laporan akhir penelitian strategis nasional

157
LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL MODEL PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK PENGEMBANGAN KAPASITAS KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT MISKIN Kasus: Pendidikan Kewirausahaan untuk Anak pada Masyarakat Nelayan Tahun ke-3 dari rencana 3 tahun TIM PENELITI Ketua : Dr. Ike Junita Triwardhani, S.Sos., M.Si. (NIDN: 0418067204) Anggota : Dr. O. Hasbiansyah, Drs., M.Si. (NIDN: 0414076202) Anne Maryani, Dra., M.Si. (NIDN: 0004036201) Dede Lilis Ch., S.Sos., M.Si. (NIDN: 0401107101) Dibiayai oleh Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 105/SP2H/PPM/DRPM/II/2016, tanggal 17 Februari 2016 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG NOVEMBER 2016

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

MODEL PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK PENGEMBANGAN

KAPASITAS KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT MISKIN

Kasus: Pendidikan Kewirausahaan untuk Anak pada Masyarakat Nelayan

Tahun ke-3 dari rencana 3 tahun

TIM PENELITI

Ketua : Dr. Ike Junita Triwardhani, S.Sos., M.Si. (NIDN: 0418067204)

Anggota : Dr. O. Hasbiansyah, Drs., M.Si. (NIDN: 0414076202)

Anne Maryani, Dra., M.Si. (NIDN: 0004036201)

Dede Lilis Ch., S.Sos., M.Si. (NIDN: 0401107101)

Dibiayai oleh Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal

Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor:

105/SP2H/PPM/DRPM/II/2016, tanggal 17 Februari 2016

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

NOVEMBER 2016

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

MODEL PENDIDIKAN INKLUSIF UNTUK PENGEMBANGAN

KAPASITAS KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT MISKIN

Kasus: Pendidikan Kewirausahaan untuk Anak pada Masyarakat Nelayan

Tahun ke-3 dari rencana 3 tahun

TIM PENELITI

Ketua : Dr. Ike Junita Triwardhani, S.Sos., M.Si. (NIDN: 0418067204)

Anggota : Dr. O. Hasbiansyah, Drs., M.Si. (NIDN: 0414076202)

Anne Maryani, Dra., M.Si. (NIDN: 0004036201)

Dede Lilis Ch., S.Sos., M.Si. (NIDN: 0401107101)

Dibiayai oleh Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal

Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor:

105/SP2H/PPM/DRPM/II/2016, tanggal 17 Februari 2016

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

NOVEMBER 2016

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

ii

RINGKASAN

Pembentukan karakter kewirausahaan hendaknya dibangun sejak dini. Pada

anak-anak membangun jiwa entrepreneurship dapat dilakukan melalui pendidikan

di sekolah. Guru dapat berperan membangun karakter kewirausahaan melalui

pendidikan di sekolah, sehingga pendidikan sekolah bisa memberi nilai lebih

kepada masyarakat.

Karakter-karakter kewirausahaan baik yang sudah ada maupun yang perlu

dibangun sebagai entrepreneurial mindset menjadi fokus dalam pendidikan

kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan harus mulai ditumbuhkan kembali

untuk mencapai tujuan besar meningkatkan kapasitas daya saing bangsa. Atas dasar

pemikiran tersebut maka disusun topik dalam usulan penelitian ini adalah

mengembangkan kapasitas kewirausahaan anak-anak masyarakat miskin melalui

pendidikan inklusif.

Penelitian ini menggunakan metode kualittif dengan pendekatan etnografi

komunikasi untuk melihat penggunaan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu

masyarakat pada kebudayaan tertentu serta Riset Aksi Partisipatif (Participation

Action Research). Metode ini merupakan salah satu metode dalam penelitian,

perencanaan, dan perancangan partisipatif dimana masyarakat menjadi subjek dan

bukan objek penelitian. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi,

simulasi, FGD, audiensi dan data sekunder. Wawancara dilakukan dengan pihak

sekolah dasar dan guru, simulasi dilakukan dengan siswa SD, kemudian FGD

dengan masyarakat nelayan, serta audiensi dengan pihak Dinas Pendidikan

Kabupaten Cirebon. Penelitian ini mengambil kasus masyarakat nelayan, yaitu

anak-anak masyarakat nelayan di kawasan pesisir Desa Citemu Kecamatan Mundu

Kabupaten Cirebon berdasarkan pertimbangan peran strategisnya karena kawasan

Cirebon menjadi salah satu simpul dalam rencana pembangunan berbasis

konektivitas baik dalam skala nasional maupun provinsi.

Hasil penelitian ini ialah: (1) Materi pendidikan kewirausahaan untuk anak

yang disusun mengakomodir potensi lokal kewirausahaan pada masyarakat

nelayan; (2) Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan dan pemerintahan

dalam penerapan pendidikan inklusif untuk anak pada masyarakat nelayan telah

dilakukan oleh Tim Peneliti; (3) Uji coba pengajaran materi kewirausahaan pada

institusi pendidikan inklusif melalui ekstrakulikuler perlu segera dilaksanakan di di

sekolah-sekolah dasar untuk Guru Sekolah Dasar di desa Nelayan; (4) Model

pendidikan inklusif kewirausahaan didasari pada kebijakan untuk menanggulangi

berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar; dan

(5) Pendidikan kewirausahaan telah disadari bersama bahwa perlu dibangun sejak

dini. Membangun karakter kewirausahaan pada anak-anak akan memberi harapan

munculnya wirausahawan yang tangguh di kemudian hari. Memasukkan muatan

kewirausahaan pada tiap mata pelajaran di sekolah menjadi pilihan yang menarik.

Selain itu, memasukkan pendidikan kewirausahaan pada ekstrakulikuler

kepramukaan juga menjadi usulan baik guru maupun Dinas Pendidikan.

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

iii

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga kami

dapat melaksanakan penelitian sampai pada penulisan Laporan Akhir Penelitian

Tahun ke-3 sebagai tahun terakhir penelitian kami. Shalawat serta salam ditujukan

kepada kekasih Allah yang mulia Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya

serta umatnya yang setia sampai akhir zaman.

Laporan ini merupakan Laporan Akhir hasil Penelitian yang mengkaji dan

merumuskan Action Model Pendidikan Inklusif untuk Pengembangan Kapasitas

Kewirausahaan Anak. Kasus penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah

masyarakat nelayan di kawasan pesisir Cirebon, khususnya anak-anak sekolah

dasar di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

Penelitian ini merupakan kajian pendidikan inklusif dalam pengembangan

kapasitas kewirausahaan, sehingga diharapkan dapat bermanfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan tentang berbagai masalah sosial. Selain itu

penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan

kajian keilmuan dalam aspek fisik, ekonomi, sosio-kultural, dan institusional.

Ucapan terimakasih atas terlaksananya penelitian ini kami sampaikan

kepada :

1. Rektor Unisba Prof. Dr. M. Thaufiq S. Boesoirie, dr., MS., Sp.THT-KL(K).

2. Ketua LPPM Unisba Prof. Dr. Edi Setiadi, SH., M.H.

3. Dekan Fikom Unisba Dr. O. Hasbiansyah, M.Si.

4. Kepala UPT Pendidikan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

5. Kepala Desa Citemu Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

6. Kepala sekolah, guru dan siswa SDN 1 Citemu Kecamatan Mundu

Kabupaten Cirebon.

7. Kepala sekolah, guru dan siswa SDN 2 Citemu Kecamatan Mundu

Kabupaten Cirebon.

8. Kepala sekolah, guru dan siswa MI Addaroin.

9. Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon.

10. Masyarakat Nelayan Desa Citemu Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon.

Semoga temuan-temuan dalam penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bandung, November 2016

Tim Peneliti

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

iv

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan…………………………………………………………………

Ringkasan……………………………………………………………………...……..

Prakata………………………………………………...……………………………...

Daftar Isi……………………………………………...………………..……………..

Daftar Tabel…………………………………………………………………………..

Daftar Gambar………………………………………………………………………..

Daftar Lampiran………………………………………………………………………

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Konteks Penelitian………………………………………………………………

1.2. Tujuan Penelitian....................................................................................................

1.3. Manfaat Penelitian..................................................................................................

1.4. Urgensi Penelitian...................................................................................................

1.5. Kerangka Pemikiran………………………………………………………….......

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. State of the art dalam bidang yang diteliti ………………………………………

2.2. Studi Pendahuluan yang sudah dilaksanakan……………………………………

2.3. Tinjauan tentang Pendidikan Kewirausahaan……………………………………

2.4. Membangun Pendidikan Kewirausahaan pada Anak……………………………

2.5 Membangun Komunikasi Dengan Anak ………………………………………..

2.6. Prinsip-prinsip Komunikasi dalam Pendidikan Kewirausahaan…………………

2.7. Perkembangan Kreativitas Anak…………………………………………………

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………..

3.2. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………….

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian………………………………………………….………

4.2 Tahap Penelitian………………………………………………………………

4.3 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………………...

4.4 Teknik Analisis Data ……………………………………………………… …..

4.5 Bagan Penelitian………………………………………………………………..

4.6 Tahapan Penelitian ……………………………………………………………..

BAB 5. HASIL YANG DICAPAI

5.1. Menyusun materi kewirausahaan dengan mengakomodir potensi karakter

kewirausahaan pada masyarakat miskin, dan disempurnakan dengan hasil uji

coba kepada siswa dan guru sekolah dasar di desa Nelayan yang draftnya telah

disusun pada penelitian tahun kedua.…………………………………………….

5.2. Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan dan pemerintahan dalam

penerapan pendidikan inklusif untuk anak pada masyarakat nelayan……………

i

ii

iii

iv

vi

vii

viii

1

2

3

3

5

8

11

16

20

22

24

28

36

38

39

40

42

44

45

47

54

63

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

v

5.3. Menguji cobakan pengajaran materi kewirausahaan pada institusi pendidikan

inklusif melalui ekstrakulikuler di sekolah-sekolah dengan melakukan Training

of Trainer untuk Guru Sekolah Dasar di desa Nelayan………………………….

5.4. Menyusun model pendidikan inklusif kewirausahaan……………………………

5.5 Mengembangkan strategi pendidikan kewirausahaan dalam skala yang lebih luas.

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

6.1 Rencana tahapan berikutnya………………………………………………………

6.2 Luaran penelitian tahap terakhir…………………………………………………..

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan………………………………………………………………………

7.2. Saran………………………………………………………………………….….

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….…

LAMPIRAN

68

78

85

87

88

89

91

93

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luaran tahap terakhir ……………………………………. 88

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Roadmap Penelitian ……………………………………………… 15

Gambar 2. Skema Analisis Data Kualitatif ………………………………….. 44

Gambar 3. Model Langkah Analisis Induktif ……………………………….. 45

Gambar 4. Model Hasil Penelitian ………………..…………………………. 46

Gambar 5. Peta wilayah penelitian………………………………………....... 51

Gambar 6. Desa nelayan Citemu…………………………………………….. 52

Gambar 7. Kegiatan simulasi pengajaran kewirausahaan……………………. 56

Gambar 8. Simulasi permainan kreatif………………………………………. 57

Gambar 9. Wadong…………………………. …..…………………..…..…... 57

Gambar 10. Simulasi game dengan cermin ………………………..………… 59

Gambar 11. Institusi pendidikan di wilayah Desa Citemu………………….. 64

Gambar 12. Model Pendidikan inklusif kewirausahaan……………………. 84

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

viii

LAMPIRAN

Lampiran 1. Action Model Pendidikan Inklusif Kewirausahaan bagi Anak Nelayan

Lampiran 2. Artikel Jurnal Internasional terindeks scopus SEARCH MALAYSIA

(draf)

Lampiran 3. Makalah pada Konferensi Internasional : ACAS’s Eighth International

Conference on Education for a Globalizing Asia: Challenges and

Opportunities, Ateneo de Manila University Filipina

Lampiran 4. Surat Ijin Audiensi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon

Lampiran 5. Berita Acara Penelitian

Lampiran 6. Foto FGD dan Audiensi dalam Kegiatan Penelitian

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Penelitian

Karakter kewirausahaan perlu dibangun sejak dini. Membangun karakter

pada anak-anak bisa dilakukan melalui pendidikan. Karakter-karakter

kewirausahaan baik yang sudah ada maupun yang perlu dibangun sebagai

entrepreneurial mindset menjadi fokus dalam pendidikan kewirausahaan.

Pendidikan kewirausahaan harus mulai ditumbuhkan kembali untuk mencapai

tujuan besar meningkatkan kapasitas daya saing bangsa. Atas dasar pemikiran

tersebut maka disusun topik dalam usulan penelitian ini adalah mengembangkan

kapasitas kewirausahaan anak-anak masyarakat miskin melalui pendidikan inklusif.

Menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan ini hendaknya

mengutamakan pentingnya berorientasi pada anak. Materi disusun dengan

memperhatikan kondisi anak. Minat, ketertarikan, kebutuhan, motivasi untuk

belajar perlu diperhatikan agar sesuai dengan tujuan yaitu membangun karakter

kewirausahaan pada diri anak. Dalam penyusunan materi, kondisi lokal masyarakat

menjadi bagian dari penyusunan materi. Untuk pendidikan kewirausahaan pada

anak, khususnya bagi anak di desa nelayan ini, kekuatan-kekuatan lokal masyarakat

menjadi bagian penting dalam penyusunan materi.

Penyampaian materi melalui komunikasi yang efektif menjadi bagian dari

menyelenggarakan pendidikan kewirausahaan untuk anak. Penyampaian yang

menarik, melibatkan anak dalam belajar, dan memastikan kondisi anak terbebas

secara psikologis adalah prinsip-prinsip komunikasi yang harus diterapkan. Guru

yang akan menjadi ujung tombak dalam pendidikan ini harus menguasai teknik-

teknik berkomunikasi dengan anak selain materi yang akan disampaikan.

McGraith dan Mac Millan (dalam Modul Kewirausahaan, 2010: 16)

menyampaikan ada tujuh karakter dasar yang perlu dimiliki setiap calon wirausaha,

yaitu action oriented, berpikir simple, selalu mencari peluang-peluang baru,

mengejar peluang dengan disiplin yang tinggi, hanya mengambil peluang yang

terbaik, fokus pada eksekusi, memfokuskan energi setiap orang pada bisnis yang

digeluti. Karakter-karakter dasar yang disebut sebagai entrepreneurial mindset

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

2

akan memberi kekuatan di masyarakat sekaligus memberikan nilai positif untuk

peningkatan daya saing bangsa.

Kelompok masyarakat miskin yang dipilih dalam kasus penelitian ini adalah

masyarakat nelayan. Pada masyarakat nelayan fokus penelitian adalah pada anak-

anak masyarakat nelayan di kawasan pesisir Cirebon. Alasan pengambilan kasus

penelitian ini adalah karena Cirebon merupakan salah satu kawasan penghasil ikan

yang cukup besar di Jawa Barat. Pembentukan karakter kewirausahaan hendaknya

dibangun sejak dini. Pada anak-anak membangun jiwa entrepreneurship dapat

dilakukan melalui pendidikan di sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan

inklusif untuk penanaman dan pengembangan nilai pada anak di masyarakat

miskin. Pendidikan inklusif mempunyai semangat education for all yang

memungkinkan masyarakat marjinal termasuk masyarakat miskin untuk

mendapatkan layanan pendidikan setara dengan masyarakat lain. Dengan

pendekatan inklusif diharapkan masyarakat miskin mempunyai kepercayaan diri

untuk mengatasi hambatan kultural dan struktural demi membangun karakter

kewirausahaan pada dirinya.

Luaran penting dari penelitian ini adalah sebuah model pendidikan inklusif

dalam mengembangkan kewirausahaan masyarakat nelayan. Diharapkan model

yang dikembangkan dapat diterapkan untuk pendidikan anak pada masyarakat

nelayan tentang kewirausahaan di seluruh Indonesia.

1.2 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, dikembangkan beberapa tujuan yang akan dicapai,

yaitu:

1. Menyusun materi kewirausahaan dengan mengakomodir potensi karakter

kewirausahaan pada masyarakat miskin, dan disempurnakan dengan hasil

uji coba kepada siswa dan guru sekolah dasar di desa Nelayan yang draftnya

telah disusun pada penelitian tahun kedua.

2. Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan dan pemerintahan dalam

penerapan pendidikan inklusif untuk anak pada masyarakat nelayan.

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

3

3. Menguji cobakan pengajaran materi kewirausahaan pada institusi

pendidikan inklusif melalui ekstrakulikuler di sekolah-sekolah dengan

melakukan Training of Trainer untuk Guru Sekolah Dasar di desa Nelayan.

4. Menyusun model pendidikan inklusif kewirausahaan.

5. Mengembangkan strategi pendidikan kewirausahaan dalam skala yang lebih

luas.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat

dalam dua aspek, yaitu manfaat praktis dan manfaat akademis.

1.3.1 Manfaat Praktis

Penelitian dapat memberikan manfaat praktis, yaitu:

1. Menjadi masukan kepada pemerintah dan pemerintah daerah, selaku

pemegang otoritas dalam membuat kebijakan mengenai penyelesaian

berbagai permasalahan dalam masyarakat, khususnya pada masyarakat

miskin.

2. Memberi masukan kepada lembaga-lembaga swasta tentang konsep-konsep

dalam membuat program pengentasan kemiskinan.

3. Masukan kepada masyarakat yang terkait langsung tentang kemampuan

untuk memberdayakan diri dalam mengatasi berbagai permasalahan hidup.

1.3.2 Manfaat Akademis

Sedangkan manfaat akademisnya, yaitu:

1. Penelitian ini merupakan kajian pendidikan inklusif dalam pengembangan

kapasitas kewirausahaan, sehingga dapat berperan dalam pengembangan

ilmu pengetahuan tentang berbagai masalah sosial.

2. Memberikan masukan bagi pengembangan kajian keilmuan dalam aspek

fisik, ekonomi, sosio-kultural, dan institusional.

1.4 Urgensi Penelitian

Urgensi penelitian ini membahas tiga isu besar: 1) daya saing masyarakat

dan karakter kewirausahaan, 2) masyarakat miskin sebagai potensi wirausaha, dan

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

4

3) pendidikan inklusif sebagai pendekatan transformasi potensi kewirausahaan

pada masyarakat miskin.

Isu daya saing masyarakat menjadi penting dalam era persaingan global

dewasa ini. Saat ini, relasi antarbangsa di dunia semakin cair dan cepat. Eksistensi

suatu bangsa ditentukan oleh posisi dan nilai tawar terhadap bangsa lain. Suatu

bangsa akan mempunyai eksistensi yang kuat jika ia mempunyai daya saing yang

tinggi. Dan daya saing ini ditentukan dengan karakter masyarakatnya. Masyarakat

yang punya dorongan untuk berpreastasi (need for achievement, n-Ach) yang tinggi,

Isu enterpreunership menjadi mengemuka dalam permasalahan daya saing

masyarakat, karena kompetisi global ini banyak dipicu oleh aktivitas perdagangan.

Karakter inisiator, pembaharu, dan kepeloporan kewirausahaan menjadi relevan

untuk masa sekarang, sikap-sikap enterpreunership dinilai menjadi solusi bagi suatu

masyarakat untuk keluar dari keterbelakangan dan beranjak menjadi masyarakat

yang maju.

Yang lebih penting pada aspek kewirausahaa adalah perubahan paradigma,

yang lebih melihat masalah sebagai suatu potensi. Dengan paradigma ini, maka

karakter enterpreunership akan membawa seseorang untuk tidak terjebak dalam

suatu masalah tertentu. Karakter ini akan membawa kepada sikap proaktif, untuk

selalu bergerak dan membawa perubahan demi kebaikan dan kemajuan suatu

masyarakat.

Dengan paradigma kewirausahaan, maka kemiskinan perlu dilihat sebagai

potensi, bukan sekadar masalah. Paradigma konvensional selalu menganggap

kelompok masyarakat miskin sebagai beban dari kelompok masyarakat lain.

Akibatnya masyarakat miskin acapkali dimarjinalisasikan. Solusi-solusi yang

terbangun cenderung bersifat penyantunan (charity) semata, yang sering tidak bisa

berlanjut karena hanya menghasilkan ketergantungan dan bukan relasi yang saling

mempedulikan dan memberdayakan.

Sebenarnya ada kekuatan natural dari masyarakat miskin yang lebih banyak

menjadi potensi laten karena hambatan struktural dan kultural. Kekuatan ini muncul

sebagai respons terhadap kondisi sulit yang dihadapi sehari-hari. Kekuatan ini

adalah kekuatan daya tahan hidup atau survivalitas, kemampuan adaptif, dan tahan

banting, dan mampu bertahan dalam kondisi sulit. Di banyak kalangan masyarakat

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

5

miskin, kekuatan tersebut telah berkembang menjadi profesi tertentu, terutama di

sektor informal seperti pedagang kaki lima, pemulung, dan jasa-jasa lain, yang

hadir dan dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Agar karakter tersebut bisa menjadi kekuatan enterpreunership, maka perlu

ada upaya perubahan, dan cara yang paling mungkin adalah lewat pendidikan.

Hambatan kultural dan struktural membutuhkan waktu lama untuk bisa diatasi.

Maka anak-anak dari masyarakat miskin adalah harapan di masa depan. Lewat

pendidikan anak, karakter enterpreunership perlu ditanamkan sejak dini, bukan saja

agar mereka bisa melepaskan diri dari kemiskinan namun juga bisa berkembang

dan membawa masyarakatnya menjadi masyarakat yang lebih maju.

Pendidian inklusif dipilih sebagai pendekatan untuk menanamkan nilai-nilai

kewirausahaan pada anak-anak masyarakat miskin. Pendidikan inklusif merupakan

representasi dari deklarasi masyarakat dunia melalui UNESCO, yang menyatakan

bahwa pendidikan merupakan hak semua manusia (education for all). Melalui

pendidikan inklusif, kelompok masyarakat marjinal mendapatkan layanan

pendidikan berbaur dengan masyarakat pada umumnya. Dampak signifikan dari

sistem pendidikan inklusif adalah terciptanya kohesi sosial yang kokoh. Dengan

pendidikan inklusif, masyarakat marjinal dapat lebih mempunyai kepercayaan diri

karena keberadaannya diakui. Sedangkan buat masyarakat lain, pendidikan inklusif

menjadi media untuk meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosial.

Dengan pendidikan inklusif, penelitian ini dilakukan dengan memetakan

potensi nilai-nilai kewirausahaan lokal pada kasus masyarakat yang diteliti. Untuk

itu, penelitian ini memilih pendekatan etnografi di tahun pertama penelitian, agar

bisa mendapatkan potret kultural dari masyarakat yang diteliti. Selanjutnya

penelitian ini juga memetakan institusi-institusi lokal dan para pelaku kunci yang

mempunyai visi untuk memajukan komunitas. Diharapkan, metode pendidikan

inklusif ini bisa menjadi pendidikan yang membumi dalam membangun nilai-nilai

kewirausahaan di masyarakat.

1.5. Kerangka Pemikiran

Isu daya saing masyarakat menjadi penting dalam era persaingan global

dewasa ini. Saat ini, relasi antarbangsa di dunia semakin cair dan cepat. Eksistensi

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

6

suatu bangsa ditentukan oleh posisi dan nilai tawar terhadap bangsa lain. Suatu

bangsa akan mempunyai eksistensi yang kuat jika ia mempunyai daya saing yang

tinggi. Dan daya saing ini ditentukan dengan karakter masyarakatnya. Masyarakat

yang punya dorongan untuk berpreastasi (need for achievement, n-Ach) yang tinggi.

Isu enterpreunership menjadi mengemuka dalam permasalahan daya saing

masyarakat, karena kompetisi global ini banyak dipicu oleh aktivitas perdagangan.

Karakter inisiator, pembaharu, dan kepeloporan kewirausahaan menjadi relevan

untuk masa sekarang, sikap-sikap enterpreunership dinilai menjadi solusi bagi suatu

masyarakat untuk keluar dari keterbelakangan dan beranjak menjadi masyarakat

yang maju.

Yang lebih penting pada aspek kewirausahaan adalah perubahan paradigma,

yang lebih melihat masalah sebagai suatu potensi. Dengan paradigma ini, maka

karakter enterpreunership akan membawa seseorang untuk tidak terjebak dalam

suatu masalah tertentu. Karakter ini akan membawa kepada sikap proaktif, untuk

selalu bergerak dan membawa perubahan demi kebaikan dan kemajuan suatu

masyarakat.

Dengan paradigma kewirausahaan, maka kemiskinan perlu dilihat sebagai

potensi, bukan sekadar masalah. Paradigma konvensional selalu menganggap

kelompok masyarakat miskin sebagai beban dari kelompok masyarakat lain.

Akibatnya masyarakat miskin acapkali dimarjinalisasikan. Solusi-solusi yang

terbangun cenderung bersifat penyantunan (charity) semata, yang sering tidak bisa

berlanjut karena hanya menghasilkan ketergantungan dan bukan relasi yang saling

mempedulikan dan memberdayakan.

Sebenarnya ada kekuatan natural dari masyarakat miskin yang lebih banyak

menjadi potensi laten karena hambatan struktural dan kultural. Kekuatan ini muncul

sebagai respons terhadap kondisi sulit yang dihadapi sehari-hari. Kekuatan ini

adalah kekuatan daya tahan hidup/ survivalitas, kemampuan adaptif, dan tahan

banting, dan mampu bertahan dalam kondisi sulit. Di banyak kalangan masyarakat

miskin, kekuatan tersebut telah berkembang menjadi profesi tertentu, terutama di

sektor informal seperti pedagang kaki lima, pemulung, dan jasa-jasa lain, yang

hadir dan dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

7

Agar karakter tersebut bisa menjadi kekuatan enterpreunership, maka perlu

ada upaya perubahan, dan cara yang paling mungkin adalah lewat pendidikan.

Hambatan kultural dan struktural membutuhkan waktu lama untuk bisa diatasi.

Maka anak-anak dari masyarakat miskin adalah harapan di masa depan. Lewat

pendidikan anak, karakter enterpreunership perlu ditanamkan sejak dini, bukan saja

agar mereka bisa melepaskan diri dari kemiskinan namun juga bisa berkembang

dan membawa masyarakatnya menjadi masyarakat yang lebih maju.

Pendidian inklusif dipilih sebagai pendekatan untuk menanamkan nilai-nilai

kewirausahaan pada anak-anak masyarakat miskin. Pendidikan inklusif merupakan

representasi dari deklarasi masyarakat dunia melalui UNESCO, yang menyatakan

bahwa pendidikan merupakan hak semua manusia (education for all). Melalui

pendidikan inklusif, kelompok masyarakat marjinal mendapatkan layanan

pendidikan berbaur dengan masyarakat pada umumnya. Dampak signifikan dari

sistem pendidikan inklusif adalah terciptanya kohesi sosial yang kokoh. Dengan

pendidikan inklusif, masyarakat marjinal dapat lebih mempunyai kepercayaan diri

karena keberadaannya diakui. Sedangkan buat masyarakat lain, pendidikan inklusif

menjadi media untuk meningkatkan kepekaan dan kepedulian sosial.

Dengan pendidikan inklusif, penelitian ini dilakukan dengan memetakan

potensi nilai-nilai kewirausahaan lokal pada kasus masyarakat yang diteliti. Untuk

itu, penelitian ini memilih pendekatan etnografi di tahun pertama penelitian, agar

bisa mendapatkan potret kultural dari masyarakat yang diteliti. Selanjutnya

penelitian ini juga memetakan institusi-institusi lokal dan para pelaku kunci yang

mempunyai visi untuk memajukan komunitas. Diharapkan, metode pendidikan

inklusif ini bisa menjadi pendidikan yang membumi untuk dalam membangun nilai-

nilai kewirausahaan di masyarakat.

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 State of The Art dalam Bidang yang Diteliti

Paradigma konvensional selalu menganggap kelompok masyarakat miskin

sebagai beban dari kelompok masyarakat lain. Akibatnya masyarakat miskin

acapkali dimarjinalisasikan. Solusi-solusi yang terbangun cenderung bersifat

penyantunan (charity) semata, yang sering tidak bisa berlanjut karena hanya

menghasilkan ketergantungan dan bukan relasi yang saling mempedulikan dan

memberdayakan.

Sebenarnya ada kekuatan natural dari masyarakat miskin yang lebih banyak

menjadi potensi laten karena hambatan struktural dan kultural. Kekuatan ini muncul

sebagai respons terhadap kondisi sulit yang dihadapi sehari-hari. Kekuatan ini

adalah kekuatan daya tahan hidup/ survivalitas, kemampuan adaptif, dan tahan

banting, dan mampu bertahan dalam kondisi sulit. Di banyak kalangan masyarakat

miskin, kekuatan tersebut telah berkembang menjadi profesi tertentu, terutama di

sektor informal seperti pedagang kaki lima, pemulung, dan jasa-jasa lain, yang

hadir dan dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Agar karakter tersebut bisa menjadi kekuatan enterpreunership, maka perlu

ada upaya perubahan, dan cara yang paling mungkin adalah lewat pendidikan.

Hambatan kultural dan struktural membutuhkan waktu lama untuk bisa diatasi.

Maka anak-anak dari masyarakat miskin adalah harapan di masa depan. Lewat

pendidikan anak, karakter enterpreunership perlu ditanamkan sejak dini, bukan saja

agar mereka bisa melepaskan diri dari kemiskinan namun juga bisa berkembang

dan membawa masyarakatnya menjadi masyarakat yang lebih maju.

Dalam peningkatan daya saing bangsa, entrepreneurship menjadi salah satu

pilihan yang penting. Pertumbuhan angka entrepreneur di negeri ini akan membawa

perubahan yang positif terhadap kekuatan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan

kekuatan karakter-karakter dasar yang dimiliki oleh seorang entrepreneur.

Action oriented salah satu karakter yang harus dimiliki. Enterpreneur adalah

orang yang selalu ingin bertindak. Prinsip yang dianut adalah bertindak dan

menghadapi resiko. Selain itu seorang entrepreneur harus mampu melihat persoalan

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

9

dengan jernih dan menyelesaikan masalah dengan baik. Peluang-peluang usaha

baru harus selalu dikejar dan diciptakan. Hal ini harus ditunjang dengan usaha untuk

terus belajar dan membangun jaringan-jaringan baru. Peluang akan dapat diperoleh

dengan disiplin yang tinggi serta usaha keras. Selain itu entrepreneur adalah orang

yang harus memfokuskan energi pada usaha yang digeluti. Karakter-karakter ini

yang akan membangun masyarakat yang memiliki jiwa entrepreneur akan menjadi

lebih kuat.

Paradigma kewirausahaan, positive thinking, melihat masalah sebagai

sebuah potensi untuk diubah menjadi lebih baik. Dengan paradigma kewirausahaan

tersebut, keberadaan masyarakat miskin bagi sebuah bangsa bisa dilihat sebagai

sebuah potensi dan bukan masalah. Pandangan konvensional cenderung melihat

masyarakat miskin sebagai beban sehingga sering dimarjinalkan. Padahal untuk

bertahan hidup mereka mempunyai kemampuan survivalitas tinggi, adaptif, dan

tahan banting dalam kondisi-kondisi sulit. Karakter tersebut bahkan berhasil

membentuk sebuah jejaring profesi terutama di sektor nonformal yag menjadi salah

satu penyedia kebutuhan masyarakat secara luas. Potensi-potensi kewirausahaan

dalam masyarakat ini masih bersifat laten dan terabaikan sehingga perlu digali

dengan lebih cermat.

Keunikan entrepreneur di Indonesia adalah karena kekhasan yang

dimilikinya. Kekhasan tersebut adalah memiliki potensi keunikan, jiwa seni,

keunikan lokal, sikap adaptif, tahan banting. Indonesia memiliki potensi

enterpreneur yang menjadi modal untuk daya saing bangsa. Karakter sikap adaptif,

dan tahan banting dimiliki oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah karena

untuk bertahan hidup. Namun karena hambatan kultural dan struktural, potensi

tersebut hanya sekedar menjadi kemampuan untuk bertahan hidup dan bukan untuk

mengembangkan diri, sehingga perlu bantuan dari luar supaya potensi tersebut

dapat digunakan untuk pengembangan diri.

Salah satu solusi untuk mengatasi hambatan tersebut adalah melalui

pendidikan inklusif mengenai kewirausahaan. Pendidikan inklusif merupakan

manifestasi dari deklarasi dunia melalui Badan Dunia untuk Pendidikan, Penelitian,

dan Kebudayaan (UNESCO) pada Konferensi di Jomtien tahun 1990, tentang

“Pendidikan untuk Semua“, yang menyatakan bahwa pendidikan dasar seyogyanya

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

10

diberikan kepada semua anak, remaja dan orang dewasa dalam lingkungan yang

berkualitas dan akses yang memadai (UNESCO, 1990, pasal III:1-5) . UNESCO

kemudian melanjutkannya dengan Deklarasi Salamanca tahun 1994 tentang

“Pendidikan Inklusif“, yang mengharuskan sekolah mengakomodasi keragaman

fisik, intelektual, emosional, sosial, dan bahasa (UNESCO, 1994: pasal 2 dan 3).

Deklarasi ini dilanjutkan dengan komitmen dunia melalui Kerangka Kerja Dakar

tahun 2000 untuk menarik minat dan memelihara anak-anak dari kelompok

marjinal dan terbelakang dengan mengembangkan sistem pendidikan yang inklusif

dan lentur terhadap lingkungan dan kebutuhan para pembelajar (UNESCO, 2000,

paragraf 33).

Program pendidikan inklusif juga telah menjadi kebijakan pendidikan

nasional di Indonesia. Dalam Permendiknas RI nomor 70 tahun 2009 disebutkan,

tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat

istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuannya dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang

menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Secara operasional, pendidikan inklusif diselenggarakan dalam suatu

sekolah inklusif, yang dipahami sebagai sekolah reguler yang memasukkan anak-

anak dari kalangan marjinal dalam sistem pendidikan di dalamnya (Grovinda,

2009:9). Dengan demikian, anak-anak dari kalangan marjinal dapat menjalani

proses dan lingkungan pendidikan yang berkualitas seperti sekolah pada umumnya.

Sekolah reguler dengan orientasi inklusif merupakan sarana efektif untuk melawan

diskriminasi, membangun komunitas yang bersahabat, membangun masyarakat

yang inklusif dan mencapai pendidikan untuk semua (UNESCO, 1994: pasal 2).

Penelitian ini berada dalam lingkup besar penelitian tentang komunikasi

pendidikan anak. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan meliputi bagaimana

metode komunikasi efektif agar anak bisa belajar dengan lebih baik. Perjumpaan

dengan kelompok masyarakat marjinal memperluas bidang penelitian ke dalam

ranah pendidikan inklusif. Beberapa penelitian tentang komunikasi pada

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

11

masyarakat marjinal antar lain tentang pola komunikasi Anak Berkebutuan Khusus

(ABK) dan komunikasi pekerja anak pada industri rumah tangga.

Penelitian ini mencoba menggunakan paradigma pendidikan inklusif pada

kelompok masyarakat marjinal lain, yaitu masyarakat miskin, menyesuaikan

dengan salah satu topik Riset Strategis Nasional 2014 yaitu pengentasan

kemiskinan. Dengan rekam jejak penelitian komunikasi anak dan pendidikan

inklusif, diharapkan penelitian ini mampu memetakan potensi lokal anak-anak dari

masyarakat miskin, dalam penelitian ini adalah masyarakat nelayan, dan

mengembangkan metode pendidikan inklusif untuk mengangkat nilai-nilai lokal

tersebut ke dalam semangat kewirausahaan.

2.2 Studi Pendahuluan yang Sudah Dilaksanakan

1) Penelitian tentang Metode Komunikasi Guru

Penelitian tentang Metode Komunikasi Guru yang berjudul “Kajian Metode

Komunikasi Persuasif Guru Dalam Perkembangan Kreativitas Anak Taman

Kanak-Kanak”. Hal yang menarik yang dikaji dalam penelitian ini adalah cara guru

mengembangkan komunikasi persuasifnya dengan pesan yang mengena pada

persepsi anak. Permasalahan ini dijabarkan dalam identifikasi masalah sebagai

berikut: (1) Bagaimana cara guru mempersuasi dengan pesan yang menggunakan

ungkapan yang dimengerti oleh anak; (2) Bagaimana cara guru membangun empati

terhadap anak dalam menyampaikan pesannya; (3) Bagaimana guru melakukan

pendampingan terhadap anak dalam mengaplikasikan pesan yang disampaikannya;

(4) Bagaimana bentuk pujian dan dorongan yang diberikan guru untuk mendukung

keberhasilan pesan yang disampaikan; dan (5) Bagaimana guru dalam

menyampaikan pesan yang mendorong kebebasan pada anak dalam memberikan

responnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan guru dalam

metode komunikasi persuasif dalam mengajar berkaitan dengan perkembangan

kreativitas anak. Keterkaitan ini menghasilkan prinsip-prinsip umum komunikasi

persuasif guru yang terkait dengan kreativitas anak, yang dapat dilihat diantaranya

sebagai berikut: guru menjalin keterdekatan dengan anak, hal ini akan mengurangi

hambatan anak untuk berekspresi. Ketika guru memberikan pertanyaan dengan

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

12

jawaban elaboratif, anak akan terdorong dan terlatih untuk berpikir variatif dalam

mengembangkan kreativitasnya.

2) Penelitian tentang Pendidikan Inklusif

Penelitian tentang sekolah inklusif dengan judul Pola komunikasi Guru

dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Inklusi (Studi Fenomenologi tentang

Pola Komunikasi Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar di SD Hikmah Teladan

Cimahi).

Penelitian ini memfokuskan pada komunikasi guru dalam proses belajar

mengajar di kelas. Penelitian ini menjawab beberapa pertanyaan penelitian: (1)

bagaimana komunikasi guru dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas

inklusi?; (2) bagaimana komunikasi guru agar siswa normal dapat menerima anak

berkebutuhan khusus?; serta (3) bagaimana komunikasi guru dalam membantu anak

berkebutuhan khusus agar berhasil di sekolah inklusif?

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi guru dalam

menyampaikan materi pelajaran di keas dilaksanakan dalam empat tahap yaitu

pengkondisian siswa, pengenalan materi, penjeasan materi, latihan soal dan

pembahasan. Komunikasi guru agar siswa normal dapat menerima Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK) yaitu dengan menumbuhkan pengertian dalam diri

siswa normal baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi guru dalam

menumbuhkan empati yaitu dengan memberi penjelasan dan berdialog tentang

kondisi ABK serta membaurkan siswa normal dengan ABK. Guru juga berusaha

menciptakan suasana kelas agar siswa dapat menerima ABK yaitu dengan cara

menyatukan anak dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Dengan perlakuan yang

sama antara siswa normal dan ABK berarti memberikan kesempatan yang sama

pada mereka.

Keberhasilan ABK di sekolah inklusif didorong oleh komunikasi yang

diciptakan oleh guru di kelas. Guru membantu ABK agar mau belajar di kelas yaitu

dengan cara pendampingan, menciptakan mood, tutor sebaya, memberikan reward

dan punishment. ABK juga dibantu beradaptasi dan bersosialisasi yaitu dengan cara

memperkenalkan aturan kelas, memperkenalkan teman sekelas, membuat ABK

lebih lama diam di kelas, membantu ABK mengenali potensi dari pemberian tugas

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

13

dengan mengeksplorasi siswa, mengamati dari keseharian, melalui hobi ataupun

dengan cara alami.

3) Penelitian Tentang Metode Komunikasi Guru Pendamping/Helper

Penelitian tentang metode komunikasi helper dengan judul Metode

Komunikasi Helper di Sekolah Inklusif Pendidikan Anak Usia Dini di Bandung.

Penelitian ini mengkaji dan merumuskan metode komunikasi helper (guru

pendamping) di sekolah inklusif, yaitu bertujuan untuk meneliti bagaimana cara

helper membantu ABK dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah

inklusi, yang meliputi: (1) metode atau cara helper berkomunikasi dalam membantu

ABK memahami materi; (2) metode atau cara helper berkomunikasi dalam

membantu ABK bersosialisasi; dan (3) metode atau cara helper berkomunikasi

dalam menumbuhkan kemandirian ABK.

Hasil penelitian menunjukkan (1) metode komunikasi helper dalam

membantu abk mengikuti pelajaran yaitu dengan cara: pengkondisian,

pendampingan, menciptakan mood (suasana hati) , tutor sebaya, reward &

punishment dan belajar sambil bermain; (2) metode komunikasi helper dalam

membantu abk bersosialisasi yaitu dengan memperkenalkan aturan kelas,

memperkenalkan teman sekelas, membuat abk lebih lama diam di kelas dan berbaur

dengan siswa lain; dan (3) metode komunikasi helper dalam menumbuhkan

kemandirian abk yaitu dengan pembiasaan, memberi kepercayaan, mendidik

disiplin, memberi kesempatan memilih, menghargai usaha anak.

4) Penelitian tentang Pekerja Anak

Penelitian tentang pekerja anak dengan judul Pola Komunikasi Pengusaha

dengan Pekerja Anak pada Industri Kecil di Bandung. Penelitian ini mengkaji

bagaimana pekerja anak mengelola komunikasi dengan orang dewasa di lingkungan

kerjanya sehingga memperoleh gambaran mengenai pola komunikasinya, Hasil

penelitian menunjukkan :

a) Komunikasi pekerja anak dengan atasan dengan atasan meliputi pembicaraan

hal-hal teknis yang berkaitan langsung dengan pembagian pekerjaan, cara

melakukan pekerjaan, pemberian motivasi untuk terus bekerja dan

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

14

melaksanakan pekerjaan dengan baik. Beberapa keputusan yang berkaitan

dengan permasalahan pekerjaan seperti system penggajian, uang lembur, ijin

cuti, teguran bila pekerja anak melakukan kesalahan juga dikomunikasikan oleh

atasan kepada pekerja anak. Seorang atasan memiliki kredibilitas yang baik

dimata pekerja anak karena anak menganggap atasan adalah orang yang paling

kompeten tentang hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan sehingga informasi

yang disampaikan akan sangat dipercaya oleh anak.

b) Komunikasi pekerja anak dengan pekerja dewasa meliputi pembicaraan yang

berkaitan dengan bimbingan dalam melaksanakan pekerjaan, motivasi dalam

melakukan pekerjaan, percakapan ringan disela-sela waktu bekerja dengan

berbagai tema yang sering tidak cocok untuk anak-anak. Pekerja anak terlihat

nyaman berkomunikasi dengan pekerja dewasa, karena sudah merasa dekat satu

dengan yang lainnya. Intensitas komunikasi yang terjalin cukup tinggi

mengingat para pekerja tersebut berinteraksi satu dengan lainnya karena mereka

berada di tempat yang sama baik ketika bekerja maupun di luar waktu bekerja.

Hal ini terjadi karena mereka tinggal di tempat yang sama sehingga sulit untuk

menghindari interaksi. Tema yang lebih tepat diperuntukkan bagi orang dewasa

mendominasi komunikasi antara mereka cenderung membuat anak terlalu cepat

dewasa dan tidak sesuai dengan perkembangan usianya.

c) Komunikasi Pekerja Anak dengan Sesama Pekerja Anak meliputi permasalahan

di luar teknis pekerjaan. Mereka saling memotivasi untuk terus bekerja karena

kondisi mereka yang rata-rata sama. Pekerja anak meninggalkan keluarganya di

kampong untuk bekerja yang sebagian penghasilannya dikirim untuk keluarga di

kampong. Selain itu mereka juga saling melemparkan candaan disela-sela waktu

bekerja untuk menghilangkan kejenuhan. Keluh kesah juga sering muncul

diantara mereka ketika ada permasalahan yang bersifat pribadi. Dengan teman

yang usianya sebaya, sasama pekerja anak merasa lebih nyaman berkomunikasi

karena mereka merasa tidak ada hambatan psikologis dalam berkomunikasi.

Tindak lanjut dari penelitian ini adalah program-program pendidikan

kewirausahaan pada anak-anak masyarakat miskin di Indonesia. Diharapkan,

melalui pendidikan, beberapa anak dari kelompok masyarakat marjinal ini bisa

mengembangkan potensi lokal yang dimilikinya dan mentransformasikannya

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

15

menjadi karakter kewirausahaan. Program ini bisa diselenggarakan melalui

mekanisme pendidikan non-formal dalam skema kementerian pendidikan nasional

RI. Selain itu, program ini juga bisa diusulkan melalui skema program

pertanggungjawaban sosial masyarakat (CSR) dan pengembangan komunitas

(community development) dari perusahaan-perusahaan swasta.

Gambar 1. Roadmap Penelitian

Komunikasi Persuasif Guru

terhadap Kreativitas Anak(Tesis, 2002)

Komunikasi

Pendidikan

Anak

Komunikasi Pengajaran

Musik Anak(Penelitian LPPM Unisba, 2003)

Pendidikan

Inklusif

pada Anak

Kajian

Kelompok

Masyarakat

Marginal

Konstruksi Gender pada

Komunikasi Orang Tua

kepada Anak(Penelitian Kajian Wanita Dikti,

2008)

Komunikasi Anak di Sekolah

Inklusif(Disertasi, 2011)

Komunikasi Helper pada

PAUD(Penelitian LPPM Unisba, 2010)

Komunikasi Pekerja Anak(Penelitian LPPM Unisba, 2012)

Pendidikan Inklusif untuk

Kewirausahaan pada

Masyarakat Miskin(Usulan Penelitian Stranas 2014)

Program

Pendidikan

Non-Formal

Kementerian

Pendidikan RI

Program-

Program CSR

Penelitian Terdahulu Usulan Penelitian Agenda Keberlanjutan Penelitian

Program Pendidikan

Kewirausahaan pada

Masyarakat Miskin

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

16

2.3 Tinjauan tentang Pendidikan Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan

membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang,

cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut

adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau

ketidakpastian.

Kewirausahaan adalah sikap mental yang ditandai oleh kemadirian,

kemampuan bekerja sama, kemampuan mengambil resiko (risk taking), jujur,

tanggung jawab, tangguh (resillince), reasoning, dan kepedulian. Sikap hidup

semacam itu bukanlah sesuatu yang dilatihkan (training/workshop) dalam satu

bulan atau tiga bulan, tetapi sikap itu harus dibangun secara konsisten, terus

menerus dan berkesinambungan baik melalui pendidikan formal (kurikulum)

maupun kegiatan ekstrakulikuler dan kemasyarakatan.

Budaya kewirausahaan yang tumbuh secara alami dalam suatu keluarga atau

kelompok masyarakat Indonesia merupakan suatu asset yang sangat berharga bagi

bangsa Indonesia. Dinamika Perekonomian bangsa yang bertumpu pada

pertumbuhan budaya kewirausahaan tradisinal ini, perlu dipadukan dengan

penguasaan IPTEK dalam suatu kegiatan pendidikan penumbuhkembangkan

budaya wirausaha dalam pendidikan dasar menjajikan harapan cerah bagi

terciptanya sumber daya manusia yang mandiri dalam berpikir dan bertindak,

mampu menerapkan IPTEK yang dipahaminya untuk kesehjateraan diri dan

masyarakatnya. Adanya jiwa wirausaha sangat diperlukan bagi pengembangan

individu dalam mengarungi kehidupan di samping secara lebih luas lagi, yaitu

untuk mengembangkan kemadirian bangsa.

Dalam ranah pendidikan, persoalan pendidikan kewirausahaan menyangkut

bagaimana dikembangkan praksis pendidikan yang tidak hanya menghasilkan

manusia terampil dari sisi ulah intelektual, tetapi juga praksis pendidikan yang

inspiratif-pragmatis.Praksis pendidikan, lewat kurikulum, system, dan

penyelenggaraannya harus serba terbuka, eksploratif, dan membebaskan. Tidak

hanya praksis pendidikan yang link and match (tanggem), yang lulusannya siap

memasuki lapangan kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan kerja.

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

17

Selaras dengan kemampuan softskills, maka para peserta didik perlu

dibekali dengan pendidikan kemampuan kewirausahaan (entrepreneurship) yang

handal. Dengan dibekali pengetahuan kewirausahaan yang memadai dan disertai

segi-segi praktiknya, maka para lulusan mempunyai kemauan dan kemampuan

yang memadai, sehingga tidak merasa kebingungan ketika harus memasuki pasaran

kerja.

Mata pelajaran kewirausahaan sekarang ini perlu diberikan kepada semua

peserta didik. Demikian juga kalau memungkinkan setiap pelajaran dimasukkan

unsure kewirausahaan yang didalamnya terkandung kreativitas, inovasi, dan tidak

takut kepada risiko, sehingga aspek praktik lapangan menjadi prioritas utama.

Seorang wirausaha memang harus berani mengambil risiko, tetapi jauh

lebih penting bagi wirausaha adalah sikap kreatifnya untuk menjadikan sebuah

risiko terkendali. Mengapa wirausaha berani mengambil risiko karena sikap

kreatifnya mampu meninimalisir risiko yang akan terjadi. Berani ambil risiko tanpa

perhitungan sebelumnya sama juga bunuh diri.

Kebijakan pendidikan kewirausahaan mempunyai landasan yang kuat.

Landasan acuannya adalah melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

system pendidikan Nasional pasal 3, menyatakan bahwa pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah seringkali kurang

memperhatikan penumbuhan sikap, minat, dan perilaku wirausaha peserta didik,

baik di sekolah-sekolah kejuruan, maupun di pendidikan professional. Fokus utama

pendidikan pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja. Untuk itu, perlu

dicari penyelesaianya, bagaimana pendidikan dapat berperan untuk mengubah

manuasia menjadi insane wirausaha. Untuk mencapai hal tersebut bekal apa yang

perlu diberikan kepada peserta didik agar mampu menjadi wirausaha yang tangguh

dan siap sehingga mampu menghidupi dirinya.

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

18

Untuk mencapai tujuan tersebut, proses dapat dicapai apabila proses

pembelajaran berlangsung secara efektif dan peserta didik dapat menghayati dan

menjalani proses pembelajaran tersebut secara bermakna. Kualitas produk tercapai

apabila peserta didik menunjukan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas-

tugas belajar sesuai dengan kebutuhannya dalam kehidupan dan tuntutan dunia

kerja. Dengan demikian untuk kemampuan di atas perlu dikembangkan model

kewirausahaan dari mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini, Sekolah Dasar sampai

Sekolah Menengah Atas. Pendidikan harus berorientasi pada kemampuan untuk

menumbuhkan sikap, minat, dan perilaku wirausaha pada siswa.

Arah kebijakan pembangunan pendidikan nasional dimaksudkan untuk

penerapan metodologi pendidikan akhlak mulia dan karakter bangsatermasuk

karakter wirausaha. Kebijakan untuk menanggulangi masalah ini terutama masalah

yang terkait dengan kewirausahaan antara lain dapat dilakukan dengan cara : a)

menanamkan pendidikan kewirausahaan ke dalam semua mata pelajaran, bahan

ajar, ekstrakulikuler, maupun pengembangan diri, b) mengembangkan kurikulum

pendidikan yang memberikan muatan pendidikan kewirausahaan yang mampu

meningkatkan pemahaman tentang kewirausahaan, menumbuhkan jiwa dan

karakter wirausaha serta menumbuhkan skill berwirausaha, serta c) menumbuhkan

budaya berwirausaha di lingkungan sekolah.

Keberhasilan program pendidikan kewirausahaan dapat diketahui melalui

pencapaian kriteria oleh peserta didik, yang antara lain meliputi :

1. Memiliki karakter wirausaha

2. Memahami konsep kewirausahaan

3. Mampu melihat peluang

4. Memiliki keterampilan (skill)

5. Terbentuknya lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang berwawasan kewirausahaan.

Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan tenaga pendidik

dirasakan sangat penting karena pendidik adalah “Agent of change” yang

diharapkan mampu menanamkan ciri-ciri sifat, dan watak serta jiwa kewirausahaan

atau jiwa entrepreneur juga sangat diperlukan bagi peserta didiknya. Di samping

itu, jiwa entrepreneur juga sangat diperlukan bagi seorang pendidik, karena melalui

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

19

jiwa ini, para pendidik akan memiliki orientasi kerja yang lebih efisien, kreatif,

inovatif, produktif, dan mandiri. Jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dapat

ditanamkan oleh para pendidik maupun orang tua ketika anak-anak mereka masih

berusia dini. Kewirausahaan lebih mengarah pada perubahan mental. Pengenalan

terhadap diri sendiri (self awareness)

Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan adalah pendidikan yang

menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup

(life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi yang

dikembangkan di sekolah.

Kecakapan hidup (life skill) dapat dipilah menjadi lima bagian, ialah

kecakapan mengenal diri (self awareness), kecakapan berpikir rasioanal (thinking

skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill), dan

kecakapan vokasional (vocational skill).

1. Kecakapan mengenal diri (self awareness) atau kecakapan diperlukan bagi

seseorang untuk mengenal dirinya secara utuh. Kecakapan ini mencakup :

- Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan

- Penghayatan diri sebagai anggota keluarga dan masyarakat

- Penghayatan diri sebagai warga Negara

- Menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan diri

- Menjadikan kelebihan dan kekurangan sebagai modal dalam

meningkatkan diri agar bermanfaat bagi diri dan lingkungannya

2. Kecakapan berpikir rasional (thinking skill) adalah kecakapan yang

diperlukan dalam pengembangan potensi berpikir, mencakup :

- Kecakapan menggali dan menemukan informasi (information

searching)

- Kecakapan mengelolah informasi dan mengambil keputusan

(information processing and decision making skills)

- Kecakapan memecahkan masalah secara kreatif (creative problem

solving skill)

3. kecakapan sosial atau kecakapan interpersonal (social skill) mencakup :

- kecakapan komunikasi dengan empati (communication skill), empati,

sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah, perlu ditekankan

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

20

karena yang dimaksud berkomunikasi bukan sekadar menyampaikan

pesan, tetapi isi dan sampainya pesan, disertai dengan “kesan” baik,

akan menumbuhkan hubungan yang harmonis.

- Kecakapan bekerja sama

4. Kecakapan akademik (academic skill) atau kemampuan berpikir ilmiah,

mencakup komponen-komponen :

- Kemampuan melakukan identifikasi variabel

- Kemampuan merumuskan hipotesis

- Kemampuan melakukan penelitian

5. Kecakapan vokasional (vocational skill), adalah keterampilan yang

dikaitkan dengan berbagai bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di

masyarakat.

2.4 Membangun Pendidikan Kewirausahaan pada Anak

1. Melalui Pengembangan Diri

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran

sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan

diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha dan

kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling

ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan karier. Untuk kesatuan pendidikan

khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai

dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Dengan Pembelajaran praktik berwirausaha, pembelajaran kewirausahaan

diarahkan pada pencapaian tiga kompetensi yang meliputi penanaman karakter

wirausaha, pemahaman konsep, dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada

pencapaian kompetensi jiwa dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada

pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep.

Salah satu contoh model pembelajran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan

karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin

yang dikelola oleh anak-anak sendiri.

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

21

2. Dalam Bahan/Buku Ajar

Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling

berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran.

Banyak guru yang mengajar semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-

kegiatan pembelajarana (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa

melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan

dalam buku ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun, evaluasi.

3. Melalui Kultur Sekolah

Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah di mana peserta

didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan

sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya dan antara anggota kelompok

dalam masyarakat sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan

kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan

kepala sekolah, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta

didik dan menggunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab,

disiplin, komitmen, dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga

sekolah melakuakn aktivitas berwirausaha di lingkungan sekolah).

4. Ke dalam Muatan Lokal

Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk

mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang

bersangkutan. Oleh karena itu, mata pelajaran muatan lokal harus memuat

karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan

mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu

membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam

kehidupan sehinnga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh : anak yang

berada di lingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai

peluang untuk mengelolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang

kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh

pendapatan.

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

22

2.5 Membangun Komunikasi dengan Anak

Pendidikan kewirausahaan untuk anak hendaklah memperhatikan anak

sebagai subjek dan bukan objek dalam pendidikan. Salah satu faktor penting adalah

membangun komunikasi dengan anak. Seorang guru yang juga sebagai sumber

memegang peran yang penting dalam membangun komunikasi. Dalam konteks

komunikasi dengan anak, seorang sumber yang sekaligus sebagai orang yang lebih

dewasa akan membimbing dan membantu dalam berkomunikasi dengan anak.

Teori keterlibatan lebih menjelaskan kepada penerima. Tokohnya adalah

Muzafer Sherif. Teori tersebut mempunyai dua konsep pokok yang keduanya secara

internal didasarkan pada penerima (Larson, 1996:365). Pendapat terdahulu

merupakan pandangan internal yang ada di dalam diri masing-masing. Penerima

ketika dihadapkan pada kebutuhan untuk melakukan sesuatu sering merujuk pada

hal-hal internal yang ada dalam dirinya dan membandingkan informasi yang sudah

ada yang relevan. Informasi akan dapat diterima bila dekat dengan hal-hal yang ada

di sekitar dirinya dan berada di dalam ruang geraknya yang disebut sebagai ruang

gerak penerimaan.

Sangat penting bagi seorang sumber untuk mengetahui ruang gerak

penerimanya atau berempati dengan keadaan penerimanya sebelum menyampaikan

pesan. Semakin besar keterlibatan pesan dengan keadaan dirinya, maka semakin

besar ruang penerimaan terhadap pesan tersebut.

Bila pesan masuk dalam ruang gerak penolakan, maka sulit diterima. Di

antara ruang gerak penerimaan dan penolakan terdapat ruang gerak non

commitment dimana penerima tidak memiliki sikap yang kuat untuk menerima atau

menolak.

Menurut Sherif hal yang terpenting lainnya adalah keterlibatan ego (ego

involvement) dengan pesan yang disampaikan. Apabila keterlibatan orang sangat

kuat, maka mereka bisa menempatkan dirinya dalam suatu posisi dan mudah untuk

menerima informasi atau pesan yang disampaikan.

Ketika orang dewasa menyatukan diri dengan anak, baik dengan lambang

verbal maupun non verbal, dan menggambarkan bahwa ia sama dengan anak atau

menjadi satu dengan anak. Sebagai contoh penggunaan kata kita, bukan saya atau

kami, dengan maksud agar anak merasa terlibat dengan apa yang disampaikan oleh

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

23

orang dewasa. Orang dewasa biasanya akan mengambil posisi untuk mengartur

kedekatan dengan anak.

1. Penyampaian Pesan

Manusia belajar akan suatu harapan atau ekspektansi yaitu rasa percaya

bahwa suatu respon perilaku akan membawa kepada suatu peristiwa atau hal

tertentu. Dalam pendidikan anak, teori ini banyak digunakan untuk melihat isi pesan

yang disampaikan, misalnya topik yang berkaitan erat dengan dunia anak-anak,

seperti cerita-cerita rakyat atau dongeng binatang, akan lebih mudah diterima oleh

anak.

2. Pelaksanaan Komunikasi kepada Anak

Tujuan komunikasi adalah membuat audiens percaya dan mau mengikuti

kehendak penyampai pesan. Untuk mencapai kondisi seperti ini, ada beberapa

tahapan tipikal yang dapat dilakukan oleh sumber:

1. Pembangkitan Pesan

Berbagai cara dapat dilakukan oleh sumber untuk membangkitkan perhatian

sasaran, misalnya dengan pengaturan gaya bicara melalui pemilihan kata-kata

yang menarik, serta gaya penampilan fisik yang simpatik. Cara seperti ini

merupakan contoh langkah persuasif untuk membangkitkan perhatian sasaran

sehingga proses komunikasi diharapkan lebih efektif.

2. Penumbuhan minat.

Menumbuhkan minat sasaran ini dapat berhasil dengan mengutarakan hal-hal

yang menyangkut kepentingan sasaran. Oleh karena itu sumber harus mengenal

sasaran yang dihadapinya, sehingga kepentingannya dapat ditangkap, dan pesan

komunikasi persuasif dapat disusun sesuai dengan minat sasarannya tersebut.

3. Pemunculan Hasrat

Hasrat sasaran dapat dimunculkan dengan melakukan ajakan dan bujukan.

Pada tahap ini imbauan emosional (emotional appeal) perlu ditampilkan.

Sementara dari sisi sasaran (audiens), ada beberapa ciri yang menandakan

proses tahapan komunikasi persuasif, yang diklasifikasikan oleh Larson, (1986:34),

sebagai berikut:

1. Attention (perhatian). Jika sasaran tidak memberikan perhatian pada pesan,

maka ia tidak dapat terpengaruh oleh pesan tersebut. Dengan demikian

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

24

efektifitas persuasi mensyaratkan terlebih dahulu harus ada perhatian dari

sasaran.

2. Comprehension (pemahaman). Jika sasaran tidak memahami atau tidak

mengerti pesan yang disampaikan, maka mereka sangat sulit untuk dipersuasi

melalui proses komunikasi.

3. Acceptance (penerimaan). Jika sasaran tidak memperhatikan dan tidak

memahami pesan, maka akan terjadi permasalahan dalam penerimaan pesan

persuasi.

4. Retention (penangguhan). Sering sasaran menyembunyikan atau menahan

pesan-pesan yang telah dipahaminya sampai waktu tertentu yang dirasakan

olehnya tepat untuk bertindak.

5. Action (perbuatan/tindakan). Perubahan sikap atau tindakan sesuai dengan

himbauan pesan yang diterima.

2.6 Prinsip-Prinsip Komunikasi dalam Pendidikan Kewirausahaan

Untuk mencapai komunikasi yang efektif, maka harus dikembangkan

prinsip-prinsip komunikasi. Dari berbagai sumber dan penelitian pakar, penulis

menyimpulkan ada beberapa prinsip komunikasi yang harus dikembangkan dalam

berkomunikasi dengan anak.

1. Meningkatkan kredibilitas

Orang dewasa apalagi bagi seseorang yang dihormati oleh seorang anak

(apakah sebagai orang tua, atasan, maupun guru) mempunyai kredibilitas

yang tinggi di mata anak, maka akan membuat anak lebih percaya dan dapat

mengubah pendapat dengan ketertarikan langsung. Umumnya semakin

tinggi kredibilitas seseorang akan memberikan daya tarik yang lebih

meyakinkan.

Sedangkan personalitas anak juga mempengaruhinya dalam menerima

pesan. Seorang anak yang percaya akan kemampuan dirinya akan menerima

pesan yang sesuai dengan apa yang telah terbentuk dalam pikirannya dan

yang mempunyai hubungan walaupun kecil dengan kehidupannya. Seorang

anak akan cepat menerima pesan yang berkaitan dengan sesuatu yang

disukainya. Individu akan memperhatikan bagian-bagian komunikasi yang

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

25

mendukung pandangannya (perspektif selektif) mengerti dan mengingat

informasi hanya jika informasi tersebut memperkuat bayangan sebelumnya

(selektif memori), dan memutarbalikkan pertanyaan untuk menghindari

materi-materi yang bertentangan (selektif distortion). Singkatnya anak

mendengar apa yang ingin mereka dengar, berdasarkan kepercayaan dan

sikapnya terdahulu (Karlins dan Abelson,1999:99).

2. Menumbuhkan motivasi pada anak

Kekuatan motivasi yang dikomunikasikan sangat penting bagi anak dalam

bekerja maupun belajar. Keberhasilan komunikasi ini ditentukan oleh

tindakan atau sikap sasaran yang tumbuh akibat dorongan dari dalam.

Seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan baik jika berpikir bahwa dia

mampu untuk melakukannya. Hal ini akan berhasil tergantung pada

pengertian bagaimana seorang anak menerima pandangan-pandangan orang

lain. Proses komunikasi secara keseluruhan menganjurkan perubahan yang

terbaik menurut penilaian audiensnya. Dalam memberikan perubahan

secara memyeluruh posisi orang dewasa harus dekat dengan anak, dan harus

berempati dengan anak.

3. Bersikap sejajar

Komunikasi yang efektif mensyaratkan adanya kesejajaran antara sumber

dan sasaran, sumber tidak bersifat menggurui. Di sini tercipta suasana

kebersamaan, sumber mencoba mendalami sasarannya, sasaran

menganggap sumber sebagai teman, dan pesan dapat diterima akibat

kedekatan yang terjadi (Depsos dan UNDP,1997).

Dalam konteks komunikasi pada pendidikan anak, sikap kesejajaran ini

ditunjukkan ketika orang dewasa tidak menganggap dirinya lebih tahu

segalanya dari anak, sehingga cenderung memaksa anak untuk mengikuti

kemauannya. Ketika ia menempatkan diri sebagai seorang teman bercerita,

dan dia berusaha mendalami anak, maka sang anak akan merasa dekat,

sehingga pesan yang disampaikan akan dilaksanakan oleh anak sebagai

dorongan yang muncul dari dalam.

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

26

4. Memperbanyak diskusi

Komunikasi banyak melibatkan sasaran untuk menyampaikan pendapatnya

dalam proses komunikasi. Orang dewasa dan anak ada dalam sebuah proses

interaksi simbolik yang melingkar (Applbaum dan Anatol,1974:203).

Sangat mungkin, dalam komunikasi, pesan yang diterima merupakan hal

yang sebenarnya sudah diketahui oleh sasaran, sumber hanya memberikan

penegasan atau penjelasan lebih kuat terhadap apa yang sudah dipahami

sasaran (Depsos dan UNDP,1997).

Dalam konteks pendidikan anak, misalnya ketika orang dewasa

menyampaikan penjelasan, ia merasa perlu untuk memberi kesempatan

anak untuk ikut memberi komentar terhadap apa yang ia ceritakan. Dengan

demikian terbuka kesempatan bagi guru untuk menyampaikan pesan,

misalnya pesan moral dan nilai-nilai, dengan menggunakan kerangka

pemahaman yang sudah ada pada anak tersebut (misalnya sudah terbentuk

dari keluarga). Suasana diskusi dalam konteks anak-anak akan lebih berupa

kegiatan mengobrol atau bercerita bersama, lebih memungkinkan proses

transfer pengalaman sesama anak. Dan anak akan lebih mudah memahami

dan mendalami pesan ini, karena pesan ini bukan sesuatu yang asing bagi

mereka.

5. Memberikan kebebasan berkreasi

Komunikasi bertujuan untuk menghasilkan sikap dan perilaku yang

berubah. Sumber akan lebih berhasil jika dia membiarkan anak untuk

menggambarkan dengan idenya masing-masing. Membiarkan anak untuk

membuat kesimpulan sendiri akan sukses bila pesan yang disampaikan

lebih kompleks. (Karlins dan Abelson,1999:99).

6. Menghargai perbedaan

Perbedaan individu adalah hal yang perlu disadari dalam sebuah proses

belajar. Perbedaan individu mengindikasikan bahwa tidak ada dua anak

yang merespon dengan cara yang sama dalam usaha pengaruh yang identik.

Daya tarik yang sama diterima oleh audiens yang berbeda terjadi karena

karakteristik kepribadian mereka yang berbeda. Kepribadian merupakan hal

yang mudah mempengaruhi individu (Karlins dan Abelson, 1999:110).

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

27

Sumber akan lebih sukses bila merencanakan dan menyediakan kondisi

dimana setiap anak dapat belajar, dan guru menerapkan sebuah bentuk

umum tentang objektif dan prosedur yang dibagi dengan kemampuan

seorang anak dengan anak lainnya.

7. Mengarahkan secara halus

Komunikasi dengan anak tidak bersifat memaksa, perubahan sikap atau

perilaku berasal dari dorongan pribadi. Dengan demikian komunikasi lebih

menciptakan sikap dan perilaku yang konsisten. Cara-cara kasar cenderung

membuat sasaran menjalankan keinginan sumber karena rasa takut, bukan

atas kesadaran sendiri.

Dalam konteks komunikasi dengan anak, mengarahkan secara halus akan

menghindarkan anak dari rasa takut dan keterpaksaan ketika anak

melakukan sesuatu yang sebenarnya merupakan perintah dari orang dewasa

atau atasannya. Suatu cara-cara halus yang menyentuh emosi dan afeksi

anak akan membuat anak merasa memiliki dan menyenangi tindakan yang

harus dilakukannya.

8. Mendampingi

Salah satu tujuan dari komunikasi adalah adalah perubahan sikap dari

sasaran, sehingga sumber perlu terus bertanggungjawab, mengawal atau

mendampingi sasaran hingga pesannya sampai (Depsos dan UNDP,1997).

Dalam konteks pendidikan anak, komunikasi tidak akan efektif jika gatasan

(orang dewasa) hanya memberikan instruksi, dan kemudian membiarkan

anak memahami pesan tersebut tanpa arahan. Ketika anak tengah

menjalankan apa yang diinginkan sumber, maka pendampingan akan

membuat anak merasa aman karena ia merasa ada yang siap memberi

pertolongan jika ia membutuhkan.

9. Menciptakan iklim informal

Penciptaan suasana informal akan membuat perbedaan-perbedaan menjadi

sesuatu yang mudah dimaklumi dan tidak menghambat komunikasi. Sumber

berusaha menciptakan iklim yang informal dan santai dalam belajar maupun

bekerja, dimana anak bebas mengekspresikan pendapat mereka. Persepsi ini

dipengaruhi oleh nilai-nilai yang digunakan dalam komunikasi tersebut.

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

28

Jika evaluasinya positif anak akan menerima ide yang disampaikan oleh

sumber. Jika evaluasi negatif, mungkin memerlukan penghargaan (reward),

dorongan dan bimbingan agar anak bisa menerima ide tersebut (Karlins dan

Abelson,1999:99).

10. Mendengar keluh kesah

Komunikasi mengakomodasi hal-hal yang di luar konteks komunikasi

namun berpengaruh pada kondisi emosional sasaran. Keluh kesah sasaran

perlu menjadi pertimbangan, keluh kesah ini bisa menjadi penghambat

ketika sasaran hendak menjalankan apa yang dimaui sumber (Depsos dan

UNDP,1997).

Dalam konteks pendidikan anak, hal ini terlihat ketika orang dewasa harus

sabar dalam melayani permintaan anak-anak yang sebenarnya tidak terkait

dengan apa yang tengah diajarkan. Suatu pengekangan atau pembatasan

terhadap keluh kesah akan mengurangi rasa kepemilikan terhadap apa yang

disampaikan.

2.7 Perkembangan Kreativitas Anak

Salah satu perkembangan pada anak menurut penggolongan dari Hurlock

adalah perkembangan kreativitas. Arti kreativitas yang paling populer menekankan

pembuatan sesuatu yang baru dan berbeda. Kreativitas tidak selalu membuahkan

hasil yang dapat diamati dan dinilai. Dengan demikian kreativitas harus dianggap

sebagai suatu proses, suatu proses adanya sesuatu yang baru, apakah itu gagasan

atau benda dalam bentuk atau rangkaian yang baru dihasilkan. Penekanan pada

tindakan menghasilkan ketimbang pada hasil akhir tindakan tersebut yang menjadi

inti konsep kreativitas (Hurlock,1999:2).

Kreativitas biasanya merupakan gabungan dari gagasan atau produk lama

ke dalam bentuk baru, tetapi yang lama merupakan dasar bagi yang baru.

Kreativitas merupakan proses mental yang unik, suatu proses yang semata-mata

dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan orisinal

(Hurlock,1999:3).

Kreativitas tidak dapat berfungsi dalam kekosongan. Ia menggunakan

pengetahuan yang diterima sebelumnya (Hurlock,1999:5). Kreativitas memberi

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

29

anak- anak kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat besar terhadap

perkembangan kepribadiannya. Kreativitas seperti halnya setiap potensi lain, perlu

diberi kesempatan dan rangsangan oleh lingkungan untuk berkembang. Kondisi

yang menguntungkan bagi perkembangan kreativitas harus diadakan pada awal

kehidupannya ketika kreativitas mulai berkembang dan harus dilanjutkan terus

sampai berkembang dengan baik.

Dorongan Eksternal/Motivasi dari Lingkungan bagi seorang anak

memerlukan kondisi yang memupuk dan memungkinkan bibit itu mengembangkan

sendiri potensinya. Untuk itu kita harus mengupayakan lingkungan (kondisi

eksternal) yang dapat memupuk dorongan dalam diri anak (internal) untuk

mengembangkan kreativitasnya:

1) Keamanan psikologis, terbentuk dengan tiga proses yang saling berhubungan:

o Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan

keterbatasannya.

o Mengusahakan suasana yang di dalamnya evaluasi eksternal tidak ada

(tidak ada efek mengancam).

o Memberikan pengertian secara empatis, ikut menghayati dan mengenal

perasaan anak, pemikiran-pemikirannya, tindakan-tindakannya, dapat

melihat dari sudut pandang anak.

2) Kebebasan Psikologis, memberikan kesempatan pada anak untuk bebas

mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atan perasaan-perasaannya,

dan memberikan pada anak kebebasan dalam berpikir atau merasa sesuai

dengan apa yang ada dalam dirinya. Cara berpikir yang kreatif menjajaki

berbagai kemungkinan jawaban dengan kemampuan berpikir divergen, bukan

hanya mencari satu jawaban yang benar (berpikir konvergen). Kemampuan

berpikir divergen merupakan indikator dari kreativitas.

Perkembangan Kreativitas Anak memiliki beberapa indikator yang dapat

terlihat dari hal berikut:

1. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan unik

Menurut Elizabeth Hurlock (Hurlock,1999:3) kreativitas adalah adanya

sesuatu yang baru baik dalam bentuk gagasan atau suatu hasil karya. Dalam

kreativitas yang diciptakan adalah sesuatu yang baru dan berbeda dari yang

Page 40: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

30

telah ada dan sifatnya unik. Keunikan dekat dengan keaslian (originalitas).

Linda K. Fouler (dalam Elizabeth Shaffer, “Encouraging Creativity in

Children”, 2002) menambahkan bahwa kemampuan untuk membuat sesuatu

yang orisinal (asli), yaitu murni diri ide anak yang didukung oleh pengetahuan

dan informasi yang telah diperoleh sebelumnya..

Keunikan ini tidak melulu produk, namun juga bisa dalam bentuk gagasan

atau ide (Hurlock, 1999:4). Juga diungkapkan oleh Linda K. Fouler, bahwa

anak yang kreatif kerapkali mendatangkan dan melahirkan ide-ide baru.

Barron dan Harrington (dalam Sara Gable “Creativity in Young Children”

2002), bahwa ide ide orisinal muncul dari diri anak sendiri yang didukung

oleh pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh sebelumnya

2. Kemampuan untuk Mentransformasikan “Gagasan Lama” ke dalam “Bentuk-

Bentuk Baru”

Tidak semua hal baru sesuatu yang orisinal, tetapi membuat sesuatu yang

sudah ada menjadi bentuk baru. Menurut Hurlock (Hurlock,1999:3),

kreativitas juga berarti mentransformasikan gagasan lama ke dalam bentuk

baru: gagasan yang lama merupakan dasar dari yang baru. Jika orang ingin

kreatif mereka memerlukan pengetahuan yang diterima sebelum mereka

dapat menggunakannya dengan cara yang baru dan orisinal.

Dalam bahasa lain, Linda K. Fouler (Shaffer, 2002) menjelaskan bahwa

kreativitas juga terlihat pada kemampuan untuk membuat sesuatu yang

umum menjadi khusus dan sesuatu yang khusus menjadi umum. MaryAnn

Kohl (dalam “Earlychildhood News”, 2001) menambahkan bahwa

kemampuan mentansforamsi ini juga tercermin pada kemampuan melihat

sesuatu dengan cara yang baru.

MaryAnn Kohl memberikan contoh, jika ada murid yang mengerjakan tugas

yang sama dengan cara-cara yang berbeda. Artinya anak selalu

mengembangkan idenya tidak hanya meniru apa yang disampaikan guru

tetapi mengembangkan cara tersebut dengan ide-ide kreatifnya.

3. Kemampuan untuk Membangun Imajinasi dan Fantasi yang Terarah

Imajinasi bisa diartikan sebagai kemampuan membayangkan sesuatu yang

tidak ada, mampu mengembangkan idenya dan menghubungkannya dengan

Page 41: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

31

sesuatu yang pernah diketahui atau dilihatnya. (Linda K. Fouler, Shaffer,

2002). Mempunyai daya imajinasi, dapat juga menjadi salah satu ukuran

kreativitas seorang anak (Munandar, 1999:45). Daya imajinasi dapat

dikembangkan dengan cara memberikan kebebasan pada anak untuk

mengekspresikan dirinya secara kreatif dengan bimbingan dan arahan guru.

Menurut Hurlock, kreativitas merupakan imajinasi atau fantasi yang terarah.

Mereka memerlukan pengetahuan yang diterima sebelum mereka dapat

menggunakannya dengan cara yang baru dan orisinil (Hurlock,1999:3).

Hasil yang dicapai terarah pada acuan dan pengetahuan yang mereka miliki

sebelumnya baik dari pengetahuan yang diberikan oleh guru maupun dari

bacaan atau tayangan yang pernah mereka lihat. Ada maksud dan tujuan

yang ditentukan, jadi bukan fantasi semata, walaupun berbentuk sebuah

hasil atau gagasan yang tidak lengkap.

Barron dan Harrington (Gable, 2002), menyebutkan bahwa imajinasi yang

terarah ini bisa ditumbuhkan lewat permainan imajinatif. Dengan sering

dilibatkannya anak dalam permainan imajinatif yang selalu mendorong

anak untuk berpikir dan berkreasi maka anak akan terbiasa untuk selalu

berusaha menghasilkan ide-ide yang kreatif.

4. Kemampuan Berpikir Divergen

Berpikir divergen adalah kemampuan untuk melihat berbagai kemungkinan

jawaban untuk satu masalah. Cara berpikir yang kreatif menjajaki berbagai

kemungkinan jawaban dengan kemampuan berpikir divergen, bukan hanya

mencari satu jawaban yang benar.

Hal ini dimungkinkan jika tercipta kebebasan psikologis pada anak. Anak

diberi kesempatan untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-

pikiran atan perasaan-perasaannya, dan memberikan pada anak kebebasan

dalam berpikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya

( Munandar, 1999:34).

5. Adanya Rasa Ingin Tahu yang Luas dan Mendalam

Salah satunya parameter kreativitas adalah adanya rasa ingin tahu yang luas

dan mendalam (Munandar,1999:45). Anak tidak puas dengan hanya

menerima informasi yang disampaikan guru saja tetapi dia akan mencoba

Page 42: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

32

mengetahui untuk tahap selanjutnya. Hal ini dapat ditandai dengan

seringnya anak mengajukan pertanyaan, baik yang terkait langsung dengan

materi atau terkait dengan hal lain saat guru bercerita atau menerangkan

sesuatu.

6. Adanya Minat yang Luas dan Keinginan Bereksplorasi

Minat yang luas ditunjukkan oleh anak-anak kreatif dengan cara keinginan

untuk menjalani atau mempelajari hal-hal yang baru. Tingkat energi,

spontanitas dan kepetualangan sering tampak pada anak yang kreatif.

Mereka mempunyai keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang

baru dan mengasyikkan. Dalam skala tertentu, mereka berani melakukan

sesuatu yang berbeda dari yang dilakukan oleh temannya dan melakukan

sesuatu yang memang disukainya untuk selalu kreatif (Munandar, 1999:45).

MaryAnn Kohl (dalam Earlychildhood News2001) juga menegaskan bahwa

anak-anak perlu belajar melakukan eksplorasi. Anak diberikan kebebasan

seluas luasnya dengan dukungan sarana dan prasarana yang ada untuk

melakukan eksplorasi sehingga dapat mendorong munculnya ide-ide

kreatif.

7. Adanya Perhatian pada Proses, bukan sekadar Hasil Akhir

Kreativitas dianggap sebagai suatu proses atau proses adanya sesuatu yang

baru. Penekanannya adalah pada tindakan menghasilkan daripada hasil

akhir tindakan tersebut (Hurlock, 1999:3). Hal senada diungkapkan oleh

Barron dan Harrington (Gable, 2002) yang lebih memfokuskan pada proses

dan bukan pada hasil akhirnya. Melalui pendekatan pada proses, yang lebih

dilihat adalah bagaimana munculnya ide-ide orisinal untuk kreatif dan tidak

terpaku pada produk akhir yang menjadi bukti kreativitas seorang anak. Hal

yang sama diungkapkan oleh MaryAnn Kohl (dalam Earlychilhood

News,2001) yang lebih mementingkan proses dari pada hasil akhirnya

dalam suatu proses kreativitas. Kreativitas adalah proses bagaimana

melakukan pekerjaan. Sehingga yang lebih dilihat adalah bagaimana proses

dilahirkannya ide-ide orisinal dan tidak harus mementingkan produk akhir.

Page 43: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

33

8. Adanya Kesenangan dan Kepuasan Pribadi dalam Melakukan Pekerjaan

Kreativitas itu memberikan kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat

besar pada anak (Hurlock, 1999:4). Anak akan mendapatkan penghargaan

atau pujian yang mempunyai pengaruh nyata terhadap perkembangan

kepribadiannya. Anak akan merasa puas bila mampu menciptakan rumah-

rumahan dengan bentuk yang di desainnya sendiri. Pujian dari orang lain

akan membuatnya senang sedangkan cemoohan akan membuat kondisi

yang sebaliknya.

9. Adanya Pengetahuan Awal sebagai Modal

Kreativitas tidak dapat berfungsi dalam kekosongan, ia menggunakan

pengetahuan yang sudah diterima sebelumnya sebagai rangsangan dan ini

tergantung juga dari individu yang menerapkannya (Hurlock ,1999:3).

Barron dan Harrington (Gable, 2002), menyebutkan bahwa ide orisinal

didukung oleh pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh sebelumnya.

10. Kepekaan akan Keindahan (Sense of Beauty)

Mempunyai rasa keindahan akan menunjukkan salah satu kriteria anak

yang kreatif (Munandar, 1999:45). Anak mampu mengapresiasi rasa

keindahan yang ditimbulkan oleh suatu benda atau karya. Rasa keindahan

ini dikembangkannya dengan menciptakan gagasan-gagasan baru terhadap

benda atau karya yang dilihatnya. Anak mempunyai minat yang cukup besar

terhadap seni, sastra, musik, teater.

11. Kemampuan Berpikir Asosiatif dan Bermain dengan Gagasan

Berpikir asosiatif berarti mencoba mengaitkan hal-hal yang berlainan dalam

suatu pemahaman tertentu. Dalam mengaitkan ini, permainan gagasan

sering terjadi, karena tidak adanya aturan baku dalam pengaitan fenomena

ini. Disinilah kreativitas tumbuh. Rasa ingin tahu yang mendalam

menyebabkan anak kreatif berusaha mengaitkan informasi-informasi atau

materi yang disampaikan oleh guru dengan dikaitkan dengan hal-hal yang

sudah diketahui sebelumnya atau dikaitkan dengan pengalaman yang sudah

diperoleh sebelumnya (Munandar, 1999:45).

Akibatnya sering ada ungkapan anak yang mengkaitkan apa yang tengah

diceritakan dengan apa yang ada dalam pikirannya sebagai suatau ungkapan

Page 44: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

34

yang tidak pernah terduga sebelumnya. Maka menurut Utami Munandar, di

sini sebenarnya anak sedang bermain dengan ide, konsep atau

kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan. Bahkan menurut MaryAnn

Kohl (dalam Earlychildhood News,2001) keberanian bermain dengan ide

yang baru ini anak sering melakukan hal yang berbeda dengan aturan yang

diberikan oleh orang dewasa.

12. Kepekaan Melihat Hal Unik dari Lingkungan Sekitar dan Aktivitas Sehari-

hari.

Alam sekitar dan kehidupan sehari-hari merupakan sumber inspirasi yang

tak ada habis-habisnya. Linda K. Fouler (Shaffer, 2002) menyebutkan anak

kreatif mempunyai kemampuan melihat hal-hal dan peristiwa-peristiwa atau

cara-cara baru setiap harinya.

13. Kemampuan Mengungkapkan Gagasan

Salah satu parameter kreativitas kemampuan bercerita. Anak sering

melakukan kegiatan bercerita baik di rumah maupun di sekolah. Apabila

pendengar menunjukkan reaksi senang terhadap cerita mereka, anak akan

terdorong untuk bercerita dan bisa berkembang menjadi sebuah kesenangan.

Pada mulanya bercerita sifatnya reproduktif. Anak menceritakan hal-hal

yang telah mereka dengar dari radio atau televisi atau yang diceritakan guru

padanya. Kelak cerita mereka akan menjadi kreatif. Anak membuat cerita

berdasarkan bahan dari berbagai sumber, dan menambah detik-detik

orisinal pada cerita itu.

MaryAnn Kohl (dalam Earlychildhood News,2001) menyarankan untuk

membiarkan anak menceritakan hasil karyanya. Anak dibiasakan untuk

mengungkapkan ide-idenya sehingga dengan penjelasan anak akan

membantu pemahaman terhadap ide-ide tersebut dan tidak melakukan

penafsiran sendiri dengan kacamata orang dewasa.

Utami Munandar (Munandar,1999:45) menjelaskan bahwa keberanian

mengemukakan gagasan tumbuh karena adanya dorongan dari lingkungan

sekitarnya. Misalnya dengan pemberian informasi atau materi yang

mendorong anak untuk selalu dapat mengembangkan pemikirannya.

Page 45: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

35

Disamping itu juga adanya sikap menghargai yang diberikan ketika anak

berusaha mengungkapkan gagasannya.

14. Adanya Lingkungan yang Kondusif

Lingkungan yang merangsang sangat mendukung munculnya

kreativitas seseorang. Seorang anak yang berada dalam lingkungan yang

selalu merangsangnya untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan berbeda

dan membiarkannya menggunakan cara-cara sendiri akan lebih terdorong

untuk kreatif daripada yang selalu dituntut untuk melakukan sesuatu sesuai

dengan aturan dan contoh yang sudah ada.

Tersedianya sarana yang cukup untuk bermain dan sarana lainnya

untuk merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi juga merupakan

unsur penting untuk menumbuhkan kretaivitas (Hurlock,1999:11). Barron

dan Harrington (Gable,2002) menyebutkan faktor-faktor eksternal yang

dapat merangsang kreativitas adalah pemberian seperti ganjaran dan

insentif. Faktor eksternal ini sangat penting untuk mendorong munculnya

daya kreativitas anak dan sebagai perangsang anak melakukan hal-hal yang

kreatif diantaranya dengan memberikan penghargaan dan pujian dan tidak

melakukan celaan terhadap hasil karya anak.

Page 46: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

36

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan model

pendidikan inklusif untuk pengembangan kapasitas kewirausahaan masyarakat

miskin melalui pendidikan inklusif. Dalam penelitian ini, dikembangkan beberapa

tujuan yang akan dicapai, yaitu:

1. Memetakan potensi karakter kewirausahaan pada masyarakat miskin yang

diteliti yaitu keunikan lokal, kemampuan untuk adaptif dan tahan banting.

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat nelayan desa

citemu, kecamatan mundu kabupaten Cirebon. Dalam memetakan potensi

karakter kewirausahaan pada masyarakat nelayan tersebut, peneliti

mencoba memetakan karakteristik wilayah meliputi kondisi geografis,

potensi sumber daya alam, luas daerah, kemudian juga memetakan

karakteristik masyarakat yang meliputi mata pencaharian, kebiasaan , pola

pikir dan keyakinan masyarakat setempat sehingga tergambar potensi-

potensi yang dimiliki masyarakat sekitar seperti keunikan local serta

kemampuan masyarakat yang merupakan factor penting yang dapat

membangun karakteristik kewirausahaan.

2. Memetakan potensi-potensi institusi dalam penerapan pendidikan inklusif

untuk masyarakat miskin yang diteliti.

Dalam memetakan potensi institusi, peneliti memetakan sekolah-sekolah

yang ada di desa Citemu Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon terutama

sekolah Dasar karena di sekolah inilah nantinya model pendidikan inklusif

untuk pengembangan kapasitas kewirausahaan masyarakat miskin melalui

pendidikan inklusif akan diterapkan.

Selain itu pemetaan institusi daerah, terutama institusi pemerintahan dalam

hal ini pemerintah desa Citemu yang mengetahui peta masyarakat desa

nelayan tersebut yang dapat mendukung penerapan model pendidikan

inklusif untuk pengembangan kapasitas kewirausahaan masyarakat.

Page 47: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

37

3. Mengembangkan materi pendidikan kewirausahaan berbasis karakter lokal

Dari hasil pemetaan terhadap karakteristik wilayah dan karakteristik

masyarakat dan institusi yang terkait terutama institusi pendidikan dalam

hal ini pendidikan dasar, peneliti mencoba mengembangkan materi

pendidikan kewirausahaan, karena berdasarkan temuan di lapangan materi

pendidikan kewirausahaan belum di berikan di sekolah sekolah tersebut.

4. Menguji cobakan pada institusi yang bisa menyelenggarakan pendidikan

inklusif

Untuk mengetahui apakah materi pendidikan kewirausahaan yang coba

dikembangkan tersebut dapat diterapkan dengan baik atau tidak tentu saja

perlu adanya uji coba pada institusi yang berkaitan. Dalam hal ini peneliti

akan mengujicobakan penerapan pendidikan kewirausahaan pada sekolah-

sekolah dasar yang ada di desa nelayan tersebut. Untuk kemudian di

evaluasi untuk menyempurnakan model pendidikan yang dibuat.

5. Menyusun model pendidikan inklusif kewirausahaan

Dari hasil uji coba tersebut , dapat diketahui kekurangan dan kelebihan dari

model pendidikan yang disusun tersebut. Dengan harapan model

pendidikan inklusif kewirausahaan tersebut dapat dimasukkan dalam

kurikulum sekolah, misalnya dalam muatan local. Atau kalaupun tidak

dapat masuk dalam kurikulum sekolah, setidaknya model pendidikan ini

dapat diselipkan misalnya pada materi pelajaran atau pada kegiatan

ekstrakurikulum.

6. Mengembangkan strategi pendidikan kewirausahaan dalam skala yang lebih

luas

Apabila pada uji coba menunjukkan hasil yang positif, diharapkan

pendidikan kewirausahaan ini dapat diterapkan pada scope yang lebih luas

pada daerah-daerah yang memiliki karakteristik yang sama dengan

karakteristik daerah dan karakteristik masyarakat yang menjadi subjek

penelitian.

Page 48: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

38

3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat

dalam dua aspek, yaitu manfaat praktis dan manfaat akademis. Manfaat praktis dari

penelitian yang dilakukan ini, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi

masukan kepada pemerintah dan pemerintah daerah, selaku pemegang otoritas

dalam membuat kebijakan mengenai penyelesaian berbagai permasalahan dalam

masyarakat khususnya pada masyarakat miskin, terutama masyarakat desa nelayan.

Di samping itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan

kepada lembaga-lembaga swasta tentang konsep-konsep dalam membuat program

pengentasan kemiskinan, sehingga diharapkan partisipasi besar dari lembaga-

lembaga swast, misalnya melalui program CSR dari lembaga swasta tersebut,

karena pengentasan kemiskinan bukan hanya tugas pemerintah, melainkan

merupakan tanggungjawab bersama.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan kepada

masyarakat yang terkait langsung tentang kemampuan untuk memberdayakan diri

dalam mengatasi berbagai permasalahan hidup. Sehingga menumbuhkan kesadaran

masyarakat bahwa dengan potensi yang ada mereka dapat keluar dari kemiskinan

dengan kekuatan yang dimilikinya tanpa harus mengharapkan bantuan dari pihak

lain.

Penelitian ini merupakan kajian pendidikan inklusif dalam pengembangan

kapasitas kewirausahaan, sehingga diharapkan secara akademis hasil penelitan ini

dapat berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang berbagai masalah

sosial. Dan juga memberikan masukan bagi pengembangan kajian keilmuan dalam

aspek fisik, ekonomi, sosio-kultural, dan institusional.

Page 49: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

39

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian pada tahun ke tiga ini dilakukan dengan pendekatan dan metode

Riset Aksi Partisipatif (Participation Action Research). Metode ini merupakan

salah satu metode dalam penelitian, perencanaan, dan perancangan partisipatif

dimana masyarakat menjadi subjek dan bukan objek penelitian. Di sini peneliti

perlu mengetahui latar belakang dari masyarakat yang ditelitinya, melalui

wawancara, observasi, atau data sekunder. Pelaksanaan metode ini membutuhkan

kesetaraan partisipan. Peneliti terlibat aktif sebagai fasilitator dalam proses

pengambilan keputusan yang terjadi di masyarakat, memandu perencanaan dan

perancangan yang baik (Sanoff, 2000: 62-65) .

Dengan metode ini, penelitian dilakukan dengan memetakan terlebih dahulu

latar belakang, peran, kepentingan dari pelaku kunci yang pada penelitian ini adalah

guru, masyarakat nelayan, siswa sekolah dasar di desa nelayan. Kemudian

dibuatkan mekanisme agar pelaku kunci tersebut bisa saling berinteraksi,

membangun kesepakatan-kesapakatan, dan menggagas inisiasi program. Jika

forum interaksi ini bisa berjalan, peneliti menjadi fasilitator untuk bisa

melaksanakan kegiatan pendidikan kewirausahaan bagi siswa sekolah dasar di desa

nelayan.

Penerapan draft metode pembelajaran kewirausahaan bagi siswa dilakukan

disekolah-sekolah dasar desa nelayan. Pada aplikasi metode pembelajaran

dilakukan monitoring dan evaluasi dengan menggunakan parameter-parameter

komunikasi efektif yang dirumuskan. Untuk itu peneliti menggunakan juga metode

etnografi komunikasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

Dengan melihat karakteristik, latar belakang, tujuan penelitian, maka

penelitian mengenai model pendidikan inklusif kewirausahaan pada masyarakat

nelayan menggunakann metode kualitatif, yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi

Page 50: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

40

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007 : 6).

Creswell mendefinisikan sebagai sebuah proses penyelidikan untuk

memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan

gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan

informan secara terperinci (2002 : 1).

Mulyana & Solatun (2007 : 5) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif

merupakan penelitian yang bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) yang

melibatkan banyak metode, dalam menelaah masalah penelitiannya. Cresswel

(1998) mengemukakan lima tradisi penelitian kualitatif : biografi, fenomenologi,

Grounded theory study, etnografi dan studi kasus.

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode etnografi komunikasi.

Pendekatan etnografi komunikasi melihat penggunaan bahasa dalam perilaku

komunikatif suatu masyarakat pada tema kebudayaan tertentu. Dengan pendekatan

ini, maka penelitian akan memfokuskan diri pada pola komunikasi anak dalam

masyarakat tutur di sekolah.

Etnografi komunikasi sebagai suatu pendekatan terhadap pengkajian bahasa

dalam konteks sosial. Etnografi pada dasarnya adalah kegiatan peneliti untuk

memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena

teramati dalam kehidupan sehari-hari (Harris dalam Creswell 1998:58). Metode ini

dapat menggambarkan, menjelaskan, dan membangun hubungan dari kategori-

kategori dan data yang ditemukan. Tujuan dari studi etnografi komunikasi adalah

untuk menggambarkan, menganalisis, dan menjelaskan perilaku komunikasi dari

suatu kelompok sosial (Kuswarno, 2008:86).

4.2 Tahap Penelitian

1) Tahap Pengumpulan Data

Setelah peneliti melakukan berbagai kegiatan pengumpulan data di

lapangan dari para sumber informasi, data diorganisasikan dan dimasukkan ke

dalam penyimpanan data untuk memudahkan proses lebih lanjut. Pencatatan data

di lapangan dilakukan dengan membuat catatan harian dalam sebuah log book, yang

Page 51: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

41

bisa dikombinasikan dengan data-data pendukung berupa data-data audio visual

(foto, sketsa, rekaman, atau video).

2) Tahap Reduksi dan Analisis Data

Peneliti melakukan proses pemilahan untuk menyederhanakan data yang

bersifat abstrak dan "kasar". Reduksi data diawali dengan memberikan kode pada

setiap data yang dikumpulkan. Dengan adanya kode ini, data yang dikumpulkan

akan lebih mudah untuk dipilah-pilah. Di sini peneliti juga mempelajari data-data

secara lebih mendalam dan berusaha untuk menemukan makna-makna untuk

masing-masing individu dan kemudian mengelompokkannya berdasarkan kategori

yang tepat atau sesuai.

3) Tahap Penyajian Data

Tahap penyajian data ini merupakan tahap lanjut dari reduksi, yaitu mulai

menyusun data-data menurut alur cerita tertentu. Beberapa data yang dinilai

merusak suatu alur cerita dipertimbangkan untuk tidak ditampilkan. Dengan teknik

menampilkan data seperti ini, diharapkan gambaran mengenai temuan penelitian

dapat diketahui secara bertahap.

4) Tahap Interpretasi dan Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini peneliti berupaya melakukan interpretasi terhadap temuan-

temuan penelitian. Interpretasi ini didasarkan pada hasil-hasil kajian literatur yang

telah dilakukan atau dikaitkan dengan wacana-wacana yang terkait dengan temuan

penelitian. Hasil interpretasi ini mengarahkan penelitian pada kesimpulan, yang

menjawab pertanyaan penelitian yang telah dinyataan pada awal penelitian ini.

Kesimpulan yang disusun diharapkan dapat ditarik lebih lanjut pada pernyataan-

pernyataan yang bersifat lebih umum, menjadi tesis sebagai hasil penelitian yang

dilakukan.

Page 52: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

42

4.3 Teknik Pengumpulan Data

1) Pengamatan Berperan Serta (Participatory Observation)

Pengamatan berperan serta adalah sebuah teknik pengumpulan data dimana

peneliti berusaha untuk menemukan peran yang dimainkan sebagai anggota

masyarakat tersebut, dan mencoba untuk memperoleh perasaan dekat dengan nilai-

nilai kelompok dan pola-pola masyarakat (Kuswarno,2008:49).

Tujuan pengamatan berperan serta adala untuk menelaah sebanyak mungkin

proses sosial dan perilaku dalam budaya tersebut, yakni dengan menguraikan

settingnya dan menghasilkan gagasan-gagasan teoritis yang akan menjelaskan apa

yang dilihat dan di dengar peneliti.

Melalui pengamatan berperan serta, peneliti dapat berpartisipasi dalam

rutintas subjek penelitian baik mengamati apa yang mereka lakukan, mendengarkan

apa yang mereka katakan dan memberikan pertanyaan pada orang-orang di sekitar

dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan keterlibatan peneliti bisa terbuka

(diketahui orang dalam), bisa juga sembunyi (tanpa diketahui orang dalam), atau

dalam kebanyakan kasus, orang dalam akan diberitahu peneliti mengenai minat dan

tujuan peneliti.

Tujuan melakukan observasi atau pengamatan berperan serta adalah untuk

mendapatkan keterangan yang lebih rinci dan lengkap dari semua kegiatan dan

peristiwa yang berkaitan dengan fokus penelitian. Salah satu jenis pengamat adalah

peserta sebagai pengamat (participant as observer), dengan membiarkan

kehadirannya sebagai peneliti dan mencoba membentuk serangkaian hubungan

dengan subjek sehingga mereka berfungsi sebagai responden dan informan.

Sedangkan partisipan penuh (complete participant) , niatnya untuk meneliti tidak

diketahui ketika ia mengamati pihak yang diteliti. Hal ini berkaitan dengan penting

bagi pengamat untuk memainkan berbagai peran yang sesuai dengan situasi

(Mulyana, 2001:166). Jadi hingga derajat tertentu mereka juga melakukan

pengelolaan kesan di hadapan subjek penelitiannya, untuk mencapai hubungan

yang cukup nyaman dengan orang-orang yang diamati. Keterjagaan hubungan

antara peneliti dan pihak yang diteliti merupakan kunci penting keberhasilan

penelitian, karena hanya dengan memelihara hubungan itulah peneliti dapat melihat

dunia sekeliling subjek penelitian dengan menggunakan kacamata subjek

Page 53: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

43

penelitian. Oleh karena itu dalam laporang penelitian, mekanisme hubungan antara

pengamat dan pihak yang diamati, termasuk problem yang dihadapi ketika

memasuki dunia orang-orang yang akan diteliti.

2) Wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah wawancara yang tidak memiliki alternatif

respon yang ditentukan sebeumnya atau lebih dikenal dengan wawancara tidak

berstruktur. Jenis wawancara ini mendorong subjek penelitian untuk

mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, untuk menggunakan istilah-

istilah mereka sendiri mengenai objek penelitian (Kuswarno, 2008:54).

Wawancara mendalam atau disebut juga wawancara tak terstruktur mirip

dengan percakapan informal. Metode ini bertujuan untuk memperoleh bentuk-

bentuk informasi dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutannya

disesuaikan dengan responden. Wawancara etnografis juga penting untuk

memperoleh informasi di bawah permukaan dan menemukan apa yang orang

pikirkan dan rasakan mengenai peristiwa tertentu.

Wawancara mendalam dan pengamatan berperan serta saling melengkapi

dan mengurangi ketidakajegan. Ini menuntut uraian tidak saja mengenai apa yang

diucapkan dan dilakukan dengan subjek penelitian, tetapi juga bagaimana secara

spontan berperilaku di lingkungan mereka secara alamiah. Jadi sebuah gambaran

yang komprehensif tentang subjek yang diperoleh dan suatu pandangan mendalam

juga dicapai dengan membandingkan apa yang orang katakan dengan apa yang

mereka lakukan keadaan tertentu muncul (Bungin, 2009:108).

3) Telaah dokumen

Telaah dokumen yaitu mencoba menemukan gambaran mengenai

pengalaman hidup atau peristwa yang terjadi beserta penafsiran subjek penelitian

melalui dokumen seperti buku harian, surat kabar, kliping, dsb (Kuswarno,

2008:59). Informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini juga diperoleh melalui

sumber-sumber tertulis sebagai data sekunder, antara lain dari buku-buku dan

literatur yang relevan dengan penelitian, berbagai bahan cetakan dan dokumen

lainnya untuk mendukung terpenuhinya data penelitian.

Page 54: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

44

4.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data untuk penelitian ini disusun dengan mengadopsi teknik

analisis data kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Dalam teknik

ini, analisis data-data kualitatif dilakukan dalam beberapa bagian, yaitu 1)

pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data, dan 4) penarikan kesimpulan.

Keempat bagian ini bukan merupakan bagian yang saling terpisah, namun

merupakan satu kesatuan yang saling terkait (Miles dan Huberman, 1992: 16-21).

Selengkapnya, skema teknik analisis data kualitatif tersebut tersaji dalam gambar

1-3 di bawah:

Gambar 2. Skema Analisis Data Kualitatif (sumber: Miles dan Haberman, 1992)

Rancangan Analisis

Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong adalah

upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain (Moleong,

2007 :248).

Pengumpulan data

Penyajian

data

Reduksi

data

Penarikan kesimpulan

Page 55: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

45

Bungin (2007 : 144) dalam bukunya penelitian Kualitatif menjelaskan

bahwa strategi analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis proses sosial yang

berlangsung dan makna dari fakta-fakta yang tampak di permukaan. Dengan

demikian, maka analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses dan

fakta dan bukan sekadar untuk menjelaskan fakta tersebut. Kemudian Bungin

menjelaskan tahapan analisis sebagai berikut :

1. Melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial, melakukan identifikasi,

revisi-revisi, dan pengecekan ulang terhadap data yang ada.

2. melakukan kategorisasi terhadap informasi yang diperoleh

3. menelusuri dan menjelaskan kategorisasi

4. menjelaskan hubungan-hubungan kategorisasi

5. menarik kesimpulan-kesimpulan umum

6. membangun atau menjelaskan teori

4.5 Bagan Penelitian

Bagan penelitian menggambarkan kerangka pikir yang menjadi acuan untuk

penelitian ini. Bagan penelitian disusun dengaan menggunakan beberapa layer,

yaitu: a) pengembangan model, b) kasus penelitian (dan perancangan), c) substansi

Gambar 3 : Model Langkah analisis induktif

( Sumber : Bungin, 2007: 144)

Page 56: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

46

penelitian , c) keluaran, dan d) kemitraanyang dikembangkan. Dengan adanya

bagan ini, maka langkah-langkah penelitian akan lebih mudah untuk dipetakan,

sekaligus memandu proses monitoring secara lebih substantif terhadap proses dan

hasil penelitian.

Berdasarkan bagan tersebut, model sebagai hasil penelitian ini dikembangkan

dalam 4 tahap utama, yaitu: 1) model normatif (normative model), yang disusun

berdasar studi-studi yang pernah dilakukan terdahulu, 2) model terkonsolidasi

(consolidated model), yang disusun berdasarkan atas evaluasi model normatif

terhadap best practices, 3) model tindakan (action model), 4) model terapan

(applied model), . Model ini diharapkan siap diimplementasikan secara lebih luas

pada masyarakat nelayan di kabupaten dan kota di Indonesia.

Gambar 4. Model Hasil Penelitian

Page 57: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

47

4.6 Tahapan Penelitian

Berdasarkan bagan penelitian yang telah disusun, penelitian ini dijalankan

dalam 3 tahap utama selama 3 tahun, dengan rincian sebagai berikut:

1. Pada tahun pertama peneliti telah melakukan berbagai tahapan dalam

kegiatan penelitian yaitu:target utama adalah tersusunnya model normatif

tentang pendidikan inklusif dalam pengembangan kapasitas kewirausahaan

masyarakat miskin. Tahap-tahap kegiatan penelitian yang telah

dilaksanakan di tahun ke-1 adalah:

a. Persiapan pekerjaan Desk study mengenai kajian-kajian penelitian

terdahulu. Telah dikaji penelitian yang berkaitan dengan pendidikan anak

sehingga mampu memperkaya wawasan dalam penelitian ini.

b. Melakukan studi literatur yang meliputi konsep-konsep dan teori untuk

mendukung penelitian ini.

c. Mengumpulan data di lapangan yaitu memetakan potensi-potensi lokal

pada masyarakat nelayan . Dalam tahap ini berhasil digali potensi-potensi

lokal pada masyarakat nelayan di pesisir Cirebon.

d. Melakukan focus group discussion dengan guru-guru di sekolah dasar desa

nelayan untuk mengetahui lebih jauh tentang karakter masyarakat nelayan

dan penjajakan materi wirausaha yang dibutuhkan bagi anak-anak di desa

nelayan. Selain itu juga dijajagi cara mengaplikasikan materi kewirausahaan

pada siswa sekolah dasar di desa nelayan.

e. Menggambarkan potret kultural dari masyarakat yang diteliti berdasarkan

hasil penjajakan di lapangan.

f. Memetakan potensi nilai-nilai kewirausahaan berbasis kultur lokal yang

akan dikembangkan dalam materi pendidikan kewirausahaan.

g. Memetakan insitusi dan pelaku lokal untuk pengembangan nilai-nilai

kewirausahaan dalam pendidikan anak

h. Mengembangkan jaringan kemitraan dengan pemangku kepentingan.

Dalam tahap ini sudah berhasil dijalin kemitraan dengan pembuatan MOU

dengan sekolah-sekolah desa Nelayan Citemu, pihak desa dan UPT

Pendidikan.

Page 58: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

48

i. Menyusun model yang terkonsolidasi hasil evaluasi terhadap kasus

penelitian (consolidated model).

Pada tahun ke 2 dengan target capaian utama adalah tersusunnya action model yang

siap diterapkan pada masyarakat. Tahap-tahap kegiatan penelitian yang

dilaksanakan pada tahun ke-3 adalah:

a. Review hasil penelitian tahun kedua

b. Persiapan riset action Pendataan anak-anak pada masyarakat nelayan.

c. Uji coba penanaman nilai-nilai kewirausahan pada anak-anak melalui

pendidikan inklusif berbasis institusi dan pelaku potensial yang menjadi

temuan dalam penelitian tahun pertama.

d. Penyusunan draft model pendidikan inklusif kewirausahaan untuk

masyarakat nelayan

e. Penjajakan mitra-mitra potensial Jaringan kemitraan yang terjalin

dilembagakan melalui kesepakatan resmi, terutama kemitraan dengan

pemerintah daerah.

f. Diseminasi pengetahuan dalam bentuk tulisan populer, seminar.

Pada Tahun 2, dengan target capaian utama adalah tersusunnya model pendidikan

inklusif dalam pengembangan kapasitas kewirausahaan masayarakat miskin.

Tahap-tahap kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada tahun ke-2 adalah:

a. Review terhadap draft model pendidikan inklusif dalam pengembangan

kapasitas kewirausahaan masyarakat miskin.

b. Penyusunan model.

c. Kerjasama dengan mitra potensial dalam penerapan model tersebut kepada

masyarakat.

d. Implementasi model untuk kelompok miskinsecara lebih luas.

e. Pemantapan model untuk bisa dikembangkan secara lebih luas dan

diseminasi pengetahuan dalam bentuk buku.

Pada penelitian tahun ke tiga, kegiatan penelitian di fokuskan pada

tersusunnya applied model yang siap diterapkan di masyarakat. Adapun tahap-

tahap kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada tahun ke-3 meliputi :

Page 59: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

49

1. Review hasil penelitian tahun kedua

Pada penelitian tahap kedua telah dihasilkan sebuah model pendidikan

inklusif kewirausahaan, namun tentu saja model ini perlu ditelaah lagi

apakan model ini dapat diterapkan atau tidak untuk tujuan tersebutlah

review ini dilakukan

2. Persiapan riset action Pendataan anak-anak pada masyarakat nelayan.

Karena model ini akan di terapkan di sekolah yang terdapat di desa nelayan,

maka perlu pendataan lebih lanjut mengenai anak-anak yang ada di

masyarakat nelayan yang meliputi jumlah anak-anak usia sekolah, jumlah

anak-anak yang bersekolah, jumlah anak-anak yang putus sekolah beserta

karakteristik anak-anak tersebut.

3. Pada tahun ke tiga ini pendidikan kewirausahaan anak nelayan akan

diaplikasikan pada sekolah-sekolah dasar nelayan.

4. Akan dilakukan Training of Trainer (TOT) pada guru Sekolah Dasar dengan

materi pendidikan kewirausahaan pada masyarakat nelayan.

5. Uji coba penanaman nilai-nilai kewirausahan pada anak-anak melalui

pendidikan inklusif berbasis institusi dan pelaku potensial.

6. Penyusunan draft model pendidikan inklusif kewirausahaan untuk

masyarakat nelayan

7. Dari uji coba yang dilakukan peneliti dapat mengevaluasi mana yang efektif

dan mana yang tidak efektif untuk kemudian dapat disusun draft model

pendidikan inklusif kewirausahaan untuk masyarakat nelayan

8. Penjajakan mitra-mitra potensial Jaringan kemitraan yang terjalin

dilembagakan melalui kesepakatan resmi, terutama kemitraan dengan

pemerintah daerah.

Untuk penerapan yang lebih luas bagi draft model pendidikan inklusif

kewirausahaan untuk masyarakat nelayan ini, tentu saja diperlukan

kemitraan dari berbagai pihak, baik dari pihak pemerintah untuk kelancaran

perijinan maupun pihak swasta untuk kepentingan pendanaan.

9. Diseminasi pengetahuan dalam bentuk tulisan populer, seminar.

Agar hasil penelitian ini bermanfaat lebih luas maka perlu dilakukan

diseminasi pengetahuan dalam bentuk tulisan populer, seminar.

Page 60: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

50

10. Kerjasama dengan mitra potensial dalam penerapan model tersebut kepada

masyarakat.

11. Pemantapan model untuk bisa dikembangkan secara lebih luas dan

diseminasi pengetahuan dalam bentuk buku.

Page 61: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

51

BAB V

HASIL YANG DICAPAI

Kota Cirebon dan sekitarnya terletak dalam koridor strategis di Jawa, yaitu

dilewati oleh jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) dan berada di simpul dengan jalur

ke Bandung. Posisinya sebagai simpul konektivitas menjadikan Kota Cirebon dan

sekitarnya salah satu simpul percepatan dan perluasan pembangunan nasional. Kota

Cirebon dan sekitarnya dimasukkan dalam koridor Jawa dalam kebijakan Master

Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Kota Cirebon menjadi salah satu kawasan yang akan dikembangkan sebagai

kawasan metropolitan dalam kebijakan pembangunan metropolitan dan pusat

pertumbuhan di Jawa Barat. Diharapkan kemitraan dengan pemerintah provinsi

Jawa Barat yang telah terbangun pada tahun pertama dapat dilanjutkan dan

dikembangkan pada penelitian tahun kedua dengan lokasi kota Cirebon dan

sekitarnya.

Gambar 5. Peta wilayah penelitian

Desa Citemu terletak di kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, memiliki

luas wilayah sekitar 763 Ha dengan jumlah penduduk sekitar 4000 jiwa dengan

jumlah kepala keluarga sebanyak 1.126 kk. Desa ini merupakan desa yang

letaknya di daerah pesisir pantai, sehingga mayoritas penduduknya bermata

pencaharian sebagai nelayan, berdasarkan wawancara tim peneliti dengan kepala

Page 62: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

52

desa Citemu, Bapak Saerun , 92 % penduduk Desa Citemu adalah Nelayan, sisanya

ada yang bermata pencaharian sebagai petani, sebagai pegawai negeri atau pun

sebagai wirausahawan.

Gambar 6. Desa nelayan Citemu Kabupaten Cirebon

Masyarakat Desa Citemu yang mayoritas bermata pencaharian sebagai

nelayan tentu saja setiap harinya pergi melaut untuk mencari ikan. Hasil dari melaut

biasanya dijual di tempat pelelangan ikan yang ada di desa tersebut yang letaknya

tidak jauh dari pesisir pantai. Selain dijual langsung di tempat pelelangan, hasil

melaut juga sebagian diolah menjadi ikan asin. Selain melaut mencari ikan, mereka

juga mendapatkan penghasilan dari membuat perangkap rajungan yang mereka

sebut wadong. Di samping itu beberapa nelayan juga mendapatkan penghasilan

dengan menjadi petani garam.

Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan ini bisa dikategorikan kurang

sejahtera, karena ikan di laut bersifat musiman, maka penghasilan mereka juga

menjadi tidak tentu. Disamping itu hasil laut juga semakin menurun karena

berkurangnya habitat ikan di laut tersebut. Selain faktor musiman tersebut,

menurunnya hasil ikan di laut juga dipengaruhi oleh kehadiran PLTU (Pembangkit

Listrik Tenaga Uap) di daerah tersebut. Karena letak PLTU tersebut berada di laut

sehingga mengganggu habitat ikan dilaut tersebut dan berpengaruh pada

menurunnya ikan-ikan dilaut desa Citemu.

Page 63: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

53

Pada bulan-bulan tertentu saat ikan di laut berkurang, masyarakat nelayan

Desa Citemu harus pergi melaut ke luar kota. Berdasarkan keterangan masyarakat

nelayan di Desa Citemu, mereka harus pergi melaut ke luar kota untuk mendapatkan

ikan yang lebih banyak, hal ini biasanya mereka lakukan pada sekitar bulan Juni

dan Juli. Dan daerah yang paling banyak dituju adalah Muara Angke yang terletak

di Jakarta, dengan alasan pada bulan-bulan tersebut hasil ikan paling banyak

terdapat di sana.

Pekerjaan nelayan biasanya tidak dikerjakan sendiri melainkan melibatkan

seluruh anggota keluarga. Bahkan anak-anak juga harus membantu orang tua

melakukan pekerjaan ini. Meski pun anak-anak tidak diajak melaut, biasanya anak-

anak membantu orangtua membuat wadong (perangkap rajungan), atau membantu

mengupas rajungan. Jadi secara tidak langsung profesi nelayan ini dilakukan secara

turun temurun.

Karena pekerjaan nelayan ini dilakukan secara turun temurun, artinya

diturunkan orangtua kepada anaknya, maka kebanyakan orangtua menganggap

sekolah itu tidak perlu, karena pada akhirnya sudah pasti jadi nelayan juga.

Berdasarkan pengakuan warga desa Citemu yang tinggal di pesisir pantai, anak-

anak nelayan di Desa ini kebanyakan disekolahkan oleh orangtuanya dengan tujuan

agar sekadar bisa membaca dan menulis. Setelah itu mereka harus kembali bekerja

membantu orang tua. Ada yang ikut melalut, ada juga yang membantu mengupas

rajungan, atau membuat wadong. Jadi dapat di katakan bahwa kesadaran

masyarakat akan pendidikan masih kurang. Selain itu orangtua juga belum bisa

melihat manfaat lebih pendidikan selain hanya kemampuan membaca dan menulis.

Para orang tua di desa ini beranggapan bahwa tugas utama anak-anak

bukanlah bersekolah dan memperoleh pendidikan demi masa depan yang lebih

baik, melainkan adalah membantu pekerjaan orangtuanya sebagai nelayan.

Sehingga kadangkala anak-anak meninggalkan bangku sekolah demi membantu

orangtua bekerja entah itu membantu mengupas rajungan, atau membuat wadong

atau pun membantu orangtua mengolah ikan asin atau mengolah air laut menjadi

garam atau bertani garam.

Page 64: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

54

5.1 Menyusun materi kewirausahaan dengan mengakomodir potensi

karakter kewirausahaan pada masyarakat miskin, dan disempurnakan

dengan hasil uji coba kepada siswa dan guru sekolah dasar di desa

Nelayan yang draftnya telah disusun pada penelitian tahun kedua

Masyarakat Desa Citemu kecamatan Mundu memiliki karakter-karakter

lokal yang menarik dan cukup kuat sebagaimana desa-desa nelayan lainnya.

Nelayan punya karakter pemberani, tekun dan ulet sebagai syarat untuk mampu

menaklukkan lautan. Dari hasil observasi karakter-karakter tersebut dapat

dikembangkan dalam pendidikan kewirausahaan.

Masyarakat nelayan memiliki kekhasan tersendiri. Bila dilihat dari kekuatan

karakter yang dimilikinya, masyarakat nelayan memiliki potensi yang luar biasa

yang seharusnya mampu dikembangkan untuk membangun kehidupan yang lebih

baik lagi. Potensi-potensi kewirausahaan yang berhasil digali dalam penelitian ini

diantaranya adalah kreativitas, daya juang yang tinggi, tahan banting menghadapi

kehidupan yang susah, sangat adaptif dan mau mengambil resiko. Materi

kewirausahaan yang disampaikan kepada anak-anak berorientasi pada membangun

mental anak untuk memiliki jiwa kewirausahaan. Mental yang ditanamkan sejak

dini diharapkan akan lebih mudah terbangun dan bermanfaat untuk mereka hingga

dewasa nanti sehingga akan memunculkan wirausaha-wirausaha yang tangguh

dikemudian hari untuk bangsa Indonesia.

Ujicoba modul kepada siswa di SD Citemu yang terletak di desa nelayan.

Ujicoba dilakukan pada siswa sekolah dasar Citemu yang berada di Desa Citemu.

Dalam ujicoba tersebut dilakukan oleh Tim peneliti dengan melibatkan guru

sekolah tersebut secara langsung.

Kewirausahaan adalah sikap mental yang ditandai oleh kemadirian,

kemampuan bekerja sama, kemampuan mengambil resiko, jujur, tanggung jawab,

tangguh, beralasan, dan kepedulian. Sikap hidup semacam itu bukanlah sesuatu

yang dilatihkan (training/workshop) dalam satu bulan atau tiga bulan, tetapi sikap

itu harus dibangun secara konsisten, terus menerus dan berkesinambungan baik

melalui pendidikan formal (kurikulum) maupun kegiatan ekstrakulikuler dan

kemasyarakatan. Budaya kewirausahaan yang tumbuh secara alami dalam suatu

Page 65: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

55

keluarga atau kelompok masyarakat Indonesia merupakan suatu asset yang sangat

berharga bagi bangsa Indonesia.

Nilai-nilai kemandirian, kerja keras, percaya pada diri sendiri, tidak mudah

menyerah, mampu mengambil resiko, mengembangkan kreativitas dapat

dikembangkan dalam pendidikan kewirausahaan yang dalam penelitian ini akan

dikembangkan untuk anak-anak. Pendidikan kewirausahaan untuk anak setelah

melihat kondisi di lapangan akan disampaikan dalam kegiatan ekstrakulikuler di

sekolah.

Pengembangan Muatan Lokal dalam Pendidikan Kewirausahaan di desa

nelayan, meliputi:

- Kekayaan alam bahari yang harus dijaga

- Kekayaan alam bahari untuk menunjang perekonomian masyarakat

- Pengolahan hasil laut yang bisa meningkatkan nilai tambah

- Kemampuan mengelola kebutuhan produksi

- Kemampuan mengelola kebutuhan konsumsi

- Kemandirian dan daya tahan berjuang dengan kemampuan sendiri,

- Pengembangan karakter pemberani

- Kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul (problem

solving)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi pendidikan anak tidak

boleh diabaikan. Komunikasi efektif yang dbangun harus memperhatikan unsur

empati, kesetaraan, membangun diskusi dengan anak, kebebasan berekspresi pada

anak, mengembangkan kreativitasnya dan memahami kondisi masing-masing anak

yang berbeda. Penerapan pendidikan ini akan didukung oleh institusi-institusi

pendidikan dan institusi swasta lainnya, sehingga pendidikan kewirausahaan

nelayan pada anak-anak dapat segera diaplikasikan.

Kegiatan simulasi pengajaran kewirausahaan untuk anak nelayan

dilaksanakan di Sekolah Dasar Citemu 2 Kabupaten Cirebon. Simulasi pengajaran

yang diikuti oleh 42 anak ini berlangsung dengan lancar dan menyenangkan bagi

anak-anak. Selama kegiatan berlangsung, anak-anak cukup antusias dengan metode

belajar dan bermain yang diterapkan oleh peneliti.

Page 66: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

56

Gambar 7. Kegiatan simulasi pengajaran kewirausahaan

Belajar sambil bermain banyak melibatkan berbagai sensor dalam tubuh

manusia, sehingga murid dapat merasakan dan mengaplikasikan konsep yang

diajarkan seorang guru. Metode yang digunakan bukan metode konvensional

dimana guru mengajar satu arah. Murid hanya menjadi subjek saja. Siswa bersikap

pasif mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru.

Penyampaian materi melibatkan siswa pada situasi nyata diakui lebih

efektif, karena siswa dapat memahami materi melalui keterlibatannya melalui

permainan kreatif guru atau trainer. Melalui permainan kreatif, Guru dapat

mentransformasikan pengetahuannya dengan lebih mudah dan menyenangkan.

Siswa dapat lebih antusias mengikuti materi pelajaran dan dapat lebih memahami

materi yang diberikan guru.

Permainan kreatif ini dapat membangkitkan tidak saja kemampuan analitis

siswa tetapi juga motorik siswa sehingga siswa dapat lebih terampil dalam

melakukan sesuatu. Permainan kreatif ini melibatkan siswa dan guru dalam suatu

proses pengajaran yang lebih efektif Karena lebih dapat diresapi siswa. Permainan

yang digunakan dalam pengajaran dapat dipilih sesuai dengan materi, kondisi

tempat,situasi dan material yang dimiliki oleh guru.

Untuk mengembangkan permainan kreatif ini guru perlu terus mencari

referensi dan aktif mengikuti pelatihan-pelatihan khusus yang dapat

mengembangkan ketrampilan guru dalam pengajaran kreatif melalui permainan.

Permainan kreatif yang dapat dijadikan alternatif pendekatan pembelajaran pada

siswa sehingga siswa dapat lebih memahami materi dan lebih kreatif.

Page 67: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

57

Gambar 8. Simulasi permainan kreatif

Mengawali materi wirausaha untuk anak nelayan ini ditampilkan gambar

“Wadong”. Benda ini sangat dekat dan dikenal dengan baik oleh anak-anak

nelayan.

Gambar 9. Wadong

Wadong adalah alat untuk mencari kepiting. Bagi masyarakat Citemu

wadong sangat dikenal. Selain bagi masyarakat nelayan wadong sangat bermanfaat

Page 68: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

58

untuk mencari kepiting, sebagian besar warga citemu terutama untuk ibu-ibu dan

ada sebagian anak-anak membuat wadong untuk menambah penghasilan sehari-

hari.

Materi pengantar kewirausahaan dimulai mengantarkan kewirausahaan

melalui gambar Wadong terlebih dahulu. Di sini mulai dipancing imajinasi anak-

anak tentang wirausaha melalui gambar Wadong. Ada yang menyampaikan

mendapat uang jajan dari orang tua karena mereka membuat wadong, membeli alat

tulis karena orang tuanya membuat wadong, serta ada yang mendapat upah karena

membuat wadong.

Pengalaman yang tercipta dari gambar Wadong ini membuat anak-anak

memahami apa yang dimaksud dengan entrepreneur tersebut. Mereka mulai

mengembangkan imajinasi tentang kewirausahaan melalui kondisi lokal yang

mereka kenali.

Setelah itu ditampilkan tokoh-tokoh yang sukses untuk memancing dan

memotvasi anak-anak. Ditampilkan tokoh dengan keterbatasan fisik tetapi mampu

menjadi orang yang sukses, tokoh yang bermanfaat bagi orang banyak baik skala

nasional maupun internasional.

Dalam materi motivasi ini juga disampaikan tentang bagaimana memotivasi

anak-anak dan meyakinkan mereka bahwa mereka memiliki kemampuan dan

kapasitas yang cukup baik untuk berkembang. Rata-rata anak-anak nelayan merasa

dirinya tidak memiliki potensi. Akses informasi yang diperoleh membuat mereka

kagum pada kehebatan orang lain dan memandang dirinya tidak memiliki potensi.

Setelah itu ditampilkan tokoh-tokoh yang sukses untuk memancing dan memotvasi

anak-anak. Ditampilkan tokoh dengan keterbatasan fisik tetapi mampu menjadi

orang yang sukses, tokoh yang bermanfaat bagi orang banyak baik skala nasional

maupun internasional.

Game yang menarik yang ditampilkan disini antara lain adalah

menunjukkan siapa orang hebat. Game dengan alat cermin yang ditutup kain

penutup mampu membangkitkan motivasi dan kebanggaan anak pada dirinya

sendiri. Menurut pengamatan peneliti reaksi anak-anak cukup luar biasa. Ketika

mereka diminta membayangkan tokoh idola dengan membuka cermin berpenutup

kain dan mendapatkan wajah mereka dalam ceermin tersebut. Di sinilah dijelaskan

Page 69: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

59

bahwa yang hebat adalah mereka sendiri. Dengan mengembangkan kemampuan

yang dimilikinya mereka akan menjadi orang yang hebat dikemudian hari.

Gambar 10. Simulasi game dengan cermin

Mengkombinasikan materi dengan game membuat anak-anak sangat

senang. Dalam kondisi ini mereka akan lebih mudah menerima materi. Melalui

sebuah game mereka disadarkan bahwa ternyata mereka anak yang hebat, memiliki

potensi dan dapat mengembangkan dirinya menjadi orang yang hebat. Berbagai

profesi dapat mereka tekuni untuk menyalurkan kehebatan tersebut. Beragam

profesi mereka pilih dan salah satu yang diangkat dalam pendidikan ini adalah

profesi wirausaha

Belajar sambil bermain banyak melibatkan berbagai sensor dalam tubuh

manusia, sehingga murid dapat merasakan dan mengaplikasikan konsep yang

diajarkan seorang guru. Proses belajar mengajar konvensional, pola komunikasi

guru dan murid cenderung satu arah Guru sebagai nara sumber sedangkan siswa

mendengarkan dan menerima secara sepihak apa yang disampaikan guru. Metode

ini walaupun masih digunakan sudah mulai ditinggalkan karena membuat siswa

menjadi pasif dan kurang memahami materi yang disampaikan guru. Pengalaman

tiga dimensi atau pengajaran yang melibatkan siswa pada situasi nyata diakui lebih

efektif, karena siswa dapat memahami materi melalui keterlibatannya melalui

permainan kreatif guru atau trainer. Melalui permainan kreatif, Guru dapat

mentransformasikan pengetahuannya dengan lebih mudah dan menyenangkan.

Page 70: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

60

Siswa dapat lebih antusias mengikuti materi pelajaran dan dapat lebih memahami

materi yang diberikan guru.

Permainan kreatif ini dapat membangkitkan tidak saja kemampuan analitis

siswa tetapi juga motorik siswa sehingga siswa dapat lebih terampil dalam

melakukan sesuatu. Permainan kreatif ini melibatkan siswa dan guru dalam suatu

proses pengajaran yang lebih efektif Karena lebih dapat diresapi siswa. Permainan

yang digunakan dalam pengajaran dapat dipilih sesuai dengan materi, kondisi

tempat,situasi dan material yang dimiliki oleh guru. Untuk mengembangkan

permainan kreatif ini guru perlu terus mencari referensi dan aktif mengikuti

pelatihan-pelatihan khusus yang dapat mengembangkan ketrampilan guru dalam

pengajaran kreatif melalui permainan. Buku ini memberikan gambaran mengenai

permainan kreatif yang dapat dijadikan alternative pendekatan pembelajaran pada

siswa sehingga siswa dapat lebih memahami materi dan lebih kreatif.

Dalam ujicoba tersebut terlihat siswa antusias sekali. Dengan

menggabungkan metode pengajaran antara bermain, menyampaikan game,

melibatkan siswa dalam belajar, ada movement atau gerakan baik pada siswa

maupun guru. Metode pengajaran ini menurut pengamatan peneliti sangat menarik

dan membuat siswa sangat antusias dalam belajar.

Metode ini membuat siswa tidak merasa jenuh walaupun mereka belajar

dalam waktu yang cukup panjang. Dalam belajar mereka juga diberi kesempatan

dan dilatih untuk menyampaikan ide dan gagasanna. Sehingga mereka dituntut

untuk selalu berpikir. Penciptaan kondisi ini cukup berhasil. Di awal memang

cukup sulit untuk meminta mereka menyampaikan pendapat dan gagasannya karena

tidak terbiasa. Tapi dorongan atau motivasi yang diberikan oleh guru mampu

merubah keadaan sehingga siswa berani menyampaikan pendapatnya. Kondisi ini

menular pada siswa lainnya. Sehingga suasana kelas menjadi hidup. Siswa

berlomba-lomba menyampaikan ide atau gaasannya.

Gerakan atau movement baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa

ternyata mampu menghilangkan kejenuhan dalam belajar. Siswa sangat senang

ketika harus bergerak mengikuti game atau mencari informasi karena memang

bermain dan bergerak adalah kondisi natural anak. Mereka terlihat sangat senang.

Kondisi ini memenuhi unsur penting bagi pendidikan anak yaitu kebebasan secara

Page 71: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

61

psikologis. Dalam kondisi nyaman dan senang anak akan mampu memaksimalkan

proses belajar menagajar karena tidak ada ketakutan dan kejenuhan.

Selain cara berkomunikasi guru, pemilihan materi juga menentukan

keberhasilan proses belajar mengajar. Penyampaian materi tentang kewirausahaan

untuk anak nelayan ini lebih diutamakan pembangunan karakter untuk anak-anak

sehingga di kemudian hari mereka dapat menjadi pengusaha yang tangguh. Matri-

materi yang disampaian oleh guru nanti yang sudah disusun dalam modul adalah:

1. Penjelasan kepada siswa tentang apa itu wirausaha,

siapa saja enterprener yang sukses dan bisa menjadi

contoh, keberagaman hal yang terkait dengan

wirausaha.

2. Prinsip-prinsip komunikasi dalam pendidikan

kewirausahaan

3. Membangun wirausaha sejak dini. Berisi permainan-

permainan kreatif bagi siswa sekolah dasar yang

berkaitan dengan membangun karakter wirausaha.

4. Menciptakan lingkungan berwirausaha yang kondusif

5. Karakter-karakter lokal yang akan dikembangkan

dalam pendidikan kewirausahaan

6. Mengenal Potensi diri

7. Mengembangkan kreativitas pada anak

8. Kemampuan mengungkapkan gagasan

9. Membangun karakter inovatif pada anak

10. Motivasi Enterpreneurship

11. Mengambil resiko dalam berwirausaha

Pengembangan materi kewirausahaa untuk anak nelayan, materi lokal

menjadi hal yang penting. Untuk itu peneliti berusaha menggali lebih dalam lagi

untuk mengembangkan data-data yang diperoleh dalam penelitian terdahulu. Untuk

memperoleh mater lokal ini peneliti menggalinya dari nelayan langsung yang

berada di desa citemu. Peneliti menyelenggarakan Focus Group Discussion yang

dihadiri oleh para nelayan.

Page 72: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

62

Materi lokal yang perlu dikuatkan untuk pengajaran Wirausaha anak

nelayan yaitu:

- Motivasi menjadi nelayan ataupun pengusaha dibidang kelautan.

Kedekatan dengan laut bahkan sejak mereka lahir. Kehidupan sebagai

nelayan, mengolah ikan sudah sangat dikenal oleh anak-anak dan

bahkan banyak dari mereka yang terlibat dengan kegiatan ini.

Pengamatan peneliti terlihat bahwa mereka tidak bisa mengambil jarak

dengan kondisi ini. Sehingga cara memandang masa depan justru yang

berada jauh dari kehidupan mereka. Dalam menyampaikan materi

motivasi perlu diangkat kekuatan yang dimiliki mereka yaitu

kepiawaian mereka tentang berbagai hal yang berkaitan dengan dunia

nelayan. Bagaimana kekuatan ini seharusnya dikembangkan. Sehingga

mereka tidak memulai dari awal lagi dan sudah punya modal

kemampuan yang cukup. Memotivasi mereka untuk menjadi wirausaha

dibidang kelautan bis juga dengan mengangkat tokoh=tokoh yang

berhasil di usaha nelayan tersebut. Baik tokoh yang berada di kampung

atau desa mereka, atau tokoh nasional atau bahkan internasional yang

menggeluti dinia nelayan atau keautan.

- Kemampuan untuk mengembangkan inovasi

Pekerjaan untuk nelayan tidak hanya sebatas mencari ikan di laut.

Teknologi pengolahan ikan, pasar yang berkembang, kemapuan

membuat peralatan mencari ikan atau kepiting seperti wadong menjadi

kemampuan yang telah dimiliki oleh masyarakat di desa nelayan. Selain

itu efisiensi mencari ikan yaitu dengan menyingkat jarak yang berarti

menghemat bahan bakar kapal dan juga menghemat waktu dapat

dilakukan dengan bantuan GPS. Kemampuan yang dimiliki oleh

sebagian nelayan ini terus dikembangkan. Dengan pendidikan yang

lebih baik nelayan akan dapat mengembangkan hidupnya dengan

berbagai inovasi yang sudah muncul dan seharusnya terus

dikembangkan. Anak-anak nelayan seharusnya terus diajarkan untuk

berani berinovasi. Kata inovasi sebenarnya bukan hal asing bagi

kehidupan nelayan dan mereka harus mau mengembangkannya. Inovasi

Page 73: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

63

di sini termasuk mengemangkan pemasaran baik ikan, hasil olahan

maupun peralatan untuk menangkap ikan. Inovasi menjadi materi

penting dalam mengembangkan kewirausahaan anak nelayan.

- Keberanian mengambil resiko

Keberanian mengambil resiko penting untuk karakter seorang

enterpreneur. Materi dengan muatan lokal yang berkaitan dengan

pengambilan resiko berdasarkan pengalaman masyarakat nelayan

adalah berani berdiri sendiri dan tdak tergantung orang lain.

Kebanyakan masyarakat karena tidak berani mengambil resiko lebih

senang untuk bekeja dengan orang lain daripada bekerja sendiri.

Seorang nelayan yang menjalankan usahanya sendiri ketika berani

mengambil resiko tidak hanya akan mendapat penghasilan yang besar,

tetapi juga mampu mempekerjakan orang lain. Kondisi nelayan di

daerah Citemu sudah banyak yang tergantung pada penyedia modal

sehingga hasil jerih payah mereka sangat minimal dan tidak sebanding

dengan yang diterima oleh pemodal.

5.2 Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan dan pemerintahan

dalam penerapan pendidikan inklusif untuk anak pada masyarakat

nelayan

Penelitian ini sudah dapat menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan

yaitu UPT Kecamatan Citemu, SD Negeri 1 Citemu, SD Negeri 2 Citemu, MI

Addaroin yag sudah diperoleh pada tahun pertama dan kedua penelitian ini.

Di Desa Citemu terdapat 3 Sekolah Dasar, yaitu SDN I Citemu, SDN 2

Citemu dan MI Addaroin. Ketiga sekolah tersebut letaknya tidak begitu jauh dari

laut. Sekolah yang paling dekat dengan pesisir pantai adalah SDN 2 Citemu.

Page 74: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

64

Gambar 11. Institusi Pendidikan di wilayah Desa Citemu

a. Sekolah Dasar Negeri 1 Citemu

SDN 1 Citemu adalah sekolah dasar negeri yang berada di desa Citemu

Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon . Sekolah ini berlokasi di tengah-tengah

perkampungan penduduk yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan.

Bila dibandingkan dengan SDN 2 Citemu, sekolah ini memiliki jumlah

murid lebih banyak. Hal ini karena lokasi sekolah berada ditengah perkampungan

penduduk.

Kondisi kelas bisa dibilang cukup memadai namun luas lahan terasa kurang

karena ruang terbukanya sangat sempit bila dibanding jumlah murid. Bangunan

sekolah terdiri dari enam ruang kelas dan satu ruang guru. Ke enam ruang kelas

tersebut digunakan oleh siswa dari kelas 1 hingga kelas 6, dengan jumlah siswa

masing-masing kelas sebanyak kurang lebih 30 anak. Sedangkan satu ruang guru

di isi oleh delapan orang guru termasuk kepala sekolah.

Page 75: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

65

Animo sekolah di SDN 1 juga termasuk rendah. Rata-rata jumlah siswa

menurun ketika mereka menginjak kelas empat atau lima. Alasannya hampir sama

karena pada usia tersebut orang tua merasa anak sudah cukup mampu membantu

orang tua bekerja. Anak-anak tidak membantu melaut, mungkin para orang tua

sadar akan bahayanya, melainkan mereka membantu orangtua mengerjakan

pekerjaan seperti mengupas rajungan, membantu membuat wadong atau semacam

perangkap untuk menangkap rajungan. Ataupun membantu pekerjaan orangtuanya

sebagai petani garam.

b. Sekolah Dasar Negeri 2 Citemu

SDN 2 Citemu merupakan sekolah yang berstatus negeri yang berdiri pada

tahun 1985, terletak di jalan TPI Karang Pandan Desa Citemu Kecamatan Mundu

Kabupaten Cirebon. Sekolah ini berada tepat di pinggir pesisir pantai, sehingga

apabila para nelayan tidak sedang melaut banyak sekali perahu-perahu nelayan

yang di parkir di pantai depan sekolah.

Kondisi kelas bisa dibilang kurang memadai, bangunan sekolah yang berada

di atas tanah seluas 2676 m2 X 479 m2 tampak kurang terawat dan fasilitasnya pun

kurang memadai. Bangunan tersebut terdiri dari enam ruang kelas dan satu ruang

guru. Ke enam ruang kelas tersebut digunakan oleh siswa dari kelas 1 hingga kelas

6, dengan jumlah siswa masing-masing kelas sebanyak kurang lebih 25 anak.

Sedangkan satu ruang guru di isi oleh delapan orang guru termasuk kepala sekolah.

Dari beberapa kali kunjungan peneliti ke sekolah ini, seringkali sekolah

tampak sepi. Mungkin karena memang jumlah siswanya sedikit. Tetapi

berdasarkan keterangan penduduk sekitar, seringkali siswa banyak yang mangkir

sekolah karena harus membantu orangtuanya bekerja sebagai nelayan.

Menurut keterangan penduduk sekitar juga, kebanyakan orangtua yang

menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut tidak memprioritaskan pendidikan

anak, mereka lebih memprioritaskan bagaimana anaknya dapat membantu

meringankan pekerjaan orangtua sebagai nelayan, sehingga asal anaknya sudah bisa

membaca dan menulis sudah cukup.

Berdasarkan keterangan Bapak Darsono, kepala sekolah SDN 2 Citemu,

memang mayoritas siswa Sekolah Dasar Negeri 2 Citemu adalah anak nelayan.

Page 76: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

66

Dari jumlah siswa sebanyak 108 siswa, Sekitar 90% orang tuanya berprofesi

sebagai nelayan. Yang lainnya berprofesi sebagai buruh, pedagang atau

wiraswasta, pegawai negeri dan ada pula sebagai pegawai swasta.

c. Madrasah Ibtidaiyah (MI) Addaroin

Tak jauh dari SDN 2 Citemu, kurang lebih 5 km jaraknya, tepatnya

bersebelahan dengan kantor kuwu Citemu, terdapat sekolah swasta berbasis agama

islam yang setara dengan SD yaitu madrasah ibtidaiyah (MI) Addaroin. Beralamat

di jalan Raya KM 7 Kancilosari Desa Citemu Kecamatan Mundu Kabupaten

Cirebon.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Desa Citemu, Bp. Saerun, sekolah

swasta ini justru memiliki siswa yang lebih banyak, karena sekolah ini berbasis

agama sehingga kebanyakan orangtua di desa ini lebih percaya menyekolahkan

anaknya di sekolah ini.

Sekolah yang berdiri pada tahun 1984 ini dibangun diatas tanah seluas

400m2 dengan luas bangunan 340m2. Meski sekolah ini tidak seluas SDN 2

Citemu, sekolah ini nampaknya memiliki fasilitas yang lebih baik di banding

dengan SDN Citemu. Di bawah kepemimpinan bapak Mahfud sebagai kepala

sekolah, sekolah ini berhasil memperbaiki fasilitas sekolah yang meliputi tujuh

ruang kelas, satu ruang guru yang diisi oleh 14 orang guru dan satu ruang kepala

sekolah. Selain itu menurut pengakuan kepala sekolah, sekolah ini juga mendapat

berbagai macam dukungan dari berbagai kalangan sehingga dapat

menyelenggarakan berbagai kegiatan ekstrakulikuler seperti pramuka, drumband

dan paskibra. Kepercayaan masyarakat terhadap sekolah ini cukup tinggi. Bahkan

banyak donator yang membantu sekolah ini sehingga jauh lebih maju dan bisa

membiayai operasional sekolah tanpa bantuan khusus dari pemerintah.

Tidak jauh berbeda dengan SDN 2 Citemu, 90% orangtua siswa dari MI

Addaroin juga berprofesi sebagai nelayan. Sisanya berprofesi sebagai buruh,

wiraswasta atau pedagang atau pegawai negeri. Siswa yang orangtuanya berprofesi

sebagai nelayan biasanya juga membantu pekerjaan orangtuanya seusai sekolah.

Karena kegiatan sekolah berlangsung di pagi hari, maka mereka membantu

pekerjaan orang tuanya di siang hari sepulang sekolah.

Page 77: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

67

Berdasarkan keterangan bapak Imron,wakil kepala sekolah MI Addaroin,

sekolah ini memiliki 326 siswa yang tersebar dari kelas 1 hingga kelas 6, dimana

jumlah rata-rata masing-masing kelas sekitar 40 siswa. Namun sayang,

berdasarkan data yang peneliti peroleh dari kepala sekolah, dalam satu tahun

sebanyak 24 siswa yang tersebar dari kelas 1 hingga kelas 5 mengalami putus

sekolah (DO) dan ini merupakan angka yang cukup tinggi.

Tingginya jumlah siswa yang putus sekolah dalam satu tahun menunjukkan

kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Mereka lebih

mengutamakan anak-anaknya dapat membantu orang tua mencari nafkah dibanding

memperoleh pendidikan di bangku sekolah demi masa depan yang lebih baik.

Fakta ini juga didukung oleh pernyataan bapak Imron selaku wakil kepala

sekolah MI Addaroin bahwa sekitar 50% dari siswa yang lulus sekolah dasar

melanjutkan ke sekolah menengah. Berarti sekitar 50% juga siswa yang lulus

sekolah dasar tidak melanjutkan ke sekolah menengah.

Sekolah yang dipilih untuk mengujicobakan materi wirausaha adalah

Sekolah Dasar Citemu 2. Sekolah ini yang paling siap untuk menyelenggarakan

pendidikan kewirausahaan. Komitmen guru cukup tinggi dalam menerapkan

program ini dan siswanya juga cukup antusias

Selain keberadaan sekolah institusi yang akan berpengaruh adalah UPT

pendidikan di Wilayah Kecamatan Citemu. Untuk menerapkan Pendidikan

Kewirausahaan secara lebih luas tim peneliti akan mengajukkannya pada Dinas

Pendidikan Kabupaten Cirebon.

Untuk memperluas penerapan modul Pendidikan Kewirausahaan untuk

Anak, peneliti menjajaki kerjasama melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon.

Peneliti beraudiensi dengan para pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan

Kabupaten Cirebon. Setelah memaparkan hasil penelitian dan modul pendidikan

kewirausahaan untuk anak nelayan, pihak Dinas pendidikan sangat tertarik dan

akan merencanakan program pengajaran kewirausahaan untuk anak khususnya di

desa nelayan dengan modul pengajaran tersebut.

Untuk mengaplikasikan pendidikan kewirausahaan pada anak perlu

penyesuaian dengan kurikulum yang diberlakukan oleh Dinas pendidikan kepada

Sekolah Dasar di Kabupaten Cirebon. Dalam diskusi ini muncul wacana bahwa

Page 78: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

68

pendidikan kewirausahaan untuk anak ini pada masa awal akan diintegrasikan

dengan kegiatan Kepramukaan sebagai salah satu kegiatan ekstrakulikuler wajib

yang ada di tiap Sekolah Dasar di Kabupaten Cirebon. Materi ini juga dirasa sesuai

apabila disampaikan dalam kegiatan Kepramukaan mengingat karakter yang

dibangun dalam diri seorang wirausaha juga sesuai dengan nilai-nilai yang

dikembangkan di kepramukaan.

5.3 Mengujicobakan pengajaran materi kewirausahaan pada institusi

pendidikan inklusif melalui ekstrakulikuler di sekolah-sekolah dengan

melakukan Training of Trainer untuk Guru Sekolah Dasar di desa

Nelayan

Nilai-nilai kemandirian, kerja keras, percaya pada diri sendiri, tidak mudah

menyerah, mampu mengambil resiko, mengembangkan kreativitas dapat

dikembangkan dalam membangun karakter kewirausahaan pada anak. Pendidikan

kewirausahaan ini akan diberikan pada anak-anak nelayan dengan fokus

membangun karakter kewirausahaan pada anak.

Membangun sikap mental menjadi hal yang penting dalam pencapaian hasil

pendidikan. Pendidikan pada anak perlu kiranya menekankan pada aspek emosi dan

mental. Begitu juga kalau kita akan mengenalkan pendidikan kewirausahaan untuk

anak. Materi dan cara penyampaian serta tujuan yang akan dicapai akan sangat

berbeda ketika hal tersebut diperuntukkan untuk orang dewasa. Untuk membangun

sikap mental kewirausahaan pada anak-anak dapat dilakukan melalui berbagai

macam cara. Tentu saja cara yang menarik sehingga anak merasa senang dan

memudahkan memahami materi yang disampaikan.

Masyarakat Desa Citemu kecamatan Mundu memiliki karakter-karakter

lokal yang menarik dan cukup kuat sebagaimana desa-desa nelayan lainnya.

Nelayan punya karakter pemberani, tekun dan ulet sebagai syarat untuk mampu

menaklukkan lautan. Dari hasil observasi karakter-karakter tersebut dapat

dikembangkan dalam pendidikan kewirausahaan.

Masyarakat nelayan memiliki kekhasan tersendiri. Bila dilihat dari kekuatan

karakter yang dimilikinya, masyarakat nelayan memiliki potensi yang luar biasa

yang seharusnya mampu dikembangkan untuk membangun kehidupan yang lebih

baik lagi. Potensi-potensi kewirausahaan yang berhasil digali dalam penelitian ini

Page 79: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

69

diantaranya adalah kreativitas, daya juang yang tinggi, tahan banting menghadapi

kehidupan yang susah, sangat adaptif dan mau mengambil resiko.

Materi kewirausahaan yang disampaikan kepada anak-anak berorientasi

pada membangun mental anak untuk memiliki jiwa kewirausahaan. Mental yang

ditanamkan sejak dini diharapkan akan lebih mudah terbangun dan bermanfaat

untuk mereka hingga dewasa nanti sehingga akan memunculkan wirausaha-

wirausaha yang tangguh dikemudian hari untuk bangsa Indonesia.

Pendidikan kewirausahaan untuk anak rencananya akan diberikan melalui

kegiatan ekstrakulikuler yang ada di sekolah dasar. Ekstra kulikuler yang dipilih

adalah Kepramukaan. Selain sebagai ekstrakulikuler wajib, materi dalam

membangun karakter kewirausahaan dengan anak juga sesuai dengan nilai-nilai

yang dibangun dalam kepramukaan.

Pendidikan kewirausahaan yang disampaikan di sekolah hendaknya

berorientasi pada pengembangan muatan lokal. Mata pelajaran ini memberikan

peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang

dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, mata pelajaran

muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai

luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang

pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life

skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehinnga dapat menciptakan lapangan

pekerjaan. Contoh : anak yang berada di lingkungan sekitar pantai, harus bisa

menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelolah menjadi produk yang

memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam

rangka untuk memperoleh pendapatan.

Muatan lokal yang bisa digali akan memfokuskan pada proses pembelajaran

sehingga anak akan memiliki pemikiran kreatif mensiasati berbagai kondisi

sehingga mampu bertahan menjadi nelayan yang unggul kelak dikemudian hari.

Materi kewirausahaan yang dibangun adalah kewirausahaan yang berbasis

karakter lokal. Dalam ranah pendidikan, persoalan pendidikan kewirausahaan

menyangkut bagaimana dikembangkan praksis pendidikan yang tidak hanya

menghasilkan manusia terampil dari sisi intelektual, tetapi juga praksis pendidikan

yang inspiratif-pragmatis.

Page 80: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

70

Pengembangan Muatan Lokal dalam Pendidikan Kewirausahaan di desa

nelayan

- Kekayaan alam bahari yang harus dijaga

- Kekayaan alam bahari untuk menunjang perekonomian masyarakat

- Pengolahan hasil laut yang bisa meningkatkan nilai tambah

- Kemampuan mengelola kebutuhan produksi

- Kemampuan mengelola kebutuhan konsumsi

- Kemandirian dan daya tahan berjuang dengan kemampuan sendiri

- Pengembangan karakter pemberani

- Kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul (problem

solving)

Target keberhasilan pendidikan kewirausahaan yang diaplikasikan pada

anak-anak nelayan ini adalah:

1. Siswa memiliki karakter wirausaha dan mampu mengembangkannya

dalam berbagai aspek kehidupan. Walaupun anak belum terjun langsung

menjadi wirausaha, namun karakter ini akan tampak dalam kegiatan

yang dilakukan anak-anak sehari-hari baik di sekolah maupun dirumah.

Diantaranya saat anak melakukan kegiatan membantu orang tua

melakukan berbagai kegiatan atau usahanya.

2. Peserta didik memahami konsep kewirausahaan secara benar. Hal ini

bisa disampaikan melalui materi-materi yang disampaikan tentang

kewirausahaan dalam berbagai sumber dan berdasar pada kondisi anak-

anak nelayan tersebut.

3. Kemampuan melihat peluang menjadi salah satu target keberhasilan

pendidikan kewirausahaan ini. Saat ini lingkungan sekitar desa nelayan

Citemu bisa ditemukan berbagai peluang usaha yang berkaitan dengan

pencarian dan pengolahan ikan. Peluang ini sering diambil oleh orang-

orang di luar desa sehingga warga desa hanya menjadi buruh saja di

desanya sendiri. Kemampuan menangkap peluang ini peru diajarkan

kepada anak-anak sehingga dapat membantu orang tua atau memberikan

masukan kepada orang tua dalam mengembangkan kegiatan

perekonomiannya. Bahkan kemampuan melihat peluang yang sudah

Page 81: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

71

diasah sejak kecil akan menjadikan anak-anak ini seorang pengusaha

yang hebat kelak dikemudian hari.

4. Memiliki ketrampilan (skill). Ketrampilan tentang usaha yang berkaitan

dengan mencari ikan dan mengolahnya harus diajarkan kepada anak

sehingga anak mempunyai ketrampilan khusus sesuai dengan porsi

kemampuan dan usia anak..

5. Terbentuknya lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan

belajar yang berwawasan kewirausahaan menjadi target dalam

pendidikan kewirausahaan. Sekolah hendaknya membangun lingkungan

yang mendukung wawasan kewirausahaan sehingga karakter anak akan

terbangun dengan terus menerus dan kemampuan (skill) nya juga akan

terasah.

6. Membangun kultur sekolah yaitu membangun suasana kehidupan

sekolah di mana peserta didik berinteraksi dengan dengan semua warga

sekolah selalu mengembangkan karakter-karakter kewirausahaan.

Karakter ini bisa dibangun bersama-sama dengan membangun kultur

sekolah.

Materi pendidikan kewirausahaan untuk anak yang tertuang dalam modul

pengajaran diperuntukkan bagi guru sekolah dasar. Modul ini dapat menjadi

pegangan bagi guru dalam melaksanakan pengajaran kewirausahaan utuk siswanya.

Materi yang tersusun dalam modul ini berasal dari masukan guru, masyarakat

nelayan untuk unsur lokalitasnya, dan juga berasal dari siswa yang telah

diujicobakan di kelas.

Dalam mengenalkan materi kewirausahaan untuk anak-anak sekolah dasar

ini perlu kegiatan Training of Trainer untuk guru dalam skala yang lebih luas.

Semakin banyak guru yang memahami materi ini dan bersedia mengaplikasikannya

di dalam kelas, semakin banyak anak yang memiiki kesempatan untuk belajar dan

membangun karakter kewirausahaannya sejak dini.

Page 82: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

72

5.3.1 Materi yang disampaikan dalam kegiatan TOT Pendidikan

Kewirausahaan untuk Anak Nelayan adalah:

1. Mengenalkan Kewirausahaan pada Anak

Pengenalan kewirausahaan menyampaikan secara umum tentang apa

profesi wirausaha, lingkup, arti kata dan mengenal wirausaha-wirausaha

tangguh baik dalam skala internasional, nasional maupun yang ada di

lingkungan mereka. Materi ini juga mengenalkan tentang kelebihan-

kelebihan seorang wirausaha, kendala-kendala yang dihadapi serta

kemampuan diri dengan kemauan yang kuat untuk menjadi wirausahawan.

Materi pengenalan kewirausahaan juga menyampaikan tentang profil

wirausaha yang membuat anak-anak itu mengerti apa arti wirausaha

2. Memotivasi Anak untuk menjadi Wirausahawan

Potensi dan kemampuan untuk menjadi wirausahawan yang tangguh

harus kita gali dan kita kembangkan. Kita tidak mungkin tahu potensi kita

kalau kita tidak pernah mencobanya. Oleh karena itu, untuk mengetahui

potensi diri kita, kita harus menggalinya dengan berani mencoba berbagai

kesempatan yang ada. Kita lahir tidak akan langsng bisa, tetapi melalui

belajar dan mencoba, lama-lama jadi bisa. Apa yang tadinya kita anggap

tidak mungkin bisa, setelah kita berani mencobanya, boleh jadi kita

tercengang: ternyata kita mampu dan lebih hebat dari yang kita bayangkan.

Untuk itu guru perlu memotivasi siswa bahwa potensi menjadi

wirausahawan tangguh ada pada diri siswa. Potensi tersebut harus digali dan

dipelajari.

Motivasi harus diberikan terus kepada siswa. Memotivasi anak-anak dan

meyakinkan mereka bahwa mereka memiliki kemampuan dan kapasitas

yang cukup baik untuk berkembang. Rata-rata anak-anak nelayan merasa

dirinya tidak memiliki potensi. Akses informasi yang diperoleh membuat

mereka kagum pada kehebatan orang lain dan memandang dirinya tidak

memiliki potensi. Setelah itu ditampilkan tokoh-tokoh yang sukses untuk

memancing dan memotvasi anak-anak. Ditampilkan tokoh dengan

Page 83: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

73

keterbatasan fisik tetapi mampu menjadi orang yang sukses, tokoh yang

bermanfaat bagi orang banyak baik skala nasional maupun internasional.

3. Mengajarkan anak untuk berani mengambil resiko

Bagi seorang wirausaha, mengambil risiko berkaitan dengan kreativitas dan

inovasi serta bagian penting dalam mengubah ide atau gagasan tentang akan

berjualan apa, hingga gagasan itu menjadi kenyataan. Kita benar-benar

berjualan seperti apa yang kita bayangkan. Pengambilan risiko juga

berkaitan dengan kepercayaan pada diri sendiri, bahwa kita mampu

melakukan apa yang kita inginkan untuk berusaha. Semakin besar

keyakinan kita pada diri kita sendiri, maka akan semakin besar kesanggupan

kita untuk mengambil keputusan berusaha. Bagi orang yang bermental

pegawai, itu merupakan risiko, tapi bagi orang yang bermental wirausaha,

itu ialah tantangan dan peluang untuk mendapatkan hasil sebagaimana yang

kita harapkan atau inginkan.

Gede Prama dalam bukunya Sukses dan Sukses (2004) memberikan contoh

kata-kata yang dapat melemahkan motivasi untuk berwirausaha, seperti:

tidak bisa, tidak mungkin, tidak berpengalaman, tidak berpendidikan, tidak

cukup umur, terlalu tua, tidak pernah mencoba, tidak cocok, dan tidak

punya bakat. Itu ialah kata-kata yang dihasilkan oleh persepsi kita tentang

berbagai kejadian. Kata-kata itu bisa menjadi penghambat pertama

manakala kita ingin mulai berwirausaha. Jadi, kita harus terlebih dahulu

mengabaikan kata-kata tersebut dan mulai membuka pikiran serta berpikir

lebih positif dalam memahami berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-

hari, bahwa tidak ada yang mustahil (tidak mungkin), selama kita mau

berusaha.

4. Mendorong anak untuk mengembangkan kreativitasnya

Kreativitas adalah menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang

telah ada dan sifatnya unik. Keunikan dekat dengan keaslian (originalitas).

Linda K. Fouler (dalam Elizabeth Shaffer, “Encouraging Creativity in

Children”, 2002) menambahkan bahwa kemampuan untuk membuat

Page 84: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

74

sesuatu yang orisinal (asli), yaitu murni diri ide anak yang didukung oleh

pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh sebelumnya.

Keunikan ini tidak melulu produk, namun juga bisa dalam bentuk gagasan

atau ide (Hurlock, 1999:4). Juga diungkapkan oleh Linda K. Fouler, bahwa

anak yang kreatif kerapkali mendatangkan dan melahirkan ide-ide baru.

Barron dan Harrington (dalam Sara Gable “Creativity in Young Children”

2002), bahwa ide ide orisinal muncul dari diri anak sendiri yang didukung

oleh pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh sebelumnya.

Menurut Hurlock, kreativitas merupakan imajinasi atau fantasi yang terarah.

Mereka memerlukan pengetahuan yang diterima sebelum mereka dapat

menggunakannya dengan cara yang baru dan orisinil (Hurlock,1999:3).

Hasil yang dicapai terarah pada acuan dan pengetahuan yang mereka miliki

sebelumnya baik dari pengetahuan yang diberikan oleh guru maupun dari

bacaan atau tayangan yang pernah mereka lihat. Ada maksud dan tujuan

yang ditentukan, jadi bukan fantasi semata, walaupun berbentuk sebuah

hasil atau gagasan yang tidak lengkap.

5. Menciptakan lingkungan yang kondusif

Lingkungan yang merangsang sangat mendukung munculnya kreativitas

seseorang. Seorang anak yang berada dalam lingkungan yang selalu

merangsangnya untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan berbeda dan

membiarkannya menggunakan cara-cara sendiri akan lebih terdorong untuk

kreatif daripada yang selalu dituntut untuk melakukan sesuatu sesuai dengan

aturan dan contoh yang sudah ada.

Tersedianya sarana yang cukup untuk bermain dan sarana lainnya untuk

merangsang dorongan eksperimentasi dan eksplorasi juga merupakan unsur

penting untuk menumbuhkan kretaivitas (Hurlock,1999:11). Barron dan

Harrington (Gable,2002) menyebutkan faktor-faktor eksternal yang dapat

merangsang kreativitas adalah pemberian seperti ganjaran dan insentif.

Faktor eksternal ini sangat penting untuk mendorong munculnya daya

kreativitas anak dan sebagai perangsang anak melakukan hal-hal yang

Page 85: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

75

kreatif diantaranya dengan memberikan penghargaan dan pujian dan tidak

melakukan celaan terhadap hasil karya anak.

Belajar sambil bermain banyak melibatkan berbagai sensor dalam tubuh

manusia, sehingga murid dapat merasakan dan mengaplikasikan konsep

yang diajarkan seorang guru. Proses belajar mengajar konvensional, pola

komunikasi guru dan murid cenderung satu arah Guru sebagai nara sumber

sedangkan siswa mendengarkan dan menerima secara sepihak apa yang

disampaikan guru. Metode ini walaupun masih digunakan sudah mulai

ditinggalkan karena membuat siswa menjadi pasif dan kurang memahami

materi yang disampaikan guru.

6. Mendorong anak untuk mengembangkan inovasi

Dunia kewirausahaan adalah dunia yang penuh dengan persaingan. Ketika

kita baru saja membuka usaha, akan bermunculan usaha-usaha baru yang

sejenis yang akan menjadi pesaing kita. Belum lagi banyak pula usaha-

usaha yang sudah ada sebelumnya, menambah panjang daftar pesaing kita.

Menciptakan sesuatu yang baru, yang berbeda, yang lain daripada yang lain

merupakan salah satu cara untuk menang dalam persaingan usaha. Inilah

yang disebut inovasi. Menurut Stopper (2000), Inovasi adalah

memperkenalkan sesuatu yang baru ke dalam pasaran (Innovation is simply

the introduction of something new into the marketplace).

Inovasi tidak melulu hanya menciptakan sesuatu yang sama sekali baru

yang belum pernah ada sebelumnya. Inovasi berarti juga melakukan

perubahan dari sesuatu yang sudah ada. Dari produk yang sudah ada,

dengan sentuhan kreatifitas bisa tampil menjadi sesuatu yang baru yang

bisa jadi lain daripada yang lain. jadi intinya inovasi adalah melakukan

perubahan.

Berfikir inovatif merupakan salah satu karakter entrepreuneur. Berfikir

inovatif dapat menjadi modal yang sangat penting bagi seorang wirausaha.

Dengan pola fikir inovatif kita dapat memenangkan persaingan. Dengan

kekuatan inovatif kita akan selalu melakukan perubahan, dengan demikian

kita bisa survive karena akan selalu menemukan hal-hal baru , baik itu

Page 86: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

76

produk baru, strategi baru, jalan keluar baru, terobosan-terobosan baru yang

dengan semua itu kita dapat melangkah lebih maju meninggalkan para

pesaing kita.

Hal yang penting dalam pendidikan kewirausahaan selain materi yang

disampaikan adaah komunikasi guru terhadap anak ektika mengajar.

5.3.2 Komunikasi Efektif Guru dalam Mengajar

Komunikasi memegang peranan yang penting dalam proses belajar

mengajar. Komunikasi kepada anak juga memiliki kekhasan tersendiri karena

memang anak adalah pribadi yang unik yang tidak dapat disamkan engan orang

dewasa. Guru sebagai ujung tomak dalam menyampaikan materi kepada anak-anak

perlu menguasai kaidah-kaidah dalam berkomunikasi dengan anak. Mengenal

dunia anak, memperlakukan mereka secara personal, membangun keceriaan pada

anak adalah hal-hal yang harus diperhatikan ketika mengajar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi pendidikan anak tidak

boleh diabaikan. Komunikasi efektif yang dbangun harus memperhatikan unsur

empati, kesetaraan, membangun diskusi dengan anak, kebebasan berekspresi pada

anak, mengembangkan kreativitasnya dan memahami kondisi masing-masing anak

yang berbeda. Penerapan pendidikan ini akan didukung oleh institusi-institusi

pendidikan dan institusi swasta lainnya, sehingga pendidikan kewirausahaan

nelayan pada anak-anak dapat segera diaplikasikan.

Guru sebagai sumber atau komunikator dalam berkomunikasi di kelas harus

memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut:

a. Kredibilitas sumber. Guru harus kredibel di depan siswanya sehingga akan

menumbuhkan kepercayaan dan ketertarikan pada siswa. Apabila diperinci,

kredibilitas yang harus dibangun meliputi: keahlian, dapat dipercaya,

keterbukaan, ketenangan, dan menyampaikan dengan sungguh-sungguh.

b. Atraksi (Attractiveness) . Atraksi ini meliputi: daya tarik fisik, kesamaan,

ganjaran, kemampuan, keakraban, kedekatan, dan keramahan.

c. Kekuasaan (power) meliputi kekuasaan untuk menginformasikan, memberi

penghargaan, kekuatan mengarahkan, kekuasaan yang sah serta keahlian.

Page 87: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

77

Salah satu kekhasan pada diri anak adalah bermain. Belajar sambil bermain

banyak melibatkan berbagai sensor dalam tubuh manusia, sehingga murid dapat

merasakan dan mengaplikasikan konsep yang diajarkan seorang guru. Metode yang

digunakan bukan metode konvensional dimana guru mengajar satu arah. Murid

hanya menjadi subjek saja. Siswa bersikap pasif mendengarkan apa yang

disampaikan oleh guru.

Penyampaian materi melibatkan siswa pada situasi nyata diakui lebih

efektif, karena siswa dapat memahami materi melalui keterlibatannya melalui

permainan kreatif guru atau trainer. Melalui permainan kreatif, Guru dapat

mentransformasikan pengetahuannya dengan lebih mudah dan menyenangkan.

Siswa dapat lebih antusias mengikuti materi pelajaran dan dapat lebih memahami

materi yang diberikan guru.

Permainan kreatif ini dapat membangkitkan tidak saja kemampuan analitis

siswa tetapi juga motorik siswa sehingga siswa dapat lebih terampil dalam

melakukan sesuatu. Permainan kreatif ini melibatkan siswa dan guru dalam suatu

proses pengajaran yang lebih efektif Karena lebih dapat diresapi siswa. Permainan

yang digunakan dalam pengajaran dapat dipilih sesuai dengan materi, kondisi

tempat,situasi dan material yang dimiliki oleh guru.

Proses belajar mengajar konvensional, pola komunikasi guru dan murid

cenderung satu arah Guru sebagai nara sumber sedangkan siswa mendengarkan

dan menerima secara sepihak apa yang disampaikan guru. Metode ini walaupun

masih digunakan sudah mulai ditinggalkan karena membuat siswa menjadi pasif

dan kurang memahami materi yang disampaikan guru. Pengalaman tiga dimensi

atau pengajaran yang melibatkan siswa pada situasi nyata diakui lebih efektif,

karena siswa dapat memahami materi melalui keterlibatannya melalui permainan

kreatif guru atau trainer. Melalui permainan kreatif, guru dapat

mentransformasikan pengetahuannya dengan lebih mudah dan menyenangkan.

Siswa dapat lebih antusias mengikuti materi pelajaran dan dapat lebih memahami

materi yang diberikan guru.

Permainan kreatif ini dapat membangkitkan tidak saja kemampuan analitis

siswa tetapi juga motorik siswa sehingga siswa dapat lebih terampil dalam

melakukan sesuatu. Permainan kreatif ini melibatkan siswa dan guru dalam suatu

Page 88: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

78

proses pengajaran yang lebih efektif Karena lebih dapat diresapi siswa. Permainan

yang digunakan dalam pengajaran dapat dipilih sesuai dengan materi, kondisi

tempat,situasi dan material yang dimiliki oleh guru. Untuk mengembangkan

permainan kreatif ini guru perlu terus mencari referensi dan aktif mengikuti

pelatihan-pelatihan khusus yang dapat mengembangkan ketrampilan guru dalam

pengajaran kreatif melalui permainan. Buku ini memberikan gambaran mengenai

permainan kreatif yang dapat dijadikan alternative pendekatan pembelajaran pada

siswa sehingga siswa dapat lebih memahami materi dan lebih kreatif.

Mengkombinasikan materi dengan game membuat anak-anak sangat

senang. Dalam kondisi ini mereka akan lebih mudah menerima materi. Melalui

sebuah game mereka disadarkan bahwa ternyata mereka anak yang hebat, memiliki

potensi dan dapat mengembangkan dirinya menjadi orang yang hebat. Berbagai

profesi dapat mereka tekuni untuk menyalurkan kehebatan tersebut. Beragam

profesi mereka pilih dan salah satu yang diangkat dalam pendidikan ini adalah

profesi wirausaha.

Penyampaian materi melibatkan siswa pada situasi nyata diakui lebih

efektif, karena siswa dapat memahami materi melalui keterlibatannya melalui

permainan kreatif guru atau trainer. Melalui permainan kreatif, Guru dapat

mentransformasikan pengetahuannya dengan lebih mudah dan menyenangkan.

Siswa dapat lebih antusias mengikuti materi pelajaran dan dapat lebih memahami

materi yang diberikan guru.

5.4 Menyusun Model Pendidikan Inklusif Kewirausahaan

Pendidikan kewirausahaan untuk anak berorientasi pada pendidikan

karakter anak agar menjadi wirausahawan yang tangguh. Penerapan pendidikan

kewirausahaan yang akan diselenggarakan di sekolah dasar- sekolah dasar terutama

di desa nelayam memerlukan berbagai pertimbangan. Menyisipkan dalam

kurikulum yang sedang berjalan ternyata cukup sulit mengingat materi yang

disampaikan kepada siswa sekolah dasar cukup padat. Salah satu yang dapat

menjadi pertimbangan adalah menerapkan pendidikan kewirausahaan pada anak

melalui ekstrakulikuler kepramukaan.

Page 89: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

79

Dalam menyusun model pendidikan inklusif kewirausahaan, peneliti

mengacu pada komponen-komponen penting dalam pendidikan anak yaitu

pentingnya komunikasi pendidikan yang efektif dalam menyampaikan pesan

kepada anak.

Berikut ini prinsip-prinsip komunikasi yang penting diterapkan dalam

pendidikan kepada anak:

1. Meningkatkan kredibilitas

Guru yang mempunyai kredibilitas yang tinggi di mata anak didik, maka

akan membuat anak lebih percaya dan dapat mengubah pendapat dengan

ketertarikan langsung. Umumnya semakin tinggi kredibilitas seseorang akan

memberikan daya tarik yang lebih meyakinkan.

Sedangkan personalitas anak juga mempengaruhinya dalam menerima

pesan guru. Seorang anak yang percaya akan kemampuan dirinya akan menerima

pesan yang sesuai dengan apa yang telah terbentuk dalam pikirannya dan yang

mempunyai hubungan walaupun kecil dengan kehidupannya. Seorang anak akan

cepat menerima pesan yang berkaitan dengan sesuatu yang disukainya. Individu

akan memperhatikan bagian-bagian komunikasi yang mendukung pandangannya

(perspektif selektif) mengerti dan mengingat informasi hanya jika informasi

tersebut memperkuat bayangan sebelumnya (selektif memori), dan

memutarbalikkan pertanyaan untuk menghindari materi-materi yang bertentangan

(selektif distortion). Singkatnya anak mendengar apa yang ingin mereka dengar,

berdasarkan kepercayaan dan sikapnya terdahulu (Karlins dan Abelson,1999:99).

2. Menumbuhkan Motivasi Belajar Anak

Kekuatan dari komunikasi persuasif sangat penting dalam belajar, karena

keberhasilan komunikasi ini ditentukan oleh tindakan atau sikap sasaran yang

tumbuh akibat dorongan dari dalam. Dalam konteks pendidikan, komunikasi secara

persuasif yang dapat membentuk motivasi belajar. Seorang anak dapat melakukan

sesuatu dengan baik jika berpikir bahwa dia mampu untuk melakukannya. Dan

persuasi akan berhasil tergantung pada pengertian bagaimana seorang anak

menerima pandangan-pandangan gurunya. Proses komunikasi secara keseluruhan

menganjurkan perubahan yang terbaik menurut penilaian audiensnya. Dalam

Page 90: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

80

memberikan perubahan secara memyeluruh posisi guru harus dekat dengan anak,

guru harus berempati dengan anak.

3. Bersikap Sejajar

Komunikasi persuasif mensyaratkan adanya kesejajaran antara sumber dan

sasaran, sumber tidak bersifat menggurui. Di sini tercipta suasana kebersamaan,

sumber mencoba mendalami sasarannya, sasaran menganggap sumber sebagai

teman, dan pesan dapat diterima akibat kedekatan yang terjadi (Depsos dan

UNDP,1997).

Dalam konteks komunikasi pada pendidikan anak, sikap kesejajaran ini

ditunjukkan ketika guru tidak menganggap dirinya lebih tahu segalanya dari anak,

sehingga cenderung memaksa anak untuk mengikuti kemauan guru. Ketika ia

menempatkan diri sebagai seorang teman bercerita, dan dia berusaha mendalami

anak, maka sang anak akan merasa dekat dengan guru, sehingga pesan yang

disampaikan guru akan dilaksanakan oleh anak sebagai dorongan yang muncul dari

dalam.

4. Memperbanyak Diskusi

Komunikasi persuasif banyak melibatkan sasaran untuk menyampaikan

pendapatnya dalam proses komunikasi. Guru dan anak ada dalam sebuah proses

interaksi simbolik yang melingkar (Applbaum dan Anatol,1974:203). Sangat

mungkin, dalam komunikasi persuasif, pesan yang diterima merupakan hal yang

sebenarnya sudah diketahui oleh sasaran, sumber hanya memberikan penegasan

atau penjelasan lebih kuat terhadap apa yang sudah dipahami sasaran (Depsos dan

UNDP,1997).

Dalam konteks pendidikan anak, misalnya ketika guru bercerita, ia merasa

perlu untuk memberi kesempatan anak untuk ikut memberi komentar terhadap apa

yang ia ceritakan. Dengan demikian terbuka kesempatan bagi guru untuk

menyampaikan pesan, misalnya pesan moral dan nilai-nilai, dengan menggunakan

kerangka pemahaman yang sudah ada pada anak tersebut (misalnya sudah terbentuk

dari keluarga). Suasana diskusi dalam konteks anak-anak akan lebih berupa

kegiatan mengobrol atau bercerita bersama, lebih memungkinkan proses transfer

Page 91: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

81

pengalaman sesama anak. Dan anak akan lebih mudah memahami dan mendalami

pesan ini, karena pesan ini bukan sesuatu yang asing bagi mereka.

5. Memberikan Kebebasan dalam Berkreasi

Dalam komunikasi persuasif guru berusaha meningkatkan kesempatannya

untuk menghasilkan sikap dan perilaku yang berubah. Guru akan lebih berhasil jika

dia membiarkan anak untuk menggambarkan dengan idenya masing-masing dalam

komunikasi persuasifnya. Membiarkan anak untuk membuat kesimpulan sendiri

akan sukses bila pesan yang disampaikan guru lebih kompleks. (Karlins dan

Abelson,1999:99).

6. Menghargai Perbedaan

Perbedaan individu adalah hal yang perlu disadari dalam sebuah proses

belajar. Perbedaan individu mengindikasikan bahwa tidak ada dua anak yang

merespon dengan cara yang sama dalam usaha pengaruh yang identik. Daya tarik

yang sama diterima oleh audiens yang berbeda terjadi karena karakteristik

kepribadian mereka yang berbeda. Kepribadian merupakan hal yang mudah

mempengaruhi individu dalam persuasi (Karlins dan Abelson:1999:110). Guru

akan lebih sukses bila merencanakan dan menyediakan kondisi dimana setiap murid

dapat belajar, dan guru menerapkan sebuah bentuk umum tentang objektif dan

prosedur yang dibagi dengan kemampuan seorang anak dengan anak lainnya.

7. Mengarahkan secara Halus

Komunikasi persuasif tidak bersifat memaksa, perubahan sikap atau

perilaku berasal dari dorongan pribadi. Dengan demikian komunikasi persuasif

lebih menciptakan sikap dan perilaku yang konsisten. Cara-cara kasar cenderung

membuat sasaran menjalankan keinginan sumber karena rasa takut, bukan atas

kesadaran sendiri.

Dalam konteks pendidikan anak, mengarahkan secara halus akan

menghindarkan anak dari rasa takut dan keterpaksaan ketika anak melakukan

sesuatu yang sebenarnya merupakan perintah dari guru. Suatu cara-cara halus yang

Page 92: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

82

menyentuh emosi dan afeksi anak akan membuat anak merasa memiliki dan

menyenangi tindakan yang harus dilakukannya.

8. Mendampingi

Tujuan komunikasi persuasif adalah perubahan sikap dari sasaran, sehingga

sumber perlu terus bertanggungjawab, mengawal atau mendampingi sasaran hingga

pesannya sampai (Depsos dan UNDP,1997).

Dalam konteks pendidikan anak, komunikasi tidak akan efektif jika guru

hanya memberikan instruksi, dan kemudian membiarkan anak memahami pesan

tersebut tanpa arahan. Ketika anak tengah menjalankan apa yang diinginkan guru,

maka pendampingan akan membuat anak merasa aman karena ia merasa ada yang

siap memberi pertolongan jika ia membutuhkan.

9. Menciptakan Iklim Informal

Elemen yang paling penting adalah penciptaan suasana di kelas. Suasana di

kelas mengacu pada tujuan sikap guru dan anak di kelas dimana anak berbagi

dengan kondisi individu yang berbeda (Flander 1963). Penciptaan suasana informal

akan membuat perbedaan-perbedaan menjadi sesuatu yang mudah dimaklumi dan

tidak menghambat komunikasi.

Guru berusaha menciptakan iklim yang informal dan santai dalam belajar,

dimana anak bebas mengekspresikan pendapat mereka dan mengkritisi materi yang

disampaikan. Hal ini terlihat dalam cara-cara menjawab pertanyaan anak yang

menjadi persepsi unik di kelas. Persepsi ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang

digunakan di kelas dan materi yang dipresentasikan. Jika evaluasinya positif anak

akan menerima ide yang dipresentasikan oleh guru. Jika evaluasi negatif, mungkin

memerlukan penghargaan (reward), dorongan dan bimbingan guru agar anak bisa

menerima ide tersebut. (Karlins dan Abelson,1999:99).

10. Mendengarkan keluh kesah

Komunikasi persuasif mengakomodasi hal-hal yang di luar konteks

komunikasi namun berpengaruh pada kondisi emosional sasaran. Keluh kesah

sasaran perlu menjadi pertimbangan, keluh kesah ini bisa menjadi penghambat

Page 93: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

83

ketika sasaran hendak menjalankan apa yang dimaui sumber. (Depsos dan

UNDP,1997).

Dalam konteks pendidikan anak, hal ini terlihat ketika guru harus sabar

dalam melayani permintaan anak-anak yang sebenarnya tidak terkait dengan apa

yang tengah diajarkan. Suatu pengekangan atau pembatasan terhadap keluh kesah

akan mengurangi rasa kepemilikan terhadap apa yang disampaikan.

Kebijakan untuk menanggulangi berbagai masalah yang muncul dalam

pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar, pendidikan kewirausahaan antara lain

dapat dilakukan dengan cara : a) menanamkan pendidikan kewirausahaan ke dalam

semua mata pelajaran, bahan ajar, ekstrakulikuler, maupun pengembangan diri, b)

mengembangkan kurikulum pendidikan yang memberikan muatan pendidikan

kewirausahaan yang mampu meningkatkan pemahaman tentang kewirausahaan,

menumbuhkan jiwa dan karakter wirausaha serta menumbuhkan skill berwirausaha,

c) menumbuhkan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah.

Pengembangan model kewirausahaan dari mulai dari Pendidikan Anak Usia

Dini, Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Pendidikan harus berorientasi

pada kemampuan untuk menumbuhkan sikap, minat, dan perilaku wirausaha pada

siswa.

Kebijakan untuk menanggulangi masalah ini terutama masalah yang terkait

dengan kewirausahaan antara lain dapat dilakukan dengan cara : a) menanamkan

pendidikan kewirausahaan ke dalam semua mata pelajaran, bahan ajar,

ekstrakulikuler, maupun pengembangan diri, b) mengembangkan kurikulum

pendidikan yang memberikan muatan pendidikan kewirausahaan yang mampu

meningkatkan pemahaman tentang kewirausahaan, menumbuhkan jiwa dan

karakter wirausaha serta menumbuhkan skill berwirausaha, c) menumbuhkan

budaya berwirausaha di lingkungan sekolah.

Model Pendidikan Kewirausaan yang disusun pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 94: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

84

Gambar 12. Model Pendidikan inklusif kewirausahaan

Model tersebut menjelaskan bahwa masyarakat nelayan memiliki kekhasan

tersendiri. Bila dilihat dari kekuatan karakter yang dimilikinya, masyarakat nelayan

memiliki potensi yang luar biasa yang seharusnya mampu dikembangkan untuk

membangun kehidupan yang lebih baik lagi. Potensi-potensi kewirausahaan yang

berhasil digali dalam penelitian ini diantaranya adalah kreativitas, daya juang yang

tinggi, tahan banting menghadapi kehidupan yang susah, sangat adaptif dan mau

mengambil resiko.

Nilai-nilai tersebut dapat dikembangkan dalam pendidikan kewirausahaan

yang dalam penelitian ini akan dikembangkan untuk anak-anak. Pendidikan

kewirausahaan untuk anak setelah melihat kondisi di lapangan akan disampaikan

dalam kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

komunikasi pendidikan anak tidak boleh diabaikan. Komunikasi efektif yang

dbangun harus memperhatikan unsur empati, kesetaraan, membangun diskusi

dengan anak, kebebasan berekspresi pada anak, mengembangkan kreativitasnya

dan memahami kondisi masing-masing anak yang berbeda. Penerapan pendidikan

Page 95: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

85

ini akan didukung oleh institusi-institusi pendidikan dan institusi swasta lainnya,

sehingga pendidikan kewirausahaan nelayan pada anak-anak dapat segera

diaplikasikan.

5.5 Mengembangkan strategi pendidikan kewirausahaan dalam skala

yang lebih luas

Pendidikan kewirausahaan telah disadari bersama bahwa perlu dibangun

sejak dini. Membangun karakter kewirausahaan pada anak-anak akan memberi

harapan munculnya wirausahawan yang tangguh di kemudian hari. Kesadaran ini

menjadi modal untuk mengembangkan pendidikan pada anak dalam skala yang

lebih luas.

Untuk menerapkan pengembangan kewirausaan pada anak, pendidikan

menjadi sarana yang tepat. Setelah meninjau kurikulum yang diberlakukan di

sekolah, muatan yang ada di dalamnya muncullah berbagai alternatif pilihan.

Berdasarkan diskusi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, pendidikan

kewirausahaan pada anak sekolah dasar dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Memasukkan muatan kewirausahaan pada tiap mata pelajaran di sekolah menjadi

pilihan yang menarik. Selain itu, memasukkan pendidikan kewirausahaan pada

ekstra kulikuler kepramukaan juga menjadi usulan baik guru maupun Dinas

Pendidikan. Alasannya adalah dalam pendidikan kewirausahaan untuk anak,

karakter yang dibangun pada anak sesuai dengan nilai-nilai dalam kepramukaan.

Untuk memperluas penerapan srtategi pendidikan kewirausahaan pada

anak-anak, peneliti telah beraudiensi dengan Dinas pendidikan. Dalam kesempatan

tersebut, tim peneliti juga menyerahkan modul pendidikan kewirausahaan anak

yang telah tersusun dalam penelitian ini. Hasil penelitian dipresentasikan dan

didiskusikan bersama.

Ketertarikan terhadap hasil penelitian yang disampaikan oleh Dinas

Pendidika n untuk menjawab berbagai permasalahan pendidikan yang muncul di

Kabupaten Cirebon. Membangun karakter anak yang selama ini masih menjadi

pekerjaan rumah Dinas Pendidikan. Penerapan Pendidikan Kewirasahaan untuk

anak ini akan diagendakan dalam kegiatan Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon.

Kegiatan yang akan dilakukan dalam waktu dekat adalah melaksanakan pelatihan

Page 96: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

86

untuk guru-guru sekolah dasar dengan menggunakan modul pendidikan

kewirausahaan yang telah dihasilkan oleh Tim Peneliti. Pelatihan terhadap guru ini

diharapkan mencapai tujuan terlaksananya pendidikan kewirausahaan untuk anak,

mengingat guru adalah garda depan yang akan mengajarkan dan menyampaikan

langsung pada siswa di kelas.

Materi yang akan disampaikan dalam pelatihan guru ini adalah materi-

materi tentang pembentukan karakter kewirausahaan untuk anak. Selain itu hal

penting yang akan disampaikan kepada guru adalah bagaimana berkomunikasi

dengan anak yang benar sehingga materi yang diajarkan sampai dan dipahami oleh

anak.

Page 97: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

87

BAB VI

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

6.1 Rencana Tahapan Berikutnya

Penelitian model pendidikan inklusif kewirausahaan untuk anak nelayan

miskin di daerah pesisir Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada tahun ini telah

berakhir setelah dilakukan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak 2014 s.d. 2016.

Pada penelitian tahun ke tiga ini sebagai tahun terakhir, kegiatan penelitian

telah menyelesaikan capaian dan target luaran berikut:

1) Menyusun applied model yang siap diterapkan di masyarakat dan

dikembangkan menjadi buku ajar.

2) Mereview hasil penelitian tahun kedua. Pada penelitian tahap kedua telah

dihasilkan sebuah model pendidikan inklusif kewirausahaan, namun tentu

saja model ini perlu ditelaah lagi agar dapat diterapkan sebagai action

model.

3) Melakukan riset action dengan penelusuran lebih lanjut pentingnya

membangun karakter kewirausaahn bagi anak sejak dini melalui kegiatan

eksplorasi focus group discussion dengan para orang tua siswa, dalam hal

ini para nelayan di Desa Citemu.

4) Modul pendidikan kewirausahaan bagi anak sekolah dasar, khususnya di

daerah nelayan dibahas lebih lanjut dengan pihak pemangku kepentingan di

Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon melalui audiensi. Dari kegiatan ini

dihasilkan kesepakatan bahwa pendidikan karakter kewirausahaan ini perlu

ditindaklanjuti untuk disampaikan sejak dini di tingkat sekolah dasar,

khususnya melalui kegiatan ekstrakulikuler. Untuk itu diperlukan kegiatan

Training of Trainer bagi para guru yang akan menyampaikan materi.

5) Memungkinkan untuk adanya kerjasama antara pihak sekolah dasar

dan/atau Dinas Pendidikan di Kabupaten Cirebon dengan pihak peneliti

untuk menyelenggarakan TOT bagi guru sekolah dasar.

6) Tindak lanjut modul pendidikan inklusif kewirausahaan untuk anak-anak

pada masyarakat nelayan menjadi buku ajar sebagai pegangan bagi para

guru.

Page 98: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

88

7) Diseminasi pengetahuan dalam bentuk tulisan ilmiah dalam forum

pertemuan di tingkat internasional serta menindaklanjuti submit artikel ke

jurnal internasional terindeks scopus agar hasil penelitian ini bermanfaat

lebih luas.

Rencana tahapan berikutnya dari penelitian ini memungkinkan untuk

melakukan penelitian lanjutan dengan wilayah penelitian yang berbeda dengan

tetap fokus pada masyarakat miskin sebagai upaya untuk membantu mengentaskan

kemiskinan. Selain itu, memungkinkan untuk menindaklanjuti hasil penelitian

yang telah dicapai selama 3 (tiga) tahun melalui kerjasama dengan berbagai

lembaga pendidikan untuk menerapkan model pendidikan inklusif bagi anak-anak

pada masyarakat nelayan miskin, dan bekerjasama dengan pihak pemerintah

khususnya dinas pendidikan untuk menerapkan model ini secara lebih luas, serta

melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk memperluas penerapan model

pendidikan inklusif kewirausahaan.

6.2 Luaran Penelitian Tahap Terakhir

Luaran penelitian tahap terakhir di tahun ketiga ini dapat dilihat pada tabel di

bawah:

Tabel 1. Luaran tahap terakhir

No. Jenis

luaran

Tahun ke-3

1 Model Applied model

2 Publikasi - Seminar internasional

- Jurnal internasional (draf)

- Buku ajar (draf)

3 Kemitraan Kerjasama dalam mengaplikasikan model

dalam skala yang lebih besar

Page 99: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

89

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Materi pendidikan kewirausahaan untuk anak yang disusun

mengakomodir potensi lokal kewirausahaan pada masyarakat nelayan.

Karakter-karakter lokal yang dimiliki masyarakat nelayan seperti

kemampuan untuk beradaptasi yang cukup tinggi, tahan banting, ulet,

berani menghadapi resiko, kreativitas yang harus dikembangkan,

pekerja keras, menjadi bagian penting dalam materi penddikan

kewirausahaan untuk anak nelayan. Karakter-karakter unggul yang bisa

mendorong terbentuknya jiwa kewirausahaan ternyata ditemui dari

masyarakat nelayan. Pantang menyerah, tahan banting, berani, ulet akan

menjadi muatan penting dalam pendidikan wirausaha bagi masyarakat

nelayan. Untuk memutus mata rantai pola kehidupan masyarakat desa

nelayan, dan mengembangkan potensi sumber daya alam yang dimiliki

daerah tersebut demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, perlu

ditumbuhkan jiwa kewirausahaan dalam diri anak-anak melalui

pendidikan kewirausahaan, dengan menerapkan model pendidikan

inklusif kewirausahaan untuk anak-anak.

2. Menjalin kerjasama dengan institusi pendidikan dan pemerintahan

dalam penerapan pendidikan inklusif untuk anak pada masyarakat

nelayan telah dilakukan oleh Tim Peneliti. Potensi institusi yang ada di

masyarakat untuk membantu menerapkan pendidikan inklusif

kewirausahaan dalam penerapan pendidikan inklusif untuk anak-anak

pada masyarakat nelayan ternyata cukup tersedia. Sekolah bisa menjadi

tempat untuk pengelolaan pendidikan inklusif kewirausahaan tersebut.

Melalui kegiatan ekstrakulikuler materi kewirausahaan bisa

disampaikan kepada anak-anak dengan cara belajar yang menyenangkan

yang sesuai dengan kebutuhan anak. Institusi pendidikan memiliki peran

yang sangat besar untuk penerapan pendidikan inklusif tentang

Page 100: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

90

kewirausahaan pada masyarakat miskin. Sekolah bisa menjadi faktor

pendukung utama dalam pendidikan kewirausahaan pada anak-anak.

3. Uji coba pengajaran materi kewirausahaan pada institusi pendidikan

inklusif melalui ekstrakulikuler perlu segera dilaksanakan di di sekolah-

sekolah dasar untuk Guru Sekolah Dasar di desa Nelayan. Mengenalkan

materi kewirausahaan untuk anak-anak sekolah dasar ini perlu kegiatan

Training of Trainer untuk guru dalam skala yang lebih luas. Semakin

banyak guru yang memahami materi ini dan bersedia

mengaplikasikannya di dalam kelas, semakin banyak anak yang

memiiki kesempatan untuk belajar dan membangun karakter

kewirausahaannya sejak dini. Komunikasi memegang peranan yang

penting dalam proses belajar mengajar. Komunikasi kepada anak juga

memiliki kekhasan tersendiri karena memang anak adalah pribadi yang

unik yang tidak dapat disamkan engan orang dewasa. Guru sebagai

ujung tomak dalam menyampaikan materi kepada anak-anak perlu

menguasai kaidah-kaidah dalam berkomunikasi dengan anak. Mengenal

dunia anak, memperlakukan mereka secara personal, membangun

keceriaan pada anak adalah hal-hal yang harus diperhatikan ketika

mengajar.

4. Model pendidikan inklusif kewirausahaan didasari pada kebijakan

untuk menanggulangi berbagai masalah yang muncul dalam

pelaksanaan pendidikan di sekolah dasar, pendidikan kewirausahaan

antara lain dapat dilakukan dengan cara : a) menanamkan pendidikan

kewirausahaan ke dalam semua mata pelajaran, bahan ajar,

ekstrakulikuler, maupun pengembangan diri, b) mengembangkan

kurikulum pendidikan yang memberikan muatan pendidikan

kewirausahaan yang mampu meningkatkan pemahaman tentang

kewirausahaan, menumbuhkan jiwa dan karakter wirausaha serta

menumbuhkan skill berwirausaha, c) menumbuhkan budaya

berwirausaha di lingkungan sekolah.

Page 101: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

91

5. Pendidikan kewirausahaan telah disadari bersama bahwa perlu

dibangun sejak dini. Membangun karakter kewirausahaan pada anak-

anak akan memberi harapan munculnya wirausahawan yang tangguh di

kemudian hari. Kesadaran ini menjadi modal untuk mengembangkan

pendidikan pada anak dalam skala yang lebih luas. Untuk menerapkan

pengembangan kewirausaan pada anak, pendidikan menjadi sarana yang

tepat. Memasukkan muatan kewirausahaan pada tiap mata pelajaran di

sekolah menjadi pilihan yang menarik. Selain itu , memasukkan

pendidikan kewirausahaan pada ekstra kulikuler kepramukaan juga

menjadi usulan baik guru maupun Dinas Pendidikan. Alasannya adalah

dalam pendidikan kewirausahaan untuk anak, karakter yang dibangun

pada anak sesuai dengan nilai-nilai dalam kepramukaan.

7.2 Saran

1. Hendaknya masyarakat nelayan diberikan pemahaman akan pentingnya

pendidikan bagi anak demi masa depan yang lebih baik melalui penyuluhan

dari berbagai pihak yang dipercaya oleh masyarakat, misalnya pemerintah

desa ataupun para opinion leader di wilayahnya.

2. Perlunya dibangun kesadaran terhadap institusi sekolah tentang pentingnya

membangun karakter bagi anak-anak. Pendidikan karakter diantaranya

dengan membangun karakter yang berkaitan dengan kewirausahaan untuk

menjadikan pribadi yang tangguh pada diri anak-anak kelak di kemudian

hari.

3. Perlunya kesadaran guru untuk terus belajar dan mengembangkan

kemampuannya dalam mengajar khususnya dalam berkomunikasi dengan

anak sehingga proses belajar mengajar menjadi menyenangkan dan anak

dapat menyerap materi dengan baik.

4. Perlunya komitmen dari pemerintah yang dalam hal ini Dinas Pendidikan

untuk memberikan pendidikan dan pelatihan untuk guru sehingga program

pendidikan kewirausahaan untuk anak ini bisa segera dijalankan.

5. Hendaknya masyarakat nelayan diberikan pemahaman akan pentingnya

pendidikan bagi anak demi masa depan yang lebih baik melalui penyuluhan

Page 102: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

92

–penyuluhan dari pihak yang dipercaya oleh masyarakat misalnya

pemerintah desa atau pun para opinion leader di wilayahnya.

6. Perlunya kerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk memperbaiki system

pengajaran di sekolah agar tujuan penyelenggaraan sekolah inklusif

kewirausahaan dapat tercapai.

Page 103: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

93

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 2003. Pokoknya Kualitatif. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya

Bungin, H.M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya.Jakarta : Kencana

Creswell, John.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design. Choosing

Among Five Traditions. Thousand Oaks, California : Sage

CSIE (Centre for Studies on Inclusive Education). 2005. Ten Reasons for Inclusion,

http://inclusion.uwe.ac.uk/ csie/10rsns.htm.

Creswell, John.W. 2002. Desain Penelitian : Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif.

Penterjemah : Angkatan III&IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur

Khabibah. Jakarta : KIK Press

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (2003). Pedoman Pelaksanaan Pendidikan

Inklusi

Gartanti, W. T. 2009. Pola Komunikasi Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar di

Sekolah Inklusi: Studi Fenomenologi tentang Pola Komunikasi Guru dalam

Kegiatan Belajar Mengajar di SD Hikmah Teladan Cimahi. Tesis. Bandung:

Program Pascasarjana UNPAD.

IDP Norway. Lokakarya Nasional tentang Pendidikan Inklsuif: www.idp-

europe.org/indonesia/start.htm

Kuswarno, Engkus. 2011. Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran

Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi: Fenomena Pengemis Kota Bandung.

Bandung: Widya Padjadjaran.

Moleong, Lexy.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif : edisi revisi. Bandung :

Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komu

nikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosedakarya

Mulyana, Deddy & Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi : Contoh-contoh

Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung : Remaja

Rosdakarya

Kasali, Rhenald. 2005. Change. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Page 104: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

94

Kasali, Rhenald. 2007. Re-Code Your Change DNA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama

Kasali, Renald. 2010. Cracking Zone. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Sanoff, Henry (2000). Community Participation Methods in Design and Planning.

John Wiley and Sons Inc., New York

Page 105: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

LAMPIRAN

Lampiran 1. Action Model Pendidikan Inklusif Kewirausahaan bagi Anak Nelayan

Lampiran 2. Artikel Jurnal Internasional terindeks scopus SEARCH MALAYSIA (draf)

Lampiran 3. Makalah pada Konferensi Internasional : ACAS’s Eighth International

Conference on Education for a Globalizing Asia: Challenges and

Opportunities, Ateneo de Manila University Filipina

Lampiran 4. Surat Ijin Audiensi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon

Lampiran 5. Berita Acara Penelitian

Lampiran 6. Foto FGD dan Audiensi dalam Kegiatan Penelitian

Page 106: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

ACTION MODEL

PENDIDIKAN INKLUSIF KEWIRAUSAHAAN BAGI ANAK NELAYAN

Page 107: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

1

Lampiran 2. Artikel untuk Jurnal Internasional SEARCH MALAYSIA

Communication in Entrepreneurship Inclusive Education

to Poor Fishermen Children (Case: Entrepreneurship Education

to Fishermen Children in Cirebon)

1Dr. Ike Junita Triwardhani, 2Dr. O. Hasbiansyah, 3Dr. Anne Maryani and 4Dede Lilis Ch.

1,2,3,4Department of Communication Management, Faculty of Communication Science, Bandung

Islamic University, Bandung, West Java 40116, Indonesia;

Abstract

Entrepreneurship became an important choice in developing the nation’s economy.

Entrepreneurship potentialities in the society were now still latent and neglected

that they needed to be dug up more meticulously. Potentialities of entrepreneurship

were also found in poor society. More than just an effort to eradicate poverty, this

spirit of entrepreneurship also became an important part of the improvement of the

nation’s competitive capacity as a whole. Establishment of entrepreneurship values

would be required through education as investment for the future. The formation of

entrepreneurship characters would be better to be developed as early as possible. In

children, developing entrepreneurship spirit could be performed through education

in schools. This writing used inclusive approach for the establishment and

development of values in poor society children. Establishment of entrepreneurship

values would be required through education as investment for the future.

Entrepreneurship education for children should consider the children itself as the

subject instead of object in education. One of the important factors was to develop

communication with children. A teacher must have important principles in

communicating with children. In this entrepreneurship education the local

potentialities owned by fishermen would become important parts in the education

process.

Keywords: children, communication, inclusive, entrepreneurship, education.

Introduction

Entrepreneurship becomes an important choice to develop the nation’s

economy. To Indonesian nation, although the number of entrepreneurs in Indonesia

is still relatively smaller compared to that of the other countries in the world,

Indonesian entrepreneurs have their own uniqueness in terms of potentiality. In

addition to abundant natural resources, character strength is a quite massive

potentiality. High fighting spirit, perseverance, holding out and adaptive are several

characters which can be easily found in Indonesian society, generally in middle to

lower classes societies.

In entrepreneurship paradigm, the condition of middle to lower classes

society mostly in poor society, is seen as a potentiality instead of merely a problem.

Conventional paradigm always considers poor society as the burden of the upper

class society. As the consequence poor society is often time marginalized and

abandoned. The developed solutions also tend to be merely charity, which often

Page 108: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

2

times unable to be continued because they only result on the dependency of the poor

society on the charity program, instead of developing a parallelize relation by

considering and empowering the poor. Perhaps the poverty number is decreasing in

quantity, but it does not necessarily mean it shows decreasing in quality. This is

because poverty measurement is only seen from the point of view of poor people in

quantity. It has never been focused on the improvement of the society’s life quality

and not on the improvement of human development index.

Actually there is natural power of the poor society which often times

becomes latent potentiality due to structural and cultural obstacles. This power

arises as the response towards difficult conditions they must face every day. This

power is the survivability, adaptability, holding out and capability to survive in

difficult conditions. In order for the characters to become the strength in

entrepreneurship, it takes efforts to change, and the most possible way is through

education. The reason is that overcoming cultural and structural obstacles will need

a long time to handle, therefore the children from poor society is the hope in the

future. Through education, entrepreneurship spirit can be established since early

stage, not only for them to release themselves off the property, but also in order to

be developed and to bring their society into a more advanced society.

McGraith and Mac Millan (Kasali, 2010: 16) stated that there were seven

fundamental characters all future entrepreneurs must have, namely action-oriented,

think simply, always find new opportunities, chase opportunities in high discipline,

only take the best opportunity, focus on execution and focus on energy of every

person in the business they are handling. The fundamental characters referred as

entrepreneurial mindset will give strength to the society and give positive values to

the improvement of the nation’s competitiveness.

Entrepreneurship characters, whether they have existed or need to be

established as entrepreneurial mindset, are the focus in entrepreneurship education.

Entrepreneurship education must be able to be re-established to reach the great goal

of improving the nation’s competitive capacity. Poor society group selected in this

writing case is the fishermen society. In the fishermen society, the research focuses

on the children of fishermen society in Cirebon shore region. The reason for the

case selection in this writing is because Cirebon is one of the regions producing fish

in great amount in West Java. Moreover, Cirebon is one of the important regions

becoming the node for connectivity-based development plan in national scale and

in regional scale, for example in the West Java Province Metropolitan Development

Management in Indonesia.

Inclusive education is selected as the approach to establish entrepreneurship

values to poor society children. Inclusive education is the representation of the

world community declaration through UNESCO, which states that education is the

right of all mankind (education for all). Through inclusive education, marginal

society groups will receive education services by blending with the general society.

The significant effect of inclusive education system is the creation of strong social

cohesion. By inclusive education, marginal society will have more confidence

because their existence is acknowledged. Meanwhile to other societies, inclusive

education becomes the media to improve their social awareness and concern.

This writing uses inclusive approach for the establishment and development

of values on children in poor society. Inclusive education has “education for all”

spirit which eases marginal society, including children of poor society, to be able

Page 109: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

3

to obtain education services in equal to the children from the other classes. By

inclusive approach it is hoped that the children will have self confidence to

overcome structural and cultural obstacles in order to develop entrepreneurship

characters in them.

In this writing, some objectives to be reached are developed, namely:

1. To develop entrepreneurship materials for children by accommodating

local entrepreneurship character potentialities on poor society.

2. To develop effective communication methods in entrepreneurship

education for children.

Literature Review

The improvement of the nation’s competitiveness is very much closely

related to various poverty eradication programs. Various efforts to overcome

poverty have often been performed by the government, community organizations,

private organizations or non-governmental organizations. However, poverty has

always still appeared that the social issue cannot be overcome more and more.

Poverty eradication programs will still be continued.

One of the entrepreneurship paradigms, positive thinking, sees an issue as a

potentiality to be changed into a better thing. In the entrepreneurship paradigm, the

existence of poor society to a nation can be seen as a potentiality instead of a

problem. Conventional view tends to see poor society as a burden therefore they

are often being marginalized. Whereas to survive they have high survival ability,

adaptive and resilience in difficult conditions. The characters even succeed to form

a profession network mainly in non-formal sectors which become one of the

providers of society’s needs. Entrepreneurship potentialities in the society are now

still latent and neglected therefore they need to be dug up meticulously.

Uniqueness of entrepreneurs in Indonesia is due to their peculiarities. The

peculiarities are to have potentialities of uniqueness, artistic spirit, local uniqueness,

adaptive characters, resilience. Indonesia is having entrepreneur potentialities to

become the capital for the nation’s competitiveness. The characters of adaptive and

resilience are owned by middle to lower classes society because they need those to

survive. However, due to cultural and structural obstacles, the potentialities are

merely just the capability to survive instead of to develop themselves, therefore they

need external help in order for the potentialities to be used for self development.

One of the solutions to overcome the obstacles is through inclusive

education on entrepreneurship. Inclusive education is the manifestation of the

world’s declaration through World Organization for Education, Research and

Culture (UNESCO) in the Conference in Jomtien in 1990 on “Education for All”,

which states that basic education should be given to all children, teenagers even

adults in qualified environment with adequate access (UNESCO, 1990, article III:1-

5). UNESCO then continues by Salamanca Declaration in 1994 about “Inclusive

Education” which requires schools to accommodate physical, intellectual,

emotional, social and language diversity (UNESCO, 1994: articles 2 and 3). This

declaration is continued by the world’s commitment through Dakkar Framework

2000 to attract the children’s interests and to take care of the children of marginal

and underdeveloped groups by developing inclusive and flexible education system

towards the environment and requirements of the learners (UNESCO, 2000,

paragraph 33).

Page 110: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

4

Operationally, inclusive education is implemented in an inclusive school,

which is understood as regular school which includes children from marginal circles

in their educational system (Grovinda, 2009:9). Therefore, children from marginal

circles may undergo qualified education process and environment like schools in

general. Regular schools with inclusive orientation are the effective facilities to

fight against discrimination, to build friendly community, to build inclusive society

and to reach education for all (UNESCO, 1994: article 2).

Method

The approach for the research in this writing uses communication

ethnography method. Communication ethnography approach sees the utilization of

language in communicative behavior of a society in certain cultural theme. With

this approach, the research will focus on children communication pattern in speech

society in schools.

Communication ethnography as an approach towards language studies in

social context. Ethnography is basically research activity to understand how people

interact and cooperate through phenomena which are observed in their daily lives

(Harris in Creswell, 1998:58). This method can describe, explain and build relations

from the categories and data found. The objective of communication ethnography

study is to describe, analyze and explain communication behavior of a social group

(Kuswarno, 2011: 86).

Discussion

Fishing work is usually not performed by oneself, but involves all family

members. Children even have to help their parents in doing this work. Although the

children are not asked to go to the sea, they usually help their parents to make

wadong (crab trap) or to help peeling crabs. Therefore this fisherman profession is

directly performed throughout the generations.

Because this work is performed throughout generations, which means it is

generated by parents to their children, most parents consider school as unnecessary,

because in the end the children will become fishermen too. According to the

admittance of the people of Citemu village who live on the shore, fishermen

children in the Village are often sent to school by their parents merely to be able to

read and write. Afterwards they must return working to help their parents in the sea.

Therefore it can be said that the society still lacks awareness on education.

The parents in this village consider that the children’s main task is not to go

to school and obtain education in order to reach a better future, their task is to help

their parents’ works as fishermen. Therefore sometimes children leave school in

order to help their parents, whether to help peeling crabs or making wadong or

helping their parents processing salted fish or processing seawater into salt or salt

farming.

Fishermen children who have also known and directly involved in helping

their parents in their works are better to know the tremendous potentialities of

fishermen in their glorious past. Don’t just these children only follow what their

parents experience without obtaining the matters to be established in order to

become a great fisherman. The superior potentialities the fishermen have should be

rediscovered and established into the children therefore they will obtain the spirit

to become fishermen in even better quality.

Page 111: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

5

One of the most important things taught to the children is to become

fishermen with entrepreneur spirit. Creative fishermen will find a way to improve

their businesses, they become unyielding fishermen. It is performed to overcome

the various conditions occurred nowadays.

Entrepreneurship education is required to be delivered in schools which

majority of the students’ parents works as fishermen. This entrepreneurship

material will add to the subjects delivered in schools that children will have more

capability to start to understand the efforts to be established in order to become

successful fishermen.

Act Number 20 of 2003 on the National education system article 3 states

that national education functions to develop the ability and form the nation’s

characters and dignified civilization in order to enrich the nation’s life, is aimed to

develop the potentialities of learners in order to be faithful pious men, with noble

morals, healthy, knowledgeable, skillful, creative, independent and democratic and

responsible citizens.

Entrepreneurship-oriented education will create brave souls who are

capable in dealing life problems and livelihood reasonably, creative souls to find

the solution to overcome the problem, independent souls who are not dependant to

others. One of the entrepreneurship spirits to be developed through education in

early childhood is life skill.

a. Entrepreneurship Education

Entrepreneurship is the process to identify, develop and bring vision into

life. The vision may be innovative ideas, opportunities, better ways in implementing

something. The final result of the process is the creation of new business which is

formed in risky and uncertain condition.

Entrepreneurship is mental attitude which is marked by independence, the

ability to cooperate, the ability to take risk (risk taking), honesty, responsibility,

resilience, reasoning and care. Such live attitudes are not something being trained

by training/workshop in one or three months, but are established consistently,

continuously and sustainably through formal education (curriculum) and

extracurricular and societal activities.

Entrepreneurship culture which grows naturally in a family or group of

Indonesian society is a very valuable asset for Indonesian nation. The dynamics of

the nation’s economy which rest on the mastery of science and technology in an

education activity will grow entrepreneurship culture in basic education which

promises bright hopes to the creation of independent human resources in

contemplating and taking action, able to implement the science and technology they

are understood for the welfare of themselves and their society. The existence of

entrepreneurship spirit is very much required for the development of individuals in

living their lives and in developing the nation’s independence.

In education sector, the matter of entrepreneurship education relates to how

it is developed by education praxis which not only produces skillful men in terms

of intellectuality and also inspiring-pragmatic education praxis. Education praxis,

through the curriculum, system and implementation, must be open, explorative and

liberating. The education praxis is not only link and match, which graduates are

ready for work but also are prepared to create work sectors.

Page 112: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

6

In accordance with the soft-skill ability, learners must receive reliable

entrepreneurship capability education. By receiving adequate entrepreneurship

knowledge and its practices, the graduates will have adequate willingness and

capability therefore they will not be confused when they must work.

Entrepreneurship subject needs to be given to all learners. The same goes to

including entrepreneurship elements to all school subjects when possible. The

elements are creativity, innovation and fearless towards risk that the main priority

is the field practice.

An entrepreneur indeed must be brave in taking risks, but it is far more

important for an entrepreneur to be creative in making the risks controlled. The

reason why entrepreneurs are brave enough in taking risk is that because their

creative selves are capable to minimize the possible risks. Being brave in taking

risk without prior calculation is the same as suicide.

Education implementation in schools are often time lacking in considering

the growth of entrepreneur attitude, interest and behavior of the learners, whether it

is in vocational schools or in professional educations. The main focus of education

in general is only to prepare manpower. Therefore, we must find a solution, on how

education will have the role to change human into entrepreneur self. In order to

reach the objective what are the guides to be given to learners in order to become

strong and prepared entrepreneurs who can support their life?

In order to reach the objective, the process can be reached if the learning

process takes place effectively and learners can appreciate and go through the

learning process meaningfully. Product quality will be reached if learners show high

mastery towards the subject tasks in accordance with their needs in life and in work

life. Therefore to reach the ability above we need to develop entrepreneurship

model from Early Childhood Education, Elementary School to High School.

Education must be oriented on the ability to grow entrepreneurial attitude, interest

and behavior to the students.

The direction of national education development is aimed for the

implementation of noble moral education methodology and national character

including entrepreneur characters. The policy to overcome this problem is mainly

on the issues related with entrepreneurship such as by: a) establishing

entrepreneurship education into all subjects, study materials, extracurricular, or self

development, b) developing education curriculum which gives entrepreneurship

education content which is capable in improving understanding on

entrepreneurship, growing entrepreneurship spirit and character and growing

entrepreneurship skills, c) growing entrepreneurship culture in school environment.

The success of entrepreneurship education program may be acknowledged

through the achievement of the following criteria by learners, such as:

1. Having entrepreneurship characters

2. Understanding entrepreneurship concept

3. Having the ability to see opportunity

4. Having skills

5. The formation of school life environment as entrepreneurship-insight

learning environment.

Entrepreneurship development framework among the educators is

considered as important because educators are the “agents of change” who are

expected to be able to establish the characteristics of nature and quality and

Page 113: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

7

entrepreneurship spirit or that the entrepreneurship spirit is very needed by the

learners. Moreover, entrepreneur spirit is very much needed by an educator, because

through this spirit the educators will have more efficient, creative, innovative,

productive and independent. Entrepreneurship spirit can be established by the

educators and parents when their children are still very young. Entrepreneurship is

more directed to mental change. Self awareness.

Entrepreneurship-insight education is the education implementing the

principles and methodology towards life skill formation of the learners through

integrated curriculum developed in schools. Life skill can be divided into five parts,

namely self awareness, rational thinking skill, social skill, academic skill and

vocational skill.

1. Self awareness or the skill needed by a person to acknowledge himself or

herself wholly. This skill includes:

Self appreciation as God’s creature

Self appreciation as family and society members

Self appreciation as a Citizen

Realization and gratitude on their positive and negative aspects

Making their positive and negative aspects as their assets in improving

themselves in order to be useful for themselves and their environment

2. Rational thinking skill is the skill needed in the development of thinking

potentiality, which includes:

Information searching and finding skill

Information processing and decision making skills

Creative problem solving skill

3. Social skill or interpersonal skill which includes:

Communication skill with empathy, empathy, understanding and two-

way communication art, needs to be highlighted because

communicating is not merely about delivering messages, but the

content and deliverance of the message which are accompanied by

good “impression” will grow harmonious relationship.

Cooperation skill

4. Academic skill or the ability to think scientifically, includes the following

components:

The ability to conduct variable identification

The ability to formulize hypothesis

The ability to perform research

5. Vocational skill is the skill related with various certain works available in

the society.

b. Building Entrepreneurship Education on Children

1) Through Self Development

Self development is education activity outside school subjects as integral

part of the school/madrasa’s curriculum. Self development activity is a character

formation effort, including entrepreneurship character and personality of learners

which is conducted by counseling service activities aimed for the improvement of

creativity and career. For special education unity, counseling service emphasizes

on the improvement of life skill in accordance with special needs of the learners.

Page 114: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

8

By entrepreneurship practical learning, entrepreneurship learning is directed

on the achievement of three competences which include establishment of

entrepreneurship characters, concept establishment and skill, with greater weights

on the achievement of soul and skill competence, with greater weights on the

achievement of soul and skill competence compared to concept understanding. One

of the examples of entrepreneurship learning model which is able to grow

entrepreneurship characters and behavior can be performed by establishing a

canteen managed by the children.

2) In Learning Materials/Books

Learning materials/books are the learning component which is the most

influential towards what actually occurs in the learning process. Many teachers

teach merely by following the presentation order and learning activities (tasks)

designed by the writer of the books without conducting meaningful adaptation.

Internalization of entrepreneurship values in learning books can be conducted in the

material explanation, tasks or evaluation.

3) Through School’s Culture

School’s culture is the atmosphere of school life where the learners interact

with each other, teachers with teachers, counselors with fellow colleague,

administration officer with fellow colleague, and between group members in the

school society. Development of values in entrepreneurship education in the school

culture includes the activities performed by headmasters, counselors,

administration officers when communicating with learners and using school’s

facilities, such as honesty, responsibility, discipline, commitment and

entrepreneurship culture in the school environment (all school members perform

entrepreneur activities in the school environment).

4) Into Local Content

This subject gives opportunity to learners to develop their ability which is

considered as necessary by the concerned region. Therefore, local content subject

must includes characteristics of local culture, skill, local culture noble values and

enhancing social and environmental problems which in the end are capable to enrich

learners by basic skills as the asset of their life that it may create occupation. For

example: children in beach environment must be able to capture local potentialities

as the opportunity to process them into products with added value, and then the

children are expected to be able to sell in order to get income.

c. Developing entrepreneurship materials for children by accommodating

entrepreneurship character potentialities on poor society

Building mental attitude becomes an important matter in the achievement

of education result. Education on children must emphasize the emotional and

mental aspects. The same thing happens when we are trying to introduce

entrepreneurship education to children. The material and presentation method and

the goal to be reached will be very much different than when it is aimed for adults.

In order to build entrepreneurship mental attitude on children, it can be performed

by many ways. Of course the method must be attractive that children will be

delighted and it makes them easier to understand the materials delivered.

The people of Citemu Village of Mundu Sub-District in Cirebon Regency

have attractive and strong local characters as have the other fisherman villages.

Fishermen have the following characteristics: brave, diligent and resilient as the

Page 115: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

9

requirements to be able to conquer the ocean. From the observation, these characters

can be developed in entrepreneurship education.

Fishermen society has their own uniqueness. If it is seen from the character

power they are having, fisherman society has outstanding potentiality which is

supposed to be able to be developed to build a better life. Entrepreneurship

potentialities succeeded to be explored in this writing are creativity, high fighting

power, resilient in facing hard life, very adaptive and willing to take risk.

Teaching entrepreneurship to children must be oriented in building

children’s mentality to have entrepreneurship spirit. The mentality established since

early age is expected to be easily built and useful for them until they grow up which

will create tough entrepreneurs in the future of Indonesian nation. Several important

matters delivered in entrepreneurship education for fishermen children are:

1. Introduction to Entrepreneurship

Introducing entrepreneurship is to deliver in general the profession of

entrepreneur, scope, term and introduction to tough entrepreneurs in

international scale and national scale, and those living in their

environment. It is important to deliver the positive values of an

entrepreneur to children, the obstacles the entrepreneur is facing and self

capability with strong will to become an entrepreneur. Successful

entrepreneur profiles need to be introduced to children to establish their

interest and to motivate them to become successful entrepreneurs.

2. Motivation to become an entrepreneur

Every person has the potentiality and ability. The potentiality and ability

must be explored and developed. It is impossible for us to know our

potentiality if we have never tried it. Therefore, in order to know our self

potentiality, we must explore bravely trying the various opportunities

existed. We are born not straightly being able to do everything, but by

learning and trying we will finally capable of doing something. What we

consider to be unable at first, after we are brave enough to try, will make

us astounded: we are eventually capable and greater than we have

imagined. The material about motivation as a whole will motivate the

children to have the willingness to become entrepreneurs in the future.

In motivating the children, one of the ways to do is by displaying success

of entrepreneurs in order to attract the children to have a dream to become

entrepreneurs. Children will realize the greatness the people have and the

ability to see the greatness in them. This consists of self assets they own to

the ability to develop the self assets.

In this motivational material we also deliver how to motivate the children

and to ensure them that they have the ability and adequate capacity to

develop. Most fishermen children believe that they don’t have the

potentiality. Access to the obtained information makes them amazed to

other people’s greatness and sees themselves as not having the potentiality.

Through a game they will be realized that they are great children, that they

have the potentiality and capable to develop themselves into great people.

There are many professions they can choose to channel their greatness.

They can choose various professions and one profession being discussed

in this education is entrepreneur.

3. The Courage to Take Risk

Page 116: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

10

Everything we do always contains risk. Although we imagine to have huge

profit if we sell something, there is actually always a risk of anything we

sell. To an entrepreneur, taking risk relates with creativity and innovation

and it is an important part in changing the idea on what kind of

entrepreneurship he or she will choose, in order for the idea to become

reality. We really try as what we imagine.

Risk taking also relates with self confidence, that we are capable to do

what we want to have business. The greater our confidence the bigger our

capability to take decision to have business. To a person with employee

mentality, it is a risk, but to a person with entrepreneur mentality, it is a

challenge and an opportunity to obtain results as what we hope for or want.

4. Developing Creativity

According to Elizabeth Hurlock (Hurlock, 1999:3) creativity is something

new whether in idea or works. In creativity we create something new and

different from what has existed and it is unique. Uniqueness is close to

originality. Linda K. Fouler (Fouler in Shaffer, 2002) adds that the ability

to make something original is purely the children’s idea which is supported

by knowledge and information they have obtained previously.

Creativity also means to transform an old idea into a new shape: the old

idea is the basis of the new one. If a person wants to be creative they need

knowledge they have obtained before they can use it in a new and original

way (Hurlock, 1999:3). In creativity we need to build imagination.

Children’s growth is not separated from imagination development. In

developing imagination, children are trained to be able to imagine

something which does not exist. Children are trained to develop their ideas.

Children are taught to perform association, namely to connect something

with something else which they once know or see. In creativity,

imagination becomes an important thing. Being imaginative will

encourage creativity growth in children. Imagination can be developed by

giving freedom to children to express themselves creatively with guidance

and direction from their teachers.

Stimulating environment really supports the emerging of someone’s

creativity. A child in an environment always stimulates him or her to create

something new and different and let him or her using his or her own ways

will be more encouraged to be creative than what always being demanded

to do something in accordance with the existing rules and examples.

The availability of sufficient facility to play and the other facility to

stimulate experimentation and exploration are also important elements to

grow creativity. Learning by playing involves various sensors in human’s

body, that students can feel and apply the concept a teacher teaches them.

Teachers are required to transform their knowledge easier and more

enjoyable. Students can be more enthusiastic in following the subjects and

will be more understand the materials delivered by their teacher.

In teaching entrepreneurship to children, this creative play can establish

not only the students’ analytic capability but also their motor ability that

they will be more skillful in doing something. This creative play involves

students and teachers in a more effective learning process because it can

be absorbed more by the students. The games used in the teaching can be

Page 117: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

11

chosen in accordance with the materials, place condition, situation and the

materials owned by the teachers. To develop this creative play teachers

need to continuously find reference and active in following special

trainings to develop their skills in creative teaching through games. This

book gives description on creative games which can be made the

alternative of learning approach on students that they can understand more

the materials and can be more creative.

5. Developing Innovation

Entrepreneurship world is the world full of competition. When we just

open a business, similar new businesses will start to appear which will be

our competitors. Moreover there are many businesses which have been

existed previously, adding the long list of our competitors. Creating

something new, something different, different than any others is one of the

ways to win the business competition. This is innovation. Innovation is not

only about creating something necessarily new which has never been there

before. Innovation also means to perform modification of something

which has existed. Of the existing product, with a touch of creativity, it can

appear into something new and perhaps different than any others.

Therefore the point is that innovation is performing modification.

Innovative thinking is one of an entrepreneur’s characteristics. Innovative

thinking can become a very important asset for an entrepreneur. By

thinking innovatively we can win competition. By innovative strength we

will always perform changes, therefore we can survive because we will

always find new things, whether it is new products, new strategy, new way

out, new breakthroughs which we can use to move forward leaving our

competitors behind.

Transformation thinking, finding something new, something different

from the others, creating breakthroughs are not something easy. However,

it is not impossible to do. With the willingness to think hard every person

will be able to do it. Basically every person has the potentiality to think

innovatively. Since we were born we were blessed by God with brain. With

our brain we are given the ability to think. By thinking we will be able to

find something new, to find a way out.

A child who has not yet capable to communicate will try to do many things

in order for the adults to understand him or her and give what he or she

wants. The child will cry if he or she wants something, if the thing he or

she wants has not yet fulfilled, he or she will try other ways, perhaps crying

louder, or he or she will cry rolling on the floor, and he or she will keep

trying to try other ways to get what he or she wants. Finding another way,

a new way performed by the child is innovation.

When a child is learning to walk, he or she will try many ways in order for

him or her to walk. And if we observe further, although the child is guided

by his or her parents, in the end every child will find his or her own way

to walk, and probably one child’s way will be different than the other

child’s. This is also called innovation. Therefore basically every child has

the potentiality to think innovatively, because in his or her life without

being realized he or she will always find new things, new methods. It is

how we, parents, teachers or adults around the child train the potentiality.

Page 118: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

12

d. Developing effective communication method in entrepreneurship education

for children

Entrepreneurship is a mentality attitude which is marked by independency,

the ability to cooperate, the ability to take risk, honesty, responsibility, strength,

reasonable and care. Such life attitude is not something trained in one or three

months, but it must be established consistently, continuously and sustainably,

whether it is through formal education (curriculum) or extracurricular and societal

activities.

The values of independency, hard work, self confidence, not easily giving

up, capable of taking risk, developing creativity may be developed in

entrepreneurship education which in this research will be developed for children.

Having observed condition in the field the entrepreneurship education will be

delivered in extracurricular activities in schools.

The matters need to be considered in children education communication

may not be ignored. The effective communication needs to be developed must

consider elements such as empathy, equality, building discussion with children,

freedom of expression on children, developing their creativity and understanding

the different condition of each child. The implementation of this education will be

supported by educational institutions and other private institutions, that fisherman

entrepreneurship education on children can be immediately applied.

Learning by playing often involves various sensors in human body,

therefore students can feel and apply the concept being taught by the teacher. The

method used is not conventional method where the teacher teaches in one direction

way where the students are merely subjects. Students being passive in listening

what their teacher delivers. The material deliverance which involves the students in

real situation is admitted to be more effective because students can understand the

materials through their involvement in creative games with their teachers or

trainers. Through creative games, teachers can transform their knowledge easier

and funnier. Students can be more enthusiastic in following the subject materials

and can more understand the materials delivered by their teachers.

The creative games can awake not only the students’ analytical capability

but also their motor ability therefore they can be more skillful in doing something.

The creative games involve the students and teachers in a more effective teaching

process because it can be more absorbed by the students. The games used in the

teaching can be chosen in accordance with the materials, location condition,

situation and materials owned by the teachers.

In order to develop the creative games, teachers need to continuously find

the reference and active in joining special trainings which can develop their skills

in creative teaching through games. The creative games which can be the alternative

of learning approach on students that they can be more understand the materials and

can be more creative.

Combining the materials with games makes the children very happy. In this

condition they will easily receive the materials. Through games they are realized

that they are actually great children, having the potentiality and can develop

themselves to become great people. They can choose various professions to channel

the greatness. They can choose various professions and one of them which is

discussed in this education is entrepreneur.

Page 119: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

13

e. Building Communication with Children

Entrepreneur education for children must consider children as the subject

instead of object in education. This is one of the important factors in building

communication with children. A teacher who is also the source holds an important

role in building the communication. In the context of communication with children,

a source and also a more adult person will guide and help in communication with

children.

In order to reach effective communication, communication principles must

be developed. From various sources and expert researches, the writer concludes that

there are several communication principles need to be developed in communication

with children.

A teacher needs to improve his or her credibility in front of the children.

Improving credibility is important to a teacher who in this context is the adult being

respected by the children with high credibility in front of the children, will make

the children give more trust and can change their opinions with direct attraction.

Generally the higher a person’s credibility is the more the person will give

convincing attraction.

A child’s personality will also influence him or her in receiving a message.

A child who believes on his or her own capability will receive the message in

accordance with what has been formed in his or her mind and which has relation,

although small, with his or her life. A child will quickly receive a message which

is related with something he or she likes. A child usually wants to listen to a message

he or she does want to hear. The most important thing is how the message to be

delivered to the child to be attractive as possible.

The power of motivation communicated is very important to children when

learning. The success of this communication is determined by action or attitude of

target who grows up due to inner encouragement. A child will be able to do

something properly if he or she thinks he or she is able to do it. It will succeed

depending on the understanding on how a child will receive other people’s views.

The overall communication process suggests that the best transformation is

depending on the audience’s assessment. In giving total transformation, the adult’s

position must be close to the child and must empathize the child.

Effective communication requires equality between the source and the

target, where the source is not being talk down to. Here the atmosphere of

togetherness is created; the source tries to delve deeply into the target, the target

considers the source as a friend, and the message can be received thanks to the

closeness (Social Department and UNDP, 1997). In the communication context of

children education, this equality is shown when an adult doesn’t consider

themselves as knowing more than children, which will forces the children to follow

the adult’s will. When he or she places himself or herself as a friend, and he or she

tries to delve deeply into the children, the children will feel close, that the message

delivered will be performed by the children as an encouragement from inside.

In the context of children education, for example when an adult delivers an

idea, he or she would feel needed to give opportunity to children to give

commentary on what the adult says. Therefore there is an open opportunity to

teachers to deliver the message, for example on morality and values, by using the

understanding framework the children already have. Discussion atmosphere in

Page 120: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

14

children context will be in the form of chatting or storytelling, which will make

possible the experience transfer process among the children. They will also be

easier to understand and delve deeply into this message, because it is not something

peculiar to them.

Individual difference is the issue needs to be realized in a learning process.

Individual difference indicates that there are never two children responding in the

same way in identical influence efforts. The same attraction is received by different

audience due to their different personality characteristics. Personality is an easy

thing to influence an individual (Karlins and Abelson, 1999:110). The source will

be more successful if he or she plans and provides the condition where every child

will learn, and the teacher stipulates a general shape on objectivity and procedures

which are divided in accordance with a child’s ability and the other child’s.

Communication with children is not compelling, changes of attitude or

behavior originate from personal encouragement. Therefore communication creates

consistent attitude and behavior. Discourteous ways tend to make target the source’s

will because of fear, not of their own awareness.

In the context of communication with children, softly directing will avoid

children from fear and compulsion when children do something which is actually

an order from adults or superior. Soft ways which touch the children’s emotion and

affection will make them feel to own and be happy on the actions they must do.

Communication will not be effective if the teacher only gives instruction

and then lets the children understand the message without direction. When children

is doing something the source wants, accompaniment will make children feel secure

because they feel there is someone who is ready to give help whenever they need

it.

Combining games in the deliverance of the materials will be able to create

context in a fun learning. The creation of informal atmosphere will make the

differences to become something easily comprehended and will not hamper the

communication. The source tries to create informal and relaxed atmosphere while

learning or working, where the children are free to express their opinions. This

perception is influenced by the values used in the communication. If the evaluation

is positive the children will accept the idea delivered by the source. If the evaluation

is negative, perhaps they need reward, encouragement and guidance in order for

them to be able to accept the idea (Karlins and Abelson, 1999:99).

f. Organizing an Entrepreneurship Inclusive Education Model

Fishermen children who also have started to know even have directly

practiced helping their parents in their work should know the great potentiality of

fishermen in their glorious past. Don’t let these children only follow what their

parents experienced without obtaining the things need to be established to be great

fishermen. The superior potentialities the fishermen have should be re-explored and

established into the children in order for them to get the spirit to become fishermen

in an even better quality.

One of the important matters taught to the children is to become fishermen

with entrepreneur spirit. Creative fishermen will find a way to continuously

improve their business, to become unyielding fishermen. It is performed to trick the

various conditions occurring nowadays.

Page 121: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

15

Entrepreneurship education is apparently needed to be delivered in schools

which majority students have parents working as fishermen. This entrepreneurship

material will add to the subject materials delivered in schools therefore the children

will have extra capability to start to understand the necessity of the business

established in order to become successful fishermen.

Education with entrepreneurship spirit orientation, namely the brave spirit

and capable in facing life and livelihood problems reasonably, creative spirit to find

the solution and to overcome the solution, independent spirit and not depending to

others. One of the entrepreneurship spirits needs to be developed through early

childhood education is about life skill.

Conclusion

Entrepreneurship materials for children are organized by including local

elements. Because the implementation of this education will be performed to

fishermen children, the potentialities of fishermen society become important

priority. Moreover, important consideration of the material organization is the

objective of entrepreneurship education in children which refers to the formation of

children character that in the future they will be tough entrepreneurs.

The implementation of entrepreneurship education for children may

cooperate with various education institutions for children. The potential institution

which will support the implementation of entrepreneurship education for children

is elementary schools which will be ready to implement entrepreneurship education

in extracurricular activities in schools.

In implementing entrepreneurship education for children, it requires

effective communication method in order for the message delivered to the children

to succeed. The implementation of teaching which combines the materials with

games is apparently capable to awaken the children’s spirit to learn and make them

interested and enthusiast in following the materials. The lack of children’s

concentration can be overcome by various creative games. Through creative games

which are integrated with the materials delivered, we will be able to establish the

character aimed in entrepreneurship education for fishermen children.

Bibliography

Creswell, John W. (1998) Qualitative Inquiry and Research Design. Choosing

Among Five Traditions. Beverly Hills: Sage Publication, Inc.

Hurlock, Elizabeth B. (1999) Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia.

Kasali, Rhenald, et. al. (2010) Modul Kewirausahaan: Untuk Program Strata 1,

Hikmah.

Kuswarno, Engkus (2011) Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Sanoff, Henry (2000) Community Participation Methods in Design and Planning.

New York: John Wiley and Sons, Inc.

Shaffer, Elizabeth (2002) Encouraging Creativity in Children.

UNESCO, 1990, 1994, 2000.

Page 122: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Inclusive Education for Fishermen Children in Cirebon, Indonesia

Dr. Ike Junita Triwardhani ([email protected])

Dr. Anne Maryani ([email protected])

Faculty of Communication Science, Bandung Islamic University, Bandung, West Java

40116, Indonesia;

Abstract

Inclusive education is a representation of the world’s community declaration through

UNESCO, which states that education is the right of all people (education for all). Through

inclusive education, marginal society group obtains educational services by joining public

community. The significant effect of this inclusive education system is the realization of

strong social cohesion. By inclusive education, marginal society may have more self

confident because their existence is acknowledged. Meanwhile, to other society, inclusive

education becomes the media to improve their social sensitivity and concern.

An inclusive education needs strongly local content, so this research explores local

values of entrepreneurship . Entrepreneurial character formation should be built early. To

build entrepreneurial spirit for children can be done through education in schools. Teachers

can improve a character entrepreneurship through education in schools. Education can give

more value to society. By means inclusive education approach expected to improve the

confidence of children and to overcome the cultural and structural barriers to build an

entrepreneurial character of children. They will have the confidence to handling his cultural

and structural barriers in order to build their entrepreneurial characters.

The approach in this writing uses ethnography of communication method. The

ethnography of communication approach sees the utilization of language in communicative

behavior of a society in certain cultural theme. By this approach, the research will focus on

children communication patterns in verbal society at school.

Keywords: entrepreneurship, children, education, inclusive, communication

Page 123: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

I. Introduction

Inclusive education is a representation of the world’s community declaration through

UNESCO, which states that education is the right of all people (education for all). Through

inclusive education, marginal society group obtains educational services by joining public

community. The significant effect of this inclusive education system is the realization of

strong social cohesion. By inclusive education, marginal society may have more self

confident because their existence is acknowledged. Meanwhile, to other society, inclusive

education becomes the media to improve their social sensitivity and concern.

The inclusive education program has also become policy of national education in

Indonesia. In the Regulation of the Minister of National Education of the Republic of

Indonesia number 70 of 2009 it is stated that the objective of inclusive education is to give

opportunities as wide-ranging as possible to all receiving education who have physical,

emotional, mental and social disorders or those who have intelligence potentiality and or

special talent to obtain qualified education in accordance with their necessity and ability and

to realize implementation of education which appreciates diversity and indiscriminative to all

receiving education.

Inclusive education is chosen as an approach to promote values on poor society

children. Inclusive education is a representation of the world’s community declaration

through UNESCO, which states that education is the right of all people (education for all).

Operationally, inclusive education is implemented in an inclusive school, which is

understood as regular school which includes the children of marginal circle in its internal

education system (Grovinda, 2009:9). Therefore, children from marginal society may

undergo qualified educational process and environment as the general school. Regular

schools with inclusive orientation are effective facilities to fight against discrimination, to

build friendly community, to develop inclusive society and to reach education for all

(UNESCO, 1994: article 2).

The approach in this writing uses ethnography of communication method. The

ethnography of communication approach sees the utilization of language in communicative

behavior of a society in certain cultural theme. By this approach, the research will focus on

children communication patterns in verbal society at school. Ethnography of communication

as an approach towards language review in social context. Basically ethnography is

Page 124: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

researcher’s activity to understand how people interact and cooperate through observed

phenomenon in the daily lives (Harris in Creswell, 1998:58).

II. Inclusive Education for Local Entrepreneurship

An inclusive education needs strongly local content, so this research explores local

values of entrepreneurship . Entrepreneurial character formation should be built early. To

build entrepreneurial spirit for children can be done through education in schools. Teachers

can improve a character entrepreneurship through education in schools. Education can give

more value to society. By means inclusive education approach expected to improve the

confidence of children and to overcome the cultural and structural barriers to build an

entrepreneurial character of children. They will have the confidence to handling his cultural

and structural barriers in order to build their entrepreneurial characters.

In order to become an enterpreneur ,a person needs to do an efforts in changes, and the

most possible way is through education. Cultural and structural obstacles need a long time to

surpass, therefore children of poor society are the hope in the future. Through children

education, entrepreneurship character must be learned as early as possible to develop and

bring their society to improve

In educational field, entrepreneurship education matters on how educational praxis is

developed which not only produces skillful people in terms of intellectual behavior, but also

inspirational-pragmatics educational praxis. Educational praxis, through curriculum, system

and its implementation, must be open, explorative and freeing. The graduates of educational

praxis with link and match are not only ready for employment but also ready to create

employment.

The policy of entrepreneurship education has a very strong basis. Its basic reference is

through Act Number 20 of 2003 on National Education System article 3 which states that

“national education functions to develop the capability, character and civilization of the

nation for enhancing its intellectual capacity, and is aimed at developing learners’ potentials

so that they become persons imbued with human values who are faithful and pious to one and

only God; who possess morals and noble character, who are healthy, knowledgeable,

competent, creative, independent; and as citizens, are democratic and responsible.”

Page 125: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

The implementation of education at schools often lacks of attention in development of

entrepreneurship attitude, interest and behavior of the learners, both in vocational schools and

in professional education. The main focus of education is basically focusing only on the

preparation of manpower. Therefore, we must find the solution on how education may have

the role to change humans into entrepreneur individuals. In order to reach the matter, the

learners must be given sufficient investment to be able to be tough entrepreneurs and to be

ready in supporting themselves.

III. Exercising Inclusive Education for Local Entrepreneurship development

The city of Cirebon and its surroundings are located in strategic corridor in Java,

namely they are passed by the Javanese Northern Coastal lane (Pantura) and is located in the

checkpoint with a lane towards Bandung. Its position as the connectivity checkpoint makes

Cirebon and its surrounding one of the acceleration and expansion checkpoints of national

development. Cirebon and its surrounding therefore are included in the Java corridor in the

policy of Master Plan on Acceleration and Expansion of Indonesian Economic Development

(MP3EI). Cirebon also becomes one of the regions to be developed as metropolitan area in

the policy of metropolitan development and growth center in West Java.

Fisherman’s children in Cirebon who have started to acknowledge and even worked

to help their parents in terms of their occupation have known fisherman’s great potentials

which was glorious in the past. However, we don’t want these children only follow what their

parents have experienced without obtaining things to be developed in order to become great

fishermen. Leading potentials owned by the fishermen must be reviewed and planted on the

children’s mentality, that they will gain the spirit to become fishermen with even better

quality.

Entrepreneurship culture which grows naturally in an Citemu Village in Cirebon

family a valuable asset for Indonesian nation. The dynamics of nation’s economy which rests

on the development of traditional entrepreneurship culture must be integrated with mastering

of science and technology in educational activities to develop entrepreneurship culture. In

elementary education it promises bright hopes for the creation of human resources which is

independent to think and to act and is able to implement science and technology they are

understood for the welfare of themselves and their community. Entrepreneurship is needed

Page 126: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

for individual’s development in living his or her life and in a wider necessity, to develop the

nation’s independency.

This uniqueness on Indonesian entrepreneurs expecially in fisherman village

Cirebonis because they have potentiality in uniqueness, art spirit, local entity, adaptive

behavior and mentality to hold out in hard times. Indonesia has entrepreneur potentiality

which may be the investment for the nation’s competitiveness. These adaptive spirit and

mentality to hold out in hard times characters are owned by middle to lower classes society to

survive. However, due to cultural and structural obstacles, the potentiality merely becomes

the ability to survive and not to develop themselves, that they need external help in order for

the potentiality to be used for their development.

One of the most important things to teach to the children is to become fishermen with

entrepreneurship spirit. Creative fishermen will find a way to continuously improve their

businesses, to become fishermen who will never give up. This is done to overcome the

various conditions occurring nowadays.

It is necessary to deliver entrepreneurship education at schools in Citemu fishermen

village Cirebon which majority of students’ parents are fishermen. This entrepreneurship

material will add up to the subjects taught at school, therefore children will have better ability

to start to understand the necessity of business to be developed in order for them to become

successful fishermen.

Entrepreneurship education delivered in schools is supposed to orientate on the

development of local contents. This subject gives opportunities to the learners to develop the

abilities considered as necessary by the concerned region. Therefore, local content subjects

must accommodate characteristics of local culture, skills, local culture noble values and

raising social and environmental matters, which in the end those issues are able to complete

learners with basic skills (life skills) as equipment needed for their lives in order to create

occupation. For example: a child in coastal environment must be able to catch local potentials

as the opportunity to process them into products with added values, which in the future the

children are expected to be able to sell in order to obtain income.

The success targets of entrepreneurship education applied on these fisherman children

are:

Page 127: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

1. Students have the entrepreneurship characters and are able to develop them in the

various aspects of life. Although they are not yet being involved directly as

entrepreneur, these characters will appear in the activities performed by children in

their daily lives, both at school and at home. For example, we can see this when

children help their parents in their activities or businesses.

2. Learners understand the entrepreneurship concept correctly. It can be delivered through

materials learned about entrepreneurship in various sources and is based on the

condition of the fisherman’s children.

3. The ability to see opportunities becomes one of the success targets of entrepreneurship

education. Nowadays in the neighborhood of Citemu fisherman village we can find

various business opportunities related to fishing and fish processing. These

opportunities are often being taken by people from outside the village, therefore the

villagers are only becoming labors in their own village. The ability to catch

opportunities must be taught to the children, that they can help their parents or give

inputs to their parents in developing their economic activities. This ability to see

opportunities, if it is trained since childhood, will make these children great

entrepreneurs in the future.

4. Having skills. Skills on businesses related to fishing and fish processing must be taught

to children, that they will have special skills in accordance with the ability portion and

children’s age.

5. The set up of school live environment as learning environment with entrepreneurship

insight will be the target in entrepreneurship education. Schools must build

environment supporting entrepreneurship insights, therefore children’s characters will

be built continuously and their skills will also be sharpened.

6. Building school culture, namely building the atmosphere of school life where learners

interact with all school members who always develop entrepreneurship characters.

These characters may be developed together by building school culture.

Entrepreneurship is mental attitude which is marked by independency, the ability to

cooperate, the ability to take risk, honesty, responsibility, strength, reasoning and care. Such

living attitude is not something trained in one month or three months. It must be built

consistently, continuously and sustainably through formal education (curriculum) or

extracurricular and societal activities. Entrepreneurship culture which arises naturally in a

family or group in an Indonesian society is a very valuable asset for the Indonesian nation.

Page 128: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Independency, hard work, confidence, not easily giving up, capable in taking risk,

developing creativity can be developed in entrepreneurship education which in this research

will be developed for children. Entrepreneurship education for children can be performed

after seeing the real condition which will be submitted to extracurricular activities at school.

The characters which can be developed in this entrepreneurship education are: brave

in taking risks, but the more important character for an entrepreneur is the creative attitude to

make a risk controlled, introduction towards himself or herself (self awareness), endurance,

bravery, able to think critically, able to solve problems (problem solving), able to

communicate effectively, able to bring himself or herself in various environment or to act

elegantly, to respect time (time orientation), empathy, willing to share with others, able to

overcome stress, able to control emotion, able to take decisions, having goals and dreams in

the future, and motivations to reach the dreams.

There is natural power of those poor people who are often becoming latent

potentiality due to structural and cultural obstacles. The power appears as the response

towards difficult conditions they are facing in their daily lives. The power is the power to

survive or survivality, adaptive ability, endurance and ability to hold on in difficult condition.

In many poor society circles, the power has developed to certain professions, mainly in

informal sectors such as side-walk vendors, scavengers and other services, which are present

and needed by the people.

Therefore, in order for the character to be able to become entrepreneurship power, it

needs efforts in changes, and the most possible way is through education. Cultural and

structural obstacles need a long time to surpass, therefore children of poor society are the

hope in the future. Through children education, entrepreneurship character must be learned as

early as possible, not only that they can release themselves from poverty but also that they

may be able to develop and bring their society to improve.

Fisherman’s children who have started to acknowledge and even worked to help their

parents in terms of their occupation have known fisherman’s great potentials which was

glorious in the past. However, we don’t want these children only follow what their parents

have experienced without obtaining things to be developed in order to become great

fishermen. Leading potentials owned by the fishermen must be reviewed and planted on the

children’s mentality, that they will gain the spirit to become fishermen with even better

quality.

Page 129: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

One of the most important things to teach to the children is to become fishermen with

entrepreneurship spirit. Creative fishermen will find a way to continuously improve their

businesses, to become fishermen who will never give up. This is done to overcome the

various conditions occurring nowadays.

It is necessary to deliver entrepreneurship education at schools which majority of

students’ parents are fishermen. This entrepreneurship material will add up to the subjects

taught at school, therefore children will have better ability to start to understand the necessity

of business to be developed in order for them to become successful fishermen.

IV. Conclusion

1. Entrepreneurial character and spirit should be built and learned since very early in

person’s life. To build entrepreneurial spirit for children can be done through inclusive

education in schools. Teachers can improve a character entrepreneurship through

education in schools.

2. People of fisherman’s village have marine natural resource as their assets which may be

developed and become the potentials to enhance the people’s welfare. The majority of

fisherman village people who earn their income from marine products perform their

daily occupations as fishermen by involving their children to help their work.

3. To break the chain of fisherman village society living pattern and to develop the

potentials of natural resources owned by the region for the sake of improvement of

societal welfare, entrepreneurship spirit must be encouraged in the children through

entrepreneurship education by implementing entrepreneurship inclusive education .

REFERENCE

Alwasilah, A. Chaedar. 2003. Pokoknya Kualitatif. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya

Bungin, H.M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik

dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta : Kencana.

Creswell, John.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design. Choosing Among Five

Traditions. Thousand Oaks, California : Sage.

Page 130: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

______________. 2002. Desain Penelitian : Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif.

Penerjemah: Angkatan III&IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah. Jakarta:

KIK Press.

CSIE (Centre for Studies on Inclusive Education). 2005. Ten Reasons for Inclusion,

http://inclusion.uwe.ac.uk/ csie/10rsns.htm.

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (2003). Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Inklusi.

Gartanti, W. T. 2009. Pola Komunikasi Guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah

Inklusi: Studi Fenomenologi tentang Pola Komunikasi Guru dalam Kegiatan Belajar

Mengajar di SD Hikmah Teladan Cimahi. Tesis. Bandung: Program Pascasarjana

UNPAD.

Herianti, Diah, M.psi. 2010. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran

Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing Dan Karakter

Bangsa, Jakarta.Pengertian-Kewirausahaan.html.

IDP Norway. Lokakarya Nasional tentang Pendidikan Inklsuif: www.idp-

europe.org/indonesia/start.htm.

Kasali, Rhenald. 2005. Change. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

_____________. 2007. Re-Code Your Change DNA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

_____________. 2010. Cracking Zone. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi: Fenomena Pengemis Kota Bandung. Bandung:

Widya Padjadjaran.

_____________. 2011. Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Moleong, Lexy.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan

Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosedakarya

______________ & Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi : Contoh-contoh

Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014.

Sutrisno, Joko, Pengembangan Pendidikan Berwawasan Kewirausahaan Sejak Usia Dini

Triwardhani, Ike Junita. 2011. Komunikasi Anak di Sekolah Inklusif. Bandung: Unpad Press.

Page 131: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

AUTHOR’S PROFILE

First Author

Dr. Ike Junita Triwardhani, S.Sos., M.Si. is a lecturer of Faculty of Communication, Bandung

Islamic University. She was born in Jakarta, June 18th, 1972. She took higher education in

Faculty of Social and Politic, communication major, Diponegoro University, Semarang

(1991-1995). Her master degree was achieved in communication major, Padjadjaran

University, Bandung, in 2002, and she also achieved doctoral degree in communication major

from Padjadjaran University, Bandung, in 2011. She is interesting in communication for

education, children, and organization.

Second Author

Dr. Anne Maryani, Dra., M.Si. is a lecturer of Faculty of Communication, Bandung Islamic

University. The researcher graduated for bachelor degree to the field of communication

science at Padjadjaran University, and then graduated for postgraduate of Communication

Department at Padjadjaran University. Doctoral Program of Communication science has

been achieved at Padjadjaran University. She has been conducting research and community

service, especially in the field of communication. Several studies conducted concerning, "The

relationship between Syntagmatic Training and the Leadership of Student", Community

Services have been done including "The Leadership for High School Students in Bandung".

Page 132: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Eighth International Conference of the Ateneo Center for Asian Studies in cooperation with Southeast Asian Studies Program

Theme: Education for a Globalizing Asia: Challenges and Opportunities26 August 2016 • Ateneo de Manila University

PROGRAM

8:30 Invocation Welcome Remarks Fr Jose Ramon T. Villarin SJ President, Ateneo de Manila University (TBC) Orientation Dr Violet B Valdez Director, ACAS

Introduction of Keynote Speaker Dr Fernando Aldaba Dean, School of Social Sciences

9:00 Keynote Address Fr Bienvenido F Nebres Past President, Ateneo de Manila University “Education for a Globalising Asia: Balancing Competitiveness and Relevance”

9:30 Plenary 1: Internationalization Strategies in Asian Universities Venue: Leong Hall Auditorium Dr Guanghan Liang Associate Professor, Sun Yat-sen University & Chinese Director, Confucius Institute at the Ateneo Univ-Prof Dr Martin Loeffelholz Visiting Professor, Atma Jaya Yogyakarta University Former Rector, Swiss German University, Indonesia

Fr Johnny C Go SJ Assistant to the President for Education Development Ateneo de Manila University

10:30 Coffee Break (Leong Hall Lobby)

10:45 Plenary 2: Educating Asians for Global Citizenship Venue: Leong Hall Auditorium

Dr. Theresa Alviar-Martin Co-Director, Center for Governance and Citizenship

Page 133: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Education University of Hong Kong

Master of Ceremonies: Dr Severino Sarmento

11:45 Lunch Break (Leong Hall Roofdeck) 13:00 Panel 1: Language, Literature and Education

Moderator: Mr Sidney Christopher Bata

Venue: Leong Hall Auditorium

Developing a Continuing Foreign Language Program in Nihongo in Senior High School

Rodolfo Narciso

Ateneo de Manila University

Asian Novels Go Global: Implications in our Classrooms

Alona Guevarra

Ateneo de Manila University

Mga Piling Awiting Pinoy: Isang Pagsusuri

Romel Aceron

Batangas State University

The effectiveness of personalized learning in improving student performance in World History

Leah Marie Tumlos-Castillo

De La Salle Santiago Zobel

Panel 2: Education Reforms: Issues and Challenges

Moderator: Dr Diana J Mendoza

Venue: SDC Conference Hall

Academic Differentiation and the Teaching of Controversial Topics in Social Studies

Classrooms: A Singapore Story

Dr. Enrique Niño Leviste

Ateneo de Manila University

Inclusive Education for Fishermen Children in Cirebon, Indonesia

Anne Maryani and Ike Junita Triwardhani

Bandung Islamic University

Extension Activities for Badjao Learners in Malitan Elementary School

Ivy Panelo

Batangas State University

Page 134: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

14:00 Panel 3: Challenges and Prospects of Higher Education in Asia

Moderator: Dr Ellen Palanca

Venue: Leong Hall Auditorium

Internationalizing Higher Education in Indonesia: Trends, Challenges and Practices

Lukas Ispandriarno and Martin Loeffelholz

Atma Jaya Yogyakarta University

Educational and cultural Exchange in Regional ASEAN as Public Diplomation

Ani Yuningsih and Neni Yulianita

Bandung Islamic University

Risk-based regulation on higher education in the Philippines: An Appraisal

Severo C. Madrona, Jr.

Ateneo de Manila University

Panel 4: Education in Religion, Religion in Education

Moderator: Dr Manuel Dy

Venue: SDC Conference Hall

Pesantaren: Traditional Islamic Education in Indonesia

O. Hasbiansyah

Bandung Islamic University

Theological education and the non-Catholics in Catholic universities

Willard Enrique Macaraan

De La Salle University

Distinctive Features of Journalism Education in Myanmar and Cambodia

Dr. Violet Valdez

Ateneo de Manila University

15:00 Panel 5: Implications of Globalization on Education

Moderator: Dr Ruben Mendoza

Venue: Leong Hall Auditorium

K to 12 in the Philippines: Obliterating Spaces for Critical Pedagogy

Michael San Juan

De La Salle University

The Integration and Disintegration of Education: The Philippines' K-12 Reform in the

context of the ASEAN Community

Page 135: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Dr. Anne Lan K. Candelaria

Ateneo de Manila University

Education and Globalization: Impact of K to 12 Program to the Improvement of the Knowledge Capital of Umak Students

Pompeyo C. Adamos III, University of Makati

Rachel Vincent M. Racelis, University of the Philippines - Diliman

Globalization, Deregulation, and Quality of Education in the Philippines

Danilo Arao

University of the Philippines – Diliman

Panel 6: Media, Communication and Education

Moderator: Dr Anjo Lorenzana

Venue: SDC Conference Hall

Research Collaboration between Institutions with Differential Capacities: A Philippine Case Study

Anjo Lorenzana, Ateneo de Manila University

Nida Rodriguez, Notre Dame University of Cotabato

Cigarette's Brand Jamming: A Media Literacy Approach to Reduce Indonesia's Replacement Smoker's Figure

Santi Indra Astuti

Bandung Islamic University

The World of Education in Media View

Dr. Kiki Zakiah Darmawan

Bandung Islamic University

The Existence of Communication Education in the AEC Area

Dr. Nurrahmawati and Tresna Wiwitan

Bandung Islamic University

16:00 Coffee Break (Leong Hall Lobby)

16:15 Plenary 3: Culture and Education in Indonesia

Venue: Leong Hall Auditorium

Indonesian Culture

Mr. Firdaus, M. Pd, Indonesian Embassy

Reog Ponorogo

Dra. Nursilah, Indonesian Embassy

16:30 Performance from ISI Padang Panjang by the Indonesian Institute of the Arts

Page 136: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Venue: Leong Hall Auditorium

17:00 Cultural Presentation: Reog Ponorogo by the Indonesian Institute of the

Arts

17:45 Closing Ceremony

Page 137: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 138: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 139: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 140: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

FOTO FGD DENGAN WARGA NELAYAN

30 Mei 2016, Desa Citemu Kec. Mundu Kab. Cirebon

Page 141: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 142: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 143: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

FOTO AUDIENSI DENGAN DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN CIREBON

31 MEI 2016, KANTOR DISDIK SUMBER KAB. CIREBON

Page 144: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 145: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Lampiran Biodata Ketua dan Anggota

Biodata Ketua Peneliti

I. IDENTITAS DIRI

1.1 Nama Lengkap (dengan Gelar) Dr. Ike Junita Triwardhani,S.Sos.,M.Si.

1.2 Jabatan Fungsional Lektor Kepala

1.3 NIDN 0418067204

1.4 Tempat dan Tanggal Lahir Jakarta, 18 Juni 1972

1.5 Alamat Rumah Jalan Ligar Jaya 6 Bandung

1.6 Nomor Telepon/ Faks 022-2505668

1.7 No HP 085220080484

1.8 Alamat Kantor Jalan Tamansari No. 1 Bandung

1.9 Nomor Telepon/ Faks Telp. 022-2504962, faks. 022-2530705

1.10 Alamat e-mail [email protected]

1.11 Matakuliah yang diampu 1. Wirausaha Komunikasi

2. Dasar-dasar Manajemen Komunikasi

3. Komunikasi Antarpribadi

4.Komunikasi Organisasi

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

No Program S-1 S-2 S-3

2.1 Nama PT UNDIP UNPAD UNPAD

2.2 Bidang Ilmu Ilmu Komunikasi Komunikasi Ilmu Komunikasi

2.3 Tahun Masuk 1991 2000 2008

2.4 Tahun Lulus 1996 2002 2011

2.5 Judul Skripsi/

Tesis/Disertasi

Iklan Testimonial

sebagai Agen

Ikonoklasme

Komunikasi Persuasif

Guru dalam Menum-

buhkan Kreativitas

Siswa

Pola Komunikasi

Siswa di Sekolah

Inklusif

2.6 Pembimbing/

Promotor

Dr.Darmanto

Djatman

Prof.Samsunuwijati

Mar’at

Prof.Dr.Engkus

Kuswarno,M.S

III. PENGALAMAN PENELITIAN

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jumlah dana (Rp)

1 2013 Metode Pendampingan Komunikasi Anak

Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif

(Ketua peneliti)

Dikti 40.000.000,00

2 2013 Komunikasi Terapeutik dalam

Pendampingan ABK

LPPM Unisba 14.000.000,00

3 2011 Komunikasi Anak di Sekolah Inklusif

(peneliti utama)

Dikti 20.000.000,00

4 2011 Pola Komunikasi Pekerja Anak di Industri

kecil (peneliti utama)

LPPM Unisba 10.000.000,00

Page 146: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

5 2010 Komunikasi Persuasif Helper pada Siswa

ABK di Sekolah Inklusif Pendidikan Anak

Usia Dini (peneliti utama)

LPPM Unisba 10.000.000,00

6 2010 Pengaruh Motivasi terhadap Keberhasilan

Studi Mahasiswa (anggota peneliti)

BK Mankom

Fikom Unisba

3.000.000,00

IV PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

No Tahun Judul PKM Pendanaan

Sumber Jumlah

1 2013 Seminar Bahaya Video Game pada Anak

(Kerjasama dg NXG untuk Guru SD dan

SMP)

Next Generation dan

FIKOM Unisba.

2 2011 Pelatihan Teknik Presentasi untuk siswa

MAN 2 Bandung

Manajemen

Komunikasi FIKOM

Unisba

3 2010 Pelatihan Teknik Presentasi untuk siswa

Pesantren Banjaran Bandung

Manajemen

Komunikasi Fikom

Unisba

V PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH

No Tahun Judul Artikel Kegiatan Luaran

1 2013 Model Kampanye untuk

Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan pada Lingkungan

Seminar Nasional Komunikasi di

Univ. Bina Darma Palembang

Proceeding

2 2012 Inclusiveness and Religiosity: a

Study of Religio-Inclusive

Culture in Children Education

Communication

Jogja International Conference of

Communication 2012

Communication in Culture:

Whose Culture?

Proceeding

3 2012 Pengembangan Komunikasi

Persuasif sebagai Upaya

Preventif dalam Sistem

Pertahanan dan Keamanan

Rakyat Semesta

Konferensi Nasional ASPIKOM

Komunikasi Militer, Perang

Modern, dan Pengembangan

Ketahanan Nasional

Di Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Yogyakarta

Proceeding

4 2011 Program Corporate Social

Responsibility

sebagai Upaya Membangun

Brand Image Perusahaan

Seminar Nasional Branding

Universitas Brawijaya Malang

Proceeding

Page 147: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 148: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Biodata Anggota 1

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. O. Hasbiansyah, Drs., M.Si.

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala

4 NIP/NIK/Identitas lainnya D. 89.0.100

5 NIDN 0414076202

6 Tempat dan Tanggal Lahir Subang, 14 Juli 1962

7 E-mail [email protected]

8 Nomor Telepon/HP 081320432971

9 Alamat Kantor Fikom Unisba

Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116

10 Nomor Telepon/Faks 022-4264070

11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 120 orang

12. Mata Kuliah yang Diampu 1. Pengantar Psikologi

2. Psikologi Komunikasi

3. Komunikasi Organisasi

4. Penulisan Kreatif

5. Metode Penelitian Komunikasi (Kualitatif)

6. Metode Penelitian Komunikasi (Kuantitatif)

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan

Tinggi

Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Universitas

Padjadjaran

Bidang Ilmu Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi

Tahun Masuk-

Lulus

1982 – 1987 1993 – 1997 2003 - 2009

Judul Skripsi/

Tesis/Disertasi

Hubungan antara terpaan

film televisi dengan

perilaku komunikasi

anak

Konsep diri dan

kepemimpinan penyuluh

KB dalam kegiatan

institusi masyarakat

desa Sumedang

Pelayanan

informasi publik

melalui website di

Kota Bandung

Nama

Pembimbing

1. FX.Ins. Semendison,

Drs., MU.

2. Sri Rahayu, Dra., MU.

1. Dr. Pang S. Asngari

2. Dr. Prabowo Citro

Pranoto, M.Sc

1.Prod.Dr. Nina

W

2. Prof. Deddy

M., M.A., Ph.D.

Page 149: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

N

o.

Tahu

n

Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml (Juta

Rp)

1 2011 “Hubungan antara Pelatihan Kepemimpinan dengan

Sikap Kepemimpinan Mahasiswa.”

LPPM

Unisba

12.000.000

2 2012 “DinamikaKomunikasidanTransparansiPartaiPolitikseb

agaiBadanPublik”. DibiayaiDikti, 2012.

Hibah

Fundament

al DIKTI

40.000.000

3 2012 “SosialisasiUndang-Undang KDRT: Studi Kasus

mengenaiSosialisasiUndang-Undang KDRT No. 23

Tahun 2004 Tentang KDRT di Jawa Barat

LPPM

Unisba

12.000.000

4 2013 DinamikaKomunikasidanTransparansiPartaiPolitikseba

gaiBadanPublik”. Tahap II

Hibah

Fundament

al DIKTI

40.000.000

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada

Masyarakat

Pendanaan

Sumber Jml (Juta Rp)

1 2013 Pelatihan Motivasi Siswa LPPM Unisba 13.000.000

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun

1 “MetodePenelitianFenomenologi”

MediaTor Fikom

Unisba

2008

2 “Komunikasi Pemerintahan:

Konsep, Aplikasi, dan

Keterbukaan.”

Observasi, Kajian

Komunikasi dan

Informatika BPPKI –

Kemenkominfo

Volume 9,Nomor 2,

2011

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No Nama Pertemuan Ilmiah/ Seminar Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1 “Seminar Sosialisasi Undang-

undang KIP” untuk perwakilan

seluruh SKPD

Narasumber Pemkot Bandung, 27

Maret 2010

2 Call for Papers Seminar Nasional

Univ. Mercu Buana

“Ketebukaan Informasi

Publik: Menuju Revolusi

Kultural”

Universitas Mercu

Buana Jakarta, 2010

3 “Sosialisasi Undang-Undang

Keterbukaan Informasi Publik (UU

KIP)”

Narasumber Kota Bandung, Kab.

Bandung Barat, Kab.

Bandung, Kota Depok,

Kab. Ciamis, 2011

Page 150: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 151: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Biodata Anggota 2

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Anne Maryani, Dra.,M.Si.

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Jabatan Fungsional LektorKepala

4 NIP/NIK/Identitas lainnya D.90.2.054

5 NIDN 0004036201

6 Tempat dan Tanggal Lahir Bandung,4 Maret 1962

7 E-mail [email protected]

8 Nomor Telepon/HP 082116132026

9 Alamat Kantor FikomUnisba

Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116

10 Nomor Telepon/Faks 022-4264070

11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 100 orang

12. Mata Kuliah yang Diampu 1. Dasar Manajemen Komunikasi

2. Computer Mediated Communication (CMC)

3. Komunikasi Kelompok

4. Komunikasi Antarpribadi

5. Hukum dan Kebijakan Komunikasi

6. Analisis Sistem Informasi

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan

Tinggi

Universitas

Padjadjaran

Universitas

Padjadjaran

Universitas Padjadjaran

Bidang Ilmu IlmuKomunikasi IlmuKomunikasi IlmuKomunikasi

Tahun Masuk-Lulus 1981 -1987 1996 - 2000 2009 – sekarang

Judul Skripsi/Tesis/

Disertasi

Hubungan antara

penyuluhan

perkawinan dengan

aspek kognitif, afektif

dan konatif peserta

pada perkawinan

Hubungan antara

komunikasi persuasif

dan kohesivitas

kelompok dengan

apresiasi seni gamelan

Sunda di Kalangan

mahasiswa

Transformasi budaya

bisnis pebisnis online

wanita

NamaPembimbing 1. Drs. Iir Sjair

2. Drs. Suhadi

1. Prof. Dr. Mien

Hidayat

2. Prof. Dr. Kusnaka

A.

1. Prof. Dr. Yudistira

2. Prof. Dr. Soleh S.

Page 152: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml (JutaRp)

1 2008 Kajian Komunikasi Organisasi di

Kalangan Mahasiswa

LPPM Unisba 3.000.000

2 2010 Analisis Isi Berita Kemenpera Perancang Adhinusa Jakarta

3 2011 Hubungan Antara Pelatihan Model

Sintakmatik dengan Sikap

Kepemimpinan Mahasiswa

LPPM Unisba 12.000.000

4 2012 Kualitas Kepemimpinan Mahasiswa

dalam Menumbuhkan Motivasi Belajar

Bidang Kajian Manajemen

Komunikasi Fikom Unisba

3.000.000

5 2012 Pola Penggunaan Sistem Komunikasi

Pebisnis Online

LPPM Unisba 12.000.000

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada

Masyarakat

Pendanaan

Sumber Jml (JutaRp)

1 2008 Metodologi Penelitian untuk

Meningkatkan Ketrampilan

meneliti bagi Dosen PTS di

Lingk.Kopertis Wilayah IV Jawa

Barat dan Banten

Koordinasi Perguruan Tinggi

Swasta Wilayah IV Jawa Barat

dan Banten

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No JudulArtikelIlmiah NamaJurnal Volume/Nomor/Tahun

1 Karakteristik Hyperpersonal

Communication dalam Internet

Relay Chat

Jurnal Mediator Fikom

Unisba

2006

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 TahunTerakhir

No Nama Pertemuan Ilmiah/

Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1 Seminar Internal Fakultas

Ilmu Komunikasi

Universitas Islam Bandung

Implikasi Sosial Anonimitas

Pengguna Internet

2011, FikomUnisba

2 Seminar Nasional Komuni-

kasi, FISIP Univ. Jendral

Soedirman

Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Iklan 26 September 2012,

Univ.Jend. Soedirman

Purwokerto,

6 Seminar Internasional

Universiti Teknologi Mara

Malaysia (UiTM) Malaysia

Film Animasi Upin Ipin sebagai

Perekat Budaya Indonesia-Malaysia

4 Oktober 2012

Universiti Teknologi

Mara (UiTM) Malaysia

Page 153: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL
Page 154: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

Biodata Anggota 3

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dede Lilis Ch., S.Sos.,M.Si.

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Jabatan Fungsional LektorKepala

4 NIP/NIK/Identitas lainnya D.97.0.287

5 NIDN 0401107101

6 Tempat dan Tanggal Lahir Serang, 1 Oktober 1971

7 E-mail [email protected]

8 Nomor Telepon/HP 022-92716233/082117494549

9 Alamat Kantor FikomUnisba

Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116

10 Nomor Telepon/Faks 022-4264070

11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = 30 orang

12. Mata Kuliah yang Diampu 1. Dasar Manajemen Komunikasi

2. Produksi Siaran Radio

3. Dasar Logika

4. Penulisan Kreatif

5. Hukum dan Kebijakan Komunikasi

6. Azas Manajemen

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2

Nama Perguruan

Tinggi

Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran

Bidang Ilmu Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi

Tahun Masuk-

Lulus

1992 – Feb 1997 2005 – Feb 2009

Judul Skripsi/

Tesis

Komunikasi Orang Tua-Anak dalam

Membimbing Perilaku Seksual

Remaja

Idealisasi Anak dalam Majalah Anak-

Anak: Representasi Anak dalam

Wacana Rubrik Nonfiksi Majalah Bobo

Nama

Pembimbing

1. Purwanti Hadisiwi, Dra.,M.Ex.Ed.

2. Pramono Benyamin, Drs., M.Pd.

1. Prof. DeddyMulyana, M.A.,Ph.D.

2. Dr. EniMaryani, M.Si.

Page 155: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No

.

Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml (JutaRp)

1 2010 Konstruksi Sosial Poligami di Kalangan

Istri Ulama: Tinjauan Fenomenologis

LPPM Unisba 3.000.000

2 2010 Marjinalisasi Ronggeng (Sinden) dalam

Konstruksi Sosial (Studi Fenomenologis

Ronggeng di Kec.Pagaden Kabupaten

Subang)

Hibah Studi Kajian

Wanita DIKTI

6.000.000

3 2011 Identifikasi Menonton Televisi dalam

Keluarga di Kalangan Masyarakat Kota

Bandung

LPPM Unisba 6.000.000

4 2013 Manajemen ProduksiSiaran Radio

Komunitas di Kabupaten Bandung

LPPM Unisba 13.000.000

5 2013 Radio Komunitas dalam Membangun

Keterbukaan Informasi Masyarakat

Nelayan: Manajemen dan Produksi Siaran

Radio Komunitas Nelayan di Daerah

Pantura Jawa Barat

Hibah Bersaing DIKTI 55.000.000

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 TahunTerakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pendanaan

Sumber Jml (JutaRp)

1 2011 Pelatihan Dasar Public Speaking bagi

Siswa SMA di Kota Bandung

LPPM Unisba 6.000.000

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun

1 Sosialisasi Anak dalam Majalah

Bobo

MediaTor Fikom Unisba Vol. 8/No. 1/ 2008

2 Representasi Simbolik Film Kartun

Dora the Explorer melalui

Ethnographic Content Analysis

MediaTor Fikom Unisba Vol. 8/ No. 2/ 2008

3 Anak dalam Wacana Nonfiksi

Majalah Bobo

MimbarUnisba, Vol. XXV/ no. 1/ 2010

Page 156: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1 Lomba Karya Tulis Ilmiah

Dosen Unisba

Dekonstruksi Keislaman di Unisba:

Reaktualisasi Unisba sebagai

Perguruan Tinggi Islam

2008, Aula Unisba

2 Konferensi Nasional Komu-

nikasi, Program Magister

Ilmu Komunikasi

Universitas Mercu Buana

Budaya Media Anak di Indonesia:

KajianBudayakritismengenaiIdolising

ChildrendalamTayangan “IdolaCilik”

danRubrik “Profil” MajalahBobo.

10 Juni 2010,

UniversitasMercu

Buana Jakarta

3 Seminar Ilmiah Intern

Komunikasi Dosen Fikom

Unisba

Audit Sistem Informasi Unisba:

Realitas dan Tantangan Masa Depan

28 Juni 2010,

FikomUnisba,

4 Konferensi Nasional Ilmu

Komunikasi (KNIK) Univ.

Pelita Harapan

Menyuarakan Anak-Anak Melalui

Penelitian Berbasis Paradigma

Subjektivistik.

10 Februari 2012,

Univ. Pelita

Harapan,

Tangerang,

5 Seminar Nasional Komuni-

kasi, FISIP Univ. Jendral

Soedirman

Mengusung Radio Komunitas sebagai

Basis Kearifan Lokal

26 September

2012, Univ.

Jend.Soedirman,

Purwokerto,

6 Seminar Internasional

Universiti Teknologi Mara

(UiTM) Malaysia

Film Animasi Upin Ipin sebagai

Perekat Budaya Indonesia-Malaysia

4 Oktober 2012

Universiti

Teknologi Mara

(UiTM) Malaysia

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No

.

JudulBuku Tahun Jumlah

Halaman

Penerbit

1 Editor buku Budaya Populer

Sebagai Komunikasi. Penulis Idi

Subandy Ibrahim.

cetakankedua,

Maret2011

417 Jalasutra Yogyakarta

2 Editor buku Resistensi dan Media.

Penulis Dr. EniMaryani.

Januari2011 224 Rosdakarya

Bandung

3 Kontributor buku Ilmu Komunikasi:

Sekarang dan Tantangan Masa

Depan.

Mei 2011 568 Univ. Mercu Buana

& Kencana Jakarta

4 Editor Bahasa buku Transforming

Woman’s Voices: Catatan Pengala-

man 5 Tahun Pejuang Perempuan di

Parlemen. Karya Dr. BRA Mooryati

Soedibyo.

April 2011 191 Mooryati Institute

Jakarta

Page 157: LAPORAN AKHIR PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL