kurkumins
DESCRIPTION
kurkuminTRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Penggunaan berbagai jenis tumbuh-
tumbuhan sebagai tanaman obat tradisional
telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia
jauh sebelum perkembangan obat-obatan
sintetik. Penggunaan obat-obatan tradisional
kembali meningkat seiring dengan kesadaran
masyarakat terhadap dampak yang
ditimbulkan dari penggunaan obat-obatan
sintetik sehingga masyarakat beralih dari
konsumsi obat-obatan sintetik ke obat-obatan
tradisional. Perkembangan konsumsi obat-
obatan tradisional sebagai alternatif dalam
penyembuhan berbagai penyakit memicu
banyaknya penelitian di bidang biofarmaka
yaitu mengenai obat-obatan alami yang
berasal dari tumbuhan.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan
megabiodiversitas, yaitu suatu negara yang
memiliki keanekaragaman hayati flora dan
fauna yang sangat melimpah. Hal ini
didukung oleh keadaan geografis Indonesia
yang beriklim tropis dengan curah hujan rata-
rata tinggi sepanjang tahun. Sekitar 30.000
jenis tumbuhan yang ditemukan di Indonesia,
kurang lebih 7.000 diantaranya memiliki
khasiat sebagai obat. Beberapa jenis tanaman
yang diketahui berpotensi sebagai obat
fitofarmaka diantaranya temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) dan kunyit (Curcuma
domestica Val.). Karakteristik tanaman
sebagai obat fitofarmaka didasarkan pada
potensi tanaman tersebut sebagai antimikroba,
antioksidan, antifungi, antiinflamasi (Nuratmi
et al. 1996).
Temulawak merupakan salah satu jenis
tanaman obat dari famili Zingiberaceae yang
potensial untuk dikembangkan dan merupakan
salah satu dari sembilan jenis tanaman
unggulan dari Direktorat Jenderal Pengolahan
Obat dan Makanan (Ditjen POM) yang
memiliki banyak manfaat sebagai bahan obat
(Hadipoentyanti & Syahid 2007). Rimpang
temulawak memiliki banyak manfaat
diantaranya sebagai antimikroba (Hwang et
al. 2000), antikarsinogenik (Huang et al.
1998), antioksidan (Masuda et al. 1992),
antiinflamasi (WHO 1999), sedangkan kunyit
biasanya digunakan sebagai zat pewarna,
bahan baku industri, obat-obatan tradisional
dan bumbu masak. Berbagai penelitian telah
membuktikan manfaat yang dimiliki oleh
kunyit, yaitu sebagai antihepatoksik,
antikolesterol, obat tumor, dan kanker. Sama
halnya dengan temulawak, kunyit juga
berkhasiat sebagai antiinflamasi dan
antioksidan (Unnikrishnan & Rao 1995).
Salah satu komponen senyawa aktif yang
bertanggung jawab terhadap respon biologis
yang dimiliki temulawak dan kunyit adalah
kurkuminoid (Permadi 2008). Kurkuminoid
adalah pemberi warna kuning pada rimpang
temulawak dan kunyit. Kurkuminoid
mempunyai aroma yang khas dan tidak
bersifat toksik (Sidik et al. 1995). Salah satu
efek farmakologi yang dimiliki kurkuminoid
adalah sebagai antiinflamasi (Banerjee et al.
2003), antitumor (Khar et al. 1999). Menurut
Jayaprakash et al. (2006) kurkuminoid
berpotensi sebagai antioksidan (pertahanan
terhadap serangan radikal bebas).
Kondisi stres dan meningkatnya usia pada
seseorang akan memicu pembentukan radikal
bebas. Radikal bebas adalah senyawa yang
mengganggu sistem kekebalan tubuh, pemicu
beberapa penyakit degeneratif seperti kanker,
katarak, diabetes melitus, dan penyakit
jantung koroner. Stres oksidatif adalah suatu
keadaan ketika jumlah antioksidan tubuh
kurang dari yang diperlukan untuk meredam
efek buruk radikal bebas yang merusak
kelangsungan hidup sel dan jaringan (Bagiada
2010). Serangan berbagai penyakit degeneratif
di tubuh tidak terlepas dari mekanisme
inflamasi. Proses inflamasi adalah respon
proteksi dari tubuh apabila ada cedera
jaringan atau infeksi akibat adanya agen-agen
berbahaya. Namun, respon ini dapat
menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang
bisa membawa kematian atau kerusakan organ
sehingga proses inflamasi di tubuh harus
dihambat melalui kerja enzim yang berperan
agar sesuai dengan kebutuhan perlindungan
tubuh (Hayes & Kee 1996).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antioksidan, antiinflamasi serta
kandungan kurkuminoid pada rimpang
temulawak dan kunyit Sukabumi melalui uji
antioksidan dengan metode DPPH untuk
mendapatkan nilai Inhibition Concentration
(IC50) terbaik dari temulawak dan kunyit, uji
antiinflamasi dengan Colorimetric COX
Inhibitor Screening Assay, serta menentukan
kandungan kurkuminoid dengan High
Performance Liquid Chromatography
(HPLC). Hipotesis penelitian adalah kedua
ekstrak rimpang temulawak dan kunyit
Sukabumi memiliki potensi bioaktivitas yang
tinggi. Potensi bioaktivitas dilihat berdasarkan
hasil uji antioksidan dan uji antiinflamasi pada
sejumlah sampel yang dilakukan. Penelitian
ini nantinya diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah mengenai daerah sentra
pembudidayaan rimpang temulawak dan
rimpang kunyit yang memiliki potensi serta