laporan kasus anestesi iv icyn

Upload: shinta-arumadina

Post on 06-Feb-2018

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    1/16

    1

    BAB I

    ILUSTRASI KASUS

    Pemeriksaan pre operasi

    I.

    IDENTITAS PASIEN

    Nama : Ny. W

    Usia : 20 tahun

    Jenis kelamin : Perempuan

    Alamat : Jalan cibuaya, Rt. 01/ Rw. 07Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Pendidikan : SLTA

    Agama : Islam

    Status : Sudah menikah

    No. CM : 00545376

    Ruang rawat : Cilamaya lama

    Tanggal operasi : 16 Juni 2014

    II. ANAMNESIS

    Anamnesis dilakukan terhadap pasien secara autoanamnesis di bangsal

    cilamaya lama RSUD Karawang pada tanggal 16 Juni 2014 pukul 07.30 WIB.

    Keluhan utama : perdarahan pervaginam sejak 6jam SMRS

    Keluhan tambahan : merasa lemas dan lesu

    Riwayat Penyakit sekarang :

    Pasien datang dirujuk bidan pada tanggal 14 juni 2014 dengan

    perdarahan pervaginam sejak 6jam SMRS. Pasien mengaku haid terus

    menerus sejak 2bulan yang lalu. Perdarahan merah segar disertai

    gumpalan darah, tidak ada nyeri perut, pandangan kabur, nyeri uluhati,

    nyeri kepala, mual dan muntah. Pasien memiliki riwayat kehamilan

    G2A0P1, riwayat antenatal care di bidan baru 1x kontrol. Usia gestasi :

    7minggu.

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    2/16

    2

    Riwayat penyakit Dahulu :

    Pasien tidak pernah menjalani operasi apapun sebelumnya. Pasien

    mengaku tidak memiliki penyakit maag. Tidak ada riwayat DM,

    Hipertensi, Asma , maupun Penyakit jantung dan juga Alergi.

    Mengalami menarche pada usia 12 tahun.

    Riwayat Penyakit keluarga :

    Riwayat hipertensi pada keluarga namun riwayat penyakit lain seperti

    penyakit maag, diabetes mellitus, asma, alergi makanan dan obat-

    obatan serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh pasien.

    Riwayat Kebiasaan dan penggunaan obat :

    Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol. Pasien mengalami

    menstruasi teratur selama 3-7 hari dengan pergantian pembalut 1x/hari.

    Pasien mengatakan tidak mengalami nyeri saat menstruasi. Serta

    pernah menggunakan kb suntik 1 tahun yang lalu.

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan umum : tampak sakit sedang

    Kesadaran : compos mentis

    Status gizi : TB 160 cm

    BB 50 kg

    Tanda vital

    Tekanan darah : 100/70 mmHg

    Nadi : 110x/menit

    Suhu : 36,5 C

    Pernapasan : 20 x /menit

    Status Generalis

    Kepala : normocefali, simetris, deformitas (-)

    Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

    Leher : KGB tidak teraba membesar, bentuk leher normal

    Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)

    Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronchi -/-

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    3/16

    3

    Abdomen : buncit, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan

    (-), timpani, bising usus (+) normal, buncit sesuai

    dengan usia kehamilan

    Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak ada

    edema pada keempat ekstremitas

    Status Obstetri :

    Vaginal Toucher : portio kenyal, nyeri goyang -, parametrium lemas, massa

    adneksa -/- pembukaan 0cm

    Introitus vagina : perdarahan pervaginam -, tenang

    Inspekulo : portio lunak, licin, ostium tertutup (belum ada

    pembukaan, flour albus - flek +

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    (Pemeriksaan laboratorium tanggal 14/06/2014)

    Hematologi

    - Hemoglobin : 6 g/dl

    - Leukosit : 26.37 x 103/ul

    - Trombosit : 441 x 103/ul

    -

    Hematokrit : 18 %

    - Masa pendarahan/BT : 2 menit

    - Masa pembekuan/CT : 13 menit

    - Golongan darah ABO : 0

    - Rhesus : +

    Imunologi

    - HbsAG rapid : Non Reaktif

    - Gula darah sewaktu : 140 mg/dl

    Pasien post transfusi darah pada tanggal 14 juni 2014.

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    4/16

    4

    Intraoperasi

    Status anestesi

    - Diagnosa pre operasi : G2P1A0 Gestasi 7minggu dengan sisa

    konsepsi

    - Jenis operasi : Kuretase

    - Rencana teknik anestesi : Anestesi Intravena

    - Status fisik : ASA 2

    Keadaan selama pembedahan

    Lama operasi : 10 menit (09.4009.50 WIB)

    Lama anestesi : 15 menit (09.3509.50 WIB)

    Jenis anestesi : Anestesi intravena

    Posisi : Supine

    Infus : Ringer laktat 500 cc pada tangan kiri

    Premedikasi : Sedacum 3 mg, Fentanyl 75 g

    Medikasi : Propofol 100 mg, Metyl ergometrin (Postpargin) 0,2 mg

    Cairan masuk : 300 cc Ringer Laktat

    Cairan Keluar : 50 cc Perdarahan

    Monitoring saat operasi

    Jam

    (waktu)

    Tindakan Tekanan

    darah(mmHg)

    Nadi

    (x/menit)

    09.30 - Pasien masuk ke kamar

    operasi dan di pindahkan

    ke meja operasi

    - Pemasangan monitoring

    tekanan darah, nadi,

    saturasi oksigen

    - Infus Ringer Laktat

    terpasang pada tangan kiri

    120/72 68

    SPO2: 98 %

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    5/16

    5

    09.35 - Premedikasi:

    Sedacum 3mg, Fentanyl

    75 g

    - Medikasi:

    Propofol 100 mg

    -Pemberian oksigen kanul2 L/menit selama 3 menit

    - Dilakukan asepsis dan

    antisepsis lapangan

    operasi

    120/72 68

    SPO2 : 99 %

    09.40 - Operasi dimulai 112/75 74

    SPO2 : 99 %

    09.45 -Pasien masih dalam keadaan

    dioperasi- Pemberian metyl ergometrin

    (pospargin) 0,2 mg

    110/75 88

    SPO2 : 99 %

    09.50 Pasien selesai di operasi 108/68 80

    SPO2 : 99 %

    Keadaan akhir pembedahan

    Tekanan darah : 108/68 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Saturasi O2 : 99%

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    6/16

    6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A.

    ANESTESI INTRAVENA

    Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

    1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran

    2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri

    3. Relaksasi otot: relaksasi otot rangka

    Definisi

    Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan

    memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat

    tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik.

    Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai

    pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.

    Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat- obat anestesi

    dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton,

    Diazepam, Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol. 1

    Indikasi anestesi intravena

    1. Obat induksi anesthesia umum.

    2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat.

    3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat.

    4. Obat tambahan anestesi regional.

    5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    7/16

    7

    TOTAL INTRAVENA ANESTESI (TIVA)

    TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat

    anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi

    termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi

    yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik.

    Atau trias A (3A) dalam anestesi yaitu : 2

    1. Amnesia

    2. Arefleksia otonomik

    3. Analgesik

    4. +/- relaksasi otot

    Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan

    kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen

    tersebut. Kebanyakan obatanestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di

    atas kecuali ketamin yang mempunyai efek 3A menjadikan ketamin sebagai agen

    anestesi intravena yang paling lengkap.3

    Kelebihan TIVA:

    1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis

    yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.

    2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi

    sekitar jalan nafas atau paru-paru.

    3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang khusus

    Kekurangan TIVA:

    1. Waktu induksi yang terlalu cepat

    2. Pasien cepat sadar atau pulih dari induksi yang diberikan

    Cara Pemberian

    1. Sebagai obat tunggal :

    - Induksi anestesi

    - Operasi singkat : cabut gigi

    2. Suntikan berulang :

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    8/16

    8

    - Sesuai kebutuhan : Kuretase

    3. Diteteskan lewat infus :

    - Menambah kekuatan anestesi

    B. JENIS-JENIS OBAT ANESTESI INTRAVENA

    1. Propofol (2,6diisopropylphenol)

    2. Tiopenton

    3. Ketamin

    4. Opioid

    5. Benzodiazepin

    PROPOFOL

    Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena.

    Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.

    Propofol dikemas dalam cairan emulsi berwarna putih susu bersifat isotonik dengan

    kepekatan 1% (1ml=10 mg). 4

    Farmakokinetik

    Waktu paruh 24-72 jam. Dosis induksi cepat menimbulkan sedasi (30-45

    detik) dengan durasi berkisar antara 20-75 menit tergantung dosis dan redistribusi dari

    sistem saraf pusat. (4) Metabolisme terjadi di hepar melalui konjugasi oleh konjugasi

    oleh glukoronida dan sulfat untuk membentuk metabolit inaktif yang larut air yang

    kemudian diekskresi melalui urin (6) Propofol diketahui menghambat metabolisme

    obat oleh sitokrom p450 oleh karena itu dapat menyebabkan perlambatan klirens dan

    durasi yang memanjang pada pemberian bersama dengan fentanyl, alfentanil dan

    propanolol.5

    Farmakodinamik

    a. Sistem saraf pusat

    Dosis induksi menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dengan cepat

    dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi, tanpa disetai efek

    analgetik. Pada pemberian dosis induksi (2mg/kgBB) pemulihan kesadaran

    berlangsung cepat.

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    9/16

    9

    b. Sistem kardiovaskuler

    Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan

    pembuluh darah dimana tekanan dapat turun. Hal ini disebabkan oleh efek dari

    propofol yang menurunkan resistensi vaskular sistemik sebanyak 30%.

    c. Sistem pernafasan

    Apnoe paling banyak didapatkan pada pemberian propofol dibanding obat

    intravena lainnya. Umumnya berlangsung selama 30 detik, namun dapat memanjang

    dengan pemberian opioid sebagai premedikasi atau sebelum induksi dengan propofol.

    Dosis dan penggunaan

    Dosis yang dianjurkan untuk induksi pada pasien lebih dari 3 tahun dan

    kurang dari 55 tahun adalah 2-2.5 mg/kgBB dan untuk pasien lebih dari 55 tahun,

    pasien lemah atau dengan ASA III/IV: 1-1.5 mg/kgBB. Untuk pemeliharaan dosis

    yang dianjurkan pada pasien lebih dari 3 tahun dan kurang dari 55 tahun adalah 0.1-

    0.2 mg/menit/kgBB dan untuk pasien lebih dari 55 tahun, pasien lemah atau dengan

    ASA III/IV: 0.05-0.1 mg/menit/kgBB. Dosis yang dianjurkan yang dapat

    menimbulkan sedasi adalah 0.1-0.15 mg/kgBB sebagai dosis inisial dengan dosis

    pemeliharaan yang dianjurkan adalah 0.025-0.075 mg/menit/kgBB.

    Efek samping

    -Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri

    -Bradikardi serta hipotensi kadang didapatkan setelah penyuntikan propofol,

    namun dapat diatasi dengan penyuntikkan obat antimuskarinik, misalnya:

    atropin

    BENZODIAZEPIN

    Berinteraksi dengan reseptor spesifik pada SSP, khususnya pada korteks

    serebri. Ikatan benzodiazepin dengan reseptor meningkatkan efek inhibitori berbagai

    neurotransmiter. Sebagai contoh, ikatan benzodiazepin-reseptor memfasilitasi ikatan

    GABA-reseptor, yang meningkatkan konduktansi membran terhadap ion klorida.

    Benzodiazepin yang digunakan sebagai anestetik ialah diazepam, forazepam,

    dan midazolam. Dengan dosis untuk induksi anestesia, kelompok obat ini

    menyebabkan tidur, mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia anterograd, tetapitidak berefek analgesik. Efek pada SSP ini dapat diatasi dengan antagonisnya,

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    10/16

    10

    flumazenil 1

    Farmakokinetik

    Mula kerja midazolam lebih cepat dan potensinya lebih besar dengan

    metabolit yang aktif sehingga midazolam lebih disukai untuk induksi dan

    mempertahankan anestesia. Waktu paruh redistribusi midazolam lebih panjang

    daripada diazepam 1. Diekskresikan melalui urin.

    Farmakodinamik

    a. Sistem kardiovaskuler

    Benzodizepin memiliki efek depresi karodiovaskuler yang minimal sekalipun

    pada dosis induksi. Tekanan darah arteri, cardiac output, dan resistensi vaskuler

    perifer biasanya sedikit menurun, sedangkan denyut jantung kadang-kadang

    meningkat6

    b. Sistem respirasi

    Benzodiazepin menyebabkan depresi respon ventilasi terhadap CO2. Depresi ini

    biasanya tidak signifikan, kecuali bila diberikan secara intravena atau bersama

    depresan respiratori lainnya. Apnea lebih jarang terjadi pada pemberian

    benzodiazepin dibandingkan barbiturat. Walaupun demikian, ventilasi harus

    dimonitor pada semua pasien yang mendapatkan benzodiazepin intravena

    Interaksi Obat

    Kombinasi opioid dan benzodiazepin sangat mengurangi tekanan darah arteri

    dan resistensi vaskuler perifer. Benzodiazepin mengurangi MAC anestetik inhalasi

    hingga 30%. Etanol, barbiturat, dan depresan SSP lainnya meningkatkan efek sedatif

    benzodiazepin.

    OPIOID

    Fentanil, sulfentanil, alfentanil, dan remifentanil adalah opioid yang lebih

    banyak digunakan dibanding morfin karena menimbulkan analgesia anestesia yang

    lebih kuat dengan depresi napas yang lebih ringan. Opioid juga digunakan sebagai

    tambahan pada anestesia dengan anestetik inhalasi atau anestetik intravena lainnya

    sehingga dosis anestetik lain ini dapat lebih kecil. Bila opioid diberikan dengan dosis

    besar atau berulang selama pembedahan, sedasi dan depresi napas dapat berlangsunglebih lama, ini dapat diatasi dengan nalokson.

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    11/16

    11

    Dengan dosis besar (50-100 mg/kgBB), fentanil menimbulkan analgesia dan

    hilang kesadaran yang lebih kuat daripada morfin, tetapi amnesianya tidak lengkap,

    instabilitas tekanan darah, dan depresi napas lebih singkat. Oleh karena itu fentanil

    lebih disukai daripada morfin, khususnya untuk dikombinasi dengan

    anestetik inhalasi.

    Mekanisme kerja

    Berikatan dengan reseptor spesifik yang terletak di seluruh SSP dan jaringan

    lain. Empat tipe reseptor opioid telah diidentifikasi, yakni: (-1 dan -2), (kappa),

    (delta), dan (sigma). Meskipun opioid memiliki efek sedasi, efek analgesinya

    yang paling efektif. Efek farmakodinamik dari opioid tertentu bergantung pada

    reseptor mana ia berikatan, afinitas ikatannya, dan apakah reseptor tersebut

    teraktivasi. Aktivasi opiat-reseptor menghambat pelepasan presinaps dan respon

    postsinaps terhadap neurotransmitter eksitatori (mis. asetilkolin, substansi P) dari

    neuron nosiseptif. Mekanisme seluler yang terjadi melibatkan perubahan konduktansi

    ion kalium dan kalsium. Transmisi impuls nyeri dapat dihalangi pada tingkat kornu

    dorsalis medula spinalis dengan pemberian opioid intratekal atau epidural.

    Farmakokinetik

    Biotransformasi opioid terutama berlangsung di hepar. Ekskresi produk akhir

    morfin diekskresikan melalui ginjal

    Farmakodinamik

    a. Sistem Kardiovaskuler

    Secara umum, opioid tidak mengganggu fungsi kardiovaskuler. Dosis tinggi

    morfin, fentanil, sufentanil, remifentanil, dan alfentanil berkaitan dengan bradikardi

    yang dimediasi vagus. Tekanan darah arteri menurun sebagai akibat bradikardi,

    venodilatasi dan penurunan refleks simpatik terkadang membutuhkan vasopresor

    (mis. efedrin).

    b. Sistem Respirasi

    Opioid mendepresi pernapasan, khususnya frekuensi napas. Opioid

    (khususnya fentanil, sufentanil, dan alfentanil) dapat menyebabkan rigiditas dinding

    dada dan menyulitkan ventilasi yang adekuat.

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    12/16

    12

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Pasien seorang wanita berusia 20 tahun datang ke RSUD Karawang dengan

    kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, dengan keluhan

    utama perdarahan pervaginam sejak 6 jam SMRS. Pasien hipotensi dengan tekanan

    darah 100/70, tachicardia dengan nadi 110x/menit, pernafasan dan suhu pasien dalam

    batas normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva yang

    anemis pada kedua mata, ditemukan pada status obstetrikus pada pemeriksaan

    inspekulo didapatkan flek (+) dan didapatkan kesimpulan bahwa terdapat sisa

    konsepsi. Dari pemeriksaan laboratorium terdapat anemia dengan Hb 6 gr/dl,

    hematokrit 18% dan leukositosis. Anemia pada pasien kemungkinan dikarenakan

    banyaknya perdarahan yang terjadi beberapa hari belakangan. Pasien ssat itu

    dilakukan transfusi darah dengan golongan darah 0 Rhesus +.

    Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi, izin operasi didapatkan dari pasien

    dan disetujui oleh dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA II. Menjelang

    operasi, pasien tampak sakit sedang, gelisah, tekanan darah, nadi, pernafasan, dan

    suhu dalam batas normal.

    Operasi dilakukan pada tanggal 16 Juni 2014 pukul 09.40 WIB sedangkan

    anestesi dimulai pada pukul 09.35 WIB di RSUD Karawang dengan memberikan obat

    premedikasi Midazolam (Sedacum 3 mg) dan Fentanyl 75 g, selanjutnya obat

    medikasi Profopol 100 mg dan Methilergometrin maleat (Pospargin 0,2 mg) serta

    diberikan inhalasi berupa 02 2 L/menit. Anestesia dilakukan secara total intra venaanestesi.

    Untuk premedikasi diberikan midazolam dengan dosis premedikasi dewasa

    0,07-0,1 mg/kgBB. Untuk induksi 10-15 mg (0,1-0,4 mg/kgBB) iv, penderita akan

    tertidur setelah 2-3 menit. Kebutuhan midazolam untuk sedasi menurun dengan

    bertambahnya usia, kira-kira 15% tiap dekade peningkatan usia.

    Fentanyl termasuk golongan obat analgetik opioid yang mudah larut dalam

    lemak dan dapat menembus sawar jaringan dengan mudah. Dosis 1-3 ug/kgBB kira-

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    13/16

    13

    kira berlangsung selama 30 menit. Untuk induksi, diperlukan dosis yg lebih besar

    seperti 50-150 ug/kgBB.

    Propofol merupakan derivate fenol yang banyak digunakan sebagai anastesi

    intravena. Dosis sedasinya 2-3 mg/kgBB. Sebaiknya menyuntikkan obat anastesi ini

    pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri.

    Methylergometrine maleate digunakan untuk perdarahan uterus pasca partus/

    abortus/secsio caesaria/ atonia uterus dan mempersingkat kala 3. Metilergometrina

    maleat merupakan amina dengan efek uterotonik yang menimbulkan kontraksi otot

    uterus dengan cara meningkatkan frekuensi dan amplitudo kontraksi dan

    meningkatkan tonus uterus. Mekanisme kerjanya merangsang kontraksi otot uterus

    dengan cepat dan poten melalui reseptor adrenergik sehingga menghentikan

    perdarahan uterus. Dibandingkan dengan alkaloid golongan ergotamina, maka efek

    pada pembuluh darah perifer lemah dan jarang meningkatkan tekanan darah.

    Pada

    penyuntikan i.v., efek kontraksi uterus terjadi dengan segera (30 - 60 detik), bertahan

    sampai dengan 2 jam dengan dosis Sectio caesarea : setelah bayi dikeluarkan secara

    ekstraksi, i.m.1 mL atau i.v. 0,5 sampai 1 mL.

    Ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, natrium klorida,kalium klorida, dan natrium laktat dalam air untuk injeksi. Injeksi ringer laktat tidak

    boleh mengandung antimikroba, dan kecepatan pemberiannya tidak boleh lebih dari

    300 ml/jam. Indikasi pemberian ringer laktat adalah untuk menambah kadar elektrolit

    yang diperlukan tubuh.

    Pemberian cairan intraoperatif

    Kebutuhan cairan basal/maintenance (BB= 50 kg)

    4 x 10kg = 40

    2 x 10kg = 20

    1 x 30kg = 30

    ----------+

    90 ml/jam

    Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang)

    6 x 50kg = 300 ml/jam

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    14/16

    14

    Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 24.0010.00 (10 jam)

    10 x 90 ml/jam = 900 ml/jam

    Di ruangan sudah diberi cairan 500 ml

    Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 900500 = 400 ml

    Pemberian cairan pada jam pertama operasi

    : Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa

    : 90 + 300 + 200 = 590 ml

    Kebutuhan cairan selama operasi (15 Menit ) = 590 ml

    Cairan yang masuk selama operasi (15 menit)

    300 cc Ringer Laktat

    Allowed Blood Loss

    20 % x EBV = 20 % x (50 x 65) = 650 ml

    Jumlah cairan keluar

    = di kasa dan diapers

    = 1x20 ml + 40 ml

    = 50 ml

    Maka tidak perlu dilakukan transfusi darah, namun cukup diberikan cairan kristaloid

    sebanyak 1950 ml atau koloid sebanyak 650 ml

    Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti

    perdarahan = 590 ml+ 1950 ml= 2540 ml

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    15/16

    15

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Pasien Ny. W berumur 20 tahun datang dengan perdarahan pervaginam sejak

    6jam SMRS. Setelah melalui hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan

    penunjang, pasien mendapat diagnosis G2A0P1gestasi 7minggu dengan sisa konsepsi

    Selama pembedahan, pasien mendapatkan anestesi intravena dengan

    dilakukan oksigenasi kanul 2L/menit. Selama pembedahan, dilakukan monitoring

    terhadap pasien yaitu tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen setiap 5 menit.

    Tindakan pemberian obat-obat anestesi sudah sesuai dengan indikasi.

  • 7/21/2019 Laporan Kasus Anestesi IV Icyn

    16/16

    16

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Dewoto HR, et al. Farmakologi dan terapi edisi 5, cetak ulang dengan tambahan,

    tahun 2012. Analgesik opioid dan antagonisnya. Balai penerbit FKUI Jakarta 2012;

    210-18.

    2. Muhiman, Muhardi, dr. et. al. anestesiologi. Bagian anestesiologi dan terapi

    intensif fakultas kedokteran Unuversitas Indonesia. Jakarta ; 65-71

    3. Latief, Said A, sp.An; Suryadi, Kartini A, sp. An; Dachlan, M. Ruswan, Sp. An.

    Petunjuk praktis anestesiologi. Bagian anestesiologi dan terapi intensif fakultas

    kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2010; 46-47

    4. Propofol. Available at :http://reference.medscape.com/drug/diprivan-

    propofol/343100#. accessedon 16 Juni 2014

    5. Calvey, Norman: Williams, Norton. Principles and practice of pharmacology for

    anaesthetics 5thedition. Blackwell publishing 2008: 110-126

    6. Miller, Ronald D, MD, et al. Millers anesthesia. Elseveir: 2010

    http://reference.medscape.com/drug/diprivan-propofol/343100#.%20accessedhttp://reference.medscape.com/drug/diprivan-propofol/343100#.%20accessedhttp://reference.medscape.com/drug/diprivan-propofol/343100#.%20accessedhttp://reference.medscape.com/drug/diprivan-propofol/343100#.%20accessedhttp://reference.medscape.com/drug/diprivan-propofol/343100#.%20accessedhttp://reference.medscape.com/drug/diprivan-propofol/343100#.%20accessed