laporan gl

Upload: bagas-rizki-wibowo

Post on 08-Mar-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

yaa

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Tak dapat dipungkiri jika perkembangan teknologi masa kini berkembang sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya inovasi-inovasi yang telah dibuat di dunia ini. Dari yang sederhana, hingga yang menghebohkan dunia.Salah satu teknologi yang menghebohkan dunia adalah pemanfaatan sifat kelistrikan dari bahan dalam bumi ini. Pemanfaatan ini berupa cara atau metode yang digunakan untuk mencari bahan yang terkandung dari dalam bumi atau sering disebut metode geolistrik. Metode geolistrik merupakan metode yang umum digunakan dalam pendugaan bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas dan konduktivitas suatu bahan dibawah permukaan bumi. Metode Geolistrik dibagi menjadi metode geolistrik aktif dan metode geolistrik pasif. Metode geolistrik aktif yaitu metode yang memanfaatkan sumber tegangan dari alat yang diinjeksikan kebawah permukaan untuk mendapatkan nilai resistivitas bawah permukaan. Sedangkan metode geolistrik pasif yaitu metode geolistrik yang memanfaatkan nilai potensial atau mudahnya nilai potensial dari dalam bumi untuk mendapatkan nilai resistivitas di bawah permukaan.Metode Geolistrik memiliki banyak penerapan dalam duia eksplorasi, seperti eksplorasi air tanah, identifikasi reservoir pada lapangan panas bumi, eksplorasi mineral, eksplorasi batubara, rekayas geoteknik dan lain lain. Penerapan metode ini dibedakan pada beberapa konfigurasi. Konfigurasi berfungsi sebagai pengatur geometri yang berpengaruh pada resistivitas. Pada penelitian ini metode geolistrik diterapkan pada daerah kampus upn veteran yogyakarta untuk mengetahui keadaan dibawah permukaannya. Target berupa anomali berupa litologi bawah permukaan dari daerah tersebut. Konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi schlumberger yang cocok untuk perlapisan secara vertikal.

I.2. Maksud dan TujuanMaksud dari praktikum ini adalah mampu memahami pengambilan dan pengolahan data geolistrik resistivity dari data geolistrik konfigurasi schlumberger. Pada pengolahan data geolistrik juga bertujuan untuk mengubah data lapangan berupa nilai potensial dan arus yang diinjeksikan ke bawah permukaan menjadi nilai resistivitas semu bawah permukan. Penyelidikan bawah permukaan mengunakan metode geolistrik ini juga bertujuan untuk mendapatkan resistivitas semu bawah permukaan yang di sajikan pada kurva matching dan profil kedalaman 1D menggunakan software IP2Win .

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geologi Regional YogyakartaDIY terletak di bagian tengah-selatan pulau jawa, secara geografis terletak pada 703-8012 Lintang Selatan dan 110000-110050 Bujur Timur.

II.1.1 FisiografiSecara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.1). Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah (Central Depression Zone) Pulau Jawa. Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 40 150 dan beda tinggi 125 264 m. Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat ( 264 m) di Perbukitan Jiwo bagian barat dan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo bagian timur.

Gambar II.1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan MaduraZona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga sub-zona, yaitu Sub-zona Baturagung, Sub-zona Wonosari dan Sub-zona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Sub-zona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, 737 m).

II.1.2 Stratigrafi Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari Pacitan

Gambar II.2 Tatanan Stratigrafi Pegunungan SelatanSecara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan litostratifrafi adalah :1. Formasi Wungkal-Gamping Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Jadi umur Formasi Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).2. Formasi Kebo-Butak Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus turbid. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.3. Formasi Semilir Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih serta terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal. Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992). 4. Formasi Nglanggran Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit serta kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah barat hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di dekat Nglipar sekitar 530 meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan Formasi Wonosari. Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di dalam laut.5. Formasi Sambipitu Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter.Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan batulempung. Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan adanya percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam. Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu. 6. Formasi Oyo Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo. Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.7. Formasi Wonosari Formasi ini dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992).8. Formasi Kepek Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter. Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik).9. Endapan Permukaan Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa).

Gambar II.3 Stratigrafi Jalur Pegunungan Selatan menurut beberapa peneliti II.2. Geologi Lokal SlemanSecara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 1071503 sampai dengan 1002930 BT dan 73451 sampai dengan 74703 LS. Di sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman keadaan tanahnya di bagian selatan relatif datar kecuali daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di bagian utara sekitar lereng gunung Merapi relatif terjal. Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m dpl).

BAB IIIDASAR TEORI

III.1 GeolistrikGeolistrik adalah metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Oleh karena itu metode geolistrik memiliki banyak macam, antara lain adalah:1. Potensial diri2. Induksi polarisasi ( polarisasi terimbas)3. Resistivity ( tahanan jenis )Secara garis besar metode geolistrik dibagi menjadi dua macam, yaitu:1. Geolistrik yang bersifat pasifGeolistrik dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu sehingga tidak di perlukan adanya injeksi atau pemasukan arus. Geolistrik semacam ini disebut self potensial (SP).2. Geolistrik yang bersifat aktifGeolistrik dimana energi yang dibutuhkan ada karena penginjeksian arus kedalam bumi terlebih dahulu. Geolistrik ini terbagi dalam dua metode, yaitu metode Resistivitas (resistivity) dan polarisasi Terimbas.Dalam menginterpertasikan hasil pengolahan data yang didapat dari prosespengambilan data dapat digunakan tabel harga tahanan jenis batuan. Namun kita juga tidak dapat langsung begitu percaya, karena kita juga harus menyesuaikan dengan kondisi litologi daerah tempat pengambilan data.

Tabel 3.1. harga tahanan jenis dari berbagai lapisan bumiLAPISANTAHANAN JENIS (Ohm m)

AIR PERMUKAAN80 - 200

AIR TANAH30 - 100

SILT,LEMPUNG10 - 200

PASIR100 - 600

PASIR DAN KERIKIL100 - 1000

BATULUMPUR20 - 200

BATUPASIR50 - 500

KONGLOMERAT100 - 500

TUFA20 - 200

KELOMPOK ANDESIT100 - 2000

KELOMPOK GRANIT1000 - 10000

KELOMPOK CHERT200 - 2000

III.2. Metode ResistivityMetode resistivity konfigurasi dipole-dipole dilakukan untuk mengetahui harga suatu resistivitas di areal tertentu. Dengan tujuan untuk mengetahui daerah penyebaran yang resistive di bawah permukaan secara tidak langsung dari harga resistivitas yang dapat diasumsikan dengan zona mineralisasi, intrusi, atau struktur geologi suatu batuan. III.3. Konfigurasi SchlumbergerDalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana litologi di bawah permukaan secara vertikal. Oleh karena itu penelitian menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi schlumberger.

Gambar III.1. Susunan konfigurasi schlumberger.Pada konfigurasi schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.Kelemahan dari konfigurasi schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik high impedance dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.Sedangkan keunggulan konfigurasi schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya 1.0 milliVolt.Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.

Gambar III.2. Faktor geometriBAB IVMETODOLOGI PENELITIANIV.1. Tempat dan Waktu PelaksanaanPenelitian ini dilaksanakan pada daerah Condongcatur, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya pada samping timur gedung perpustakaan kampus UPN Veteran Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada koordinat 434904;914919 dengan panjang lintasan 100 meter melintang dari selatan ke utara. Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2015 pada pukul 07.00 hingga 09.00 WIB.A

Titik kelompok 88

Gambar IV.1 Desain Survei Akusisi Data

III.2. Peralatan dan Perlengkapan

DCGADDB

Gambar IV.2 Perlengkapan akuisisi data

Penelitian ini memerlukan peralatan dan perlengkapan untuk melakukan pengambilan data, Peralatan yang digunakan antara lain :a. Resistivitymeter Nainura Model NRD 775Resistivitymeter ini berfungsi sebagai alat perekam data potensial dan arus yang akan dapat digunakan untuk mencari nilai tahanan jenis suatu bahan di bawah permukaan.b. Payung Berfungsi sebagai pelindung alat resistivitymeter dari cahaya matahari untuk keamanan.c. 2 Elektroda Arus dan 2 Elektroda Potensialberfungsi untuk mengalirkan arus ke bawah permukaan yang dapat digunakan mencari nilai resistivitas.d. 4 buah Kabel RollDigunakan sebagai medium penghantar arus listrik dari aki ke elektroda dan dari elektroda potensial ke alat resistivity meter. e. PaluDigunakan untuk menancapkan elektroda ke tanah pada daerah penelitian..f. GPS Digunakan untuk menentukan koordinat titik pengukuran.g. Accu.Digunakan sebagai sumber tegangan.h. Kompas geologimenentukan azimuth lintasan pengambilan data.

IV.3. Diagram Alir Pengambilan DataInformasi Geologi

Mulai

Studi literatur

Desain Survei

Orientasi Lapangan

Mempersiapkan Alat

Pengambilan Data Lapangan (arus dan tegangan)

Selesai

Gambar IV.3. Diagram Alir Pengambilan Data

Pengambilan Data lapangan pada peneliian ini memerlukan tahap tahap yang perlu direncanakan, berikut adalah penjelasan dari diagram alir pengambilan data : Pertama kita memerlukan informasi geologi daerah penelitian akan sangat dibutuhkan untuk dijadikan acuan dalam interpretasi data geofisika karena data geologi adalah data berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, sedangkan geofisika hanyalah melalui pendekatan data fisika dan akan membantu dalam membuat desain survei. Kemudian pengambilan data dimulai dengan melakukan orientasi lapangan dengan menentukan azimuth dan juga koordinat daerah pengukuran Selanjutnya melakukan kegiatan mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk pengukuran, yaitu accu, alat resistivitimeter, kabel, penjepit kabel dan elektroda yang dirangkai dengan benar. Konfigurasi yang digunakan juga harus sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu schlumberger. Kemudian lakukan pengambilan data dari data berupa nilai potensial dan nilai arus dari alat perekam resistivitymeter.

IV.3. Diagram Alir Pengambilan DataMulaiPengolahan nilai R (Ohm), K, Rho (Ohm-m), AB dan MNMembuat notepadMembuat Profil Bawah Permukaan 1D dengan IP2winProfil Bawah Permukaan 1DKesimpulanSelesaiData Lapangan

Gambar IV.4. Diagram Alir Pengolahan Data

Berikut adalah penjelasan dari pengolahan data menggunakan software IP2Win Pengolahan data diawali dengan menyiapkan data lapangan berupa V (volt) dan I (A) Kemudian dihitung untuk mendapatkan nilai R (Ohm) , K, Rho (Ohm-m). Dari data yang telah dioalah pada excel kemudian dimasukkan kedalam software ipi2win dengancara memilih menu file . New VES Point, kemudian masukan nilai AB/2, Jarak MN dan nilai apparent resistivity yang kemudian dipilih data yang bertumpuk untuk dihapus untuk smoothing data. kemudian tekan ok lalu mulai untuk membuat kurva sesuai dengan data lapangan. nilai resistivitas terhadap kedalaman saling mempengaruhi sehingga analisi dari variogram ini diperlukan error yang rendah. Kemudian didapatkan nilai kedalaman, ketebalan dan resistivitas untuk dibuat profil kedalaman pada software corel draw. Dari profil kedalaman dapat diinterpretasikan hasil pengolahan data sintetik tergantung dari tabel respon data geolistrik terhadap bahan di bawah permukaan bumi, bila mana data tersebut adalah data suatu penelitian maka dapat diinterpretasikan sesuai dengan geologi penyusun daerah tersebut. terakhir buat kesimpulan dari kegiatan pengolahan dtaa geolistrik konfigurasi schlumberger

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. Kurva Matching Software IP2Win

Gambar V.1 Kurva Matching Software IP2Win Kelompok 8Pengololahan data schlumberger ini menghasilkan nilai resistivitas, ketabalan dan kedalaman dari tiap lapisan. Dari nilai nilai diatas menghasilkan kurva matching software IP2Win berdasarkan nilai AB/2 dan resistivitas dan model profil kedalaman secara vertikal yang dapat diinterpretasikan tiap lapisannya. Dari kurva variogram diatas menunjukan nilai kedalaman terhadap resistivitas.. Pada kurva tersebut terlihat kurva berwarna merah yang merupakan kurva data yang disesuaikan secara kualitatif terhadap kurva data lapangan.Kurva diatas terlihat nilai yang tinggi sekitar 1354 Ohm m pada awal pengukuran dan terus menurun harga dari resistivitasnya. Hal ini dapat diinterpretasikan adanya suatu bahan di bawah permukaan yang memiliki konduktivitas yang tinggi. Terlihat pada akhir pengukuran pada jarak ke 100 nilai rendah sebesar 49,8 Ohm meter. Pada tabel pengolahan didapatkan kedalaman terdalam sebesar 20,7 meter dan error sebesar 22,7 %.

V.2. Profil Kedalaman Kelompok

Gambar V.2 Profil Kedalaman Kelompok 8Dari hasil Pengolahan ini didapatkan 5 lapisan litologi bawah permukaan. Lapisan pertama memiliki nilai resistivitas sebesar 1364 Ohm-m yang mencapai kedalaman 1,65 meter diinterpretasikan sebagai soil yang memiliki nilai resistivitas tinggi sebesar 1354 Ohm meter, harga resistivitas akibat dari kondisi soil yang tidak kompak. Lapisan kedua memiliki nilai resistivitas sebesar 341 Ohm-m mencapai kedalaman 4,69 meter dengan tebal sebesar 3,04 meter diinterpretasikan sebagai endapan fluivovulkanik yang berasal dari aktivitas gunung Merapi. Lapisan ketiga memiliki nilai resistivitas sebesar 615 Ohm-m mencapai kedalaman 10,03 dengan tebal sebesar 7,01 meter diinterpretasikan sebagai batupasir lembab yang memiliki air tanah yang sedang akibat dari nilai resistivitas yang sedang. Lapisan keempat memiliki nilai resistivitas sebesar 100 Ohm-m mencapai kedalaman 20,7 meter dengan tebal sebesar 10,4 meter diinterpretasikan sebagai batupasir basah yang memiliki air tanah dikarenakan nilai resistivitas yang rendah. Lapisan kelima memiliki nilai resistivitas sebesar 49,8 Ohm-m mencapai kedalaman yang tidak tercapai oleh alat akibat bentangan kabel yang kurang panjang

V.3. Korelasi Profil Kedalaman Lapisand = 1,65 md = 2 m

d = 3,04 m

d = 6 m

d = 5,61 m

d = 2,2 m

d = 6,3 m

d = 10,4 m

d = 2,1 m

d = 2,4 m

Titik Pengukuran Kelompok 8

Titik Pengukuran Kelompok 10Soil

endapan fluviovulkanik

batupasir basahbatupasir lembab

Gambar V.3. Korelasi Profil Kedalaman Kelompok 8 dan 10Berdasarkan korelasi profil kedalaman lapisan diatas terlihat litologi hasil interpretasi yang sama. Perbedaan yang terlihat ialah hasil resistivitas yang berbeda beda akibat adanya faktor faktor yang mempengaruhinya yaitu seperti kekompakan batuan, mineralisasi, porositas, permeabilitas dan lain lain. Dari data korelasi diatas terlihat pada titik kedalaman pengukuran kelompok 8 tebal dari endapan vulkaniknya sekitar 2,01 meter berbeda dengan ketebalan endapan pada titik pengukuran kelompok 10 yang ketebalannnya sekitar 6 meter. Hal ini masih berupa pendugaan berdasarkan nilai resistivitas namun bila berbicara dari genesa endapan vulkanik ini mungkin dapat terjadi akibat adanya kemiringan lapisan batuan sehingga terdapat perbedaan kedalaman endapan ini.Perbedaan ketebalan lapisan batuan juga terlihat pada batupasir lembab dan batupasir basah. Hal ini dapat diinterpretasikan karena proses pengendapan dikarenakan kemiringan lapisan batuan yang telah terbentuk sebelumnya. Batupasir lembab dan basah ini dapat diinterpretasi karena adanya perbedaan resistivitas yang terlihat akibat adanya akumulasi air pada batupasir basah sehingga nilai resistivitas batupasir basah lebih rendah daripada batupasir yang ada diatasnya.

BAB VIPENUTUP

VI.1. KesimpulanDari seluruh kegiatan identifikasi bawah permukaan menggunakan metode geolistrik konfigurasi schlumberger pada timur gedung perpustakaan UPN Veteran Yogyakarta ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Pengolahan data metode geolistrik konfigurasi Schlumberger menghasilkan matching curve software Ip2Win dengan nilai resistivitas terendah sekitar 49,8 Ohm m dan tertinggi 1354 Ohm m. Dari data profil kedalaman konfigurasi schlumberger didapatkan 4 litologi penyusun pada kedalaman 22,7 meter. Litologi litologi tersebut adalah soil dengan resistivitas sebesar 1354 Ohm meter, endapan fluviovulkanik 341 Ohm m, batupasir lembab 616 Ohm m, dan batupasir basah 100 Ohm m. Terdapat nilai resistivitas tinggi pada kedalaman yang dangkal diakibatkan sifat fisik dari soil dan endapan fluviovulkanik yang tidak kompak pada daerah penelitian. Dari data korelasi didapatkan perbedaan pada titik kedalaman pengukuran kelompok 8 dengan tebal dari endapan vulkaniknya sekitar 2,01 meter berbeda dengan ketebalan endapan pada titik pengukuran kelompok 10 yang ketebalannnya sekitar 6 meter.

VI.2. SaranDalam melakukan pengambilan dan pengolahan data geolistrik ada baiknya meneliti data pada pengolahan. Pengolahan juga perlu kesinambungan sesuai dengan diagram alir yang dikehendaki. Pada pengolahan ini juga dibutuhkan data pendukung (sekunder) untuk penginterpretasian bawah permukaan seperti geologi regional dan lokal dari daeerah tersebut.1