laporan akhir - tnsebangau.files.wordpress.com · perubahan tingi muka air tanah stasiun bangah...

82
LAPORAN AKHIR KAJI-TINDAK PARTISIPATIF ATAS METODE PENABATAN KANAL DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU DAN RELEVANSINYA TERHADAP PERIKANAN LOKAL Disiapkan untuk WWF INDONESIA KALIMANTAN TENGAH WWF INDONESIA KALIMANTAN TENGAH JANUARI 2018

Upload: buithuan

Post on 03-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

LAPORAN AKHIR

KAJI-TINDAK PARTISIPATIF ATAS

METODE PENABATAN KANAL

DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU DAN

RELEVANSINYA TERHADAP PERIKANAN LOKAL

Disiapkan untuk

WWF INDONESIA – KALIMANTAN TENGAH

WWF INDONESIA – KALIMANTAN TENGAH

JANUARI 2018

Page 2: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

iii

DAFTAR ISI

EXECUTIVE SUMMARY ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 4

1.3. Tujuan 5

1.4. Ruang Lingkup 6

2. METODOLOGI

2.1. Kerangka Pemikiran 8

2.2. Lokasi dan Waktu 9

2.3. Metode Pengumpulan Data 10

2.3.1. Hidrologi (Kualitas Air dan Fluktuasi Muka Air) 10

2.3.2. Biota (Ikan dan Plankton) 10

2.3.3. Sosial Ekonomi 11

2.4. Metode Analisis 11

2.4.1. Fluktuasi Muka Air 11

2.4.2. Status Kualitas Air 12

2.4.3. Analisis Jenis Ikan dan Pola Adaptasi terhadap Fluktuasi Muka Air 12

2.4.4. Peran Ekonami Perikanan dalam Masyarakat 12

2.4.5. Analisis Pengelolaan Sumberdaya Perairan Berbasis Masyarakat 13

3. HASIL KAJI TINDAK

3.1. Kondisi Hidrologi 14

3.1.1. Analisis Curah Hujan Adalan 14

3.1.2. Analisis Tinggi Muka Air Tanah 15

3.1.3. Neraca Air 20

3.2. Kualitas Air dan Lingkungan Perairan 21

3.2.1. DAS Sebangau 21

3.2.2. DAS Katingan 29

3.3. Sumberdaya Ikan 37

3.3.1. Keanekaragaman Jenis Ikan 37

3.3.1.1. DAS Sebangau 37

3.3.1.2. DAS Katingan 39

3.3.2. Karakteristik Bioekologis dan Tingkah Laku Ikan 40

3.3.3. Pola Pergerakan dan keberadaan tabat 42

3.4 Kondisi Sosial Ekonomi 43

3.4.1 DAS Sebangau 43

3.4.2 DAS Katingan 48

Page 3: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

iv

4. ANALISIS PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TABAT

4.1. Analisis Dampak Penabatan terhadap Sumberdaya Ikan 54

4.2. Analisis Mitigasi Dampak Negatif Penabatan 54

4.2.1. Jarak Antar Tabat 54

4.2.2. Lokasi Tabat 55

4.3. Pengembangan Skema Pemantauan Bersama (Participative Monitoring) 56

4.1. Analisis Kelembagaan Pengelolaan 59

4.1.1. Analisis Kelembagaan Sekarang Ini 59

4.1.2. Analisis Kelembagaan Terkait dengan Kepatuhan (compliance) 67

4.2. Analisis Alternatif Rancangan dan Skema Restorasi 69

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan 70

5.2. Rekomendasi 71

DAFTAR PUSTAKA 72

LAMPIRAN 73

Page 4: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Curah Hujan 2006-2015 (Stasiun Penakar Hujan Palangkaraya) 14

Tabel 2. Curah hujan 2006-2015 di Palangkaraya urut dengan metode Weibull 15

Tabel 3. Perhitungan neraca air di Taman Nasional Sebangau 20 Tabel 4. Kualitas air di sungai dan anak sungai Sebangau pada Januari

2017 24 Tabel 5. Kualitas air di sungai dan anak sungai Sebangau pada Juni 2017 25 Tabel 6. Kualitas air di sungai dan anak sungai Katingan pada Januari 2017 32 Tabel 7. Kualitas air di sungai dan anak sungai Katingan pada Juni 2017 33 Tabel 8. Nilai konsumsi ikan pada 3 desa di DAS Katingan 50 Tabel 9. Wilayah Penangkapan Ikan Nelayan di DAS Sebangau 60 Tabel 10. Lokasi Pemukiman Nelayan di DAS Sebangau Kalimantan Tengah 61 Tabel 11. Pola penetuan pemanfaat yang berhak memanfaatkan sungai kecil

di DAS Sungai Sebangau 64 Tabel 12. Hubungan antara Lokasi, Rejim Sumberdaya dan Rejim

Pengelolaan dan Asal Nelayan. 65

Page 5: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses hancurnya ekosistem lahan gambut akibat penggelontoran air dari dalam kubah gambut melalui kanal-kanal buatan (sebagian gambar adalah modifikasi dari www.aseanpeat.net) 2

Gambar 2. Kerangka pemikiran studi kaji-tindak partisipatif atas metode penabatan kanal di TNS dan relevansinya terhadap perikanan lokal. 8

Gambar 3. Lokasi penelitian dan pengambilan contoh dalam pelaksanaan studi di perairan sungai kawasan TNS. 9

Gambar 4. Curah hujan andalan 80% berdasarkan metode Weibull berdasarkan data 2006-2016 di Palangkaraya 15

Gambar 5. Hubungan curah hujan andalan 80% dan tinggi muka air tanah di lokasi Bangah, Sebangau (2011) 16

Gambar 6. Perubahan tinggi muka air tanah stasiun SSI (SSIC.1.A.L1) 17 Gambar 7. Perubahan tinggi muka air tanah Stasiun Bakung (BR1.25.A.L.3),

Sebangau 17 Gambar 8. Perubahan tinggi muka air tanah stasiun Rasau (R.10.A.L.1),

Sebangau 18 Gambar 9. Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

Katingan 19 Gambar 11. Surplus dan defisit air di kawasan Taman Nasional Sebangau

berdasarkan data curah hujan dan evapotranspirasi 2006-2015 21 Gambar 12. Nilai pH air sungai dan anak sungai Sebangau pada Januari (kiri)

dan Juni (kanan) 2017 22 Gambar 13. Kandungan oksigen (DO) dalam air sungai dan anak sungai

Sebangau pada Januari (kiri) dan Juni (kanan) 2017 22 Gambar 14. Nilai BOD dan COD air sungai dan anak sungai Sebangau pada

Januari (kiri) dan Juni (kanan) 2017 23 Gambar 15. Kelimpahan dan jumlah taksa (genus) fitoplankton di Sungai

Sebangau 26 Gambar 16. Kondisi struktur komunitas fitoplankton yang digambarkan oleh

indeks keragaman, indeks dominansi, dan jumlah taksa (genus) fitoplankton di Sungai Sebangau 26

Gambar 17. Kelimpahan dan jumlah taksa (genus) zooplankton di Sungai Sebangau 27

Gambar 18. Indeks keragaman, indeks dominansi, dan jumlah taksa (genus) zooplankton di Sungai Sebangau 27

Gambar 19. Tekstur sedimen Sungai Sebangau di beberapa lokasi yang dominan debu berliat 28

Gambar 20. Kandungan organik dan pH sedimen Sungai Sebangau di beberapa lokasi 29

Gambar 21. Nilai pH air sungai dan anak sungai Katingan pada Januari (kiri) dan Juni (kanan) 2017 30

Gambar 22. Kandungan oksigen (DO) dalam air sungai dan anak sungai Katingan pada Januari (kiri) dan Juni (kanan) 2017 30

Gambar 23. Nilai BOD dan COD air sungai dan anak sungai Katingan pada Januari (kiri) dan Juni (kanan) 2017 31

Gambar 24. Kelimpahan dan jumlah taksa (genus) fitoplankton di Sungai Katingan 34

Page 6: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

vii

Gambar 25. Indeks keragaman dan indeks dominansi fitoplankton di Sungai Katingan 34

Gambar 26. Kelimpahan dan jumlah taksa (genus) zooplankton di Sungai Katingan 35

Gambar 27. Indeks keragaman dan indeks dominansi zooplankton di Sungai Katingan 35

Gambar 28. Tekstur sedimen Sungai Katingan di beberapa lokasi yang dominan debu 36

Gambar 29. Kandungan organik dan pH sedimen Sungai Katingan di beberapa lokasi 36

Gambar 30. Sebagian kondisi perairan sungai kawasan hutan gambut DAS Sebangau, dengan warna perairan coklat kehitaman dan vegetasi didominasi oleh rasau (Pandanu helico) dan bakung (Crinum asiaticum) (Foto: MM Kamal, 2017) 37

Gambar 31. Ikan tapah (Walago leeri) yang tertangkap dari stasiun Air Bangah berukuran 1,5 kg. 38

Gambar 32. Jenis-jenis ikan marga Channidae (kelompok gabus) yang cukup mendominasi perairan DAS Sebangau. 38

Gambar 33. Sebagian kondisi perairan DAS Katingan, di mana sungai utamanya sebagian merupakan transisi perairan gambut dan non-gambut (foto kiri), sedangkan anak sungainya masih merupakan perairan hutan gambut (foto kanan). 39

Gambar 34. Beberapa jenis ikan kelompok ikan putihan (white fishes) yang bernilai ekonomis penting yang ditemukan di sungai utama DAS Katingan. 40

Gambar 35. Alat pernafasan beberapa jenis ikan yang habitatnya di perairan gambut atau rawa yang memiliki alat pernafsan tambahan (air breathing fishes). 41

Gambar 36. Ilustrasi penempatan tabat dalam kanal (warna merah), kondisi permukaan air pada saat musim basah hingga kering (garis putus-putus) 42

Gambar 37. Distribusi Ikan dari DAS Katingan oleh Koperasi Perikanan Lauk Sumber Pambeuleum. 51

Gambar 38. Sebaran Pemukiman Nelayan di DAS Sebangau 63

Page 7: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  1  

I. PENDAHULUAN    1.1.    Latar  Belakang    

Taman  Nasional  Sebangau  (TNS)  adalah  bagian  dari  kubah  gambut  dengan  

luasan  +  734.700  ha  yang  merupakan  sisa  hutan  rawa  gambut  Pulau  Kalimantan  

yang  menyimpan  sekitar  2,3  Gt  karbon.    Sebelum  ditetapkan  sebagai  Taman  

Nasional  pada  tahun  2004  (SK  Menhut  423/Menhut-­‐II/2004,  19  Oktober  2004),  

area  tersebut  merupakan  kawasan  hutan  dengan  status  Hutan  Produksi  yang  

dikelola  oleh  13  perusahaan  kayu  hingga  pertengahan  1990-­‐an.    Selanjutnya  

adalah  era  pembalakan  liar  (illegal  logging)  sampai  2006.  Untuk  kepentingan  

pengangkutan  kayu  dari  dalam  hutan  gambut  hingga  mencapai  anak  sungai  dan  

sungai  di  dalam  dan  sekitar  kawasan  tersebut,  telah  digali  saluran/kanal  yang  

jumlahnya  hampir  1.000  buah.      

Keberadaan  kanal-­‐kanal  buatan  tersebut  secara  sengaja  berfungsi  

sebagai  saluran  air  (drainase)  dalam  kubah  gambut  sehingga  menyebabkan  

terjadinya  percepatan  penggelontoran  air  dari  lahan  gambut.  Pengeringan  

kubah  gambut  melalui  kanal  dapat  menimbulkan  penurunan  permukaan  air  

tanah,  degradasi  dan  dekomposisi  gambut.    Pada  saat  musim  kering,  kondisi  

lahan  gambut  yang  kering  dan  terpapar  panas  matahari  akan  mudah  terbakar.    

Akibatnya  hutan  gambut  terbakar  yang  pada  gilirannya  akan  menghancurkan  

ekosistem  hutan  TNS  secara  keseluruhan  (Gambar  1).    Kejadian  terbakarnya  

hutan  gambut  di  Kalimantan  Tengah,  tidak  hanya  menimbulkan  kerusakan  

ekosistem,  melainkan  juga  sangat  mengganggu  kesehatan  manusia  dan  

menimbulkan  kerugian  ekonomi  yang  tidak  sedikit.        

Untuk  mencegah  terjadinya  bencana  kekeringan  dan  kebakaran  serta  

kerusakan  ekosistem  lebih  jauh,  sejak  tahun  2005  WWF-­‐Indonesia  telah  

memprakarsai  kegiatan  penabatan  saluran/parit  di  kawasan  TNS.    Penutupan  

saluran  air/penabatan  adalah  cara  untuk  menaikkan  permukaan  air  bawah  

tanah  (ground  water  level),  sehingga  pada  musim  kemarau  kelembaban  tanah  

tetap  terjaga  sehingga  kebakaran  dapat  dihindari,  sekaligus  untuk  memperbaiki  

fungsi  hidrologis  hutan  rawa  gambut  TNS  (rewetting  program).    

Page 8: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  2  

 Gambar  1.    Proses  hancurnya  ekosistem  lahan  gambut  akibat  penggelontoran  

air  dari  dalam  kubah  gambut  melalui  kanal-­‐kanal  buatan  (sebagian  gambar  adalah  modifikasi  dari  www.aseanpeat.net)  

 

Kekayaan  flora  dan  fauna  kawasan  TNS  yang  selama  ini  mendapat  

perhatian  lebih  adalah  tentang  keanekaragaman  jenis  pohon  dan  asosiasinya  

dengan  hewan  terestrial,  termasuk  mamalia,  burung,  dan  serangga.    Atau  lebih  

khusus  banyak  studi  yang  terkait  dengan  upaya  penyelamatan  orang  utan  

(Pongo  pigmaeus).    Sedikit  sekali  yang  membahas  tentang  fauna  akuatik,  

khususnya  ikan  yang  selama  ini  menjadi  target  penangkapan  yang  hasilnya  

sangat  bermanfaat  bagi  pemenuhan  kebutuhan  protein  serta  meningkatkan  

ekonomi  lokal  dari  sub-­‐sektor  perikanan.  

Kawasan  TNS  diapit  oleh  2  sungai  utama  yaitu  Sungai  Sebangau  di  

bagian  timur  dan  Sungai  Katingan  di  bagian  barat.    Percabangan  dari  kedua  

sungai  yang  berada  dalam  kawasan  TNS  terhubung  langsung  dengan  kanal-­‐

kanal  buatan  tersebut.        Pada  musim  hujan,  naiknya  permukaan  air  pada  sungai  

utama,  anak-­‐anak  sungai,  dan  air  dalam  kanal  buatan  meningkatkan  dan  

memperluas  volume  habitat  bagi  berbagai  jenis  ikan-­‐ikan  asli  yang  ada  di  

wilayah  tersebut.    Sebaliknya  pada  musim  kemarau,  penurunan  muka  air  tanah  

terjadi  semakin  cepat  karena  adanya  kanal-­‐kanal  tersebut  sehingga  ruang  

Kondisi'Alamiah:'Kubah&gambut&*dak&terganggu&selama&ribuan&tahun,&

menyimpan&karbon&yang&berasal&dari&hutan&gambut,&di&

atasnya&dan&membentuk&genangan&air&

dengan&diameter&5&–&50&km,&*nggi&muka&air&hampir&sama&dengan&air&

permukaan&&&

Drainase:'Pembangunan&saluran&drainase/kanal&akan&

menbimbulkan&percepatan&aliran&air&dari&kubah&gambut,&*nggi&air&akan&turun,&gambut&lebih&terpapar&matahari&sehingga&akan&mengering&dan&akan&mudah&terbakar&

Drainase'berlanjut:'Dekomposisi&

gambut&yang&kering&menyebabkan&tanah&turun.&&

Gambut&kering&yang&terpapar&sangat&berisiko&terbakar&

Akhirnya:&&Jika&*dak&ada&

*ndakan&restorasi,&maka&semua&gambut&akan&terbakar&habis,&dan&permukaan&tanah&akan&turun&

Page 9: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  3  

tempat  hidup  ikan  dapat  menyempit  secara  signifikan.    Karenanya,  keberadaan  

tabat/kanal  yang  dibuat  tidak  hanya  untuk  mengontrol  dengan  cara  

memperlambat  arus  air  keluar,  tetapi  juga  dapat  mempertahankan  muka  air  

sehingga  masih  memungkinkan  untuk  dihuni  oleh  berbagai  jenis  ikan.    Hal  ini  

pada  kondisi  tertentu  bermanfaat  bagi  nelayan  untuk  tetap  dapat  menangkap  

ikan.        

Baik  Sungai  Sebangau  maupun  Katingan,  keduanya  dicirikan  oleh  tipe  

habitat  sungai  yang  airnya  bersumber  dari  kawasan  rawa  gambut.    Kondisi  

sungai  seperti  ini  umumnya  memiliki  tingkat  keasaman  yang  tinggi  (pH  rendah)  

dan  warna  perairan  seperti  air  teh  pekat,  yang  hanya  dapat  diadaptasi  oleh  

jenis-­‐jenis  ikan  tertentu  yang  umumnya  tahan  dengan  kondisi  keasaman  yang  

tinggi  dan  sebagian  juga  memiliki  alat  pernafasan  tambahan  (air  breathing  

fishes).      

Secara  khusus,  kelompok  ikan  yang  dapat  beradaptasi  dengan  kondisi  

perairan  pH  rendah  termasuk  ke  dalam  kelompok  ikan-­‐ikan  hitaman  (black  

fishes).    Sungai  Sebangau  dan  anak-­‐anak  sungainya  umumnya  dihuni  oleh  

kelompok  ikan  ini.    Untuk  Sungai  Katingan,  selain  ikan-­‐ikan  hitaman  yang  

mendiami  perairan  sungai  rawa  gambut,  juga  berhubungan  dengan  aliran  

sungai  yang  berbatasan  dengan  hutan  non-­‐gambut.    Jenis  ikan  yang  ada  pada  

perairan  ini  sering  dikelompokkan  sebagai  ikan-­‐ikan  putihan  (white  fishes).    

Oleh  sebab  itu  dibandingkan  dengan  DAS  Sebangau,  DAS  Katingan  memiliki  

keanekaragaman  jenis  ikan  yang  lebih  tinggi.  

Berbagai  jenis  ikan  yang  mendiami  sungai  dan  anak-­‐anak  sungai  dalam  

kawasan  TNS  merupakan  merupakan  sumber  utama  bagi  pemenuhan  protein  

hewani  serta  aktifitas  perekonomian  masyarakat  nelayan  khususnya  dan  

masyarakat  lokal  pada  umumnya.  Komunitas  nelayan,  baik  nelayan  asli  

(nelayan  lokal  sekitar  kawasan  TNS)  maupun  nelayan  pendatang  (umumnya  

berasal  dari  Banjar,  Kalimantan  Selatan)  setiap  harinya  melakukan  

penangkapan  ikan.    Hasil  tangkapan  sebagian  dikonsumsi  untuk  keperluan  

rumah  tangga  nelayan  (subsistence  fisheries),  dan  sebagian  lainnya  dijual  untuk  

memenuhi  kebutuhan  konsumsi  masyakarat  baik  di  sekitar  maupun  di  luar  

Page 10: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  4  

kawasan.  Produksi  ikan  tangkapan  di  kawasan  TNS  ini  selanjutnya  dikirim  ke  

berbagai  kota  termasuk  Kota  Palangkaraya,  Sampit,  Banjarmasin,  bahkan  ke  

Pulau  Jawa.    Salah  satu  produk  awetan  berupa  ikan  asin  yang  dijual  ke  Jawa  

umumnya  dikirim  ke  Cianjur  dan  Bogor,  Jawa  Barat.    

Berdasarkan  kondisi  di  atas,  terdapat  keterkaitan  yang  sangat  antara  

program  penabatan  dengan  mempertahankan  kondisi  hidrologis  hutan  gambut,  

dan  berimplikasi  langsung  terhadap  keutuhan  flora  dan  fauna  baik  lingkungan  

terrestrial  (darat)  maupun  akuatik  (perairan).      Termasuk  di  dalamnya  adalah  

terlindunginya  keberadaan  habitat  sumberdaya  ikan.    Atau  dengan  kata  lain,  

penabatan  sangat  menunjang  bagi  terjaganya  volume  air,  mempertahankan  

ruang  hidup  ikan,  keberlanjutan  aktifitas  perikanan  tangkap  dan  roda  ekonomi  

yang  dapat  berpotensi  untuk  meningkatkan  kesejahteraan.      

Fokus  studi  yang  dilaporkan  dalam  dokumen  ini  adalah  untuk  mengkaji  

dampak  penabatan  terhadap  aktifitas  perikanan.    Bahan  dasar  utama  

pengkajian  adalah  sistem  hidrologi  sungai,  asosiasi  habitat  sungai  dengan  

sumberdaya  ikan,  adaptasi  dan  pergerakan  ikan  terhadap  keberadaan  tabat,  dan  

pola  pemanfaatan  perikanan  baik  yang  berbasis  hak  (right-­‐based  fishery)  

maupun  yang  bersifat  bebas  (open  access  fishery).    

1.2. Rumusan  Masalah  

Terdegradasinya  ekosistem  gambut  TNS  akibat  pembangunan  kanal  dan  

pembukaan  hutan  menyebabkan  ekosistem  ini  peka  terhadap  kebakaran.  

Kondisi  ini  telah  dibuktikan  pada  tahun  1997  pada  saat  terjadi  bencana  

kekeringan  El  Niño,  di  mana  pada  tahun  tersebut  telah  terjadi  bencana  

kebakaran  yang  sangat  hebat  dengan  areal  yang  terbakar  relatif  sangat  luas.  

Sebagai  akibatnya  jumlah  karbon  (CO2)  yang  dilepaskan  ke  atmosfir  sebesar  

0,81  –  2,57  Gt,  dimana  hal  ini  setara  dengan  13  –  40  %  rata-­‐rata  emisi  karbon  

tahunan  global  yang  dihasilkan  dari  bahan  bakar  fosil,  dan  efek  kebakaran  

tersebut  menghasilkan  konsentrasi  CO2  di  atmosfir  terbesar  sejak  awal  

pengukuran  konsentrasi  karbon  di  atmosfir  pada  tahun  1957.    Efek  dari  

Page 11: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  5  

kebakaran  tersebut  memberikan  kontribusi  nyata  terhadap  kabut  asap  yang  

menutupi  sebagian  besar  Asia  Tenggara  dan  juga  menyebabkan  penurunan  

kualitas  udara  dan  peningkatan  permasalahan-­‐permasalahan  yang  terkait  

dengan  kesehatan  manusia  (Page  et  al.,  2002).  

Salah  satu  upaya  untuk  mempertahankan  dan  mencegah  penurunan  

permukaan  air  tanah  di  TNS  adalah  dengan  pembuatan  tabat/dam  pada  parit-­‐

parit  buatan  tersebut  yang  dikenal  sebagai  canal  blocking  (WWF,  2005;  2013).    

Program  ini  terbukti  efektif  dan  sudah  dikaji  dari  berbagai  aspek  termasuk  

aspek  khususnya  dari  kondisi  alamiah  permukaan  air  tanah.    Sejak  awal  

kegiatan  hingga  sudah  terbangunnya  tabat  yang  sekarang  mencapai  ratusan,  

dan  proses  sosialisasi  berjalan  terus.      

Kajian  dampak  keberadaan  tabat  di  kawasan  TNS  terhadap  perikanan  

tangkap  belum  pernah  dilakukan.    Padahal  keberadaan  DAS  Sebangau  dan  DAS  

Katingan  dengan  sumberdaya  ikan  yang  dimilikinya  merupakan  lokasi  

penangkapan  ikan  di  perairan  umum  daratan  yang  sangat  penting.    Dampak  

keberadaan  tabat/dam  terhadap  kondisi  hidrologi,  pergerakan  dan  tingkah  laku  

ikan,  serta  aktifitas  dan  produktifitas  perikanan  tangkap.    Melalui  kajian  yang  

bersifat  komprehensif  antara  lingkungan  perairan,  sumberdaya  ikan,  dan  

interaksinya  dengan  sistem  sosial  ekonomi  nelayan  dan  masyarakat  sekitarnya,  

maka  kegiatan  penabatan  yang  melibatkan  masyarakat  lokal  akan  semakin  

diterima  secara  luas  dan  didukung  keberlanjutannya  di  masa  dating.      

1.3. Tujuan  

Studi  yang  dilakukan  bertujuan  untuk  hal-­‐hal  sebagai  berikut:  

1. Menelaah  kondisi  hidrologis,  kualitas  air  dan  lingkungan  perairan  dalam  

kawasan  TNS  membandingkan  antara  dengan  dan  tanpa  penabatan.  

2. Mengisvestigasi  dampak  positif  maupun  dampak  negatif  dari  penabatan  

kanal-­‐kanal  di  TNS  terhadap  pola  pergerakan  dan  tingkah  laku  ikan  serta  

perikanan   tangkap   dalam   jangka   pendek   dan   jangka   panjang,   dengan  

pengetahuan   atas   kondisi   awal   perikanan   lokal   sebelum   kanal-­‐kanal  

ditabat.  

Page 12: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  6  

3. Menelaah   dampak   penabatan   terhadap   kondisi   perikanan   tangkap   baik  

secara   aspek   sosial   maupun   ekonomi   masyarakat   lokal   (khususnya  

nelayan).  

4. Mengembangkan   skema   monitoring   sumber   daya   perikanan   di   lokasi  

penabatan   kanal   yang  melibatkan  para  pihak   yang  berkepentingan  dan  

berkompeten  (Balai  TNS,  nelayan  pemanfaat  kanal,  dan  akademisi  serta  

para  pemangku  kepentingan  lainnya  yang  relevan).  

5. Mengembangkan  rekomendasi  rancangan  dam  dan  skema  restorasi   lain  

yang   memberikan   manfaat   untuk   mitigasi   perubahan   iklim,  

keanekaragaman  hayati,  dan  sosial-­‐ekonomi  masyarakat  setempat.  

 

1.4. Ruang  Lingkup  Studi  

Ruang  lingkup  kajian  ini  mencakup  beberapa  kegiatan,  antara  lain:  

1.4.1. Survei  lapang  dan  pengumpulan  data  

Survei  lapangan  mencakup  observasi  lapangan  pada  beberapa  lokasi  penabatan.    

Kegitan  di  lapangan  meliputi  pengukuran  kualitas  air  dan  pengambilan  contoh  

air  dan  sedimen.  Informasi  mengenai  jenis-­‐jenis  ikan  juga  diperoleh  saat  ada  

kegiatan  penangkapan  serta  berdasarkan  hasil  wawancara  di  lapangan  dengan  

nelayan  setempat.  Selain  itu  juga  dilakukan  pengumpulan  data  sekunder,  

seperti  data  curah  hujan,  ketinggian  muka  air  di  lokasi  tertentu,  dan  data  

hidrologi  lainnya  dari  instansi  terkait.  Data  sekunder  berikutnya  adalah  data  

hasil  tangkapan  dan  harga  ikan.    

 

1.4.2. Wawancara  dengan  stakeholder  dan  diskusi  kelompok  (FGD)    

Wawancara  secara  mendalam  dilakukan  dengan  individu  yang  mewakili  

para   pemangku   kepentingan   baik   dari   instiusi   pemerintah   (pusat,   daerah,  

oragnisasi  masyarakat,  masyarakat)  utuk  mendapatkan  gambaran  tentang  topik  

studi  dalam  perspektif  yang  luas.  Wawancara  digunakan  sebagai  informasi  awal  

untuk  kegiatan  verifikasi  lapang  dan  juga  sebagai  konfirmasi  atas  hasil  obervasi  

lapang.   Sedangkan   diskusi   kelompok   dalam   format   diskusi   kelompok   terpilih  

(FGD)   dilakukan   untuk   mendapatkan   gambaran   topik-­‐topik   penelitian   dalam  

perspektif  yang  lebih  beragam  dan  bersifat  common  sense  serta  untuk  verifikasi  

Page 13: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  7  

dan   klarifikaasi   masing-­‐masing   perspektif   dalam   satu   forum   sehingga  

kesimpulan   bersifat   obyektif   dan   menjadi   pemahaman   dan   kesepakatan  

besama.        

 

1.4.3. Analisis  konektivitas  sosial  ekonomi    DAS  Sebangau  dan  DAS  Katingan    

Analisis   konektivitas   sosial   ekologi   dilakukan   untuk   melihat   hubungan  

antara  sistem  sosial  dan  sistem  ekologi  dalam  DAS  Sebangau  dan  DAS  Katingan.  

Analisis   ini   bersifat   pola   relasi   resiprokal   (baik   sebanding   maupun   tidak  

sebanding),    sehingga  didapatkan  gambaran  atau  penjelasan  dampak  perubahan  

ekologi  pada  perubahan  sosial  atau  sebaliknya.  

Page 14: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  8  

II.    METODOLOGI  

2.1. Kerangka  Pemikiran  

Studi  ini  merupakan  bagian  yang  tak  terpisahkan  dari  upaya  restorasi  lahan  

gambut  dalam  kawasan  TNS,    di  mana  penabatan  merupakan  tindakan  

pengelolaannya  (management  measure)  (Gambar  2).    Pemangku  kepentingan  

yang  terlibat  dalam    penabatan  tersebut  di  antaranya  adalah:    

a. Balai  Taman  Nasional  Sebangau  sebagai  pemilik  otoritas  pemangku  

wilayah,    

b. Nelayan  lokal  dan  nelayan  pendatang  serta  semua  yang  terlibat  dalam  

upaya  perikanan  tangkap  dan  tata  niaganya  baik  di  DAS  Sebangau  maupun  

DAS  Katingan,  

c. Satuan  Kerja  Perangkat  Daerah  (SKPD)  yang  terkait  yaitu  Dinas  Kehutanan,  

Dinas  Perikanan  dan  Kelautan  serta  Dinas  Pariwisata,    

d. Lembaga  swadaya  masyarakat  (LSM)  yang  wilayah  operasi  atau  target  area  

kegiatannya  di  kawasan  TNS,  misalnya  WWF,  

e. Lembaga  penelitian  (LIPI)  dan  pendidikan  tinggi  (universitas),    

f. Personal  pemerhati  dan  peneliti  hutan  gambut.  

Gambar   2.     Kerangka   pemikiran   studi   kaji-­‐tindak   partisipatif   atas   metode  

penabatan   kanal   di   TNS   dan   relevansinya   terhadap   perikanan  lokal.  

Page 15: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  9  

2.2. Lokasi  dan  Waktu  

Lokasi  penelitian  adalah  badan  perairan  DAS  Sebangau  dan  DAS  Katingan,  

termasuk  anak-­‐anak  sungai  dan  sungai  serta  kanal-­‐kanal  baik  yang  sudah  

maupun  yang  belum  ditabat  (Gambar  3).    Observasi  lapangan  dilakukan  

sebanyak  2  kali  selama  tahun  2017,  yaitu  pada  tanggal  24  -­‐  28  Januari  2017,  dan  

tanggal  2-­‐5  Juni  2017.    Pembagian  waktu  observasi  awalnya  untuk  

membandingkan  kondisi  musim  penghujan  dengan  musim  kering.    Namun  

tahun  2017  merupakan  tahun  di  mana  terjadi  musim  kemarau  basah,  sehingga  

ketinggian  air  antara  kedua  waktu  pengamatan  tidak  berbeda  nyata.    

 

   Gambar  3.      Lokasi  penelitian  dan  pengambilan  contoh  dalam  pelaksanaan  studi  

di  perairan  sungai  kawasan  TNS.    

Page 16: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  10  

2.3. Metode  Pengumpulan  Data  

2.3.1. Kondisi  Hidrologi,  Kualitas  Air  dan  Lingkungan  Perairan      

Data   hidrologi   yang   digunakan   untuk   penentuan   fluktuasi   muka   air  

adalah   data   curah   hujan   selama   10   tahun   (2006   –   2015)   dari   Stasiun   BMKG  

Palangkaraya.  Data   lain,   seperti   tinggi   genangan  pada   tipologi   lahan,   dan  data  

debit   anak-­‐anak   sungai   di   DAS   Sebangau   dan   dan   anak-­‐anak   sungai   di   DAS  

Katingan  tidak  diperoleh,  karena  memang  tidak  ada  atau  belum  ada  pengukuran  

selama  ini.    

Pengumpulan  data  kualitas  air  dilakukan  dengan  mengambil  contoh  air  

di   7   titik   pengamatan   di   Sungai   Sebangau   dan   anak   sungainya,   serta   5   titik  

pengamatan  di  Sungai  Katingan.  Ketujuh   titik  pengamatan  di  Sungai  Sebangau  

adalah   di   Kereng   Bengkirai,   muara   Sungai   Bakung,     Muara   Garung,   muara  

Sungai  Rasau,  Muara  Bangah,  muara  Sungai  Paduran  Alam,  dan  Muara  Lumpur.    

Kelima   titik  pengamatan  di  Sungai  Katingan  adalah  di  Asem  Kumbang  (Sungai  

Katingan),   Baun   Bango   (Sungai   Katingan),   Telaga   Sungai   Klaru,   hilir   Sungai  

Bulan  (Tumbang  Bulan),  dan  di  Perigi  (Sungai  Katingan).  Lokasi  titik  observasi  

kualitas   air   dapat   dilihat   pada   Gambar   3.   Selain   itu   juga   dikumpulkan   data  

kualitas   air   Sungai   Sebangau   dan   Sungai   Katingan   yang   telah   diamati  

sebelumnya  (data  sekunder).  

Pada   survei   kedua,   Juni   2017   pengamatan   dan   pengambilan   sampel  

kualitas  air  dilakukan  pada  lima  lokasi  atau  stasiun  di  Sungai  Sebangau,  yaitu  di  

Kereng  Bangkirai  (SBG  1),  Bakung  (SBG  2),  muara  Sungai  Rasau  (SBG  3),  Muara  

Bangah  (SBG  4),  dan  di  Paduran  Alam  (SBG  5).  Di  sungai  Katingan,  pengamatan  

dan   pengambilan   contoh   kualitas   air   dan   sedimen   juga   dilakukan   pada   lima  

lokasi  yaitu  di  Asem  Kumbang  (KTG  1),  Baun  Bango  (KTG  2),  Telaga  atau  muara  

S.  Klaru  (KTG  3),  Tumbang  Bulan  atau  hilir  Sungai  Bulan  (KTG  4),  dan  di  Perigi  

(KTG  5).  Pengambilan  contoh,  pengukuran  kualitas  air  di  lapangan  dan  analisis  

kualitas  air  di  laboratorium  mengacu  pada  metode  standar  (APHA,  2012).  

 

2.3.2. Biota  (Ikan  dan  Plankton)    

Pengambilan   data   biota   (ikan,   udang,   maupun   plankton)   dilakukan   dengan  

mengunjungi   lokasi   atau   rumah   nelayan   di   sepanjang   Sungai   Sebangau   dan  

Page 17: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  11  

Sungai  Katingan.   Informasi  mengenai   jenis-­‐jenis   ikan  sebagian  besar  diperoleh  

dari  hasil  wawancara  dengan  nelayan  setempat.    Hal  ini  dikarenakan  saat  studi  

bukan  merupakan  musim   puncak   penangkapan.     Bilamana   ditemukan   sampel  

ikan,   ikan  difoto   dan  diidentifikasi   untuk  mengetahui   nama   spesiesnya.   Selain  

itu,  dilakukan  wawancara  terhadap  nelayan  mengenai   ikan   jenis  apa  saja  yang  

pernah   tertangkap   di   lokasi   tersebut.   Studi   pustaka   juga   dilakukan   terhadap  

hasil   penelitian   dari   lembaga   penelitian   dan   perguruan   tinggi   terkait   dengan  

studi   serta   sumber-­‐sumber   referensi   secara   online   mengenai   biota   apa   saja  

yang  pernah  ditemukan  di  Sungai  Sebangau  dan  Sungai  Katingan.    

Pengambilan   sampel   plankton   dilakukan   bersama   dengan   pengambilan  

sampel   kualitas   air.   Sampel   plankton   didapatkan   7   titik   lokasi   di   Sungai  

Sebangau   dan   5   titik   lokasi   di   Sungai   Katingan   pada   survei   pertama,   dan  

masing-­‐masing   di   lima   titik   lokasi   baik   di   S.   Sebangau   maupun   S.   Katingan,  

sebagaimana   titik   lokasi   pengambilan   contoh   air.   Pada   survei   kedua,   sampel  

plankton  diambil  pada  5  stasiun  pengamatan  di  S.  Sebangau  dan  5  stasiun  di  S.  

Katingan  sebagaimana  stasiun  pengambilan  contoh  kualitas  air.    

 

2.3.3. Sosial  Ekonomi    

Pengambilan   data   sosial   ekonomi   dilakukan   baik   data   primer   dan   data  

sekunder.   Pengumpulan   data   primer   dilakukan   dengan   observasi   (ground  

check),   wawancara   mendalam   dengan   responden   terpilih,   dan   FGD.   Metode  

pengambilan   sampel   adalah   purposive   sampling,   dengan   kriteria   utama  

responden  mempunyai   pengetahuan  dan   informasi   yang   cukup   sesuai   dengan  

kapasitasnya,   mempunyai   kemampuan   komunikasi   dan   bersedia  memberikan  

informasi  sesuai  dengan  kebutuhan  studi.    

Pengumpulan   data   sekunder   dilakukan   dengan   studi   pustaka   pada  

dokumen  atau   literatur  dari   lembaga-­‐lembaga   terkait  di   tingkat  daerah,  pusat,  

maupun   lembaga   penelitian   dan   perguruan   tinggi   terkait   dengan   studi   serta  

sumber-­‐sumber  referensi  secara  dalam  jaringan  (on-­‐line).  

 

2.4. Metode  Analisis  

2.4.1. Fuktuasi  Muka  Air    

Page 18: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  12  

Analisis   fluktuasi  muka   air   dilakukan  dengan  menggunakan  data   curah  

hujan   dan   tinggi   genangan.   Hubungan   antara   ketinggian   muka   air   dan   curah  

hujan   dianalisis   menggunakan   analisis   korelasi   Spearman   pada   taraf   nyata  

p<0.05.  

 

2.4.2. Status  Kualitas  Air      

Data   hasil   pengamatan   kualitas   air   disajikan   dalam   bentuk   tabel   dan  

dianalisis   secara   deskriptif   dengan   membandingkan   dengan   baku   mutu   air  

Kelas   II   (peruntukan   rekreasi   air)   dan   Kelas   III   (peruntukan   perikanan)  

menurut  Peraturan  Pemerintah  Nomor  82  Tahun  2001.  Data  sedimen  disajikan  

berupa   grafik   dan   dianalisis   secara   deskriptif.     Data   hasil   pencacahan  

fitoplankton   dan   zooplankton   dianalisis   indeks   keragaman   (Krebs,   1999)   dan  

indeks  dominansinya  (Odum,  1993).  

 

2.4.3. Analisis  Jenis  Ikan,  Adaptasi  dan  Skenario  Tingkah  Laku  Pergerakan  Ikan  Terhadap  Keberadaan  Tabat      

Jenis  ikan  diidentifikasi  dengan  bantuan  buku  identifikasi  ikan  air  tawar  

(Kottelat   dkk.,   1993;   www.fishbase.org).   Berdasarkan   hasil   penelusuran  

literatur,   informasi   tingkah   laku   ikan   dan   responnya   terhadap   fluktuasi  muka  

air   diskenariokan   terhadap   keberadaan   tabat.     Kemudian   berdasarkan   hasil  

skenario  tersebut,  secara  spesifik  (jika  ada)   jenis   ikan  yang  terdampak  dengan  

pembangunan   tabat.     Tingkah   laku   ikan   yang   dianalisis   meliputi   pergerakan  

(migrasi)  dari  hulu  ke  hilir  dan  sebaliknya,  tingkah  laku  reproduksi,  dan  tingkah  

laku  terhadap  aktifitas  penangkapan  ikan.    

 

2.4.4. Peran  Ekonomi  Perikanan  dalam  Masyarakat  

Metode  analisis  peran  ekonomi  perikanan  dalam  masyarakat  dilakukan  

dengan   :   (1)   analisis   kontribusi   pendapatan   penangkapan     pada   penerimaan  

rumah   tangga   nelayan,   (2)   analisis   nilai   ekonomi   konsumsi   ikan   oleh   rumah  

tangga,  (3)  analisis  nilai  hasil  tangkapan  ikan.  

 

Page 19: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  13  

2.4.5. Analisis  Pengelolaan  Sumberdaya  Perairan  Berbasis  Masyarakat    

• Analisis  isi    

(content   analysis)   adalah   teknik   penelitian   yang   digunakan   untuk  

menganalisis   dokumen-­‐dokumen   tertulis   seperti   laporan,   surat,   transkrip  

wawancara,   dan   bentuk-­‐bentuk   tertulis   lainnya   (Krippendorf   1991).  

Analisis   isi   dilakukan   dengan   melihat   substansi   peraturan-­‐perundangan  

yang   telah   ada   kemudian   ditabulasi   dan   dikompilasi   sesuai   variabel-­‐

variabel   yang   telah   ditentukan.   Variabel-­‐variabel   yang   dianalisis  

meliputi:(1)   bentuk-­‐bentuk   pemanfaatan   sumberdaya   TN,(2)   mekanisme  

pemanfaatan,(3)   akses   masyarakat   setempat,(4)   strata   hak   kepemilikan  

yang   diberikan,   dan   (5)   konsistensi   aturan   perundangan   pada   berbagai  

tingkatan.  Dengan  analisis  isi  diketahui  kecukupan  aturan-­‐aturan  yang  ada  

dalam  mengatur  pemanfaatan  sumberdaya  taman  nasional  

• Analisis  aktor    

Analisis   Aktor   bertujuan   mengidentifikasi   dan   memetakan   aktor   yang  

terlibat   dalam   pemanfaatan   sumberdaya   TNS   yang   hasilnya   berupa  

informasim   tentang   kepentingan   (interest),   dan   kekuatan   (power),   serta  

potensi  kerjasama  atau  konflik  antar  actor  

• Analisis  Hak  Kepemilikan  

Hak   kepemilikan   sangat   menentukan   tanggungjawab   aktor-­‐aktor  

memanfaatkan   sumberdaya,   dan   mempengaruhi   keputusan   aktor-­‐aktor  

dalam  mengambil  manfaat   sumberdaya  TNS   secara   lestari.   Dalam   analisis  

ini  akan  diketahui  interaksi  masyarakat  terhadap  pemanfaatan  sumberdaya  

TNS.

Page 20: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  14  

III. HASIL  KAJI  TINDAK    

3.1. Kondisi  Hidrologi  

3.1.1. Analisis  Curah  Hujan  Andalan  

Perhitungan   curah   hujan   wilayah   dilakukan   untuk   mengetahui   berapa  

besarnya  curah  hujan  yang  jatuh  pada  lokasi  studi,  yang  dianalisa  berdasarkan  

data   stasiun   klimatologi   terdekat.   Data   curah   hujan   selama   sepuluh   tahun  

terakhir   (2006-­‐2015)   diperoleh   dari   stasiun   penakar   hujan   yang   terdapat   di  

Palangkaraya,  disajikan  pada  Tabel  1.      

 

Tabel  1.    Data  Curah  Hujan  2006-­‐2015  (Stasiun  Penakar  Hujan    Palangkaraya)  

Analisis   curah   hujan   andalan   dianalisis   dengan   menggunakan   metode  

peluang   Weibull.   Metode   Weibull   merupakan   suatu   metode   dalam  

memperkirakan   nilai   probalitas   berdasarkan   data   jumlah   hujan.   Hasil  

perhitungan   curah   hujan   dengan   metode   Weibull   disajikan   dalam   Tabel   2.    

Berdasarkan     perhitungan   peluang   Weibull   tersebut,   maka   diperoleh   curah  

hujan  andalan  80%  adalah  2733.78  mm/tahun.  Sedangkan  curah  hujan  andalan  

80%  perbulan  yang  dapat  terjadi  adalah  seperti  pada  Gambar  4.  Nampak  bahwa  

pada  tingkat  peluang  80%,  curah  hujan  tergolong  tinggi  setiap  bulannya,  kecuali  

di  bulan-­‐bulan  Juli-­‐Agustus-­‐September  yang  berkisar  71,6  –  123,8  mm/bulan.  

 

 

 

 

 

No Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember1 2006 189.60 207.30 168.80 248.60 114.80 141.00 119.10 8.00 32.00 3.00 37.50 407.102 2007 316.60 265.40 267.90 388.60 280.50 257.60 117.10 101.80 56.50 255.40 223.30 217.803 2008 266.00 66.30 357.00 156.69 82.50 124.50 66.80 152.20 23.40 199.90 317.10 418.004 2009 213.90 222.60 267.50 204.70 177.10 6.70 23.40 37.50 33.40 197.80 165.20 443.905 2010 370.10 347.50 305.00 424.10 255.60 208.50 210.40 283.70 279.50 453.80 253.30 239.706 2011 237.80 186.90 339.50 259.70 144.30 60.10 109.20 10.00 161.40 272.00 341.00 428.007 2012 258.50 200.00 295.40 209.50 190.10 72.90 257.90 63.60 33.60 170.10 274.60 300.108 2013 230.00 508.60 170.80 261.30 168.70 102.70 150.80 150.90 132.10 212.50 319.10 267.409 2014 160.60 111.40 191.30 337.00 406.40 219.60 86.00 58.30 0.00 236.70 233.00 406.40

10 2015 223.40 286.40 290.10 210.80 193.40 140.30 40.70 11.00 0.00 80.50 238.60 261.602466.50 2402.40 2653.30 2700.99 2013.40 1333.90 1181.40 877.00 751.90 2081.70 2402.70 3390.00246.65 240.24 265.33 270.10 201.34 133.39 118.14 87.70 75.19 208.17 240.27 339.00

JumlahRata-rata

Page 21: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  15  

Tabel  2.  Curah  hujan  2006-­‐2015  di  Palangkaraya  urut  dengan  metode  Weibull  

 

 

 

Gambar  4.      Curah  hujan  andalan  80%  berdasarkan  metode  Weibull  berdasarkan  data  2006-­‐2016  di  Palangkaraya  

   3.1.2. Analisis  Tinggi  Muka  Air  Tanah  

Analisisis   perubahan   tinggi   muka   air   tanah   dilakukan   dengan  

menggunakan   data   sekunder   dari   hasil   pemantauan   air   tanah   di   Taman  

Nasional  Sebangau.  Tinggi  rendahnya  muka  air   tanah  sangat  depengaruhi  oleh  

besar   kecilnya   curah   hujan,   semakin   tinggi   curah   hujan  maka   air   tanah   akan  

semakin   tinggi   dan   sebaliknya,   adapun   hubungan   antara   curah   hujan   dan   air  

tanah  di  salah  satu  stasiun  pemantauan  air  tanah  di  Bangah  tahun  2011  tersaji  

pada  Gambar  5.  

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Ch Urut P Weibull1 189.60 207.30 168.80 248.60 114.80 141.00 119.10 8.00 32.00 3.00 37.50 407.10 1676.80 0.092 223.40 286.40 290.10 210.80 193.40 140.30 40.70 11.00 0.00 80.50 238.60 261.60 1976.80 0.183 213.90 222.60 267.50 204.70 177.10 6.70 23.40 37.50 33.40 197.80 165.20 443.90 1993.70 0.274 266.00 66.30 357.00 156.69 82.50 124.50 66.80 152.20 23.40 199.90 317.10 418.00 2230.39 0.365 258.50 200.00 295.40 209.50 190.10 72.90 257.90 63.60 33.60 170.10 274.60 300.10 2326.30 0.456 160.60 111.40 191.30 337.00 406.40 219.60 86.00 58.30 0.00 236.70 233.00 406.40 2446.70 0.557 237.80 186.90 339.50 259.70 144.30 60.10 109.20 10.00 161.40 272.00 341.00 428.00 2549.90 0.648 230.00 508.60 170.80 261.30 168.70 102.70 150.80 150.90 132.10 212.50 319.10 267.40 2674.90 0.739 316.60 265.40 267.90 388.60 280.50 257.60 117.10 101.80 56.50 255.40 223.30 217.80 2748.50 0.82

10 370.10 347.50 305.00 424.10 255.60 208.50 210.40 283.70 279.50 453.80 253.30 239.70 3631.20 0.91

No Bulan

Page 22: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  16  

 Gambar  5.      Hubungan  curah  hujan  andalan  80%  dan  tinggi  muka  air  tanah  di  

lokasi  Bangah,  Sebangau  (2011)  

Gambar   5   menyajikan   air   tanah   yang   semakin   menurun   seiring   dengan  

menurunnya  curah  hujan  pada  setiap  bulannya,  sampai  mencapai  defisit  mulai  

Juli   hingga   Oktober.   Hal   ini   mengindikasikan   bahwa   penurunan   curah   hujan  

secara   langsung   akan   berdampak   pada   penurunan   tinggi  muka   air   tanah   dan  

tinggi   muka   air   tanah   akan   kembali   mengalami   kenaikan   seiring   dengan  

meningkatnya   curah   hujan.   Sebagaimana   bisa   dilihat   pada   bulan   Oktober   –  

Desember,   air   tanah   mengalami   kenaikan   dengan   meningkatnya   curah   hujan  

pada  bulan  tersebut.  

Perubahan  tinggi  muka  air  tanah  berdasarkan  hasil  pemantauan  air  tanah  

di   TNS   pada   beberapa   stasiun   pemantauan   yaitu   stasiun   SSI   (SSIC.1.A.L1),  

stasiun   Bakung   (BR1.25.A.L.3),   stasiun   Bangah   (B.2.A.L.1),   dan   stasiun   Bulan  

(BR1.25.A.L.1),  disajikan  pada    Gambar  6,  Gambar  7,  Gambar  8  dan  Gambar  9.  

Stasiun  SSI  memiliki  data  paling  lengkap    dari  tahun  2006  –  2015.  Gambar  

6  menunjukkan  perubahan  tinggi  muka  air  tanah  pada  tahun  2006  hingga  tahun  

2015,   kecuali   tahun   2013   karena   ketidakadaan   data.   Pada   tahun   2006   tinggi  

muka  air  tanah  berada  pada  level  terendah  yaitu  -­‐154,  sedangkan  pada  tahun-­‐

tahun  berikutnya   level   terendah  muka  air   tanah  berada  pada   level   -­‐50,  hal   ini  

mengindikasikan   bahwa   dengan   adanya   penabatan   yang   di  mulai   sejak   tahun  

2006  terjadi  peningkatan  tinggi  muka  air  tanah  disekitar  lokasi  tersebut.  

Page 23: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  17  

   

Gambar  6.    Perubahan  tinggi  muka  air  tanah  stasiun  SSI  (SSIC.1.A.L1)    

 

 

Gambar  7.    Perubahan  tinggi  muka  air  tanah  Stasiun  Bakung  (BR1.25.A.L.3),  Sebangau  

Data  perubahan  tinggi  muka  air   tanah  yang   tersedia  di  Stasiun  Bakung,  

Sebangau  yaitu  hanya  pada  tahun  2013  dan  2014.  Pada  tahun  tersebut  rata-­‐rata  

nilai   tinggi  muka   air   tanah   bernilai   negatif   dengan   titik   terendah   terjadi   pada  

September     2014   yaitu   -­‐52,   sedangkan   titik   tertinggi   terjadi   pada  Maret   2014  

sebesar   +9,5   (Gambar   7).   Adanya   perbedaan   pola   perubahan   tinggi  muka   air  

Page 24: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  18  

tanah   antara   di   SSI   dan   Bakung   bisa   disebabkan   karena   perbedaan   distribusi  

curah  hujan  di  kedua  lokasi  tersebut.  

Data   perubahan   tinggi   muka   air   tanah   yang   tersedia   di   stasiun   Rasau  

(R.10.A.L.1)  yaitu  pada  tahun  2011,  2012  dan  2015  itupun  tidak   lengkap  setiap  

bulannya.   Pada  Gambar   8   terlihat   tinggi  muka   air   tanah  bernilai   positif   tetapi  

semakin  menurun  pada  bulan-­‐bulan  berikutnya.  Hal  ini  mengindikasikan  bahwa  

intesitas  hujan  diwilayah  tersebut  juga  semakin  menurun.  

 

 

Gambar  8.    Perubahan  tinggi  muka  air  tanah  stasiun  Rasau  (R.10.A.L.1),  Sebangau  

Gambar   9   menyajikan   perubahan   tinggi   muka   air   tanah   di   stasiun  

Bangah  (B.2.A.L.1),  Sebangau.    Level  terendah  tinggi  muka  air  tanah  terjadi  pada  

bulan  April    2012  yaitu  -­‐93,  sedangkan  level  tertinggi  terjadi  pada  bulan  Maret  

2010   yaitu   sebesar   +170.   Adanya   perbedaan   pola   tinggi  muka   air   di   masing-­‐

masing  bulan  walaupun  pada  lokasi  yang  sama  dapat  disebabkan  karena  adanya  

perbedaan  intensitas  curah  hujan  pada  tahun  yang  berbeda.  

Perubahan   tinggi   muka   air   tanah   di   stasiun   Bulan   (BR1.25.A.L.1),  

Katingan,   dari   tahun  2014-­‐2015  bernilai   negatif   sedangkan  nilai   positif   hanya  

terjadi   pada   bulan   Februari-­‐Maret   tahun   2013   (Gambar   10).   Tinggi  muka   air  

tanah   di   stasiun   Bulan   yang   negatif   memberikan   indikasi   bahwa   pasokan   air  

diwilayah  tersebut  relatif  kecil  sehingga  tidak  mampu  meningkatkan  level  muka  

air  hingga  mencapai  permukaan    dan  menjadi  bernilai  positif.  

Page 25: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  19  

 

Gambar  9.    Perubahan  tingi  muka  air  tanah  stasiun  Bangah  (B.2.A.L.1)      

 Gambar  10.    Perubahan  tinggi  muka  air  tanah  di  stasiun  Bulan  (BR1.25.A.L.1),  

Katingan    

Berdasarkan   gambaran   tinggi   muka   air   tanah   di   beberapa   stasiun  

pemantauan   di   kawasan   DAS   Sebangau   dan   DAS   Katingan   tersebut   terlihat  

bahwa  stasiun  SSI  memiliki  data  paling  lengkap  sejak  tahun  2006  hingga  tahun  

2015.   Berdasarkan   data   di   stasiun   SSI   tersebut   tergambarkan   bahwa   tinggi  

muka   air   cenderung   meningkat   dari   tahun   ke   tahun.   Pada   tahun   2006   tinggi  

muka  air  tanah  berada  pada  level  terendah  yaitu  -­‐154,  tetapi  pada  tahun-­‐tahun  

berikutnya   level   terendah   terus  meningkat   dari   level   -­‐50  dan   level   yang   lebih  

tinggi   lagi.   Hal   ini  mengindikasikan   bahwa   dengan   adanya   penabatan   yang   di  

Page 26: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  20  

mulai   sejak   tahun   2006   telah   terjadi   peningkatan   tinggi   muka   air   tanah  

sebagaimana  diharapkan.  

 3.1.3. Neraca  Air  

Data   curah   hujan   digunakan   untuk   menganalisis   neraca   air,   sementara  

data   evapotranspirasi   dihitung   dengan   menggunakan   perangkat   lunak  

(software)   “cropwarth”.   Persamaan  neraca   air  menggambarkan  prinsip  bahwa  

selama   selang   waktu   tertentu,   masukan   air   total   pada   suatu   ruang   tertentu  

harus  sama  dengan  keluaran  total  ditambah  perubahan  bersih  cadangan.  Dalam  

perhitungan  neraca  air,  penentuan  jenis  masukan  dan  keluaran  air  disesuaikan  

dengan   ruang   lingkup   dimana   neraca   air   akan   dianalisis,   dalam   hal   ini   pada  

suatu   daerah   tangkapan   (Thornthwaite   and   Mather,   1957).   Adapun   hasil  

perhitungan  neraca  air  di  Taman  Nasional  Sebangau     tersaji  pada  Tabel  3  dan  

Gambar  11.  

Pada   Tabel   3   dapat   dilihat   bahwa   terjadi   defisit   air   pada   bulan   Juli-­‐

Agustus-­‐September,  sedangkan  pada  bulan  Januari,  Februari,  Maret,  April,  Mei,  

Juni,   Oktober,   November,   dan   Desember   terjadi   surplus   atau   kelebihan   air  

(Gambar  11).    Defisit   air   terjadi  dikarenakan  pada  bulan-­‐bulan   tersebut   curah  

hujan   relatif   rendah.   Adanya   defisit   air   dapat   berakibat   pada   penurunan   air  

tanah,  sehingga  diperlukan  suatu  upaya  untuk  mempertahankan  tinggi  muka  air  

selama  mungkin.    Pemasangan  tabat  (dam)  pada  kanal-­‐kanal  di  beberapa  sub-­‐

cachment  hulu  Sungai  Sebangau,  Sungai  Bakung,  Sungai  Rasau,  Sungai  Bangah  

dan  Sungai  Bulan  adalah  merupakan  salah  satu  upaya  untuk  mempertahankan  

tinggi  muka  air  tersebut.  

 

Tabel  3.    Perhitungan  neraca  air  di  Taman  Nasional  Sebangau  

Page 27: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  21  

 

Gambar    11.    Surplus  dan  defisit  air  di  kawasan  Taman  Nasional  Sebangau  berdasarkan  data  curah  hujan  dan  evapotranspirasi  2006-­‐2015  

 

 

3.2. Kualitas  Air  dan  Lingkungan  Perairan    

3.2.1. DAS  Sebangau    Kualitas  Air  

Hasil   pengamatan   kualitas   air   Sungai   Sebangau   pada   survei   pertama   Januari  

2017  dan   survei   kedua   Juni   2017,   disajikan  pada  Tabel   4   dan  Tabel   5.   Secara  

umum   dapat   dikatakan   bahwa   kondisi   kualitas   air   Sungai   Sebangau   dicirikan  

oleh   tingkat   pH   yang   rendah   (asam),   kandungan   oksigen   terlarut   rendah,   dan  

kandungan  bahan  organik  (BOD  dan  COD)  yang  tinggi.  Hal-­‐hal   tersebut  adalah  

karakteristik   dari   perairan   di   kawasan   gambut,   di   samping   warna   air   yang  

coklat  kehitaman  (air  hitam)  tetapi  cukup  jernih.    Selain  itu,  nampak  beberapa  

parameter  yang  melebihi  baku  mutu  air  kelas  II  (peruntukan  rekreasi  air)  dan  

kelas   III   (peruntukan   perikanan),   seperti   boron   (B),   kadmium   (Cd),   tembaga  

(Cu),  timah  hitam  (Pb),    kobalt  (Co),  krom  heksavalen  (Cr6+),  dan  seng  (Zn).  Juga  

terdeteksi   adanya   khlorin   bebas   yang   melebihi   baku   mutu   di   titik   observasi  

Kereng  Bangkirai  (Tabel  4).  

  Kondisi   kualtas   air   Sungai   Sebangau   dan   anak   sungainya   pada   survei  

kedua  Juni  2017,  dalam  beberapa  hal  tidak  jauh  berbeda  tetapi  agak  lebih  baik  

daripada  pengamatan  sebelumnya.  Sebagaimana  pengamatan  sebelumnya,  nilai  

pH   perairan   tergolong   rendah   (asam)   berkisar   3-­‐3,6   (Gambar   12),   demikian  

Page 28: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  22  

juga  kandungan  oksigen  yang  rendah  pada  kisaran  2,3-­‐4,3  mg/L  (Gambar  13).  

Selain   itu,   kandungan   bahan   organik   tergolong   tinggi   yang   digambarkan   oleh  

nilai   BOD   dan   COD   (Gambar   14)   yang   melebihi   baku   mutu,   baik   untuk  

peruntukan  wisata  air  (Kelas  II)  maupun  peruntukan  budidaya  ikan  (Kelas  III).  

Parameter-­‐parameter  kualitas  air   lainnya,  baik  di  Sungai  Sebangau  maupun  di  

anak-­‐anak  sungainya  (S.  Rasau  atau  S.  Bangah)   tergolong  baik  atau  memenuhi  

baku   air   Kelas   II   dan   Kelas   III   (Tabel   5).   Dibanding   pengamatan   sebelumnya,  

kondisi  kualitas  perairan  S.  Sebangau  pada  bulan  Juni  2017  ini  relatif  lebih  baik.  

Hal   ini   kemungkinan   karena   kondisi   sungai   yang   tergolong   sedang   “banjir”  

karena   tambahan  dari  hujan  yang   terjadi  pada  hari-­‐hari  sebelumnya,  sehingga  

cenderung  mengencerkan  kandungan  bahan  dalam  air  sungai.  

 

Gambar 12. Nilai pH air sungai dan anak sungai Sebangau pada Januari (kiri) dan Juni (kanan) 2017

Gambar   13.   Kandungan   oksigen   (DO)   dalam   air   sungai   dan   anak   sungai  

Sebangau  pada  Januari  (kiri)  dan  Juni  (kanan)  2017  

Page 29: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  23  

Gambar   14.   Nilai   BOD   dan   COD   air   sungai   dan   anak   sungai   Sebangau   pada  

Januari  (kiri)  dan  Juni  (kanan)  2017  

Komposisi  dan  Keanekaragaman  Biota  Plankton    

Komposisi   fitoplankton   di   Sungai   Sebangau   terdiri   atas   kelompok  

Chlorophyceae,   Bacilariophyceae,   Cyanophyceae,   Euglenophyceae   dan  

Dinophyceae  dengan   jumlah   taksa  mencapai   14   genera   (Lampiran  1).     Jumlah  

taksa  tertinggi  di  lokasi  Kereng  Bangkirai  dan  cenderung  menurun  ke  arah  hilir.  

Kelimpahan   tertinggi   dijumpai   di   lokasi   Muara   Bangah   sebelum   bertemu  

dengan  sungai  utama  S.  Sebangau  yang  mencapai  114.044  sel/m3  (Gambar  15).  

Nilai  keragaman  (keanekaragaman)  fitoplankton  tergolong  sedang  (1,13  –  2,00)  

dengan  indeks  dominansi  yang  rendah,  berkisar  0,17  –  0,45  (Gambar  16).    Hal  

ini   menunjukkan   bahwa   pada   perairan   gambut   dengan   warna   air   kehitaman  

dan   pH   yang   rendah,   kondisi   keanekaragaman   fitoplankton   tergolong   cukup  

baik  tanpa  adanya  jenis  atau  genus  tertentu  yang  mendominasi.  

Page 30: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  24  

Tabel  4.  Kualitas  air  di  sungai  dan  anak  sungai  Sebangau  pada  Januari  2017    

P.7486-5 P.7486-7 P.7486-6 P.7486-2 P.7486-1 P.7486-4 P.7486-3

Kls II Kls III

I FISIKASuhu Permukaan 28,1 29,1 29,2 33,0 28,9 29,8 29,6Suhu 1 meter 28,2 28,8 29,2 29,5 27,8 29,6 29,2DHL Permukaan 51,8 65,9 58,7 69,8 69,5 199,8 312,6DHL 1 meter 52,1 69,1 59,6 67,4 63,5 164,7 311,9

3 Kecerahan cm - 20 12 31 60 100 20 12 (-) (-)4 Kecepatan Arus m/dt - - 2,5 - - - 6,5 2,9 (-) (-)5 TSS mg/L 8 18 <8 10 8 <8 92 72 50 4006 TDS mg/L 10 24 32 28 32 32 92 144 1000 1000

II KIMIApH Permukaan 6,12 3,67 3,75 3,64 4,12 3,56 3,63pH 1 meter 6,12 3,64 3,74 3,65 4,11 3,66 3,67DO Permukaan 4,8 3,4 3,5 2,4 4,6 1,6 2,3DO 1 meter 4,8 1,9 3,1 1,9 3,2 1,4 2,2

3 BOD5 mg/L 0,79 8,00 10,40 10,80 4,80 8,00 12,40 12,00 3 64 COD mg/L 4,37/R 68,62 72,48 71,62 54,02 63,47 61,75 64,32 25 505 Total Fosfat mg/L 0,005 0,324 0,036 0,062 0,045 0,043 0,054 0,158 0,2 16 Amonia (NH3-N) mg/L 0,005 0,460 0,042 0,080 0,088 0,084 0,074 0,355 (-) (-)7 Nitrat (NO3-N) mg/L 0,050 0,366 0,452 0,368 0,132 0,352 0,433 0,092 10 208 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,005 0,047 0,028 0,048 0,036 0,037 <0,005 <0,005 0,06 0,069 Sulfat (SO4) mg/L 0,50/R 3,13 4,29 6,14 4,87 4,95 33,85 42,70 (-) (-)

10 Khlorida (Cl) mg/L 4,00 8,51 - - 11,34 15,60 0,0159 0,0106 (-) (-)11 Arsen (As) mg/L 0,0001 0,0128 0,0204 0,0156 0,0100 0,0132 0,028 <0,005 1 112 Kobalt (Co) mg/L 0,005 <0,005 0,058 0,035 0,046 <0,005 2,187 0,611 0,2 0,213 Barium (Ba) mg/L 0,007 1,617 1,273 2,035 0,520 1,029 1,875 2,346 (-) (-)14 Boron (B) mg/L 0,010 2,185 1,932 1,319 2,917 0,778 0,0019 0,0019 1 115 Selenium (Se) mg/L 0,0001 0,0026 0,0022 0,0020 0,0019 0,0012 0,026 0,021 0,05 0,0516 Kadmium (Cd) mg/L 0,002 0,019 0,025 0,021 0,018 0,020 0,040 0,020 0,01 0,0117 Khrom Heksavalen Cr6+) mg/L 0,001 <0,001 - - <0,001 <0,001 1,080 0,936 0,05 0,0518 Tembaga (Cu) mg/L 0,005 0,051 0,021 0,042 0,036 0,028 0,050 0,037 0,02 0,0219 Besi (Fe) mg/L 0,050 0,541 0,509 0,843 0,755 0,815 0,091 0,486 (-) (-)20 Timah Hitam (Pb) mg/L 0,008 0,042 0,039 0,040 0,031 0,035 0,0001 0,0001 0,03 0,0321 Mangan (Mn) mg/L 0,005 0,024 0,012 0,018 0,010 0,032 <0,005 0,017 (-) (-)22 Air Raksa (Hg) mg/L 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 <0,0001 <0,0001 0,247 0,615 0,002 0,00223 Seng (Zn) mg/L 0,005 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,036 14,18 18,43 0,05 0,0524 Sianida (CN) mg/L 0,001 0,002 - - 0,002 0,002 - - 0,02 0,0225 Fluorida (F) mg/L 0,010 0,495 0,071 0,137 0,143 0,330 - - 1,5 1,526 Khlorin (Cl2) bebas mg/L 0,010 0,140 - - 0,020 0,020 - - 0,03 0,0327 Sulfida (H2S) mg/L 0,001 <0,001 - - <0,001 <0,001 - - 0,002 0,00228 Minyak dan Lemak mg/L 1 <1 - - <1 <1 - - 1 129 Deterjen mg/L 0,025 0,052 - - 0,050 0,050 - - 0,2 0,230 Fenol mg/L 0,0005 <0,0005 - - <0,0005 <0,0005 - - 0,001 0,001III MIKRO BIOLOGI

1 Total Coliform MPN/100mL 0 1600 120 27 1600 170 14 540 5000 100002 Fecal Coli MPN/100mL 0 920 94 22 350 170 14 47 1000 2000

*) Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

1 - - 6 - 9 6 - 9

2 mg/L - 4 3

dev. 3 dev. 3

2 µs/cm 0 (-) (-)

SBG 3Muara

S.Rasau

SBG 4Muara

Bangah

SBG 5Paduran

Alam

SBG 7Muara

Lumpur

1 oC -

No. Parameter Satuan DLBaku Mutu AirSBG 1

Kereng Bangkirai

SBG 2Bakung

SBG 6Garung

Page 31: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  25  

Tabel  5.  Kualitas  air  di  sungai  dan  anak  sungai  Sebangau  pada  Juni  2017    

P.7666-1 P.7666-2 P.7666-3 P.7666-4 P.7666-5

Kls II Kls III

I FISIKASuhu Permukaan 29,4 29,7 29,7 29,2 28,3Suhu 1,5 meter 28,3 29,3 29,5 28,1 28,2DHL Permukaan 56,2 70,1 63,9 64,5 229,5DHL 1,5 meter 50,3 69,2 63,5 64,8 229,8

3 Kecerahan cm 49 78 56 58 13 (-) (-)

4 Kecepatan Arus m/dt - - lambat - - (-) (-)

5 TSS mg/L 50 <8 <8 <8 17 50 4006 TDS mg/L 32 30 30 32 112 1000 1000

II KIMIApH Permukaan 3,64 3,35 3,31 3,55 3,01pH 1,5 meter 3,17 3,41 3,56 3,44 3,02DO Permukaan 2,7 3,4 2,8 2,3 3,8DO 1,5 meter 4,3 3,7 3,2 2,3 3,5

3 BOD5 mg/L 10,40 9,60 10,20 8,80 6,20 3 6

4 COD mg/L 89,23 89,23 87,94 86,22 87,08 25 505 Total Fosfat mg/L 0,266 0,022 0,019 0,025 0,009 0,2 1

6 Amonia (NH3-N) mg/L 0,143 0,680 0,062 0,074 0,238 (-) (-)

7 Nitrat (NO3-N) mg/L 0,892 0,368 0,360 0,372 0,117 10 20

8 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,046 0,035 0,040 0,038 0,010 0,06 0,06

9 Sulfat (SO4) mg/L 4,78 6,82 7,71 7,74 9,95 (-) (-)

10 Khlorida (Cl) mg/L 6,00 5,00 5,40 6,00 4,00 (-) (-)11 Arsen (As) mg/L 0,0074 0,0162 0,0176 0,0190 0,0212 1 112 Kobalt (Co) mg/L 0,018 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,2 0,213 Barium (Ba) mg/L 0,165 0,157 0,155 0,185 0,185 (-) (-)14 Boron (B) mg/L 0,287 0,249 0,195 0,202 0,212 1 115 Selenium (Se) mg/L 0,0016 0,0016 0,0012 0,0016 0,0015 0,05 0,0516 Kadmium (Cd) mg/L <0,002 <0,002 <0,002 <0,002 <0,002 0,01 0,01

17 Khrom Heksavalen Cr6+) mg/L <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 0,05

18 Tembaga (Cu) mg/L <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,02 0,0219 Besi (Fe) mg/L 0,453 0,486 0,564 0,513 0,309 (-) (-)20 Timah Hitam (Pb) mg/L <0,008 <0,008 0,024 0,053 0,019 0,03 0,0321 Mangan (Mn) mg/L 0,007 0,006 <0,005 <0,005 0,075 (-) (-)22 Air Raksa (Hg) mg/L 0,0002 0,0004 0,0002 0,0003 0,0003 0,002 0,00223 Seng (Zn) mg/L 0,011 0,008 0,018 <0,005 0,080 0,05 0,0524 Sianida (CN) mg/L 0,008 0,006 0,007 0,007 0,008 0,02 0,0225 Fluorida (F) mg/L 0,132 0,473 0,159 0,044 0,522 1,5 1,5

26 Khlorin (Cl2) bebas mg/L 0,020 0,030 0,020 0,020 0,020 0,03 0,03

27 Sulfida (H2S) mg/L <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,002 0,002

28 Minyak dan Lemak mg/L <1 <1 <1 <1 <1 1 129 Deterjen mg/L 0,060 0,075 0,084 0,096 0,082 0,2 0,230 Fenol mg/L <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 0,001 0,001

III MIKRO BIOLOGI1 Total Coliform MPN/100mL 220 7 0 23 350 5000 100002 Fecal Coli MPN/100mL 40 7 0 23 350 1000 2000

**) : Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

dev. 3

No. Parameter Satuan SBG 1 Kereng

Bangkirai

SBG 2 Bakung

SBG 3 Muara

S. Rasau

1 oC

SBG 4 Muara

Bangah

Baku Mutu AirSBG 5 Paduran

Alam

2 mg/L 4 3

1 - 6 - 9 6 - 9

dev. 3

2 µS/cm (-) (-)

Page 32: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  26  

Gambar   15.   Kelimpahan   dan   jumlah   taksa   (genus)   fitoplankton   di   Sungai  

Sebangau  

Gambar  16.      Kondisi  struktur  komunitas  fitoplankton  yang  digambarkan  oleh  indeks  keragaman,   indeks  dominansi,  dan   jumlah   taksa  (genus)  fitoplankton  di  Sungai  Sebangau  

   

Biota  zooplankton  terdiri  atas  kelompok    protozoa,  rotifer,  dan  crustacea  

dengan   jumlah   taksa  yang  sangat   terbatas.  Di   setiap   lokasi  pengamatan  hanya  

dijumpai   1-­‐2   taksa   saja,   dengan   kelimpahan   yang   juga   tergolong   rendah,  

berkisar   90-­‐376   ind/m3   (Gambar   17,   Lampiran   2).     Berkaitan   dengan   jumlah  

jenis   yang   terbatas   tersebut,   maka   keanekaragaman     zooplankton   tergolong  

Page 33: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  27  

sangat   rendah   dan   tidak   terjadi   dominansi   spesies   tertentu   (Gambar   18).  

Kalaupun  terdapat  indeks  dominansi  yang  bernilai  1,  hal  ini  karena  hanya  satu  

jenis  (genus)  zooplankton  yang  ditemukan  di  lokasi  tersebut.    

Gambar   17.   Kelimpahan   dan   jumlah   taksa   (genus)   zooplankton   di   Sungai  

Sebangau  

Gambar 18. Indeks keragaman, indeks dominansi, dan jumlah taksa (genus)

zooplankton di Sungai Sebangau

Page 34: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  28  

Kualitas  sedimen    

Tekstur   sedimen  S.   Sebangau  pada  umumnya   sangat  halus   sehingga  debu   sangat  

dominan  mencapai   84-­‐94  %,   sisanya   berupa   liat,   pasir   hanya   dijumpai   di   lokasi  

Bakung   (1%)   (Gambar   19).     Kandungan   bahan   organik   sedimen   juga   tergolong  

rendah,   berkisar   4,03-­‐5,52   %.   Sedimen   tergolong   asam,   sebagaimana   sedimen  

perairan   gambut   pada   umumnya,   yakni   dengan   nilai   pH   berkisar   5,76-­‐6,11  

(Gambar  20).  

Gambar 19. Tekstur sedimen Sungai Sebangau di beberapa lokasi yang dominan debu berliat

Page 35: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  29  

Gambar 20. Kandungan organik dan pH sedimen Sungai Sebangau di beberapa

lokasi

3.2.2. DAS  Katingan  

Kondisi   kualitas   air   Sungai   Katingan   pada   survei   pertama   (Januari   2017)  

disajikan  pada  Tabel  6.  Kualitas  air  Sungai  Katingan  nampak  lebih  keruh  dengan  

TSS  yang  tergolong  tinggi  di  beberapa  lokasi.    Kandungan  bahan  organik  (BOD  

dan   COD)   pada   umumnya   juga   masih   tergolong   tinggi.   Sementara   di   badan  

sungai   Katingan   pada   umumnya   kondisi   pH   mendekati   netral   dengan  

kandungan   oksigen   terlarut   yang   cukup   baik,   kecuali   di   bagian   anak   sungai  

yakni   di   S.   Bulan   (Tumbang   Bulan)   yang   kadar   oksigennya   tergolong   rendah  

dengan   pH   yang   juga   rendah   (asam).   Terlihat   juga   kandungan   boron   (B)   dan  

timah  hitam   (Pb)   yang  melebihi   baku  mutu,   juga  khlorin  bebas   yang  melebihi  

baku  mutu  di  lokasi  Tumbang  Bulan  dan  Perigi.  Pada  bagian  hulu,  yakni  di  Asem  

Kumbang,  Baun  Bungo,  dan  Telaga,   terdeteksi   adanya  bakteri   coli   yang   cukup  

tinggi  yang  mengindikasikan  adanya  kontaminasi  dari  pemukiman  (Tabel  7).  

Kualitas   air   S.   Katingan   pada   survei   kedua   (Juni   2017)   (Tabel   4)   juga  

nampak   lebih   baik   daripada   kondisi   kualitas   air   sebelumnya   (Januari   2017).    

Pada   umumnya   kandungan   beberapa   parameter   yang   sebelumnya   tergolong  

tinggi,   seperti   boron,   timah   hitam   (Pb),   khlorin   bebas,   dan   bakteri   coli,   pada  

pengamatan  ini  tergolong  baik  atau  memenuhi  baku  mutu,  baik  baku  mutu  air  

0,00  

1,00  

2,00  

3,00  

4,00  

5,00  

6,00  

7,00  

Kr  Bangkirai   Bakung   Rasau   Mu  Bangah   Padr  Alam  

4,22   4,19   4,08   4,03  

5,52  5,76  6,11  

5,76   5,82   5,93  

Kandungan  organik  dan  pH  sedimen  

C-­‐Organik  (%)   pH    

Page 36: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  30  

Kelas  II  maupun  Kelas  III  (Tabel  8).  Tetapi  pada  sisi   lain  terjadi  penurunan  pH  

(Gambar   21)   dan   kandungan   oksigen   perairan   (Gambar   22)   dan   terjadi  

peningkatan   bahan   organik   yang   digambarkan   oleh   meningkatnya   nilai   BOD  

dan   COD   (Gambar   23).     Hal   ini   diduga   juga   karena   pengaruh   tingginya   curah  

hujan  pada  hari  atau  minggu  sebelumnya,  yang  membawa  air  hitam  dari  anak-­‐

anak  sungai  di  bagian  hulunya,  sehingga  pH  dan  DO  menurun  dan  BOD  dan  COD  

meningkat,   tetapi   bersamaan   dengan   itu   mengencerkan   perairan   secara  

keseluruhan  sehingga  konsentrasinya  menjadi  rendah.  

Gambar   21.  Nilai   pH   air   sungai   dan   anak   sungai  Katingan  pada   Januari   (kiri)  

dan  Juni  (kanan)  2017    

 

Gambar   22.   Kandungan   oksigen   (DO)   dalam   air   sungai   dan   anak   sungai  Katingan  pada  Januari  (kiri)  dan  Juni  (kanan)  2017  

Komposisi  dan  Keanekaragaman  Biota  Plankton    

Komposisi   fitoplankton   di   Sungai   Katingan   juga   terdiri   atas   kelompok  

Cyanophyceae,   Chlorophyceae,   dan   Bacilariophyceae,   juga   dijumpai  

Euglenophyceae   dan   Dinophyceae   dengan   jumlah   taksa   mencapai   23   genus  

(Lampiran   3).     Jumlah   taksa   berkisar   8-­‐10   taksa   di   setiap   stasiun,   kecuali   di  

Page 37: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  31  

Stasiun  Perigi  di  bagian  hilir  yang  mencapai  13  genera.  Kelimpahan  fitoplankton  

berkisar   3.211-­‐114.044   sel/m3,   kelimpahan   tertinggi   juga   dijumpai   di   lokasi  

Perigi  (Gambar  24).  Nilai  keragaman  (keanekaragaman)  fitoplankton  tergolong  

sedang  (0,83  –  1,89)  dengan  indeks  dominansi  yang  rendah,  berkisar  0,18  –  0,65  

(Gambar   25).     Keanekaragaman   fitoplankton   di   S.   Katingan   ini   tidak   jauh  

berbeda  dengan  di  S.  Sebangau,  walaupun  terlihat  S.  Katingan  memiliki   jumlah  

taksa  (genus)  yang  agak  lebih  banyak.  Komposisi  fitoplankton  tergolong  cukup  

baik  tanpa  adanya  jenis  atau  genus  tertentu  yang  mendominasi.  

Gambar   23.   Nilai   BOD   dan   COD   air   sungai   dan   anak   sungai   Katingan   pada  Januari  (kiri)  dan  Juni  (kanan)  2017  

Zooplankton  di  S.  Katingan   terdiri   atas  kelompok  rotifer,   crustacea  dan  

protozoa  dengan  jumlah  taksa  yang  sangat  terbatas  sebagaimana  di  S.  Sebangau.  

Di  setiap  lokasi  pengamatan  hanya  dijumpai  1-­‐2  taksa  saja,  dengan  kelimpahan  

yang   juga   tergolong   rendah   walaupun   sedikit   lebih   besar   daripada   di   S.  

Sebangau,  yaitu  berkisar  180-­‐692  ind/m3  (Gambar  26,  Lampiran  4).    Berkaitan  

dengan   jumlah   jenis   yang   terbatas   tersebut,   maka   keanekaragaman  

zooplankton   di   S.   Katingan   juga   tergolong   sangat   rendah   dan   tidak   terjadi  

dominansi  spesies   tertentu  (Gambar  27).  Kalaupun  terdapat   indeks  dominansi  

yang   bernilai   1,   hal   ini   karena   hanya   satu   jenis   (genus)   zooplankton   yang  

ditemukan  di  lokasi  tersebut.    

 

 

 

 

Page 38: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  32  

Tabel  6.  Kualitas  air  di  sungai  dan  anak  sungai  Katingan  pada  Januari  2017  

P.7486-12 P.7486-11 P.7486-10 P.7486-8 P.7486-9

Kls II Kls III

I FISIKASuhu Permukaan 27,3 27,3 28,3 29,1 29,1Suhu 1 meter 27,3 27,4 28,3 28,4 28,9DHL Permukaan 19,9 20,2 20,5 75,2 22,2DHL 1 meter 19,9 20,2 20,5 80,1 22,4

3 Kecerahan cm - 23 25 20 54 23 (-) (-)4 Kecepatan Arus m/dt - - - - 3,2 7,0 (-) (-)5 TSS mg/L 8 38 87 58 8 87 50 4006 TDS mg/L 10 10 22 12 40 10 1000 1000

II KIMIApH Permukaan 6,45 6,37 6,35 3,62 6,22pH 1 meter 6,46 6,32 6,3 3,61 6,25DO Permukaan 5,6 5,9 5,7 2,4 4,8DO 1 meter 5,5 5,6 5,6 1,2 4,7

3 BOD5 mg/L 0,79 6,20 6,00 6,40 10,00 7,00 3 64 COD mg/L 4,37/R 46,72 48,87 50,59 60,03 56,17 25 505 Total Fosfat mg/L 0,005 0,127 0,129 0,111 0,049 0,129 0,2 16 Amonia (NH3-N) mg/L 0,005 0,022 0,027 0,020 0,056 0,023 (-) (-)7 Nitrat (NO3-N) mg/L 0,050 0,118 0,144 0,370 0,123 0,132 10 208 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,005 0,010 <0,005 0,006 0,047 0,006 0,06 0,069 Sulfat (SO4) mg/L 10,00/T 12,56 12,85 12,17 6,82 2,52 (-) (-)

10 Khlorida (Cl) mg/L 4,00 9,93 15,60 9,93 9,93 9,93 (-) (-)11 Arsen (As) mg/L 0,0001 0,0186 0,0222 0,0193 0,0184 0,0177 1 112 Kobalt (Co) mg/L 0,005 <0,005 0,007 0,022 0,035 0,042 0,2 0,213 Barium (Ba) mg/L 0,007 2,111 0,997 1,871 1,103 0,109 (-) (-)14 Boron (B) mg/L 0,010 2,726 1,477 2,592 1,428 0,587 1 115 Selenium (Se) mg/L 0,0001 0,0030 0,0028 0,0028 0,0028 0,0025 0,05 0,0516 Kadmium (Cd) mg/L 0,002 0,023 0,024 0,020 0,020 0,022 0,01 0,0117 Khrom Heksavalen (Cr6+) mg/L 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 0,0518 Tembaga (Cu) mg/L 0,005 0,043 0,018 0,059 0,022 0,063 0,02 0,0219 Besi (Fe) mg/L 0,050 0,170 0,179 0,188 0,885 0,286 (-) (-)20 Timah Hitam (Pb) mg/L 0,008 0,041 0,039 0,038 0,036 0,040 0,03 0,0321 Mangan (Mn) mg/L 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,020 (-) (-)22 Air Raksa (Hg) mg/L 0,0001 0,0001 0,0001 <0,0001 0,0001 0,0001 0,002 0,00223 Seng (Zn) mg/L 0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,008 <0,005 0,05 0,0524 Sianida (CN) mg/L 0,001 0,004 0,004 0,004 0,002 0,002 0,02 0,0225 Fluorida (F) mg/L 0,010 0,549 0,143 0,451 0,071 0,456 1,5 1,526 Khlorin (Cl2) bebas mg/L 0,010 0,020 0,030 0,030 0,110 0,040 0,03 0,0327 Sulfida (H2S) mg/L 0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,002 0,00228 Minyak dan Lemak mg/L 1 <1 <1 <1 <1 <1 1 129 Deterjen mg/L 0,025 0,080 0,084 0,085 0,050 0,060 0,2 0,230 Fenol mg/L 0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 0,001 0,001III MIKRO BIOLOGI

1 Total Coliform MPN/100mL 0 16000 3500 160000 350 140 5000 100002 Fecal Coli MPN/100mL 0 16000 3500 160000 280 110 1000 2000

*) Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

2 mg/L - 4 3

1 - - 6 - 9 6 - 9

2 µs/cm 0 (-) (-)

dev. 3

KTG 2Baun Bungo

KTG 3Telaga

(S.Klaru,Muara)

1 oC - dev. 3

No. Parameter Satuan DLKTG 4

Tumbang Bulan (Hilir

S.Bulan)

KTG 5S.Katingan

di Perigi

Baku Mutu AirKTG 1Asem

Kumbang

Page 39: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  33  

Tabel  7.  Kualitas  air  di  sungai  dan  anak  sungai  Katingan  pada  Juni  2017  

P.7666-6 P.7666-7 P.7666-8 P.7666-9 P.7666-10

Kls II Kls III

FISIKASuhu Permukaan 28,2 27,6 27,9 28,1 28,3Suhu 1 meter 27 27,5 27,8 27,9 28,3DHL Permukaan 18,6 18,3 14,7 5,9 17,7DHL 1 meter 15,3 18,1 14,5 67,7 17,6Kecerahan cm 45 38 71 60 77 (-) (-)

Kecepatan Arus m/dt 21,2 6,9 - 1,8 10,4 (-) (-)

TSS mg/L <8 12 <8 <8 10 50 400

TDS mg/L 10 10 <10 30 10 1000 1000KIMIApH Permukaan 4,11 5,01 5,35 3,29 4,57pH 1 meter 4,86 5,11 5,31 3,05 5,07DO Permukaan 3,4 6,5 3,3 4 4,3DO 1 meter 4,2 7,4 2,9 3,3 5,6BOD5 mg/L 9,20 6,00 5,80 10,00 6,20 3 6

COD mg/L 82,36 50,16 53,16 85,79 62,61 25 50Total Fosfat mg/L 0,017 0,035 0,013 0,009 0,023 0,2 1

Amonia (NH3-N) mg/L 0,079 0,053 0,097 0,128 0,155 (-) (-)

Nitrat (NO3-N) mg/L 0,202 0,127 0,097 0,389 0,131 10 20

Nitrit (NO2-N) mg/L 0,020 0,013 0,011 0,044 0,012 0,06 0,06

Sulfat (SO4) mg/L 1,09 6,84 4,61 9,75 1,36 (-) (-)

Khlorida (Cl) mg/L 5,00 5,00 5,00 5,40 6,40 (-) (-)Arsen (As) mg/L 0,0225 0,0254 0,0284 0,0248 0,0252 1 1Kobalt (Co) mg/L <0,005 0,013 0,007 <0,005 0,022 0,2 0,2Barium (Ba) mg/L 0,156 0,186 0,169 0,135 0,156 (-) (-)Boron (B) mg/L 0,190 0,199 0,215 0,239 0,219 1 1Selenium (Se) mg/L 0,0016 0,0016 0,0019 0,0012 0,0018 0,05 0,05Kadmium (Cd) mg/L <0,002 <0,002 <0,002 <0,002 0,002 0,01 0,01

Khrom Heksavalen (Cr6+) mg/L <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 0,05

Tembaga (Cu) mg/L <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 <0,005 0,02 0,02Besi (Fe) mg/L 0,425 0,128 0,616 0,657 0,216 (-) (-)Timah Hitam (Pb) mg/L 0,055 0,084 0,045 0,090 0,046 0,03 0,03Mangan (Mn) mg/L 0,008 <0,005 <0,005 <0,005 0,011 (-) (-)Air Raksa (Hg) mg/L 0,0003 0,0002 0,0002 0,0001 0,0002 0,002 0,002Seng (Zn) mg/L <0,005 <0,005 <0,005 0,074 0,008 0,05 0,05Sianida (CN) mg/L 0,006 0,006 0,006 0,005 0,005 0,02 0,02Fluorida (F) mg/L 0,995 1,192 0,049 0,423 0,500 1,5 1,5

Khlorin (Cl2) bebas mg/L 0,020 0,040 0,020 0,030 0,010 0,03 0,03

Sulfida (H2S) mg/L <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,002 0,002

Minyak dan Lemak mg/L <1 <1 <1 <1 <1 1 1Deterjen mg/L 0,094 0,096 0,082 0,084 0,080 0,2 0,2Fenol mg/L <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 <0,0005 0,001 0,001MIKRO BIOLOGITotal Coliform MPN/100mL 0 9 2 0 2 5000 10000Fecal Coli MPN/100mL 0 9 2 0 2 1000 2000: Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Parameter Satuan KTG 5 S. Katingan

di Perigi

Baku MutuKTG 1 Asem

Kumbang

KTG 2 Baun Bango

KTG 3 Telaga (S.Klaru

muara)

oC dev. 3

µS/cm (-) (-)

dev. 3

mg/L 4 3

- 6 - 9 6 - 9

KTG 4 Tumbang Bulan (Hilir S. Bulan)

Page 40: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  34  

Gambar   24.   Kelimpahan   dan   jumlah   taksa   (genus)   fitoplankton   di   Sungai  

Katingan  

Gambar   25.   Indeks   keragaman   dan   indeks   dominansi   fitoplankton   di   Sungai  Katingan  

27.872  

3.211  

62.075  

11.992  

114.404  9  8  

10  

8  

13  

Asem  Kumbang  

Baun  Bango   Telaga  -­‐  S.  Klaru  

Tumbang  Bulan  

Perigi  0  

2  

4  

6  

8  

10  

12  

14  

0  

20.000  

40.000  

60.000  

80.000  

100.000  

120.000  

140.000  

Kelim

pahan  (sel/m

3 )  

Fitoplankton  di  S.  KaPngan      Kelimpahan  (sel/m3)      Jumlah  Taksa  

1,55  

1,89  

0,83  

1,23  1,38  

0,29  0,18  

0,65  0,40   0,34  

0,00  

0,50  

1,00  

1,50  

2,00  

Asem  Kumbang   Baun  Bango   Telaga  -­‐  S.  Klaru  Tumbang  Bulan   Perigi  Inde

ks  keragam

an-­‐dom

inansi  

Fitoplankton  di  S.  KaPngan  

   Indeks  Keragaman      Indeks  Dominansi  

Page 41: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  35  

   Gambar   26.     Kelimpahan   dan   jumlah   taksa   (genus)   zooplankton   di   Sungai  

Katingan      

 

Gambar   27.   Indeks   keragaman   dan   indeks   dominansi   zooplankton   di   Sungai  Katingan  

Kualitas  sedimen  (S.  Katingan)      

Tekstur  sedimen  Sungai  Katingan  tidak  berbeda  dengan  sedimen  di  S.  Sebangau,  

yakni  dengan  tekstur  sangat  halus  sehingga  debu  sangat  dominan  mencapai  92-­‐

96  %.  Selebihnya  tekstur  sedimen  berupa  liat,  tidak  dijumpai  tekstur  pasir  pada  

contoh   sedimen   (Gambar   28).     Kandungan   bahan   organik   sedimen   juga  

401   401  

180  

692  

180  

0  

1  

2  

3  

4  

5  

0  100  200  300  400  500  600  700  800  

Asem  Kumbang  

Baun  Bango   Telaga  -­‐  S.  Klaru  

Tumbang  Bulan  

Perigi  

Jumlah  taksa  

Kelim

pahan  (in

d/m

3 )  

zooplankton  di  S.  KaPngan  

   Kelimpahan  (Ind/m3)      Jumlah  Taksa  

0,56  0,69  

1,01  

0,69  0,63  

1,00  

0,50  0,39  

0,50  

0,00  

0,20  

0,40  

0,60  

0,80  

1,00  

1,20  

Asem  Kumbang   Baun  Bango   Telaga  -­‐  S.  Klaru   Tumbang  Bulan   Perigi  

Inde

ks  keragam

an-­‐dom

inansi  

zooplankton  di  S.  KaPngan  

   Indeks  Keragaman      Indeks  Dominansi  

Page 42: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  36  

tergolong  rendah,  berkisar  3,09-­‐4,35  %.  Sedimen  tergolong  asam,  sebagaimana  

sedimen  perairan  gambut  pada  umumnya,  yakni  dengan  nilai  pH  berkisar  5,44-­‐

5,91  (Gambar  29).  

Gambar   28.     Tekstur   sedimen   Sungai   Katingan   di   beberapa   lokasi   yang  dominan  debu    

Gambar  29.  Kandungan  organik  dan  pH  sedimen  Sungai  Katingan  di  beberapa  lokasi    

 

0,00  

1,00  

2,00  

3,00  

4,00  

5,00  

6,00  

Asem  Kumbang  

Baun  Bango   Telaga  -­‐  S.  Klaru  

Tumbang  Bulan  

Perigi  

3,09  

4,12   4,35  3,92   4,21  

5,61   5,69   5,88   5,91  5,44  

Kandungan  organik  dan  pH  sedimen  

C-­‐Organik  (%)   pH    

Page 43: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  37  

3.3. Sumberdaya  Ikan  

3.3.1. Keanekaragaman  Jenis  Ikan    

3.3.1.1. DAS  Sebangau  

Ekosistem  perairan  DAS  Sebangau  karakteristiknya  didominasi  oleh  perairan  

rawa  gambut,  baik  anak-­‐anak  sungainya  maupun  sungai  utamanya.    Warna  

perairan  berwarna  coklat  teh  dengan  vegetasi  riparian  (tanaman  yang  

berasosiasi  dengan  sistem  sungai)  yang  khas  (Gambar  30).    Jenis  ikan  yang  ada  

mayoritas  adalah  ikan-­‐ikan  hitaman  (black  fishes).      

 

 Gambar  30.    Sebagian  kondisi  perairan  sungai  kawasan  hutan  gambut  DAS  

Sebangau,  dengan  warna  perairan  coklat  kehitaman  dan  vegetasi  didominasi  oleh  rasau  (Pandanu  helico)  dan  bakung  (Crinum  asiaticum)  (Foto:  MM  Kamal,  2017)  

 Jenis  ikan  yang  nilai  ekonomisnya  tertinggi  adalah  ikan  tapah  (Wallago  

leeri).    Ikan  anggota  marga  Siluridae  ini,  yakni  golongan  ikan-­‐ikan  yang  tidak  

bersisik  dengan  sirip  dubur  bersatu  dengan  sirip  punggung  dengan  bentuk  ekor  

yang  meruncing,  termasuk  ikan  predator  di  sungai,  yang  dicirikan  oleh  gigi  yang  

tajam.    Panjang  tubuhnya  dapat  mencapai  1,5  m  (www.fishbase.org),  dan  

ukuran  yang  besar  antara  5-­‐10  kg  masih  cukup  sering  tertangkap.    Namun  yang  

paling  sering  ditemukan  saat  ini  adalah  ikan  tapah  ukuran  antara  0,5  –  2,0  kg  

(Gambar  31).  Ukuran  terbesar  yang  pernah  ditangkap  dalam  5  tahun  terakhir  

adalah  antara  30-­‐40  kg.    Namun  ikan  tapah  yang  berukuran  besar  seperti  ini  

semakin  jarang  didapat.    

Jenis-­‐jenis  ikan  berikutnya  yang  tergolong  ekonomis  penting  di  DAS  

Sebangau  adalah  ikan  dari  famili  Channidae  (kelompok  gabus).    Tercatat  ada  6  

jenis  dari  famili  ini,  terutama  adalah  toman  (Channa  micropeltes),  gabus  (C.  

striata),  kerandang  (C.  pleurophthalma),  bujuk  (C.  lucius),  mihau  (C.  

Page 44: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  38  

bankanensis),  dan  peyang  (C.  marulioides).    Hal  yang  menarik  adalah  DAS  

Sebangau  masih  memiliki  anggota  dari  genus  Channa  ini  cukup  banyak  

dibandingkan  dengan  ekosistem  sejenis  lainnya  yang  ada  di  Sumatera  (Gambar  

32).    Hal  ini  menandakan  kekayaan  keanekaragaman  jenis  untuk  marga  ini  pada  

perairan  rawa  gambut  sangat  representatif  untuk  Indonesia.  

 

 Gambar  31.    Ikan  tapah  (Walago  leeri)  yang  tertangkap  dari  stasiun  Air  Bangah  

berukuran  1,5  kg.        

 Gambar  32.      Jenis-­‐jenis  ikan  marga  Channidae  (kelompok  gabus)  yang  cukup  

mendominasi  perairan  DAS  Sebangau.    

Kelompok  berikutnya  adalah  ikan-­‐ikan  yang  kelimpahannya  tinggi  dan  

nilai  ekonomisnya  lebih  rendah  adalah  ikan  keli/lele  (Clarias  meladerma),  sepat  

Mihau&(Channa%bankanensis)&

Bujuk&(Channa%lucius)&Toman&(Channa%micropeltes)&

Gabus/Haruan&(Channa%striata)&

Kerandang&(Channa%pleurophthalma)& Peyang&(Channa%marulioides)&

Page 45: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  39  

(Trichopodus  trichopterus  dan  T.  pectoralis),  betok/papuyu  (Anabas  

testudineus),  biawan  (Helostoma  temminckii),    kepar  (Belontia  hasseltii),  dan  

patung  (Prostolepis  fasciatus).    Beberapa  jenis  ikan  lainnya  adalah  seluang  

(Rasbora  spp.),  cupang  rawa  (Betta  spp.),  dan  jenis  udang  air  tawar  

(Macrobrachium  spp.).    Hasil  studi  sebelumnya  dilaporkan  ada  sekitar  35  jenis  

ikan  di  DAS  Sebangau,  namun  jika  dieksplor  lebih  lanjut  keanekaragaman  ikan  

di  kawasan  ini  dapat  mencapai  50  –  60  spesies.  

 3.3.1.2. DAS  Katingan  

Lingkungan  perairan  DAS  Katingan  lebih  bervariasi  dibandingkan  dengan  DAS  

Sebangau.    Anak-­‐anak  sungai  yang  alirannya  berasal  dari  dalam  kawasan  

gambut,  memiliki  karakteristik  lingkungan  dan  jenis-­‐jenis  ikan  yang  sama  

dengan  DAS  Sebangau.    Tetapi  sungai  utamanya  yaitu  Sungai  Katingan  yang  

berada  pada  batas  bagian  barat/luar  wilayah  hutan  gambut  memiliki  atau  

dicirikan  oleh  vegetasi  riparian  yang  didominasi  oleh  tanaman  keras  (Gambar  

33).      

 

 Gambar  33.    Sebagian  kondisi  perairan  DAS  Katingan,  di  mana  sungai  utamanya  

sebagian  merupakan  transisi  perairan  gambut  dan  non-­‐gambut  (foto  kiri),  sedangkan  anak  sungainya  masih  merupakan  perairan  hutan  gambut  (foto  kanan).  

   

  Jenis-­‐jenis  ikannya  selain  ikan  hitaman,  di  DAS  Katingan  juga  ditemukan  

ikan-­‐ikan  putihan  (white  fishes)  yang  umumnya  mendiami  sungai  utama.  

Keanekaragaman  ikan  pada  anak-­‐anak  sungai  di  DAS  Katingan  diduga  lebih  

tinggi  dengan  yang  ada  di  DAS  Katingan.    Hal  ini  berdasarkan  hasil  wawancara  

dengan  melayan  setempat.    Beberapa  jenis  ikan-­‐ikan  putihan  yang  sering  

ditemukan  dan  menjadi  ikan  yang  nilai  ekonomisnya  tinggi  adalah  ikan  belida  

Page 46: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  40  

(Chitala  lopis  dan  Notopterus  notopterus),  ikan  betutu  (Oxyeleotris  marmorata),  

Baung  (Hemibagrus  nemurus),  dan  ikan  patin  sungai  (Pangasius  spp.)  (Gambar  

34).    Jenis  ikan  terakhir  ini  merupakan  spesies  asli  Indonesia,  dan  statusnya  

kalah  populer  oleh  jenis  ikan  patin  Siam/patin  Thailand  atau  dikenal  sebagai  

patin  kolam  (Pangasionodon  hypophthalmus).  

 

 Gambar  34.    Beberapa  jenis  ikan  kelompok  ikan  putihan  (white  fishes)  yang  

bernilai  ekonomis  penting  yang  ditemukan  di  sungai  utama  DAS  Katingan.  

       

3.3.2. Karakteristik  Bioekologis  dan  Tingkah  Laku  Ikan  

Ikan-­‐ikan  yang  mendiami  habitat  sungai  dan  anak  sungai  di  DAS  Sebangau  

merupakan  ikan-­‐ikan  yang  adaptif  terhadap  perairan  dengan  pH  rendah.    Oleh  

sebab  itu  dibandingkan  dengan  perairan  umum  lainnya  keanekaragaman  jenis  

ikan  pada  kondisi  perairan  seperti  ini  umumnya  lebih  rendah.    Rentang  wilayah  

penyebaran  dalam  satu  kawasan  cenderung  terbatas.    Artinya  semua  siklus  

hidupnya  berlangsung  dalam  area  yang  berdekatan;  dengan  kata  lain  tidak  

ditemukan  pola  migrasi  yang  jauh.    Hal  ini  berbeda  dengan  ikan  putihan  yang  

ditemukan  di  DAS  Katingan,  di  mana  mereka  menyebar  lebih  luas.  

  Beberapa  jenis  ikan  hitaman  yang  ditemukan  pada  kedua  kawasan  DAS  

ini  memiliki  alat  pernafasan  tambahan  (air  breathing  fishes).    Ikan-­‐ikan  ini  

mampu  hidup  pada  kondisi  konsentrasi  oksigen  perairan  sangat  rendah  

dikarenakan  mereka  mampu  menghirup  oksigen  dari  udara  langsung.    Contoh  

Bakut&(Oxyeleotris+marmorata)&Baung&(Hemibagrus+nemurus)&

Pa,n&(Pangasius+sutchi)&Belida&(Chitala+lopis)&

Page 47: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  41  

yang  paling  menonjol  adalah  ikan-­‐ikan  dari  famili  Channidae  yang  memiliki  alat  

pernafasan  tambahan  yang  disebut  diverticula.    Adapun  ikan  keli/lele  memiliki  

arborescent  organ  yang  berfunsi  sama.    Jenis  ikan  lainnya  yang  juga  memiliki  

alat  pernafasan  tambahan  adalah  ikan  sepat,  biawan,  kaluy,  dan  cupang.    Jenis-­‐

jenis  ikan  anggota  dari  ordo  Labyrinthici  ini  memiliki  alat  pernafasan  tambahan  

yang  disebut  labyrinth.    Alat  pernafasan  tambahan  ini  berhubungan  langsung  

dengan  insang  dan  penggunaannya  bersifat  opsional,  yakni  digunakan  bilamana  

diperlukan  (Gambar  35).    

 Gambar  35.    Alat  pernafasan  beberapa  jenis  ikan  yang  habitatnya  di  perairan  

gambut  atau  rawa  yang  memiliki  alat  pernafsan  tambahan  (air  breathing  fishes).  

 

  Memiliki  alat  pernafasan  tambahan  bagi  jenis-­‐jenis  ikan  hitaman  

merupakan  cara  untuk  mempertahankan  keberadaannya  dalam  menghadapi  

kekurangan  oksigen  di  air  dan  bertahan  terhadap  kekeringan.    Pada  saat  air  

surut  hingga  titik  ekstrim,  ikan-­‐ikan  ini  selama  badan  dan  insangnya  basah  atau  

lembab,  mereka  akan  bertahan  hidup  karena  masih  bisa  bernafas  dengan  

oksigen  dari  udara.    Selain  itu  mereka  juga  akan  mampu  berpindah  dari  satu  

area  yang  sudah  kering  ke  area  lainnya  yang  masih  ada  airnya,  dengan  cara  

“berjalan”  dengan  menggunakan  sirip  dadanya.    Hal  ini  sering  ditemukan  pada  

ikan  papuyu  (Anabas  testudineus)  dan  ikan  gabus  (Channa  spp.).    Hal  ini  

Page 48: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  42  

menggambarkan  bahwa  kemampuan  mempertahankan  eksistensinya  

(struggling)  ikan-­‐ikan  yang  hidup  di  kawasan  gambut  sangat  tinggi.  

  Untuk  jenis  ikan  putihan  yang  ditemukan  di  DAS  Katingan,  kemampuan  

seperti  di  atas  tidak  ditemukan.    Namun  ikan-­‐ikan  tersebut  hidup  pada  rentang  

area  habitat  yang  lebih  luas  dibandingkan  dengan  ikan  hitaman,  sehingga  

mempertahankan  hidup  selain  beradaptasi  terhadap  pH  rendah  juga  dengan  

memiliki  daerah  penyebaran  dan  pergerakan  (ruaya)  yang  lebih  luas.  

       

3.3.3. Pola  Pergerakan  dan  keberadaan  tabat    

Ikan  berpindah  tempat  dengan  menggunakan  sirip-­‐siripnya  untuk  memenuhi  

salah  satu  siklus  hidupnya.    Pergerakan  ini  bisa  dilakukan  oleh  ikan-­‐ikan  yang  

sudah  matang  kelamin  ke  daerah  pemijahannya  (spawning  ground),  atau  anak-­‐

anak  ikan  menuju  ke  daerah  asuhannya  (nursery  ground),  atau  menuju  perairan  

yang  menyediakan  makanan  dan  perlindungan  yang  sangat  penting  untuk  

mempertahankan  eksistensi,  pertumbuhan,  dan  perkembangannya.      

  Skenario  pergerakan  ikan,  khususnya  ikan-­‐ikan  hitaman  terkait  dengan  

keberadaan  tabat  dapat  diilustrasikan  pada  Gambar  36  di  bawah  ini.      

     

Gambar  36.    Ilustrasi  penempatan  tabat  dalam  kanal  (warna  merah),  kondisi  permukaan  air  pada  saat  musim  basah  hingga  kering  (garis  putus-­‐putus)  

 - Saat  air  penuh,  ikan  dengan  mudah  berpindah  dari  satu  tabat  ke  tabat  

yang  lain  (saat  musim  hujan/banjir);    

- Saat  air  mulai  surut  (S1),  ikan  masih  memungkinkan  untuk  berpindah;  

pada  kondisi  tertentu  ikan-­‐ikan  hitaman  bisa  berpindah  dengan  cara  

loncat  atau  merayap;  

P"P"

S1"

S2"S3"

Page 49: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  43  

- Pada  saat  air  surut  minimal  (S2),  ikan-­‐ikan  hitaman  akan  tumbuh  dan  

berkembang  dalam  tabat.  

- Saat  musim  kering  ekstrim  (S3),  ikan-­‐ikan  hitaman  masih  dapat  bertahan  

hidup  selama  dasar  perairan  lembab,  atau  akan  berpindah  tempat  

mencari  area  yang  masih  ada  airnya.  

Oleh  karena  itu  dapat  disimpulkan  bahwa  keberadaan  tabat  tidak  secara  

signifikan  menghalangi  pola  pergerakan  ikan-­‐ikan  hitaman.    Selain  respon  

pergerakan  terhadap  perbedaan  tinggi  muka  air,  alasannya  lainnya  adalah  

sebagai  berikut:  

1) Daya  adaptasi  ikan  ini  terhadap  perubahan  fluktuasi  muka  air  sangat  

tinggi,  bahkan  pada  kondisi  kekeringan  yang  ekstrim  dan  oksigen  yang  

rendah,  ikan  ini  masih  mampu  bertahan  hidup;  

2) Kemampuan  untuk  berpindah  dari  satu  kolom  air  ke  kolom  air  yang  lain  

sehingga  adanya  “penghalang”  seperti  tabat  tidak  akan  mempengaruhi  

perpindahannya;  

3) Pada  saat  musim  hujan,  dimana  umumnya  ikan-­‐ikan  air  tawar  

melakukan  pemijahan,  permukaan  air  dalam  kawasan  gambut  akan  naik.    

Seringkali  seluruh  kawasan  tergenang,  sehingga  ikan-­‐ikan  akan  dengan  

mudah  bergerak  berpindah  tempat  sehingga  reproduksi  tidak  akan  

terganggu;    

   

3.4. Kondisi  Sosial  Ekonomi  

3.4.1. DAS  Sebangau  

Peran  Sungai  Sebangau  dalam  sistem  sosial  ekonomi  masyarakat  

Secara   umum,   peran   sungai   sangat   penting   bagia   masyarakat   khususnya  

disekitar   wilayah   Sungai   Sebangau.   Peran   ini   baik   dalam   perspektif   sosial  

maupun   ekonomis.   Peran   sungai   bagi   masyarakat   di   DAS   Sebangau   yang  

menjadi  wilayah  studi,  diantaranya  adalah  sebagai  berikut.    

1. Sungai  menjadi  identitas  dan  modal  sosial  masyarakat      

Page 50: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  44  

Peran   sosial   dan   ekonomi   Sungai   Sebangau   dapat   dibedakan   menjadi   sungai  

utama  (batang  danum)  dan  anak  sungai.  Pada  sisi  kiri  dan  kanan  batang  danum  

terdapat  beberapa  pemukiman  penduduk.  Pemukiman  ini  biasanya  merupakan  

tempat   tinggal   sementara   bagi   penduduk   yang  melakukan  pencaharian  utama  

sebagai  nelayan  sungai.    

Secara   sosial,   pemukiman   ini   menjadi   penanda   dan   identitas.   Pemukiman  

biasanya   berada   pada   persimpangan   antara   sungai   utama   (batang   danum)  

dengan   sungai   kecil.   Pada   satu   sistem   Sungai   Sebangau,   terdapat   12   titik  

pemukiman,  3  wilayah  termasuk  dalam    wilayah  Kota  Palangka  Raya  dan  9  titik  

termasuk  wilayah  Kabupaten  Tulang  Pisau.    

Pola  pemberian  nama  didasarkan  pada  karakteristik  lokasi    yang  dominan  dan  

mudah   dikenal,   sehingga   menjadi   identitas   wilayah.   Adanya   pemukiman  

sekaligus   juga   telah  menjadi   penanda   bahwa  wilayah   tersebut   sudah  menjadi  

bagian  dari  hak  pengelolaan  bagi  masyarakat   tertentu.    Sistem  sungai  menjadi  

modal  sosial,  dimana  dalam  penand  sungai  tersebut  juga  mengandung  identitas  

menjadi   sistem   pemukiman   tersendiri   dan   menjadikan   bahwa   masyarakat  

nelayan  di  Sungai  Sebangau  menjadi  satu  identitas  sosial  tersendiri.    

2. Menggambarkan  keterikatan  kultural  dalam  sistem  adat  dan  kekerabatan.    

Sebanyak   12   pemukiman   sepanjang   Sungai   Sebangau,   merefleksikan    

pengelolaan   sumberdaya   perairan   baik   untuk   sungai   utama   (batang   danum)  

maupun   anak   sungai   (sungei)   dalam   sistem   Sungai   Sebangau.   Setiap   satu   unit  

pengelolaan   anak   sungai,   mempunyai   sistem   sosial   dan   kekerabatan   sendiri.  

Setiap   unit   pengelola   yang   berbasis   keluarga   dan   bersifat   turun-­‐temurun,  

mempunyai  batas-­‐batas  wilayah  yang  telah  disepakati.    Sebagai  penanda  adanya  

sitem   pengelolaan   sungai   dengan   otoritasnya,   maka   pada   setiap   pintu  masuk  

sungai  kecil  dari  batang  danum  terdapat  pemukiman  yang  menunjukan  jumlah  

keluarga   yang   diijinkan   untuk  memanfaatkan   sumberdaya   dalam   anak   sungai  

tersebut.   Secara   sosial,   pola   ini   juga   menunjukan   adanya   sistem   adat   lokal  

berupa   kelembagaan   lokal  Demang   yang  bersifat   non-­‐formal   dan  bersifat  pre-­‐

emptive  system.      

Page 51: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  45  

Secara  kultural,  sungai  mempunyai  peran  yang  penting  sehingga  zona  perairan  

yang  terdapat  dalam  sistem  DAS  Sebangau.  Sehingga  masyarakar  setempat  telah  

mempunyai   terminologi   yang   khas   terkait   dengan   setiap   wilayah   dalam  

perairan   DAS   Sebangau,   yang   secara   umum   terbagi   dalam   sistem   sungai   dan  

daerah  rendah  (rawa).  Penamaan  ini  diduga  kuat  terkait  dengan  luas  area  dan  

produktivitas,  sehingga  sebenarnya  bukan  hanya  menggambarkan  nilai  kultural  

tetapi   juga   merepresentasikan   nilai   ekonomis.   Nilai   kultural   ini   juga   menjadi  

asset  ekonomi  bagi  masyarakat  setempat.    

3. Menjadi   penyangga   ekonomi   masyarakat   untuk   tidak   masuk  mengeksploitasi  hutan  dalam  TN  Sebangau.    

Peran   ekonomi   sungai   bagi   masyarakat   di   sekitar   Sungai   Sebangau   cukup  

penting.   Walaupun   belum   terdapat   nilai   pasti,   hasil   wawancara   dan   diskusi  

menunjukan  peran   ini   secara   signifikan.  Hal   ini  menjadi   salah   satu  penyangga  

bagi   ekonomi   masyarakat,   baik   masyarakat   lokal   maupun   pendatang   yang  

melakukan   penangkapan   sehingga   tidak  melakukan   perambahan   hutan   di   TN  

Sebangau.   Tingkat   ketertarikan   pada   wilayah   Sungai   Sebangau   tinggi   karena  

dari  sisi  ekonomis  ikan  hasil  tangkapan  S  Sebangau  mempunyai  nilai  ekonomis  

tinggi  dan  mempunyai  nilai  kultural  yang  kuat.   Sejalan  dengan  perkembangan  

ekonomi  masyarakat,  sumber  nilai  ekonomi  ini  tidak  hanya  bertumpu  pada  pola  

eksploitasi   sumberdaya   yang   konvensional   seperti   penangkapan   ikan,   tetapi  

juga  pada  jasa-­‐jasa  lingkungan.    

4.    Menyerap  tenaga  kerja  dan  sumber  ekonomi  utama  keluarga    

Penyerapan  tenaga  kerja  baik  melalui  kegiatan  langsung  primer  (on-­‐farm)  yaitu  

penangkapan,   maupun   kegiatan   sekunder   (off-­‐farm)   sebagai   turunan   dari  

kegiatan   primer   yaitu   pengolahan,   distribusi   dan   pemasaran.   Kegiatan  

pengolahan  ikan,  dilakukan  oleh  nelayan  secara  langsung  oleh  nelayan  di  lokasi  

penangkapan  (di  wilayah  hunian/pemukiman  yang  berdekatan  dengan  wilayah  

penangkapan).   Kegiatan   distribusi   dan   pemasaran   melibatkan   masyarakat  

diluar   sector   on-­‐farm.   Distribusi   hasil   penangkapan   ikan   di   sungai   bervariasi  

mulai  dari  wilayah  pemukiman  sekitar  sampai  dengan  distribusi  antar  kota  dan  

antar   propinsi.   Distribusi   hasil   tangkapan   nelayan   di   Sungai   Sebangau  

Page 52: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  46  

memasarkan   di   wilayah   sekitar   Kota   Palangka   Raya   dan   Kabupaten   Pulang  

Pisau.   Tetapi   distribusi   hasil   tangkapan   nelayan   di   Sungai   Katingan   bahkan  

sampai   wilayah   Kalimantan   Selatan   seperti   Banjarbaru   dan   Banjarmasing.  

Semua   proses   bisnis   baik   dalam   kegiatan   primer   (hulu)  maupun   pengolahan,  

distribusi  dan  pemasaran  (hilir)  melibatkan  tenaga  kerja  baik  langsung  maupun  

tidak  langsung.    

5. Memberikan  kontribusi  pada  Ketahanan  dan  Kemandirian  Pangan  sebagai  sumber  protein  yang  murah  dan  mudah  diakses.  

Ikan   termasuk   ikan   sungai,   menjadi   salah   satu   sumber   potein   hewani   yang  

mudah  dan  murah  adalah  ikan.  Bagi  masyarakat  di  sekitar  Sebangau,  konsumsi  

sumber   protein   yang   utama   adalah   ikan   sungai.   Hal   ini   bukan   hanya   terkait  

preferensi   konsumsi,   tetapi   juga   faktor   ekonomis   dan   ketersediaan.   Sebagian  

besar   responden  menyatakan   bahwa   konsumsi   ikan   pada   keluarga   dilakukan  

setiap  hari,  dengan  tingkat  konsumsi  1-­‐2  kilogram  tergantung  dengan  besaran  

keluarga.  Sumber  protein  hewani     lainnya  seperti  ayam  dan  daging,  disamping  

lebih   mahal   juga   ketersediaannya   yang   terbatas.   Hal   ini   karena   faktor  

transportasi,   terutama   pada  wilayah-­‐wilayah   dengan   akses   transportasi   darat  

yang  belum  memungkinkan.    

6. Berpotensi   menggerakan   aktivitas   ekonomi   yang   diturunkan   dari   jasa  lingkungan  Sungai  Sebangau  ekowisata  berbasis  sungai.      

Disamping  pola  pemanfaatan  sumberdaya  yang  bersifat  ekstraktif,  pemanfaatan  

sumberdaya   juga   bisa   dilakukan   yang   bersifat   berkelanjutan   dalam   bentuk  

pemanfaatan   jasa   lingkungan.   Pemanfaatan   jasa   lingkungan   ini   dapat  

dikembangkan   pola   ekowisata.   Beragam   pola   ekowisata   dapat   dikembangkan  

baik   dengan   pola   hardcore   ecotourism,   mainstream   ecotourism,   casual  

ecotourism   dan   recreation     tourism.   Pola   pemanfaatan   ini   didasarkan   pada  

kekhasan  ekosistem  yang  bisa  bersifat  sinergis  bagi  pengelolaan  lahan  gambut  

di  TN  Sebangau.      

Pola  pengelolaan  anak  sungai    

Rejim  pengelolaan  sumberdaya  di  wilayah  DAS  Sebangau  secara  prinsip  dapat  

dibedakan  menjadi  dua   jenis   rejim  pengolahan  yaitu   :   (a)  akses   terbuka  (open  

Page 53: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  47  

accecss)   dan   (b)   akses   terbuka   semu   (quasi   open   access).   pada   wilayah   yang  

anak  sungai  (sungei)  di  DAS  Sungai  Sebangau,  sebagian  didasarkan  pada  sistem  

yang   didasarkan   pada   kelembagaan   lokal   dimana   dimana   pengelola  

mendapatkan  mandate  secara  turun  temurun  yang  dikuatkan  oleh  kelembagaan  

adat   Sistem   Demang.   Berdasarkan   informasi   dalam   studi   ini,     pada   awalnya  

otoritas   pengelolaan   bersifat   pencapaian   (achievement)   dan   penugasan   dari  

yang  berwenang  (assignment),   tetapi  pola   ini  kemudian  berubah  menjadi  garis  

keturunan  (ascribed).    

Pada   faktanya,   pola   sistem   warisan   (legasi)   berbeda-­‐beda   walaupun   dalam  

sistem   sungai   dalam   DAS   Sebangau.   Pengelolaan   anak   sungai   Rasau,  

pengelolaan  anya  dilakukan  oleh  keluarga   inti  yaitu  Bapak/Ibu  dan  anak  yang  

ditunjuk   da   mendapatkan   hak   pengelolaan.   tetapi   pengelolaan   anak   Sungai  

Kereng   dan   anak   Sungai   Bangah   dilakukan   oleh   keluarga   besar   yang  

mendapatkan  didasarkan  pada  salah  satu  keluarga  dalam  keluarga  besar  yang  

ditunjuk  (kemenakan)   tetapi  atas   ijin  dari  kepala  keluarga  yang  diberikan  hak  

pengelolaan  melalui  packlaring.  Bahkan  pada  pengelolaan  anak  sungai  Bangah,  

pengelolaan   (termasuk   pemanfaatannya)   dilakukan   oleh   keluarga   besar   yang  

masih   dalam   satu   kekerabatan   dengan   garis   keturunan   dan   anggota  

keluaarganya.  Sehingga  julah  pemanfaat  anak  Sungai  Bangah  jauh  lebih  banyak  

dibandingkan  dengan  pengelola  anak  sungai  Rasau  dan  Kereng.    Secara  umum  

pengelolaan   ini     dilakukan   baik   pada   kontek   sumberdaya   maupun   jasa  

lingkungannya.    

Isu  Pengelolaan      

Isu   pengelolaan   wilayah   perairan   dalam   DAS   Sebangau   dalam   studi   dalam  

perspektif  sosial  ekonomi  adalah  sebagai  berikut.    

1. Kualitas  otoritas  pengelolaan  sungai  dan  anak  sungai  oleh  masyarakat.      

2. Integrasi  dan  pengakuan  sistem  pengelolaan  sungai  dan  anak  sungai  secara  

adat   tersebut   dengan   sistem   hukum   formal,   terkait   dengan   kewenangan  

kelembagaan  TN  Nasional  dan  kelembgaan  lokal.    

Page 54: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  48  

3. Isu   penggunaan   metode   dan   alat   penangkapan   ikan   yang   tidak   ramah  

lingkungan.    

4. Rancang   bangun  dan   penempatan   tabat   yang   secara   sosial   dapat   diterima,  

bagi    bagi  pengelolaan  sistem  adat  pada  anak  sungai  dan  kanal.    

3.4.2.    DAS  Katingan  

Peran  Sungai  Katingan    dalam  sistem  sosial  ekonomi  masyarakat.    

Seperti  halnya  pada  DAS  Sebangau,  peran  sungai  bagi  masyarakat  DAS  Katingan  

juga  penting,  baik  baik  dalam  perspektif  sosial  maupun  ekonomis.  Peran  sungai  

bagi   masyarakat   di   DAS   Sebangau   yang   menjadi   wilayah   studi,   diantaranya  

adalah  sebagai  berikut.    

1. Sungai  menjadi  identitas  dan  modal  sosial  masyarakat      

Tidak  seperti  dalam  DAS  Sebangau,  pada  wilayah  DAS  Katingan  dalam  studi  ini  

pemukiman  penduduk  yang  berada  pada     sisi   kiri   dan  kanan   Sungai  Katingan  

pada  umumnya  merupakan  pemukiman  permanen,  baik  oleh  masyarakat   lokal  

maupun  pendatang.    Sedangkan  pemukiman  pada  anak  sungai  pada  umumnya  

adalah  pemukiman  sementara  yang  bagi  penduduk  pendatang  yang  melakukan  

penangkapan  dalam  wilayah  sungai.    

Secara   sosial,   Sungai  Katingan  menjadi     penanda  dan   identitas  bagi  penduduk  

lokal   asli  maupun  pendatang.  Bagi  masyarakat   lokal   yang   asli,   sungai  menjadi  

identitas   sebagai   penduduk   yang   bergantung   pada   sungai.   Sedangkan   secara  

historis,   penduduk   pendatang   yang   bermukim   pada   umumnya   terkait   dengan  

usaha  eksploitasi  kayu  pada  masa-­‐masa  sebelumnya.  Pendatang  ini  berasal  dari  

daerah  lain  di  Pulau  Kalimantan,  maupun  dari  wilayah  diluar  Pulau  Kalimantan.  

Identitas   pendatang   tersebut   sekarang   ini   telah   melekat   sebagai   masyarakat  

sungai   Katingan.     Identitas   ini   juga   tercermin   pada   sebagian   pendatang   yang  

sekarang  menetap   di  wilayah   Sungai   Katingan  menjadi   nelayan,   dimana   pada  

wilayah  asal  mereka  bukan  menjadi  nelayan.    

2. Menggambarkan  keterikatan  kultural    

Page 55: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  49  

Walaupun   tidak   sekuat   pada   DAS   Sebangau,   tetapi   identitas   kultural   juga  

tergambarkan   pada   wilayah   DAS   Katingan,   walaupun   tidak   sekuat   pada   DAS  

Sebangau.   Walaupun   sekarang   ini   tidak   terdapat   pengelolaan   wilayah   DAS  

Katingan   dengan   berbasis   hak   masyarakat   lokal   secara   spesifik,   tetapi   kultur  

masyarakat  sungai  sangat  terlihat  pada  penduduk  yang  bermukin  di  sisi  Sungai  

Katingan.   Di   wilayah   studi   pada   DAS   Katingan,   pengelolaan   anak   sungai   di  

wilayah   Sungai   Katingan   pada   awalnya   adalah   pengelolaan   kanal   dan   anak  

sungai  untuk  pengelolaan  untuk  transportasi  dan  distribusi  hasil  hutan  berupa  

kayu  (log).  Sehingga  bersifat  formal,  dan  menjadi  asset  desa;  bukan  lagi  tradisi  

yang  turun  temurun.  Oleh  karenanya  sistem  keterikatan  kultural  menjadi  lebih  

rendah,  dan  keterikatan  bersifat  transaksional.    

3. Menjadi   penyangga   ekonomi   masyarakat,   untuk   tidak   masuk  mengeksploitasi  hutan  

Sama   halnya   dengan   peran   sungai   bagi   masayarakat   Sungai   Sebangau,   peran  

ekonomi   sungai   bagi   masyarakat   di   sekitar   Sungai   Katingan   cukup   penting.  

Walaupun  belum  terdapat  nilai  pasti,  hasil  wawancara  dan  diskusi  menunjukan  

peran   ini   secara   signifikan   dan   menjadi   salah   satu   penyangga   bagi   ekonomi  

masyarakat,   sehingga   tidak   melakukan   perambahan   hutan   di   TN   Sebangau.  

Sejalan  dengan  perkembangan  ekonomi  masyarakat,   sumber  nilai   ekonomi   ini  

tidak   hanya   bertumpu   pada   pola   eksploitasi   sumberdaya   yang   konvensional  

seperti  penangkapan  ikan,  tetapi  juga  pada  jasa-­‐jasa  lingkungan.    

Tabel  8  di  bawah  ini  memberikan  gambaran  nilai  konsumsi  (dalam  Rupiah  per  

tahun)   untuk   3   wilayah   desa   di   sekitar   DAS   Katingan.     Nilainya   hamper  

mancapai   2   milyar   rupiah   per   tahun.     Nilai   ini   akan   bertambah   besar   lagi  

bilamana   makin   banyak   tersedia   data   di   desa-­‐desa   lainnya.     Untuk   DAS  

Sebangau  tidak  dapat  dilakukan  perhitungan  seperti  ini  karena  tidak  ada  data.  

Perhitungan  pada  Tabel  8,  menggunakan  asumsi  konsumsi/KK,  asumsi  

prosentase  jumlah  KK  yang  mengkonsumsi,  serta  asumsi  jumlah  hari  konsumsi  

ikan.    Tingkat  konsumsi  ikan  per  kapita  dihitung  dengan  asumsi  jumlah  KK  dan  

Penduduk  berdasarkan  data  tahun  2016  (BPS  Katingan,  2017).    

 

Page 56: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  50  

Tabel  8.    Nilai  konsumsi  ikan  pada  3  desa  di  DAS  Katingan  

 

4. Memberikan  kontribusi   pada  ketahanan  dan  kemandirian   sumber  pangan    hewani  yang  murah  dan  mudah  diakses.  

Pada  wilayah  sungai  Katingan  di  sekitar  TN.  Sebangau,  ikan  menjadi  salah  satu  

sumber   potein   hewani   yang   utama   karena  mudah   dan  murah.     Hal   ini   bukan  

hanya   terkait   preferensi   konsumsi,   tetapi   juga   faktor   ekonomis   dan  

ketersediaan.  Kondisi  ini  semakin  terasa  pada  wilayah  studi  di  DAS  Katingan  di  

sekitar   TN   Sebangau   yang   mempunyai   keterbatasan   aksesibilitas   darat   yang  

semakin   nyata.   Sebagian   besar   responden  menyatakan   bahwa   konsumsi   ikan  

pada   keluarga   dilakukan   setiap   hari,   dengan   tingkat   konsumsi   1-­‐2   kilogram  

tergantung   dengan   besaran   keluarga.   Sumber   protein   hewani     lainnya   seperti  

ayam   dan   daging,   disamping   lebih  mahal   juga   ketersediaannya   yang   terbatas.  

Hal  ini  karena  faktor  transportasi,  terutama  pada  wilayah-­‐wilayah  dengan  akses  

transportasi  darat  yang  belum  memungkinkan.    

5. Menyerap  tenaga  kerja  dan  sumber  ekonomi  utama  keluarga    

Kegiatan  pemanfaatan  sumberdaya  yang  terkait  dengan  DAS  Katingan  menjadi  

penting  terkait  dengan  penyerapan  tenaga  kerja  baik  melalui  kegiatan  langsung  

primer   (on-­‐farm)   yaitu   penangkapan,   maupun   kegiatan   sekunder   (off-­‐farm)  

sebagai   turunan   dari   kegiatan   primer   yaitu   pengolahan,   distribusi   dan  

pemasaran.  Kegiatan  pengolahan  ikan,  dilakukan  oleh  nelayan  secara  langsung  

oleh   nelayan   di   lokasi   penangkapan,   baik     oleh   nelayan   lokal   maupun  

pendatang.    

Distribusi  hasil  tangkapan  nelayan  di  DAS  Katingan,  dari   lokasi  sampai  dengan  

luar   wilayah   DAS   Katingan.   Sudah   terdapat   aktivitas   distribusi   yang   sudah  

cukup  terorganisir  dengan  cukup  baik  oleh  Koperasi  Lauk  Sumber  Pambeluem  

(LSPS)  di  Tumbang  Runen.  Distribusi  hasil  perikanan  dari  wilayah  DAS  Katingan  

Page 57: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  51  

dari  koperasi  ini  dapat  dilihat  dalam  gambar  berikut.  Semua  proses  bisnis  baik  

dalam   kegiatan   primer   (hulu)  maupun   pengolahan,   distribusi   dan   pemasaran  

(hilir)  melibatkan  tenaga  kerja  baik  langsung  maupun  tidak  langsung.    

Gambar   37.   Distribusi   Ikan   dari  DAS  Katingan   oleh  Koperasi   Perikanan   Lauk  Sumber  Pambeuleum.      

 

6. Media  transportasi  yang  penting.    

Sungai  menjadi  prasarana  penting  bagi  transportasi  masyarakat,  baik  di  wilayah  

Sebangau   maupun   Katingan.   Pada   wilayah   DAS   Katingan   yang   berbatasan  

dengan  wilayah   TN   Sebangau,   sungai  menjadi   prasarana   transportasi   penting  

baik  untuk  aktivitas   sosial  maupun  komersial.  Hal   ini  disebabkan  oleh  kondisi  

geografis   dan   topografi   wilayah   yang   bersifat   gambut   dan   rawa   banjiran  

sehingga   tidak   memungkinkan   dikembangkan   prasarana   jalan   darat,   maupun  

oleh   terbatasnya   prasarana   jalan   darat   yang   telah   dikembangkan.   Sehingga  

sungai  menjadi   salah   satu  media   transportasi   penting,   bahkan   pada   beberapa  

Page 58: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  52  

wilayah  menjadi  satu-­‐satunya  prasarana  transportasi  baik  penumpang  maupun  

barang.    

7. Berpotensi  menggerakan   aktivitas   ekonomi   yang  diturunkan  dari   kekayaan  sumberdaya  :  ekowisata  berbasis  sungai.      

Disamping  pola  pemanfaatan  sumberdaya  yang  bersifat  ekstraktif,  pemanfaatan  

sumberdaya   DAS   Katingan   juga   bisa   dilakukan   yang   bersifat   berkelanjutan  

dalam   bentuk   pemanfaatan   jasa   lingkungan.   Pemanfaatan   jasa   lingkungan   ini  

dapat   dikembangkan   pola   ekowisata.   Beragam   pola   ekowisata   dapat  

dikembangkan  baik  dengan  pola  hardcore  ecotourism,  mainstream  ecotourism,  

casual   ecotourism   dan   recreation     tourism.   Pola   pemanfaatan   ini   didasarkan  

pada   kekhasan   ekosistem   yang   bisa   bersifat   sinergis   bagi   pengelolaan   lahan  

gambut   di   TN   Sebangau.     Kegiatan  wisata   ini   telah  mulai   dilakukan   terutama  

pada  desa  Tumbang  Bulan.    

Pola  pengelolaan  anak  sungai    

Berbeda  dengan  pola  pengelolaan   sumberdaya  di  DAS  Sebangau,  pola  otoritas  

pengelolaan     wilayah   Sungai   Katingan   berdasarkan   achievement,   baik   untuk  

pada   wilayah   sungai   maupun   anak   sungai,   bukan   sebagai   otoritas   yang  

diwariskan.  Berbeda  dengan    pola  pekelembagaan  wilayah  perairan  pada  DAS  

Sebangau,   kelembagaan   pengelolaan   anak   sungai   DAS   Katingan   sekarang   ini  

lebih   umum,   tidak   ada   pola   pengelolaan   untuk   area   khusus   dalam   wilayah  

perairan  sungai.      

Ketika  aktivitas  pemanfaatan  hutan  (kayu)  tinggi,  pola  pengelolaan  anak  sungai  

dan  anak  awalnya  dititik  beratkan  pada  jasa  lingkungan,  yaitu  manfaat  adanya  

sumberdaya  air  untuk  transportasi  dan  distrbusi  kayu  (log).  Setiap  anak  sungai  

dank   anal   yang   dibangun,  menjadi   otoritas   pengelolaan     dengan   kelembagaan  

yang   spesifik,   yang   ditunjuk   oleh   desa   karena   wilayah   tersebut   secara  

administrative  menjadi   asset   desa.     Setiap   pihak   yang  memanfaatkan  wilayah  

kanal   tersebut   harus   membayar   biaya   penggunaan   kanal.   Sehingga   pengelola  

kanal  ditugaskan  (assigned  by)  pimpinan  desa  setempat.  Setelah  kegiatan  loging  

tidak   lagi  berjalan,  pola   ini   tidak  berjalan  sehingga  pengelola  sungai   tidak  ada.  

Page 59: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  53  

Kanal   dan   sebagian   anak   sungai  menjadi   tertimbun,   dan  menjadi   habitat   ikan  

sungai  baik  sebagai  daerah  pemijahan,  pengasuhan  maupun  ruaya  ikan.    

Secara   umum,   perubahan   ekosistem   hutan   menjadi   menjadi   ekosistem   rawa  

banjiran  Tetapi  karena  perubahan  ekosistem  yang  mendorong  perubahan  mata  

pencaharian   penduduk,   maka   pemanfaatan   anak   sungai   utamanya   untuk  

kegiatan   penangkapan   ikan.   Pola   pemanfaatan   harus   seijin   kepala   desa,   baik  

jenis   alat   tangkap   dan   pola   operasinya   maupun   “ijin”   dalam   bentuk  

pemberitahuannya.  Pihak  yang  memanfaatkan   juga  menjadi   siapa  saja  asalkan  

mendapatkan  otorisasi  dari  kepala  desa.    

   

Page 60: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  54  

IV. ANALISIS  PENGEMBANGAN  PENGELOLAAN  TABAT    

4.1.    Analisis  Dampak  Penabatan  terhadap  Sumberdaya  Ikan    

Secara  umum  analisis  dampak  penabatan  terhadap  sumberdaya  ikan  dilakukan  

baik  didasarkan  dari  pengamatan  secara  kuantitatif  maupun  kualitatif.  Dampak  

positip   penabatan   adalah   tersedianya   habitat   ikan   yang   memadai   (terutama  

pada   musim   kering),   mendorong   kelestarian   sumberdaya   ikan-­‐ikan   asli,  

meningkatkan  ketahanan  dan  kemandirian  sumber  pangan  protein  hewani  bagi  

masyarakat,  dan  mengurangi  potensi  perambahan  kawasan  TN  Sebangau    dan  

penebangan  kayu  liar  (illegal  logging).    

Dampak  positip  ini  belum  dapat  divaluasi  dengan  baik  karena  ketersediaan  data  

yang  memadai.  Untuk  mendukung  preposisi  ini,  diperlukan  upaya-­‐upaya  terkait  

dengan  pendataan  jumlah  penduduk  yang  mengkonsumsi  ikan  dari  ikan  sungai,  

tingkat   konsumsi   ikan   sungai   serta   produksi   dan   produktivitas   (ikan)   setiap  

perairan.    

Disamping   dampak   positip,   penabatan   juga   berpotensi   memberikan   dampak  

negatif   masyarakat   sekitar   karena   adanya   klaim   mengurangi   akses  

penangkapan.   Pembangunan   tabat   menghambat   mobilitas   nelayan   dari   satu  

lokasi  ke   lokasi   lainnya  dalam  satu  anak  sungai  atau  kanal  yang  ditabat.  Klaim  

lain  adalah  pada  wilayah  pengelolaan  dengan  sistem  customary  property  right,  

penabatan   berdampak   pada   aksesibilitas   danau   atau   wilayah   perairan   yang  

terhubung   dengan   anak   sungai   yang   dikelola.   Sehingga   menurunkan   hasil  

tangkapan.      

4.2.  Analisis  Mitigasi  Dampak  Negatif  Penabatan    

4.2.1. Jarak  antar  tabat  

Pada  umumnya  penabatan   yang   telah  dilakukan  di   kanal-­‐kanal   sub-­‐DAS   (sub-­‐

catchment)  Sungai  Sebangau  cukup  berhasil  mempertahankan  ketinggian  muka  

air   tanah   lebih   lama,   sebagaimana   terlihat  dari  gambaran  ketinggian  muka  air  

tanah  sejak  tahun  2006  hingga  2015.    Berbagai  model  tabat  yang  diaplikasikan  

juga   sudah   disesuaikan   dengan   kondisi   ukuran   (lebar,   kedalaman   dan   debit)  

Page 61: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  55  

sungai,  sehingga  masih  memberikan  jalan  (tidak  menghambat)  ruaya  ikan  yang  

ada   (Lampiran   T3).     Konstruksi   tabat   juga   sudah  mengakomodasi   kebutuhan  

transportasi   nelayan,   dalam   arti   memungkinkan   untuk   dilewati   perahu,  

khususnya  pada  kondisi  banjir  (muka  air  tinggi).  Walaupun  demikian,  memang  

terdapat   keluhan   nelayan,   khususnya   di   wilayah   S.   Rasau,   Sebangau   yang  

merasa   bahwa   adanya   penabatan   mengganggu   aksesibilitas   penangkapan  

mereka  ke  arah  sungai  bagian  hulu.  Mereka  juga  mengeluhkan  adanya  ikan-­‐ikan  

yang  mati  karena  tidak  bisa  diambil  dan  terperangkap  dalam  tabat  pada  saat  air  

terus  surut  di  musim  kering.  Hal  ini,  menurut  mereka,  karena  jarak  antar  tabat  

yang   terlalu   dekat.   Kemungkinan   ini  memang  bisa   saja   terjadi   di   lokasi-­‐lokasi  

tabat   tertentu.   Walaupun   demikian,   pada   dasarnya   ikan-­‐ikan   pada   dasarnya  

mempunyai   insting   untuk   selalu  mengikuti   kemana   air   berkumpul   (pada   saat  

bergerak  surut  pada  musim  kering).  Dengan  adanya  tabat  yang  sedikit  banyak  

mengubah  pola   genangan  air,   ikan-­‐ikan   juga   akan  beradaptasi   dengan  kondisi  

adanya  tabat  tersebut.  

Mengenai   tabat  mengganggu  aksesiblitas  perahu  ke  arah  hulu,  hal   ini  memang  

akan   terjadi   bila   air   sudah   mulai   surut   dan   kondisi   sungai   menjadi   semakin  

dangkal  pada  saat  awal  musim  kering  (kemarau).    Untuk  itu,  untuk  lokasi-­‐lokasi  

tertentu,   mungkin   dapat   dipertimbangkan   untuk   memperpanjang   jarak   antar  

tabat  yang   satu  dengan   tabat     yang   lain  dalam  satu  aliran   sungai.     Jarak  antar  

tabat  ini  perlu  ditentukan  dengan  mempertimbangkan:  

a. Kemiringan  (elevasi)  lahan;  

b. Ketinggian  muka  air  

c. Aksesibilitas  perahu  untuk  pengkapan  ikan  

d. Komunikasi  dengan  nelayan  setempat.  

 4.2.2.      Lokasi  tabat  

Lokasi   tabat   yang   menjadi   daerah   penangkapan   sebaiknya   dikurangi   untuk  

proses   penabatan   selanjutnya.   Karena   dari   sisi   habitat   ikan   sebenarnya   tidak  

ada  pengaruh  yang  cukup  berarti,  tetapi  adanya  tabat  mengurangi  aksesibilitas  

perahu  untuk  penangkapan  ikan  di  bagian  yang  lebih  hulu.  Pengelolaan  tabat  ini  

dapat  mengurangi  klaim  dampak  negatif  dari  penabatan.    

Page 62: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  56  

4.3.      Pengembangan  Skema  Pemantauan  Bersama    (Participative  Monitoring)  

Sumberdaya   perairan   baik   berupa   sungai   maupun   rawa   banjiran   sebenarnya  

sebagian   besar   masih   bersifat   sebagai   sumberdaya   yang   pemanfaatannya  

bersifat   dibagi   bersama   (common   pool   resources).   Karakteristik   ini  

menggambarkan   bahwa   dari   sisi   dinamika   sumberdaya,   bersifat   dapat  

berkurang  (substractable)  bila   terdapat   individu  yang  memanfaatkannya.  Pada  

sisi   lain,   dari   sisi   sitim   sosial  maka   individu   yang  memanfaatkan   sumberdaya  

tersebut   sullit   untuk   dicegah   pemanfaatannya   (exclude)   antara   yang   berhak  

untuk   memanfaatkan   atau   tidak   berhak.   Sehingga   bersifat   low   excludability.  

Pengelolaan   CPR   apapun   bentuk   pengelolaannya   harus   mengatasi   persoalan  

pokok   dalam   pemanfaatan   sumberdaya   yang   bersifat   CPR   yaitu   :   (1)   terjadi  

potensi  pemanfaatan  yang  berlebihan  (ovesuse)  karena  sifat  substractibility  dan  

low   exclusion,   dan   (2)   potensi   terjadi   free   rider   karena   sulit   atau   mahalnya  

proses  exclusion.  Sehingga  bentuk  pengelolaannya  adalah  bagaimana  mengatasi  

hal  tersebut.      

Cara   paling   efektif   untuk   bisa   menjamin   bahwa   sumberdaya   tersebut   dapat  

lestari   adalah   mendorong   adanya   aksi   bersama   (collective   action),   untuk  

mencegah  atau  mengurangi  free  rider.  Mendorong  aksi  bersama  dapat  dilakukan  

ketika  setiap  pihak  (appropriator)  mempunyai  kepentingan  yang  sama  sehingga  

mempunyai   tujuan   pengelolaan   yang   sama.   Salah   satunya   adalah   dengan  

mengembangkan   pola   pengelolaan   (monitoring)   bersama   (participative  

monitoring).   Pemantauan   dilakukan   pada   wilayah-­‐wilayah   sungai,   terutama  

yang  mempunyai  hak  pengelolaan  secara  ekslusif  (exclusive  management  right).  

Pemantauan  bersama  sekaligus  menjadi  usaha  meningkatkan  rasa  kepemilikan  

dan   kepedulian   terhadap   wilayah   sungai   yang   ada,   terutama   pada   wilayah-­‐

wilayah   sungai   yang   dilakukan   penabatan   (canal   blocking),   sekaligus  

membangun  kesamaan  persepsi  atas  fenomena  yang  ada.    

Ostrom   (1990)     menyusun   8     Prinsip-­‐prinsip   Rancangan   (Design   Principles)  

untuk   pengelolaan   CPR   yang   telah   dihasilkan   dari   sejumlah   penelitian   terkait  

dengan  pengelolaan  sumberdaya  yang  bersifat  CPR  terutama  untuk  sumberdaya  

Page 63: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  57  

skala  kecil.        Prinsip  ke-­‐4  dari  konsep  prinsip-­‐prinsip  ini  adalah      pemantauan  

(monitoring).   Secara  prinsip,  hasil  pemantauan  harus  bisa  bisa  disepakati  oleh  

para   individu   yang   berhak   atas   sumberdaya   tersebut   atau   para   stakeholder  

yang  terkait.    Terkait  dengan  pemantauan,  pertama  pemantauan  harus  ada  dan  

menilai  kondisi  sumberdaya  dan  para  pihak  yang  memanfaatkan  (appropriator)  

sumberdaya   tersebut.     Kedua   proses   pemantauan   harus   dilakukan   oleh  

masyarakat  atau  pihak-­‐pihak  yang  dipercaya  oleh  mereka.  Karena  pemantauan  

harus   memperlihatkan   orang   yang   tidak   mentaati   peraturan   pemanfaatan  

sumberdaya   dan   kedua   memberikan   sarana   untuk   saling   mengawasi   tingkah  

laku  pemanfaatan  sumberdaya  tersebut  (Cox  et  al.,  2010).    

Skema  pemantauan  bersama  merupakan  bentuk  pemantauan  partisipatif,  untuk  

mendapatkan   gambaran   kondisi   sungai   yang   ditabat   dan   perilaku  

pemanfaatannya   oleh   seluruh   pemangku   kepentingan   sehingga   pemantauan  

bersifat   akuntabel   dan   transparan.   Pada   akhirnya   hasil   pemantauan   ini   dapat  

disepakati   hasilnya   oleh   semua   stakeholder.     Kegiatan   ini   mendapatkan  

masukan   dari   seluruh   hasil   pengamatan,   analisis   peran,   diskusi/wawancara  

mendalam  dan  FGD  serta  diskusi  dari  tim.  Hasil  dari  analisis  ini  adalah  pola  atau  

hubungan  antar  stakeholder.    

Sistem   dalam   pemantauan   bersama   setidaknya   mengidentifikasi   beberapa  

elemen   penting   yaitu   (1)   pemangku   kepentingan   yang   terlibat,   (2)   objek   dan  

cara   pemantauannya,   (3)   Waktu   monitoring,   (4)   lokasi   monitoring   dan   (5)  

kebutuhan  infrastruktur  untuk  kegiatan  pemantauan.    

 

1.  Pemangku  Kepentingan  Pemantauan  Bersama    

Pemangku   kepentingan   untuk   melakukan   pemantauan   bersama   adalah   para  

pihak  yang  berkepntingan    untuk  ikut  dalam  pengelolaan  sumberdaya  perairan  

di   wilayah   TN   Sebangau,   khususnya   pada   wilayah   sungai   yang   dilakukan  

penabatan.  Para  pemangku  kepentingan  itu  sekurang-­‐kurangnya  meliputi    :    

a.  Pihak  Taman  nasional  

b.  Dinas  teknis  terkait  perikanan  wilayah  administrasi  setempat  

Page 64: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  58  

c.   Dinas   teknis   terkait   kehutanan     dan   lingkungan   hidup   wilayah  

administrasi  setempat.    

d.  Nelayan    

e.  Peneliti/perguruan  tinggi  atau  LSM  

2.  Objek  dan  Cara  Pemantauan      

Obyek  pemantauan  bersama  yang  penting   terutama  pada  wilayah  sungai  yang  

ditabat  dan  menjadi  hak  pengelolaan  secara  eksklusive  di  antaranya  meliputi  :    

a.    Tingkat  ketinggian  muka  air    

b.    Produksi  dan  komposisi    hasil  penangkapan  ikan    

c.    Ukuran  hasil  tangkapan  khususnya  ukuran  minimum  dan  maksimum  

dari  setiap  spesies.    

3.  Waktu  Pemantauan    

Ekosistem   di   wilayah   perairan   TN   Sebangau   secara   umum   mempunyai  

dinamika   yang   tinggi   sesuai   dengan   pola   musim   yang   secara   alamiah  

berkembang   di   lokasi.   Sehingga   secara   prinsip   proses   pemantauan   dilakukan  

pada  setiap  musim  tersebut.    

a.   Pemantauan   tingkat   muka   air   dilakukan   setiap   musim   termasuk  

musim  peralihan.      

b.      Pemantauan  hasil  produksi  perikanan  tangkap  dilakukan  setiap  bulan  

pada  waktu-­‐waktu  yang  tetap  misal  awal  bulan  secara  kosisten  setiap  

bulannya.    

4.  Lokasi  monitoring      

Lokasi   pemantauan   sebaiknya   dilakukan   pada   setiap   anak   sungai   yang  

mengalami   penabatan   yang   berhubungan   dengan   kanal   dalam   kawasan   TN  

Sebangau.   Pada   wilayah   DAS     Katingan,   peantauan   setidaknya   dilakukan   di  

Sungai  Kamipang,   Sungai  Bulan,   Sungai  Landabung  dan  Sungai  Rasau  Gunung.  

Sedangkan   pada   DAS   Sebangau   meliputi   sungai-­‐sungai   yang   berada   pada  

wilayah   Kota   Palangka   Raya   atau   Kabupaten   Pulang   Pisau.   Meliputi     wilayah  

hulu  di    Kereng  Bangkirei,  S  Bakung,  S.  Rasau,  S.  Bangah  dan  S.  Paduran  Alam.    

 

5.  Kebutuhan  infrastruktur      

Page 65: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  59  

Kebutuhan  infrastruktur  pemantauan  disesuaikan  dengan  metode  pemantauan  

yang   dilakukan.   Namun   demikian,   perlu   dibangun   stasiun   klimatologi   dalam  

wilayah   Taman   Nasional   Sebangau   yang   mewakili   DAS   Sebangau   dan   DAS  

Katingan.    

4.4.  Analisis  Kelembagaan  Pengelolaan    

4.4.1.  Analisis  Kelembagaan  Sekarang  Ini  

1.    DAS  Sebangau    

Pengelolaan   sungai   di   DAS   Sebangau   yang   mencakup   Kota   Palangkaraya   dan  

Kabupaten  Pulang  Pisang,  pada  wilayah  anak  sungai  pada  umumnya  merupakan  

wilayah   pengolalaan   berbasis   hak   pengelolaan   ekslusif.   Pengelola  mempunyai  

hak   untuk   melakukan   exclusion   pada   individu   yang   tidak   berhak   untuk  

memanfaatkan  sumberdaya  perairan  terutama  adalah  ikan.      

Masyarakat   di   DAS   Sebangau   secara   sosiologis   merupakan   masyarakat   yang  

sangat   bergantung   pada   wilayah   sungai   dan   perairan   umum.   Sehingga  

terminology  atau  istilah  dari  wilayah  perairan  tersebut  juga  sudah  sangat  rinci.  

Kelembagaan  pengelolaan  sumberdaya  perairan  di  DAS  Sebangau  sudah  cukup  

rinci  menguraikan  hak-­‐hak  pada  setiapklasifikasi  wiayah  perairan  tersebut.    

Menurut   masyarakat   Dayak   Ngajo   sungai   diklasifikasikan   dengan   beberapa  

tingkatan  (Mahin,  2011)  yaitu      :    

a.  Sungai  Utama  (Batang  Danum),    

b.  Sungai  kecil  (sungei  atau  batang/bapang  sungei)  

c.  Anak  Sungei  (Ampang  Sungei)  

d.  Cucu  sungai  (esun  sungei)  

e.  Tatas  dan  parit  

Sedangkan   bagian   perairan   yang   terkait   dengan   sungai   tetapi   dibuat   oleh  

manusia   (man   made)   disebut   sebagai     kanal.   Secara   umum,   wilayah  

penangkapan   ikan   (fishing   ground)   dapat   dikategorikan   menjadi   wilayah  

perairan  yang  terkait/terkoneksi  dengan    :  a.  Sungai  utama  (batang  danum)  dan  

b.  Rawa  (petak  randah)    

Bagian-­‐bagian   dari   wilayah   perairan   yang   menjadi   area   penangkapan   dapat  

dilihat  dari  Tabel  9  berikut.    

Page 66: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  60  

Tabel  9.    Wilayah  Penangkapan  Ikan  Nelayan  di  DAS  Sebangau    No.     Nama  Wilayah  dan  Bagian-­‐bagiannya  1.   Sungai  Utama  (Batang  Danum)     a.Bagian  Pinggir  (saran  batang  danum)     b.Bagian  Tengah  (bentuk  batang  danum)     c.  Bagian  Dasar  Sungai  (pelempang)     d.  Teluk  (luwuk)     e.  Tanjung  (Bereng)     f.  Anak  Sungai  Utama  (Sungei)     g.  Cucu  Sungai  Utama  (Saka)     h.  Tatas  2.     Rawa  (Petak  Randah)     a.   Pinggir   Sungai   Utama/sungai   kecil/danau   (Saran  

batang  danum/sungei/danau)     b.  Rawa  Terbuka  (Padang  Napu,  Padang  Nayap)     c.  Rawa  Tertutup  (Datah)     d.  Baruh     e.  Ruak  Sumber    :  Mahin  (2011)    Hal  yang  perlu  untuk  dipahami  adalah  bahwa  pola  pembagian   tersebut  sangat  

besar   diduga   terkait   dengan   nilai   ekonomi   dari   eksosistem   tersebut   yang  

menunjukn  luas  area  dan  produktivitas  wilayah  perairan  tersebut.    

Nelayan   yang   menangkap   ikan   di   wilayah   DAS   Sebangau   dapat   diklasifikasi  

menjadi   nelayan   lokal   dan   nelayan   pendatang.   Nelayan   lokal   adalah   nelayan  

yang   berasal   dari   wilayah   Kota   Palangkaraya   atau   Kabupaten   Pulang   Pisau.  

Sedangkan  nelayan  pendatan  menurut  Mahin  (2011)  dapat  dibedakan  menjadi  :  

(a)   oloh   Banjar   yaitu   nelayan   pendatang   dari   Kalimantan   Selatan   khususnya  

Nagara,   (b).   oloh  Halalak  yaitu  nelayan  pendatang  dari  Kalimantan  yang   tidak  

memakai   Bahasa   Banjar,   awalnya   mereka   menggunakan   Bahasa   Barangas  

sehingga   disebut   oloh   Barangas,   (c)   Oloh   Jawa   yaitu   nelayan   pendatang   yang  

berasal  dari  Pulau  Jawa.  Mahin  (2011)  menyatakan  Oloh  Jawa  adalah  dari    Suku  

Jawa,  tetapi  faktanya  bisa  juga  bukan  hanya  dari  Suku  Jawa,  tetapi  bisa  jadi  Suku  

Sunda.    

 

Menurut   orang   Dayak   Ngaju,   Sungai   Sebangau   dikategorikan   sebagai   Sungai  

Utama   (batang   daum)   tetapi   klasifikasi   sebagai   Sungai   Utama   Kecil   (Batang  

Page 67: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  61  

Danum   Urik),   dimana   Sungai   Utama   Besar   misalnya   Sungai   Barito,   Sungai  

Kahayan,  atau  Sungai  Katingan.  Dalam  wilayah  Sungai  Sebangau  sebagai  sungai  

besar,   terdapat   terdapat   4   anak   sungai   yang   terkoneksi   ke   Sungai   Sebangau  

yaitu   Sungai  Bakung,   Sungai  Rasau,   Sungai  Bangah  dan   Sungai   Paduran  Alam.  

Menurut  Mahin  (2011)  di    sepanjang  Sungai  Sebangau,  terdapat  12  pemukiman  

masyarakat   yang   dominan   sebagai   nelayan   baik   dari   nelayan   lokal   maupun  

nelayan   pendatang.   Akan   tetapi   hasil   survei   tahun   2017   menunjukan   bahwa  

sebagian  dari  pemukiman  nelayan  tersebut  sebagian  masih  tetap  bertahan  dan  

sebagian  telah  tidak  aktif    seperti  terlihat  dalam  Tabel  10  berikut.    

 Tabel    10.    Lokasi  Pemukiman  Nelayan  di  DAS  Sebangau  Kalimantan  Tengah  No.   Nama  Pemukiman   Kelurahan/Desa,  Kecamatan,  

Kabupaten  Keterangan  *  

1.     Bakung     Desa  Bantanan,  Kec.  Sebanagai  Kota  Palangka  Raya  

Aktif  

2.     Ules   Desa  Bantanan,  Kec.  Sebanagai  Kota  Palangka  Raya  

Tidak  Aktif  

3.   Rasau   Desa  Bantanan,  Kec.  Sebanagai  Kota  Palangka  Raya  

Aktif  

4.     Timba     Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Tidak  Aktif  

5.     Karanen     Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Tidak  Aktif  

6.     Mangkok     Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Tidak  Aktif  

7.     Selowati     Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Aktif  

8.     Pakuyah  (Uyah)   Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Tidak  Aktif  

9.   Sungei  Bendera   Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Tidak  Aktif  

10.   Bangah   Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Aktif  

11   Galam  Raya   Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Tidak  Aktif  

12   Baluh     Desa….,  Kec.  Sebangau  Kuala,  Kab.  Pulang  Pisau  

Tidak  Aktif  

Sumber  :  Mahin,    2011.  Keterangan    :  *  berdasarkan  survei  tim,  tahun  2017  

Page 68: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  62  

Secara   spasial,   sebaran   pemukiman   nelayan   di   DAS   Sebangau   dapat   dilihat  

dalam  gambar  berikut.    

Pemukiman   nelayan   dibangun   bukan   sebagai   tempat   tinggal   utama,   tetapi  

sebagai   tempat   sementara   untuk  mencari   penghidupan   (dalam   Bahasa   Dayak  

Ngaju   disebut   eka   satiar   malauk)   (Mahin,   2011).     Sehingga   pemukiman   juga  

merupakan   pemukiman   non   permanen   yang   dibangun   dari   kayu   dan   berada  

diatas  air.  Pemukiman  ini  berada  pada  sisi  sungai  utama  yaitu  Sungai  Sebangau.  

Pada   umumnya   tempat   tinggal   ini  menunjukan   area   atau  wilayah  menangkap  

ikan  di  perairan  Sungai  Sebanagu  bagi  nelayan  yang  tinggal  dipemukiman.    

Pola   pemanfaatan   sumberdaya   perairan   (sungai)   bervariasi   tergantung   pada  

area   perairan   yang   sudah   didefinisikan   seperti   diatas.   Khusus   untuk   wilayah  

perairan  yang  terkoneksi  dengan  sungai  batang  danum  urik  (Sungai  Sebangau).  

Pada  sungai  kecil  (sungei  atau  bapang  sungei)  tertentu  tidak  semua  orang  dapat  

memanfaatkan   sumberdaya   tersebut,   tetapi   hanya   orang-­‐orang   yang   berhak  

mengelola  saja.  Sehingga  rejim  sumberdaya  pada  anak  sungei  ini  tidak  common  

pool  resource,  tetapi  sudah  bersifat  privat.  Sehingga  pengelolaan  dilakukan  oleh  

appropriator   yang   telah   disepakati   untuk   berhak   mengelola.   Sungai   kecil    

dengan   pola   pengelolaan   ini   adalah   sungai   Bakung,   Sungai   Rasau,   dan   Sungai  

Bangah.    

Walaupun   terdapat   pemukiman   nelayan   berada   di   wilayah   tersebut,   tetapi  

mereka   tidak   diijinkan   untuk   menangkap   ikan   pada   wilayah   sungai   tersebut.  

Secara  umum,  pada  wilayah  perairan  di  Sungai  Sebangau  wilayah  yang  bersifat  

common  pool  resource   adalah  wilayah  peraian  di   batang  danum  baik   ditengah  

maupun   dipinggir.   Tetapi   begitu   masuk   perairan     pada   ketiga   sungai   kecil  

(sungei  atau  bapang  sungei)  maka  rejim  sumberdaya  bersifat  privat  atau  grup.    

Nelayan   appropriator   dari   ketiga   sungei   kecil   tersebut   membuat   pondok  

pemukiman  di  muara   sungai  masing-­‐masing.    Hak  pengelolaan   secara   ekslusif  

pada   ketiga     sungai-­‐sungai   kecil   tersebut   secara   turun   temurun   diberikan  

kepada  kelompok  keluarga  tertentu  yang  secara  adat  diberikan  hak  melalui  pola  

pemberian   hak   pengelolaan   berdasarkan   surat   paklaring.   Surat   paklaring   ini  

dikeluarkan   oleh   kepala   adat   kepada   kelompok   keluarga   tertentu,   dan   bisa  

diturunkan   kepada   pewaris   yang   ditunjuk   oleh   pengelola   sebelumnya.   Akan  

Page 69: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  63  

tetapi   pada   implementasinya,   penentuan   siapa   yang   berhak   untuk   mengelola  

dan  memanfaatkan  sungai  kecil  diantara  tiga  pengelolaan  sungai  tersebut    juga  

bervariasi.  Variasi   ini     terdiri  dari   :   (1)    keluarga   inti   (batih)  yaitu   suami,   istri  

dan  anak,  (2)  keluarga  besar  (kekerabatan).  Hasil  survei  pada  studi   ini  (2017)  

menunjukan  variasi  seperti  terlihat  dalam  Tabel  11.    

Sumber : Mahin, 2011. Gambar 38. Sebaran Pemukiman Nelayan di DAS Sebangau

Page 70: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  64  

Tabel    11.      Pola  penetuan  pemanfaat  yang  berhak  memanfaatkan  sungai  kecil  di  DAS  Sungai  Sebangau    

No. Nama Sungai Kecil Pengelola

1. Sungai Bakung Keluarga inti (batih)

2. Sungai Rasau Keluarga inti (batih)

3. Sungai Bangah Keluarga besar (kekerabatan)

Keterangan    :    keluarga  inti    :  ayah,  ibu,  anak  Keluarga  besar  (kekerabatan)    :  ayah,  ibu,  anak,  saudara  ayah,  keponakan    Apropriator  pada  Sungai  Bakung  dan  Sungai  Rasau  adalah  ayah,   ibu  dan  anak  

dari  satu  keluarga  yang  diberikan  hak  untuk  mengelola   termasuk  sekarang   ini  

adalah   menangkap   ikan.   Anak   yang   berhak   termasuk   anak   yang   sudah  

berkeluarga.   Tetapi   hasil   tangkapan   tetap   menjadi   bagian   dari   hasil   yang  

dikumpulkan   sebagai   hasil   tangkapan.   Pola   operasi   penangkapannya   bisa  

dilakukan  dengan  bergantian  (dalam  hari  yang  berbeda)  atau  bersamaan.    Hasil  

tangkapan  kemudian  dibawa  ke  pasar  di  Kereng  Bengkirai,  Kota  Palangka  Raya.  

Sedangkan   pada   Sungai   Bangah,   Kabupaten   Pulang   Pisau,   yang   berhak   untuk  

memanfaatkan   adalah   keluarga   besar   yang   terdiri   dari   individu   yang   berhak  

dan  dianggap  sebagai  pemimpin,  ditambah  dengan  saudara  kandung  atau  yang  

masih  kerabat.  Sehingga  di  Sungai  Bangah  terdiri  dari  14  kepala  keluarga  yang  

menangkap   dan   mementuk   pemukiman   dengan   rumah-­‐rumah   pondok   kayu  

sederhana.  Hasil  tangkapan  tidak  dikumpulkan,  tetapi  hasil  tangkapan  masing-­‐

masing   nelayan   menjadi   milik   pribadi   dan   kemudian   dijual   kepada   pembeli  

yang  sama.  Pembeli  ini  akan  dating  pada  waktu  tertentu  baik  dari  wilayah  Kab.  

Pulang   Pisau  maupun   dari   Kota   Palangka   Raya,   sambil  membawa   perbekalan  

yang  dibutuhkan  oleh  nelayan  yang  berada  di  pondok  mereka.        

Berdasarkan   asalnya   nelayan   yang   menangkap   di   Sungai   Sebagau   dapat  

dibedakan   menjadi   nelayan   lokal   dan   nelayan   pendatang.   Hubungan   antara  

rejim  sumberdaya,  rejim  pengelolaan  dan  nelayan  pada  wilayah  lokasi  perairan  

dapat  dilihat  dalam  Tabel  12  berikut.    

Page 71: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  65  

Tabel  12.    Hubungan  antara  Lokasi,  Rejim  Sumberdaya  dan  Rejim  Pengelolaan  dan  Asal    Nelayan.    

No. Jenis

Perairan Lokasi Perairan

Rejim Sumberdaya

Rejim Pengelolaan

Asal Nelayan

Pola Nelayan

1. Sungai Batang danum Sungai Sebangau

Common Pool Resource

open access Pendatang, lokal

Sungei kecil Bakung, Rasau, Bangah

Private/toll resource

(Quasi) Privat) Property, close to semi close access

Lokal

2. Rawa (Patak Randah)

Diluar rawa yang terkoneksi dengan sungai kecil Bakung, rasau dan Bangah

Common Pool Resource

open access Pendatang, lokal

Terkoneksi dengan sungai kecil Bakung, rasau dan Bangah

Privat and toll resource

(quasi) property right, close to semi close access

Lokal

Secara  umum  badan  perairan  yang  terhubung  dengan  sungai  kecil  yang  dikelola  

secara   ekslusif   juga   menjadi   bagian   dari   sistem   tersebut   sehingga   menjadi  

bagian   dari   sumberdaya   yang   dikelola   oleh   invidu   atau   kumpulan   individu  

tertentu.   Termasuk   didalamnya   adalah   danau   atau   parit   (tatas   kecil)   yang  

mengalir  ke  sungai  kecil  tersebut.  Sehingga  pengelola  berhak  melakuka  ekslusi  

terhdapa  pihak  lain  yang  dianggap  tidak  berhak.    

Page 72: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  66  

Secara   teoritis,   pengelolaan   ddengan   sistem   properytertentu   (private   atau  

kelompk   (toll)   mempunyai   potensi   keberhasilan   (lestari)   yang   lebih   tinggi  

dibandingkan   dengan   pada   kondisi   yang   bersifat   open   access.   Kondisi   open  

access   dimana   sistem   property   tidak   terdefinikasn   (ill-­‐defined)   akan   lestari  

selama   tingkat   pemanfaataanya   jauh   lebih   rendah   dibandingkan   dengan   daya  

dukungnya.    

Akan   tetapi   tesis   ini   belum   bisa   dibuktikan,   karena   beberapa   hal   diantaranya  

adalah    :    

a.  pengukuran  daya  dukung  dan  produksi  penangkapan  belum  dilakukan.    

b.  adanya  konektivitas  secara  ekosistem  antara  rejim  sumberdaya  yang  bersifat  

common   pool   resources   dengan   private/group   resources   yang   memungkinkan  

keterkaitan  (linked)  diantara  keduanya.    

Pola   pengelolaan   yang   berbasis   packlaring,   merefleksikan   bukan   hanya  

penangkapan   ikan,   tetapi  mengarah  kepada   spasial  dengan  pola   territorial  use  

right  dan   termasuk   territorial  use  right  of  fishing  (TURF).  Pola  berbasis   teritori  

ini   ditunjukan   bahwa   pada   saat     kegiatan   loging   tinggi,   pengangkutan     hasil  

tebangan   (log)   yang  melalui   sungei   atau   bapang   sungei   harus  membayar   jasa  

dengan  uang  tertentu  kepada  pengelola.    

 

2.  DAS  Katingan    

Pada   wilayah   DAS   Katingan,   pengelolaan   sungai   kecil   sekarang   ini   tidak   ada  

sistem   ekslusif   seperti   halnya   pada   DAS   Sebangau.   Sungai   kecil   sekarang   ini  

menjadi   asset   desa,   dimana   pengelolaannya   bersifat   akses   terbuka.   Tidak   ada  

property   right   secara   khusus.   Secara   prinsip   siapa   saja   boleh   menangkap,  

dengan  syarat  meminta  ijin  kepada  kepala  desa.  Sehingga  sekarang  ini,  nelayan  

yang  menangkap  di  Sungai  Katingan  (batang  danum)  maupun  sungai  kecil  dapat  

dikelompokan   menjadi   nelayan   lokal   (setempat)   dan   nelayan   pendatang.  

Nelayan   pendatang   berasal   dari  wilayah   lain   di   Kalimantan  maupun   dari   luar  

Kalimantan.   Beberapa   nelayan   pendatang   yang   ditemui   pada   saat   survei  

kegiatan  ini  (2017)  berasal  dari  Banjar,  Jawa  Timur,  Jawa  Barat.  Sebagian  besar  

bahkan   bukan   berasal   dari   nelayan   di   lokasi   asal   mereka.   Sebagian   besar  

Page 73: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  67  

nelayan  pendatang   ini  adalah  tenaga  kerja   industri   logging  yang  tidak  kembali  

ke  tempat  asal  mereka  dan  menetap  di  wilayah  ini  dan  menjadi  nelayan.    

Seperti  halnya  pada  DAS  Sebangau,  peran  sungai  kecil  sangat  signifikan  ketika  

kegiatan   industri   penebangan   kayu   (logging)   berjalan   dengan   intensitas   yang  

tinggi.  Sebagai  asset  desa,  pengelolaan  sungai  kecil  pada  waktu   itu  diserahkan  

kepada   satu   individu   untuk   mendapatkan   fee   penggunaan   badan   air   sebagai  

prasarana  angkutan  kayu  tebangan  (log)  dari  dalam  hutan  ke  Sungai  Katingan.  

Bahkan  untuk  proses   ini,  banyak  dibangun  kanal   (parit  buatan),  dimana  kanal  

tersebut  menjadi   rejim  privat   (milik   individu).  Tetapi   sejalan  dengan  kegiatan  

industri   pemanfaatan   kayu     hutan   yang   makin   rendah   intensitasnya,   maka  

kanal-­‐kanal   yang   telah   dibangun   tersebut   sekarang   ini   menjadi   rusak   dan  

banyak  tertimbun  tanah  karena  tidak  terpelihara.    

Sebagian   kanal-­‐kanal   tersebut   menjadi   daerah   pemijahan   (spawning   ground)  

dan  pengasuhan  (nursery  ground)  anak  ikan,    terutama  pada  musim  air  pasang  

(besar)  atau  sulung  layap.      

Pada   sebagian   sungai   kecil,   karena   menjadi   asset   desa,   sekarang   ini   dikelola  

oleh  masyarakat   desa   tersebut   terutama   terkait   dengan   pengawasan   kegiatan    

penangkapan   yang   tidak   diijinkan   seperti   penggunaan   bahan   racun   atau  

penyetruman.  Akan  tetapi  pengelolaan  sumberdaya  masih  berbasis  access  yaitu  

dengan  pola  akses  terbuka.  Sehingga  rejim  sumberdaya  yang  terjadi  cenderung  

mengarah   kepada   common   pool   resource,   dengan   pola   rejim   pengelolaan  

adalah   open   access   (non-­‐property   right).     beberapa   diskusi   yang   dilakukan  

dengan  masyarakat  termasuk  dengan  tokoh-­‐tokohnya  seperti  kepala  desa,  juga  

tidak  mengindikasikan  adanya  pola  pengelolaan  yang  berbasis  hak  kepemilikan  

(property   right)   walaupun   tidak   sampai   menjadi   kepemilikan   penuh   (fully  

ownership).    Hal  ini  juga  menjadi  salah  satu  poin  penting,  ketika  akan  dilakukan  

proses  terkait  dengan  pemanfaatan  sungai  atau  anak  sungai  termasuk  kegiatan  

penabatan.  Sehingga  pendekatan  kepada  dua  sistem  DAS  juga  akan  berbeda.    

   4.4.2.  Analisis  Kelembagaan  Terkait  dengan  Kepatuhan  (compliance)  

Penting   untuk   diperhatikan   bahwa   kelembagaan   yang   dikembangkan   harus  

diikuti  oleh  proses  kepatuhan  dari  semua  pemanfaat  (user),  baik  yang  berbasis  

Page 74: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  68  

kepemilikan   (property)   maupun   berbasis   akses.     Kelembagaan   yang   otoratif,  

pasti   akan   diikuti   oleh   tingkat   kepatuhan   yang   tinggi.   Pada   prespektif   ini,  

kelembagaan  yang  otorartif  merupakan  kelembagaan  yang  legitimatif.  Konsepsi  

kelembagaan   yang   legitimatif   adalah   kelembagaan   yang   kehadirannya  

diharapkan,   sehingga   tindakannya   ditunggu   atau   diharapkan   dan   dianggap  

benar  melakukan  tindakan  tersebut  oleh  setiap  pemangku  kepentingan.    

Dalam   DAS   Sebangau,   beberapa     pola   pengelolaan   anak   sungai   (sungei   atau  

bapang   sungei),   dengan   pengelolaan   sistem   hak   kepemilikan   (property   right)  

untuk   beberapa   sungai   sudah   bisa   dianggap   legitimatif.   Pertama,   karena   para  

pemanfaat  (appropriator)   terutama  dalam  sisitem  lokal  telah  menerima  sistem  

itu  yang  dinyatakan  bahwa  selain  yang  mendapat  hak  kepemilikan  tidak  berani  

melakukan   pemanfaatan   terhadap   sumberdaya   sungai   tersebut.   Kedua,   ketika  

pemegang   hak   (appropriator)   melakukan   eksekusi   terhadap   hak  

kepemilikannya  dengan  melarang   atau  melakukan   ekslusi   terhadap  pihak   lain  

yang  dianggap  tidak  berhak    menyatakan  tindakan  tersebut  benar  dan  memang  

diperlukan.   Sehingga   pemanfaat   (pengguna)   lain   tidak   melakukan   protes  

terhadap  kegiatan  tersebut.    

Hal   ini   akan   berbeda   pada   kasus   DAS   Katingan,   dimana   pola   pengelolaan  

berdasarkan  akses  terbuka.  Pola  pengelolaan  akses  terbuka  atau  akses  terbuka  

semu   (quasi   open   access)   menjadi   bentuk   kelembagaan   yang   dianggap  

legitimatif.  Pada  kondisi   ini,  tindakan  ekslusi  pemanfaatan  wilayah  sungai  oleh  

satu   pengguna   akan   ditentang   oleh   pemanfaat   lainnya   dan   pola   eksklusi   ini  

tidak  efektif.      

Persoalan  kepatuhan  salah  satu  pilar  penting  dalam  kelembagaan  pengelolaan  

sumberdaya   termasuk   pada   sumberdaya   perairan   di   DAS   di   sekitar   TN  

Sebangau.   Untuk   mendapatkan   kepatuhan,   setidaknya   terdapat   tiga   unsur  

penting    yaitu     :  a.  unsur  sosial,  b.  unsur  pembagian  kekuatan  (power  sharing)  

dan   c.   unsur   ekonomis.     Unsur   sosial   menunjukan   bahwa   dinamika   sosial  

masyarakat   telah   bisa   menerima   kelembagaan   tersebut.   Pola   TURF   di   DAS  

Sebangau   sudah   diterima   secara   sosial   oleh  masyarakat   tetapi   tidak   diterima  

oleh   masyarakat   di   DAS   Katingan.   Sehingga   pengembangan   TURF   di   DAS  

Katingan  perlu   rekayasa  untuk  membangun  dinamika   sosial   yang  dibutuhkan.  

Page 75: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  69  

Pembagian   kekuatan   (power   sharing)   menggambarkan   bahwa   secara   sosial,  

para   actor   yang   terlibat   dalam   pengelolaan   harus   saling   bernteraksi   untuk  

bersepakat   dengan   memetakan   kembali   power   yang   dimilikinya   sehingga  

sampai   pada   kesimpulan   bahwa   pengelolaan   perlu   dilakukan   dengan  

melibatkan   semua   actor   yang   terlibat.   Kegagalan   mengidenifikasi   actor   dan  

kekuatannya,   akan   mempengaruhi   efektivitas   kelembagaan   pengelolaan.  

Sedangkan   unsur   ekonomis,   memberikan   arahan   bahwa   kelembagaan  

pengelolaan  yang  dibangun  harus  memberikan  manfaat  (baik  langsung  maupun  

tidak  langsung)  terhadap  aktor  yang  terlibat.    

4.5.  Analisis  Alternatif  Rancangan  dan  Skema  Restorasi  

Alternatif   rancangan   dan   skema   restorasi   habitat   ikan   adalah   dengan   tetap  

meningkatkan   pengelolaan   tabat   khususnya   pemeliharaan   tabat.   Sebab,   pada  

faktanya   hasil   studi   baik   dengan   data   kualitatif   maupun   kuantitatif,   proses  

penabatan   telah   memberikan   dampak   positip   terhadap   habitat   ikan.   Tabat  

dapat   mempertahankan   ketinggian   muka   air   tanah,   sehingga   mengurangi  

proses   pengeringan   hutan   gambut   dan   segala   konsekuensinya.   Pada   sisi   lain,  

mempertahankan   ketinggian   muka   air   tanah   juga   dapat   memertahanka  

ekosistem  hutan  TN  Sebangau  dan  sistem  kanalnya  sebagai  habitat  ikan.    

Untuk   menjamin   bahwa   proses   restorasi   habitat   berjalan   dengan   baik,  

diperlukan   pemantauan   baik   pemantauan   terhadap   ekosistem   maupun  

produksi   dan   produktivitas   ikan   pada   anak   sungai   (kanal),   maupun   pada  

wilayah   sungai   utama   (batang   danum).   Proses   pemantauan   produksi   dapat  

dilakukan  dengan  bekerja  sama  dengan  nelayan  yang  melakukan  penangkapan  

pada   wilayah   perairan   DAS   tersebut,   baik   pada   DAS   Katingan   dan   DAS  

Sebangau.    

Hasil   pemantauan   produksi   secara   intertemporal   maupun   spasial   (wilayah)  

dapat  menjadi   bahan  untuk   analisis   produktivitas  musiman  per  wilayah,   yang  

dapat   menjadi   salah   input   untuk   pengelolaan   jenis   dan   habitat   sumberdaya  

ikan.    

Page 76: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  70  

V. KESIMPULAN  DAN  REKOMENDASI    

5.1. Kesimpulan    

Berdasarkan  hasil  analisis  dapat  disusun  kesimpulan  sebagai  berikut.    

1. Kondisi  hidrologis  kawasan  TNS  dan  sekitarnya,  yang  terlihat  dari  tinggi  air  

tanah  dan  neraca   air,   secara   alamiah   sangat  dipengaruhi   oleh  musim,   yaitu  

musim  basah  dan  musim  kering.  

2. Kualitas   air   kawasan   TNS   baik   pada  DAS   Sebangau  maupun  DAS   Katingan,  

secara   umum   masih   baik   dan   memenuhi   baku   mutu   air.     Konsentrasi  

pencemaran  yang  lebih  tinggi  pada  musim  kemarau  mengalami  oengenceran  

pada  musim  hujan.  

3. Berdasarkan   fluktuasi   tinggi   muka   air   tanah   selama   2006   –   2015,   ada  

indikasi  bahwa  penabatan  telah  berhasil  meningkatkan  tinggi  muka  air  tanah  

selama  periode  tersebut.  

4. Jenis-­‐jenis  ikan  pada  DAS  Sebangau  didominasi  oleh  kelompok  ikan  hitaman,  

sedangkan  pada  DAS  Katingan  selain  ikan  hitaman  juga  ditemukan  ikan-­‐ikan  

putihan;   Tingkat   keanekaragaman   jenis   ikan   di   DAS   Katingan   lebih   tinggi  

dibandingkan  dengan  DAS  Sebangau.  

5. Ikan-­‐ikan  yang  ditemukan  pada  kedua  DAS  tersebut  di  atas,  khususnya  ikan-­‐

ikan   hitaman   memiliki   daya   tahan   dan   pola   adaptasi   yang   baik   terhadap  

tingkat  keasaman  perairan   serta  mampu  bertahan  pada  kondisi   surut   serta  

mampu  bernafas  pada  saat  konsentrasi  oksigen  rendah.  

6. Berdasarkan   kemampuan   tersebut,   maka   keberadaan   tabat   tidak  

mempengaruhi  siklus  hidup  ikan-­‐ikan  hitaman.  

7. DAS  Sebangau  dan  DAS  Katingan  mempunyai  peran  sosial  dan  ekonomi  yang  

sangat  signifikan  bagi  masyarakat.    

8. Potensi   ekonomi   perikanan,   berdasarkan   tingkat   konsumsi   yang   ada   di   3  

desa  di  DAS  Katingan  menunjukkan  angka  yang  cukup  tinggi.  

9. Dampak  positip  penabatan    mencakup  terjaganya  hutan  gambut  dan  habitat  

ikan,   terjaminnya   kelestarian   sumberdaya   ikan,  mendukung   ketahanan  dan  

kemandirian   sumber   protein   hewani   dan  mengurangi   potensi   perambahan  

kawasan  TN  Sebangau.    

Page 77: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  71  

10. Dampak   negatif   penabatan   adalah   klaim   mengurangi   aksisibilitas   wilayah  

penangkapan  baik  wilayah  anak  sungai/kanal  maupun  danau.    

11.  Penabatan   adalah   metode   restorasi   hutan   gambut   dan   habitat   ikan   yang  

efektif   sehingga   perlu   tetap   dilakukan   pemeliharaan.   Penabatan   baru   perlu  

memperhatikan   jarak   penabatan,   lokasi   dan   proses   komunikasi   dengan  

masyarakat.    

12. Untuk   proses   pemantauan   dampak   yang   akuntabel,   kelembagaan   struktur  

koordinasi  untuk  pemantauan  bersama  perlu  dilakukan.    

 

5.2.  Rekomendasi    

Studi  ini  merekomendasikan  hal-­‐hal  sebagai  berikut.    

1.   Untuk   melakukan   pemantauan   bersama   perlu   dirumuskan   kelembagaan  

partisipatif   yang   mendorong   proses   pemantauan   bersama   yang   akuntabel  

dan  partisipatif.    

2.   Untuk   melakukan   pemantauan   dampak   penabatan   dan   pengelolaan  

berdasarkan   karakteristik   pola   pengelolaan   perlu   dilakukan   monitoring   :  

ketinggian   muka   air,   produksi   dan   produktivitas   perikanan   per   wilayah  

sungai    atau  anak  sungai  serta  ukuran  hasil  tangkapan.    

3.   Perlu   didorong   pengembangan   usaha   pemanfaatan   jasa   lingkungan   untuk  

meningkatkan   nilai   tambah   DAS   Sebangau   dan   DAS   Katingan   bagi  

kesejahteraan  masyarakat.    

Page 78: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  72  

DAFTAR  PUSTAKA  

APHA.  2012.  Standard  Method  for  Examination  of  water  and  WasteWater.  22nd  Edition.  American  Public  Health  Association  (APHA),  American  Water  Work  Association  (AWWA),  Water  Environment  Federation  (WEF).  New  York.  US.  

Kottelat  

Thornthwaite  and  Mather,  1957.  (ATEP  ini  perlu  dilengkapi)  

Krebs,  CJ.  1999.  Ecological  Methodology.  Harper  Collins  Publisher,  New  York,  USA.  

Odum,  EP.  1993.  Fundamentals  of  Ecology.    W.B.  Saunders  Company.  USA.  

Page 79: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  73  

Lampiran 1. Kelimpahan dan keragaman fitoplankton DAS Sebangau (Juni 2017)

   

   

SBG -1 SBG -2 SBG -3 SBG -4 SBG -5Kr Bangkirai Bakung Rasau Mu Bangah Padr Alam

CYANOPHYCEAEOscillatoria sp. 3.789 2.767 0 0 0Anabaena sp. 0 0 1.684 72.902 8.020Phormidium sp. 0 0 0 0 0EUGLENOPHYCEAEEuglena sp. 0 0 140 180 0CHLOROPHYCEAEScenedesmus sp. 561 0 0 0 0Mougeotia sp. 281 241 0 3.429 4.261Rhizoclonium sp. 0 1.564 0 0 0Ankistrodesmus sp. 140 0 281 0 0Closterium sp. 0 0 140 0 0Ulothrix sp. 3.228 0 1.123 0 0Zygnemopsis sp. 0 0 0 15.338 0Spirogyra sp. 1.965 2.165 5.053 3.068 3.008Crucigenia sp. 0 0 0 0 0Desmidium sp. 0 0 0 0 0BACILLARIOPHYCEAENavicula sp. 3.368 361 421 541 251Epithemia sp. 140 0 140 180 0Pinnularia sp. 702 0 0 0 0Fragilaria sp. 6.737 241 0 361 0Eunotia sp. 1.825 962 1.544 17.684 1.253Gomphonema sp. 140 0 0 0 0Nitzschia sp. 140 120 702 361 251Surirella sp. 0 0 0 0 0Cymbella sp. 0 0 0 0 0Achnanthes sp. 0 0 0 0 0Hantzschia sp. 140 0 0 0 0DINOPHYCEAEPeridinium sp. 0 0 0 0 0

Jumlah Taksa 14 8 10 10 6 Kelimpahan (sel/m3) 23.156 8.421 11.228 114.044 17.044 Indeks Keragaman 2,02 1,67 1,70 1,13 1,32 Indeks Keseragaman 0,77 0,81 0,74 0,49 0,74 Indeks Dominansi 0,17 0,23 0,26 0,45 0,32Ctt.: Perhitungan Plankton menggunakan Ln. Metode pencacahan sensus dengan SRC.

ORGANISME (Fitoplankton)

Page 80: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  74  

Lampiran 2. Kelimpahan dan keragaman zooplankton DAS Sebangau (Juni 2017)

SBG -1 SBG -2 SBG -3 SBG -4 SBG -5

Kr Bangkirai Bakung Rasau Mu Bangah Padr Alam

PROTOZOAArcella sp. 0 0 0 0 251Difflugia sp. 70 0 0 0 0

ROTIFERABrachionus sp. 0 0 0 0 125Filinia sp. 70 60 0 0 0Lecane sp. 0 0 0 0 0Lepadella sp. 0 0 0 0 0Monostylla sp. 0 60 140 0 0

CRUSTACEAENauplius (stadia) 0 0 211 90 0Alonella sp. 0 0 0 0 0Daphnia sp. 0 0 0 0 0

Jumlah Taksa 2 2 2 1 2 Kelimpahan (Ind/m3) 140 120 351 90 376

Indeks Keragaman 0,69 0,69 0,67 0,00 0,64

Indeks Keseragaman 1,00 1,00 0,97 - 0,92

Indeks Dominansi 0,50 0,50 0,52 1,00 0,56

Ctt.: Perhitungan Plankton menggunakan Ln. Metode pencacahan sensus dengan SRC.

ORGANISME (Zooplankton)

Page 81: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  75  

Lampiran 3. Kelimpahan dan keragaman fitoplankton DAS Katingan (Juni 2017)

KTG -1 KTG -2 KTG -3 KTG -4 KTG -5Asem Kumbang Baun Bango Telaga - S. Klaru Tumbang Bulan Perigi

CYANOPHYCEAEOscillatoria sp. 7.820 0 49.624 6.687 56.662Anabaena sp. 0 0 1.805 0 5.774Phormidium sp. 12.431 0 0 0 0EUGLENOPHYCEAEEuglena sp. 0 0 0 230 0CHLOROPHYCEAEScenedesmus sp. 0 0 0 0 0Mougeotia sp. 2.206 1.003 2.526 3.459 3.609Rhizoclonium sp. 0 0 0 0 0Ankistrodesmus sp. 0 201 180 231 180Closterium sp. 0 0 0 231 31.038Ulothrix sp. 0 0 5.414 692 0Zygnemopsis sp. 2.005 0 0 0 0Spirogyra sp. 602 0 180 0 1.985Crucigenia sp. 0 0 722 0 0Desmidium sp. 0 0 1.083 0 13.534BACILLARIOPHYCEAENavicula sp. 1.203 602 0 231 361Epithemia sp. 0 0 0 0 0Pinnularia sp. 0 201 0 0 0Fragilaria sp. 602 401 0 0 180Eunotia sp. 802 401 0 0 180Gomphonema sp. 0 0 0 0 541Nitzschia sp. 0 201 361 231 180Surirella sp. 0 201 0 0 0Cymbella sp. 0 0 180 0 0Achnanthes sp. 0 0 0 0 180Hantzschia sp. 0 0 0 0 0DINOPHYCEAEPeridinium sp. 201 0 0 0 0

Jumlah Taksa 9 8 10 8 13 Kelimpahan (sel/m3) 27.872 3.211 62.075 11.992 114.404 Indeks Keragaman 1,55 1,89 0,83 1,23 1,38 Indeks Keseragaman 0,70 0,91 0,36 0,59 0,54 Indeks Dominansi 0,29 0,18 0,65 0,40 0,34Ctt.: Perhitungan Plankton menggunakan Ln. Metode pencacahan sensus dengan SRC.

ORGANISME (fitoplankton)

Page 82: LAPORAN AKHIR - tnsebangau.files.wordpress.com · Perubahan tingi muka air tanah stasiun Bangah (B.2.A.L.1) 19 Gambar 10. Perubahan tinggi muka air tanah di stasiun Bulan (BR1.25.A.L.1),

  76  

Lampiran 4. Kelimpahan dan keragaman zooplankton DAS Katingan (Juni 2017)

KTG -1 KTG -2 KTG -3 KTG -4 KTG -5

Asem Kumbang Baun Bango Telaga - S. Klaru Tumbang Bulan Perigi

PROTOZOAArcella sp. 0 0 0 0 0Difflugia sp. 0 0 0 0 0

ROTIFERABrachionus sp. 0 0 0 0 0Filinia sp. 0 0 0 346 0Lecane sp. 301 0 0 0 0Lepadella sp. 0 0 0 231 0Monostylla sp. 0 0 0 0 0

CRUSTACEAENauplius (stadia) 100 401 90 0 90Alonella sp. 0 0 90 0 0Daphnia sp. 0 0 0 115 90

Jumlah Taksa 2 1 2 3 2 Kelimpahan (Ind/m3) 401 401 180 692 180

Indeks Keragaman 0,56 0,00 0,69 1,01 0,69

Indeks Keseragaman 0,81 - 1,00 0,92 1,00

Indeks Dominansi 0,63 1,00 0,50 0,39 0,50

Ctt.: Perhitungan Plankton menggunakan Ln. Metode pencacahan sensus dengan SRC.

ORGANISME (Zooplankton)