lapak ka kabu kminyak
DESCRIPTION
Lpaoran praktikumTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK
Penentuan Kadar Air, Kadar Abu, Dan Kadar Minyak Pada Kacang Kedelai
Disusun Oleh:
Mufti Ghaffar NIM 1002311Rinaldi Pranata Sitepu NIM 1000077Yulian Arthia Putri NIM 1000822
Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia
2013
PENENTUAN KADAR AIR, KADAR ABU, DAN KADAR MINYAK PADA
KACANG KEDELAI
G. Mufti.1, Putri. Y.A.1, Sitepoe. R.P.1
1Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Kadar air, kadar abu, dan kadar minyak merupakan dua hal yang sangat penting yang
harus diketahui pada suatu bahan pangan untuk mengetahui baik tidaknya bahan pangan tersebut
untuk di konsumsi, baik atau tidaknya bahan pangan tersebut untuk diolah, dan baik tidaknya
bahan tersebut untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui kadar air , kadar abu, dan kadar minyak pada kacang kedelai. Kadar air, kadar abu,
dan kadar minyak kacang kedelai masing-masing secara berurutan dapat diukur menggunakan
metode pengeringan (oven biasa), metode tanur, dan ekstraksi menggunakan pelarut dengan
metode soxhlet. Kacang kedelai memiliki kadar air 2,553%, kadar abu 4,34%, dan kadar minyak
8,657%.
Kata kunci: kacang kedelai, kadar air, kadar abu, kadar minyak
I. Pendahuluan
Kedelai merupakan salah satu
komoditi tanaman pangan terbesar di
Indonesia setelah padi dan jagung (Suprapto,
1992). Masyarakat kita memanfaatkan
kedelai sebagai sumber protein nabati, selain
itu kedelai juga merupakan salah satu
sumber minyak nabati. Di samping harga
kedelai yang relative murah, produk
olahannya sangat baik untuk kesehatan
tubuh karena tidak mengandung kolesterol.
Kedelai yang dikonsumsi terdiri dari
berbagai macam kandungan yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Seperti
karbohidrat, protein, mineral, lemak, dan
vitamin. Kelima komponen tersebut harus
ada dalam tubuh manusia untuk mencukupi
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh setiap
harinya. Terdapat jumlah kandungan air
yang berbeda pada setiap bahan pangan dan
hal itu dapat ditentukan dengan berbagai
metode dan prinsip. Selain kadar air, kadar
abu juga merupakan satu hal yang penting
dalam suatu bahan pangan. Kadar abu juga
berbeda untuk setiap jenis bahan pangan.
Begitu juga dengan kadar minyak.
Kadar air, kadar abu, dan kadar
minyak merupakan dua hal yang sangat
penting yang harus diketahui pada suatu
bahan pangan untuk mengetahui baik
tidaknya bahan pangan tersebut untuk di
konsumsi, baik atau tidaknya bahan pangan
tersebut untuk diolah, dan baik tidaknya
bahan tersebut untuk disimpan dalam
jangka waktu yang lama. Penjelasan tersebut
dianggap penting untuk dilakukannya
praktikum mengenai kadar air, abu, dan
minyak pada kedelai.
II. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui kadar air, kadar abu, dan kadar
minyak pada kedelai.
III. Metode
2.1. Persiapan Sampel
Sampel kedelai diperoleh dari Pasar
Geger Kalong Girang, Bandung. Sampel
disimpan dalam plastik dan tidak dilakukan
perlakuan apapun terlebih dahulu.
2.2 Penetapan Kadar Air
Cawan porselen dikeringkan di
dalam oven dengan suhu 105oC selama 20
menit. Cawan porselen selanjutnya
didinginkan di dalam desikator, selanjutnya
timbang cawan porselen. Tambahkan 5 gr
sampel yaitu kacang kedelai ke dalam
sebuah wadah yang sudah diketahui
bobotnya tadi dan ditimbang . Kadar air
diukur dengan menggunakan oven bersuhu
105oC selam 6 jam. Setelah iti didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Kadar air
dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) =
( A−B )A
X 100 %
Keterangan:
A = bobot cawan dan sampel basah
B = bobot cawan dan sampel kering
2.3 Kadar abu
Cawan porselen dikeringkan di
dalam oven dengan suhu 105oC selama 20
menit. Cawan porselen selanjutnya
didinginkan di dalam desikator, selanjutnya
timbang cawan porselen. Tambahkan 2 gr
sampel yaitu kacang kedelai ke dalam
sebuah wadah yang sudah diketahui
bobotnya tadi dan ditimbang .Kemudian
kacang kedelai yang berada dicawan
diarangkan di sebuah kompor listrik hingga
tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan
porselen berisi sampel yang sudah
diarangkan dimasikkan ke dalam tanur
bersuhu 600oC hingga proses pengabuan
sempurna. Cawan porselen berisi abu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang
hingga mencapai bobot tetap.
Kadar abu (%) =
( A−B )C
X 100 %
A = bobot cawan abu
B = bobot cawan kosong
C= bobot sampel awal
2.4 Kadar minyak
Sebanyak 5,0050 g sampel kacang
kedelai bebas air diekstraksi dengan pelarut
n-heksana dalam alat soxlet selama 6 jam.
Sampel selanjutnya didinginkan selam 15
menit, kemudian dilakukan distilasi. Sampel
yang telah didistilasi diangin-anginkan dan
dikeringkan di dalam oven bersuhu 105oC
selama 1 jam. Selanjutnya sampel
didinginkan selama 15 menit dan
dimasukkan ke dalam desikator. Timbang
bobot dari labu dan minyak setelah
didinginkan.
Kadar minyak (%) =
( A−B )C
X 100 %
Keterangan:
A = bobot labu dan minyak
B = labu kosong
C = Sampel kosong
IV. Hasil dan Pembahasan
1. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air
yang terkandung dalam bahan yang
diinyatakan dalam persen. Kadar air juga
salah satu karakteristik yang sangat penting
pada bahan pangan, karena air dapat
memengaruhi penampakan, tekstur, dan cita
rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam
bahan pangan ikut menentukan kesegaran
dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar
air yang tinggi mengakibatkan mudahnya
bakteri, kapang, dan khamir untuk
berkembang biak, sehingga akan terjadi
perubahan pada bahan pangan (Winarno,
1997).
Penentuan kadar air dalam makanan
dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu metode pengeringan (dengan oven
biasa), metode destilasi, metode kimia,
metode khusus (Anonim,2003).
Pada praktikum ini sampel yang
digunakan adalah kacang kedelai, sehingga
menggunakan metode pengeringan dengan
oven biasa. Metode ini digunakan pada
bahan-bahan yang cukup stabil terhadap
pemanasan yang agak tinggi. Tahap pertama
yang dilakukan yaitu menimbang berat
cawan yang akan digunakan setelah
dikeringkan dalam oven dengan suhu 1050C
selama 20 menit kemudian didinginkan
dalam desikator. Berat cawan yang
digunakan yaitu 17,7209 gram (C1) dan
20,0915 gram (C2), sedangkan berat sampel
yang digunakan masing-masing yaitu 5
gram yang kemudian dipanaskan dalam
oven dengan suhu 1050C selama 6 jam.
Setelah dilakukan pengeringan, sampel
mengalami susut bobot. Hal ini disebabkan
oleh kadar air yang terkandung dalam
bahan/sampel menguap. Dengan
menguapnya air pada bahan maka diperoleh
berat kering dari bahan.
Setelah dilakukan pengukuran pada 2
sampel yang berbeda diperoleh data bahwa
kadar air masing-masing sampel yaitu 2,553
% (W1) dan 2,315 % (W2) sehingga selisih
kadar air yang terkandung sebesar 0,23%.
Berdasarkan hasil analisis ini menunjukkan
bahwa kacang kedelai dapat memiliki masa
simpan yang cukup lama karena rendahnya
kadar air yang terkandung. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Winarno (1997), sampel
yang dapat disimpan dalam jangka panjang
adalah sampel yang memiliki kadar air
kurang dari 10%.
Berikut merupakan tabel hasil
perhitungan kandungan kadar air dalam
kedelai:
2. Kadar Abu
Abu adalah zat organik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya
tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya
dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam satu bahan dapat merupakan
dua macam garam yaitu garam organik dan
garam anorganik. Garam organik terdiri dari
garam-garam asam malat, oksalat, asetat,
dan pektat, sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat,
No. Uji
C (gr)
W (gr)
Sampel
(gr)
Perhitungan
Kadar Air (%)
Selisih
(%)
117,7209
22,1482
5
22,7285−22,148222,7285
X 100 %
2,553
0,23
220,0915
24,4260
525,005−24,4260
25,005
X 100 %
2,315
karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga
biasanya berbentuk sebagai senyawa
kompleks yang bersifat organis. Apabila
akan ditentukan jumlah mineralnya dalam
bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh
karenanya biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa-sia pembakaran garam
mineral tersebut, yang dikenal dengan
pengabuan (Anonim, 2010a). Penentuan
kadar abu total dapat digunakan untuk
berbagai tujuan, antara lain untuk
menentukan baik atau tidaknya suatu
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang
digunakan, dan sebagai penentu parameter
nilai gizi suatu bahan makanan (Astuti,
2011).
Kadar abu ialah material yang tertinggal
bila bahan makanan di pijarkan dan dibakar
pada suhu sekitar 500-800°C. Pada
praktikum ini, analisis kadar abu dilakukan
dengan menggunakan metode tanur. Prinsip
metode tanur adalah dengan cara membakar
bahan hingga mencapai suhu 600-7500C
hingga bahan berwarna abu-abu. Semua
bahan organik akan terbakar sempurna
menjadi air dan CO2 serta
NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal
sebagai oksidannya. Sebelum dilakukan
penanuran, cawan kosong dikeringkan
dalam oven dengan suhu 1050C selama 30
menit untuk kemudian ditimbang. Dengan
mengetahui berat cawan ketika mula-mula
kosong, dapat dihitung berat abu yang telah
terjadi. Bila berat dinyatakan dalam persen
berat asal sampel pada permulaan
pengabuan, terdapatlah kadar berat abu
dalam persen. Pengerjaan penimbangan
harus dilakukan cepat, karena abu
yang kering ini umumnya bersifat
higroskopik, sehingga bila pengerjaan
dilakukan lambat, abu akan bertambah berat
karena mengisap uap air dari udara
(Sediaoetomo, 2000).
Pada praktikum ini menggunakan
sampel kedelai dengan berat 2 gram. Setelah
dilakukan pengukuran, berat cawan setelah
dikeringkan adalah 20,6832 gram. Sebelum
proses pengabuan di dalam tanur dilakukan,
terlebih dahulu sampel diarangkan di atas
hot plate. Hal ini dilakukan untuk
mempercepat proses pengabuan di dalam
tanur. Pengabuan dilakukan dengan suhu
6000C selama 6 jam. Setelah 6 jam, sampel
telah berubah menjadi abu dan setelah
dilakukan penimbangan bobot abu sebesar
gram. Untuk mengetahui kadar abu dari
kedelai tersebut, dilakukan perhitungan
menggunakan rumus berikut:
Kadar abu = C−Ck
S
Dimana, C merupakan cawan yang
berisi abu, Ck merupakan cawan kosong, dan
S adalah sampel. Berdasarkan hasil
perhitungan diatas, dapat diketahui kadar
abu dari kedelai yaitu sebesar 4,34 %
Sam
pel
Brt
Cawa
n
Koso
ng
(Ck)
Berat
Cawa
n +
abu
samp
el (C)
Be
rat
Sa
mp
el
(S)
Perhitunga
n
Kad
ar
Abu
(%)
Kedel
ai
20,68
32 gr
20,76
90 gr
2
gr
20 ,7690−20,68322
X 100 %
4,34
3. Analisis Kadar Minyak
Menurut Lehninger (1982) lemak
merupakan bagian dari lipid yang
mengandung asam lemak jenuh bersifat
padat. Lemak merupakan senyawa organik
yang terdapat di alam serta tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam pelarut organik
nonpolar, misalnya dietil eter (C2H5O2H5),
kloroform (CHCl3), benzena, hexana dan
hidrokarbon lainnya. Lemak dapat larut
dalam pelarut tersebut karena lemak
mempunyai polaritas yang sama dengan
pelarut (Herlina, 2002).
Dalam mengetahui kadar lemak yang
terdapat di bahan pangan dapat dilakukan
dengan mengekstraksi lemak. Namun
mengekstrak lemak secara murni sangat sulit
dilakukan, sebab pada waktu mengekstraksi
lemak, akan terekstraksi pula zat-zat yang
larut dalam lemak seperti sterol,
phospholipid, asam lemak bebas, pigmen
karotenoid, khlorofil, dan lain-lain. Pelarut
yang digunakan harus bebas dari air
(pelarut anhydrous) agar bahan-bahan yang
larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung
sebagai lemak dan keaktivan pelarut tersebut
menjadi berkurang.
Sifat-sifat dari lemak dapat
diidentifikasi dengan beberapa metode
Terdapat dua metode untuk mengekstraksi
lemak yaitu metode ekstraksi kering dan
metode ekstraksi basah. Metode kering pada
ekstraksi lemak mempunyai prinsip bahwa
mengeluarkan lemak dan zat yang terlarut
dalam lemak tersebut dari sampel yang telah
kering benar dengan menggunakan
pelarut anhydrous. Pada praktikum
penetapan kadar lemak ini digunakan
metode ekstraksi kering yaitu metode
Soxhlet karena ekstraksi dengan soxhlet
memberikan hasil ekstrak yang lebih tinggi
sebab pada cara ini digunakan pemanasan
yang diduga memperbaiki kelarutan
ekstrak. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau
granul anti bumping, still pot (wadah
penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa,
extraction liquid, syphon arm inlet, syphon
arm outlet, expansion adapter, condenser
(pendingin), cooling water in, dan cooling
water out (Darmasih, 1997).
Praktikum analisis kadar lemak ini
menggunakan pelarut n-heksana, pelarut ini
bisanya digunakan untuk mengestrak
minyak sayuran dari hasil pertanian.
Perlakuan pertama dengan menimbang
tabung pendidihan dan menuangkan n-
heksana ke dalam tabung hingga batas yang
telah ditentukan. Sebelum ekstraksi, kedelai
yang sudah melewati tahap pengeringan di
oven harus dihaluskan terlebih dahulu
menggunakan mortar dan pastel.
Penghalusan dilakukan agar dapat
diekstraksi dengan lebih mudah. Kedelai
yang telah halus selanjutnya akan ditimbang
pada timbangan analitik sebanyak kurang
lebih 5 gram lalu dibungkus dengan kertas
saring yang kedua ujungnya disumbat
denngan kapas untuk kemudian dimasukkan
ke dalam soxhlet. Kemudian, soxhlet
disambungkan dengan labu dan ditempatkan
pada alat pemanas listrik serta kondensor.
Alat pendingin disambungkan dengan
Soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan
alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan .
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik
melewati Soxhlet menuju ke pipa pendingin.
Air dingin yang dialirkan melewati bagian
luar kondensor mengembunkan uap pelarut
sehingga kembali ke fase cair, kemudian
menetes ke thimble. Pelarut melarutkan
lemak dalam thimble, larutan sari ini
terkumpul dalam thimble dan bila
volumenya telah mencukupi, sari akan
dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses
dari pengembunan hingga pengaliran disebut
sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar
dilakukan selama 6 jam. Setelah proses
ekstraksi selesai, pelarut dan lemak
dipisahkan melalui proses penyulingan dan
dikeringkan (Darmasih 1997).
Lemak yang telah diekstraksi akan
tertampung di labu destilasi yang kemudian
dilanjutkan pemisahan minyak dan pelarut
menggunakan metode destilasi. Setelah itu
labu yang berisi minyak dipanaskan dalam
oven dengan suhu 1050C selama 1 jam.
Berat residu dalam labu destilasi dihitung
sebagai berat lemak, Dari dalam labu lemak
ini selanjutnya akan dihitung dengan rumus
kadar lemak, yaitu:
Kadar lemak = Bm−Bc
BsX 100 %
Berdasarkan hasil perhitungan didapat
bahwa kadar lemak kedelai sebesar 8,657 %.
V. KesimpulanKesimpulan yang diperoleh dari
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Kandungan kadar air kedelai dapat
dianalisis menggunakan metode
pengeringan biasa (dengan oven).
Berdasarkan hasil praktikum, kadar
air kedelai adalah sebesar 2,553 %
(sampel 1) dan 2,315 % (sampel 2).
2. Kandungan kadar abu kedelai
dianalisis menggunakan metode
tanur dengan prinsip mengoksidasi
semua zat organik pada suhu tinggi,
yaitu sekitar 600 oC selama 6 jam.
Berdasarkan hasil praktikum, kadar
abu kedelai adalah sebesar 4,34 %.
3. Kandungan kadar minyak kedelai
dianalisis menggunakan pelarut
dengan metode soxhlet. Berdasarkan
hasil praktikum, kadar minyak
kedelai adalah sebesar 8,657 %.
Daftar Pustaka
Anonim. (2011). Pengujian Mutu Bungkil
Kedelai, [Online]. Tersedia:
http://blogoblog-
bloggoblog.blogspot.com/ [22
Maret 2012]
Astuti. (2011) . Kadar
Abu. http://astutipage.wordpress.
com/tag/kadar-abu/.Diakses
Pada Tanggal 13 Oktober 2012
Makassar.
Ketaren, S. (2008). Minyak dan Lemak
Pangan. Jakarta: UI Press.
Winarno,F.G. (1997) . Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sudarmadji, Slamet. (1996). Analisa Bahan
Makanan Dan Pertanian.
Yogyakarta : Liberty.
Quratul, Avliya. (2012). Penetapan Lemak
dengan Metode Soxhlet,
[Online]. Tersedia:
http://avliyaajan22.blogspot.com
/2011/05/blog-post.html [22
Maret 2013]
Yuwono dkk. (2009). Karakterisasi Fisik,
Kimia Dan Fraksi Protein 7s
Dan 11s
Sam
pel
Ber
at
Sam
pel
(Bs)
Berat
Labu
(Bc)
Berat
labu
+
Miny
ak
(Bm)
Perhitungan
Kad
ar
Le
mak
(%)
Ked
elai
5,00
50
207,9
511
208,3
844
208 ,3844−207,95115,0050
X 100 %
8,65
7
Sepuluh Varietas Kedelai Produksi
Indonesia. Jurnal Teknik Pertanian. Vol
4(1): 84 - 90