laporan biotek - perc 2.doc
DESCRIPTION
laporanTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
PERCOBAAN III DAN IV
KURVA PERTUMBUHAN MIKROBA
OLEH:
NAMA : MUH. RIDWAN S.
NIM : F1C1 07 010
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : ANDI NOOR KHOLIDA
LABORATORIUM KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010
KURVA PERTUMBUHAN MIKROBA
A. Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah membuat kurva pertumbuhan
mikroba dengan mengukur jumlah sel (kekeruhan) menggunakan spektrofotometer
UV-Vis dengan panjang gelombang 600 nm dan massa sel (berat sel).
B. Landasan Teori
Istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain
dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen sel ( pertumbuhan total
massa sel ) dan bukan perubahan individu organisme. Inokulum hampir selalu
mengandung ribuan organisme ; pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah dan
atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya. Selama fase pertumbuhan
seimbang ( balanced growth ) yang akan diuraikan kemudian, pertambahan massa
bakteri berbanding lurus ( proporsional ) dengan pertambahan komponen seluler yang
lain seperti DNA, RNA dan protein (Michael, 1986).
Pertumbuhan mikroba menyatakan pertambahan jumlah dan massa melebihi
yang ada didalam inokulum asalkan yang mengacu pada perubahan didalam hasil
panen sel (pertambahan total massa sel) dan bukan perubahan individu organisme.
Pertumbuhan mikroba terdiri atas beberapa fase, yaitu fase adaptasi, pertumbuhan
awal, pertumbuhan logaritmik, pertumbuhan lambat, pertumbuhan tetap dan
kematian. Selama fase pertumbuhan seimbang dimana pertambahan massa mikroba
berbanding lurus dengan pertambahan komponen selular yang lain pengukuran bagi
pertumbuhan mikroba yang dapat dilakukan. Perhitungan jumlah koloni yang tumbuh
pada suatu media dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan perhitungan
bakteri secara keseluruhan yang dilakukan secara mikroskopik dan dapat pula
dilakukan dengan cara melihat kekeruhannya, yaitu dengan menggunakan
spektrofotometer (Dwidjoseputro, 1982).
Tempe adalah salah satu makanan tradisional asli Indonesia yang dibuat
dengan proses fermentasi dan telah banya diteliti. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa tempe mempunyai potensi sebagai sumber senyawa yang memiliki aktivitas
biologis seperti isoflavonoid, antibiotika, vitamin, enzim dan mengandung beberapa
jenis mikroorganisme yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk memproduksi
senyawa-senyawa organik seperti asam amino, asam lemak, vitamin dan lain-lain
yang sangat bermanfaat di bidang farmasi dan kedokteran. Jenis jamur yang
mengandung peranan penting dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus oryzae dan
Rhizopus oligosporus (Saraswaty dkk).
Analisis kandungan gizi yang dilakukan oleh Steinkraus dkk. (1983)
menunjukkan bahwa tempe kaya akan protein (19,5 % berat basah) jumlahnya setara
dengan daging sapi (20,0 %, berat basah), sedangkan mutunya hanya sedikit lebih
rendah. Namun, tempe memiliki keunggulan dibandingkan sumber protein hewani,
yaitu tempe tidak mengandung kolesterol serta asam-asam lemak jenuh yang diduga
sebagai biang keladi timbulnya penyakit jantung. Sebaliknya, tempe merupakan
sumber asam lemak tidak jenuh oleat, linoleat, dan linolenat, yang merupakan asam-
asam lemak esensial bagi tubuh kita. Di dalam tempe, juga terkandung vitamin yang
biasanya hanya di dapat dalam daging hewan dan susu, yaitu vitamin B12 (3,9
µg/100g). Tempe juga mengandung mineral besi (Fe) sebanyak 5 mg/100g yang
sangat penting sebagai komponen sel darah merah. Sedangkan serat yang
dikandungnya (3,2 %, berat basah) bermanfaat untuk melancarkan sistem pencernaan
(Wuryani dan Isnijah, 1996).
Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi dalam
pembuatan produk tertentu. Ragi ini dibuat dari tepung beras, yang dijadikan adonan
ditambah ramuan-ramuan tertentu dan dicetak menyerupai kue-kue kecil dengan
diameter ± 2 – 3 cm, digunakan untuk membuat arak, tape ketan, tape ketela
(peuyeum), dan brem di Indonesia (Muhiddin dkk, 2001).
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
Cawan petri
Erlenmeyer
Tabung reaksi
Timbangan
Alat spektronik
Enkas
Jarum ose
Lampu spritus
Aluminium foil
Kapas
Kasa
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
Ragi roti dan jamur tempe yang telah ditumbuhkan
Media cair steril
D. Prosedur Kerja
Ragi roti yang telah ditumbuhkan
diambil pada media padatdipindahkan pada media cair dibuat blankodiamati pertumbuhannya dengan
mengukur kekeruhannya menggunakan spektronik 20-D pada =600 nm setiap hari ke 0, 1, 2, 3 dan 4
dibuat kurva pertumbuhannya
Kurva pertumbuhan jamur ragi
Jamur tempe yang telah ditumbuhkan
diambil pada media padatdipindahkan pada media cair dibuat blankodiamati pertumbuhannya dengan
mengukur kekeruhannya menggunakan spektronik 20-D pada =600 nm setiap hari ke 0, 1, 2, 3 dan 4
dibuat kurva pertumbuhannya
Kurva pertumbuhan jamur tempe
E. Hasil Pengamatan
1. Data Pengamatan
HariSampel
Tempe (g) Ragi (A)0 0,14 0,056I 0,16 0,02II 0,34 0,95III 0,02 0,114IV 0,01 0,116
2. Kurva Pertumbuhan
a. Pertumbuhan ragi (Kekeruhan/OD)
Kurva Pertumbuhan Ragi Roti
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Waktu (Hari)
Ab
so
rba
ns
i (A
)
b. Pertumbuhan jamur tempe (Berat)
Kurva Pertumbuhan Jamur Tempe
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0 1 2 3 4 5
Waktu (Hari)
ma
ss
a (
gra
m)
F. Pembahasan
Salah satu ciri dari makhluk hidup tumbuh dan berkembang biak, begitu pula
mikroorganisme. Namun setiap makhluk hidup memiliki cara tumbuh dan
berkembang biak yang berbeda-beda. Mikroorganisme dapat berkembang biak
dengan cara seksual misalnya secara konjugasi dan aseksual misalnya melalui
pembelahan biner. Pertumbuhan mikroorganisme biasanya ditentukan oleh waktu
yang diperlukan untuk menggandakan massa sel. Waktu penggandaan massa sel
dapat berbeda dengan waktu penggandaan jumlah karena massa sel dapat meningkat
tanpa penambahan jumlah sel. Hal inilah yang membuat pertumbuhan
mikroorganisme dapat berlangsung cepat sehingga mikroorganisme dapat
dimanfaatkan untuk proses bioteknologi.
Pertumbuhan mikroba menyatakan pertambahan jumlah dan massa melebihi
yang ada, mengacu pada pertambahan total massa sel dan bukan perubahan individu
organisme. Pertumbuhan dengan ciri adanya peningkatan massa serta jumlah sel,
hanya dapat terjadi bila kondisi fisik dan kimiawi tertentu dapat memenuhi
persyaratan, seperti suhu dan pH yang sesuai maupun kemudahan memperoleh nutrisi
yang diperlukan. Dimana suhu dan pH merupakan salah satu fakor ekstraseluler yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme selain tekanan. Terdapat juga faktor
intraseluler yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba meliputi struktur,
mekanisme, metabolisme dan genetika.
Jumlah mikroba yang tumbuh dalam suatu media pembiakan dapat ditentukan
dengan 2 cara yaitu secara kualitatif dengan menghitung jumlah koloni mikroba
secara keseluruhan yang dilakukan secara mikroskopik pada media padat dan dapat
pula dilakukan secara kuantitatif dengan cara melihat kekeruhannya pada media cair
kemudian dengan menggunakan spektrofotometer diukur absorbansinya atau dengan
menentukan berat dari media yang di dalamnya terdapat mikroba yang ditumbuhkan.
Umumnya pengukuran dasar mikroba terdiri dari 2 cara yaitu penentuan jumlah sel
dan penentuan massa sel. Pengukuran jumlah sel biasanya dilakukan bagi organisme
bersel tunggal misalnya bakteri sedangkan penentuan massa sel dapat dilakukan tidak
hanya bagi organisme sel tunggal tetapi juga bagi organisme berfilamen seperti
jamur. Massa sel dapat ditentukan dengan berbagai metoda, salah satu yang paling
umum ialah pengukuran kekeruhan suspensi sel.
Pada percobaan ini penentuan jumlah yang tumbuhkan dilakukan secara
kuantitatif melalui pengukuran jumlah sel menggunakan alat spektrofotometer dan
pengukuran massa sel melalui penimbangan media yang berisi mikroba yang
ditumbuhkan. Dalam percobaan ini digunakan 2 jenis mikroba yaitu kapang dari ragi
dan khamir dari tempe. Pengukuran jumlah sel dilakukan pada media pertumbuhan
kapang (ragi) dan pengukuran massa sel dilakukan pada media pertumbuhan khamir
(tempe). Setelah mikroba diinokulasikan, media pertumbuhan kemudian disimpan
selama 5 hari kemudian tiap hari dilakukan pengukuran. Dari hasil pengamatan
melalui pengukuran absorbasi menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 600 nm untuk penentuan jumlah sel kapang dan penimbangan untuk
massa sel khamir diperoleh kurva pertumbuhan untuk keduanya sebagai berikut.
Secara umum pertumbuhan suatu mikroba dapat dibedakan atas 6 fase
pertumbuhan meliputi fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase logaritmik, fase
pertumbuhan akhir, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase adaptasi belum terjadi
perkembangbiakan mikroba karena pada fase ini mikroba baru beradaptasi dengan
lingkungannya. Akibatnya ada sebagian mikroba yang mati karena tidak dapat
bertahan (adaptasi) dengan lingkungan baru pada media yang digunakan. Dari hasil
pengukuran absorbansi untuk pertumbuhan ragi diperoleh nilai absorbansi sebesar
0,056. Sedangkan dari hasil penimbangan untuk pertumbuhan jamur tempe diperoleh
nilai sebesar 0,14 g. Apabila suatu sel mikroba ditumbuhkan pada suatu medium yang
memenuhi syarat untuk tumbuh, maka mikroba tersebut akan mengadakan
multiplikasi secara aseksual dengan pembelahan sel menjadi dua sel vegetatif yang
serupa dan selanjutnya proses tersebut berlangsung secara terus menerus selama
nutrisi, energi dan persyaratan lingkungan lainnya masih memenuhi syarat. Kondisi
inilah yang terjadi pada fase kedua yaitu fase pertumbuhan awal. Pada fase ini,
mikroba yang telah mampu beradaptasi dengan media secara perlahan mulai
memanfaatkan segala nutrisi yang dibutuhkannya untuk berkembang biak. Dari hasil
pengukuran absorbansi untuk pertumbuhan ragi diperoleh nilai absorbansi sebesar
0,02. Sedangkan dari hasil penimbangan untuk pertumbuhan jamur tempe diperoleh
nilai sebesar 0,16 g.
Pada fase ketiga atau fase logaritma, mikroba berkembang biak dengan sangat
cepat melalui pertumbuhan biner dari 1 menjadi 2, 2 menjadi 4 dan seterusnya (n2).
Kelimpahan nutrisi dan faktor lingkungan yang sesuai sangat menunjang bagi
pertumbuhan mikroba pada fase ini. Dari hasil pengukuran absorbansi untuk
pertumbuhan ragi diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,95. Sedangkan dari hasil
penimbangan untuk pertumbuhan jamur tempe diperoleh nilai sebesar 0,34 g. Proses
pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu. Adanya
bahan-bahan metabolik dari hasil metabolisme bersifat toksik (beracun) bagi mikroba
membuat pertumbuhan mikroba mulai terganggu akibatnya mikroba mulai
mengalami kematian dan perkembangbiakan mulai mengalami penurunan. Kondisi
ini merupakan kondisi yang terjadi pada fase keempat yaitu fase pertumbuhan yang
diperlambat. Dari hasil pengukuran absorbansi untuk pertumbuhan ragi diperoleh
nilai absorbansi sebesar 0,114. Sedangkan dari hasil penimbangan untuk
pertumbuhan jamur tempe diperoleh nilai sebesar 0,02 g.
Fase kelimat disebut dengan fase stasioner. Pada fase ini, jumlah sel mikroba
yang hidup hampir sama dengan jumlah sel mikroba yang mati. Dalam kurva
pertumbuhan fase ini ini digambarkan sebagai puncak dari kurva. Adanya kesamaan
dari juml sel yang hidup dan mati disebabkan karena adanya penumpukan bahan-
bahan metaboli hasil metabolisme dan bangkai sel mikroba mati yang bersifat toksik
bagi mikroba yang masih hidup. Belum juga jumlah nutrisi yang mulai berkurang.
Akibatnya mikroba terus-menerus mengalami kematian. Dari hasil pengukuran
absorbansi untuk pertumbuhan ragi diperoleh nilai absorbansi sebesar 0,116.
Sedangkan dari hasil penimbangan untuk pertumbuhan jamur tempe diperoleh nilai
sebesar 0,01 g. Selanjutnya fase keenam, dimana jumlah mikroba yang mati semakin
banyak dan melebihi jumlah mikroba yang membelah diri (hidup) disebabkan nutrisi
dalam media yang telah habis dan perubahan lingkunga karena adanya bahan-bahan
metabolik.
G. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang diperoleh kurva pertumbuhan untuk ragi sebagai
berikut.
Kurva Pertumbuhan Ragi Roti
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Waktu (Hari)
Ab
so
rba
ns
i (A
)
Sedangkan kurva pertumbuhan untuk jamur tempe sebagai berikut.
Kurva Pertumbuhan Jamur Tempe
-0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0 1 2 3 4 5
Waktu (Hari)
ma
ss
a (
gra
m)
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1982. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Michael. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI – Press. Jakarta.
Muhiddin, N.H., Juli, N. dan Aryantha, I.N.P. 2001. Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui Proses Fermentasi. JMS Vol. 6 No. 1.
Saraswaty, V., Alim Z. dan Rusmiati, D. Uji Aktivitas Antibakteri dari Medium Sabouraud Cair yang Diperkaya Dengan Infus Kacang Kedelai dan Telah Diinokulasikan dengan Jamur Tempe (Rhizopus sp.). Prosiding Seminar Tantangan Penelitian Kimia.
Sutedjo, M.S. 1991 Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Wuryani, W. dan Isnijah, S.S.P. 1996. Tempe Bergizi Tinggi dan Berkhasiat. Prosiding Pemaparan Hasil Litbang Ilmu Pengetahuan Teknik. Bandung.