laporan akhir kp 2012

81
Laporan Kerja Praktek 2012 Laporan Kerja Praktek Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Minyak dan gas bumi (hidrokarbon) merupakan sumber daya yang paling dicari dan dibutuhkan oleh seluruh umat manusia untuk menunjang aktivitas hidupnya sehari-hari. Untuk itu dalam industri perminyakan dibutuhkan suatu teknologi yang tepat untuk mengetahui keberadaan hidrokarbon di bawah permukaan bumi dengan mempertimbangkan kecanggihan, tingkat akurasi, dan biaya yang dikeluarkan dari eksplorasi yang dilakukan. Dalam hal ini metode seismik adalah metode yang paling banyak digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon saat ini. Eksplorasi dengan menggunakan metode seismik sangat populer di dunia industri perminyakan karena data hasil interpretasinya dapat mencitrakan kondisi geologi bawah permukaan bumi. Seiring berjalannya waktu, metode ini terus berkembang pesat disertai penerapan teknologi-teknologi modern dan mutakhir dalam hal akuisisi, pengolahan hingga interpretasi data seismik. Eksplorasi dengan metode seismik terbagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu akuisisi data seismik, pengolahan data seismik, dan interpretasi data seismik. Akuisisi data seismik merupakan tahapan terdepan dalam eksplorasi seismik, yang meliputi pembuatan sumber getar buatan seperti ledakan dinamit atau air gun kemudian perekaman sinyal dengan geophone atau hidrophone hingga menghasilkan data berupa trace seismik. Dalam akuisisi data seismik perlu diperhatikan penentuan parameter-parameter lapangan yang tepat dan dipilih sedemikian rupa, sehingga dalam pelaksanaannya akan diperoleh informasi target selengkap mungkin dengan noise serendah mungkin. Tahapan selanjutnya adalah pengolahan data seismik. Pada tahapan ini dilakukan pengolahan data rekaman seismik di lapangan (raw data) hingga diubah ke bentuk penampang seismik migrasi. Tujuan dari pengolahan data seismik adalah menghasilkan penampang seismik dengan S/N ratio (signal to noise ratio) yang baik tanpa mengubah bentuk kenampakan- kenampakan refleksi, sehingga dapat diinterpretasikan keadaan dan bentuk dari perlapisan di bawah permukaan

Upload: rizky-ramadhan

Post on 05-Dec-2014

355 views

Category:

Documents


91 download

DESCRIPTION

cirebon

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Minyak dan gas bumi (hidrokarbon) merupakan sumber daya yang paling dicari dan

dibutuhkan oleh seluruh umat manusia untuk menunjang aktivitas hidupnya sehari-hari.

Untuk itu dalam industri perminyakan dibutuhkan suatu teknologi yang tepat untuk

mengetahui keberadaan hidrokarbon di bawah permukaan bumi dengan mempertimbangkan

kecanggihan, tingkat akurasi, dan biaya yang dikeluarkan dari eksplorasi yang dilakukan.

Dalam hal ini metode seismik adalah metode yang paling banyak digunakan dalam eksplorasi

hidrokarbon saat ini. Eksplorasi dengan menggunakan metode seismik sangat populer di

dunia industri perminyakan karena data hasil interpretasinya dapat mencitrakan kondisi

geologi bawah permukaan bumi. Seiring berjalannya waktu, metode ini terus berkembang

pesat disertai penerapan teknologi-teknologi modern dan mutakhir dalam hal akuisisi,

pengolahan hingga interpretasi data seismik.

Eksplorasi dengan metode seismik terbagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu akuisisi

data seismik, pengolahan data seismik, dan interpretasi data seismik. Akuisisi data seismik

merupakan tahapan terdepan dalam eksplorasi seismik, yang meliputi pembuatan sumber

getar buatan seperti ledakan dinamit atau air gun kemudian perekaman sinyal dengan

geophone atau hidrophone hingga menghasilkan data berupa trace seismik. Dalam akuisisi

data seismik perlu diperhatikan penentuan parameter-parameter lapangan yang tepat dan

dipilih sedemikian rupa, sehingga dalam pelaksanaannya akan diperoleh informasi target

selengkap mungkin dengan noise serendah mungkin.

Tahapan selanjutnya adalah pengolahan data seismik. Pada tahapan ini dilakukan pengolahan

data rekaman seismik di lapangan (raw data) hingga diubah ke bentuk penampang seismik

migrasi. Tujuan dari pengolahan data seismik adalah menghasilkan penampang seismik

dengan S/N ratio (signal to noise ratio) yang baik tanpa mengubah bentuk kenampakan-

kenampakan refleksi, sehingga dapat diinterpretasikan keadaan dan bentuk dari perlapisan di

bawah permukaan

Page 2: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 2

bumi seperti apa adanya. Dengan demikian mengolah data seismik merupakan

pekerjaan untuk meredam noise dan/atau memperkuat sinyal (Sismanto, 1996).

Sedangkan tahapan terakhir adalah interpretasi data seismik. Interpretasi data seismik

yang dimaksud adalah menentukan atau memperkirakan arti geologis data-data seismik dari

penampang seismik yang dihasilkan dari pengolahan data seismik. Hasil akhir dari

interpretasi adalah lokalisasi daerah-daerah prospek hidrokarbon dan penentuan titik

pemboran baik untuk eksplorasi maupun sumur-sumur development.

Salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang metode seismik adalah ilmu

geofisika. Oleh karena itu, untuk bisa memahami konsep-konsep dasar dari metode seismik

serta pengaplikasian, khususnya aplikasi di dalam pengolahan data seismik, maka penulis

perlu melakukan kerja praktek dengan tujuan untuk menambah wawasan, pengalaman,

membuka pikiran, dan sebagai sarana pengaplikasian ilmu-ilmu yang didapatkan selama

kuliah pada kondisi sebenarnya di dunia kerja.

I.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari kerja praktek ini adalah :

1. Memenuhi salah satu mata kuliah wajib Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika,

Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada.

2. Mempelajari dan memahami prinsip-prinsip pengolahan data seismik, termasuk

menggunakan perangkat lunak Echos 1.0.1 dari Paradigm Geophysical Inc. serta

mengaplikasikan teori-teori yang didapatkan di perkuliahan ke dunia industri.

3. Memberikan pengalaman kerja yang nyata sebagai bekal untuk terjun ke dunia kerja.

4. Melakukan prosessing data seismik dengan memperhatikan parameter-parameter

pengolahan data yang cocok sesuai kondisi data sekaligus melakukan Quality Control

(QC) untuk mengecek keakuratan data, sehingga mendapatkan hasil yang dapat

diinterpretasikan pada proses selanjutnya.

Page 3: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 3

I.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja praktek dilaksanakan mulai tanggal 9 April 2012 sampai 1 Mei 2012,

bertempat di Work Station Teknik Geologi dan Geofisika (G & G Engineering) PT.

Pertamina EP Region Jawa Cirebon.

I.4. Metode Penelitian

Kerja praktek yang mencakup pengolahan data seismik 2D dari tahap raw data hingga

proses migrasi dilakukan dengan perangkat lunak Echos 1.0.1 dari Paradigm

Geophysical Inc.

I.5. Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah yang digunakan pada kerja praktek pengolahan data seismik

2D line “BT-X” lapangan “AV7X” adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui alur dan konsep dalam tahapan pengolahan data seismik 2D line

“BT-X” dari raw data hingga proses migrasi dengan hasil berupa penampang

seismik 2D yang dianggap paling baik menggambarkan struktur bawah

permukaannya.

2. Proses migrasi yang dilakukan adalah migrasi sebelum di stack dalam domain

waktu, yang dikenal dengan istilah Pre Stack Time Migration.

Page 4: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 4

BAB II

DASAR TEORI

Dalam eksplorasi seismik dikenal dua macam metode, yaitu metode seismik refleksi

(seismic reflection) dan metode seismik refraksi (seismic refraction). Seismik refleksi adalah

metode geofisika dengan memanfaatkan gelombang elastis yang dipancarkan oleh suatu

sumber getar buatan (ledakan dinamit, vibroseis, air gun, boomer, dll). Untuk eksplorasi

minyak dan gas bumi (hidrokarbon), metode seismik refleksi lebih lazim digunakan daripada

seismik refraksi, karena seismik refleksi mempunyai kelebihan dalam daya penetrasi dan

resolusi sehingga dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan baik mengenai

keadaan dan bentuk dari perlapisan di bawah permukaan bumi. Dengan berkembangnya

teknologi seismik secara cepat pada dekade terakhir, baik dari aspek metode dan

instrumentasi dalam akuisisi data seismik, pengolahan data, dan dalam interpretasi data

memungkinkan perbaikan kualitas data dapat terus menerus dilakukan.

Komponen dari rekaman data seismik berupa sinyal dan noise. Adanya kenyataan

bahwa penjalaran gelombang dipengaruhi oleh banyak faktor, maka sinyal mengalami

perubahan bentuk atau terdistorsi selama penjalarannya. Sinyal refleksi yang direkam di

permukaan dipengaruhi oleh geometri bawah permukaan, sifat fisik batuan, bentuk sumber

dan alat perekam. Sinyal gelombang mengalami perubahan bentuk dan intensitas disebabkan

oleh faktor jarak, absorbsi, geometri refleksi (struktur), refleksi/ transmisi, interferensi,

multiple, scattering, kopling geophone, dan noise. Oleh karena itu perlu dilakukan

pengolahan data seismik dimana tujuan dari pengolahan data seismik adalah menghasilkan

penampang seismik dengan S/N ratio (signal to noise ratio) yang baik. Hal ini berarti semua

noise yang mengganggu atau menyelubungi informasi refleksi sedapat mungkin diredam dan

sebaliknya semua informasi refleksi dipertahankan dan bahkan diperkaya spektrum

aplitudonya dan dikoreksi spektrum phasenya, sehingga akan diperoleh penampang seismik

yang benar-benar menggambarkan kondisi geologi bawah permukaannya. Namun, perlu

diingat bahwa metode seismik disusun berdasarkan pendekatan dengan asumsi-asumsi untuk

keadaan ideal.

Page 5: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 5

II.1. Data Rekaman Seismik

Komponen dari data rekaman seismik berupa sinyal dan noise. Sinyal adalah

gelombang yang dikehendaki dalam sebuah rekaman data seimik yang berisi informasi

refleksivitas maupun refraksivitas perlapisan bumi. Dalam seismik refleksi, gelombang

refleksilah yang dikehendaki, sedangkan yang lainnya diupayakan untuk diminimalisir.

Gelombang refleksi yang dapat dijadikan sinyal memiliki rentang frekuensi yang efektif,

yaitu antara 10 – 70 Hz dengan frekuensi dominan sekitar 30 Hz (Yilmaz, 2001).

Noise adalah gelombang yang dianggap menggangu dan tidak diinginkan dalam

sebuah rekaman data seismik, sehingga dalam proses pengolahan data seismik dilakukan

usaha pengurangan noise hingga persentase noise pada data menjadi seminimal mungkin.

Secara umum, noise terbagi atas 2 jenis, yaitu noise yang bersifat acak (random/ ambient

noise) dan noise yang bersifat koheren, yang biasanya ditimbulkan oleh sumber ledakan.

Noise acak adalah noise yang disebabkan oleh segala sesuatu yang tidak disebabkan

oleh sumber. Noise acak ini dapat ditimbulkan oleh aktivitas manusia dan faktor lingkungan.

Ciri-ciri dari tipe noise ini antara lain bersifat acak (random), memiliki spektrum yang lebar,

memiliki energi yang relatif rendah (berasosiasi dengan amplitudo kecil).

Noise koheren adalah noise yang timbul akibat peledakan yang dilakukan pada

sumber saat pengambilan data. Beberapa jenis noise yang termasuk dalam kategori ini antara

lain :

a. Ground roll adalah noise yang menjalar melalui permukaan yang radial (gelombang

permukaan) menuju receiver. Ciri-ciri dari ground roll antara lain memiliki energi

besar (amplitudo tinggi), memiliki frekuensi yang relatif rendah, mempunyai

kecepatan yang lebih rendah dari sinyal utama.

b. Air blast (air wave) adalah noise yang diakibatkan oleh penjalaran gelombang

langsung melalui udara. Karakter dari noise ini hampir sama dengan ground roll,

hanya saja kecepatannya yang lebih rendah.

c. Multiple adalah sinyal refleksi yang dapat berupa short-path multiple (SPM) maupun

long–path multiple (LPM). SPM pada data rekaman seismik akan tiba setelah sinyal

utama, sehingga akan mempengaruhi tampilan sinyal utama. Sedangkan LPM, akan

terlihat pada penampang seismik sebagai sebuah event lain yang berulang. Multiple

dapat dianggap sebagai noise, karena tidak menggambarkan event reflektor

sebenarnya.

Page 6: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 6

II.2. Pengolahan Data Seismik

Tujuan dari pengolahan data seismik adalah menghasilkan penampang seismik

dengan S/N ratio (signal to noise ratio) yang baik. Hal ini berarti semua noise yang

mengganggu atau menyelubungi informasi refleksi sedapat mungkin diredam dan sebaliknya

semua informasi refleksi dipertahankan dan bahkan diperkaya spektrum aplitudonya dan

dikoreksi spektrum phasenya, sehingga akan diperoleh penampang seismik yang benar-benar

menggambarkan kondisi geologi bawah permukaannya. Berikut ini adalah penjabaran-

penjabaran tentang tahapan pengolahan data seismik yang lazim dilakukan.

II.2.1. Geometri Data

Geometri data merupakan suatu langkah mencocokkan antara file number yang

terdapat di observer report dengan data seismik yang direkam dalam satu shot yang terdapat

di pita magnetik atau media penyimpanan yang lain. Pada proses ini kita memasukkan nilai-

nilai parameter akuisisi seperti koordinat source dan receiver, kedalaman source, uphole

time, dan elevasi dari masing-masing receiver. Tujuan dari proses ini adalah mendefinisikan

keadaan lapangan dalam format yang dapat dibaca komputer.

Dalam observer report terdapat data-data geometri shot point dan receiver. Untuk

geometri shot point, format parameter yang dibutuhkan, antara lain Station, FFID (Field File

Identification), Uphole, Shot Depth, Elevation Shot Static (X, Y koordinat). Untuk geometri

receiver, format parameter yang dibutuhkan, antara lain Station (X, Y koordinat), Elevasi,

dan Receiver Static. Kelengkapan data tersebut adalah kelengkapan data yang harus ada

dalam database geometri.

Melalui proses ini diharapkan dapat memperoleh informasi yang benar tentang

geometri daerah survey, sehingga apabila kita memakai data CDP akan berasal dari titik

refleksi yang sama (Nuratmaja, 1996). Model geometri dalam suatu sistem koordinat

Gambar 2.1 : contoh noise pada

data seismik

Page 7: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 7

digambarkan dalam bentuk diagram berupa stacking chart yang sesuai dengan geometri

penembakan pada saat akuisisi data. Setiap trace yang sudah didefinisikan identitasnya akan

digunakan untuk pengolahan data selanjutnya.

II.2.2. Formating

Data seismik direkam ke dalam magnetic tape dengan standart format tertentu yang

ditetapkan oleh SEG (Society of Exploration Geophysics). Magnetic tape yang digunakan

biasanya adalah 9 track tape dengan format SEGA, SEGB, SEGC, dan SEGY. Dalam kerja

praktek ini data yang digunakan adalah data dengan format SEGY yang berisi header dan

amplitudo. Header berisi informasi mengenai survey, project, parameter yang digunakan, dan

informasi dari data itu sendiri. Perekaman data dilakukan dalam bentuk diskrit, dimana data

analog sudah disample dengan interval tertentu kemudian disimpan dalam pita magnetic

yang disusun berdasarkan urutan pencuplikan dari kelompok geophone (channel)

yang disebut dengan multiplex.

Data rekaman seismik yang tersimpan dalam format multiplex pada magnetic tape

harus diubah susunannya sebelum dilakukan pemrosesan lebih lanjut. Sehingga dilakukan

proses demultiplex yang mengatur kembali format atau susunan trace tiap satuan waktu.

Multiplex : S1T1, S1T2,... S1Tn, S2T1, S2T3,...

Demultiplex : S1T1, S2T1,...SnT1, S1T2, S2T2, S3T2,...

n : jumlah channel

Proses demultiplex adalah proses untuk mengatur kembali urutan sample tersebut berdasarkan

kelompok geophone/ tracenya dan mengoreksi jika ada kesalahan multiplex, polaritas, dan

statik.

Data yang telah mengalami proses demultiplex selanjutnya dilakukan trace labeling

yang merupakan proses pendefinisian trace dengan variable-variable shot point, koordinat di

permukaan, CDP gather, dan offset yang bergantung pada geometri penembakan.

II.2.3. Preprocessing

Preprocessing adalah tahap pengkoreksian awal sebelum data seismik diolah lebih

lanjut. Hal ini dilakukan karena raw data seismik masih memungkinkan adanya noise yang

Page 8: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 8

tinggi dan trace yang rusak. Dalam tahapan preprocessing ini dilakukan serangkaian proses

yang diisikan dengan beberapa parameter-parameter. Parameter-parameter yang digunakan

dalam tahap preprocessing dipilih yang paling sesuai dengan kondisi dan kualitas data,

karena parameter-parameter tersebut dapat berbeda-beda untuk setiap kondisi dan kualitas

datanya. Hasil dari preprocessing ini akan menentukan hasil dari tahapan-tahapan

selanjutnya, hingga dihasilkan penampang seismik yang baik atau buruk.

1. Gain/ Amplitude Recovery

Pada penjalaran gelombang seismik dari source ke reflektor perlapisan dan kemudian

ke receiver di permukaan, energi gelombang akan semakin melemah karena beberapa faktor

seperti jarak atau geometri (spherical divergence) dan redaman (atenuasi) energi gelombang

oleh lapisan batuan yang dilaluinya. Besarnya amplitudo yang terekam oleh receiver

berbanding lurus dengan energi gelombang seismik yang diterima oleh receiver tersebut.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penguatan amplitudo (amplitude recovery/ gain) agar

amplitudo-amplitudo gelombang seismik yang semula lemah beubah menjadi kuat.

Fungsi gain yang benar akan menghasilkan trace seismik dengan perbandingan

amplitudo-amplitudo sesuai dengan perbandingan dari masing-masing koefisien refleksinya.

Perbandingan koefisien refleksi yang benar akan memudahkan interpretasi sifat-sifat refleksi

dan lapisan-lapisan batuan. Secara umum nilai gain dapat dituliskan dalam persamaan berikut

Gain(dB)= A.t + B.20.log(t) + C

dengan t adalah waktu, A adalah faktor redaman, B adalah faktor spherical divergence, dan C

adalah tetapan/ fungsi gain. Persamaan di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 : Fungsi Gain

Page 9: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 9

2. Muting dan Editing

Muting adalah pemotongan sinyal yang tidak diinginkan seperti sinyal gelombang

langsung, ground roll, dan lain-lain yang merupakan noise. Sedangkan editing adalah proses

mengedit atau mengoreksi amplitudo-amplitudo yang dianggap jelek pada setiap trace

seismik yang terekam. Bila amplitudo-amplitudo gelombang di dalam suatu trace ternyata

seluruhnya jelek, maka editing berusaha menjadi killing, yaitu menghilangkan trace yang

dominan noise dengan memberikan nilai nol pada matriks trace tersebut. Hal ini tidak akan

mempengaruhi hasil akhir karena pada saat stacking ada berpuluh-puluh trace seismik yang

dijumlahkan. Kehilangan satu atau dua trace (karena amplitudonya diset sama dengan nol)

tidak akan banyak merubah hasil stacking.

Muting berbeda dengan editing berdasarkan dimensinya. Jika muting beroperasi

dalam dua dimensi (X-T) sekaligus, maka editing beroperasi dalam satu dimensi dan bersifat

sangat lokal. Namun, tujuan dari muting dan editing adalah sama, yaitu untuk menghilangkan

noise-noise yang terdapat dalam suatu event seismik. Sehingga diharapkan noise bisa

berkurang dan sinyal bertambah kuat.

3. Filter Seismik

Suatu filter dalam penampang seismik dipakai karena terdapat noise didalam event

seismik tersebut. Selain proses muting dan editing, proses pemfilteran ini memiliki peranan

sangat vital untuk mereduksi noise (Nuratmaja, 2007). Terdapat beberapa macam cara

peredaman noise, salah satunya adalah dengan menggunakan filter frekuensi seismik. Filter

frekuensi digunakan dengan tujuan untuk menjaga sinyal dan meredam noise, yang pada

umumnya bersifat zero phase sehingga tidak menyebabkan bergesernya phase data. Di bawah

ini merupakan penjabaran dari jenis filter yang sering digunakan dalam pengolahan data

seismik.

a. Filter Lolos Pita (Band-pass Filter)

Filter lolos pita adalah metode yang murah dan mudah untuk menekan noise yang ada

di luar spektrum frekuensi dari sinyal yang diinginkan. Gambar di bawah menunjukkan

beberapa noise dapat dipisahkan dari sinyal dalam domain frekuensi. Noise frekuensi rendah

antara lain adalah ground roll, noise frekuensi tinggi biasanya disebabkan oleh angin, air

blast, statik atau petir.

Page 10: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 10

b. Filter F-K

Filter F-K merupakan filter digital yang beroperasi domain frekuensi dan domain

bilangan gelombang. Filter F-K dilakukan dengan cara merubah data seismik dari domain

waktu (T) dan jarak (X) ke domain frekuensi (F) dan bilangan gelombang (K) menggunakan

transformasi Fourier. Karena event-event dalam data seismik mempunyai banyak frekuensi

dan kemiringan (dalam hal ini yang dimaksud sebagai kemiringan adalah kemiringan dari

event dalam milisecond per trace), maka setiap kemiringan yang berbeda dalam domain T-X

akan berubah menjadi garis dengan kemiringan yang berbeda dalam domain F-K. Event

horisontal dalam domain T-X mempunyai nilai bilangan gelombang sama dengan nol

sehingga dalam domain F-K akan diplot sepanjang sumbu frekuensi.

Gambar 2.3: Spektrum

frekuensi sinyal dan noise

Gambar 2.4: Kemiringan event dalam domain F-K

Page 11: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 11

*

WAVELET

RECORDED

SEISMIC TRACE

4. Dekonvolusi

Dekonvolusi adalah suatu proses untuk menghilangkan wavelet seismik sehingga

yang tersisa hanya estimasi dari reflektivitas perlapisan bumi atau dengan kata lain adalah

suatu proses untuk meniadakan konvolusi. Trace seismik dapat dianggap sebagai hasil

konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan sinyal seismik (wavelet).

Secara garis besar dekonvolusi dibagi menjadi dua yaitu dekonvolusi deterministik

dan dekonvolusi statistik. Dekonvolusi deterministik artinya dekonvolusi menggunakan

operator filter yang sudah diketahui atau didesain untuk menampilkan suatu bentuk tertentu,

contohnya adalah spiking deconvolution. Sedangkan jika desain filter tidak diketahui, maka

desain filter dapat diperoleh secara statistik dari data itu sendiri yang disebut dekonvolusi

statistik, contohnya adalah dekonvolusi prediktif. Berikut ini adalah penjelasan tentang

spiking deconvolution dan predictive deconvolution :

a. Spiking deconvolution

Dekonvolusi jenis ini pada prinsipnya ditujukan untuk membentuk sinyal. Dalam keadaan

khusus bila sinyal yang diinginkan berupa paku (spike) maka dekonvolusinya disebut spiking

deconvolution. Konsep untuk menyelesaikan hal ini ada di dalam teori yang disebut filter

Wiener.

Filter Wiener adalah sebuah proses operasi matematika yang menganut azas kuadrat terkecil

dalam menjalankan operasinya. Tahap operasinya dibagi menjadi dua tahap yakni tahap

perancangan filter dan tahap pemakaian filter. Pada tahap perancangan filter, kriteria

kesalahan kuadrat terkecil sudah diperhitungkan. Kriteria asas kuadrat terkecil yang dipakai

adalah E = [dt - ct] 2 harus minimum.

Gambar 2.5 : Dekonvolusi

Page 12: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 12

b. Predictive Deconvolution

Dekonvolusi jenis ini memakai predictive filter. Predictive filter yaitu suatu filter yang

berusaha menghilangkan efek multiple. Prediksi waktu tunda filter ini dapat diperkirakan dari

selisih waktu tiba rambatan gelombang pantul utama terhadap waktu tiba rambatan

gelombang multiple-nya. Operator predictive filter serupa dengan filter Wiener di depan,

hanya data keluarannya untuk sinyal utama harus terjaga baik, dan nol untuk sinyal multiple-

nya.

Dekonvolusi prediktif dilakukan dengan cara mencari bagian-bagian yang bisa

diprediksi dari trace seismik untuk kemudian dihilangkan. Dekonvolusi prediktif biasanya

dipergunakan untuk :

Prediksi dan eliminasi event-event yang berulang secara periodik seperti multiple

periode panjang maupun pendek.

Prediksi dan eliminasi „ekor‟ wavelet yang panjang dan kompleks.

5. Koreksi Statik Lapangan

a. Koreksi Lapisan Lapuk

Koreksi lapisan lapuk merupakan koreksi yang dilakukan dengan mengurangi waktu

tempuh gelombang seismik yang melalui lapisan lapuk dengan waktu tempuh yang seolah-

olah tidak melalui lapisan lapuk. Metode yang sering digunakan adalah adalah metode Up

Hole Survey, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan ketebalan lapisan lapuk,

kecepatan gelombang pada lapisan lapuk, dan kecepatan gelombang pada lapisan yang rigid

(di bawah lapisan lapuk).

b. Koreksi Elevasi

Koreksi elevasi digunakan untuk menghilangkan pengaruh topografi terhadap sinyal-sinyal

seismik yang berasal dari lapisan pemantul. Topografi permukaan tanah yang umumnya tidak

rata akan mengakibatkan bergesernya waktu datang sinyal-sinyal refleksi yang diharapkan.

Topografi permukaan tanah ini mempengaruhi ketinggian titik tembak (shot point) maupun

geophone (receiver) bila dihitung terhadap bidang referensi atau datum yang datar. Bidang

Page 13: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 13

6. CDP/ CMP Gathering (CDP Sorting)

CDP Sorting adalah proses pengelompokkan trace seismik berdasarkan posisi

Common Depth Point (CDP). Pengelompokkan ini sangat ditentukan oleh geometri

penembakan, arah gerakan penembakan seperti yang tergambar dalam stacking chart.

Data yang berasal dari shot dan channel tertentu dikumpulkan berdasarkan urutan

nomor CDP, sehingga rekaman atau trace tersusun berdasarkan CDP-nya. Kumpulan data

berdasarkan CDP ini dikenal dengan istilah CDP gather (initial gather).

II.2.4. Analisis Kecepatan

Analisis kecepatan merupakan proses untuk memperoleh kecepatan yang tepat. Proses

analisis kecepatan dikenakan pada beberapa trace yang tergolong dalam satu CDP atau CMP.

Beberapa jenis dan pengertian kecepatan di dalam istilah seismik menurut Sismanto (2006)

adalah :

a. Kecepatan interval (Vi)

Kecepatan interval atau interval velocity merupakan laju rata-rata antara dua titik

yang diukur tegak lurus terhadap kecepatan lapisan yang dianggap sejajar, dirumuskan :

t

zVi

Gambar 2.6 : Koreksi statik digunakan untuk menghilangkan efek topografi, ketebalan

lapisan lapuk, dan variasi kecepatan gelombang seismik pada lapisan lapuk

Page 14: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 14

b. Kecepatan rata-rata (V )

Kecepatan rata-rata merupakan perbandingan jarak vertikal zf terhadap waktu

perambatan gelombang tf yang menjalar dari sumber ke kedalaman tersebut, dirumuskan :

f

f

f

f

f

f

f

ff

t

z

t

tV

V

c. Kecepatan RMS (Root Mean Square Velocity)

Kecepatan RMS merupakan kecepatan total dari sistem perlapisan horisontal dalam

bentuk akar kuadrat pukul rata. Apabila waktu rambat vertikal t1, t2, … , tn dan kecepatan

masing-masing lapisan V1, V2, … , Vn, maka kecepatan RMS-nya untuk n lapisan dirumuskan

:

n

k

n

k

kk

rms

t

tV

V

1

1

2

d. Kecepatan stacking (stacking velocity atau VNMO)

Kecepatan stacking merupakan nilai kecepatan empiris yang memenuhi dengan tepat

hubungan antara Tx dengan To pada persamaan NMO yang dirumuskan :

2

22

NMO

oxV

xTT

Ada dua metode untuk menampilkan spektrum kecepatan yaitu metode perkiraan

kecepatan constant velocity stack, dan metode spektrum kecepatan atau spectrum semblance :

Metode Perkiraan Kecepatan Constant Velocity Stack

Pada metode ini, pemilihan kecepatan yang optimal dilakukan dengan cara

menerapkan proses NMO dengan kecepatan yang berbeda–beda. Kecepatan terbaik yang

akan dipilih adalah kecepatan yang menghasilkan suatu bentuk reflektor yang horisontal. Jika

kecepatan yang digunakan terlalu rendah, maka event reflektor akan berbentuk melengkung

ke atas (over-correlated). Sedangkan jika kecepatan yang digunakan terlalu tinggi, maka

event reflektor akan berbentuk melengkung ke bawah (under-correlated). Metode perkiraan

kecepatan constant velocity stack memerlukan data masukan berupa CDP gather.

Page 15: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 15

Metode Spektrum Kecepatan atau Spectrum Semblance

Prinsip dasar metode ini adalah amplitudo stack maksimum yang diperoleh

berdasarkan harga fungsi kecepatan yang diterapkan pada koreksi NMO, dengan harga

amplitudo yang ditampilkan dalam bentuk spektrum. Nilai semblance merupakan normalisasi

dari perbandingan antara total energi setelah di-stack dengan total energi sebelum di-stack.

Semblance ditampilkan dalam bentuk penampang pada sebuah sistem koordinat dengan

sumbu X merupakan nilai kecepatan dan sumbu Y merupakan nilai two way time (TWT).

II.2.5. Koreksi NMO

Koreksi Normal Move Out dilakukan untuk menghilangkan efek jarak offset yang

berbeda-beda dari tiap receiver. Karena semakin jauh jarak offset suatu receiver maka

semakin besar waktu yang diperlukan gelombang untuk merambat dari shot point untuk

sampai ke receiver, sehingga efek yang ditimbulkan dari peristiwa ini adalah reflektor yang

terekam seolah-olah berbentuk hiperbolik. Koreksi NMO menghilangkan pengaruh offset

seolah-olah gelombang pantul datang dari arah vertikal atau dengan kata lain shot point dan

receiver berada pada titik yang sama (zero offset).

Kecepatan NMO tidak bernilai konstan tetapi bergantung pada jarak (offset) antara

sumber dan penerima. Karena hasil dari koreksi NMO sensitif terhadap kecepatan yang

digunakan maka fenomena ini dapat digunakan untuk menentukan kecepatan yang sesuai.

Jika kecepatan NMO tepat dan benar, maka event seismik akan terlihat flat dan datar, jika

kecepatan yang dipakai terlalu rendah maka event seismik akan terlihat melengkung ke atas

Gambar 2.7 : Analisis kecepatan section seismik

Page 16: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 16

(over-corrected), dan jika kecepatan yang dipakai terlalu tinggi maka akan terlihat

melengkung ke bawah (under-corrected).

Gambar II.8 : Koreksi NMO dengan variasi kecepatan (Yilmaz, 2001)

II.2.6. Stacking

Stacking adalah menjumlahkan seluruh komponen dalam suatu CDP gather, seluruh

trace dengan koordinat midpoint yang sama dijumlahkan menjadi satu trace. Setelah semua

trace dikoreksi statik dan dinamik, maka di dalam format CDP gather setiap refleksi menjadi

horizontal dan noisenya tidak horizontal, seperti ground roll dan multiple. Hal tersebut

dikarenakan koreksi dinamik hanya untuk reflektornya saja. Dengan demikian apabila trace

refleksi yang datar tersebut disuperposisikan (di-stack) dalam setiap CDP-nya, maka

diperoleh sinyal refleksi yang akan saling memperkuat dan noise akan saling meredam

sehingga S/N ratio naik. Ada beberapa proses stack yaitu initial stack, residual static stack,

dan final stack. Masing-masing proses tersebut pada prinsipnya adalah sama, hanya tingkat

kualitas data yang di-stack yang berbeda - beda sesuai dengan tingkat pemrosesan.

Gambar 2.9 : Stacking

Page 17: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 17

II.2.7. Koreksi Residual Statik

Koreksi residual statik bertujuan untuk mengkoreksi statik yang masih tersisa dari

suatu NMO gather sehingga dapat menghasilkan NMO gather yang lebih baik sebelum di-

stack. Pada proses koreksi statik telah dilakukan koreksi perbedaan elevasi sepanjang line

seismik, tetapi masih perlu menghilangkan sisa travel-time delays dekat permukaan yang

disebabkan oleh variasi kecepatan dan kedalaman dari lapisan lapuk. Dengan koreksi residual

statik ini CDP akan ditempatkan pada tempat yang benar dengan anggapan bahwa source dan

receiver dari tiap CDP berada pada satu level yang sama. Dalam proses residual statik ini

dilakukan penerapan prinsip cross correlation yaitu untuk mencari koherensi dari trace yang

berdekatan.

Metode ini dapat dilakukan dengan cara iteratif untuk mendapatkan hasil terbaik yang

diinginkan. Setelah koreksi residual statik ini dihitung dan diterapkan, maka akan dihasilkan

trace yang lebih baik. Trace yang dihasilkan tersebut kemudian dihitung lagi dengan nilai

koreksi residual statik hasil cross correlation sebelumnya untuk kemudian diterapkan dan

menghasilkan trace yang baru lagi. Demikian seterusnya hingga diperoleh hasil yang terbaik

yang diinginkan.

II.2.8. Migrasi

Migrasi merupakan proses pada pengolahan data seismik yang bertujuan untuk

memindahkan reflektor miring ke posisi yang sebenarnya pada penampang seismik

(Sismanto, 2006). Migrasi diperlukan karena rumusan pemantulan pada CMP yang

diturunkan berasumsi pada lapisan datar, apabila lapisannya miring maka letak titik-titik

CMP/ reflektornya akan bergeser, sehingga perlu digunakan koreksi migrasi agar titik-titik

reflektor tersebut kembali ke posisi sebenarnya. Migrasi akan memberikan gambaran

penampang seismik yang lebih mirip dengan kondisi geologi sebenarnya, selain itu migrasi

juga bertujuan untuk menghilangkan difraksi, dan meningkatkan resolusi spasial. Namun,

migrasi juga akan memberikan efek pada penampang seismik, antara lain dapat memperbesar

sudut kemiringan reflektor, memperpendek reflektor, mengubah struktur antiklin menjadi

lebih sempit atau mengubah struktur sinklin menjadi lebih lebar.

Proses migrasi dapat berada dalam domain waktu dan kedalaman. Migrasi pada

domain waktu dikenal dengan time migration, sedangkan migrasi pada domain kedalaman

dikenal dengan depth migration. Migrasi pada domain kedalaman akan memberikan hasil

yang relatif lebih baik daripada migrasi pada domain waktu, tetapi migrasi pada domain

Page 18: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 18

kedalaman membutuhkan waktu pengolahan yang lebih lama. Selain itu, dalam migrasi juga

dikenal istilah pre stack migration maupun post stack migration. Pre stack migration adalah

migrasi yang dilakukan sebelum data di-stack, sedangkan post stack migration dilakukan

setelah data di-stack. Beberapa jenis migrasi berdasar numerik antara lain :

a. Metode Finite Difference

Metode Finite difference menggunakan kecepatan RMS hasil analisa kecepatan yang

telah mengalami proses smoothing. Keuntungan metode ini adalah dapat dilakukan pada data

dengan S/N ratio yang rendah, sedangkan kelemahannya adalah waktu komputasi yang lama

dan tidak bisa meresolusi reflektor dengan kemiringan yang curam.

b. Metode Penjumlahan Kirchhoff (Kirchhoff summation)

Metode Kirchhoff summation menggunakan kecepatan stack yang telah di-smooth

secara lateral. Keuntungan metode ini dapat meresolusi struktur dengan kemiringan yang

curam, kelemahannya adalah tidak bisa dilakukan pada data dengan S/N ratio yang rendah.

c. Metode F-K (frekuensi – bilangan gelombang)

Metode F-K dilakukan setelah proses stack dengan menggunakan transformasi

Fourier untuk area dengan variasi kecepatan lateral yang rendah atau tidak ada sama sekali.

Keuntungan metode ini adalah waktu komputasi yang cepat, dapat meresolusi struktur

dengan kemiringan yang curam dan dapat dilakukan pada data dengan S/N ratio yang rendah.

Kelemahannya adalah tidak dapat dilakukan pada area dengan variasi kecepatan lateral yang

tinggi dan kecepatan rata-rata yang digunakan harus rendah.

Before migrated After migrated

Gambar 2.10 : Efek dari migrasi pada

struktur antiklin dan sinklin

Page 19: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 19

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Pengenalan Software

software yang digunakan untuk pengolahan data seismik 2D adalah Paradigm

Geophysical Inc. Software ini juga mempunyai beberapa opsi-opsi program lain didalamnya

yang bisa membantu pengolahan data seismik,interpretasi sampai perencanaan well.

Untuk memulai,buka jendela Paradigm Product Manager. pilih Echos – tekan Add

(tanda Panah ke kanan) – kemudian tekan Start Session. Setelah itu akan muncul jendela

Echos 1.0.1 Session Manager.

Gambar 3.1 : Jendela pertama saat membuka Paradigm

Product Manager

1

2

3

4

Page 20: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 20

III.2. Membuat New Project

Pembuatan project berfungsi untuk mempermudah ketika kita ingin membuka

kembali project. Disitu kita akan mengiskan , seperti misalnya nama project, lokasi, dan juga

server yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan data-data.

Gambar 3.2.1 : Jendela utama Echos 1.0.1 Session Manager

tekan File – New Survey kemudian isi informasi yang ada seperti nama,judul dan

nama project . Setelah itu, pilih tempat untuk menyimpan data isi kembali informasi yang ada

hal ini digunakan lnsrv1 tekan OK maka akan muncul jendela Geodepth Survey. Kemudian

pilih sebuah directory sebagai Input Data Path, klik Browse cari directory project yang kita

gunakan ,klik Add dan terakhir klik SDB.

III.3. Pembuatan Geometri Data (Spreadsheet)

Data geometri berisi informasi-informasi lapangan yang berkaitan dengan lokasi data

seismik yang diambil. Yang nantinya akan disatukan (ditempelkan) dengan data seismik

(SEG-Y) yang diperoleh.

pembuatan spreadsheet ini juga digunakan untuk import informasi geometri dari file

ASCII , SPS dan SEGP1. Selain itu digunakan untuk Quality Control (QC) dengan cepat

untuk identifikasi kemungkinan adanya kesalahan.

Pembuatan geometri dimulai dengan membuka jendela

Echos Session Manager Data Management Spreadsheet muncul Jendela

Spreadsheet. .

Page 21: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 21

III.3.1. Mode Station

Tekan Mode Station Function – Input Text File muncul jendela File Selection

Pilih data line dengan ekstensi <.RPS>.

Akan muncul jendela Text File Input, tekan SPS untuk memilih data secara

otomatis, tekan Fill untuk memasukan data pada tabel mode Station yang telah tersedia.

Setelah data terisikan pada tabel, simpan file pada database project dengan menggunakan

pilihan File – Save Current to Database dan File - Save Current as ASCII.

Gambar 3.3.2 : Input data Mode Station

1 2

3

Page 22: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 22

III.3.2. Mode Shot

memulai mode shot dengan menekan Mode Shot pada Jendela Spreadsheet. langkah

pengisian data sama seperti pada mode Station, pilih Function – Input Text File, kemudian

pada jendela File Selection pilih data line dengan ekstensi <.SPS>. Sama seperti pada mode

sebelumnya, pada jendela Text File Input pilih SPS dan tekan Fill.

Gambar 3.3.3 : Input data

Mode Shot

1 2

3

Page 23: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 23

Kemudian akan muncul Jendela Output Mode Shot.akan ada dua kolom yang belum

terisi data, yaitu kolom Station dan Pattern. Untuk mengisi data pada kolom Station,

dilakukan dengan cara meng-Copy data dari kolom Shot kemudian dipindah ke kolom

Station. pada kolom Shot dihapus menggunakan Clear. Kolom Shot yang sudah kosong

kemudian diisi dengan nilai baru, yaitu diberi angka satu hingga banyaknya jumlah baris.

Nilai ini menunjukkan banyaknya jumlah penembakan. Untuk mempermudah pengisian data

pada kolom Shot dapat dilakukan dengan perintah Extrap, yaitu perintah untuk melakukan

ekstrapolasi terhadap nilai awal, dalam hal ini nilai ekstrapolasi antar data adalah 1 dan nilai

awal 1 dimasukan pada baris pertama kolom Shot.

Setelah data kolom Shot diisi, berikutnya adalah mengisi kolom Pattern, yaitu

dengan cara meng-Copy data dari kolom Shot ke kolom Pattern. Langkah berikutnya adalah

menghitung Origin, dengan cara memilih Function – Calculate pattern origin. Maka akan

muncul satu kolom tambahan yang berisi nilai Origin.

Setelah selesai melakukan langkah-langkah di atas, data kemudian disimpan dalam ke

data base dan dalam format ASCII, dengan cara tekan File – Save Current as ASCII dan

File – Save Current to Database. Setelah selesai mengisi dan menyimpan data pada mode

Shot, maka langkah berikutnya dikerjakan pada mode Relation.

III.3.3. Mode Relation

Pada mode ini, data tidak dapat diisikan secara otomatis akan tetapi data harus diisi

secara manual. File yang menjadi input data adalah file dengan ekstensi <.XPS>. Adapun

langkah pengisian data pada mode ini adalah pada Jendela Spreadsheet pilih Mode

Relation Function- Input Text File pilih data dengan ekstensi <.XPS>.

Setelah memilih data,maka Jendela Relation File Input akan muncul. Pada jendela

tersebut terdapat tombol Shot, tekan tombol tersebut dan pilih FFID. Dibawah kolom

tersebut terdapat Relation columns, yang berisikan range kolom data FFID, Channel, dan

Station. Cara pengisian kolom ini dilakukan dengan cara memilih deretan kolom sesuai

dengan keterangan pada bagian atas tabel. Misalnya untuk kolom FFID dapat dilihat pada

keterangan Field Record Number, kolom yang tertulis adalah kolom 8–11, maka kita harus

menekan FFID pada Relation Columns, dan kemudian memblok kolom ke 8 – 11. Jika apa

yang kita lakukan benar maka pada Relation Columns akan tertulis FFID 08 – 11.

Untuk mengisi Channel pertama, pada Relation Columns berasosiasi dengan data

From Channel, sedangkan tulisan Channel kedua, berasosiasi dengan data To Channel, ini

Page 24: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 24

juga berlaku untuk mengisi data Station. Untuk Station pertama berasosiasi dengan From

Receiver. Setelah mengisi data – data ini, tekan Fill untuk mengisi data pada Spreadsheet

Relation.

Setelah Fill ditekan, maka output pada mode Relation akan muncul, pada output

tersebut terdapat kolom yang kosong yaitu kolom Shot. Kolom Shot diisi angka satu sampai

banyaknya jumlah baris (penembakan). Untuk mempermudah pengisian ini dapat dilakukan

dengan menggunakan perintah Extrap. Selanjutnya setelah semua kolom terisi, simpan file

pada current data base, dan juga dalam format ASCII, dengan cara menekan File – Save

Current as ASCII dan File – Save Current to Database. Data ini akan digunakan sebagai

input untuk mengisi kolom pada mode Pattern dan tambahan kolom pada mode Shot.

Gambar 3.3.4 : Input data

Mode Relation

1 2

3

Page 25: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 25

III.3.4. Mode Pattern

Setelah mengisi mode Relation, berikutnya adalah mengisi mode Pattern. Mode ini

berguna untuk menyesuaikan antara geometri setting dengan data dari observer report.

Pengisian mode ini menggunakan Data Relation hasil saving dari mode Relation dengan

ekstensi <.txt>, selain itu pengisian mode ini berbeda dengan mode-mode sebelumnya.

Pengisian data dilakukan secara manual dan bertahap dimulai dari channel sampai station

paling akhir. Untuk melakukan pengisian pertama kali yang dilakukan adalah tekan Mode

Pattern pada Jendela Spreadsheet, kemudian pada Pattern Table tekan New lalu Cancel.

Tekan Function untuk memilih data, kemudian pilih data yang berasal dari

Relation.txt. Setelah muncul Jendela Input Text File, pada Geometry Item, pilih Channel

untuk mem-blok channel dan Station untuk mem-blok station dengan pengeblokan dilakukan

mulai dari channel dan station yang paling akhir.

Setelah mem-blok semua station dan channel, maka pada jendela spreadsheet semua

kolom channel dan station terisi. Akan tetapi jika terdapat kolom station dan channel yang

tersisa, sebaiknya kolom tersebut dihilangkan dengan menekan Delete. Pada jendela tersebut

terdapat 3 kolom yang masih kosong, yaitu kolom Origin, #Chan (jumlah maksimum

channel), dan Id.

Kolom Origin diisi dengan menggunakan input data dari data mode Shot, kolom

Channel diisi dengan melihat berapa total jumlah channel yang digunakan pada data yang

penulis kerjakan ini jumlah channelnya 120 channel. Kolom Id diisi dengan urutan

penembakan yaitu dari 1 sampai jumlah seluruh penembakan (dapat menggunakan perintah

Extrap). Simpan hasil pengisian data tersebut pada File – Save Current as ASCII dan File

– Save Current to Database.

Setelah mengisi keseluruhan kolom di mode Pattern, maka kembali ke mode Shot,

untuk menambah kolom FFID. Dengan menekan perintah Insert, kemudian pilih data

Relation.txt, maka akan muncul jendela Input Text File. Pada Optional Items, tekan Field

Id Number, kemudian blok kolom data FFID, kemudian tekan Overwrite, kemudian simpan

dengan perintah File – Save Current as ASCII dan File – Save Current to Database.

Page 26: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 26

III.3.5. Mode CDP

Proses berikutnya setelah mengisi mode Pattern adalah mengisi Mode CDP. Pada

pengisian mode CDP ini, berbeda dengan mode-mode yang lain, pengisian mode ini relative

paling mudah. Dalam mengisi tabel, cukup dilakukan dengan memilih Function – Create

CDP’s. Setelah kolom CDP terisi, langkah selanjutnya adalah menghitung fold, hal ini

dilakukan dengan menjalankan perintah Function – Compute FOLD. Setelah menghitung

fold maka langkah terakhir yang harus selalu dilakukan adalah menyimpan data tersebut

dengan cara File – Save Current as ASCII dan File – Save Current to Database.

Gambar 3.3.5 : Jendela Input Text File

1

2

Page 27: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 27

Setelah melakukan pengisian pada kelima mode tersebut, maka kita telah selesai

dalam proses pembuatan geometri. Untuk melihat hasil geometri, dapat dilakukan dengan

memilih tab Geometri Tools pada jendela utama Echos 1.0.1 Session Manager, lalu pilih

Geometry 2D. Selain geometri, kita dapat juga melihat Basemap (pada icon Basemap), dan

Stacking Chart (pada icon Stacking Chart). Jika ketiga pilihan geometri ini sudah dapat

dibuka (khususnya stacking chart), maka input geometri telah dilakukan dengan benar.

Gambar 3.3.6 : Input data Mode

Page 28: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 28

III.4. Pembuatan Data Set (Create Descriptor)

Pembuatan data set bertujuan untuk mengubah data data SEGY menjadi data dalam

format internal yang dapat dibaca oleh program Echos (data PDS). Hal ini dilakukan agar

data dapat diproses lebih lanjut. Adapun cara untuk membuat data set ini adalah menekan

Create Descriptor pada tab Data Import/Export.

Pada jendela pertama, kita diminta untuk mengisikan nama file external, dalam hal ini

kita harus memilih file dengan format SEGY dari line yang akan kita olah, lalu tekan Next

untuk proses selanjutnya. Setelah memasukan data SEGY, maka langkah selanjutnya adalah

memberi Label Data Set yang akan kita dibuat. Pemberian nama sesuai keinginan kita, tetapi

kita harus mengingat nama tersebut.

Gambar 3.4.1 : Jendela input data SEGY (kiri) dan Jendela PDS Dataset (kanan)

1

2 3

Page 29: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 29

Setelah menekan Next pada jendela PDS Dataset Label Creation, kemudian muncul

jendela berikutnya yaitu jendela data external file sample description, dengan menekan View

pada Textual Header Length kita akan mengetahui beberapa informasi. Baik mengenai nama

perusahan yang mengerjakan akuisisi, tanggal pengerjaan, header info, koordinat survei,

CDP, FFID, dan lain sebagainya, tekan OK lalu Next.

Setelah menekan Next, kemudian kita harus mengisikan nilai dari max channel (kita

lihat di mode pattern pada datasheet), setela itu kita tekan Click for Trace Header Mapping

untuk mendefinisikan beberapa parameter dalam window Trace Header Mapping, antara lain

memilih Header Name dalam bentuk FFID, dan memilih Primary Sort Key.

Gambar 3.4.2 : Jendela Textual Header Length

Gambar 3.4.3 : Jendela pengisian max channels

Page 30: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 30

Hal yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian antara FFID dengan nomor offset, jika

ternyata nomor offset FFID cocok, maka tidak perlu adanya penyesuaian, akan tetapi jika

tidak, maka diperlukan penyesuaian. Setelah selesai melakukan tahap penyesuaian, maka

tekan OK dan kita siap untuk membuat data set label (PDS) yang akan ditempelkan pada

proses selanjutnya, yaitu Preprocessing. Pada jendela terakhir kita dapat memilih tombol

Create, untuk memulai proses pembuatan data set baru.

III.5. Penempelan Shot Gather Ke Geometri

Setelah melakukan format data (pembuatan data set), tahap berikutnya adalah

menempelkan data seismik yang telah di format tersebut ke geometri yang telah kita buat

(hasil spreadsheet). Modul yang digunakan adalah PROSHOT. Langkah yang dilakukan

pertama kali untuk membuat PROSHOT adalah menekan Production pada tab Applications

dalam jendela Echos 1.0.1 Session Manager, kemudian masuk dan membuat flow.

Gambar 3.5.1 : Jendela Applications

Page 31: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 31

Gambar 3.5.2: Workflow dan Parameter-Parameter

penempelan shot gather

Workflow dan parameter-parameter dalam proses penempelan shot gather ke geometri

adalah sebagai berikut :

Gambar 3.5.4 : Parameter-parameter penempelan shot gather – geometri

Page 32: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 32

Data hasil proshot tersebut telah dibuat dan dapat dilihat pada menu Application –

View Data. Pada kotak View Data klik nama PROSHOT_08 – OK maka akan keluar

gambar hasil penempelan shot gather-nya. Buatlah suatu slope dengan cara menekan Display

- Plot Header, tekan tombol Header lalu OK. Setelah itu ubah tombol Maximize menjadi

Specify dan buat slope seperti yang ditandai garis merah di batas atas trace seismik kemudian

jalankan untuk semua data. Kecepatan dalam menjalankan data dapat diatur pada icon Scroll

Rate berwarna merah. Apabila data yang dibuat sudah benar maka garis merah akan

mengikuti trace seismik yang ada tanpa memotongnya.

Gambar 3.5.3 : Tampilan hasil penempelan shot gather – geometri

Page 33: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 33

III.6. Preprocessing

Tahap ini merupakan awal di mana data yang diperoleh dari lapangan akan diolah

sedemikian rupa sehingga akan diperoleh data gather yang berkualitas dengan meninggikan

kontras rasio S/N atau dengan kata lain menguatkan sinyal dan meredam noise yang ada. Dalam

pengolahan data proses preprocessing, tidak ada standar yang baku dalam menentukan

modul yang dimasukkan, pemakaian modul bergantung kepada kondisi data yang ada. Akan

tetapi terdapat beberapa modul yang umum dipakai, diantaranya FILTER, DECONA, SORT.

Pemakaian modul bergantung kepada kondisi data. Pada intinya, ketika sebuah parameter

diterapkan di sebuah data dan menyebabkan diperolehnya kontras rasio S/N menjadi lebih

baik, maka parameter tersebut dapat diterapkan dalam flow. Menurut Yilmas, flow prosessing

sebaiknya efektif, hal tersebut mengindikasikan sebuah kualitas, bukan kuantitas, artinya

tidak ada jumlah tertentu dalam sebuah prosessing data, semua bergantung kepada kebutuhan

dan kondisi data.

Berikut ini adalah workflow dan parameter-parameter yang perlu diisikan dalam

proses preprocessing :

Gambar 3.6.1 : Workflow Preprocessing

Preprocessing

Page 34: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 34

DSIN

FILTER

AMPSCAL

MUTE

GAIN

TFCLEAN

DECONA

QUIXTAT

Page 35: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 35

SORT

DSOUT

Keterangan modul :

1. DSIN berfungsi untuk mengidentifikasi file masukan, mengubah urutan data, dan

mengakses data 2D atau 3D. Data yang digunakan adalah data keluaran proses

PROSHOT berupa raw data tergeometri.

2. FILTER adalah modul yang berfungsi untuk memisahkan sinyal seismik dengan

noise, sehingga tampilan data akan lebih bagus dan memiliki ratio S/N tinggi. TS dan

TE merupakan batas time yang digunakan. Sedangkan F1, F2, F3, dan F4 merupakan

batas-batas frekuensi yang digunakan dalam filter bandpass (Trapezoidal). Di mana

F2 berarti cut-off bawah dan F3 adalah cut-off atas, dan frekuensi di bawah F1 dan di

atas F4 akan dibuang.

3. AMPSCAL merupakan amplitude scaling untuk meredam noise bursts, cable

slashes, air blasts, and frost breaks, menyeimbangkan amplitudo yang berbeda

bentuk (anomalously high amplitudes) dengan amplitudo yang berada pada trace di

sebelahnya.

4. MUTE digunakan untuk menghilangkan wilayah yang diperkirakan noise sehingga

dapat memunculkan wilayah yang relatif bebas noise.

5. GAIN digunakan untuk menyeimbangkan amplitudo pada trace seismik dengan

menerapkan time-variant exponential atau linear scalar pada data set dan untuk

mengoreksi efek spherical divergence.

Gambar 3.6.2 : Parameter-parameter Preprocessing

Page 36: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 36

6. TFCLEAN digunakan untuk melakukan noise suppression pada kawasan waktu-

frekuensi. Sangat efektif mengeliminasi noise bursts atau yang terpecah-pecah tanpa

beakibat pada trace-trace didekatnya.

7. DECONA digunakan untuk mendesign dan mengaplikasikan filter dekonvolusi pada

trace seismik, menggunakan algoritma Wiener-Levinson untuk memperjelas event

seismik dan memperluas bandwidth frekuensi dengan enam pilihan tipe filter

dekonvolusi. Fungsi dari modul ini adalah mengurangi atau menghilangkan pengaruh

ground roll dan multiple serta mengkompres wavelet agar memiliki bentuk spike

sehingga yang tersisa hanya estimasi dari reflektifitas lapisan bumi.

Dalam pengisian modul DECONA dibuat dengan cara membuka salah satu file pada

hasil penempelan shot gather (View Data). Setelah itu buatlah beberapa area yang

akan dijadikan sampel pengisian. PKEY data SHOT yang dijadikan sampel,

SKEY1 Offset paling ujung kiri pada area yang dipilih, SKEY2 Offset paling

ujung kanan pada area yang dipilih, TDS1 Waktu paling awal di ujung kiri area

yang dipilih, TDE1 Waktu paling akhir di ujung kiri area yang dipilih, TDS2

Waktu paling awal di ujung kanan area yang dipilih, dan TES2 Waktu paling akhir

di ujung kanan area yang dipilih. Informasi mengenai waktu dan offset dapat dilihat di

Display Header / Amplitude.

8. QUIXTAT digunakan untuk koreksi statik lapangan.

9. SORT berguna untuk mengubah dari SHOT atau FFID menjadi CDP gather. Dimana

CDP (Common Depth Point) adalah titik pada kedalaman yang sama yang selalu

dilalui gelombang seismik.

10. DSOUT digunakan untuk menyalin trace seismik dan header-nya dan menyimpan

dalam format PDS (Paradigm Data Set). Pada modul DSOUT ini ditambahkan label,

yaitu untuk memberikan nama pada keluaran hasil proses yang berupa CDP.

Page 37: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 37

III.7. Main Processing

Tahapan yang dilakukan setelah preprocessing adalah tahapan main processing, yaitu

tahapan untuk memperbaiki kontras S/N ratio yang sebelumnya telah melalui tahapan

preprocessing.

III.7.1. Koreksi Amplitudo

Koreksi amplitudo dilakukan untuk memperoleh amplitudo gelombang seismik yang

seharusnya dimiliki, karena pada saat perekaman terjadi variasi amplitudo. Variasi amplitudo

dapat muncul akibat variasi vertikal (travel-time dependent) dikarenakan geometrical

spreading atau spherical spreading, atenuasi, akibat variasi lateral karena geologi bawah

permukaan, efek coupling sumber dan penerima, dan perbedaan jarak sumber-penerima.

Sehingga efek-efek tersebut akan membuat amplitudo signal seismik melemah. Workflow dan

parameter-parameter yang diisikan pada koreksi amplitudo adalah sebagai berikut:

Page 38: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 38

Keterangan modul :

1. DSIN digunakan untuk mengidentifikasi file masukan, mengubah urutan data, dan

mengakses data 2D atau 3D. Data yang digunakan adalah data keluaran proses

preprocessing.

2. BALAN adalah modul pertama dari ketiga modul (BALAN, BALSOL, BALAPP)

yang secara bersama melakukan balancing konsistensi amplitudo permukaan pada

pre-stack data seismik, dirancang untuk menganalisis gate data dari setiap masukan

trace dan menghitung korespondensi amplitudo setiap trace dan merekam dari sebuah

file biner.

Gambar 3.7.1.1 : workflow dan Parameter-parameter Koreksi Amplitudo

Page 39: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 39

3. DUMIN memiliki fungsi utama untuk memudahkan pemeriksaan dari pekerjaan

masukan sebelum pengolahan data seismik.

4. BALSOL digunakan untuk membaca file yang telah dibuat oleh modul BALAN dan

mengurangi informasi amplitudo trace pada konsistensi permukaan 2 bagian. Oleh

karena itu, pada FNAME di modul BALSOL harus sama dengan modul BALAN.

5. BALAPP digunakan untuk membaca event database untuk model yang diinginkan

dan mengaplikasikan faktor skala pada data seismik. Hasil proses pada modul

BALSOL ditempelkan pada modul BALAPP.

6. DSOUT mengeluarkan hasil koreksi amplitudo. Keluaran dari proses koreksi

amplitudo ini didefinisikan pada option label.

Setelah semua modul dan parameter diisi, maka job parameter dari koreksi amplitudo

dijalankan (running) dengan prosedur :

a) Modul DUMIN, BALSOL, BALAPP, dan DSOUT di-comment dengan cara memblok

modul tersebut kemudian tekan perintah Comment, selanjutnya tekan RUN;

b) Setelah selesai, Uncomment modul pada prosedur (a), kemudian Comment modul

DSIN, BALAN, BALAPP, dan DSOUT, selanjutnya tekan RUN;

c) Setelah selesai, Uncomment modul pada prosedur (b), lalu Comment modul

BALAN, DUMIN, dan BALSOL, selanjutnya tekan RUN.

Gambar 3.7.1.3 : Running Koreksi Amplitudo

1 2 3

Page 40: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 40

III.7.2. Analisis Kecepatan I

Proses analisis kecepatan adalah proses yang penting dalam rangkaian pengolahan

data seismik, karena proses analisis kecepatan akan menghasilkan nilai kecepatan yang dapat

dipergunakan dalam proses-proses pengolahan data selanjutnya. Selain itu proses analisis

kecepatan akan sangat menentukan apakah data seismik dapat memberikan informasi yang

optimal atau tidak. Analisis kecepatan adalah proses pemilihan kecepatan yang sesuai

(optimum) yang akan digunakan dalam proses selanjutnya. Workflow dan parameter-

parameter yang diisikan pada job analisis kecepatan I adalah sebagai berikut :

Gambar 3.7.2.1:Workflow dan Parameter-parameter Analisis Kecepatan I

Page 41: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 41

untuk memulai picking kecepatan ,icon STOP dan VIEW pada modul VELDEF

diaktifkan, lalu RUN. muncul tampilan CDP dan SEMBLANCE. Aktifkan icon Compute

Coherency, Apply NMO, dan Stack yang terletak di tab atas maka terdapat tiga kolom

tampilan yaitu CDP, Stack, dan Analysis Semblance. Tampilan CDP akan mengalami

stretching amplitude dan kolom semblance terisi warna dari biru sampai merah yang

melambangkan kecepatan gelombang seismik.

lalu perlu dibuat mute untuk menghilangkan efek stretching amplitude, dengan cara

tekan Pick – Mute, akan muncul kotak pembuatan mute. Untuk membuat mute baru maka

tulis nama mute di kolom Mute Id. Setelah itu tekan tab Create / Edit dan lakukan picking

mute pada amplitudo yang mengalami stretching. Setelah picking mute selesai dilakukan,

maka selanjutnya tekan tab Save Mute. Selanjutnya mute diterapkan pada picking velocity

dengan cara menekan tab Parameter - MUTE Parameter - User MUTE (gunakan mute

yang telah dibuat) - Option (Apply Mute) - OK.

Kemudian proses picking velocity terhadap CDP gather, dengan metode analisis yang

menggunakan analysis semblance. Pada pilihan Parameter pilihlah Global Parameter,

aturlah coherency pada pilihan semblance, Dynamic items pada label TV pairs, Grid pada

kondisi Off, Internal Velocity dalam Both, dan sisanya diset secara default, atur juga Screen

configuration pada display sehingga terdapat tampilan kontur yang baik.

Pada prinsipnya, analisis kecepatan yang baik adalah dengan melakukan picking yang

tepat pada nilai semblance yang tinggi pada kontur semblance, dengan juga melihat apakah

CDP memberikan stacking yang maksimal. Dalam melakukan picking, perlu juga

diperhatikan kecenderungan (trend) dari kurva yang menghubungkan titik – titik hasil

picking, sebaiknya picking tidak hanya melihat nilai semblance yang tinggi, tetapi juga trend

dari kurva tersebut. Sesuai dengan kenyataannya bahwa kecepatan dari gelombang seismik

yang menjalar pada lapisan di dalam bumi adalah semakin meningkat seiring dengan

pertambahan kedalaman, maka sewajarnya kurva memiliki trend yang bertambah (nilainya

semakin naik) terhadap bertambahnya kedalaman (sebaiknya membentuk seperti tangga),

dimana sumbu vertikal berasosiasi dengan kedalaman, sedangkan sumbu horizontal adalah

nilai kecepatan.

Setelah melakukan picking velocity pada analisis semblance, selanjutnya tekan tab

Stack dan tekan icon panah Next yang berwarna hijau, lalu lakukan picking velocity sampai

data habis. Setelah semua selesai, simpan job dengan menggunakan perintah File - Save

Job.

Page 42: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 42

III.7.3. Brute Stack

Setelah tahapan preprocessing, maka kita akan mendapatkan data CDP gather yang

telah dikoreksi. Langkah selanjutnya adalah melakukan stack awal yang sering disebut

sebagai brute stack. Brute stack adalah stacking sementara untuk melihat seperti bagaimana

penampang geologi dari data yang diolah dengan menggunakan satu fungsi kecepatan yang

diambil dari analisis kecepatan I. Hasil brute stack ini digunakan sebagai pembanding hasil

residual stack yang telah mengalami koreksi statik sisa I atau dengan kata lain sebagai fungsi

quality control (QC) atau quick look sejauh mana kualitas data seismik yang baru diperoleh

dari sebuah akuisisi, atau sekedar mendapatkan gambaran awal kondisi bawah permukaan.

Workflow dan parameter-parameter dalam pembuatan brute stack adalah sebagai berikut :

Gambar 3.7.3.1:Workflow dan Parameter-parameter brutestack

Page 43: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 43

Keterangan Modul :

1. DSIN merupakan input dari proses brute stack, yaitu berasal dari CDP gather hasil

prepocessing yang sudah mengalami koreksi amplitudo.

2. NMO digunakan untuk menghilangkan menghilangkan efek offset, di mana database

kecepatan yang diambil berupa hasil proses dari analisis kecepatan I.

3. STACK digunakan untuk melakukan stacking data seismik dengan memasukkan nilai

maksimum fold yang dapat dilihat dari geometrinya.

4. DSOUT merupakan keluaran dari proses ini, penamaan dari proses ini dapat

dilakukan dengan menambahkan parameter label. Hasilnya berupa CDP gather yang

sudah di-stack.

III.7.4. Koreksi Residual Statik I

Koreksi residual statik adalah koreksi untuk menghilangkan deviasi pada data

seismik, agar tidak mempengaruhi kelurusan reflektor ketika akan dilakukan stacking.

Koreksi statik ini tetap terhadap permukaan atau surface consistence dan merupakan proses

awal sebelum dilakukan residual stack. Workflow dan parameter-parameter dalam koreksi

residual statik I adalah sebagai berikut :

Page 44: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 44

Gambar 3.7.4.2 : workflow dan Parameter-parameter Koreksi Residual Statik

Gambar 3.7.4.1 : Workflow dan parameter pilot 1

Page 45: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 45

Keterangan modul :

1. Pilot I digunakan sebagai input koreksi residual statik I

1. DSIN menggunakan file masukan yang berasal dari brute stack.

2. FXDECON adalah Linear Fequency Domain Signal Enhancement

menggunakan tranformasi Fourier untuk mentransformasi jumlah trace

tertentu ke dalam domain F-X. Setiap frekuensi dalam batas frekuensi yang

ditentukan dianalisis tersendiri menggunakan algoritma dekonvolusi.

3. FKPOWER adalah Domain Powering for Signal Enhancement, digunakan

untuk meningkatkan sinyal dalam sebuah tampilan data seismik.

4. DSOUT merupakan keluaran dari proses pilotin ini, penamaan dari proses ini

dapat dilakukan dengan menambahkan parameter label.

2. Koreksi Residual Statik I

1. DSIN merupakan input yang berasal dari proses CDP gather hasil

preprocessing yang sudah di koreksi amplitudo.

2. NMO digunakan untuk menghilangkan efek offset, dimana database

kecepatan yang diambil berupa hasil proses dari analisis kecepatan I.

3. EPSTX menggunakan hasil trace dari pilot dan prestack. Koreksi NMO

sebelumnya dipakai untuk menghasilkan residual statik. Gate yang digunakan

diambil dari penampang brute stack.

III.7.5. Analisis Kecepatan II

Pada dasarnya, analisis kecepatan II sama dengan analisis kecepatan I. Perbedaannya

adalah input data yang di-picking pada analisis kecepatan II adalah CDP gather yang telah

dikoreksi oleh koreksi residual statik I. Sehingga dengan data input yang telah dikoreksi

diharapkan akan diperoleh pula hasil kecepatan yang lebih baik daripada hasil analisis

kecepatan I. Workflow dan parameter-parameter yang diisikan pada job analisis kecepatan II

adalah sebagai berikut :

Page 46: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 46

Keterangan modul :

1. DSIN pada analisis kecepatan II merupakan input yang berasal dari proses CDP

gather hasil preprocessing yang sudah di koreksi amplitudo.

2. QUIXTAT digunakan untuk memasukkan data input yang diindikasikan telah

mengalami koreksi residual statik I.

3. AGC merupakan modul yang digunakan untuk menampilkan waktu penskalaan trace

secara otomatis.

4. VELDEF merupakan modul yang digunakan untuk menyimpan fungsi kecepatan dan

kedalaman dalam database seismik. Fungsi ini dalam bentuk pasangan waktu/

kecepatan atau waktu/ kedalaman yang didefinisikan oleh pengguna.

Gambar 3.7.4.2 : workflow dan Parameter-parameter Analisi Kecepatan II

Page 47: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 47

III.7.6. Residual Stack

Modul-modul yang digunakan pada residual stack pada dasarnya sama dengan

modul-modul pada pengerjaan brute stack. Perbedaannya adalah data masukkan dan atribut

kecepatan yang digunakan. Data yang menjadi masukan adalah data CDP gather yang telah

mengalami koreksi residual statik I. Dan kecepatan yang digunakan dalam NMO adalah hasil

dari analisis kecepatan II, yaitu picking velocity dengan input CDP gather hasil koreksi

residual statik I. Dengan ini, diharapkan hasil yang lebih baik daripada hasil brute stack,

tetapi jika reflektor masih kurang tepat pada posisinya, maka perlu dilakukan analisis

kecepatan III. Workflow dan parameter-parameter pada pembuatan residual stack adalah

sebagai berikut :

Gambar III.7.6.1 :Workflow dan Parameter-parameter Residual Stack

Page 48: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 48

III.7.7. Koreksi Residual Statik II

Koreksi residual statik II dilakukan dengan tujuan memperbaiki kembali data statik

dari event-event seismik yang terlihat lateral pada tahap residual stack. Pada koreksi residual

statik II, masukan untuk DSIN adalah data seismik yang sudah dikoreksi residual statik I.

Dan kecepatan yang digunakan pada NMO adalah hasil dari analisis kecepatan II. Workflow

dan parameter-parameter dalam koreksi residual statik I adalah sebagai berikut :

3.7.7.1: workflow dan Parameter-parameter Pilot

Page 49: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 49

Keterangan modul :

1. Pilot II digunakan sebagai input koreksi residual statik II

1. DSIN merupakan input yang berasal dari residual stack.

2. FXDECON adalah Linear Fequency Domain Signal Enhancement

menggunakan tranformasi Fourier untuk mentransformasi jumlah trace

tertentu ke dalam domain F-X. Setiap frekuensi dalam batas frekuensi yang

ditentukan dianalisis tersendiri menggunakan algoritma dekonvolusi.

3. FKPOWER adalah Domain Powering for Signal Enhancement, digunakan

untuk meningkatkan sinyal dalam sebuah data seismik.

4. DSOUT merupakan keluaran dari proses ini, penamaan dari proses ini dapat

dilakukan dengan menambahkan parameter label.

3.7.7.1: workflow dan Parameter-parameter Koreksi residual statik II

Page 50: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 50

2. Koreksi Residual Statik II

1. DSIN merupakan input yang berasal dari proses CDP gather hasil

preprocessing yang sudah di koreksi amplitudo.

2. NMO digunakan untuk menghilangkan efek offset, dimana database

kecepatan yang diambil berupa hasil proses dari analisis kecepatan II.

3. QUIXTAT digunakan untuk memasukkan data input yang diindikasikan telah

mengalami koreksi residual statik I.

4. EPSTX menggunakan hasil trace dari pilot dan prestack. Koreksi NMO

sebelumnya dipakai untuk menghasilkan residual statik. Gate yang digunakan

diambil dari penampang residual stack.

5. III.7.8. Analisis Kecepatan III

Pada dasarnya, analisis kecepatan III sama dengan analisis kecepatan II.

Perbedaannya adalah input data yang di-picking pada analisis kecepatan III adalah

CDP gather yang telah dikoreksi oleh koreksi residual statik II. Sehingga dengan data

input yang telah dikoreksi diharapkan akan diperoleh pula hasil kecepatan yang lebih

baik dari pada hasil analisis kecepatan II. Workflow dan parameter-parameter yang

diisikan pada job analisis kecepatan III adalah sebagai berikut :

Page 51: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 51

Keterangan modul :

1. DSIN pada analisis kecepatan II merupakan input yang berasal dari proses CDP

gather hasil preprocessing yang sudah terkoreksi amplitudo.

2. QUIXTAT yang digunakan sebanyak 2 kali menandakan data yang menjadi masukan

adalah data yang diindikasikan telah mengalami koreksi residual statik I dan koreksi

residual statik II.

3. AGC merupakan modul yang digunakan untuk menampilkan waktu penskalaan trace

secara otomatis.

4. VELDEF merupakan modul yang digunakan untuk menyimpan fungsi kecepatan dan

kedalaman dalam database seismik. Fungsi ini dalam bentuk pasangan waktu/

kecepatan atau waktu/ kedalaman yang didefinisikan oleh pengguna.

Gambar III.7.8.1 :Workflow dan Parameter-parameter Analisis Kecepatan III

Page 52: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 52

III.7.9. Final Stack

Proses ini merupakan stack tahap akhir dari pemrosesan data, input yang dipakai

adalah data CDP gather yang telah terkoreksi statik sisa II dan dengan menggunakan data

analisis kecepatan III. Workflow dan parameter-parameter dalam pembuatan final stack

adalah sebagai berikut :

Gambar III.7.9.2 : Parameter-parameter Final Stack

Gambar 3.7.9.1 :Workflow dan Parameter-paraeter Final Stack

Page 53: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 53

III.7.10.Pre Stack Time Migration

Migrasi merupakan tahapan akhir dari proses pengolahan data seismik. Tujuan dari

migrasi adalah untuk menghasilkan data seismik yang dapat memberikan gambaran kondisi

geologi yang sebenarnya dari daerah survey dengan lebih representative. Pada pengolahan

data kali ini, migrasi yang digunakan adalah migrasi pada domain waktu dan sebelum proses

stacking, yaitu Pre Stack Time Migration dengan menggunakan metode Kirchoff summation.

Workflow dan parameter-parameter dalam proses migrasi adalah sebagai berikut :

Gambar 3.7.10.1 :Workflow dan Parameter-parameter Kirchoff Summation

Page 54: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 54

Gambar 3.7.10.2 :Workflow dan Paraeter-paraeter PSTM

Page 55: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 55

Keterangan modul :

1. Metode Kirchoff summation digunakan sebagai masukan pada proses Pre Stack Time

Migration.

1. DSIN merupakan data masukan yang berasal dari final CDP terkoreksi

amplitudo.

2. TABLE digunakan untuk penamaan pada header.

3. UNIFORM digunakan untuk menyeragamkan pengelompokan geometri

untuk CDP gather,untuk menyiapkan data proses migrasi.

4. MIGTX adalah Time-Space Kirchoff Migration digunakan untuk melakukan

migrasi dalam domain time-space dengan aplikasi perkiraan numerik pada

integral Kirchoff yang dideskripsikan pada rekaman wavefield. Jika digunakan

untuk melakukan PSTM, migrasi akan dilakukan dalam domain common

offset. NCDP merupakan jumlah maksimal CDP, DX merupakan jarak antara

CDP, dan MUTE untuk menghilangkan efek stretching. Input dari migrasi ini

adalah hasil analisis kecepatan III.

5. DSOUT merupakan hasil keluaran dari migrasi. Hasil keluaran ini dapat

disebut sebagai migrated gather.

2. Pre Stack Time Migration merupakan migrasi pada domain waktu yang dilakukan

sebelum proses stacking.

1. DSIN merupakan data masukan yang berasal dari keluaran migrasi Kirchoff

summation.

2. MUTE merupakan mute yang digunakan pada keluaran migrasi Kirchoff

summation untuk menghilangkan efek stretching amplitude pada trace

seismik.

3. STACK digunakan untuk melakukan stacking data seismik dengan

memasukkan nilai maksimum fold yang dapat dilihat dari geometrinya.

4. FKPOWER adalah Domain Powering for Signal Enhancement, digunakan

untuk meningkatkan sinyal dalam sebuah tampilan data seismik.

Page 56: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 56

5. FXDECON adalah Linear Fequency Domain Signal Enhancement

menggunakan tranformasi Fourier untuk mentransformasi jumlah trace

tertentu ke dalam domain F-X. Setiap frekuensi dalam batas frekuensi yang

ditentukan dianalisis tersendiri menggunakan algoritma dekonvolusi.

6. DSOUT merupakan keluaran dari proses ini, penamaan dari proses ini dapat

dilakukan dengan menambahkan parameter label. Hasilnya berupa penampang

seismik yang telah dimigrasi.

Page 57: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 57

III.8. Flow Pre Stack Time Migration Data Seismik 2D Line “BT-X” Lapangan “AV7X”

SEG Y DATA GEOMETRI PROSHOT

FILTERING BANDPASS

AMPSCAL

RESIDUAL STACK

MUTING

DECONVOLUTION

KOREKSI STATIK

CDP GATHER

GAIN

ANALISA KECEPATAN I

ANALISA KECEPATAN II

ANALISA KECEPATAN III

KOREKSI RESIDUAL STATIK I

KOREKSI RESIDUAL STATIK II

BRUTE STACK

FINAL STACK

PRE STACK TIME MIGRATION

KOREKSI AMPLITUDO

Page 58: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 58

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Geometri Data (Spreadsheet)

Pada tahap geometri data, data yang diolah merupakan hasil perekaman dalam tape.

Data dari tape tersebut kemudian diolah menggunakan data koordinat topografi, yang

menghasilkan data penampang melintang stack yang kemudian data ini akan diproses. Data

disimpan berupa XPS (informasi nomor record, shot point, dan active channel), SPS

(informasi data mengenai uphole, waktu tembak, dan shot point), dan RPS (informasi nomor

trace dan koordinat) yang kemudian data tersebut diolah dalam spreadsheet dengan mode

station, shot, relation, pattern, dan CDP.

Dari hasil pengolahan geometri akan didapatkan basemap lintasan, bentangan survey dan

juga stacking chart lintasan survey. Seperti gambar dibawah ini :

Gambar 4.1.1 : Basemap lintasan

Gambar 4.1.2 : Bentangan survey

Gambar 4.1.3 : Stacking chart

Page 59: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 59

Basemap digunakan untuk memperlihatkan atau menggambarkan orientasi lintasan

seismik, dengan titik-titik dimana data diambil. Dari Basemap juga dapat terlihat pula

lintasan-lintasan lain dalam akuisisi yang berarti basemap sebagai titik kontrol ketika

melakukan akuisisi.

angka 120 Pada array lintasan yang menunjukkan jumlah channel pada nomor

tembakan. CDP digambarkan dengan line hijau dan posisi bentangan kabel terhadap Station

digambarkan dengan line merah, terlihat bahwa konfigurasi bentangan kabel pada akuisisi ini

adalah model end-on spread. End-on spread merupakan jenis array dimana posisi shot point

berada pada salah satu ujung (kiri atau kanan) dari bentangan. terlihat shot point terletak di

ujung kanan bentangan.

Stacking Chart adalah digram yang berfungsi untuk menggambarkan berapa kali

sebuah chanel merakam getaran dari sumber energi.. Stacking chart dapat digunakan sebagai

kontrol dalam pengecekan CDP gather dan mempermudah penentuan lokasi saat analisis

tahap processing. Pada stacking chart terlihat beberapa kekosongan,Hal ini dikarenakan

geophone tidak menerima data dengan baik

Tahap selanjutnya adalah penempelan data SEGY yang telah diubah formatnya pada

geometri dangan modul PROSHOT. Modul ini biasanya digunakan pada pengolahan seismik

2D dan membutuhkan nilai FFID yang unik. Hasil yang didapat adalah raw data yang

tergeometri.

Gambar 4.1.4 : Penempelan shot gather –

geometri

Page 60: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 60

IV.2. Preprocessing

Pada tahap preprocessing banyak parameter yang dapat dilakukan untuk meningkatkan S/N

ratio. Flow processing sebaiknya efektif, artinya tidak ada jumlah tertentu dalam sebuah processing

data, semua bergantung kepada kebutuhan dan kondisi data, maka tahapan preprocessing tidak

harus sama. Perlu diingat jika terdapat kesalahan penentuan parameter yang kurang tepat,

kesalahan input data, ataupun kesalahan-kesalahan yang lain, maka dapat menyebabkan kesalahan-

kesalahan pada tahapan selanjutnya.

IV.2.1 Filter

filter yang dipergunakan dalam proses ini, adalah Band Pass Filter. Bandpass filter

digunakan untuk membatasi frekuensi yang dianggap sinyal untuk diolah, menghilangkan

noise frekuensi rendah (groundroll) dan noise frekuensi tinggi. Jenis filter yang digunakan

adalah bandpass trapezoidal filter, dengan taper Hanning. Batas frekuensi adalah F1 7 Hz,

F2 10 Hz, F3 75 Hz, dan F4 65 Hz. Maka frekuensi di bawah 7 Hz dan di atas 65 Hz akan

dibuang.

Gambar 4.2.1 : Hasil filtering (atas) dan Spectral Analysis (bawah)

Page 61: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 61

IV.2.2 Amplitude Scaling

Amplitude scaling digunakan untuk meredam noise bursts, cable slashes, air blasts,

dan frost breaks dan untuk menyeimbangkan amplitudo yang berbeda bentuk (anomalously

high amplitudes) dengan amplitudo yang berada pada trace di sebelahnya.

Gambar IV.2.2 : Hasil amplitude scaling (atas) dan Spectral Analysis (bawah)

Page 62: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 62

IV.2.3. Muting

Muting digunakan untuk mengurangi amplitudo dari trace dan untuk menghilangkan

komponen yang tidak dibutuhkan data.

terlihat pada gambar diatas noise berfrekuensi rendah dapat hilang setelah di-muting.

IV.2.4. Gain

Gain adalah modul yang digunakan untuk menyeimbangkan amplitudo pada trace

seismik dengan menerapkan time-variant exponential atau linear scalar pada data set. Proses

gain sinyal dengan spherical divergence dilakukan agar amplitudo trace seismik yang lemah

dapat terlihat lebih jelas. Semakin bertambahnya waktu, maka amplitudo seismik juga

mengalami pelemahan. Gain dapat meningkatkan amplitudo sinyal seismik tanpa merusak

karakteristik dari sinyal seismik itu sendiri.

Gambar 4.2.3: Hasil muting

Page 63: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 63

IV.2.5. TF Clean

TF Clean efektif untuk menghilangkan noise yang koheren (seperti bursts noise) pada gather

tanpa mempengaruhi trace yang ada disekitarnya.

IV.2.6.Dekonvolusi

Dekonvolusi dilakukan sepanjang sumbu waktu (time axis) yang bertujuan untuk

meningkatkan resolusi dengan mengkompres wavelet seismik asal sehingga mendekati

bentuk spike dan meminimalkan reverberasi gelombang. pada awal pengerjaannya diperlukan

suatu time gate,usahakan gate tercakup nilai-nilai S/N ratio yang cukup baik agar dihasilkan

operator dekonvolusi yang tepat. Biasanya nilai S/N ratio yang baik terdapat antara first

break time sampai beberapa milisekon di bawahnya, dimana amplitudo sinyal masih dapat

Gambar IV.2.4 : Hasil gain (atas) dan Spektral Analysis (bawah)

Gambar IV.2.5 : Hasil TF Clean (atas) dan Spectral Analysis (bawah)

Page 64: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 64

terlihat cukup kuat. Dekonvolusi yang digunakan adalah band spiking deconvolution karena

akan menghasilkan wavelet seismik yang me ndekati bentuk spike.

Gambar IV.2.6 : Hasil dekonvolusi (atas) dan Spectral Analysis (bawah)

Page 65: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 65

IV.2.7. Koreksi Statik Lapangan

Data perlu dikoreksi statik dari data lapangan. Data yang dipakai untuk proses ini

berasal dari database di geometri berupa Shot dan Receiver Statik serta Shot dan Receiver

Elevation. Setelah dikoreksi statik barulah data diurutkan dalam domain CDP dan offset,

tahapan preprocessing telah selesai.

4.3.Main Processing

4.3.1.Koreksi Amplitudo

pada saat perekaman terjadi variasi amplitudo maka koreksi amplitudo dilakukan

untuk mendpatkan amplitudo gelombang seismic yang seharusnya ada.Variasi amplitudo

terjadi akibat variasi vertikal yang dikarenakan geometrical spreading dan atenuasi, variasi

lateral dikarenakan geologi bawah permukaan, efek coupling sumber dan penerima, dan

perbedaan jarak sumber penerima. Dalam koreksi amplitudo, dihasilkan suatu CDP gather

yang telah terkoreksi amplitudonya sehingga didapatkan suatu signal to ratio yang lebih

tinggi.

Gambar IV.2.7 : Hasil sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) koreksi statik lapangan

Page 66: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 66

IV.3.2. Analisis Kecepatan I

Analisa kecepatan adalah upaya untuk memprediksi kecepatan gelombang seismik sampai

kedalaman tertentu. Analisa kecepatan dilakukan didalam proses pengolahan data seismik pada data

CMP (Common Mid Point) gather .Analisis kecepatan I merupakan perhitungan dan penentuan

fungsi kecepatan (stacking velocity) dari pengukuran fungsi Velocity Normal Move Out

(VNMO).

Analisis kecepatan sangat penting untuk memperoleh nilai kecepatan yang cukup

akurat untuk menentukan kedalaman, ketebalan, dan kemiringan dari suatu reflektor. Apabila

picking velocity tidak tepat, maka reflektor yang seharusnya lurus akan mengalami

pelengkungan ke atas (kecepatan terlalu rendah) dan pelengkungan ke bawah (kecepatan

terlalu tinggi). Kemudian perlu diperhatikan juga interval velocity-nya, sehingga kecepatan

antara pick atas dan bawah tidak mengalami interval velocity yang negatif. Hasil picking

kecepatan akan digunakan sebagai masukan pada proses NMO. Dalam melakukan picking

juga perlu dilakukan muting, yaitu melakukan pemotongan efek stretching amplitude pada

trace seismik ketika Apply NMO.

Gambar 4.3.2.1 : Picking velocity pada Analisis Kecepatan I

Page 67: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 67

Kontur analisis kecepatan I merupakan spektrum kecepatan hasil stack kecepatan dari data

CDP gather. Apabila terdapat kecepatan yang kurang tepat maka ada kemungkinan reflektor-

reflektor tidak akan menyambung. Untuk melihat hasil ”kotor” dari pengolahan data seismik

IV.3.3.Brute Stack

Brute stack merupakan QC awal untuk stack data seismik, yang inputnya berasal dari analisis

kecepatan I. Dari gambar brute stack dapat diketahui informasi gambaran umum penampang

seismik yang kita proses.

Gambar 4.3.2.2 : Kontur Analisis Kecepatan I

Gambar 4.3.3 : Brute Stack

Page 68: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 68

Dari hasil brute stack diatas masih banyak terlihat amplitudo yang lemah dan

horizon yang masih kasar. Hal ini dimungkinkan karena picking kecepatan kurang tepat.

Untuk itu perlu dilakukan residual analisis, yaitu melakukan koreksi residual statik I dan

residual stack.

IV.3.4. Koreksi Residual Statik I

Koreksi residual statik dilakukan untuk mengoreksi short wavelenght statics. Koreksi ini

dilakukan karena brute stack masih terdapat horizon-horizon yang tampak kurang jelas dan

amplitudo yang masih lemah. Koreksi residual statik dilakukan pada data CDP gather yang telah

diproses dan nantinya pada saat stacking data reflektivitas sinyal menjadi lebih kuat dan reflektor

yang terputus diharapkan dapat menyambung kembali. penentuan gate pada modul EPSTX

dimaksudkan untuk memilih salah satu bagian trace seismik yang memiliki S/N ratio yang cukup baik

sehingga dapat mempengaruhi trace seismik lainnya untuk meningkatkan nilai S/N ratio.

IV.3.5. Analisis Kecepatan II

Bertujuan untuk mendapatkan analisis kecepatan yang lebih baik, perlu dilakukan analisis

kecepatan II. Proses picking kecepatan yang dilakukan sama dengan analisis kecepatan I, yang

berbeda adalah pada analisis kecepatan II data sudah terkoreksi statik

Gambar 4.3.5 : Kontur Velocity Analysis II

Page 69: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 69

IV.3.6. Residual Stack

Residual stack adalah data hasil koreksi statik yang kemudian di-stack. Untuk

residual stack dengan input pada NMO-nya yaitu hasil proses analisis kecepatan II dan sudah

mengalami koreksi residual statik I. Residual stack digunakan untuk mendapatkan hasil

stacking data seismik yang baik sebelum dilakukan migrasi.

Gambar 4.3.6.1 : Residual Stack

Page 70: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 70

Dari gambar diatas diketahui pebandingannya,dimana ada garis yang kasar berubah menjadi

lebih halus dan terlihat,bisa dinyatakan Picking Velocity II lebih bagus dari pada Picking

Velocity I

Gambar 4.3.6.2 : Perbandingan Brute Stack dengan Residual Stack

Page 71: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 71

IV.3.7. Koreksi Residual Statik II

Tujuan dilakukan koreksi residual statik II sama seperti koreksi residual statik I,

bedanya koreksi residual statik II digunakan untuk mengoreksi hasil residual stack. Dalam

koreksi residual statik II ini pemilihan nilai gate diubah, karena data yang akan dikoreksi

berasal dari residual stack. Selain itu koreksi residual statik II dilakukan dengan tujuan

memperbaiki kembali data statik dari event-event seismik yang terlihat horizontal pada

penampang residual stack. Data gather yang telah mengalami koreksi residual statik II

kemudian dilakukan stacking dengan menggunakan data analisis kecepatan II.

gambar horizon attributes shot point dan receiver antara hasil koreksi residual statik I

dengan koreksi residual statik II. Jika nilai horizon koreksi residual statik II lebih kecil berarti

koreksi residual statik yang dilakukan sudah benar, sehingga dapat dilanjutkan ke tahap final

stack.

]

Gambar 4.3.7 : Horizon Attributes Koreksi Residual Statik I (KRS_01) dan

Koreksi Residual Statik II (KRS_02)

Page 72: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 72

IV.3.8. Analisis Kecepatan III

Analisis kecepatan III berfungsi untuk memperbaiki horizon yang dihasilkan di

residual stack. Dalam analisis kecepatan III diharapkan memberikan hasil yang lebih baik

karena telah dilakukan dua kali koreksi residual statik. Hasil dari analisis kecepatan III dapat

dilihat dari hasil kontur kecepatannya.

Gambar 4.3.8 : Kontur Velocity Analysis III

Page 73: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 73

IV.3.9. Final Stack

Final stack adalah tahapan stack terakhir dimana data CDP gather yang telah

terkoreksi amplitudo menjadi input data dengan menggunakan NMO-nya yang berasal dari

kecepatan III.

Gambar 4.3.9.1: Final Stack

Page 74: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 74

Dari hasil di atas ternyata saat melakukan picking velocity II lebih bagus dari pada Picking

Velocity III .hal ini kemungkinan disebabkan karena pada saat Picking Velocity III tidak tepat sehingga

anatra Residual Stack Vs Final stack lebih bagus Residual Stack

Gambar 4.3.9.2: Residual Stack Vs Final Stack

Page 75: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 75

IV.4. Pre Stack Time Migration

Migrasi adalah proses yang bertujuan untuk mengembalikan reflektor ke posisi sebenarnya

(vertikal atau horizontal) atau dengan kata lain membuat penampang seismik serupa dengan kondisi

geologi yang sebenarnya berdasarkan reflektifitas lapisan bumi. Ketidaktepatan posisi reflektor

disebabkan oleh efek difraksi yang terjadi ketika gelombang seismik mengenai ujung/ puncak dari

suatu bidang diskontinuitas dan/ atau struktur geologi seperti lipatan atau patahan. Reflektivitas

suatu bidang refleksi yang semula tidak menyambung dan selaras satu sama lain serta dipenuhi oleh

efek difraksi bowtie akan menjadi lebih jelas dan teratur setelah dilakukan proses migrasi.

Page 76: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 76

Dalam pengolahan data kali ini, jenis migrasi yang digunakan adalah Pre Stack Time

Migration dengan metode Kirchoff summation. Pre Stack Time Migration adalah proses

migrasi seismik dalam domain waktu pada data sebelum dilakukannya proses stacking.

Gambar IV.4.1 : Pre Stack Time Migration dengan metode Kirchoff summation

Page 77: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 77

Gambar 4.4.2 : Perbandingan Final Stack dengan Pre Stack Time Migration

Page 78: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 78

hasil migrasi dapat terlihat event horizontal terlihat jelas dan reflektor banyak yang

telah tersambung dibandingkan pada hasil final stack. Namun, masih ada banyak reflektor

yang belum tersambung secara sempurna, hal tersebut mungkin disebabkan penggunaan

muting yang kurang tepat.

Page 79: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 79

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

Setelah melakukan tahapan pengolahan data seismic di dapatkan beberapa kesimpulan

yaitu:

1. Membuat file /pendefinisian geometri pengolahan data seismik,hal penting karena jika ada

kesalahan dalam pengolahan anda akan mengulang lagi dari awal sebab data selama proses

dan setelah prosessing menghilang.

2. Flowchart-flowchart yang digunakan pada saat tahap prosessing flexible atau tergantung

kebutuhan dan data yang ada.

3. parameter-parameter yang digunakan dalam tahap preprocessing harus pas dan benar-

benar diperhatikan karena sangat berpengaruh pada setiap tahap prosessing.

4. Pada saat picking kecepatan atau dalam tahap velocity analysis harus dilakukan dengan

benar-benar akurat ,tepat dan sabar karena sangat berpengaruh pada kelurusan dan

kemenerusan reflektor, serta dapat menghasilkan stack section yang optimal.

5. Koreksi statik dan NMO digunakan untuk mengoreksi adanya pengaruh topografi dan offset

antara shot dengan receiver.

6. Proses migrasi dapat menghasilkan resolusi yang lebih optimal karena posisi reflektor yang

lebih tepat, tetapi perlu diperhatikan parameter-parameter migrasi yang paling cocok.

Page 80: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 80

V.2. SARAN

1. Sebelum mempelajari software pengolahan data seismik sebaiknya mematangkan konsep

dasarnya terlebih dahulu. Karena software hanyalah sebuah tool, namun pemahaman teori

dan pengalaman sangat perpengaruh terhadap hasil pengolahan data seismik.

2. Jangan Patah Semangat bagi para pemula saat melakukan Picking Velocity Analysis karena

memang pada tahap ini diperlukan kesabaran,ketekunan,ketelitian dan keakuratan,yang

nantinya hasil pada proses ini yang menentukan hasil akhir.

3. Jika di Laboratorium Kampus kalian memiliki software prosessing manfaatkanlah dan

perbanyaklah latian untuk bisa memproses data dengan baik,benar dan tepat.

Page 81: Laporan Akhir KP 2012

Laporan Kerja Praktek 2012

Laporan Kerja Praktek Page 81

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Sismanto. 2006. Dasar-dasar Akuisisi dan Pemrosesan Data Seismik. Yogyakarta :

Laboratorium Geofisika Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada.

Abdullah, Agus. 2007. Ensiklopedi Seismik Online.

Wardhani, Prima Wira K. 2009. Processing Seismic 2D Line “DH-X”Lapangan “DH”

Menggunakan Focus 5.4. Yogyakarta : Laboratorium Geofisika Fakultas MIPA,

Universitas Gadjah Mada.

Nugroho, Luthfi Alfian. 2012. Pre Stack Time Migration Data Seismik 2D Line 8 Lapangan

“APH” Menggunakan software Paradigm Geophysical Inc. Yogyakarta :

Laboratorium Geofisika Universitas Gadjah Mada.