laporan btp berbahaya
DESCRIPTION
sdjaskfjhkjghvfdjkkdTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Pangan sangat penting untuk
kehidupan manusia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan
pun semakin meningkat. Untuk itu, maka manusia mengembangkan teknologi pangan untuk
meningkatkan produksi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang semakin
meningkat (Anggrahini, 2008).
Teknologi dalam bidang makanan dewasa ini menunjukkan pola yang semakin
meningkat. Adanya peningkatan kegiatan industri makanan merupakan salah satu
indikator semakin meningkatnya jumlah produk makanan di masyarakat. Akan tetapi
dikalangan konsumen masih sering terjadi keresahan mengenai produk olahan makanan
tersebut terutama dalam hal penggunaan bahan tambahan makanan, sebab masalah
keamanan makanan sudah menjadi masalah setiap orang yang mengkonsumsi produk
olahan makanan (Anggrahini, 2008).
Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah diwujudkan oleh pemerintah
dengan di keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Undang-
undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun
2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Anggrahini, 2008).
Dewasa ini sering ditemukan adanya kasus penambahan bahan tambahan berbahaya
ke dalam pengolahan suatu makanan yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung
jawab yang hanya berniat mencari keuntungan semata, tanpa memperhatikan dan
memperdulikan tingkat resiko bahaya bahan tambahan lain yang mereka tambahkan ke dalam
makanan. Salah satu bentuk pengolahan pangan adalah dengan menambahan BTM atau
Bahan Tambahan Makanan ke dalam produk pangan. Ada beberapa jenis BTM yaitu
pewarna, pemanis, pengawet, penguat rasa, dan lainnya (Anggrahini, 2008).
Suatu upaya identifikasi dan pengujian terhadap bahan makanan umum yang beredar
di masyarakat penting adanya demi meyakinkan keamanan bahan makanan. Dari hasil
pengujian dan pemeriksaan diharapkan dapat membantu masyarakat dan pemerintah dalam
upaya monitoring keamanan bahan makanan (Anggrahini, 2008).
Makanan berbahaya ini berdampak negatif bagi kesehatan anak-anak dan juga orang
dewasa. Karena itu upaya identifikasi dan pengujian terhadap produk pangan perlu dilakukan
untuk menjamin keamanan dari makanan tersebut. Upaya identifikasi dan pengujian tersebut
diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk bisa menentukan pilihan pada makanan
yang sehat serta dapat juga digunakan pemerintah sebagai monitoring terhadap keamanan
produk pangan di Indonesia (Anggrahini, 2008).
B. Tujuan
1. Mengidentifikasi pemanis buatan (Siklamat) pada bahan makanan
2. Mengidentifikasi pewarna buatan (Rhodamin B) pada bahan makanan
3. Mengidentifikasi pengawet buatan (Formalin dan Boraks) pada bahan makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian BTP
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan, bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah :
Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and
its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat
(Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi
(Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde),
Kalium Bromat (Potassium Bromate) Di dalam industri pangan, terutama industri rumah
tangga yang pengetahuan mereka masih terbatas, penggunaan bahan tambahan yang
berbahaya masih sering dilakukan (Anggrahini, 2008). Bahan tambahan berbahaya yang
paling sering ditambahkan produsen adalah zat pewarna Rhodamine B dan Methanyl yellow,
pemanis buatan siklamat dan sakarin, serta pembuat kenyal berupa formalin dan boraks
(Didinkaem, 2007).
B. Formalin
Formalin, dengan rumus kimia CH2O merupakan suatu larutan yang tidak berwarna,
berbau tajam yang mengandung lebih kurang 37% formaldehid dalam air dan biasanya
ditambahkan metanol 10, 15% sebagai pengawet. Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke
dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah
diperoleh dipasar bebas dengan harga murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan
dalam pengaturan formalin, yaitu UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 7
tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Kepmenkes Nomor1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan SK
Memperindag Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya
(Anonim, 2012).
Formalin memiliki banyak kegunaan dan digunakan secara luas dalam berbagai bidang,
diantaranya:
1.Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan
pakaian.
2.Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
3.Bahan pada pembuatan sutra buatan, zatpewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
4.Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
5.Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
6.Bahan untuk pembuatan produk parfum.
7.Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
8.Pencegah korosi untuk sumur minyak.
9.Bahan untuk insulasi busa.
10.Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
11.Cairan pembalsam ( pengawet mayat )
12.Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk
berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring,
pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. (Fajar, 2013).
Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein,
karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein
mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya
protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal .
Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan
senyawa asam, itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet
(Aras, 2013).
Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh
manusia, dengan gejala : sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah muntah,
mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi
formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang kejang), haematuri
(kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi
formalin dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam. Deteksi
formalin secara akurat baik secara kualitatif maupun kuantitatif hanya dapat dilakukan di
laboratorium. Namun demikian, untuk menghindarkan terjadinya keracunan, masyarakat
harus dapat membedakan bahan/produk makanan yang mengandung formalin dan yang sehat
(Aras, 2013).
C. Boraks
Borak merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non
pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Namun saat ini
banyak pula digunakan oleh para pembuat dan penjual bakso, mie ayam, dan berbagai jenis
makanan lainnya. Penambahan ini bertujuan agar produk makanan tersebut memiliki sifat
tekstur lebih kenyal sehingga menambah sensasi kenikmatan ketika disantap (Saifudin,
2008).
Di industri farmasi boraks digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak,
larutan kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan hasil
industri farmasi tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno, 1997). Boraks
digunakan oleh masyarakat dan industri kecil untuk pembuatan gendar, kerupuk rambak
tiruan, mie dan bakso. Boraks secara local dikenal sebagai air bleng atau cetitet, garam bleng
atau pijer. Boraks sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah sejak Juli 1978
dan diperkuat lagi melalui SK Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988
(Winarno, 1997).
Fungsi Boraks yang sebenarnya baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat
antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme).
Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut,
bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan
pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks.
Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai
boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka
kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka luas, karena
beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno dan Rahayu, 1994).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet
makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti
bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk
mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan
memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007).
Boraks ditambahkan ke dalam makanan untuk memperbaiki tekstur makanan
sehingga menghasilkan rupa yang bagus. Bakso mengandung boraks memiliki kekenyalan
khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Bakso yang
mengandung boraks sangat renyah dan disukai dan tahan lama (Anonim, 2009).
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam
borat ini didapati pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan pada bakso.
Banyak juga disalahgunakan dalam pemuatan mie basah, bakso dan lontong yang
menggunakan boraks apabila dipegang akan terasa sangat kenyal sedangkan kerupuk merasa
sangat renyah (Anonima, 2008 ; Cahyadi, 2006).
Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan
saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertkena dengan kulit dapat menimbulkan iritasi. Dan jika
tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus,otak atau ginjal (Himpunan alumni fateta,
2005). Boraks menimbulkan efek racun pada manusia, toksisitas boraks yang terkandung di
dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks apabila terdapat pada
makanan, maka dalam waktu jangka lama walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi
(penumpukan) dalam otak, hati, ginjal dan jaringan lemak. Pemakaian dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan
pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan
kematian (Khamid, 1993).
Penting diketahui bahwa selain lewat mulut, boraks bisa masuk ke dalam tubuh lewat
membran mukosa dan permukaan kulit yang luka. Skipworth pernah melaporkan bahwa
keracunan asam borat bisa terjadi gara-gara bedak tabur mengandung boraks. Kerena itu
disarankan agar bedak tabur untuk anak-anak tidak mengandung asam borat lebih dari 5%
(Khamid, 1993).
Dalam dosis cukup tinggi dalam tubuh, akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-
pusing, muntah, mencret, kram perut, sianosis, kompulsi. Pada anak kecil dan bayi bila dosis
dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan untuk
orang dewasa kematian terjadi pada dosis 10-20 gram atau lebih (Winarno dan Rahayu,
1994).
Boraks sangat bahaya jika terhirup, mengenai kulit, mata dan tertelan. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa iritasi pada saluran pencernaan, iritasi pada kulit dan mata, mual,
sakit kepala, nyeri hebat pada perut bagian atas. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan
menyebabkan kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut bahkan kematian. Konsumsi
boraks 5-10 gram oleh anak anak dapat menyebabkan shock dan kematian. Beberapa
penyalah gunaan boraks dalam pangan diantaranya bakso, cilok, lontong dan kerupuk gendar
(Winarno, 1997).
D. Rhodamin B
Penggunaan pewarna sintetis di industri makanan saat ini sangat besar, hampir 90%
industri makanan memilih menggunakan pewarna sintetis hal ini dikarenakan harga yang
terjangkau dan kepraktisannya. Pewarna buatan atau sintetis merupakan zat aditif yang
ditambahkan pada makanan yang bertujuan untuk memperbaiki warna dari makanan.
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau
ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang
berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang
digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk
pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red
15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (BPOM, 2005).
Rhodamin B sering disalah gunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling,
agar-agar, arumanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain lain. Ciri-ciri
pangan yang mengandung rhodamin B antara lain:
1. warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok
2. terkadang warna terlihat tidak homogen (rata), ada gumpalan warna pada produk
3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit
4. biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak mencantumkan kode, label,
merek, atau identitas lengkap lainnya.
Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan
kandungan logam beratnya. Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang
kuat. Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan
dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati,
gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati. Rhodamin
B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang merupakan
dosis toksiknya dan efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna, cirinya air
seni akan berwarna merah atau merah muda.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No.28, Tahun 2004, rhodamin B merupakan zat warna
tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk produk pangan. Zat warna Rhodamin
B walaupun telah dilarang penggunaanya ternyata masih ada produsen yang sengaja
menambahkan zat warna rhodamin B untuk produknnya (Judarwanto, 2009).
E. Siklamat
Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan kedalam pangan dan minuman. Siklamat
biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat dengan rumus molekul
C6H1/1NHSO3Na. Nama lain dari siklamat adalah natrium sikloheksisulfamat atau natrium
siklamat. Tidak seperti sakarin, siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang
disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisanya ± 30 kali kemanisan
sukrosa. Dalam industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan pemanis yang tidak
mempunyai nilai gizi untuk pengganti sukrosa. Siklamat bersifat tahan panas, sehingga sering
digunakan dalam pangan yang diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng.
Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa pahit) tetapi
siklamat dapat membahayakan kesehatan. ( Cahyadi, 2006 ).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Pangan, yang dimaksud "bahan tambahan pangan" adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Salah satu
bahan tambahan makanan yang sering dimasukkan ke dalam makanan maupun minuman
adalah pemanis. Beberapa jenis pemanis buatan yang diijinkan berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan RI nomer 33 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan adalah
Aspartam, Sakarin, Siklamat.
Tabel 1. Daftar pemanis sintesis (siklamat) yang diizinkan di Indonesia
Sumber: PerMenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999
Siklamat (garam
natrium dan garam
kalsium)
Makanan berkalori
rendah
a. Permen karet
b. Permen
c. Saus
d. Es lilin
e. Minuman
yogurt
f. Minuman
ringan
fermentasi
a. 500mg/kg
dihitung sebagai
asam siklamat
b. 1g/kg dhitung
sebagai asam
siklamat
c. 3g/kg dihitung
sebagai asam
siklamat
d. 3g/kg dihitung
sebagai asam
siklamat
e. 3g/kg dihitung
sebagai asam
siklamat
f. 500mg/kg
dihitung sebagai
asam siklamat
Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88,
kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam pangan dan
minuman berkalori rendah dan untuk penderita diabetes mellitus adalah
3g/kg bahan pangan dan minuman. Dan menurut WHO, batas konsumsi
harian siklamat yang aman (ADI) adalah 11 mg/kg berat badan.
Metode yang digunakan dalam uji siklamat ini adalah metode
pengendapan, dimana reagen yang digunakan adalah 10 ml HCl 10%, 10
ml BaCl2 10%, dan 10 ml natrium nitrit. Pengendapan dilakukan dengan
cara menambahkan Asam Clorida, Barium klorida kemudian ditambah
Natrium nitrit dalam suasana asam. sehingga akan terbentuk endapan
Barium sulfat (Ginting, 2004).
Untuk mengetahui adanya siklamat, ada sebagian sampel yang
menghasilkan reaksi positif artinya di dalam sebagian larutan sampel
tersebut terdapat kandungan siklamat. Reaksi antara siklamat dengan HCl
akan terurai menghasilkan amina alifatis primer. Metode ini berdasarkan
sifat bahwa siklamat (ikatan sulfitnya) oleh HCl akan membentuk asam
sulfat dan jumlahnya setara dengan siklamat yang ada. Adanya siklamat
dengan terdapat endapan putih dibagian bahah permukaan sampel.
BaSO4 atau endapan putih terbentuk dengan persamaan reaksi sebagai
berikut :
(Ginting,2004)
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Tanggal/Waktu : 24 Oktober 2014 / 08.30 – 11.00 WIB
Tempat : Laboratorium Terpadu
B. Alat dan Bahan
1. Alat :
- Erlenmeyer
- Kertas saring
- Kaca arloji
- Waterbath
- Tabung reaksi
- Gelas ukur
- Mortar dan stamper
- Pipet tetes
- Tisue
- Penjepit kayu
2. Bahan
- Ikan tongkol
- Es cendol pink
- Es dugan
C. Prosedur
1. Uji Formalin
Sampel ikan diambil 2g ke dalam mortar dan dihaluskan
Sampel dimasukkan ke tabung reaksi
Ditambah 2 mL aquades
Ditambah 1 mg formalin
Sampel dikocok dan biarkan selama5 menit
Positif formalin apabila berwarna ungu kebiruan
2. Uji Boraks
sampel ikan diambil 2g ke dalam mortar dan dihaluskan
sampel dimasukan ke tabung reaksi
ditambah 2mL aquades
kocok secara hati hati
ujung kertas Prx II dicelupkan kedalam tabung reaksi
kertas diangin-anginkan biarkan terkena cahaya dan kering
positif boraks apabila berwarna coklat
3. Uji siklamat
Sampel cendol diambil sebanyak 20 ml masukan dalam erlenmeyer 100ml
ditambahkan 10 ml HCl 10%
ditambahkan 10 ml BaCl 10%
kocok dan diamkan selama 30menit
saring larutan dengan kertas saring
fitrat cendol ditambah 10 ml natrium nitrat, lalu tutup erlenmeyer dengan alumuniumfoil
panaskan erlenmeyer dipenangas air, sebelum mendidih angkat
positif siklamat apabila terdapat endapan putih
4. Uji Rhodamin B
Sampel cendol diambil 5g, haluskan
masukan dalam tabung reaksi, tambahkan 3 ml aquades
ditambahkan 10 tetes preaksi 1
tambahkan 5 tetes preaksi 2
ditambahkan 10 tetes preaksi 3
positif rhodamin B apabila terdapat cincin berwarna pink
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Uji
Sampel Hasil pengamatan Kesimpulan uji
Ikan tongkol Berwarna ungu (+) formalin
Ikan tongkol Kertas berwarna coklat (+) boraks
Es dugan Terdapat endapan putih (+) siklamat
Es cendol Tidak terdapat cincin pink (-) rhodamin B
B. Pembahasan
1. Identifikasi Rhodamin B pada Cendol
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau
atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang
berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang
digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk
pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red
15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (BPOM, 2005).
Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan
kandungan logam beratnya. Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang
kuat. Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan
dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati,
gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.
Dari hasil praktikum didapatkan sampel cendol tidak mengandung rhodamin B (-)
dengan hasil pengamatan sampel tidak terdapat cincin pink, sampel ini dibeli di pasar tempel.
Pada kelompok B1 sampel cendolnya didapatkan hasil (+) mengandung rhodamin B ini
berarti produsen cendol melanggar peraturan pemerintah terhadap BTP yang terdapat pada
dasar hukum PP RI No.28 Tahun 2004, rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang
dilarang penggunaannya dalam produk produk pangan. Zat warna Rhodamin B walaupun
telah dilarang penggunaanya ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat
warna rhodamin B untuk produknnya (Judarwanto, 2009).
Kita sebagai konsumen harus teliti dalam memilih bahan makanan dan minuman agar
tehindar dari bahaya zat kimia yang terdapat dalam makanan yang telah dicurangi oleh
produsen..................
2. Identifikasi Siklamat pada Es Dugan
Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan kedalam pangan dan minuman. Siklamat
biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat dengan rumus molekul
C6H11NHSO3Na. Nama lain dari siklamat adalah natrium sikloheksisulfamat atau natrium
siklamat. Tidak seperti sakarin, siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang
disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya ± 30 kali kemanisan
sukrosa ( Cahyadi, 2006 ).
Dalam industri pangan natrium siklamat dipakai sebagai bahan pemanis yang tidak
mempunyai nilai gizi untuk pengganti sukrosa. Siklamat bersifat tahan panas, sehingga sering
digunakan dalam pangan yang diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng.
Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa pahit) tetapi
siklamat dapat membahayakan kesehatan ( Cahyadi, 2006 ).
Metode yang digunakan dalam uji siklamat ini adalah metode
pengendapan, dimana reagen yang digunakan adalah 10 ml HCl 10%, 10
ml BaCl2 10%, dan 10 ml natrium nitrit. Pengendapan dilakukan dengan
cara menambahkan Asam Clorida, Barium klorida kemudian ditambah
Natrium nitrit dalam suasana asam. sehingga akan terbentuk endapan
Barium sulfat (Ginting, 2004).
Untuk mengetahui adanya siklamat, ada sebagian sampel yang
menghasilkan reaksi positif artinya di dalam sebagian larutan sampel
tersebut terdapat kandungan siklamat. Reaksi antara siklamat dengan HCl
akan terurai menghasilkan amina alifatis primer. Metode ini berdasarkan
sifat bahwa siklamat (ikatan sulfitnya) oleh HCl akan membentuk asam
sulfat dan jumlahnya setara dengan siklamat yang ada. Adanya siklamat
dengan terdapat endapan putih dibagian bahah permukaan sampel.
BaSO4 atau endapan putih terbentuk dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
(Ginting,2004).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88,
kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam pangan dan
minuman berkalori rendah dan untuk penderita diabetes mellitus adalah
3g/kg bahan pangan dan minuman. Dan menurut WHO, batas konsumsi
harian siklamat yang aman (ADI) adalah 11 mg/kg berat badan.
Dari hasil praktikum didapatkan sampel es dugan (+) mengandung siklamat dengan
terdapat endapan putih pada sampel. Dengan adanya peraturan bahwa
penggunaan siklamat dan sakarin masih diperbolehkan, serta kemudahan
mendapatkannya dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan
gula alam. Hal ini menyebabkan produsen pangan dan minuman
terdorong untuk menggunakan kedua jenis pemanis buatan tersebut di
dalam produk. Jadi kita sebagai konsumen harus teliti saat membeli
makanan dan minuman agar tehindar dari bahaya zat kimia yang
menyebabkan karsinogenik................
3. Identifikasi Formalin pada Ikan Tongkol
Formalin dengan rumus kimia CH2O merupakan suatu larutan yang tidak berwarna,
berbau tajam yang mengandung lebih kurang 37% formaldehid dalam air dan biasanya
ditambahkan metanol 10-15% sebagai pengawet. Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke
dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah
diperoleh dipasar bebas dengan harga murah.
Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin, yaitu UU
Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kepmenkes Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan SK Memperindag Nomor
254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya (Anonim, 2012).
Formalin memiliki banyak kegunaan dan digunakan secara luas dalam berbagai
bidang, diantaranya:
1.Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan
pakaian.
2.Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
3.Bahan pada pembuatan sutra buatan, zatpewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
4.Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
5.Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
6.Bahan untuk pembuatan produk parfum.
7.Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
8.Pencegah korosi untuk sumur minyak.
9.Bahan untuk insulasi busa.
10.Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
11.Cairan pembalsam ( pengawet mayat )
12.Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk
berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring,
pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. (Fajar, 2013).
Dari hasil praktikum didapatkan sampel ikan tongkol (+) terdapat formalin dibuktikan
dengan sampel berubah warna ungu. Pemakaian formaldehida pada makanan dapat
menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala : sukar menelan, mual, sakit
perut yang akut disertai muntah muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf,
atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat
mengakibatkan konvulsi (kejang kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis
(muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Jadi kita sebagai konsumen harus teliti saat
membeli bahan pangan karena sekarang banyak beredar bahan pangan yang ditambahkan
dengan formalin dengan tujuan bahan pangan yang sudah tidak layak konsumsi didaur ulang
kembali agar bisa dijual dan mendapatkan untung bagi produsen.
Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin: Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu
kamar ( 25 derajat Celsius), warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar
dan warna daging ikan putih bersih,bau menyengat, bau formalin (Chandra Irawan, 2013)
4. Identifikasi Boraks pada Ikan Tongkol
Fungsi Boraks yang sebenarnya baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat
antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme).
Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut,
bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan
pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks.
Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai
boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka
kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka luas, karena
beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno dan Rahayu, 1994).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet
makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti
bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk
mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan
memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007).
Boraks ditambahkan ke dalam makanan untuk memperbaiki tekstur makanan
sehingga menghasilkan rupa yang bagus. Bakso mengandung boraks memiliki kekenyalan
khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Bakso yang
mengandung boraks sangat renyah dan disukai dan tahan lama (Anonim, 2009).
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam
borat ini didapati pada lontong agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan pada bakso.
Banyak juga disalahgunakan dalam pemuatan mie basah, bakso dan lontong yang
menggunakan boraks apabila dipegang akan terasa sangat kenyal sedangkan kerupuk merasa
sangat renyah (Anonima, 2008 ; Cahyadi, 2006).
Dari hasil praktikum didapat bahwa ikan tongkol (+) mengandung boraks, yang
ditandai dengan kertas berwarna coklat. Boraks biasanya bersifat iritan dan racun bagi sel-sel
tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertkena dengan kulit dapat
menimbulkan iritasi. Dan jika tertelan akan menimbulkan kerusakan pada usus,otak atau
ginjal (Himpunan alumni fateta, 2005). Boraks menimbulkan efek racun pada manusia,
toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh
konsumen. Boraks apabila terdapat pada makanan, maka dalam waktu jangka lama walau
hanya sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) dalam otak, hati, ginjal dan jaringan
lemak. Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan
ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit,
anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian (Khamid, 1993).
Penting diketahui bahwa selain lewat mulut, boraks bisa masuk ke dalam tubuh lewat
membran mukosa dan permukaan kulit yang luka. Skipworth pernah melaporkan bahwa
keracunan asam borat bisa terjadi gara-gara bedak tabur mengandung boraks. Kerena itu
disarankan agar bedak tabur untuk anak-anak tidak mengandung asam borat lebih dari 5%
(Khamid, 1993).
Dalam dosis cukup tinggi dalam tubuh, akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-
pusing, muntah, mencret, kram perut, sianosis, kompulsi. Pada anak kecil dan bayi bila dosis
dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan untuk
orang dewasa kematian terjadi pada dosis 10-20 gram atau lebih (Winarno dan Rahayu,
1994).
Boraks sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah sejak Juli 1978
dan diperkuat lagi melalui SK Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988
(Winarno, 1997).
BAB V
KESIMPULAN
1. Pada uji formalin sampel ikan tongkol positif mengandung formalin dengan ciri
menghasilkan warna ungu kebiruan
2. Pada uji boraks sampel ikan tongkol positif mengandung boraks dengan ciri
menghasilkan warna coklat pada kertas uji
3. Pada uji Rhodamin B sampel cendol negatif mengandung Rhodamin B dengan ciri tidak
menghasilkan cincin berwarna pink
4. Pada uji siklamat sampel air dugan positif mengandung siklamat dengan ciri
menghasilkan endapan berwarna putih
DAFTAR PUSTAKA
Anggrahini, Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan dan Kontaminan. Diakses di : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732_pp0906016.pdf pada tanggal 9 Nopember 2014.
Anonim.1989.Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX /1988,tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI.Jakarta
Anonim, 2012.Bahaya Boraks Dan FormalinPada Makanan, (online), http://gasloy.blogspot.com/. Diakses pada hari Senin tanggal 10 Nopember 2014.
Fajar, 2013. Bahaya Formalin, (online), http://fajargnwn17.blogspot.com/2013/05/bahaya formalin.html Diakses pada hari Senin tanggal 10 Nopember 2014
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan
LAMPIRAN
Gambar 1. Uji siklamat Gambar 2. Uji Rhodamin B Gambar 3. Setelah Dipanasi
Gambar 4. Uji Boraks Gambar 5. Larutan HCl 10% Gambar 6. Sampel Ikan Tongkol
Gambar 7. Sampel Es Cendol Gambar 8. Larutan NaNO2 10% Gambar 9. Sampel Es Dugan
LAPORAN UJI BTP BERBAHAYA (BORAKS, FORMALIN,
RHODAMIN B, SIKLAMAT) PADA MAKANAN
(Mata Kuliah Pengawasan Mutu Pangan)
Oleh
Kelompok A5
1. Deppy Liasari 12310007
2. Dias Rindiannisa 12310011
3. Elisa Fajrin Siddik 12310016
4. Rano Kurniawan 12310034
5. Triyas Novrilia 12310046
JURUSAN GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
2014-2015