kp hewan tanah 2012 no2

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah sebagai media kehidupan berbagai organisme dewasa ini sangat dieksploitasi daya gunanya dengan menginfiltrasi senyawa-senyawa pemicu pertumbuhan dan pengendali jasad penggangu tanpa memperhatikan daya dukung tanah tersebut. Saat tanah mengalami polusi kondisi lingkungan secara fisik, kimia, maupun biologi akan mengalami perubahan yang berdampak pada kehidupan organisme yang hidup di tanah. Jika hal tersebut terjadi maka keseimbangan alam dapat terganggu. Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Kehidupan hewan tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu. Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan

Upload: anon830298652

Post on 04-Aug-2015

148 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KP Hewan Tanah 2012 NO2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah sebagai media kehidupan berbagai organisme dewasa ini sangat

dieksploitasi daya gunanya dengan menginfiltrasi senyawa-senyawa pemicu

pertumbuhan dan pengendali jasad penggangu tanpa memperhatikan daya dukung

tanah tersebut. Saat tanah mengalami polusi kondisi lingkungan secara fisik, kimia,

maupun biologi akan mengalami perubahan yang berdampak pada kehidupan

organisme yang hidup di tanah. Jika hal tersebut terjadi maka keseimbangan alam

dapat terganggu. Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar

dalam perbaikan kesuburan tanah adalah fauna tanah. Kehidupan hewan tanah sangat

tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis

hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan keadaan daerah itu.

Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah

sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan

biotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor fisika

dan faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan tekstur

tanah. Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah, dan unsur-

unsur mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur

komunitas hewan–hewan yang terdapat pada suatu habitat.Faktor lingkungan biotic

bagi hewan tanah adalah organisme lain yang juga terdapat di habitatnya seperti

mikroflora, tumbuh – tumbuhan, dan golongan hewan lainnya. Pada komunitas itu

jenis – jenis organisme saling berinteraksi satu sama lainnya. Interaksi itu bisa berupa

predasi, parasitisme, kompetisi, dan penyakit (Nurdin, 1989).

Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat

atau bahan-bahan organik dengan cara menghancurkan jaringan secara fisik dan

meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur, melakukan

Page 2: KP Hewan Tanah 2012 NO2

pembusukan pada bahan pilihan  seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin, merubah

sisa-sisa tumbuhan menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada

lapisan tanah bagian atas, membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan

bahan mineral tanah (Barnes, 1997).

Serangga pemakan bahan organik yang membusuk, membantu merubah zat-

zat yang  membusuk  menjadi  zat-zat  yang  lebih  sederhana.  Banyak  jenis

serangga  yang meluangkan  sebagian  atau  seluruh  hidup  mereka  di  dalam  tanah.

Tanah  tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan

seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah

menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi  dan

tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat  fisik tanah dan

menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Serangga tanah juga

berfungsi  sebagai  perombak  material  tanaman  dan  penghancur  kayu (Wallwork,

1976).

Pada  sebagian  besar  populasi  Collembola tertentu,  merupakan  pemakan

mikoriza   akar  yang  dapat  merangsang  pertumbuhan simbion dan meningkatkan

pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat berfungsi menurunkan

kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur. Collembola  juga

dapat  dijadikan  sebagai   indikator  terhadap  dampak  penggunaan herbisida. Pada

tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit

dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar (Suhardjono, 2000).

Keanekaragaman  fauna  tanah  pada  musim  atau  tipe  permukaan  tanah

yang berbeda memiliki perbedaan. Terdapat perbedaan keanekaragaman suku yang

tertangkap  pada  musim  dan  lokasi  yang  berbeda (Suhardjono, 1997). Pada

keanekaragaman tegakan yang berbeda terdapat perbedaan mengenai

keanekaragaman jumlah suku dari serangga tanah (tegakan Dipterocarpaceae dan

2

Page 3: KP Hewan Tanah 2012 NO2

Palmae, tegakan Dipterocarpaceae, serta tegakan Dipterocarpaceae dan Rosaceae)

(Mercianto, 1997).

Makrofauna tanah invertebrata yang terdiri dari epfauna dan infauna yang

memegang peranan penting dalam proses pendegradasian seresah. Penelitian ini kami

lakukan di Sadengan dan Pancur yang berlokasi di sekitar penginapan Trianggulasi di

Taman Nasional Alas Purwo Kecamatan Muncar, Purwoharjo dan Tegal Delimo,

Kabupaten Banyuwangi Propinsi Dati I Jawa Timur. Kami memilih 2 vegetasi

tersebut karena 2 vegetasi tersebut memiliki kondisi fisika kimia yang berbeda.

Karena spesies yang ditemukan di salah satu habitat tersebut bisa saja tidak

ditemukan di habitat lain. Taman Nasional Alas Purwo sebagai salah satu kawasan

pelestarian alam di Indonesia memiliki keanekaragaman potensi sumber daya alam

hayati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ordo dan struktur

komunitas makrofauna tanah invertebrata yang ada di Taman Nasional Alas Purwo,

dengan menghitung Indeks keanekaragaman, Indeks kemiripan, Indeks kesamaan

struktur komunitas, Indeks kemerataan jenis, Indeks kekayaan jenis, Indeks dominasi

dan pola distribusi. Lokasi pengambilan sampel pada dua habitat yaitu, Sadengan dan

Pancur di Taman Nasional Alas Purwo.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apa saja keanekaragaman Collembola yang ada pada jalur Sadengan-

Trianggulasi dan Pancur-Trianggulasi di Taman Nasional Alas Purwo?

2. Bagaimanakah distribusi Collembola pada jalur Sadengan-Trianggulasi dan

Pancur-Trianggulasi di Taman Nasional Alas Purwo?

1.3 Asumsi penelitian

Kawasan Taman Nasional Alas Purwo masih alami dan belum terganggu oleh

kegiatan manusia yang berlebihan serta memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan

yang tinggi, maka makroinvertebrata tanah akan banyak ditemukan. Kami juga

berasumsi bahwa di kedua tipe vegetasi mempunyai proporsi serasah yang sama.

3

Page 4: KP Hewan Tanah 2012 NO2

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui keanekaragaman Collembola yang ada pada jalur Sadengan-

Trianggulasi dan Pancur- Trianggulasi di Taman Nasional Alas Purwo.

2. Mengetahui sruktur komunitas Collembola pada jalur Sadengan- Trianggulasi

dan Pancur- Trianggulasi di Taman Nasional Alas Purwo.

1.5 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang tingkat

keanekaragaman, tingkat kemiripan, pola distribusi, kesamaan komunitas, kepadatan

jenis, dan dominansi makroinvertebrata tanah yang diukur di 2 habitat yaitu pada

Sadengan dan Pancur di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur dan

sebagai bahan informasi ilmiah tentang makrofauna tanah yang berguna untuk

penelitian yang berhubungan dengan tingkat kesuburan tanah.

Manfaat dari penelitian yang akan kami lakukan kali ini adalah:

1. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang tingkat

keanekaragaman Collembola di kedua habitat yaitu pada Sadengan dan

Pancur di Taman Nasional Alas Puwo, Banyuwangi, Jawa Timur.

2. Menginventarisasi keanekaragaman Collembola yang ada di Taman

Nasional Alas Purwo dan sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya.

3. Mengetahui struktur komunitas Collembola di Taman Nasional Alas

Purwo.

4

Page 5: KP Hewan Tanah 2012 NO2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Fauna Tanah

Kelompok hewan tanah sangat banyak dan beraneka ragam. Hewan tanah

dapat pula dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya. Menurut (Wallwork, 1970),

berdasarkan ukurannya fauna tanah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Mikrofauna : Ukuran tuhuh 20 m – 200 m, contohnya Protozoa,

Nematoda, Rotifera, Tardigrada, dan Copepoda.

2. Mesofauna : Ukuran tubuh 200 m - 1 cm, contohnya Acarina,

Collembola, Nematoda, larva serangga, dan Isopoda.

3. Makrofauna : Ukuran tubuh lebih dari 1 cm, contohnya Lumbricida,

Mollusca, Arachnida, dan vertebrata yang hidup di dalam tanah.

Berdasarkan keberadaannya dalam tanah, fauna tanah dikelompokkan menjadi

empat golongan:

1. Spesies Transien adalah hewan yang seluruh hidupnya di permukaan tanah,

contohnya yaitu Ordo golongan Coleoptera spesies Coccinellidae.

2. Spesies Temporer adalah hewan yang telur dan juvenilnya ada dalam tanah,

sedangkan hewan dewasa berada pada permukaan. Contohnya yaitu Ordo

Diptera spesies Tipula sp.

3. Spesies Periodic adalah hewan yang seluruh daur hidupnya berada dalam

tanah dan hanya pada saat tertentu saja hewan dewasanya keluar bebas ke

permukaan tanah. Contohnya Dermaptera sp, Forticula sp

5

Page 6: KP Hewan Tanah 2012 NO2

4. Spesies Permanent adalah hewan yang selama hidupnya berada di dalam

tanah. Contohnya yaitu Coleoptera sp, Batrisades sp

Berdasarkan habitatnya, hewan tanah dikelompokkan menjadi 3 golongan:

1. Epigeon adalah hewan tanah yang hidup pada lapisan tumbuh – tumbuhan di

permukaan tanah.

2. Hemiedafon adalah hewan tanah yang hidup pada lapisan organic tanah.

3. Euedafon adalah hewan tanah yang hidup pada lapisan tanah mineral.

Menurut kegiatan makannya hewan tanah dikelompokkan menjadi 4

golongan:

1. Herbivora

2. Saprovora

3. Fungivora

4. Predator

2.2. Tinjauan Tentang Mesofauna

Mesofauna adalah hewan invertebrata daratan berukuran besar,

seperti arthropoda, cacing tanah, and nematoda. Mesofauna tanah sebagai penghasil

senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti

berfungsi sebagai subsistem produsen. Tetapi peranan ini merupakan nilai tambah

dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai

subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organism perombak awal bahan makanan,

serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar), mengkonsumsi bahan-

bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut.

Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan

organic lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk

didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief,2001).

6

Page 7: KP Hewan Tanah 2012 NO2

Dalam suatu habitat hutan hujan tropika diperkirakan, dengan hanya

memperhitungkan serangga social (jenis-jenis semut, lebah, dan rayap), peranannya

dalam siklus energy adalah 4 kali peranan jenis-jenis vertebrata (Tarumingkeng,

2000).

Jumlah terbesar populasi fauna tanah terdapat di lapisan tanah permukaan

yang diperkaya dengan bahan organik, sesuai dengan fungsinya sebagai konsumen.

Permukaan tanah merupakan daerah peralihan antara litosfer dan atmosfer. Pada atau

di dekat daerah peralihan ini kuantitas bahan hidup lebih besar dari yang berada atas

atau bawah. Sebagai akibatnya, lapisan atas mengandung lebih banyak debu organik

yang bertindak sebagai makanan untuk fauna tersebut dibandingkan dengan lapisan

yang berada dibawahnya.

2.3. Tinjauan Tentang Collembola

2.3.1 Karakteristik Collembola

Collembola berasal dari bahasa Yunani, yaitu colle (= lem) dan embolon (=

piston). Penamaan ini berdasarkan adanya tabung ventral (kolofor) pada sisi ventral

ruas abdomen pertama yang menghasilkan perekat (Hopkin, 1997). Kolofor

memungkinkan Collembola menempel pada permukaan di tempat ia berjalan (Hopkin

1997; Triplehorn & Johnson, 2005). Fungsi lain kolofor adalah sebagai alat

osmoregulasi, pengangkutan kotoran menempel di badan, berisi hemolimfe, dan pada

Sminthuridae sebagai pelindung setelah meloncat (Greenslade 1996; Hopkin 1997;

Triplehorn & Johnson 2005)

Collembola dikenal juga dengan istilah Springtails (Ekorpegas) karena

mempunyai struktur bercabang (furka) pada bagian ventral ruas abdomen keempat.

Saat istirahat furka terlipat ke depan dan dijepit oleh gigi retinakulum. Retinakulum

atau tenakulum merupakan embelan berbentuk capit yang terdapat pada bagian

ventral abdomen ketiga. Ketika otot berkonstraksi, furka kembali ke posisi tidak

lentur kemudian akan memukul substrat sehingga mendorong Collembolan ke udara

(Greenslade 1996).

7

Page 8: KP Hewan Tanah 2012 NO2

Collembola termasuk kelompok mesofauna (200 µm sampai dengan 1 cm)

karena mempunyai ukuran tubuh berkisar antara 0,25 mm dan 8,00 mm. warna tubuh

bervariasi, putih, hitam, abu-abu, warna lain, dan bercorak. Tubuh dilengkapi seta

tetapi tidak bersayap (Aterygota) (Wallwork, 1970).

Tubuh Collembola terbagi atas tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen.

Antena empat ruas dengan panjang bervariasi. Antena jantan kadang-kadang

mengalami modifikasi sebagai organ penjepit. Antena mempunyai seta kemosensorik.

Ujung antena bentuknya bervariasi, berfungsi sebagai olfaktori. Oseli maksimum

8+8. Bagian mulut tersembunyi di dalam kepala (entognatus), lonjong, dan menonjol.

Mulut beradaptasi untuk menggigit-mengunyah atau untuk menghisap cairan.

Mandibula kadang-kadang tidak ada. Labium dan palpus maksila berkembang baik,

kadang-kadang ada yang tereduksi atau tidak punya (Greenslade, 1996).

Toraks dibagi menjadi tiga ruas. Ruas toraks jelas terlihat pada ordo

Podumora dan Entomobryomorpha dibandingkan pada ordo Sympohypleona dan

Neelipleona. Ordo Symphypleona dan Neelipleona mempunyai ruas toraks yang

bersatu sampai dengan abdomen. Pada toraks terdapat tiga pasang kaki. Masing-

masing kaki dibagi menjadi dua subkoksa, koksa, trokanter, femur, tibiotarsus, dan

pretarsus. Tibiotarsus ditunjang oleh rambut yang panjang, seringkali bagian ujung

membulat (klavata), menghasilkan sekresi dari kelenjar basal epidermis yang

berfungsi untuk menempel pada permukaan yang licin. Pretarsus ditunjang cakar

tunggal dan imbuhan impodial (unguiculus) (Greenslade, 1996).

Abdomen terdiri dari enam ruas. Pada bagian ventral ruas pertama terdapat

tabung ventral (kolofor), ruas ketiga terdapat retinakulum, dan ruas keempat terdapat

furka. Furka terdiri dari bagian basal, manubrium, sepasang dens, dan mukro berduri

atau berlamera. Celah genital jantan atau betina teerdapat pada abdomen kelima.

Celah anal berada pada abdomen keenam (Greenslade, 1996).

2.3.2 Cara hidup Collembola

Collembola termasuk hewan yang tidak mengalami metamorphosis

(ametabola) tetapi hanya mengalami pergantian kulit sebanyak lima sampai dengan

8

Page 9: KP Hewan Tanah 2012 NO2

enam kali. Bentuk pradewasa dengan dewasa mirip satu dengan lainnya. Kedua

bentuk stadia tersebut dibedakan dari ukuran, jumlah seta, dan pada stadia pradewasa

belum ada organ genitalia. Persamaan bentuk pradewasa dengan dewasa

mempermudah pengenalan sampai dengan taraf takson tertentu (Suhardjono, 1992).

Collembola secara umum berumur pendek sekitar satu sampai tiga bulan, akan tetapi

beberapa Collembola dapat hidup sampai dengan dewasa lebih dari satu sampai

dengan dua tahun. Pseudosinella decipiens Denis bahkan dapat mencapai umur 5

tahun 7bulan (Greenslade, 1996; Hopkin, 1997; Greensladi et al. 2000).

Kebanyakan Collembola hidup dalam tanah dan serasah (Suhardjono, 1998).

Akan tetapi Collembola dapat juga hidup di tepat tersembunyi seperti di dalam tanah,

jamur, reruntuhan pohon, di bawah kulit kayu, kayu-kayu yang membusuk, vegetasi

tanaman, kanopi, gua, guano kelelawar, laut, pesisir pantai, dan air tawar(Greenslade

et al., 2000; Deharveng & Suhardjono, 2004; Triplehorn & Johnson, 2005; Rahmadi

& Suhardjono, 2007).

Kebanyakan Collembola penghuni tanah memakan bahan tumbuh-tumbuhan

yang sedang membusuk, jamur, dan bakteri. Collembola ada juga yang memakan

tinja Arthropoda atau serbuk sari ganggang (Triplehorn & Johnson, 2005).

2.3.3 Distribusi Collembola

Distribusi Collembola sangat luas karena dapat ditemukan diberbagai macam

habitat seperti daerah kutub, gurun, subtropics, dan daerah tropis (Greenslade, 1996).

Distribusi Collembola bisa dengan bantuan partikel tanah dan bahan organik, bisa

juga dengan bantuan angin atau air (Dunger et al. 2002). Family Hypogastruridae

dapat ditemukan baik di daerah tropis maupun subtropis. Genus chrematocephalus,

spesies C. celebensis mempunyai senaran yang cosmopolitan, meliputi Jepang, China,

Srilangka, Indonesia, Papua, Britania Baru, dan Australia (Suhardjono, 1992).

Akan tetapi ada beberapa spesies Collembola terrestrial yang bersifat

endemic, bahkan dikenal mempunyai tingkat endonisme yang tinggi (Hopkin, 1997).

Contoh Xenylla orientalis Handschin yang hanya terdapat di Pulau Jawa (Handschin

1932 dalam Suhardjono 1992). Endemisme dapat terjadi salah satunya karena seleksi

9

Page 10: KP Hewan Tanah 2012 NO2

alam, seperti adanya pembatas alam berupa laut, sifat tanah, dan cara penyebaran

(Suhardjono, 1992).

Gambar. Collebola ordo Entomobrya

2.4. Tinjauan Tentang Taman Nasional Alas Purwo

Salah satu suaka marga satwa yang cukup berhasil menjalankan perannya

sebagai lembaga konservasi hewan adalah Taman Nasional Alas Purwo. Taman

Nasional Alas Purwo yang terletak di Kecamatan Tegaldlimo, Kecamatan Muncar

dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi , Jawa Timur, Indonesia.

Kawasan ini terletak di ujung timur Pulau Jawa wilayah pantai selatan antara

8°26’45”–8°47’00” LS dan 114°20’16”–114°36’00” BT (Wikipedia, 2009). Taman

Nasional Alas Purwo merupakan tempat tumbuh tanaman endemik seperti sawo kecik

(Manilkara kauki) dan bambu manggong (Gigantochloa manggong). Taman nasional

alas purwo juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yaitu lutung budeng

(Trachypithecus auratus auratus), banteng (Bos javanicus javanicus), dan ajag (Cuon

alpinus javanicus) Anonimus, (2009).

10

Page 11: KP Hewan Tanah 2012 NO2

Taman nasional alas purwo ditunjuk sebagai taman nasional sejak tahun 1993

dengan luas wilayahnya sekitar 43.420 ha. Secara administratif pemerintahan

termasuk Kecamatan Muncar, Purwoharjo dan Tegal Delimo, Kabupaten

Banyuwangi Propinsi Dati I Jawa Timur (Anonimus,2012).

Keadaan topografi bergelombang sampai datar dengan puncak tertinggi G.

Linggamanis (± 322 m dpl). Ketinggian tempat antara 0-322 m dpl, iklimnya

termasuk tipe B dengan curah hujan antara 1.000-1.500 mm/tahun. Kunjungan terbaik

pada bulan Maret s/d Oktober (Anonims,2012).

2.4.1. Gambaran Umum

Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu perwakilan tipe ekosistem

hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa (Anonimus,2009).

Secara geografis terletak di ujung timur Pulau Jawa wilayah pantai selatan

antara 8°26’45”–8°47’00” LS dan 114°20’16”–114°36’00” BT. Secara umum

kawasan TN Alas Purwo mempunyai topografi datar, bergelombang ringan sampai

barat dengan puncak tertinggi Gunung Lingga Manis (322 mdpl) (Wikipedia, 2009).

11

Page 12: KP Hewan Tanah 2012 NO2

2.4.2 Keadaan Fisik

Taman Nasional Alas Purwo dengan luas 43.420 ha terdiri dari beberapa

zonasi, yaitu:

Zona Inti (Sanctuary zone) seluas 17.200 Ha

Zona Rimba (Wilderness zone) seluas 24.767 Ha

Zona Pemanfaatan (Intensive use zone) seluas 250 Ha

Zona Penyangga (Buffer zone) seluas 1.203 Ha.

Rata – rata curah hujan 1000 – 1500 mm per tahun dengan temperature 22°-

31° C, dan kelembaban udara 40-85 %. Wilayah Taman Nasional Alas Purwo sebelah

Barat menerima curah hujan lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah sebelah

Timur. Dalam keadaan biasa, musim di TN Alas Purwo pada bulan April sampai

Oktober adalah musim kemarau dan bulan Oktober sampai April adalah musim

hujan.

Keadaan tanah hampir keseluruhan merupakan jenis tanah liat berpasir dan

sebagian kecil berupa tanah lempung. Sungai di kawasan Taman Nasional Alas

Purwo umumnya dangkal dan pendek. Sungai yang mengalir sepanjang tahun hanya

terdapat di bagian Barat TN yaitu Sungai Segoro Anak dan Sunglon Ombo. Mata air

banyak terdapat di daerah Gunung Kuncur, Gunung Kunci, Goa Basori, dan Sendang

Srengenge (Wikipedia, 2009).

2.4.3. Keadaan Biologi

Secara umum tipe hutan di kawasan Taman Nasional Alas Purwo merupakan

hutan hujan dataran rendah. Hutan bambu merupakan formasi yang dominan, ± 40 %

dari total luas hutan yang ada. Sampai saat ini telah tercatat sedikitnya 584 jenis

tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana, dan pohon.

Berdasarkan tipe ekosistemnya, hutan di TN Alas Purwo dapat di

kelompokkan menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau/mangrove, hutan

12

Page 13: KP Hewan Tanah 2012 NO2

tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (Feeding Ground) (Wikipedia,

2012).

2.4.4. Keadaan Sosial Ekonomi dan budaya

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan adalah

bertani, buruh tani, dan nelayan. Masyarakat nelayan kebanyakan tinggal di wilayah

Muncar, yang merupakan salah satu pelabuhan ikan terbesar di Jawa, dan di wilayah

Grajagan. Mayoritas penduduk di sekitar kawasan memeluk agama Islam, namun

banyak pula yang beragama Hindu terutama di Desa Kedungasri dan Desa Kalipait.

Secara umum masyarakat sekitar TN Alas Purwo digolongkan sebagai masyarakat

Jawa Tradisional. Bertapa, semedi, sayan (gotong-royong sewaktu mendirikan

rumah), bayenan serta selamatan – selamatan lain yang berkaitan dengan pencarian

ketenangan bathin masih dilaksanakan. Pada hari – hari tertentu seperti 1 suro, bulan

purnama, bulan mati, masyarakat datang ke kawasan TN Alas Purwountuk bersemedi

(Wikipedia, 2012).

2.4.5 Flora dan Fauna

Tumbuhan khas dan endemik pada taman nasional ini yaitu sawo kecik

(Manilkara kauki) dan bambu manggong (Gigantochloa manggong). Tumbuhan

lainnya adalah ketapang (Terminalia cattapa), nyamplung (Calophyllum inophyllum),

kepuh (Sterculia foetida), keben (Barringtonia asiatica), dan 13 jenis bambu.

Keanekaragaman jenis fauna di kawasan TN Alas Purwo secara garis besar

dapat dibedakan menjadi 4 kelas yaitu Mamalia, Aves, Pisces dan Reptilia. Mamalia

yang tercatat sebanyak 31 jenis, diantaranya yaitu: Banteng (Bos javanicus), Rusa

(Cervus timorensis), Ajag (Cuon alpinus), Babi Hutan (Sus scrofa), Kijang

(Muntiacus muntjak), Macan Tutul (Panthera pardus), Lutung (Trachypithecus

auratus), Kera Abu-abu (Macaca fascicularis), dan Biawak (Varanus salvator).

Burung yang telah berhasil diidentifikasi berjumlah 236 jenis terdiri dari

burung darat dan burung air, beberapa jenis diantaranya merupakan burung migran

13

Page 14: KP Hewan Tanah 2012 NO2

yang telah berhasil diidentifikasi berjumlah 39 jenis. Jenis burung yang mudah dilihat

antara lain : Ayam Hutan (Gallus gallus), Kangkareng (Antracoceros coronatus),

Rangkok (Buceros undulatus), Merak (Pavo muticus) dan Cekakak jawa (Halcyon

cyanoventris). Sedangkan untuk reptil telah teridentifikasi sebanyak 20 jenis

(Anonimus, 2012)

2.4.6. Tinjauan Tentang Sadengan

Sadengan adalah tempat mencari makan bagi hewan liar di kawasan Taman

Nasional Alas Purwo. Disana terdapat binatang liar seperti banteng liar, rusa, babi

hutan, merak, unggas hutan dan berbagai imacam burung. Sadengan ini berada di

kecamatan Tegaldlimo, kabupaten Banyuwangi. Sadengan berjarak 50km dari

Genteng. Tempat ini adalah tempat wisata yang ada di alas purwo. Hewan-hewan liar

dan rumput dapat dilihat pada pagi dan sore hari dari menara melihat. 

Padang rumput Sadengan adalah padang rumput semi alami yang terdapat di

kawasan Taman Nasional Alas purwo, Semenanjung Blambangan di Kabupaten

Banyuwangi. Disebut sebagai padang rumput semi alami karena pada faktanya,

keberadaan padang rumput ini bukanlah secara alamiah terjadi. Padang rumput ini

sebenarnya muncul karena kerusakan-kerusakan beberapa petak hutan di masa

lampau yang kemudian menimbulkan spot-spot padang rumput pada hamparan hutan

di Semenanjung Blambangan. Hilangnya kanopi dan tutupan tajuk dalam waktu yang

lama membuka peluang bagi bermacam rumput untuk tumbuh, dan kemudian

dimanfaatkan oleh berbagai satwa sebagai salah satu habitat pentingnya. Karena

padang rumput ini dahulunya menyediaan pakan berlimpah bagi herbivora di

Semenanjung Blambangan, pengelola memandang bahwa Sadengan adalah tempat

ideal bagi konservasi satwa liar seperti Banteng, Rusa, Babi hutan dan aneka ragam

satwa lainnya. Untuk merealisasikan gagasan konservasi tersebut, sebuah  Tourism

planning and management,aktifitas campur tangan manusia dimulai dalam tahun

1970’an dengan meningkatkan kapasitas padang. Kegiatan peningkatan kapasitas

habitat ini antara lain adalah dengan membersihkan kawasan dari berbagai

14

Page 15: KP Hewan Tanah 2012 NO2

tetumbuhan yang menghalangi rumput tumbuh, menanam rumput, membuat irigasi

teknis untuk mengairi padang, dan melakukan pembinaan terhadap padang. Pertama

kali sejak padang ini dikelola, satwa liar tercatat sangat melimpah di padang rumput.

Mungkin jumlahnya sama dengan apa yang digambarkan oleh peneliti Eropa jauh

sebelumnya. Catatan oleh van Steenis, (1937), mengatakan bahwa jumlah banteng

bisa mencapai angka sekitar 100 ekor dalam satu pengamatan. Padang rumput

Sadengan saat ini dalam tekanan dan stress berat karena serbuan dua spesies

tumbuhan utama yang menjadi kanker dan tumor ganaspadang rumput. Tumbuhan

pertama adalah Cassia tora, termasuk dalam tumbuhan polong-polongan (Fabaceae)

ini tumbuh hampir menutupi permuknaan padang rumput. Tumbuhan kedua, yang tak

kalah ganasnya adalah Eupathorium inulifolium, kelompok tumbuhan compositae,

yang tak kalah pentingnya dalam merubah wajah Sadengan. Belum lagi, ancaman

serius dari berbagai tumbuhan invasive seperti Lantana camara. Data-data yang

dimiliki oleh penulis menunjukkan bahwa tiga macam tumbuhan ini mempunyai

indek nilai penting tertinggi diantara tetumbuhan lain di padang rumput. Sebagai

contoh, rumput-rumput Cyperus yang berperan sebagai sumber pakan utama satwa

herbivore malah mempunyai indek yang kecil, menunjukkan kecilnya dominansi,

densitas dan frekuensi tumbuhan tersebut. Dampaknya tentu fatal. Salah satunya

adalah berkurannya jumlah banteng yang mengunjungi Sadengan.

2.4.7. Tinjauan Tentang Pancur

Resort Pengelolaan Pancur merupakan resort yang mempunyai wilayah

pemangkuan paling luas di SPTN Wilayah I Tegaldlimo yaitu 14.012,98 ha. dan

beberapa lokasi untuk dilakukan patroli membutuhkan waktu lebih dari 2 hari yang

ditempuh dengan jalan kaki, terutama wilayah timur gunung. Resort Pengelolaan

Pancur termasuk kawasan yang mejadi kunjungan wisatawan baik rekreasi,

pendidikan maupun ritual. Kunjungan wisatawan mancanegara sebagian besar tertuju

pada Blok Plengkung yang sampai saat ini dikelola oleh empat Pengusahaan

Pariwisata Alam. Potensi flora uggulan dari Resort Pancur  adalah Sawo Kecik yang

15

Page 16: KP Hewan Tanah 2012 NO2

tersebar antara jalur Pancur sampai dengan Plengkung, serta memiliki beragam jenis

bambu.

Batas-batas wilayah kerja Resort Pancur, yaitu :

Sebelah Utara, berbatasan dengan Resort Sembulungan SPTNW II Muncar.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia

Sebelah Barat, berbatasan dengan Resort Rowobendo

Sebelah Timur, berbatasan dengan Resort Tanjung Pasir SPTNW II Muncar 

16

Page 17: KP Hewan Tanah 2012 NO2

BAB III

METODE PENELTIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Tempat pengumpulan (pengambilan) sampel penelitian adalah di Taman

Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Identifikasi dan analisis dari

spesimen sebagai tempat pengoleksian spesimen dilakukan di Laboratorium Ekologi

Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Sedangkan

waktu pelaksanaan pengambilan sampel adalah 5 sampai 9 Februari 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah

Meteran

Cangkul/cetok

Botol film

Penjepit / pinset

Buku identifikasi

Tusuk sate

Kertas label

Soil tester

Kaca pembesar / Loop

Sling Psycometer

GPS

Adapun bahan yang digunakan adalah

Tanah sampling

17

Page 18: KP Hewan Tanah 2012 NO2

Serasah

Sampel hewan

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelititan yang digunakan adalah observasi deskriptif, yaitu objek

tidak diberikan perlakuan dan data ada yang diuji secara deskriptif dan analisis

statistik.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Penentuan lokasi pengambilan sampel

Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Alas Purwo sebagai tempat

pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di dua tempat (Sadengan dan

Pancur).

Penentuan lokasi penelitian yang dijadikan titik sampling (stasiun)

berdasarkan Purposif Random Sampling yaitu dengan mempertimbangkan tipe

habitat (biotop) yang terdapat pada lokasi penelitian. Berdasarkan pada kondisi yang

ada terdapat dua tipe habitat (biotop) umum yaitu biotop homogen seperti Sadengan

dan biotop heterogen seperti Pancur. Menggunakan 2 lokasi sampling yang berbeda

yaitu dari Trianggualasi ke Sadengan sepanjang 2 km (jarak lokasi pengamatan) dan

dari Trianggulasi ke Pancur sepanjang 2 km (jarak lokasi pengamatan). Pada tiap

jalur dibagi menjadi 2 stasiun dengan jarak antar stasiun 500 meter, pada tiap stasiun

dibuat 2 buah perangkap dengan jarak antar perangkap sejauh 10 meter.

3.4.2 Teknik pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel dan pengumpulan specimen dilakukan dengan

metode mekanik. Metode mekanik yaitu pengekstraksian contoh tanah dan serasah

dengan corong berlese.

18

Page 19: KP Hewan Tanah 2012 NO2

3.4.3 Corong Berlese

Pengambilan contoh tanah dan serasah dari ketiga tipe habitat yaitu savana,

hutan homogen dan hutan heterogen untuk mengetahui keanekaragaman hewan tanah

infauna. Contoh tanah dan seresah diambil dari petakan atau plot pada koleksi

langsung dengan sendok tanah atau cetok seluasan plot tersebut. Kedalaman

pengambilan contoh tanah 10 cm. Kemudian contoh tanah sesegera mungkin diproses

di dalam Corong Berlese. Selama pengangkutan harus dihindarkan dari panas terik

matahari dan panas mesin mobil secara langsung, bahan kimia (seperti alkohol),

kehujanan atau tertumpuk dengan barang-barang berat lainnya.

Gambar 2. Skema corong berlese

Pada prinsipnya ada dua macam yaitu yang menggunakan pemanas berupa

lampu listrik dan tanpa pemanas. Corong Berlese yang menggunakan pemanas

terbuat dari logam dilengkapi dengan tutup yang diberi lampu 15 watt, sedangkan

19

Page 20: KP Hewan Tanah 2012 NO2

yang tanpa pemanas corongnya terbuat dari plastik. Pemanas hanya membantu

mempercepat proses turunnya binatang dari saringan ke dalam botol penampung.

Contoh tanah diletakkan di atas saringan dan dibiarkan selama 4 hari sampai satu

minggu sampai contoh tanah menjadi kering. Lamanya contoh tanah dalam corong

Berlese tergantung pada tingkat kelembaban tanah.

Corong Berlese dibuat didasarkan pada perilaku fauna tanah yang akan masuk

ke bagian yang lebih dalam apabila terjadi peningkatan suhu di permukaan tanah.

Arthropoda tanah masuk ke bagian dalam dan lolos dari saringan yang akhirnya jatuh

dan masuk ke dalam botol penampung yang terpasang di bagian ujung corong. Botol

penampung berisi alkohol 70-95%. Selama corong berisi contoh tanah hindarkan

adanya goyangan atau goncangan pada corong untuk menghindari rontoknya tanah ke

dalam botol penampung. Banyaknya rontokan seresah akan mempersulit pemilahan

selanjutnya. Akan sangat baik apabila di atas corong diberi kain penutup agar tidak

terkontaminasi serangga terbang. Usahakan penempatan corong pada tempat yang

terlindungi dari hujan dan ganguan lainnya.

3.5 Pengukuran faktor fisika-kimia tanah.

Pengukuran faktor fisika-kimia tanah bertujuan untuk mengetahui gambaran

umum tentang kondisi lingkungan di lokasi pengambilan sampel. Prosedur

pengukuran faktor fisika–kimia adalah sebagai berikut:

1. Kelembapan udara

Kelembapan udara diukur dengan menggunakan sling psychrohigrometer

yang diputar selama lima menit, kemudian skala termometer indikator basah dan

kering disejajarkan dan dilihat nilainya selanjutnya dicatat.

2. pH

20

Page 21: KP Hewan Tanah 2012 NO2

Pengukuran pH tanah dilakukan dengan cara menancapkan soil tester pada

tanah dan didiamkan selama 1 menit. Setelah itu mencatat nilai pH yang telah

terukur.

3. Kelembapan tanah

Pengukuran kelembapan tanah dilakukan dengan cara menancapkan soil tester

pada tanah dan didiamkan selama 1 menit. Setelah itu mencatat nilai kelembapan

yang telah terukur.

3.6 Penyortiran

Spesimen yang sudah dikoleksi akan dilakukan proses selanjutnya yaitu

pemilahan (sorting) terutama yang menggunakan metode perangkap sumuran. Hasil

pemilahan di masukkan ke dalam botol film yang berisi alkohol dan diberi keterangan

sesuai dengan informasi dimana sampel itu diambil.

Pengamatan sampel makrofauna tanah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Menyiapkan sampel makroinvertebrata tanah yang telah diambil dari

lokasi sampling.

2) Melakukan pemisahan pada sampel, dengan memisahkan

makroinvertebrata tanah dengan substrat, serasah atau benda lainnya yang

menempel secara selektif dan hati-hati untuk memudahkan dalam

mengidentifikasi.

3) Makroinvertebrata tanah yang ditemukan kemudian dibedakan

berdasarkan bentuk luarnya, dihitung, dan dicuci dengan air sampai

bersih.

4) Menghitung jumlah makroinvertebrata tanah dan jenisnya yang diperoleh

dari masing-masing plot.

21

Page 22: KP Hewan Tanah 2012 NO2

5) Mengawetkan sampel makroinvertebrata tanah yang diperoleh dengan

memasukkan ke dalam botol film yang berisi formalin 4% atau alkohol

70%.

6) Melakukan identifikasi sementara pada makroinvertebrata tanah yang

diperoleh untuk mengetahui jenisnya

3.7 Pelabelan

Pelabelan yaitu pemberian informasi berupa tempat pengambilan sampel,

koordinat lokasi, metode penangkapan, nama kolektor, dan tanggal pengkoleksian.

Informasi lain yang perlu ditambahkan adalah habitat, suhu, kelembapan, pH, dan

informasi lain yang dianggap penting.

3.8 Identifikasi

Makroinvertebrata tanah yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan acuan

(Borror et al. 1954) dan (Suin NM, 1989). Parameter yang diamati pada penelitian ini

antara lain faktor fisikokimia yang meliputi suhu tanah dengan thermometer, suhu

udara dengan thermometer, kelembapan dengan sling psychrohigrometer, dan pH

tanah dengan soil tester.

3.9 Pengawetan

Pengawetan diperlukan untuk mengawetkan hewan sampel agar tidak cepat

rusak dan lebih tahan lama. Pengawetan sampel dengan cara memasukkan sampel ke

dalam botol film yang berisi formalin 4% atau alkohol 70%.

Spesimen yang sudah disortir, diidentifikasi dan dihitung jumlahnya diberi

label/enumerasi. Keterangan yang dicantumkan di dalam label adalah informasi

lokasi (tempat hewan tanah dikoleksi), koordinat, tanggal pengumpulan, nama

kolektor dan juga metode yang digunakan untuk menangkap hewan tanah tersebut

22

Page 23: KP Hewan Tanah 2012 NO2

dimana dalam penelitian ini menggunakan corong Berselle pada label. Format label

dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Format label

Proses pengawetan lebih lanjut dilakukan di laboratorium Ekologi

Departemen Biologi FSAINTEK UNAIR dengan menyuntikan formalin ke tubuh

spesimen dan diawetkan ke dalam kotak koleksi serangga (insektarium) dan diberi

kapur semut.

3.10 Analisis Data

Analisa data keanekaragaman hewan tanah dilakukan secara deskriptif

dengan membuat tabel dan grafik perolehan hewan tanah pada jalur Trianggulasi-

Sadengan (biotop homogen) dan Trianggulasi-Pancur (biotop heterogen) untuk

mengetahui komposisi keanekaragaman jenis hewan tanah, kemudian menghitung

indeks keanekaragaman Shannon-Winner dan menghitung indeks kesamaan Jaccard

(Cj) untuk mengetahui nilai perbedaan komunitas hewan tanah pada jalur

Trianggulasi-Sadengan (biotop homogen) dan Trianggulasi-Pancur (biotop

heterogen).

Tabel 1. Tabel jumlah spesies hari ke 1

NoNama

Spesies

Jalur Trianggulasi-Sadengan (biotop homogen)

Stasiun 1 Stasiun 2

1 2 3 1 2 3

23

Indonesia East JavaBanyuwangi, TN Alas Purwo(titi koordinat)Date : 11 II 2012Coll : Kelompok Insekta corong Berselle

Page 24: KP Hewan Tanah 2012 NO2

NoNama

Spesies

Jalur Trianggulasi-Pancur (biotop heterogen)

Stasiun 1 Stasiun 2

1 2 3 1 2 3

Tabel 2. Tabel karakteristik spesies

No SpesiesPanjan

g

Lebar Bentuk Antena Kaki Kepala Keterangan

1

2

Adapun rumus yang akan digunakan untuk menganalisis data adalah sebagai

berikut (Krebs, 1999 ; Hariyanto dkk., 2008) :

Pencarian Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner

H’ = - Ʃ [ni/N . ln (ni/N)]

Dimana H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Winner

Ni = Jumlah individu spesies ke-i

N = Jumlah total seluruh individu

Indeks Kesamaan Jaccard

Cj = a

a+b+c

Dimana Cj = indeks kesamaan Jaccard

a = jumlah spesies yang sama dalam dua stasiun

b = jumlah spesies yang ada di stasiun 2 dan tidak ada di stasiun 1

24

Page 25: KP Hewan Tanah 2012 NO2

c = jumlah spesies yang ada di stasiun 1 dan tidak ada di stasiun 2

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2004. Alas Purwo, Objek Wisatanya Terlengkap.(http://portal.sabhawana.com/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=67&mode=thread&order=0&thold=0 diakses tanggal 3 Januari 2012)

Anonimus. 2012. Taman Nasional Alas Purwo. Wikipedia.(http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Alas_Purwo diakses tanggal 3 Januari 2012)

Anonimus. 2012. Alas Purwo. Banyuwangi. (http://www.pbase.com/archiaston/alas_purwo diakses tanggal 3 Januari

2012)

Anonimus. 2012. Taman Nasional Alas Purwo.(http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_alaspurwo.htm diakses tanggal 3 Januari 2012)

Anonimus. 2012. The magic of Alas Purwo National Park.(http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.insideindonesia.org/edit80/p1112mahony.html&sa=X&oi=translate&resnum=8&ct=result&prev=/search%3Fq%3Dalas%2Bpurwo%26start%3D10%26hl%3Did%26sa%3DN diakses tanggal 3 Januari 2012)

Anonimus. 2012. Taman  Nasional  Alas  Purwo.(http://www.dephut.go.id/informasi/tamnas/tn13alas.html diakses 3 Januari 2012)

Anonimus.2012.Peran Hewan Tanah. (http://desainwebsite.net/berita/peranan-hewan-tanah diakses 3 januari 2012)

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta

Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4 th

Edition. John Wiley and Sons Inc. New YorkBorror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1997. Pengenalan Pelajaran Serangga.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Suhardjono, Y. R. 1997. Perbedaan Lima Macam Larutan yang Digunakan dalam Perangkap Sumuran pada Pengumpulan Serangga Permukaan Tanah. Prosiding

25

Page 26: KP Hewan Tanah 2012 NO2

Seminar Biologi XV. Perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Lampung dan Universitas Lampung. Lampung

Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah : Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Depok

Suin, N. M. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta

26