landasan sosiologis n ekonomi

27
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Landasan Pendidikan diperlukan agar pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat. Menurut sifat wujudnya, landasan dapat dibedakan menjadi : (1) landasan yang bersifat material, dan (2) landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb. Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak. (melakukan suatu praktek). Untuk di Indonesia diperlukan landasan pendidikan berupa landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial, landasan budaya, landasan psikologi,dan landasan ekonomi. Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari landasan-landasan tersebut karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya mementingkan intelektual semata tanpa membangun karakter peserta didiknya. Hasilnya adalah kerusakan moral dan pelanggaran nilai-nilai pada akhirnya, hasil pendidikan ini hanya akan menjadikan manusia seperti robot, berakal tapi tidak berkepribadian ( jiwa kosong ). Untuk itulah, urgensi pendidikan karakter kiranya adalah jawaban bagi kondisi pendidikan seperti ini. Dengan adanya pendidikan karakter semenjak usia dini diharapkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini sering menjadi keprihatinan bersama dapat diatasi. Adapun yang menjadi fokus pembahasan Landasan Sosiologi Pendidikan adalah pada pengertian landasan sosiologi, latar belakang histories perkembangannya, landasan sosiologi pendidikan, ruang lingkup dan fungsi

Upload: universitas-negeri-makassar

Post on 19-Jul-2015

253 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Landasan Pendidikan diperlukan agar pendidikan yang sedang

berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat. Menurut sifat wujudnya,

landasan dapat dibedakan menjadi : (1) landasan yang bersifat material, dan (2)

landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan yang bersifat material antara

lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung. Adapun

contoh landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara

Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan

pendidikan, dsb. Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu

suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah

dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan

suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak. (melakukan suatu praktek). Untuk

di Indonesia diperlukan landasan pendidikan berupa landasan hukum, landasan

filsafat, landasan sejarah, landasan sosial, landasan budaya, landasan

psikologi,dan landasan ekonomi. Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis

selalu bertolak dari landasan-landasan tersebut karena pendidikan merupakan

pilar utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu.

Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian

anak manusia menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya

mementingkan intelektual semata tanpa membangun karakter peserta didiknya.

Hasilnya adalah kerusakan moral dan pelanggaran nilai-nilai pada akhirnya, hasil

pendidikan ini hanya akan menjadikan manusia seperti robot, berakal tapi tidak

berkepribadian ( jiwa kosong ).

Untuk itulah, urgensi pendidikan karakter kiranya adalah jawaban bagi

kondisi pendidikan seperti ini. Dengan adanya pendidikan karakter semenjak usia

dini diharapkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini

sering menjadi keprihatinan bersama dapat diatasi.

Adapun yang menjadi fokus pembahasan Landasan Sosiologi Pendidikan

adalah pada pengertian landasan sosiologi, latar belakang histories

perkembangannya, landasan sosiologi pendidikan, ruang lingkup dan fungsi

2

kajian sosiologi pendidikan, dan kajian masyarakat Indonesia sebagai landasan

sosiologi sistem pendidikan nasional

Demokratisasi pendidikan merupakan salah satu isu yang sampai kini

masih menjadi persoalan baik pada tataran konseptual maupun implementasinya.

Persoalan demokratisasi ini menjadi semakin kompleks seiring dengan

bergulirnya isu-isu yang terkait dengan demokratisasi itu sendiri. Sehari-hari

dapat diikuti dan diamati beberapa isu penting, seperti: kondisi transisional ke

arah masyarakat yang demokratis, tuntutan pemerintahan yang demokratis,

pembangunan ekonomi yang berorientasi kerakyatan, kebijakan yang berpihak

dan yang berorientasi pada kepentingan rakyat, kebijakan demokratisasi

pendidikan, dan demokratisasi di bidang politik. Isu dan gejala-gejala tersebut

menunjukkan bahwa di masyarakat Indonesia telah terjadi suatu proses

demokratisasi dalam seluruh aspek kehidupan.

Demokratisasi pendidikan yang tengah bergulir di Indonesia tidak dapat

dilepaskan dari persoalan pendidikan yang sedang kita hadapi. Pertama memang

telah dilaksanakan program wajib belajar sembilan tahun. Namun belum

menunjukkan capaian yang memuaskan, ini menunjukan rendahnya tingkat

pendidikan, dan tentunya hal ini akan berimplikasi pada penyediaan sumber daya

manusia yang berkualitas. Krisis multidimensi yang dialami, upaya pemulihan

ekonomi yang nampaknya masih berjalan lamban, dan biaya pendidikan yang

semakin meningkat baik SLTP, SLTA maupun perguruan tinggi tampaknya akan

lebih memperlemah kemampuan orang tua dan masyarakat dalam menyekolahkan

anak-anaknya. Tingginya angka tidak melanjutkan sekolah, dapat menjadi

indikator lemahnya kemampuan ekonomi orang tua dalam melanjutkan

pendidikan anak-anaknya. Ini menunjukkan bahwa ada persoalan mendasar, yaitu

sebagian besar dari penduduk Indonesia belum menikmati pendidikan yang

sesungguhnya adalah hak dan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara.

Permasalahan kedua adalah pengembangan sistem pendidikan dengan

pendekatan hirarkhis struktural yang imperatif sifatnya. Pendekatan atas bawah

seperti ini mempunyai implikasi yang sangat penting, terutama dapat menghambat

proses demokratisasi itu sendiri. Kemandirian, kebebasan, dan kreativitas

dihambat oleh mekanisme birokrasi yang dibangun secara seragam.

3

Ketiga, pergeseran paradigma pembangunan termasuk pembangunan

pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi ternyata memberikan beberapa

implikasi penting. Sekalipun pergeseran itu memperkuat proses demokratisasi,

tetapi teramati beberapa kecenderungan dan gejala berikut ini, yaitu: (1)

munculnya gejala “pertarungan” antara semangat independensi versus

interdependensi. Dalam pertarungan itu, daerah memiliki semangat kedaerahan

yang sangat tinggi sehingga cenderung ingin memiliki semuanya, mengabaikan

rasa ketergantungan satu terhadap yang lain. Di pihak lain kondisi obyektif

terutama sosial ekonomi daerah pada daerah-daerah tertentu belum cukup kuat

untuk menjadi kekuatan yang menopang implementasi otonomi terutama dalam

mewujudkan demokrasi pendidikan. (2) kecenderungan terjadinya disparitas antar

daerah terutama terkait dengan hak setiap warganegara untuk mendapatkan

pendidikan yang bermutu. Kesenjangan antar daerah baik karena faktor ekonomi

maupun geografis dapat menimbulkan ketidakpastian standar mutu yang dapat

dicapai. Kasus terakhir adalah masalah konversi nilai Ujian Akhir Nasional,

menunjukkan adanya persoalan uncertainty about standards of achievement.

Keempat masalah ketersediaan sumber daya manusia khususnya tenaga

kependidikan. Masalah tenaga kependidikan terutama terkait dengan

profesionalisme dalam arti kemampuan dan kesiapan dalam melaksanakan fungsi-

fungsi pendidikan, dan masalah ketersediaan tenaga kependidikan untuk jabatan

dan fungsi-fungsi pendidikan yang harus dilaksanakan baik guru maupun fungsi

manajemen pendidikan lainnya seperti ahli perpustakaan, ahli analisis pendidikan,

ahli ekonomi pendidikan, ahli politik pendidikan, pengembang kurikulum,

konselor, psikolog, laboran, teknisi, dan lain sebagainya.

Ini menjadi suatu persoalan yang sangat serius dalam mewujudkan

demokratisasi pendidikan. Nampak bahwa dalam kondisi seperti itu sangat sulit

bagi anak-anak di daerah-daerah tersebut untuk memperoleh kesempatan

mengenyam pendidikan yang bermutu. Padahal salah satu aspek penting dari

demokratisasi pendidikan ialah kesempatan yang sama dalam memperoleh

pendidikan yang bermutu.

Kelima masalah lemahnya dukungan finansial. Sekalipun secara

konstitusional telah ditetapkan besaran 20% dana APBN dan APBD untuk

pendidikan, tetapi hal ini masih sangat sulit untuk dapat diwujudkan baik

4

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Setiap daerah otonom memiliki

kemampuan keuangan daerah yang tidak sama.

Keenam masalah kondisi obyektif sosio-demografis dan geografis wilayah

dan kepulauan Indonesia. Kondisi demografis baik struktur penduduk dengan

jumlah penduduk usia muda yang sangat besar, jumlah penduduk, mobilitas, dan

persepsi budaya tentang pendidikan menjadi tantangan dalam proses

demokratisasi pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas permasalah ini dapat dirumuskan menjadi:

1. Pengertian sosiologi Pendidikan.

2. Latar belakang histories perkembangan sosiologi pendidikan.

3. Landasan sosiologi pendidikan.

4. Ruang lingkup dan fungsi kajian sosiologi pendidikan, dan kajian tentang

masyarakat Indonesia sebagai landasan sosiologi.

5. Apa dan bagaimana peranan ekonomi dalam pendidikan?

6. Apa saja fungsi produksi ekonomi dalam pendidikan?

7. Bagaimana Peran dan fungsi ekonomi pendidikan?

8. Bagaimana efesiensi dan efektivitas dana pendidikan?

C. Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah:

1. Untuk mengkaji pengertian landasan sosiologi

2. Untuk mengkaji latar belakang histories sosiologi pendidikan

3. Untuk mengkaji landasan sosiologi pendidikan

4. Untuk mengkaji ruang lingkup dan fungsi kajian sosiologi pendidikan

5. Untuk mengkaji masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologi Sistem

Pendidikan Nasional.

5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiologis Pendidikan

Sosiologi lahir pada abad ke-19 di Eropa, karena pergeseran pandangan

tentang masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu otonom dapat lahir karena terlepas dari

pengaruh filsafat. Nama sosiologi untuk pertama kali digunakan oleh August Comte

(1798 – 1857). Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia

dalam kelompok – kelompok dan struktur sosialnya. Sosiologi mempunyai ciri –

ciri :

1. Empiris, adalah ciri utama sosiologi sebagai ilmu. Sebab ia bersumber dan

diciptakan dari kenyataan yang terjadi di lapangan.

2. Teoritis, adalah peningkatan fase penciptaan tadi yang menjadi salah satu

bentuk budaya yang bisa disimpan dalam waktu lama dan dapat diwariskan

kepada generasi muda.

3. Komulatif, sebagai akibat dari penciptaan terus – menerus sebagai konsekuensi

dari terjadinya perubahan di masyarakat, yang membuat teori – teori itu akan

berkomulasi mengarah kepada teori yang lebih baik.

4. Nonetis, karena teori ini menceritakan apa adanya tentang masyarakat beserta

individu – individu di dalamnya, tidak menilai apakah hal itu baik atau buruk.

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut

oleh pengikutnya: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham

integralistik. Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka

dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya

masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak

individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan

individu di atas kepentingan masyarakat.

Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,

antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga

menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat

sajalah yang dapat eksis. Berhadapan dengan paham di atas adalah paham

kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan

kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi

6

masyarakatnya. dalam masyarakat yang menganut paham integralistik; masing-

masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis

merupakan masyarakat.

Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik

yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan dan gotong

royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama

menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan

(4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di

Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan

juga kualitas struktur masyarakatnya

Sifat sebagai makhluk sosial sudah dimiliki sejak bayi, dan tampaknya

merupakan potensi yang dibawa sejak lahir. Bahwa manusia merupakan makhluk

sosial karena beberapa faktor berikut: a) Sifat ketergantungan manusia dengan

manusia lainnya, b) Sifat adaptability dan intelegensi. Dengan demikian, manusia

sebagai makhluk sosial, menjadikan sosiologi sebagai landasan bagi proses dan

pelaksanaan pendidikan, karena memang karakteristik dasar manusia sebagai

makhluk sosial akan berkembang dengan baik dan menghasilkan kebudayaan-

kebudayaan yang bernilai serta peradaban tinggi melalui pendidikan.

Dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi

pendidikan meliputi empat bidang, yaitu:

1. Hubungan system pendidikan dengan aspek masyarakat lain, yang mempelajari:

a. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan b. Hubungansistem pendidikan dan

proses control social dan system kekuasaan. c. Fungsi system pendidikan dala

memelihara dan mendorong proses social dan perubahan kebudayaan d.

Hubungan pendidikan dengan kelas social atau system status e. Fungsionalisme

system pendidika formal dalam hubungannya dengan ras, kebudayaan, atau

kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2. Hubungan kemanusian di sekolah yang meliputi: a. Sifat kebudayaan sekolah

khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah b. Pola interaksi

social atau sruktur masyarakat sekolah.

7

3. pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang mempelajari: a. Peranan

social guru b. Sifat kepribadian guru c. Pengaruh kepribadian guru terhadap

tingkah laku siswa d. Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak

4. sekolah dalam komunitas yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan

kelompok social lain didalam komunitasnya, yang meliputi: a. Pelukisan tentang

komunitas seperti tampak dalam pengaruhnya terhadap organisasi sekolah b.

Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak terjadi pada system social

komunitas kaum tidak terpelajar c. Hubungan antara sekolah dan komunitas

dalam fungsi kependidikannya d. Factor-faktor demografi dan ekologi dalam

hubungannya dengan organisasi sekolah.

Keempat bidang yang dipelajari tersebut sangat esensial sebagai saran untuk

memahami system pendidikan dalam kaitannya dengan keseluruhan hidup

masyarakat.

Kajian sosiologi tentang pedidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur

pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah, terutama

apabila di tinjau dari sosiologi maka pendidikan keluarga adalah sangat penting

karena keluarga merupakan lembaga social yang pertamabagi setiap manusia.

B. Latar belakang histories perkembangan sosiologi pendidikan

Ketika diangkat menjadi Presiden American Sosiological Association

pada tahun 1883, Lester Frank Ward, yang berpandangan demokratis,

menyampaikan pidato pengukuhan dengan menekankan bahwa sumber utama

perbedaan kelas sosial dalam masyarakat Amerika adalah perbedaan dalam

memiliki kesempatan, khususnya kesempatan dalam memperoleh pendidikan.

Orang berpendidikan lebih tinggi memiliki peluang lebih besar untuk maju dan

memiliki kehidupan yang lebih bermutu. Pendidikan dipandang sebagai faktor

pembeda antara kelas-kelas sosial yang cukup merisaukan.

Untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan tersebut ia mendesak

pemerintahnya agar menyelenggarakan wajib belajar. Usulan itu dikabulkan, dan

wajib belajar di USA berlangsung 11 tahun, sampai tamat Senior High School

(Rochman Natawidjaja, et. al., 2007: 78). Buah pikiran Ward dijadikan landasan

untuk lahirnya Educational Sociology sebagai cabang ilmu yang baru dalam

8

sosiologi pada awal abad ke-20. Ia sering dijuluki sebagai “Bapak Sosiologi

Pendidikan”(Rochman Natawidjaja, et. Al., 2007: 79).

Fokus kajian Educational Sociology adalah penggunaan pendidikan

pendidikan sebagai alat untuk memecahkan permasalahan social dan sekaligus

memberikan rekomendasi untuk mendukung perkembangan pendidikan itu sendiri.

Kelahiran cabang ilmu baru ini mendapat sambutan luas dikalangan universitas di

USA. Hal itu terbukti dari adanya 14 universitas yang menyelenggarakan

perkuliahan Educational Sociology, pada tahun 1914. Selanjutnya, pada tahun 1923

dibentuk organisasi professional bernama National Society for the Study of

Educational Sociology dan menerbitkan Journal of educational Sociology. Pada

tahun 1948, organisasi progesional yang mandiri itu bergabung ke dalam seksi

pendidikan dari American Sociological Society. Pada tahun 1928 Robert Angel

mengeritik Educational Sociology dan memperkenalkan nama baru yaitu Sociology

of Education dengan focus perhatian pada penelitian dan publikasi hasilnya,

sehingga Sociology of Education bisa menjadi sumber data dan informasi ilmiah,

serta studi akademis yang bertujuan mengembangkan teori dan ilmu sendiri.

Dengan dukungan dana penelitian yang memadai, berhembuslah angin

segar dan menarik para sosiolog untuk melakukan penelitian dalam bidang

pendidikan. Maka diubahlah nama Educational Sociology menjadi Sociology of

Education dan Journal of Educational Sociology menjadi Journal of the Sociology

of Education (1963). Serta seksi Educational Sociology dalam American

Sociological Society pun berubah menjadi seksi Sociology of Education yang

berlaku sampai sekarang. Penelitian dan publikasi hasilnya menandai kehidupan

Sociology of Education sejak pasca Perang Dunia II. Sosiologi lahir dalam abad ke-

19 di Eropa karena pergeseran pandangan tentang masyarakat sebagai ilmu empiris

yang memperoleh pijakan yang kokoh. Nama sosiologi untuk pertama kali

digunakan oleh August Comte (1798-1857) pada tahun 1839 (Umar Tirtarahardja

dan La Sulo, 1994: 96). Di Prancis, pelopor sosiologi pendidikan yang terkemuka

adalah Durkheim (1858-1917), merupakan Guru Besar Sosiologi dan Pendidikan

pada Universitas Sorbonne.

Di Jerman, Max Weber (1864-1920) menyoroti keadaan dan

penyelenggaraan pendidikan pada masyarakat dengan latar belakang sosial budaya

serta tingkat kemajuan berbeda. Sedang di Inggris, perhatian sosiologi pada

9

pendidikan pada awalnya kurang berkembang karena pelopor sosiologi-nya, yaitu

Herbert Spencer (1820-1903) justru merupakan Darwinisme Sosial. Namun

belakangan, di Inggris muncul aliran sosiologi yang memfokuskan perhatiannya

akan analisis pendidikan pada level mikro, yaitu mengenai interaksi social yang

terjadi dalam ruang belajar. Berstein, misalnya, berusaha dengan jalan menyajikan

lukisan tentang kenyataan dan permasalahan yang terdapat dalam sistem

persekolahan dengan tujuan agar para pengambil keputusan menentukan langkah-

langkah perbaikan yang tepat. Pendekatan Berstein ini oleh Karabel dijuluki sebagai

atheoretical, pragmatic, descriptive, and policy focused (Rochman Natawidjaja, et.

Al., 2007: 80).

Di Indonesia, perhatian akan peran pendidikan dalam pengembangan

masyarakat, dimulai sekitar tahun 1900, saat Indonesia masih dijajah Belanda. Para

pendukung politis etis di Negeri Belanda saat itu melihat adanya keterpurukan

kehidupan orang Indonesia. Mereka mendesak agar pemerintah jajahan melakukan

politik balas budi untuk memerangi ketidakadilan melalui edukasi, irigasi, dan

emigrasi. Meskipun pada mulanya program pendidkan itu amat elitis, lama

kelamaan meluas dan meningkat ke arah yang makin populis sampai

penyelenggaraan wajib belajar dewasa ini. Pelopor pendidikan pada saat itu antara

lain: Van Deventer, R.A.Kartini, dan R.Dewi Sartika.

C. Landasan Sosiologi Pendidikan

Landasan sosiologi mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber

dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami

kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola

hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyrakat tersebut. Untuk

terciptanya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai

sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma social yang mengikat

kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota

masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang

dianut oleh pengikutnya, yaitu: (1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme,

(3) paham integralistik. Paham individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu

lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut

10

keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak

individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan kepentingan

individu di atas kepentingan masyarakat.

Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri,

antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga

menimbulkan dampak yang kuat. Paham kolektivisme memberikan kedudukan

yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara

perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya. Sedangkan paham

integralistik dilandasi pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat

saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat.

Masyarakat integralistik menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan

dalam konteks strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi.

Kepentingan masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan

kepentingan pribadi.

Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham

integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan

dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan

bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga

negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena

itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara

orang per orang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

D. Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidikan

Para ahli Sosiologi dan ahli Pendidikan sepakat bahwa, sesuai dengan

namanya, Sosiologi Pendidikan atau Sociology of Education (juga Educational

Sociology) adalah cabang ilmu Sosiologi, yang pengkajiannya diperlukan oleh

professional dibidang pendidikan (calon guru, para guru, dan pemikir pendidikan)

dan para mahasisiwa serta professional sosiologi.

Mengenai ruang lingkup Sosiologi Pendidikan, Brookover mengemukakan

adanya empat pokok bahasan berikut:

1. Hubungan sistem pendidikan dengan sistem social lain

2. Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar,

3. Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan

11

4. Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik (Rochman Natawidjaja, et. Al.

2007: 81).

Sosiologi Pendidikan diharapkan mampu memberikan rekomendasi

mengenai bagaimana harapan dan tuntutan masyarakat mengenai isi dan proses

pendidikan itu, atau bagaimana sebaiknya pendidikan itu berlangsung menurut

kacamata kepentingan masyarakat, baik pada level nasional maupun lokal.

Sosiologi Pendidikan secara operasional dapat defenisi sebagai cabang

sosiologi yang memusatkan perhatian pada mempelajari hubungan antara pranata

pendidikan dengan pranata kehidupan lain, antara unit pendidikan dengan

komunitas sekitar, interaksi social antara orang-orang dalam satu unit pendidikan,

dan dampak pendidikan pada kehidupan peserta didik (Rochman Natawidjaja, et.

Al., 2007: 82).

Sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, Sosiologi Pendidikan

dituntut melakukan tiga fungsi pokok, yaitu :

1. Fsungsi eksplanasi, yaitu menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang

fenomena yang termasuk ke dalam ruang lingkup pembahasannya. Untuk

diperlukan konsep-konsep, proposisi-proposisi mulai dari yang bercorak

generalisasi empirik sampai dalil dan hukum-hukum yang mantap, data dan

informasi mengenai hasil penelitian lapangan yang actual, baik dari

lingkungan sendiri maupun dari lingkungan lain, serta informasi tentang

masalah dan tantangan yang dihadapi. Dengan informasi yang lengkap dan

akurat, komunikan akan memperoleh pemahaman dan wawasan yang baik dan

akan dapat menafsirkan fenomena – fenomena yang dihadapi secara akurat.

Penjelasan-penjelasan itu bisa disampaikan melalui berbagai media

komunikasi.

2. Fungsi prediksi, yaitu meramalkan kondisi dan permasalahan pendidikan yang

diperkirakan akan muncul pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu,

tuntutan masyarakat akan berubah dan berkembang akibat bekerjanya faktor-

faktor internal dan eksternal yang masuk ke dalam masyarakat melalui

berbagai media komunikasi. Fungsi prediksi ini amat diperlukan dalam

perencanaan pengembangan pendidikan guna mengantisipasi kondisi dan

tantangan baru.

12

3. Fungsi utilisasi, yaitu menangani permasalahan-permasalahan yang dihadapi

dalam kehidupan masyarakat seperti masalah lapangan kerja dan

pengangguran, konflik sosial, kerusakan lingkungan, dan lain-lain yang

memerlukan dukungan pendidikan, dan masalah penyelenggaraan pendidikan

sendiri.

Jadi, secara umum Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan

fungsi-fungsinya selaku ilmu pengetahuan (pemahaman eksplanasi, prediksi, dan

utilisasi) melalui pengkajian tentang keterkaitan fenomena-fenomena siosial dan

pendidikan, dalam rangka mencari model-model pendidikan yang lebih

fungsional dalam kehidupan masyarakat. Secara khusus, Sosiologi Pendidikan

berusaha untuk menghimpun data dan informasi tentang interaksi sosial di antara

orang-orang yang terlibat dalam institusi pendidikan dan dampaknya bagi peserta

didik, tentang hubungan antara lembaga pendidikan dan komunitas sekitarnya,

dan tentang hubungan antara pendidikan dengan pranata kehidupan lain.

E. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem Pendidikan

Nasional

Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber

dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk

memahami kehidupan bermasyarakat suatu bangsa kita harus memusatkan

perhatian kita pada pola hubungan antara pribadi dan antar kelompok dalam

masyarakat tersebut. Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan

damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-

norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh

masing-masing anggota masyarakat.

Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham

integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan

dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan

bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga

negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban.

Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan

kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

13

Masyarakat selalu mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar

sesamanya, saling tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi

bersama, pada umumnya bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan adakalanya

mereka memiliki hubungan darah atau memiliki kepentingan bersama.

Masyarakat dapat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas ataupun dalam

arti sempit. Masyarakat dalam arti luas pada umumnya lebih abstrak misalnya

masyarakat bangsa, sedang dalam arti sempit lebih konkrit misalnya marga atau

suku. Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama, antara lain:

1. Ada interaksi antara warga-warganya

2. Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum,

dan aturan-aturan khas

3. Ada rasa identitas kuat yang mengikat para warganya. Kesatuan wilayah,

kesatuan adat- istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas terhadap

kelompoknya merupakan pangkal dari perasaan bangga sebagai patriotisme,

nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial (Umar Tirtarahardja

dan La Sulo, 1994: 100).

Masyarakat Indonesia mempnyai perjalanan sejarah yang panjang.

Dari dulu hingga kini, ciri yang menonjol dari masyarakat Indonesia adalah

sebagai masyarakat majemuk yang tersebar di ribuan pulau di nusantara.

Melalui perjalanan panjang, masyarakat yang bhineka tersebut akhirnya

mencapai satu kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha

mewujudkan satu masyarakat Indonesia sebagaiu masyarakat yang bhinneka

tunggal ika. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih ditandai oleh dua

ciri yang unik, yakni :

1. Secara horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan social atau

komunitas berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan

kedaerahan.

2. Secara vertical ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara

lapisan atas, menengah, dan lapisan bawah.

14

F. Peran Ekonomi Dalam Pendidikan

Kalau dulu ekonomi memegang peranan penting bagi kehidupan rakyat

Indonesia maka kini disamping alasan seperti itu juga jangan sampai kita kalah

bersaing dalam era globalisasi ekonomi, Akan tetapi karena kebanyakan

kebijaksanaan dan peraturan di buat maka banyak sekali timbul ketidak

harmonisan antar para pengusaha dalam menjalankan roda ekonomi yang

menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, maka di era globalisasi

sekarang ini keterpurukan ekonomi di Indonesia akan diterapkan kebijaksanaan

dan peraturan yang baru dan memperbaiki perekonomian bangsa sehingga rakyat

yang menderita dapat dengan segera menikmati hasil perekonomian kita yang

mapan di masa yang akan datang baik perekonomian yang bersifat makro dan

mikro.

a. Dimensi Makro

Analisis kegiatan pendidikan dilakukan oleh berbagai ilmuwan antara lain

ilmuwan ekonomi. Dimyati (1988:65-66) dalam Satmoko (1999:106)

menyatakan bahwa terdapat hubungan tidak langsung antara kegiatan

pendidikan dengan kegiatan ekonomi yang diharapkan menjadi tenaga kerja.

Terdapat dua pandangan yang satu sisi menyatakan kegiatan pendidikan

merupakan pemborosan dana masyarakat, dipihak lain menyatakan kegiatan

pendidikan merupakan pengelolaan sumber daya manusia yang berpotensi

produktif untuk masyarakat.

Analisis ilmu ekonomi menunjukkan bahwa objek ilmu ekonomi adalah

tindak ekonomis. Tindak ekonomis adalah memilih secara bijaksana

sehubungan dengan keadaan alam, modal, tenaga kerja, organisasi dan waktu

yang terbatas dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang terbatas.

Analisis unsur-unsur tentang tindak ekonomi bermanfaat untuk memahami

hubungan antara sistem ekonomis dan sistem pendidikan. Perbedaannya dapat

dilihat dari tabel dibawah ini :

15

Perbandingan Antara Tindak Ekonomis Dan Tindak Pendidikan

KOMPONEN TINDAK EKONOMIS TINDAK PENDIDIKAN

a. Tujuan

Tindakan

Memperoleh keuntungan

material atau saling

menguntungkan

Menumbuhkan kebangkitan

individu sebagai pribadi yg

self help.

b. Pelaku

Tindakan

Orang dewasa yang

menanggung biaya hidup

(sesuai aturan dalam

masyarakat)

Orang dewasa dan anak atau

orang dewasa dan orang yg

belum dewasa yg berfungsi

sebagai pendi dik atau anak

didik.

c. Dasar Tindakan Kaidah ekonomi non susila

(non etis)

Kesusilaan sesuai martabat

manusia

d. Orientasi Untung rugi ekonomis dan

efisiensi

Terbentuknya keutuhan

martabat manusia sebagai

pribadi

e. Waktu Kegiatan Terbatas, dalam rangka

perhitungan keuntungan

ekonomis

Sepanjang hayat dengan

perhitungan usia produktif

f. Nilai-Nilai Nilai ekonomis dalam sistem

ekonomi yg berlaku,

umumnya dihitung dengan

uang

Nilai paedagogis dalam kaitan

nilai sosial budaya

g. Hasil Tindakan Barang berupa jasa,atau uang Berupa orang terpelajar,

tenaga terampil yg diharapkan

menjadi tenaga kerja

h. Harga Satuan Jumlah penghasilan dibagi

jumlah penduduk setiap tahun

Jumlah biaya pendidikan

dibagi lulusan setiap tahun.

Perkembangan perekonomian makro berpengaruh sekali dalam bidang

pendidikan, seperti sekarang ini banyak sekali orang kaya yang mau menjadi

bapak angkat bagi anak-anak yang tidak mampu untuk menempuh pendidikan

kejenjang yang lebih baik. Perkembangan lain yang sangat mengembirakan

16

adalah terlaksananya sistem ganda dalam dunia pendidikan, hal ini berlangsung

baik di lembaga pendidikan yaitu kerjasama sekolah dengan pihak usahawan

dalam proses belajar mengajar. Kemajuan pembangunan perekonomian secara

makro dapat juga berdampak timbulnya sekolah-sekolah unggul yang memiliki

fasilitas pendidikan yang lengkap karena di biayai dan dipunyai oleh kebanyakan

orang –orang kaya Walaupun kebijakan dan program sekolah ini tidak sama

dengan yang lain, diharapkan agar tidak terdapat pilih-kasih dalam menerima para

siswa artinya calon siswa dari manapun asalnya hendaklah dapat diberikan

kesempatan dalam menempuh pendidikan di sekolah unggulan tersebutdan yang

paling penting juga adalah dapat menghasilkan lulusan yang bermutu serta tidak

menyimpang dengan tujuan nasional negara kita.

Jadi inti tujuan pendidikan adalah membentuk mental yang positif atau

cinta terhadap prestasi, cara kerja dan ahsil kerja sempurna. Tidak menolak

pekerjaan kasar, menyadari akan kehidupan yang kurang beruntung dan mampu

hidupa dalam keaadaan apapun.

Sesudah membicarakan peran ekonomi secara makro ada baiknya

dibicarakan peran ekonomi secara makro.

b. Dimensi Mikro

Menurut Satmoko (1999: 109) Peran ekonomi secara mikro dapat

dibuktikan bahwa orang memandang kehidupan seseorang dapat meningkat atau

menurun karena terkait erat dengan perekonomian. Jarang orang mengaitkan naik

turunnya tarf kehidupan sesorang itu dengan tingkat kedamiaan hati, kebahagiaan

keluarga, kejujuran dan kesucian hidup seseorang.

Pada umumnya tingkat perekonomian keluarga mempengaruhi

perencanaan pendidikan yang dibuat orang tua tentang arah pendidikan anaknya.

Secara sadar atau tidak orang tua dalam menerncanakan pendidikan bagi anak-

anaknya menggunakan pendekatan nilai imbalan. Pendekatan ini digunakan untuk

mencari keseimbangan antara keuntungan dan kerugian. Prinsip untung rigi

dipakai oleh mereka yang rasional dalam memutuskan bagaimana sebaiknya

membelanjakan uangnya agar keinginanannya tercapai.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa ekonomi itu memegang

peranan penting dalam kehidupan seseorang, walaupun orang tersebut menyadari

bahwa kehidupan gemerlap tidak menjamin kebahagiaan, yang penting bagi

17

mereka bagaimana dapat meraih tingkat perekonomian yang lebih tinggi lagi.

Banyak sekali keluarga miskin yang dalam perekonomian mereka hanya dapat

untuk makan saja, dan tidak dapat membiayai sekolah bagi anak-anaknya, kata

miskin diatas diukur dari tingkat perekonomian bukan tingkat rohani dan kualitas

mental.

G. Fungsi Produksi Dalam Pendidikan

Fungsi produksi dalam pendidikan, adalah hubungan antara output dan

input, di mana ada tiga bagian yaitu:

1. Fungsi Produksi Administator; yang dipandang input adalah segala sesuatu

yang menjadi wahana dan proses dalam pendidikan, input pendidikan meliputi:

a. Prasarana dan sarana belajar, termasuk ruangan kelas dapat diuangkan,

artinya bahwa perhitungan luas dan kualitas bangunan.

b. Perlengkapan belajar di sekolah seperti media, alat peraga juga dihitung

harganya.

c. Buku-buku pelajaran, dan bentuk material lainnya seperti film, disket dan

sebagainya.

d. Barang-barang yang habis dipakai seperti zat kimia dilaboratorium dan

sebagainya.

e. Waktu guru bekerja, dan perangkat pegawai administrasi dalam memproses

peserta didik harus dibeli dan dibayar.

Kelima jenis input di atas sesudah dinilai dalam bentuk uang

kemudian dijumlahkan. Sementara itu yang dipandang sebagai output adalah

berbagai bentuk layanan dalam memproses peserta didik seperti menghitung

SKS dan lamanya peserta didik dalam belajar.

2. Fungsi Produksi Dalam Psikologi; adalah sama dengan input fungsi

produksi administrator akan tetapi outputnya berbeda. Hasil output yang

ada pada fungsi ini adalah hasil belajar siswa yang mencakup; peningkatan

kepribadian, pengarahan dan pembentukan sikap, penguatan kemauan,

penambahan pengetahuan, ilmu dan teknologi, penajaman pikiran, dan

peningkatan estetika (keindahan) serta keterampilan.

18

Suatu lembaga pendidikan dipandang berhasil dari segi fungsi

produksi psikologi, kalau harga inputnya sama atau lebih kecil daripada

harga outputnya. Indikator harga hanya dapat dicari dalam bentuk

manfaatnya lulusan dimasyarakat serta kecocokannya dengan norma dan

kondisi masyarakat.

3. Fungsi Produksi Ekonomi; sebagai inputnya adalah semus biaya

pendidikan seperti pada input fungsi produksi admnistrator, semua uang

yang dikeluarkan untuk keperluan pendidikan yaitu uang saku, membeli

buku dan sebagainya selama masa belajar dan uang yang mungkin

diperoleh lewat bekerja selama belajar atau kuliah, tetapi tidak didapat

sebab waktu tersebut dipakai untuk belajar atau kuliah. Sementara yang

mrenjadi outputnya adalah tambahan penghasilan peserta didik kalau

sudah tamat dan bekerja, manakala orang ini sudah bekerja sebelum

belajar atau kuliah. Dan apabila ia belum pernah bekerja yang menjadi

outputnya adalah gaji yang diterima setelah tamat dan bekerja.

Dalam menghitung harga-harga produksi ekonomi ada berbagai kesulitan

yang menghadang yaitu:

a) Jika peserta didik tamat, belum tentu ia segera bekerja,

b) Selama menunggu untuk mendapatkan pekerjaannya maka ia

memutuskan untuk bekerja seadanya dengan penhasilan yang tidak

tetap.

c) Kalaupun lulusan membuat usaha sendiri dengan modal seadanya,

penghasilan tiap bulan tidak mungkin tertatur.

d) Kalaupun lulusan bisa bekerja dengan penghasilan tetap tiap bulan

sangat mungkin dia mencari tambahan penhasilan diluar untuk

meningkatkan nafkahnya.

e) Bila bekerja disektor swasta, pengasilannya sulit dihitung sebab

upah atau gaji perusahaan bervariasi.

f) Kalaupun lulusan ini bisa bekerja dengan penghasilan tiap bulan

maka dia mencari tambahan diluar untuk meningkatkan nafkahnya.

19

Dengan demikian fungsi produksi ekonomi akan bisa

diaplikasikan dengan baik jika ada jaminan bahwa peserta didik

segera bekerja setelah lulus sebagai Pegawai dengan gaji yang cukup

sehingga tidak mencari tambahan pekerjaan diluar. Fungsi produksi

ekonomi bertalian erat dengan marketing didunia pendidikan. Dalam

hal ini Keuntungan marketing adalah a). Meningkatnya misi

pendidikan secara sukses dan terselenggara dengan baik, sebab diisi

dengan program yang baik, b). Kepuasan masyarakat ditingkatkan, c).

Meningkatkan daya tarik terhadap petugas, peserta didik, dana

donatur, d). Meningkatkan keefesiensi dan kegiatan pemasaran. Akan

tetapi dalam marketing juga terdapat kelemahan adalah a). Ada

kecederungan lembaga pendidikan selalu dijadikan usaha dagang

untuk mendapatkan keuntungan, b). idealisme pendidikan cenderung

diabaikan.

Menurut Mutrofin (1996) dalam Pidarta (2007:254),

menyatakan bahwa negara-negara maju hubungannya antara

pendidikan dengan pembangunan ekonomi sangatlah jelas, dimana

sistem pendidikan diorientasikan kepada kebutuhan ekonomi yang

didasari pada teknologi tinggi, fleksibelitas dan mobilitas angkatan

kerja. Dalam masa pembangunan dinegara kita sekarang ini

pengembangan ekonomi mendapat tempat strategis, dengan

munculnya Link and Match, kebijaksanaan ini meminta dunia

pendidikan menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang sesuai dengan

pasaran kerja, mencakup mutu, dan jumlah serta jenisnya.

H. Peran Dan Fungsi Ekonomi Pendidikan

Peranan ekonomi dalam pendidikan cukup menentukan tetapi bukan

sebagai pemegang peranan penting sebab ada hal lain yang lebih menentukan

hidup matinya dan maju mundurnya suatu lembaga pendidikan dibandingkan

dengan ekonomi, yaitu dedikasi, keahlian dan ketrrampilan pengelola guru-

gurunya. Inilah yang merupakan kunci keberhasilan suatu sekolah atau perguruan

tinggi. Artinya apabila pengelola dan guru-guru/dosen-dosen memiliki dedikasi

yang memadai, ahli dalam bidangnya dan memiliki ketrampilan yang cukup

20

dalam melaksanakan tugasnya, memberi kemungkinan lembaga pendidikan akan

sukses melaksanakan misinya walaupun dengan ekonomi yang tidak memadai.

Fungsi ekonomi dalam pendidikan adalah menunjang kelancaran proses

pendidikan bukan merupakan modal yang dikembangkan dan juga mendapatkan

keuntungan yang berlimpah, disini peran ekonomi dalam sekolah juga merupakan

salah satu bagian dari sumber pendidikan yang membuat anak mampu

mengembangkan kognisi, afeksi, psikomotor untuk menjadi tenaga kerja yang

handal dan mampu menciptakn lapangan kerja sendiri, memiliki etos kerja dan

bisa hidup hemat. Selain sebagai penunjang proses pendidikan ekonomi

pendidikan juga berfungsi sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi

dalam kehidupan manusia.

Dengan demikian kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas pada

hal-hal:

a. Untuk membeli keperluan pendidikan yang tak dapat dibuat sendiri seperti

prasarana dan sarana, media, alat peraga dan sebagainya. b). Membiayai

semua perlengkapan gedung, seperti air, listrik telpon. c). Membayar jasa dari

segala kegiatan pendidikan, d). Mengembangkan individu yang berperilaku

ekonomi, seperti; belajar hidup hemat, e). Memenuhi kebutuhan dasar para

personalia pendidikan, f). Meningkatkan motivasi kerja, dan g).

meningkatkan gairah kerja para personalia pendidikan.

Dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas, oleh karena itu ada

kewajiaban lembaga pendidikan untuk memperbanyak Sumber-sumber dana

pendidikan yang mungkin bisa diperoleh di antaranya: a). Dari pemerintah

dalam bentuk proyek pembangunan, penelitian dan sebagainya; b). Kerjasama

dengan instansi lain, baik pemerintah, swasta maupun dunia usaha. Kerja

samanya dalam bidang penelitian, pengabdian pada masyarakat; c).

Memebentuk pajak pendidikan. Program ini bisa dirancang bersama antara

lembaga pemerintah setempat dan masyarakat, dengan cara ini bukan saja

orang tua siswa yang membayar dana pendidikan tetapi semua masyarakat; f).

Usaha-usaha lainya.

Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dibagi atas : a). Dana rutin

adalah dana yang dipakai untuk membiayai kegiatan rutin seperti gaji

pendidikan pengabdian masyarakat, penelitian dan sebagainya; b). Dana

21

pembangunan, adalah dana yang dipakai untuk membiayai pembangunan fisik

diberbagai bidang, seperti; membangun prasarana dan sarana, alat belajar,

media, dan kurikulum baru; c). Dana bantuan masyarakat, termasuk SPP yang

digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan

dana pembangunan; d). Dana usaha lembaga sendiri yang penggunaanya

untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana

pembangunan.

Di dalam mengelola dan merencanakan sumber dana, maka ada tiga

macam perencanaan biaya pendidikan yaitu: a). Perencanaan sacara

tradisional, yaitu merencanakan masing-masing pendidikan maka masing

masing pendidikan tersebut ditentukan biayanya; b). SP4 (Sistem Perencanaan

Penyusunan Program Dan Penganggaran): Pengaturan jenis-jenis kegiatan

dalam pendidikan diatur dalam system, alokasi dana disusun berdasarkan

realita, dan semua kegiatan ditujukan pada pencapaian target pendidikan; c).

ZBB (Zero Base Budgeting), hanya diatur untuk satu tahun anggaran

Dengan demikian dana pendidikan perlu dikelola secara profesional

dengan SP4 dan dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti pembelian yang

sah.

22

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan, dan

karakteristik masyarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisa ilmiah tentang

proses social di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh

sosiologi pendidikan meliputi empat bidang:

1. Hubungan sistem pendidikan dengan sistem sosial lain

2. Hubungan sekolah dengan komunitas sekitar

3. Hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan

4. Pengaruh sekolah terhadap perilaku anak didik

Landasan sosiologis mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber

dari norma kehidupan masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami

kehidupan bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola

hubungan antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk

terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai

sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat

kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota

masyarakat.

Sosiologi pendidikan dituntut untuk melakukan tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi

eksplanasi, (2) fungsi prediksi, (3) fungsi utilisasi. Secara umum, sosiologi

pendidikan bertujuan untuk mengembangkan fungsi-fungsinya tersebut melalui

pengkajian fenomena-fenomena sosial dan pendidikan, dalam rangka mencari

model-model pendidikan yang lebih fungsional dalam kehidupan masyarakat.

Perkembangan masyarakat Indonesia dari masa ke masa telah

mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat

kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat dan kompleks. Berbagai upaya

pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan

masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan ke-Bhineka tunggal ika-an,

baik melalui kegiatan jalur sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

23

Dalam dunia pendidikan faktor ekonomi bukan sebagai pemegang peran yang

utama, melainkan sebagai pemeran yang cukup menentukan keberhasilan

pendidikan sebab dengan ekonomi yang memadai dapat memenuhi semua fasilitas

dan aktivitas dunia pendidikan.

Faktor yang paling menentukan kehidupan dan kemajuan pendidikan adalah

dedikasi, keahlian, keterampilan pengelola dan guru serta dosen dalam setiap

lembaga pendidikan.

Fungsi ekonomi pendidikan menunjang kelancaran proses pendidikan dan

sebagai bahan pengajaran ekonomi untuk membentuk manusia ekonomi yaitu

manusia yang dalam kehidupan sehari-harinya memilki kemampuan dan kebiasaan,

seperti: memiliki etos kerja, tidak bekerja setengah- setengah, produktif, dan bisa

hidup efesien/hemat.

Tiap lembaga pendidikan diupayakan mampu menghidupi diri sendiri,

dengan cara mencari sumber- sumber dana tambahan sebanyak mungkin guna

memajukan dunia pendidikan dan dalam Penggunaan dana pendidikan haruslah

secara professional dan efesien serta efektiv selanjutnya dapat

dipertanggungjawabkan.

Dalam upaya membentuk sumber daya manusia yang produktif, maka

sistem pendidikan, struktur kurikulum, serta jenis pendidikan diatur kembali

selanjutnya biaya pendidikan ditingkatkan.

B. Saran-Saran

Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih

mendalami isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang

tercantum dalam daftar pustaka.

Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk

kesempurnaan makalah ini

24

DAFTAR PUSTAKA

Ardhana, Wayan. 1986. Dasar-dasar Kependidikan. FIP IKIP. Malang.

Bachri, Syamsul. 2002. Sosiologi Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Balitbang Depdiknas: http://ww.depdiknas.go.id

Biro Pusat Statistik: http://www. bps.go.id

Pengetahuan. Makalah. Program Pascasarjana UNM. Makassar

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak

Indonesia). Jakarta: PT. Rineka Cipta

Natawidjaya, R., Sukmadinata, N.S., Ibrahim. Djohar, A,. 2007. Ilmu Rujukan

Filsafat, Teori, dan Praksis. Universitas Pendidikan Indonesia.

Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo, 1994. Pengantar Pendidikan. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Satmoko, Retno Sriningsih. 1999. Landasan Kependidikan (Pengantar ke arah Ilmu

Pendidikan Pancasila). Semarang: CV. IKIP Semarang Press.

Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Rhineka Cipta

Jakarta.

Wijayantiloma, Nani. Landasan Sosiologis dan Kultur.

http://naniwijayantiloma.blogspot.Com 2009/9.

http://lela68.wordpress.com/2009/05/24/bab-7-landasan-ekonomi/accesed 03/10/2009

http://dwijakarya.blogspot.com/2009/01/01/landasan-ekonomi-dalam-

pendidikan.html/accesed 03/10/2009.

http://syamsulberau.wordpress.com/landasan-pendidikan/accesed 03/10/2009.

25

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tugas kelompok dari mata kuliah

Landasan Pendidikan dan Pengajaran dengan judul “Landasan – Landasan dalam

Pendidikan (Landasan Sosiologi dan Ekonomi)”. Dalam bentuk masih sangat sederhana.

Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Patta Bundu, M.Ed. selaku dosen mata

kuliah Landasan Pendidikan dan Pengajaran yang telah mentransfer ilmunya kepada kami

serta pihak-pihak tertentu yang tidak sempat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

banyak membantu penulis dalam proses penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya kontuktif sangat kami

butuhkan dari pihak demi kesempurnaan makalah ini dimasa-masa akan datang.

Oktober 2014

Penulis

26

DAFTAR ISI

Halaman

KATAPENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1

A. Latar Belakang………………………......................................... 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………… 4

C. Tujuan Penulisan………………………………………………….. 4

BAB II Pembahasan………………………………..………………..…. 5

A. Pengertian Sosiologis Pendidikan …………..…………………… 5

B. Latar belakang histories perkembangan sosiologi pendidikan ….. 7

C. Landasan Sosiologi Pendidikan ………………………………….. 9

D. Ruang Lingkup dan Fungsi Kajian Sosiologi Pendidi…………… 10

E. Masyarakat Indonesia sebagai Landasan Sosiologis Sistem

Pendidikan Nasional............................................................... 12

F. Peran Ekonomi Dalam Pendidikan……………………………….. 14

G. Fungsi Produksi Dalam Pendidikan …………………………….… 17

H. Peran Dan Fungsi Ekonomi Pendidikan ………………………….. 19

BAB III Penutup………………………………………………………… 22

A. Kesimpulan……………………………………………………….. 22

B. Saran……………………………………………………………… 23

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 24

27

Tugas Kelompok

Prof. Dr.Patta Bundu, M.Ed

Landasan - Landasan dalam Pendidikan

(Landasan Sosiologis dan Ekonomi)

Salma Sambara, S.Pd

Ismail, S.

Andi Muhammad Ishak, S.Pd

Zaenal Akbar, S.Pd

Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Program Pascasarjana

Universitas Negeri Makassar

2014