lapkas dm dr ihsanil
DESCRIPTION
DIABETES MELITUSTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.I
TTL : 28-10-1961
Umur : 52 tahun
Alamat : Johar Baru, Jakarta Pusat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tanggal MRS : 25-04-2014
No. RM : 00-66-90-72
Dokter yang Merawat : dr.Ihsanil Husna, Sp.PD
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Mual
Riwayat Penyakit Sekarang: Lemas
Os mengeluh mual sejak 1 minggu yang lalu ,tapi tidak disertai muntah, nyeri ulu hati juga
dirasakan os.Demam disangkal.Os megatakan bahwa badan terasa lemas sejak 1 minggu
yang lalu.Nafsu makannya biasa saja, OS makan sebanyak 3x sehari. Os mengeluh cepat
merasa haus, Os mengeluh kesemutan pada bagian kaki dan tangan pasien yang hilang
timbul. BB sebelum sakit 62 kg, saat sakit BB os tetap 62 kg. os mngeluh akhir-akhir ini
1
sering BAK , 1 hari pasien biasa BAK > 10x dan lebih sering tengah malam. Nyeri saat
berkemih (-).BAB nya sulit, sudah 2 hari blm BAB. Os mempunyai riwayat DM (+) sejak 3
tahun yang lalu,Pasien mengalami keluhan nafsu makan meningkat namun tidak disertai
dengan peningkatan berat badan.Saat dilakukan pemeriksaan GDS 280 mg/dL.
Oleh karena itu setiap 1 bulan sekali pasien sering control ke RS untuk pemeriksaan gula
darah meskipun demikian pasien sering mencuri makan makanan yang dipantang tanpa
sepengetahuan keluarga. Nyeri kepala disangkal.Sesak nafas disangkal.Nyeri dada juga
disangkal.Penurunan penglihatan disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami keluahan seperti ini.Riwayat DM
sejak 3 tahun yang lalu.Riwayat sakit maag (+).Riwayat sakit kuning sejak 2
bulan yang lalu.Diare (-).Berat badan yang turun drastis (-) diabetes mellitus (-),
hipertensi atau batu ginjal disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit Asma,,
Penyakit Jantung,Hipertensi dan TB Paru di keluarga disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lainnya disangkal.Riwayat
kencing manis, penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya pada anggota
keluarga yang lain disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah mengonsumsi obat sebelumnya.Setelah sakit muncul pasien
langsung dibawa ke RSIJ Cempaka Putih oleh keluarganya.
Riwayat Alergi:
2
Alergi debu, makanan dan obat disangkal
Riwayat Psikososial :
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.Pasien mengatakan bahwa pola makan
pasien tidak teratur.Frekuensi makan pasien 2-3 kali sehari namun sering terlambat
makan.Pasien suka mengonsumsi dagingJumlah konsumsi air pasien > 1 botol aqua 500
ml setiap harinya karena pasien selalu merasa haus.Pasien mengaku jarang
berolahraga.Pasien mengaku tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 17 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Antropometri
BB : 62 kg
TB : 150 cm
IMT : 27,5
Kesimpulan : Obes I
3
Status generalis:
Kepala : Normocephal,
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor
Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Hidung : Mukosa edema (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-), Konka inferior eutrofi
Telinga : CAE edema (-/-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), MT intak/intak
Leher : Perbesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP normal
Thorax :
Pulmo :
Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-),scar (-/-),pernapasan
torakoabdominal
Palpasi : Bag.dada tertinggal (-/-),vokal fremitus simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru,batas paru-hepar ICS 6
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan; ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri; ICS IV linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
4
Abdomen:
Inspeksi: Datar.Distensi (-)
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), tidak teraba adanya benjolan, hepar dan lien tidak
teraba.
Perkusi : timpani
Ascites : Shifting dullnes (+)
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/m
Ekstremitas :
Ekstr. Atas : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-), ikterik (+)
Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-), ikterik (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
(25-04-2014) jam 22.12 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Klinik
Glukosa darah
sewaktu
370 Mg/dL 70-200
SGOT/AST 50 U/L 10-31
SGPT/ALT 38 U/L 9-36
5
(27-04-2014) jam 00.36 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Klinik
Glukosa darah jam
24.00
394 Mg/dL 70-200
Laboratorium tanggal 27 Maret 2014 jam 23.41 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Klinik
Glukosa jam 06.00 295 Mg/dL 70-200
Glukosa jam 12.00 368 U/L 70-200
Glukosa jam 18.00 368 U/L 70-200
Glukosa jam 24.00 215 U/L 70-200
Laboratorium tanggal 29 Maret 2014 jam 00.55
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Klinik
Glukosa jam 06.00 305 Mg/dL 70-200
6
Glukosa jam 12.00 321 U/L 70-200
Glukosa jam 18.00 262 U/L 70-200
Glukosa jam 24.00 307 U/L 70-200
Laboratorium tanggal 29 Maret 2014 jam 00.55
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Klinik
Glukosa jam 05.00 284 mg/dL 70-200
Glukosa jam 11.00 315 mg/dL 70-200
Glukosa jam 17.00 288 mg/dL 70-200
Glukosa jam 23.00 298 mg/dL 70-200
Resume
Anamnesis
Nausea sejak 1 minggu yang lalu, nyeri ulu hati juga dirasakan os.Malaise sejak 1
minggu yang lalu.Pasien mengeluh nyeri perut kanan sejak 1 bulan yang lalu.Nafsu
makannya biasa saja, OS makan sebanyak 3x sehari. Polidipsi (+), Os parastesia (+) di
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah hilang timbul. BB sebelum sakit 62 kg, saat sakit
BB os tetap 62 kg. Poliuria (+) , 1 hari pasien biasa BAK > 10x dan lebih sering tengah
malam. BAB nya sulit, sudah 2 hari blm BAB. Os mempunyai riwayat DM (+) sejak 3
tahun yang lalu,Pasien mengalami keluhan nafsu makan meningkat namun tidak disertai
dengan peningkatan berat badan.Saat dilakukan pemeriksaan GDS 280 mg/dL.
7
Oleh karena itu setiap 1 bulan sekali pasien sering control ke RS untuk pemeriksaan gula
darah meskipun demikian pasien sering mencuri makan makanan yang dipantang tanpa
sepengetahuan keluarga.
Pemriksaan fisik
Tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 17 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Antropometri
BB : 62 kg
TB : 150 cm
IMT : 27,5
Kesimpulan : Obes I
Laboratorium
25-04-2014 jam 22.12 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Klinik
Glukosa darah 370 Mg/dL 70-200
8
sewaktu
SGOT/AST 50 U/L 10-31
SGPT/ALT 38 U/L 9-36
Daftar masalah:
1. Diabetes Melitus tipe II
2. Obesitas tipe I
3. Dispepsia et causa gastritis
I. Assessment
1. Diabetes mellitus tipe II
S : Os mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 1 bulan SMRS.Nausea (+).nyeri ulu
hati juga dirasakan os.Malaise sejak 1 minggu yang lalu.Nafsu makannya biasa saja, OS
makan sebanyak 3x sehari. Polidipsi (+), Os parastesia (+) di ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah hilang timbul. BB sebelum sakit 62 kg, saat sakit BB os tetap 62 kg.
Poliuria (+) , 1 hari pasien biasa BAK > 10x dan lebih sering tengah malam. BAB nya sulit,
sudah 2 hari blm BAB. Os mempunyai riwayat DM (+) sejak 3 tahun yang lalu,Pasien
mengalami keluhan nafsu makan meningkat namun tidak disertai dengan peningkatan berat
badan.Saat dilakukan pemeriksaan GDS 280 mg/dL.Oleh karena itu setiap 1 bulan sekali
pasien sering control ke RS untuk pemeriksaan gula darah meskipun demikian pasien
sering mencuri makan makanan yang dipantang tanpa sepengetahuan keluarga.
O :
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
9
Respirasi : 17 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Antropometri
BB : 62 kg
TB : 150 cm
IMT : 27,5
Kesimpulan : Obes I
A : Diabetes Melitus Tipe II
P : Pd.Pem.Lab : GDS : 370 mg/dl.
Rdx :HbA1C, monitoring GDS, GDP, GD2 PP, profil lipid, albumin/protein urin.
Rencana terapi :
• Sulfonilurea(diberikan 15- 30 menit sebelum makan) dengan masa kerja
paling singkat. Frekuensi pemberian obat: 1x/hari,pda waktu makan pagi
atau pada makan makanan porsi terbesar.
• Edukasi (Pola Gaya Hidup)
• Terapi gizi Medis: Berdasarkan rumus Broaca.
• BB ideal = (TB cm-100)kg – 10%
(150-100)kg -10% = 50-5,0 =50 kg.
• Status Gizi Pasien =(BB aktual:BB ideal)x 100%
(62:50)x 100% = 124 %(termaksud obes I )
2. Obesitas tipe I
S: Pasien suka mencuri pasien sering mencuri makan makanan yang dipantang tanpa
sepengetahuan keluarga.
10
O: Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 17 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Antropometri
BB : 62 kg
TB : 150 cm
IMT : 27,5
Kesimpulan : Obes I
A:Obesitas tipe I
P: Kebutuhan Kalori perhari :
Kebutuhan Kalori Basal = BB idealx 30 kalori = 50 x 30 = 1500 kalori.
Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20%= 20%x1755=351 kalori.
Koreksi karena kelebihan BB = 20%x1755 = 351 kalori.
Jadi, total kebutuhan kalori perhari untuk penderita ini adlah = 1500+351-351= 1500
kalori
1. Karbohidrat 60%=60% x 1500= 900 kalori karbohidrat (1 kalori karbohidrat = 4 karbohidrat)
jadi 900 kalori karbihdrat/4 = 225 gram karbohidrat
2. Protein 20%= 20%x1500=300 kalori protein setara dengan 75 gram protein.
3. Lemak 20% = 20%x1500= 300 kalori lemak setara dengan 33,3 gram lemak.
11
– 3. Latihan Jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selam kurang lebih
30menit).Latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan
kai,jogging,berenang,dan bersepeda santai.
– 4.intervensi Farmakologis: Pemberian Obat OHO:
• Sulfonilurea(diberikan 15- 30 menit sebelum makan) dengan masa kerja
paling singkat. Frekuensi pemberian obat: 1x/hari,pda waktu makan pagi
atau pada makan makanan porsi terbesar.
3. Dispepsia
S:Anamnesis : Os mengeluh mual dan nyeri epigastrium
O:Pemeriksaan fisik ; abd: nyeri tekan epigastirum (+)
A:WD : dispepsia ec gastritis
– Rencana Diagnosis: Endoskopi
– Rencana Terapi:
Histamin antagonis reseptor H2: Ranitidin injeksi (25 mg dalam 2 ampul) 3x1
Follow Up
12
S O A P
26/05 /2014
Badan dan kedua
kaki OS masih
terasa lemas,
penglihatan kabur
(-). polifagia (-),
poliuria (+),
kesemutan di
kedua kaki dan
tangan (+),mual
(+), muntah (-),
nyeri epigastrium
(+).
Suhu : 37,6˚ C
Nadi : 83 x/m
RR : 18 x/m
TD: 120/80
Nyeri tekan
epigastrium (+)
Diabetes Melitus tipe II-Istirahat
-Diet makanan dengan komposisi
yang seimbang
-Infuse RL 20 tpm
-Ranitidin injeksi (25 mg dalam 2
ampul) 3x1
-Insulin aspartate injection:3x5ml
IU
27/05 /2013
Badan dan kedua
kaki OS masih
terasa lemas,
penglihatan kabur
(-). polifagia (-),
poliuria (+), baal
di kedua kaki dan
tangan (-),mual
(+), muntah (-),
nyeri epigastrium
(+).
Suhu : 36˚ C
Nadi : 81 x/m
RR : 18 x/m
TD: 110/70
mmHg
Nyeri tekan
epigastrium (+)
Diabetes Melitus tipe II-Istirahat
-Diet makanan dengan komposisi
yang seimbang
-Infuse RL 20 tpm
-Ranitidin injeksi (25 mg dalam 2
ampul) 3x1
-Insulin aspartate injection:3x5ml
IU
-Istirahat
-Diet makanan dengan komposisi
yang seimbang
-Infuse RL 20 tpm
-Ranitidin injeksi (25 mg dalam 2
ampul) 3x1
13
-Insulin aspartate injection:3x5ml
IU
28/05 /2013
Badan dan kedua
kaki OS masih
terasa lemas,
penglihatan kabur
(-). polifagia (-),
poliuria (+), baal
di kedua kaki dan
tangan (-),mual
mulai berkurang,
muntah (-), nyeri
epigastrium (+).
Suhu : 36˚ C
Nadi : 89 x/m
RR : 18 x/m
TD: 130/90
mmHg
Diabetes Melitus tipe II -Istirahat
-Diet makanan dengan komposisi
yang seimbang
-Infuse RL 20 tpm
-Ranitidin injeksi (25 mg dalam 2
ampul) 3x1
-Insulin aspartate injection:3x5ml
IU
29/5 /2014
Badan dan kedua
kaki OS masih
terasa lemas,
penglihatan kabur
(-). polifagia (-),
poliuria (+), baal
di kedua kaki dan
tangan (-),mual (-),
muntah (-), nyeri
epigastrium (-).
Suhu : 36,4˚ C
Nadi : 68 x/m
RR : 16 x/m
TD: 120/90
mmHg
Diabetes Melitus tipe II -Istirahat
-Diet makanan dengan komposisi
yang seimbang
-Infuse RL 20 tpm
-Ranitidin injeksi (25 mg dalam 2
ampul) 3x1
-Insulin aspartate injection:3x5ml
IU
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELITUS
De f nisi
15
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin:
mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah
kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia
kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.5
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yg disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin Tu penurunan sensitivitas
jaringan tehadap insulin. 2
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (ADA. 2010)
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Klasifikasi DM ( Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
16
Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall, Diabetes Melitus terbagi menjadi :
• DM tipe I (IDDM) à diabetes melitus yg tergantung insulin
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih
tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus
sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat
kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan
menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya
penyakit ini
• DM tipe II (NIDDM) à diabetes melitus tidak tergantung insulin.
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor
herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor
determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight
membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak
17
cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun
atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga
menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan
berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan
diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal
tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar,
diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat
keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah.
Epidemiologi
Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta kasus diabetes
di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 % penderita DM
akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung tinggi pada negara
maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan kebiasaan hidup. Dampak
ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan.
Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan
penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan
karena faktor obesitas dan kehamilan.
Menurut WHO prevalensi DM diperkirakan akan meningkat dari 8,4 juta tahun 2000
menjadi 21,2 juta lebih pada tahun 2030 3
Anatomi dan Fisiologi Pankreas
a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak
melintang dibagian
atas abdomen
dibelakang gaster
didalam ruang
18
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio –
dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh
leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm,
arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput
pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan
utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans
hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel
beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap
pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel beta merupakan bungkusan insulin
dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain.
Dalam sel beta , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan
seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam
ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum
endoplasma sel beta, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus
didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu
proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel beta serta kapiler
berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin. 2,5
b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-
hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-hormon ini dapat
diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan
hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon. Hubungan yang erat antara
19
berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung
sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar
batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar
basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan
setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan
transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau
dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999)
Sintesis insulin
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini,sekali lagi dengan
bantuan peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. 6
Sekresi insulin
Kadar glukosa darah yang meningkat merupakan komponene utama yang memberi
rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin sekaligus sebagai tahap awal
terjadinya sekresi insulin.
Disamping glukosa,beberapa
jenis asam amino dan obat-
obatan dapat pula memiliki
efek yang sama dalam
rangsangan terhadap sel beta.
Berikut tahapan sekresi
insulin:
- Tahap pertama adalah proses
glukosa melewati membran
20
sel. Untuk dapat melewati memebran sel beta, dibutuhkan bantuan senyawa lain yakni
glucose transporter 2 (glut2) yang terdapat dalam sel beta.
- Selanjutnya molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di dalam
sel dan membebaskan molekul atp. Molekul atp yang terbentuk, mengaktifkan penutupan
k channel pada membran sel.
- Penutupan k channel berakibat terhambatnya pengeluaran ion k dari dalam sel yang
menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang diikuti oleh pembukaan ca channel.
- Masuknya ion Ca2+ ini yang merangsang terjadinya mobilisasi vesikel proinsulin ke
membran sel dan akhirnya di sekresikan dalam bentuk insulin dan peptida-C 6,1
Patofisiologi
a. DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena
hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia
puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi
penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia).
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan
lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam
basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis. 4
b. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun
21
kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel
sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai
resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II. 4
Manifestasi Klinik
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka
reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara
otomatis. 4
22
Langkah-Langkah Diagnostik DM ( Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia 2011)
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole
blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler.
Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang
lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan
23
ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. 3
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
(IPD FKUI.2009 dan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2
jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan
antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).
24
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat
yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
b. berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa
gula tetap diperbolehkan
c. diperiksa kadar glukosa darah puasa
d. diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam
air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
e. berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum
larutan glukosa selesai
f. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
g. selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok 3
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
25
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria,
insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.
Pilar Penatalaksanaan DM :
a. Edukasi
b. Terapi Gizi medis
c. Latihan Jasmani
d. Intervensi Farmakologi
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan
mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi
Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
a. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna
mencapai sasaran terapi.
b. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
26
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
b. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
c. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
d. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan
makanan keluarga yang lain
e. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
f. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman
konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan
dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori
sehari.
Lemak
a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30%
total asupan energi.
b. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
c. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak
trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
e. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
Protein
a. Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.
c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau
10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
27
a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat
umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium
benzoat dan natrium nitrit.
Serat
a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari
kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena
mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
b. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif
a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis
bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol,
mannitol, sorbitol dan xylitol.
b. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
c. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak
darah.
d. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame.
e. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted Daily Intake / ADI )
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di
antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori /
kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus
Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi
menjadi :
28
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT (WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:
RedefiningObesity and its Treatment):
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II >30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
a. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25
kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
b. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59
tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada
pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat
berat.
d. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukan Bila kurus
ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan
29
penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari
untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar
untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%)
di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai
dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan
makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari
seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
Intervensi Farmakologi
30
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
c. penghambat glukoneogenesis (metformin)
d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
a. Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan
juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
31
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang
paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari 1:
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa
darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
b. Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
c. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
d. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
e. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
f. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
g. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI
1. Sulfonil urea-
Glibenclamid
Insulin secretagous
: ATP-sensitive K
channel
S:2,5-5mg/tab
DH:2,5-15mg
LK:12-24jam
ES:hipoglikemi
KI:pasien hepar&
ginjal
32
F:1-2x/hari a.c
2. Meglitinid-
Repaglinid
Insulin secretagous S:1mg/tab
DH:1,5-6mg
LK:-
F:3x/hari a.c
ES: ggn GI
KI:pasien hepar&
ginjal
3. Biguanid-
Metformin
↓ Prod glukosa
hepar dan ↑ sens.
Jar otot& adiposa
thdp insulin
S:500-850mg
DH:250-3000
LK:6-8jam
F:1-3x/hari
p.c/bersama mkn
ES: gjala GI
KI: pasien dgn gangg
hepar, ginjal
No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI
4. Tiazolidinedion
- pioglitazone
Mengaktifkan
PPAR-g, terbentuk
GLUT baru
S:15-30mg/tab
DH:15-45mg
LK:24 jam
F:1x sehari
ES: ↑BB, edema
KI:ggal jtg 3-4
5. Penghambat α-
glikosidase
(acarbose)
Mengurangi
absorbsi glukosa di
usus halus
S:50-100mg
DH:100-300mg
LK:-
F:3x bersama
suapan I
ES: kembung, flatulens
33
(Farmakologi FKUI.2009)
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan
makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Efek samping terapi insulin
a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
b. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.
c. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi
insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin:
a. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan
mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
b. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya.
Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan
defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
c. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang
terjadi.
34
d. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat (rapid
insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang (long
acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).
e. Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek
untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk
koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO. Terapi insulin
tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap
insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
f. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran
terapi belum tercapai.
Tipe - Jenis Insulin1
Insulin dapat dibedakan atas dasar:
1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak disuntikan.
2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.
3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya efek
insulin.
Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan
jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :
1. Insulin Eksogen kerja cepat.
Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek. Yang termasuk di
sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI,
yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin,
Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3
macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.
35
2. Insulin Eksogen kerja sedang.
Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan menambahkan
bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat penyerapan insulin
kedalam darah. Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn ( NPH ),MonotardÒ,
InsulatardÒ. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam
dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini
mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40
36
4. Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam).
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat:
Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard
Cara pemberian insulin
Insulin kerja singkat :
IV, IM, SC
Infus ( Glukosa / elektrolit )
Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )
Insulin kerja menengah / panjang :
Jangan IV karena bahaya emboli.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat
karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6
jam sekali.
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah
< 60 mg % = 0 unit
< 200 mg % = 5 – 8 unit
200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
37
250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
300 – 350 mg% = 20 unit
> 350 mg% = 20 – 24 unit
Dosis :
a. Pasien DM muda 0,75-1,5 U/kgbb kerja sedang 2x/hr
b. DM dewasa kurus 8-10 U kerja sedang 20-30 m sblm mkan pagidan 4-5 U sblm makan malam
c. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sblm makan malam6
Teknik Penyuntikan Insulin
Sebelum menggunakan insulin, diabetesi ataupun keluarga tentunya perlu untuk diberikan
pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin eksogen :
1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik haruslah
bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan kapas bersih dan
steril
2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.
3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara perlahan-
lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan kembali suspensi.
(Jangan dikocok).
4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam vial
untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan
dipakai campuran insulin.
5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.
6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung gelembung atau
tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi
gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya tidaklah terlalu membahayakan,
namun dapat mengurangi dosis insulin.
38
7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya suntikan
dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit dan insulin
disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra muskular).
Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan
insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut
dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah
rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.
Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan
paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan.
Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi
penyerapan.
Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya
perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan
sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah sebelumnya.
Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke
daerah yang lain.
Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikkan,
maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk mengurangi rasa sakit pada
waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menyuntik dengan suhu kamar
2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara
3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik
4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang
5. Tusuklah kulit dengan cepat
6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan
7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul
Penyimpanan Insulin Eksogen
39
Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari
pendingin, namun hindari freezer.
Bila sedang dipakai :
Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi
janganlah terkena sinar matahari.
Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik
sampai 100 kai dari biasanya.
Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari
pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.
Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.
Efek samping penggunaan insulin
Hipoglikemia
Lipoatrofi
Lipohipertrofi
Alergi sistemik atau lokal
Resistensi insulin
Edema insulin
Sepsis
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang
diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit
40
tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan
lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak
begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan
akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni.
Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan
sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang
terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin
dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik,
penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi
ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem,
gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan
shock yang diakhiri kematian.
Interaksi
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan,
kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat
sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu
diperhitungkan dalam pengobatan insulin.
Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan
/ dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin),
salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin
memperlihatkan efek hipoglikemik.
Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor ß, obat
ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi
dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.
41
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan
secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet
dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi
OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok
yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka
obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
Penilaian hasil terapi
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
- Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan
glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau karena salah satu
hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2 jam posprandial.
42
b. Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin
glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan
terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan
jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.
Kriteria Pengendalian DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik
yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai
kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan.
Demikian pula status gizi dan tekanan darah
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali kadar glukosa
darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180 mg/dL).
Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria
pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga
untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia
dan interaksi obat. 3
43
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)
Penyulit Diabetes Melitus
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
a. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL
b. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemiapaling sering disebabkan oleh penggunaan
sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga
harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang
diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada
pasien dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang
harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna
pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan
pengawasan yang lebih lama.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar)
dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Diberikan makanan yang
mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 g
melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian
glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena
terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya
kesadaran.
Penyulit Kronik
1. Makroangiopati :
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi
44
- Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul.
- Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
- Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya
retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
- Nefropati diabetik. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko
terjadinya nefropati
- Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal.
Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit
di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun. Apabila diketemukan
adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik atau
gabapentin. Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan
edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. 6
Pencegahan Diabetes Melitus
Beberapa cara pencegahan penyakit DM, yaitu:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada kelompok risiko
tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita
penyakit ini, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas 45
tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat
keluarga DM, dll. Upaya yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut.
45
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini
bearti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut. Penyuluhan
mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk
meningkatkan kepatuhan berobat.
3. Pencegahan Tersier
Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka pengelola harus berusaha
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin
sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis rendah (80--325 mg) dapat
dianjurkan diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin ilmu
terkait sangat diperlukan.
46