farmakoterapi cad
DESCRIPTION
Farmakoterapi Choronary Artery disease, SOAP, terapi farmakologi dan nonfarmakologi.TRANSCRIPT
Tugas Farmakoterapi Terapan
FARMAKOTERAPI PENYAKIT JANTUNG
KORONER
Disusun Oleh:
Aprililianti
260112150013
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
Case 1
(National Prescribing Service Limited Results Case Study 38: Management of Ischaemic Heart disease)
John seorang pria berusia 60 tahun datang ke klinik. Dia memiliki riwayat
penyakit hipertensi (20 tahun) dan angina (2 tahun). John merupakan perokok
berat, 30 batang rokok perhari selama 48 tahun, namun dia berhenti merokok
sejak 9 bulan yang lalu. Dia tidak memiliki riwayat pendaharan gastrointestinal
dan tidak memiliki riwayat alergi. Satu tahun yang lalu keterangan dari general
practioner (dokter umum) melaporkan bahwa john memilikin non ST segment
elevation myocardial infarction (NSTEMI), John menjalani percutaneous
transluminal coronary angioplasty dan insersi stent pada arteri koroner kiri.
Setelah keluar dia mengikuti program rehabilitasi jantung selama 6 bulan di
rumah sakit tersebut. Setiap hari dia berjalan kaki selama 40 menit dan tidak
ditemukan angina.
Pengobatan yang sekarang John dapatkan yaitu aspirin 100 mg perhari,
clopidrogel 75 mg perhari, perindopril 4 mg perhari, simvastatin 20 mg perhari.
John kurang memahami tujuan dari terapi yang dia dapatkan dan dia mengakui
bahwa dia tidak selalu meminum obatnya. Hasil pemeriksaan fisik tekanan darah
Johm 145/85 mm Hg, denyut nadi 80/ menit, tidak ditemukan aukultasi. Hasil
echocardiogram enam bulan yang lalu menunjukan tidak ada gagal jantung. BMI
23,5 kg/m2. Hasil uji laboratorium enam bulan yang lalu menunjukkan hasil
sebagian besar normal, namun perlu diperhatikan kadar kolestrol total 5,5
mmol/L, LDL-c 3,9 mmol/L, HDLc 0,8 mmol/L, dan trigliserida 1,8 mmol/L.
Analisis SOAP
A. Subjek
John pria berusia 60 tahun
1. Patien medical history
- Hipertensi (sejak 20 tahun yang lalu)
- Angina (2 tahun)
2
- non ST segment elevation myocardial infarction (NSTEMI) (1 tahun
yang lalu)
- percutaneous transluminal coronary angioplasty (1 tahun yang lalu)
- insersi stent pada arteri koroner kiri (1 tahun yang lalu)
2. Social history
- Mantan perokok berat (30 batang rokok perhari berlangsung selama
48 tahun)
- Berhenti merokok sejak 9 bulan yang lalu.
3. Medication history
- Aspirin 100 mg perhari
- Clopidrogel 75 mg perhari
- Perindopril 4 mg perhari
- Simvastatin 20 mg perhari
4. Physical examination
- BMI : 23,5 kg/cm2
- P : 80/menit, tanpa ditemukan aukultasi
- BP : 145/85 mm Hg
B. Objek
Data laboratorium enam bulan yang lalu
Nilai uji Nilai normal
Kolestrol total 5,5 mmol/L < 5,18 mmol/L
LDL-c 3,9 mmol/L < 3, 36 mmol/L
HDL-c 0,8 mmol/L > 0,91 mmol/L
Trigliserida 1,8 mmol/L <1,8 mmol/L
3
C. Assesment
Dari data yang diberikan, diketahui pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi selama 20 tahun, angina 2 tahun yang lalu, non ST segment
elevation myocardial infarction yang ditangani dengan percutaneous
transluminal coronary angioplasty dan insersi stent pada arteri koroner kiri 1
tahun yang lalu.
Penyakit jantung koroner merupakan penyumbatan pembuluh arteri
koroner jantung akibat pembentukan plaque (artherosklerotik) mengakibatkan
suplai darah berkurang sehingga suplai oksigen ke pembuluh darah jantung
berkurang, apabila kondisi ini tidak ditangani bisa berujung kepada iskemik
myocardia. PJK yang progresif akan menyebabkan terjadinya sindrom
koroner akut (SKA). Manifestasi SKA dapat berupa angina pektoris tidak
stabil/APTS, Non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) atau ST
elevation myocardial infarction (STEMI).
NSTEMI merupakan infark miokardium tanpa elevasi segmen ST.
NSTEMI disebabkan aliran darah koroner menurun secara mendadak atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. NSTEMI terjadi kerena trombosis akut atau proses vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur
plak yang tidak stabil. Obstruksi sebagian arteri koroner menyebabkan
nekrosis jaringan miokardium yang biasanya terbatas pada daerah
subendokardium (Gambar 2). Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi
segmen ST. Gambar 1 menunjukkan perbedaan ECG STEMI dan NSTEMI.
4
Gambar 1. Perbedaan ECG STEMI dan NSTEMI.
Gambar 2. Ilustrasi jantung yang mengalami NSTEMI
Lima faktor terpenting yang dimulai dari riwayat klinis yang
berhubungan dengan adanya PJK, diurutkan berdasarkan kepentingannya
adalah;
1. Adanya angina (2 tahun yang lalu mengalami angina)
2. Riwayat PJK sebelumnya
3. Jenis kelamin (pria lebih berisiko terkena PJK)
4. Usia (Pasien memasuki usia lanjut, berhubungan dengan penurunan
fungsi organ)
5. Adanya penyakit seperti diabetes, hipertensi, obesitas,
hiperlipidemia, merokok, minum alkohol, serta kurangnya ativitas
fisik berpengaruh 80% terhadap munculnya PJK (Pasien mengidap
hipertensi dan merupakan perokok berat selama 48 tahun)
5
Pasien menderita hipertensi selama 20 tahun, hipertensi yang terjadi
dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke
jantung pasien berkurang yang dapat berujung nekrosis jaringan miokardium.
Penyakit hipertensi, angina, dan NSTEMI yang diderita pasien dapat
disebabkan oleh kebiasaan merokok pasien. Diketahui pasien merupakan
perokok berat selama 48 tahun, dan baru berhenti merokok 3 bulan setelah
operasi dilakukan. Di dalam rokok terdapat nikotin yang merangsang
produksi adrenalin, noradrenalin, dan hormon-hormon lainnya yang akan
membuat jantung berdenyut lebih keras, kencang, dan cepat. Kedaan ini dapat
menyebabkan tekanan darah naik dan menambah kebutuhan jantung akan
oksigen. Selain itu, rokok juga mengandung karbon monoksida yang
cenderung berikatan dengan hemoglobin dalam darah pasien dan membentuk
karboksihemoglobin yang menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke
otot-otot jantung. Baik nikotin maupun karbon monoksida dapat
menyebabkan keping-keping darah menjadi lebih lengket dan mudah
mengalami penggumpalan, sehingga memperbesar risiko terjadinya
trombosis. Berdasarkan data yang diberikan pasien, dapat disimpulkan bahwa
merokok dan hipertensi merupakan faktor penyebab terjadinya angina yang
berujung pada NSTEMI pasien.
Setahun yang lalu, pasien mengalami non ST segment elevation
myocardial infarction kemudian pasien mendapatkan percutaneous
transluminal coronary angioplasty dan insersi stent pada arteri koroner kiri 1
tahun yang lalu (Gambar 3).
6
Gambar 3. Ilustrasi percutaneous transluminal coronary angioplasty dan insersi stent pada arteri koroner
Percutaneous transluminal coronary angioplasty dan insersi stent pada arteri
koroner merupakan prosedur yang paling umum mengatasi penyakit arteri
koroner. Prosedur ini dianggap non-bedah karena hanya melibatkan dokter
spesialis (cardiologist), dilakukan dengan cara insersi balon dan stent ke
dalam arteri yang bertujuan untuk mengatasi plak di dalam pembuluh darah.
Setelah proses insersi dilakukan balon dan stent dilakukan, pasien
mendapatkan terapi aspirin 100 mg perhari, clopidrogel 75 mg perhari,
perindopril 4 mg perhari, dan simvastatin 20 mg perhari. Pemberian obat-
obatan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya NSTEMI dan gagal
jantung.
D. Plan
Tujuan dari terapi jangka pendek dari NSTEMI adalah untuk
mengurangi dan mencegah iskemik. Tujuan jangka panjang dari terapi adalah
untuk mencegah terjadinya PJK dan SKA yang dapat berujung gagal jantung
serta untuk memperpanjang massa hidup pasien. Adapun algoritma terapi
NSTEMI menurut ACC/AHA UA/NSTEMI Guidelines tahun 2007 sebagai
berikut:
7
Keterangan :
- ASA : Acetylsalisilic acid (aspirin)
- GP IIb/IIIa : Glycoprotein IIb/IIIa
- LOE : Low of evidence
- UHF : Unfractionated heparin
Menurut Coronary Artery Disease Treatment Guide (2009) penyakit arteri
koronari dapat diatasi dengan cara berikut:
1. Mengurangi faktor resiko pencetus munculnya penyakit
2. Terapi farmakologi
3. Interventional procedures; PTCA, stent, coronary artery bypass graft
(CABG) surgery, transmyocardial laser revascularrization (TMR),
dan enhanced external counterpilsation (EECP)
8
Menurut Guidelines for management of unstable angina and NSTEMI adalah
sebagai berikut:
1. Oksigen; diindikasikan untuk pasien yang mengalami hipoksia.
2. Aspirin; 300mg aspirin kemudian dilanjutkan 75-150 mg perhari. Aspirin
bekerja dengan cara menekan pembentukan tromboksan A2 dengan cara
menghambat siklooksigenase di dalam platelet (trombosit) melalui
asetilasi yang ireversibel sehingga menghambat agregasi trombosit
melalui jalur tersebut. Sebagian dari keuntungan ASA dapat terjadi karena
kemampuan anti inflamasinya, yang dapat mengurangi ruptur plak.
3. Morfin
4. Nitrat; untuk mengatasi nyeri, CHF, dan hipertensi. Dosis inisial nitrat
yaitu 10mcg/min melalui iv.
5. Beta bloker; kurang dipilih dalam terapi UA dan NSTEMI karena
kontraindikasinya (asma, BP sistol <110 mmHg, P < 50 min)
6. Calcium chanel blocker; bukan terapi first line. Amlodipin atau felodipine
disarankan untuk pasoen dengan LV fungsi yang buruk.
7. Clopidogrel; dapat diberikan pada pasien UA dan NSTEMI, dosis inisial
300 mg dan diteruskan menjadi 75 mg per hari selama 3 bulan. Obat ini
juga merupakan derivat tienopiridin yang lebih baru bekerja dengan
menekan aktivitas kompleks glikoprotein IIb/IIIa oleh ADP dan
menghambat agregasi trombosit secara efektif.
8. Heparin
9. Enoxaparin
10. Unfractionated heparin
11. Tirofiban
12. ACEI; Angiotensin bekerja sebagai hormon sistemik, hormon lokal
jaringan, dan sebagai neurohormonal susunan saraf pusat.ACEI bekerja
dengan cara menghambat enzym ACE secara kompetitif melalui ikatan
pada active catalytic enzyme tersebut, dengan demikian akan terjadi
hambatan perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Hambatan
tersebut selain terjadi pada sirkulasi sistemik juga terjadi pada ACE
9
jaringan yang dihasilkan oleh sel-sel endotel jantung, ginjal, otak dan
kelenjar adrenal. ACEI juga berperan dalam menghambat degradasi
bradikinin, yang merupakan vasodilator. Secara garis besar obat ACEI
mempunyai efek kardioprotektif dan vaskuloprotektif terhadap jantung
dan vaskular. Pada jantung, ACEI efeknya dapat menurunkan afterload
dan preload, menurunkan massa ventrikel kiri, menurunkan stimulasi
simpatis, serta menyeimbangkan kebutuhan dan suplai oksigen. Pada
vaskular, ACEI dapat berefek antihipertensi, memperbaiki kelenturan
arterial, memperbaiki fungsi endotel, antitrombogenik langsung,
antimigrasi dan antiproliferatif terhadap sel otot polos, neutrophil dan sel
mononuclear, antitrombosit, dan meningkatkan fibrinolisis endogen.
13. Statin; dapat memperbaiki fungsi endotel (RICIFE trial), menstabilkan
plak, mengurangi pembentukan trombus, bersifat anti-inflamasi, dan
mengurangi oksidasi lipid (pleotrophic effect). Sekarang ini pemberian
obat hipolipidemik atau golongan statin merupakan salah satu strategi
yang sedang berkembang pada pengobatan SKA secara optimal.
Kejadian koroner sering terjadi dalam beberapa bulan setelah SKA.
Dicapainya stabilisasi klinik pasien tidaklah berarti bahwa proses
patofisiologi yang mendasarinya juga sudah tenang. Beberapa penyelidikan
menemukan masih adanya kecenderungan pembentukan trombin sampai 6
bulan setelah PTCA atau infark jantung. Dari riwayat terapi pasien, pasien
telah menjalani terapi interventional procedures yaitu dengan PTCA dan
stent. Biasanya aggregasi platelet dan trombosis yang tidak dapat
dikendalikan lagi diatasi revaskularisasi dengan PTCA dan stent. Setelah
tindakan tersebut, pasien mendapatkan tereapi sebagai berikut;
1. Terapi Farmakologi
Setelah menjalani PTCA dan insersi stent, pasien mendapatkan terapi sebagai
berikut:
Aspirin
10
Dosis : 100mg perhari
Digunakan untuk menghambat aggresi platelet
Clopidrogel
Dosis : 75 mg perhari
Digunakan sebagai anti platelet
Perindopril
Dosis : 4 mg perhari
Digunakan sebagai antihipertensi, kardioprotektif, dan vaskuloprotektif
Simvastatin
Dosis :20 mg perhari
Digunakan sebagai antihiperlipidemia, mengingat propil lipid pasien
melebihi batas normal, maka perlu ditambahkan simvastatin. Target kadar
kolestrol pasien dengan IHD kolestrol total < 4 mmol/L dan LDL 2 mmol/L.
2. Terapi non farmakologi
Pasien menjalankan terapi farmakologi yaitu sebagai berikut;
- Berjalan kaki 40 menit perhari
- Berhenti merokok
Pasien dapat disarankan untuk :
- Diet rendah kolestrol atau lemak dengan saturari rendah.
- Menjaga tekanan darah < 130/80 mm Hg.
- Pasien diedukasi mengenai tujuan dari terapi dan pentingnya terapi
yang diberikan kepadanya.
- Pasien dijelakan mengenai pentingnya mengurangi risiko SKA.
- Taat dan patuh terhadap terapi yang diberikan.
11
Drug Related Problem dalam Kasus 1
Analisis DRP:
1. Indikasi tanpa obat
Dalam kasus ini tidak ditemukan indikasi penyakit yang tidak diobati.
2. Obat tanpa indikasi
Dalam kasus ini, pemberian clopidrogel 75 mg/ hari sebaiknya
dihentikan. Pemberian kombinasi clopidrogel dan aspirin dosis
rendah pasca PTCA dan stent disarankan selama 12 bulan. Setelah
itu, maintenance terapi disarankan dengan hanya menggunakan
aspirin dosisi rendah.
Beta bloker sebaiknya diberikan kepada pasien yang pernah
mengalami infark miokardiak untuk menurunkan morbiditas dan
martalitas. Atenolol 50 mg/hari, metoprolol 50-100 mg dua kali
12
sehari, dan propanolol 80 mg dua kali sehari merupakan pilihan
beta bloker yang biasa diberikan untuk maintenance.
3. Ketidaktepatan pemilihan obat
Tidak ditemukan ketidaktepatan pemilihan obat.
4. Dosis obat kurang atau berlebih
Dosis maintenance aspirin yaitu 81-325 mg/ hari, dalam kasus
diberikan 100 mg/hari. Dosis clopidrogel yang disarankan selama 12
bulan pasca PTCA dan stent adalah 75 mg/hari. Dosis perindopril yang
biasanya diberikan yaitu 4-8 mg/hari, dalam kasus diberikan 4 mg/hari.
Dosis obat yang diberikan tidak kurang dan tidak berlebih.
5. Interaksi Obat
Obat A Obat B Tingkat Interaksi
Aspirin Clopidrogel
Perindopril
Signifikan
Signifikan/
monitor
dengan ketat
Aspirin dan clopidrogel
meningkatkan toksisitas keduanya
melalui mekanisme sinergisme
farmakodinamik.
** Gunakan aspirin dosis rendah
dan lakukan monitoring.
Aspirin dan clopidrogel
meningkatkan toksisitas keduanya.
Aspirin menyebabkan penurunan
efek dari perindopril melalu
mekanisme antagonis
farmakodinamik.
13
** Gunakan aspirin dosis rendah
dan lakukan monitoring.
6. Efek samping obat
Dalam kasus ini tidak ditemukan kejadiaan efek samping obat.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Cardiologi. (2007). ACC/AHA Guidelines for The
Management of Patient with Unstable Angina/Non ST Elevation
Myocardial Infarction – Executive Summary. Tersedia pada
http://content.onlinejacc.org/article.aspx?articleid=1138394
Anonim. (2009). Coronary Artery Disease Treatment Guide. Sydell and Arnold
Miller Family, Heart and Vascular Institute.
Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit
Jantung Koroner: Fokus Sindrom Koroner Akut. Departeman Kesehatan.
Natinal Institute for Health and Clinical Excellence Clinical Guideline. (2007).
Secondary prevention in primary and secondary care for patients following
14
a myocardial infarction. London: NICE. COMMIT collaborative group.
Addition.
National Prescribing Service. (2005). Case Study 38: Management of Ischaemic
Heart Disease. Australian Organisation for Quality Use of Medicines,
National Prescribing Service.
Wells, B.G., Joseph T.Dipiro., Terry L.Schwinghammer and Cecily V. Dipiro.
(2009). Pharmacotherapy Handbook 7th Edition. United States: McGraw-
Hill Company.
Yulinah, Elin., A, Retnosari., Sigit, Joseph., Adnyana, I., Setiadi, A., Kusnandar.
(2009). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
15