna pada nodul nodul hati yang terbentuk (Hadi, 2002).Cirrhosis Hepatis (Sirosis hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Suzanne & Bare, 2001).Sirosis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).Sirosis didefinisikan suatu penyakit hati kronis dan progresif yang dilalui dengan degenerasi dan destruksi sel maupun jaringan hati (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar lembar jaringan ikat dan nodul nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price & Wilson, 2005).

2.2.2 Faktor Penyebab ResikoPenyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatits C (26%), penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik (18%), hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan penyebab lain (5%) Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya. (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006)Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun.Penyebab pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain :1. Faktor Kekurangan NutrisiMenurut Spellberg, Schiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hepatis. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium patogenesis sirosis hepatis di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hepatis yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah (Hadi, 2002).

2.Hepatitis VirusInfeksi virus merupakan penyebab paling sering dari sirosis hepatis. Hanya HBV atau HCV mengakibatkan penyakit hati kronis. Virus Hepatitis D adalah virus yang tidak lengkap yang hanya patogen bila bersama-sama dengan HBV. Virus A dan E penyebab hepatitis, tetapi tidak berkembang menjadi sirosis hepatis. Virus hepatitis G telah diidentifikasi tidak menghasilkan penyakit hati. Infeksi HBV didiagnosis oleh adanya antigen permukaan hepatitis B (HBsAg); HCV, oleh anti-HCV dan HCV RNA (Anand, 2002).Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A (Hadi, 2002).3.Zat HepatotoksikBeberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol (Hadi, 2002).Alkohol adalah bentuk minuman yang difermentasi yang banyak dikonsumsi oleh orang-orang dari berbagai masyarakat dan peradaban di seluruh dunia mulai dari periode Neolitik sekitar 10.000 SM sampai saat ini. Penyalahgunaan alkohol dihubungkan dengan sirosis hepatis, bagaimanapun telah terungkap dari berbagai penelitian dan studi yang dilakukan, dimulai pada akhir abad ke-18. Karena pecandu alkohol dengan sirosis hepatis secara konsisten kekurangan gizi dan memiliki tubuh kurus dipercaya bahwa penyakit hati tidak disebabkan oleh meminum terlalu banyak alkohol tetapi dikarenakan terus-menerus kekurangan asupan gizi yang seharusnya. Dalam perkembangannya Konsep teori etiologi gizi untuk penyebab sirosis menjadi faktor yang sangat kuat yang berlanjut sampai pertengahan tahun 1960 (Nayak, 2011).Pada saat hasil dari studi epidemiologis yang rinci dan studi klinis pada manusia dan studi eksperimental pada tikus dilakukan evaluasi. Hal ini ditunjukkan pada manusia sama seperti hewan laboratorium bahwa alkohol dapat langsung merusak sel-sel hati terlepas dari status gizi host. Kerusakan hati dimulai dengan hati yang berlemak (steatosis), menyebabkan steatohepatitis, fibrosis progresif dan akhirnya akan menyebabkan sirosis hepatis. Sampai dengan tahap sirosis ada perbaikan jika alkohol dihentikan (Nayak, 2011).4.Penyakit WilsonSuatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belumdiketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati (Hadi, 2002).5.HemokromatosisBentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:a.Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.b.Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis (Hadi, 2002). Jika tidak diobati, hemokromatosis ini akan sangat berbahaya dan hal ini juga mengarah ke (micronodular) sirosis. Penurunan spontan belum diamati. Tingkat kelangsungan hidup pada sirosis haemochromatotic adalah 60-65% setelah 10 tahun (Kuntz, 2006).6.Sebab-Sebab Laina.Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler (Hadi, 2002).b.Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita (Hadi, 2002).c.Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (Hadi, 2002).

2.2.3Keluhan dan GejalaKeluhan dari sirosis hati dapat berupa :a. Merasa kemampuan jasmani menurunb. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badanc. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelapd. Pembesaran perut dan kaki bengkake. Perdarahan saluran cerna bagian atasf. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchephalopathy)g. Perasaan gatal yang hebat (Nurdjanah, 2009).

Gejala klinis berupa :1. Kegagalan sirosis hatia. edemab. ikterusc. komad. spider nevie. alopesia pectoralisf. ginekomastiag. kerusakan hatih. asitesi. rambut pubis rontokj. eritema palmarisk. atropi testisl.kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)

2. Hipertensi portala. varises esophagusb. spleenomegalic. perubahan sum-sum tulangd. caput medusee. asitesf. collateral veinhemorrhoidg. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni) (Nurdjanah, 2009).

2.2.4 Gambaran KlinikMenurut Sherlock, secara klinis, Sirosis Hepatis dibagi atas 2 tipe, yaitu :1. sirosis kompensata atau latent chirrosis hepatic2.sirosis dekompensata atau active chirrosis hepaticSirosis Hepatis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Sirosis Hepatis ini mungkin tanpa gejala apapun, tapi ditemukan secara kebetulan pada hasil biopsy atau pemeriksaan laparoskopiSirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati misalnya ada ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratirim pada tes faal hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites, splenomegali, venektasi di perut.Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Sedangkan sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti the pekat, muntah darah, atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. (Nurdjanah, 2009).

2.2.5Pemeriksaan Fisika. Kesadaran dan keadaan umum pasienPerlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar tidak sadar (composmentis coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak. (Hadi, 2002).

b. Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kakiTD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan. (Hadi, 2002).2.2.6Patofisiologi Cirrhosis HepatisPada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi peningkatan vaskular intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke sistem vena porta. Peningkatan resistensi vaskular intrahepatik akibat ketidakseimbangan antara vasodilator dan vasokontriktor. Peningkatan gradient tekanan portocaval menyebabkan terbentuknya kolateral vena portosistemik yang akan menekan sistem vena porta. Drainage yang lebih dominan pada vena azygos menyebabkan terbentuknya varises oesofagus yang cenderung mudah berdarah. Varises oesofagus dapat terbentuk pada saat HVPG diatas 10 mmHg.Hipertensi portal paling baik diukur dengan menggunakan pengukuran hepatic vein pressure gradient (HVPG). Perbedaan tekanan antara sirkulasi portal dan sistemik sebesar 10-12 mmHg sangat penting dalam terbentuknya varises. Nilai normal HVPG adalah 3-5 mmHg. Pengukuran awal HPVG bermanfaat bagi sirosis compensate dan decompensate, sedangkan pengukuran secara berulang HPVG berguna untuk monitoring pengobatan dan progresivitas penyakit hati. (Di kutip dari de Franchis R. Revising consensus in portal hypertension: report of the Baveno V consensus workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal hypertension. J Hepatol 2010)2.3 Pemasangan Infus2.3.1 DefinisiPemberian cairan melalui infus merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantu perangkat infus. Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan.Pemberian cairan melalui infus pada pasien dengan memasukkan ke dalam vena (pembuluh darah pasien) diantaranya vena lengan (vena sefalika basilica dan mediana cubiti), pada tungkai (vena safena), atau pada vena yang ada di kepala, seperti vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak). (KDPK Salemba Medika)2.3.2 TujuanTujuan pemasangan infus yaitu:1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh2. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi3. Transfusi darah dan produk darah4. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi

2.3.3 Macam-Macam Cairan Infus KA-EN 3A KA-EN 3B RL NACL OTSU D5%2.3.4 Prosedur Pemasangan InfusA. Persiapan Alat1. Standar Infus2. Infus Set3. Cairan yang sesuai dengan kebutuhan pasien4. Jarum infus/abocath sesuai dengan ukuran5. Pengalas/perlak6. Torniquet pembendung7. Kapas alkohol dalam tempatnya8. Gunting dan plester9. Kassa steril10. Bengkok11. Betadine12. Handscoon13. Sampah Medis14. Sampah Non Medis15. Sampah tajam

B. Persiapan pasiena. Pasien diberi penjelasan tentang hal yang akan dilakukanb. Minta persetujuan tindakan yang akan dilakukan pada pasien

C. Pelaksanaan1. Membawa alat-alat kedekat pasien2. Memberi tahu prosedur yang dilakukan3. Mencuci tangan4. Melepaskan tutup botol cairan infus dengan kapas alkohol lalu menghubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan kedalam botol infus5. Isi cairan kedalam perangkat infus dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruang tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan keluar udaranya6.Letakkan pengalas, lalu lakukan pembendungan dengan torniquet7. Gunakan handscoon8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk9. Lakukan penusukan dengan arah jarum/ abocath ke atas10. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya darah keluar melalui abocath/jarum)11.Tarik abocath dan hubungkan dengan selang infus12.Buka tetesan13. Lakukan desinfeksi dengan betadine dan tutup dengan kassa steril14.Beri tanggal dan jam pelaksanaan infus15.Catat respon yang terjadi16.Membereskan pasien dan alat-alat ketempatnya17.Melepas handscoon18.Mencuci tangan19.Dokumentasi. (KDPK, Musrifatul Uliyah, 2008)

BAB IIITINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 4 Juli 2013Pukul: 11.00 WIB3.1 Pengkajian Data Subjektif3.1.1 BiodataA. Identitas PasienNama: Tn "J"Umur: 47 TahunJenis Kelamin: Laki-LakiAlamat: Jln. Meranti I Blok 46 15 Ulu, Sebrang Ulu I, PalembangStatus: MenikahPekerjaan: Buruh harianAgama: IslamKebangsaan: IndonesiaTanggal Masuk Rumah Sakit: 30 Juni 2013Diagnosa Medis: Cirrhosis Hepatis

18B. Identitas Penanggung JawabNama: Ny "S"Umur: 33 Tahun Jenis Kelamin: PerempuanAlamat: Jln. Meranti I Blok 46 15 Ulu, Sebrang Ulu I, PalembangStatus: MenikahPekerjaan : Tidak BekerjaAgama: Islam Hubungan Dengan Penderita: Istri3.2Riwayat Kesehatana. Keluhan Utama : Tn J mengeluh demam selama 2 minggu. Perut keram karena kelelahan setelah membantu ponakannya membangun rumah di Lubuk Linggau

b.Perjalanan peyakit: Kurang lebih dua minggu yang lalu pasien mengeluhdemam, perut kram (+), mual (+), muntah (+), badan terasa Lemas R/DM (-) R/HT(-) R/Alkohol (+) R/Rokok (+)3.3Data Objektif1. Keadaan UmumKesadaran: Compos MentisTekanan Darah: 120/80 mmHgNadi: 80x/MenitSuhu: 37,2 oCPernapasan: 24x/MenitBerat Badan: 44Tinggi Badan: 1502. RambutKebersihan Rambut: BersihWarna Rambut: HitamMudah Rontok: TidakBenjolan: Tidak3. MataBentuk: SimetrisSklera: IchterikKonjugtiva: Tidak AnemisPupil: Normal4. HidungPosisi Hidung: NormalBentuk Hidung: Simetris5. TelingaBentuk Telinga: SimetrisPemakaian Alat Bantu: Tidak

6. MulutGigi: BersihLidah: Tidak Ada Masalah3.3Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorium tanggal 4 juli 2013Hasil LaboratoriumNilai LaboratoriumNilai Normal

Leukosit15.700/ul5000-10.000/ul

Trombosit323.000/ul150.000-400.000/ul

Hemoglobin9,6 g/dlL: 14-16 g/dl

Blasofi0%0-1%

Eosinofil31-3%

Btg22-6%

Segmen8050-70%

Limposit1020-40%

Monosit52-8%

SGOT255L < 37 U/IP < 31 U/I

SGPT88L : < 41 U/IP : < 31 U/I

BSS138< 180 Mg/dl

Pemeriksaan Laboratoriumi tanggal : 02 Juli 2013Hasil LaboratoriumNilai LaboratoriumNilai Normal

HBSAG+Negatif

Anti HBS-Negatif

Bilurubin Total21,2< 1,1 Mg/dl

Bilurubin Direct15,2< 0,35 Mg/dl

Bilurubin Indirect6,0< 0,75 Mg/dl

3.4 TerapiIVFD: RL Gtt 20x/MenitInjeksi: - Ranitidine 2x1 Amp- Cefotaxime 2x1 GrOral: - Metiason 3x1 Tablet- Lanso 1x30 Mg- Inpepsa Sirup 3x1 Sdm- Procur Plus 1x1 Tablet- Ondansetron 3x4 Mg

BAB IVPEMBAHASAN

A.Perbedaan Teori Dan Praktik Pemasangan InfusTeoriPraktik

Persiapan Alat-Standar infus-Infus set-Cairan yang sesuai dengan kebutuhan pasien-Jarum Infus/ Abocath sesuai dengan ukuran-Pengalas/perlak-Torniquet pembendung-Kapas alkohol pada tempatnya-Gunting dan plester-Kassa steril-Bengkok-Betadine-Handscoon-Sampah medis-Sampah non medis-Sampah tajamPersiapan Alat-Standar infus-Infus set-Cairan yang sesuai dengan kebutuhan pasien-Jarum infus/abocath sesuai dengan ukuran-Torniquet pembendung-Kapas alkohol dalam tempatnya-Gunting dan plester-Kassa steril-Bengkok-Betadine-Handscoon-Sampah medis-Sampah non medis-Sampah tajam

23B. Prosedur Pemasangan Infus Diruang Penyakit DalamTeoriPraktik

1. Membawa alat-alat kedekat pasien2. Memberi tahu prosedur yang akan dilakukan3. Mencuci tangan4. Melepaskan tutup botol cairan dengan kapas alkohol lalu menghubungkan cairan infus set dengan menusukkan kedalam botol infus5. Isi cairan kedalam perangkat infus dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan keluar udaranya6. Pasang pengalas7. Lakukan pembendungan dengan torniquet8. Gunakan handscoon9. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk10. Lakukan penusukan dengan arah jarum/abocath ke atas11. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya darah keluar melalui abocath/jarum)12. Tarik abocath dan sambungkan dengan selang infus13. Buka tetesan14. Lakukan desinfeksi dengan betadine dan tutup dengan kassa steril15. Beri tanggal dan jam pelaksanaan Infus16. Catat respon yang terjadi17. Membereskan pasien dan alat-alat ketempatnya18. Melepas handscoon19. Mencuci tangan20. Dokumentasi. (KDPK, Musrifatul Uliyah, 2008)1. Membawa alat-alat kedekat pasien2. Memberi tahu prosedur yang akan dilakukan3. Mencuci tangan4. Melepaskan tutup botol cairan dengan kapas alkohol lalu menghubungkan cairan infus set dengan menusukkan kedalam botol infus5. Isi cairan kedalam perangkat infus dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan keluar udaranya6. Lakukan pembendungan dengan torniquet7. Gunakan handscoon8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk9. Lakukan penusukan dengan arah jarum/abocath ke atas10. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya darah keluar melalui abocath/jarum)11. Tarik abocath dan sambungkan dengan selang infus12. Buka tetesan13. Beri tanggal dan jam pelaksanaan Infus14. Catat respon yang terjadi15. Membereskan pasien dan alat-alat ketempatnya16. Melepas handscoon17. Mencuci tangan18. Dokumentasi.

Dari tabel diatas kita dapat melihat ada perbedaan prosedur alat dan prosedur kerja antara teori dan praktek. Adapun perbedaannya sebagai berikut :1. Pengalas/perlak di lapangan tidak tersedia karena keterbatasan rumah sakit dalam penyediaan alat-alat sehingga tidak memungkinkan untuk memasang pengalas pada prosedur pemasangan infus, 2. Desinfeksi dengan menggunakan betadine juga tidak dilakukan karena dilapangan desinfeksi dengan alkohol pada daerah sebelum dilakukan penusukan sudah dirasa cukup.

BAB VPENUTUP

5.1KesimpulanSetelah melakukan keterampilan dasar praktik klinik pemasangan infus pada Tn. "J" dengan diagnosa Cirrhosis Hepatis di ruang Penyakit Dalam Laki-Laki di RSUD Palembang BARI penulis melakukan pengkajiam dan pengambilan kesimpulan sebagai berikut :1. Cirrhosis Hepatis (Sirosis hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.2. Pemasangan Infus pada Tn J untuk mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, memberikan obat-obatan dan memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi.3. Mahasiswa/Mahasiswi dapat melakukan prosedur pemasangan Infus sesuai dengan teori pada Tn "J" di ruangan Penyakit Dalam Laki-Laki RSUD Palembang BARI.5.2Saran5.2.1Untuk Rumah SakitMelalui makalah ini kami mengharapkan agar para pihak rumah sakit dapat memenuhi sarana dan prasarana dalam pemenuhan keterampilan dasar praktik klinik pemasangan Infus.5.2.2Untuk PendidikanMelalui makalah ini di harapkan agar pihak pendidikan dapat memberi pengarahan dan bimbingn kepada mahasiswa/mahasiswi untuk mengembangkan keterampilan dasar praktik klinik dilapangan praktik, sehingga dapat membandingkan dengan teori yang diberikan pendidikan.

265.2.3Untuk Mahasiswa dan MahasiswiMelalui makalah ini mahasiswa dan mahasiswi diharapkan dapat memperhtikan prosedur keterampilan dasar praktik klinik yang telah didapat dari pendidikan ketika melaksanakan praktik.