lap 1 farmakoterapi
TRANSCRIPT
PERTEMUAN I
A. Pendahuluan
1. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah mempunyai dua komponen yaitu :
1) Tekanan sistolik
Yaitu tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke
dalam pembuluh nadi (saat jantung mengerut).
2) Tekanan diastolic
Yaitu tekanan darah pada saat jantung mengembang dan
menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
Tekanan sistolik selalu lebih tinggi daripada tekanan diastolik
dan tekanan darah naik atau turun sejalan dengan detak jantung
masing-masing. Pada pintu saluran jantung menuju sistem
tersebut ada katup aortik yang fungsinya mencegah aliran darah
dari pembuluh darah kembali ke jantung pada waktu ia
mengendur. Tingginya tekanan darah diukur dalam milimeter air
raksa (mmHg). Pada orang dewasa biasanya tingginya sekitar
130 sampai 140 sistolik, dan 70 sampai dengan 90 diastolik.
Tekanan darah biasanya ditulis sebagai suatu ratio dari kedua
tekanan itu, misalnya tekanan darah 130/80 berarti bahwa
tekanan sistoliknya 130 mmHg dan tekanan diastoliknya 80
mmHg. Pada anak-anak, tekanan darah agak lebih rendah yakni
sekitar 90/60 (Ridwanamiruddin, 2007).
Biasanya tekanan darah tetap. Namun selama gerak badan
atau jika sedang mengalami stres, tekanannya naik dan akan
kembali turun apabila tubuh berbaring dan berada dalam keadaan
rileks. Apabila tekanan darah tetap diatas normal tanpa
rangsangan gerak badan atau stres, maka orang yang
bersangkutan dapat dianggap menderita tekanan darah tinggi atau
hipertensi. Secara umum seseorang dikatakan hipertensi jika
tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg.
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease
karena seseorang umumnya tidak mengetahui dirinya menderita
hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini
dikenal juga sebagai heterogenous group of disease karena dapat
menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan
kelompok sosial ekonomi (Ridwanamiruddin, 2007).
b. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi dibedakan berdasarkan tingginya tekanan
darah, etiologi dan tingkat kliniknya. Klasifikasi berdasarkan
tingginya tekanan darah menurut Joint National Commite (JNC-VII)
pada penderita usia 18 tahun ke atas dapat dilihat pada tabel berikut :
Katagori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal - 120 - 80
Prehipertensi - - - 80-89
Hipertensi Tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat II ≥160≥100 -
(FKUI, 2007)
c. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi primer
dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer belum diketahui
penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan
sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur,
stres psikologis dan hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien
hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Golongan
kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya telah pasti,
misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian oral kontrasepsi dan
terganggunya keseimbangan hormon (Mary J. Mycek, dkk, 2001)
Berdasarkan tingkat kliniknya, terbagi atas dua macam yaitu
fase benigna dan fase maligna. Dalam fase benigna, tekanan darah
sistolik maupun diastolik belum begitu meningkat, bersifat ringan
atau sedang dn belum tampak kelainan atau kerusakan dari target
organ, otak, mata, jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan
fungsi dari alat-alat organ tersebut yang sifatnya berbahaya.
Konsepsi hipertensi maligna didasarkan pada tekanan darah diastolik
yang terus-menerus meningkat, biasanya lebih dari 130 diastolik dan
terdapat kelainan dan kerusakan dari target organ yang bersifat
progresif. Biasanya terdapat papil oedem dan kelainan penglihatan,
nephrosclerosis maligna dengan faal ginjal yang cepat memburuk
dan menimbulkan gejala-gejala dari uremia, kegagalan faal jantung
dan kelainan dari susunan urat syaraf pusat serta perdarahan di otak.
Tekanan darah selalu sangat tinggi pada setiap pemeriksaan (Mary J.
Mycek, dkk, 2001).
d. Faktor-faktor Risiko Hipertensi
Ada banyak faktor risiko hipertensi, beberapa diantaranya dapat
dikendalikan dan dikontrol. Umur, jenis kelamin dan genetik
merupakan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol. Sementara
obesitas, kurang olahraga, merokok, alkohol dan stres emosional
merupakan faktor risiko yang dapt dikontrol (Ridwanamiruddin,
2007 ).
Adapun faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi
antara lain sebagai berikut :
1) Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur seseorang. Ini disebabkan karena
dengan bertambahnya umur, dinding pembuluh darah
mengalami perubahan struktur. Jumlah sel otot polos
berkurang dan jaringan elastin makin bertambah. Akibat
perubahan itu, elastisitas dinding berkurang dan tahanan
tepi akan meningkat sehingga dapat menyebabkan tekanan
darah meningkat pula.
Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi
daripada wanita. Hipertensi berdasarkan kelompok ini dapat
pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita
seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,
kelebihn berat badan), depresi dan rendahnya status
pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan
pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap
pekerjaan dan pengangguran.
Genetik (Keturunan)
Kecenderungan seseorang untuk menderita hipertensi
dapat terjadi bila dalam keluarganya ada hipertensi karena
hipertensi dapat diturunkan secara genetik. Demikian pula
dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah
satunya adalah penderita hipertensi.
(Ridwanamiruddin, 2001)
2) Faktor risiko yang dapat dikendalikan
Merokok dan Minum Alkohol
Rokok meninggikan tekanan darah hanya untuk
sementara waktu. Peningkatan tersebut tersebut tidak
bertahan lama dan rokok tidak dapat dipersalahkan sebagai
penyebab tingginya tekanan darah pada setiap orang yang
mengidap hipertensi. Akan tetapi rokok mempunyai
beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung.
Apabila pembuluh arah yang ada pada jantung sudah dalam
keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok
dapat menimbulkan bencana. Oleh karena itu, hipertensi
dan rokok, walaupun hanya beberapa batang sehari, sama
sekali jangan dipadukan. Minum alkohol lebih dari takaran
yang sedang benar-benar meninggikan tekanan darah dan
dapat mempercepat pengaruh penyakit tersebut.
Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor
risiko dari beberapa penyakit degenerasi dan metabolit.
Lemak tubuh, khususnya lemak pada perut berhubungan
erat dengan hipertensi. Obesitas juga merupakan faktor
risiko penyakit jantung koroner dan merupakan faktor risiko
independen yang artinya tidak dapat dipengaruhi oleh faktor
risiko lain.
Kurang Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan
pengelolaan hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur
dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah maka akan memudahkan
terjadinya hipertensi.
Stres Emosional
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga
melalui aktivasi syaraf simpatik yang akan meningkatkan
tekanan darah secara intermiten (tidak menentu).
Meskipun dapat dikatakan bahwa stres emosional benar-
benar meninggikan tekanan darah untuk jangka waktu yang
singkat, reaksi tersebut lenyap kembali seiring dengan
menghilangnya penyebab stres. Yang menjadi masalah
adalah jika stres bersifat permanen, maka seseorang akan
mengalami hipertensi terus-menerus sehingga stres menjadi
suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat meningkatkan
tekanan darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan
oleh kelenjar adrenal yang terus-menerus dirangsang.
(Ridwanamiruddin, 2007)
e. Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi merupakan resiko morbiditas dan mortalitas
premature, yang meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan
sistolik dan diastolik. Jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia
mencapai 972 juta jiwa. Sebanyak 330 juta diantaranya berada
dinegara berkembang ( Eropa, amerika, dan Jepang), sisanya kurang
dari 600 juta berada di Negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia (Ridwanamiruddin,2007)
f. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur
pada dinding arteri dalam millimeter merkuri. Dua
tekanan darah arteri yang biasanya iukur, tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS
diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh
setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi.
Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah
berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya
hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah :
1) Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus
simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin
berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap
stress psikososial dan lain-lain.
2) Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium
dan vasokonstriktor.
3) Asupan natrium (garam) berlebihan
4) Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium
5) Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan
meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron.
6) Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida
(NO), dan peptide natriuretik.
7) Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang
mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam
oleh ginjal.
8) Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk
gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal
9) Diabetes mellitus
10) Resistensi insulin
11) Obesitas
12) Meningkatnya aktivitas vascular growth factors
13) Perubahan reseptor adrenergik yang
mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik
dari jantung, dan tonus vascular.
14) Berubahnya transpor ion dalam sel
(ISFI, 2008)
2. Anemia
a. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana tubuh mengalami
kekurangan sel-sel darah merah seta hemoglobin (Hb) sehingga
sirkulasi zat dalam tubuh tidak berjalan secara normal. Keadaan ini
akan berpengaruh pada semua organ tubuh, bertumpuknya CO2 alam
sel yang dapat meracuni sel atau setidaknya menurunkan efisiensi dan
proses lainnya dalam tubuh. Anemia terjadi karena infeksi yang sering
kambuh, sedang menderita penyakit, kekurangan vitamin E (penting
untuk kesehatan sel darah), insektisida yang merusak sumsum tulang
belakang, kehilangan darah yang berlebihan, dan faktor yang sangat
penting adalah kurangnya zat-zat gisi diantaranya Fe, Vitamin E, asam
Folat yang masuk ke dalam tubuh. Anemia defisiensi Fe adalah yang
paling sering terjadi. Anemia ganas dapat terjadi pada keadaan
kekurangan vitamin B12 (baca anemia pernikosa). Anemia sel sabit
adalah jenis lain dari anemia, ditandai dengan bentuk sel darah merah
menjadi bengkok seperti bulan sabi dank eras sehingga menyumbat
system peredaran darah, akibatnya tubuh akan mengalami kekurangan
oksigen (Lenterabiru,2009).
b. Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan menurut :
1) Morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya.
2) Etiologi
Klasifikasi Anemia Menurut morfologi Mikro dan Makro
menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik
menunjukkan warnanya.Ada tiga klasifikasi besar yaitu :
Anemia Normositik Normokrom adalah ukuran dan bentuk
sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang normal (MCV dan MCHC normal atau
rendah) .
Anemia Makrositik normokrom adalah ukuran sel-sel darah
merah lebih besar dari normal tetapi konsentrasi hemoglobin
normal (MCV Meningkat,MCHC normal)
Anemia Mikrositik Hipokrom adalah ukuran sel-sel darah
merah kecil mengandung Hemoglobin dalam jumlah yang
kurang dari normal (MCV maupun MCHC kurang ). Yang
termasuk dalam kategori Anemia Mikrositik Hipokrom
adalah Anemia defisiensi bisa terjadi akibat kekurangan besi,
pirodoksin atau tembaga.
(Lenterabru,2009)
c. Etiologi Anemia
Penyebab umum dari anemia disebabkan oleh perdarahan hebat
antara lain sebagai berikut. Akut (mendadak), kecelakaan,
pembedahan, persalinan, pecah pembuluh darah, kronik (menahun),
perdarahan hidung, wasir (hemoroid), ulkus peptikum, kanker atau
polip di saluran pencernaan, tumor ginjal atau kandung kemih dan
perdarahan menstruasi yang sangat banyak.
Berkurangnya pembentukan sel darah merah bisa juga disebabkan
karena kekurangan zat besi, kekurangan vitamin B12, kekurangan
asam folat, kekurangan vitamin C dan penyakit kronik. Selain itu,
Meningkatnya penghancuran sel darah merah antara lain pembesaran
limpa, kerusakan mekanik pada sel darah merah, reaksi autoimun
terhadap sel darah merah, hemoglobinuria nokturnal paroksismal,
sferositosis herediter, elliptositosis herediter, kekurangan G6PD,
penyakit sel sabit, penyakit hemoglobin C, penyakit hemoglobin S-C,
penyakit hemoglobin E dan Thalasemia (Lenterabiru,2009).
3. Patofisiologi Anemia
1) Kehilangan darah berlebihan
a) Pendarahan
b) Trauma
c) Tukak lambung
d) Infeksi lambung
e) Hemorrhoid
2) Pendarahan kronis
a) Pendarahan vagina
b) Peptic ulcer
c) Parasit intestinal
d) Aspirin dan AINS lainnya
3) Destruksi sel darah merah berlebihan
a) Faktor ekstrakorpuskular (di luar sel)
b) Antiodi SDM
c) Obat-obatan
d) Trauma fisik terhadap SDM (katup artificial)
e) Sequastrasi berlebih pada limfa
4) Faktor intrakorpuskular
a) Hereditas
b) Kelainan sintesis hemoglobin
5) Produksi SDM dewasa tidak cukup
a) Defisiensi nutrient (B12, asam folat, besi, protein)
b) Defisiensi eritroblast
Anemia aplastik
Eritroblastopenia terisolasi
Antagonis asam folat
Antibodi
c) Kondisi infiltrasi susmsum tulang
Limfoma
Leukemia
Mielofibrosis
Karsinoma
d) Abnormalitas endokrin
Hipotiroid
Insufisiensi adrenal
Insufisiensi pituitary
e) Penyakit ginjal kronis
f) Penyakit inflamasi kronis
Granulomatous disease
Collagen vascular disease
g) Penyakit Hati
(ISFI, 2007)
4. Maag
a. Pengertian Maag
Maag atau hyperacidity merupakan iritasi lambung yang muncul
akibat berlebihnya produksi asam lambung. Umumnya gejala yang
dirasakan semua penderita maag hampir sama, mulai dari rasa nyeri
atau perih di lambung, perut terasa penuh, kembung, rasa asam atau
pahit di mulut, bahkan sampai mual dan muntah (Fahmi Abdullah,
2009).
b. Klasifikasi Maag
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1) Gastritis Akut
Kelainan klinis akut yang jelas penyebabya dengan tanda dan
gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan
neutrofi.
2) Gastritis Kronik
Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multi faktor dengan
perjalanan klinik yang bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat
dengan infeksi H. pylori.
(Fahmi Abdullah, 2009).
c. Etiologi Maag
Maag merupakan gejala penyakit akibat faktor yang merusak
pertahanan mukosa lambung lebih besar daripada faktor yang
melindungi pertahanan mukosa lambung. Penyebabnya bisa karena
penderita makannya tidak teratur sehingga terjadi produksi asam
lambung yang berlebihan, terdapat mikroorganisme yang merugikan
(Helycobacter pylori), mengkonsumsi obat-obatan tertentu, atau
sebab-sebab lainnya misalnya beban pikiran yang berat, kebiasaan
merokok, mengkonsumsi minuman yang mengandung kafein. Maag
bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total, maag adalah
penyakit yang dapat kambuh apabila si penderita tidak makan teratur,
terlalu banyak makan, atau sebab lain. Tetapi maag dapat di cegah,
yaitu dengan cara makan teratur, makan secukupnya, cuci tangan
sebelum makan, dan jangan jajan sembarangan .
Penyebab atau etiologi gastritis ini akan dijelaskan menurut jenis
gastritis (Akut-Kronis).
1) Etiologi Gastritis Akut, penyebab penyakit jenis ini antara lain :
Obat-obatan : Aspirin, terutama salycylat, indomethacin,
sulfonamide, obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) dan
steroid.
Alkohol Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma,
luka bakar, sepsis.
Refluk empedu.
Terapi radiasi.
Mencerna asam atau alkali kuat, dll.
Secara makroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi
berbeda. Jika karena stress erosi ditemukan pada korpus dan
fundus. Jika karena AINS erosi terutama ditemukan di daerah
antrum, namun dapat juga menyeluruh. Secara mikroskopik,
terdapat erosi dengan regenerasi epitel, dan ditemukan reaksi
sel inflamasi neutrofil yang minimal.
2) Etiologi Gastrinis Kronis : ulkus benigna atau maligna dari
lambung atau oleh Helicobacter pylory (H. pylori)
(Fahmi Abdullah, 2009)
d. Patofisiologi Maag
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor
defensif yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa.
Adapun Faktor Agresif, faktor defensif sebagai berikut : Asam
lambung, pepsin, obat anti inflamasi non steroid (AINS), empedu,
urea, infeksi virus, infeksi bakteri (Helicobacter pylory), bahan
korosif (asam dan basa kuat), mucus, bikarbonas mukosa, aliran darah
mucosal, regenerasi epitel, prostaglandin mikrosirkulasi.
Untuk lebih detailnya akan dijelaskan patofisiologi gastritis (Akut
dan Kronis), sebagai berikut : Obat-obatan, alkohol, garam empedu
atau enzim-enzim pankreas dapat merusak mukosa lambung (gastritis
erosif), mengganggu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan
difusi kembali asam dan pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini
menimbulkan peradangan. Respon mukosa lambung terhadap
kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi
mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali
menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus,
jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.
Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif
mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung
(gastritis korosif). Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding
lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronis dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-
kelenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak
penebalan berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan (gastitis atropik).
Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan
berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa.
Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma
lambung. Gastritis kronis dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus
peptikum atau mungkin terjadi setelah tindakan gastroyeyunostomi.
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A
(sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan
sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini
dihubungkan dengan penyakit otoimun, seperti anemia pernisiosa dan
terjadi pada fundus atau korpus dari lambung
Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) Ini
dihubungkan dengan bakteri H. pylory, faktor diet seperti minum
panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau
refluks isi usus kedalam lambung (Fahmi Abdullah, 2009).
B. Uraian Kasus
Patient Database :
Nama : Bapak BT
Usia : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tinggi dan Berat Badan : 165 cm / 70 kg
Keluhan Saat Datang : Nyeri di daerah abdominal, anoreksia,
nausea, perut kembung, pembengkakan
di daerah kaki, dan sesak nafas.
Riwayat Penyakit Dahulu : Anemia dan hipertensi
Riwayat Obat : Becotide inhaler dan voltaren ®
Tanda-tanda Vital : TD (140/78 mmHg), nadi (80x/menit),
RR (20x/menit), suhu (38ºC).
Data Laboratorium :
Hb : 9,5 g/dL
Na : 170 m Eq/L
K : 7,2 m Eq/L
Scr : 1,9 mg/dL
AST : 36 IU/L
ALT : 43 U/L
Glukosa : 110 mg/dL
CK : 120 U/L
CK-MB : 9 µg/L
Eritrosit : 3x106 / mm3
Leukosit : 13.000 / mm3
Hematokrit : 35 %
Diagnosis Sementara : Asma dan hipertensi
C. Penyelesaian Kasus
1. SOAP
b. Subject
Nyeri di daerah abdominal, anoreksia, nausea, perut kembung,
pembengkakan di daerah kaki, dan sesak nafas.
c. Object
Data Laboratorium
Hb : 9,5 g/dL (Normal : 14-18 g/dL)
Na : 170 m Eq/L (Normal : 135-145 mEq/L) ↑
K : 7,2 m Eq/L (Normal : 3,5-50 mEq/L) ↑
Scr : 1,9 mg/dL, diperoleh kretinin serum 38,37
mg/dL (Normal : 0,6-1,3 mg/dL) ↑
AST : 36 IU/L (Normal : 10-42 IU/L)
ALT : 43 U/L (Normal : 10-40 IU/L) ↑
Glukosa : 110 mg/dL (Normal :70-110 mg/dL)
CK : 120 U/L (Normal : 40-150 U/L)
CK-MB : 9 µg/L (Normal : 7 µg/L)
Eritrosit : 3x106 / mm3 (Normal : 4,6-6,2x106/mm3)
Leukosit : 13.000 / mm3 (Normal : 4000-10.000/mm3) ↑
Hematokrit : 35 % (40-58%) ↓
d. Assesment
Berdasarkan data laboratorium dan keluhan pasien maka dapat
diketahui bahwa pasien menderita penyakit anemia defisiensi besi,
hipertensi, dan maag. Pasien dikatakan menderita anemia defisiensi
besi karena dilihat dari nilai hemoglobin dibawah normal (hipokrom)
dan eritrosit yang abnormal kecilnya (mikrositer) (Tan Hoan Tjay,
2007).
Diagnosa sementara yang menyatakan bahwa pasien menderita
asma tidak bisa diterima karena sesak napas yang dialami pasien
dikarenakan pasien menderita maag, dimana asam lambung yang
tinggi pada penderita maag akan mengalami penekanan di daerah
esophagus sehingga pasien merasa sesak. Hipertensi dapat dilihat
dari tekanan darah pasien yang tinggi serta pembengkakan di daerah
kaki. Selain itu pasien juga mengalami gangguan ginjal (dilihat dari
nilai Na, K, dan kretainin serum yang tidak normal) sehingga dalam
pemilihan obat dihindari untuk obat yang melewati ginjal.
Dapat disimpulkan bahwa pasien menderita maag, hipertensi,
dan anemia defisiensi besi.
e. Plan
1) Terapi Farmakologi
a) Pengobatan Hipertensi (Furosemid)
b) Pengobatan anemia (Ferrofumarat)
c) Pengobatan maag (Misoprostol)
d) Voltaren dihentikan karena tidak ada indikasi untuk pasien,
dikhawatirkan dapat memperparah tukak lambung.
e) Becotid inhaler dihentikan karena sesak napas bukan
dikarenakan asma melainkan maag.
2) Terapi Non Farmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang
sangat penting untuk mencegah tekanan darah
tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi, terutama melalui mkanan
sehari-hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan
darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak
30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk
kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah
raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki,
dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan
tekanan darah (Departemen Kesehatan, 2006).
Mengurangi atau menghilangkan stress, berhenti
merokok dan menggunakan obat NSAID, menghindari
makanan pencetus maag seperti makanan pedas,
kafein, dan alcohol (Elin Yulinah, 2008).
2. Monitoring
a. Tekanan darah
b. Terusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak (hasil
laboratorium)
c. Interaksi obat dan efek samping
d. Kepatuhan (adherence)
(Departemen Kesehatan, 2006)
3. Evaluasi Obat Terpilih
a. Furosemid (gol.diuretik kuat)
1) Mekanisme kerja: menghambat reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2Cl-
di ansa Henle asendens bagian epitel tebal, tempat kerjanya
dinpermukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap ke
lumen tubuli) (FKUI, 2007).
2) Dosis : 40 mg 2x sehari (po) (Fak.Kedokteran UI, 2007).
3) Alasan : furosemid merupakandiuretik kuat yang dapat mengatasi
hipertensi serta menanggulangi kelebihan ion Na dan K dalam
tubuh pasien, selain itu furosemid juga dapat mengatasi oedem
akibat gangguan ginjal (Fak.Kedokteran UI, 2007).
4) ES:gangguan SSP, gangguan hematologi, gangguan saluran
cerna, reaksi dermatologik (Tim Redaksi ISO Indonesia, 2007)
5) IO: pemberian bersama aminoglikosida dan antikanker dapat
meningkatkan resiko nefroton dksitas, Probenesid mengurangi
sekresi diuretik, Indometasin dan kortikosteroid melawan kerja
furosemid (FKUI, 2007).
6) Harga:10x10 tablet 40 mg Rp. 22.045,- (Gralixa®) (ISFI, 2010)
b. Ferrofumarat
1) Mekanisme kerja: besi merupakan komponen hemoglobin,
mioglobin, dan beberapa enzim. Besi terutama disiman sebagai
hemosiderin atau ferritin teragregasi, ditemukan pada sistem
retikuloendotelial dan hepatosit. Defisiensi besi dapat
mempengaruhi metabolisme otot, produksi panas, metabolisme
katekolamin, dan dikaitkan dengan masalah perilaku atau proses
belajar pada anak (ISFI, 2008)
2) Dosis : 300 mg 1x sehari (ISFI, 2010)
3) Alasan : karena pasien mengalami anemia defisiensi besi, maka
diberikan ferrofumarat (ISFI, 2008).
4) ES: cairan mengandung besi dapat menodai gigi untuk sementara
(email tidak terpengaruhi), nyeri abdominal, konstipasi, diare,
iritasi saluran pencernaan, mual-mual, muntah, feces berwarna
lebih gelap (ISFI, 2008)
5) IO:
Anatasid : absorpsi besi dari saluran dari saluran pencernaan
Enzim pencernaan : respon besi serum terhadap besi oral
diturunkan oleh ekstrak pankreatik.
Kaptopril : penggunaan bersamaan dalam 2 jam dapat
menyebabkan pembentukan dimer disulfida kaptopril yang
inaktif.
Sefalosporin(sefnidir) : suplemen besi dapat menurunkan
absorpsi sefnidir 80% dan makanan yang diperkaya besi
dapat menurunkan absorpsi sefnidir 30%.
Penisilamin : penurunan absorpsi penisilamin dapat terjadi,
kemungkinan karena terbentuknya kelat.
Tetrasiklin : penggunaan bersamaan dalam 2 ja dapat saling
menurunkan absorpsi masing-masing obat.
(ISFI, 2008)
6) Harga: dos 100 capsul Rp. 45.650,- (ISFI, 2010)
c. Misoprostol
1) Mekanisme kerja: suatu analog prostaglandin sintetik yang
memiliki sifat antisekresi dan proteksi, mempercepat obat
lambung dan duodenum. Senyawa ini dapat mencegah terjadinya
tukak karena AINS. Penggunaannya paling cocok bagi pasien
yang lemah atau berusia sangat lanjut dimana penggunaan
AINStidak dapat dhentikan (ISFI, 2008).
2) Dosis : tukak lambung dan duodenum serta tukak karna AINS,
800 mcg sehari (dalam 2-4 dosis terbagi) dengan sarapan pagi dan
sebelum tidur malam; pengobatan harus dilanjutkan selama tidak
kurang dari 4 minggu dan bila perlu dapat dilanjutkan sampai 8
minggu (ISFI, 2008).
3) Alasan : karena pasien mengalami maag maka diberikan obat
misoprostol.
4) ES: diare dalam waktu temporer, gangguan uterus(keram) (ISFI,
2010).
5) IO: -
6) Harga: dos 3x10 Rp. 198.000,- (Gastrul®) (ISFI, 2010)
D. KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)
Beberapa topik penting untuk edukasi ke pasien tentang
penanganan hipertensi:
1. Pasien mengetahui target nilai tekanan darah yang
dinginkan
2. Pasien mengetahui nilai tekanan darahnya sendiri
3. Sadar kalau tekanan darah tinggi sering tanpa gejala
(asimptomatik)
4. Konsekuensi yang serius dari tekanan darah yang tidak
terkontrol
5. Pentingnya kontrol teratur
6. Peranan obat dalam mengontrol tekanan darah, bukan
menyembuhkannya
7. Pentingnya obat untuk mencegah outcome klinis yang tidak
diinginkan
8. Efek samping obat dan penanganannya
9. Pentingnya peran terapi nonfarmakologi
10. Obat-obat bebas yang harus dihindari (seperti obat-obat
yang mengandung ginseng, nasal decongestan, dan lain-
lain).
(Departemen Kesehatan, 2006)