lap sampling tanah.doc

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cairan, dan gas, mempunyai sifat serta prilaku yang dinamik. Sifat dinamik tanah tersebut karena tanah merupakan sistem yang terbuka dengan terjadinya proses pertukaran bahan dan energi secara berkesinambungan. Tanah juga merupakan suatu sistem yang kompleks, berperan sebagai sumber kehidupan tanaman, yang mengandung semua unsur yang berbeda baik dalam bentuk maupun jumlahnya. Unsur hara mikro seperti besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn) dan tembaga (Cu) merupakan unsur hara penting bagi tanaman yang terdapat dalam tanah. Tanah secara alami telah mengandung logam berat meskipun hanya sedikit. Tanah pun memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat yang berbeda untuk tiap jenis tanah berdasarkan bahan induk penyusun tanah tersebut. dengan atau tanpa disadari tanah merupakan tempat penimbunan akhir dari limbah yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Secara alami tanah akan menguraikan bahan kimia yang mask kedalam tanah, tetapi apabila bahan kimia yang direrima tersebut berlebihan maka tanah tidak akan mampu menguraikannya. Setiap jenis tanah mempunyai

Upload: nishiuraholic

Post on 24-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sampling tanah

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat,

cairan, dan gas, mempunyai sifat serta prilaku yang dinamik. Sifat dinamik tanah

tersebut karena tanah merupakan sistem yang terbuka dengan terjadinya proses

pertukaran bahan dan energi secara berkesinambungan. Tanah juga merupakan suatu

sistem yang kompleks, berperan sebagai sumber kehidupan tanaman, yang mengandung

semua unsur yang berbeda baik dalam bentuk maupun jumlahnya. Unsur hara mikro

seperti besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn) dan tembaga (Cu) merupakan unsur hara

penting bagi tanaman yang terdapat dalam tanah.

Tanah secara alami telah mengandung logam berat meskipun hanya sedikit. Tanah pun

memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat yang berbeda untuk tiap

jenis tanah berdasarkan bahan induk penyusun tanah tersebut. dengan atau tanpa

disadari tanah merupakan tempat penimbunan akhir dari limbah yang diakibatkan oleh

aktivitas manusia. Secara alami tanah akan menguraikan bahan kimia yang mask

kedalam tanah, tetapi apabila bahan kimia yang direrima tersebut berlebihan maka tanah

tidak akan mampu menguraikannya. Setiap jenis tanah mempunyai kemampuan yang

berbeda dalam merespon bahan kimia yang diterimanya (Riskirana, R, 2011).

Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung

kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang

akar. Untuk itu, keberadaan tanah harus dijaga kestabilannya agar tetap dapat

bermanfaat sesuai peruntukkannya. Jika kondisi tanah sudah tercemar, maka keberadaan

makhluk hidup pun ikut terancam.

Oleh karena itu, dilakukan sampling tanah untuk mengetahui kondisi tanah (dalam hal

ini pH dan kelembabannya) dengan menggunakan metode yang telah ditentukan

sebelumnya, baik itu metode penentuan lokasi sampling ataupun metode penentuan titik

pengambilan sampel tanah.

1.2. Tujuan

a. Mengetahui macam-macam metode untuk menentukan titik pengambilan sampel

tanah.

b. Mengetahui nilai pH, kelembaban, dan sifat dari sampel tanah yang diukur.

c. Mengetahui pengaruh kelembaban terhadap pH tanah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah

Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang

tersusun dari mineral dan bahan organik. Struktur tanah yang berongga-rongga juga

menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga

menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Tanah berasal dari

pelapukan batuan dengan bantuan organisme, membentuk tubuh unik yang menutupi

batuan. Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air

dan udara merupakan bagian dari tanah.

Karakteristik tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang melapuk dan

mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia tanah yang ditemukan saat ini tidak ada

yang lebih tua daripada periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.

Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik

atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya,

tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik

yang terdegradasi. Tanah organik berwarna hitam dan merupakan pembentuk utama

lahan gambut dan kelak dapat menjadi batu bara. Tanah organik cenderung memiliki

keasaman tinggi karena mengandung beberapa asam organik (substansi humik)

hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok tanah ini biasanya

miskin mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air atau hasil dekomposisi jaringan

makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena memiliki sifat

fisik gembur (sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air namun karena memiliki

keasaman tinggi sebagian besar tanaman pangan akan memberikan hasil terbatas dan di

bawah capaian optimum.

Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah

sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga

putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang

kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah

berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi,

baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap

juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah

kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang

tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia

pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau

perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola

warna yang bertotol-totol atau warna yang terkonsentrasi (anonim a, 2012).

Suatu tanah dikatakan subur apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Banyak mengandung unsur hara (zat yang dibutuhkan tanaman),

b. Cukup mengandung air,

c. Struktur tanahnya baik.

Jenis tanah yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Tanah Alluvial (tanah endapan) 

Tanah Alluvial adalah tanah yang terbentuk dari hasil pengendapan lumpur sungai yang

terdapat di dataran rendah. Tanah ini tergolong sangat subut dan baik untuk daerah

pertanian padi.

2. Tanah Vulkanik (tanah gunung api)

Tanah vulkanik adalah tanah yang terbentuk dari hasil material letusan gunung api yang

telah mengalami pelapukan (Sanghiang, 2010).

Tanah vulkanis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Tanahnya subur

Mengandung unsur hara yang tinggi.

Merupakan hasil pelapukan materi letusan gunung berapi.

Mudah menyerap air dan berwarna lebih gelap.

Terdapat di sekitar wilayah gunung berapi.

(Anonim b, 2011)

3. Tanah Organosol (tanah gambut)

Tanah gambut adalah tanah yang terbentuk dari pengendapan bahan-bahan organik

terutama pembusukan tumbuhan rawa-rawa. Tanahnya kurang subur. Jenis tanah ini

banyak terdapat di daerah rawa-rawa Sumatera, Kalimantan dan Papua.

4. Tanah Humus 

Tanah humus dari pelapukan tumbuh-tumbuhan terutama di daerah hutan yang masih

lebat, dan sifat tanah ini sangat subur.

5. Tanah Podzolit

Tanah podzolit adalah tanah yang terbentuk di daerah yang memiliki curah hujan tinggi

dan suhu udara rendah. Di Indonesia jenis tanah ini terdapat di daerah pegunungan.

Tanah podzolit tergolong subur.

6. Tanah Laterit

Tanah laterit adalah tanah yang terbentuk unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah

telah hilang, larut oleh curah hujan yang tinggi. Tanahnya tidak subur, banyak terdapat

di Kalimantan Barat, Lampung, dan Sulawesi Tenggara.

7. Tanah Pasir 

Tanah pasir terbentuk dari pelapukan batuan beku dan batuan sedimen. Ciri tanah pasir

ialah berkerikil dan butirannya kasar. Tanahnya tidak subur.

8. Tanah Mediteran (tanah kapur) 

Tanah mediteran adalah tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan kapur (Sanghiang,

2010).

Tanah kapur memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Tanahnya tidak subur dan sangat tidak cocok untuk lahan pertanian.

Merupakan hasil pelapukan batuan kapur.

Dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan kerajinan keramik.

Dalam pertanian, tanah kapur yang sifat basanya tinggi dapat dimanfaatkan

untuk menetralkan kadar keasaman tanah.

(Anonim b, 2011)

2.2. Sampling Tanah

Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada

populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti.

Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil

penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun

karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa

dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi. Syarat

sampel yang baik:

1. Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam

sampel. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel,

makin akurat sampel tersebut.

2. Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi.

Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik

populasi. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata

sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut

(Riskirana, 2007).

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random

sampling atau probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping

atau nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara

pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada

setiap elemen populasi. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau

nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang

sama untuk dijadikan sampel.

Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika

peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan

populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel

representatif dan diambil secara acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika

peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap

tentang setiap elemen populasi. Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat

beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal

dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling,

systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal

beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota

sampling, snowball sampling.

Probability/ Random Sampling

Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah

memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling

frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap

elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel.

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana

Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan

bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen

populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Selama perbedaan

tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak

sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama

untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :

1. Susun “sampling frame”

2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil

3. Tentukan alat pemilihan sampel

4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan

Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut

mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat

mengambil sampel dengan cara ini. Prosedurnya :

1. Siapkan “sampling frame”

2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki

3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum

4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.

Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan

secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional

adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi

dalam stratum tersebut.

3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus

Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan

gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana

setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen, setiap gugus

boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Prosedur:

1. Susun sampling frame berdasarkan gugus–dalam kasus di atas,

elemennya ada 100 departemen.

2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel

3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak

4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sampel

4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis

Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat

pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan.

Contoh dari metode ini adalah teknik diagonal dan teknik zig zag yang dilakukan

pengambilan sampel secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan. 

Prosedur sistematik sampling adalah sebagai berikut :

1. Menyusun sampling frame yaitu daftar elemen yang akan diamati.

2. Menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N

adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan.

3. Memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame.

4. Memilih sampel kedua (S2)

(Subiyanto, N, 2008)

Prosedur teknik diagonal adalah sebagai berikut:

1. Menyusun sampling frame dari lahan yang

akan di amati.

2. Membagi lahan yang telah ditentukan

menjadi 4 bagian yang sama dengan ukuran

tepi yang telah ditentukan dan ditandai

dengan patok dan tali rafia.

3. Menentukan empat titik diagonal menjadi

titik sampling tanah.

Prosedur teknik zig zag:

1. Menyusun sampling frame dari lahan yang

akan di amati.

2. Membentuk pola zig zag dengan ukuran

yang telah ditentukan dan ditandai dengan

patok dan tali rafia.

3. Menentukan empat titik dari pola tersebut

sebagai titik sampling.

5. Area Sampling atau Sampel Wilayah

Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya

tersebar di berbagai wilayah. Prosedurnya :

1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat): Kabupaten,

Kotamadya, Kecamatan, Desa.

2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten? Kotamadya?

Kecamatan? Desa?)

3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.

4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.

2.1. Gambar teknik diagonal

2.2. Gambar teknik zig zag

5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi

lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Nonprobability atau Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak

Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Unsur

populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena

faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.

1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan

kemudahan

Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali

berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang

tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada

beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga

captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan

untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang

sampelnya diambil secara acak (random).

2. Purposive Sampling

Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang

atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau

sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis

sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.

Judgment Sampling.

3. Snowball Sampling–Sampel Bola Salju

Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi

penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa

dijadikan sampel.

(Hasan, M, 2000)

Pengambilan contoh tanah komposit adalah contoh tanah dikumpulkan dari beberapa

titik pengamatan melalui pemboran yang dicampur merata menjadi satu contoh yang

homogen.Cara pengambilan contoh ialah dengan (1) metode sistematik (sistem diagonal

atau zig zag), dan (2) metode acak (Rayes, M, 2006).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksnaan

3.1.1. Waktu Pelaksanaan

Praktikum ini ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 12 Oktober 2012 pukul 10.30-

11.45 WITA.

3.1.2. Tampat Pelaksanaan

Praktikum kali ini bertempat di sebelah utara gedung sekretariat Keluarga Besar

Mahasiswa Fakultas Teknik (KBMFT) Universitas Mulawarman Samarinda,

Kalimantan Timur.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat:

1. Soil tester

2. Cetok

3. Cangkul

4. Meteran

5. Penggaris

6. Alat tulis

7. Kayu Patok

8. Kamera

3.2.2. Bahan-:

1. Tali rafia

2. Sampel tanah

3. Tissue

4. Plastik

3.3. Cara Kerja

Untuk kedalaman 0-10 cm

1. Ditentukan lokasi yang dijadikan tempat sampling tanah.

2. Diukur tanah dengan ukuran 3x4 meter, ditandai dengan patok yang diberi tali rafia

disebut dengan sampling frame.

3. Dibuat pola zig zag didalam sampling frame dan diberi tanda dengan patok yang

diberi tali rafia.

4. Digali titik-titik yang akan diteliti pada titik-titik zig zag yang telah dibuat dengan

cangkul dan cetok.

5. Digali lubang sedalam 0-10 cm kemudian ditancapkan soiltester hingga terbenam

batas berwarna tembaga.

6. Dibiarkan beberapa saat hingga jarum stabil dan dicatat pembacaan skala pH.

7. Ditekan tombol di samping alat (diusahakan alat tidak bergerak), dibiarkan

beberapa saat hingga jarum penunjuk stabil.

8. Dicatat pembacaan skala kelembaban.

Untuk kedalaman 10-20 cm

1. Digali lagi lubang yang telah digunakan hingga kedalaman 10-30 cm kemudian

ditancapkan soiltester hingga terbenam batas berwarna tembaga.

2. Dibiarkan beberapa saat hingga jarum stabil dan dicatat pembacaan skala pH.

3. Ditekan tombol di samping alat (diusahakan alat tidak bergerak), dibiarkan

beberapa saat hingga jarum penunjuk stabil.

4. Dicatat pembacaan skala kelembaban.

5. Diulangi metode yang sama sebanyak 3 kali untuk setiap titik.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Titik Kedalaman pH Kelembaban Foto

1

0-10 cm 6,6 20%

10-20 cmP1= 6 45%P2= 6 35%P3= 6 20%

Rata-rata 6 33,3% 

2

0-10 cm 5,8 47%

10-20 cmP1= 6,2 40%P2= 5,95 30%P3= 6,2 20%

Rata-rata 6,12 30% 

3

0-10 cm 5,5 25%

10-20 cmP1= 4,5 55%P2= 4,5 76%P3= 4,3 > 80%

Rata-rata 4,43 70,3% 

4

0-10 cm 5 > 80%

10-20 cmP1= 4,2 78%P2= 4,2 54%P3= 4,5 > 80%

Rata-rata 4,3 70,67% 

Rata-rata total pH semua titik

5,725 (kedalaman 0-10 cm)

5,21 (kedalaman 10-20 cm

Rata-rata total kelembaban semua titik 43%

(kedalaman 0-10 cm) 47% (kedalaman 10-20 cm)

Rata-rata 5,47 Rata-rata 47%4.2. Perhitungan

Keterangan : P1 = Pengulangan 1

P2 = Pengulangan 2

P3 = Pengulangan 3

a. Rata-rata pH untuk kedalaman 0-10 cm

b. Rata-rata pH untuk kedalaman 10-20 cm (Pengulangan 3 kali)

1. Titik1

2. Titik 2

3. Titik 3

4. Titik 4

Total rata-rata pH

c. Total pH semua titik

Total rata-rata pH

d. Rata-rata kelembaban untuk kedalaman 10 cm

Total rata-rata kelembaban

e. Rata-rata kelembaban untuk kedalaman 20 cm (Pengulangan 3 kali)

1. Titik 1

2. Titik 2

3. Titik 3

4. Titik 4

f. Total rata-rata Kelembaban

g. Total Kelembaban Semua Titik

4.3. Grafik

4.3.1. Grafik pH

4.3.2. Grafik kelembaban

4.4. Pembahasan

Pada praktikum sampling tanah kali ini menggunakan teknik sampling zig zag. Metode

ini dilakukan dengan menentukan lokasi sampling yang ditandai dengan patok kayu dan

tali rafia dengan ukuran lahan 3x4 meter. Kemudian patok dipasang membentuk pola

zig zag dan diikuti oleh tali rafia, 4 titik dari pola zig zag tersebut ditetapkan sebagai

tempat sampling. Setelah itu langsung dilakukan pengukuran dan pembacaan skala pH

dan kelembaban dengan soil tester. Untuk kedalaman 0-10 cm hanya dilakukan 1 kali

pengukuran, dan untuk kedalaman 10-20 cm dilakukan pengukuran senyak 3 kali

disetiap titik sampling.

Setelah selesai melakukan pengukuran beserta pengulangan pengukuran di semua titik,

maka diperoleh hasil: titik pertama diperoleh pH 6, kelembaban 20% untuk kedalaman

0-10 cm, pH rata-rata 6,6, kelembaban rata-rata 33,3% untuk kedalaman 10-20 cm.

Titik kedua diperoleh pH 5,8, kelembaban 47% untuk kedalaman 0-10 cm, pH rata-rata

6,12, kelembaban rata-rata 30% untuk kedalaman 10-20 cm. Titik ketiga diperoleh pH

5,5, kelembaban 25% untuk kedalaman 0-10 cm, pH rata-rata 4,43, kelembaban rata-

rata 60,3% untuk kedalaman 10-20 cm. Titik keempat diperoleh pH 5, kelembaban >

80% untuk kedalaman 0-10 cm, pH rata-rata 4,3, kelembaban rata-rata 70,67% untuk

kedalaman 10-20 cm. Dari semua hasil pengukuran diperoleh rata-rata dari jumlah pH

sebesar 5,47 dan kelembaban sebesar 47 %.

4 m

3 m

1 2

3 4

Gambar 4.1. Teknik Diagonal

Di bidang pertanian tanah yang ideal adalah pH mendekati 7 sehingga unsur hara dan

senyawa yang penting dapat diserap oleh tanaman dan kelembaban ideal untuk tanah

sebesar 60 hingga 80% (Isroi, 2009). Jika dibandingkan dengan hasil pengukuran

dengan pH sebesar 5,47 maka keadaan pH tanah yang diukur cenderung memiliki sifat

asam dibandingkan dengan standar pH tanah pada umumnya. Sedangkan untuk nilai

kelembaban yang diperoleh dari pengukuran didapat angka 47% yang jika dibandingkan

dengan kelembaban ideal tanah sebesar 60 hingga 80%, maka kelembaban tanah yang

diukur memiliki kelembaban yang kurang atau bisa dikatakan kering. Nilai pH yang

rendah (asam) dipengaruhi oleh dekomposisi bahan organik, pengendapan dan bahan

induk. Bahan organik tanah secara terus menerus terdekomposisi oleh mikroorganisme

kedalam bentuk asam-asam organik, karbondioksida (CO2) dan air, senyawa pembentuk

asam karbonat. Selanjutnya, asam karbonat bereaksi dengan Ca dan Mg karbonat di

dalam tanah untuk membentuk bikarbonat yang lebih larut, yang bisa tercuci keluar,

yang akhirnya meninggalkan tanah lebih masam. Pengendapan, jika air berasal dari air

hujan melewati tanah, kation kation basa seperti Ca dan Mg akan tercuci. Kation kation

basa yang hilang tersebut kedudukannya di tapak jerapan tanah akan di ganti oleh kation

kation masam seperti Al, H, dan Mn. Oleh karena itu, tanah tanah yang terbentuk pada

lahan dengan curah hujan tinggi biasanya lebih masam dibandingkan pada tanah tanah

pada lahan kering atau acid. Bahan induk, tanah berkembang dari bahan induk yang

berupa batuan dan bahan organik. Selanjutnya batuan di kelompokkan menjadi batuan

beku, sedimen dan metamorfose. Batuan basa umumnya mempunyai pH tinggi

dibandingkan dengan tanah yang berkembang dari batuan masam. Setiap jenis batuan

bahan induk pembentuk tanah memiliki kemampuan serap yang berbeda, itu juga

menyebabkan tanah tersebut memiliki tingkat kelembaban yang berbeda sesuai dengan

bahan pembentuknya (Web Master, 2009).

Untuk nilai kelembaban yang diperoleh dari pengukuran didapat angka 47% yang jika

dibandingkan dengan kelembaban ideal sebesar 60% hingga 80%, maka kelembaban

tanah yang diukur memiliki kelembaban yang kurang atau bisa dikatakan kering. Hal itu

disebabkan karena di tempat pengukuran sampel hanya terdapat sedikit vegetasi yang

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kelembaban tanah. Selain itu, ditempat

pengambilan sampel tanah terdiri dari campuran tanah dan batuan, batuan itu sendiri

bersifat kering sehingga mempengaruhi keadaan tanah yang diukur.

Selama pengukuran dilaksanakan tidak terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi di

lapangan. Kendala yang dihadapi antara lain:

1. Pada titik yang ditetapkan menjadi titik pengambilan sampel merupakan campuran

dari tanah dan bebatuan yang mengakibatkan tidak tercapainya kedalaman yang

diinginkan dan juga menghambat proses pengambilan sampel.

2. Keadaan alat yang tidak stabil juga mempengaruhi pembacaan skala ataupun

kelembaban.

3. Faktor kesalahan manusia seperti lupa membersihkan alat sebelum digunakan

kembali.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

a. Metode-metode yang digunakan dalam penentuan titik pengambilan sampel tanah

ada 3, yaitu: metode diagonal, metode zig zag, dan metode acak.

b. Hasil yang diperoleh adalah: titik pertama diperoleh pH 6 dan kelembaban 20%

untuk kedalaman 0-10 cm, pH rata-rata 6,6 dan kelembaban rata-rata 33,3% untuk

kedalaman 10-20 cm. Titik kedua diperoleh pH 5,8 dan kelembaban 47% untuk

kedalaman 0-10 cm, pH rata-rata 6,12 dan kelembaban rata-rata 30% untuk

kedalaman 10-20 cm. Titik ketiga diperoleh pH 5,5 dan kelembaban 25% untuk

kedalaman 0-10 cm, pH rata-rata 4,43 dan kelembaban rata-rata 60,3% untuk

kedalaman 10-20 cm. Titik keempat diperoleh pH 5 dan kelembaban > 80% untuk

kedalaman 0-10 cm, pH rata-rata 4,3 dan kelembaban rata-rata 70,67% untuk

kedalaman 10-20 cm. Dari semua hasil pengukuran diperoleh rata-rata dari jumlah

pH sebesar 5,47 dan kelembaban sebesar 70,67%.

c. Berdasarkan nilai pH dan kelembaban yang didapat, bisa dikatakan bahwa nilai pH

dan kelembaban pada tanah lokasi sampling memiliki hubungan dimana semakin

tinggi nilai kelembaban tanah maka nilai pH akan semakin rendah (asam).

5.2. Saran

Sebaiknya sebelum melakukan praktikum mengguanakan alat, baik itu soil tester atau

alat yang lainnya, kondisi alat benar-benar harus diperhatikan. Ketidakstabilan alat akan

sangat berpengaruh besar pada hasil pembacaan jarum penunjuk skala pH dan

kelembaban

DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 2012. Tanah. http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah. Diakses tanggal 12

Oktober 2012 pukul 20.12.

Anonim b. 2011. Jenis-jenis dan Karakteristik Tanah di Indonesia dan Dunia.

http://www.apasih.com/2011/04/jenis-jenis-dan-karakteristik-tanah-di.html.

Diakses tanggal 12 Oktober 2012 pukul 20.15.

Isroi. 2009. Mikroba Yang Dapat Menaikkan pH Tanah. http://isroi.com/2009/05/14/

mikroba-yang-dapat-menaikkan-ph-tanah/. Diakses tanggal 14 Oktober 2012

pukul 19.30.

Jacob, Agustinus. 2012. Tanaman Dalam Mengevaluasi Status Kesuburan Tanah.

http://mursitoledi.multiply.com/journal/item/1/jurnalilmu_kesuburan_tanah?

&show _interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses tanggal 14 Oktober 2012

pukul 19.48.

Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling. home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING. Diakses tanggal 14 Oktober 2012 pukul 20.30.

Sanghiang. 2011. Jenis-Jenis Tanah di Indonesia.http://ekookdamezs.blogspot.com/

2011/03/jenis-jenis-tanah-di-indoneisa.html. Diakses tanggal 12 Oktober 2012

pukul 20.27.

Riskirana, Rila. 2011. Teknik Pengambilan sampel tanah. http://riskirana.blogspot.

com/2011/10/teknik-pengambilan-sampel-tanah.html. Diakses tanggal 13 Oktober

2012 pukul 17. 14.

Web Master, 2004. Faktor Yang Mempengaruhi pH Tanah.

http://kapurpertanian.com/index.php/Berita-Terbaru/Faktor-yang-mempengaruhi-

pH-tanah.html. Diakses tanggal 14 Oktober 2012 pukul 20.47.