kti07

119
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma Kapitis merupakan segala bentuk kekerasan yang menimpa kepala dan akan menyebabkan terjadinya luka pada kulit kepala, tulang tengkorak dan otak. Trauma kapitis pada kecelakaan lalu lintas merupakan yang sering terjadi namun tidak menutup kemungkinan penyebab lain misalnya kekerasan termis maupun akibat benda tajam (Tasmono, 2007). Trauma kapitis merupakan penyebab utama kematian di berbagai negara di dunia, terutama pada kelompok usia di bawah 40 tahun. Seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna kendaraan bermotor dan kepadatan kendaraan yang cukup tinggi meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan. Hal ini tidak diikuti oleh kedisiplinan dari pengguna kendaraan bermotor sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan yang 1

Upload: ayig-lastseason

Post on 21-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

hh

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangTrauma Kapitis merupakan segala bentuk kekerasan yang menimpa kepala dan akan menyebabkan terjadinya luka pada kulit kepala, tulang tengkorak dan otak. Trauma kapitis pada kecelakaan lalu lintas merupakan yang sering terjadi namun tidak menutup kemungkinan penyebab lain misalnya kekerasan termis maupun akibat benda tajam (Tasmono, 2007). Trauma kapitis merupakan penyebab utama kematian di berbagai negara di dunia, terutama pada kelompok usia di bawah 40 tahun. Seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna kendaraan bermotor dan kepadatan kendaraan yang cukup tinggi meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan. Hal ini tidak diikuti oleh kedisiplinan dari pengguna kendaraan bermotor sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan yang bersifat fatal termasuk terjadinya trauma kapitis (Madong, 2011). Pada tahun 2012 dijumpai 444 kasus baru per 100.000 penduduk Secara keseluruhan setiap tahunnya diperkirakan sekitar 60.000 kematian diakibatkan trauma kapitis serta 70.00090.000 penderita akan mengalami kerusakan neurologik permanen (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Sedangkan Direktorat Lalu Lintas Polda Jatim menyatakan bahwa pada tahun 2012 terdapat 417 ribu kecelakaan lalu lintas di Propinsi Jawa Timur dan 47% diantaranya menyebabkan terjadinya cidera kepala (Trauma Kapitis).

Sedangkan data di RSUD Gambiran pada tahun 2011 jumlah penderita trauma kapitis sebanyak 7 orang, pada tahun 2012 sebanyak 8 orang dan pada tahun 2013 sebanyak 8 orang (RSUD Gambiran, 2014).Trauma kapitis dapat terjadi karena benturan dengan benda keras maupun terjadi karena penyebab termis. Menurut (Gennarelli 1990 dalam Israr dkk, 2009), Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala. Menurut Sidharta (2008), pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio countercoup.Gangguan sistem persarafan akibat trauma kapitis terhadap sistem tubuh lainnya, diantaranya adalah aktifitas miokard berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya stroke work dimana pembacaan CVP abnormal, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi, peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas, terganggunya sistem kendali motorik ekstrimitas dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi khususnya pada lokasi trauma (Smletzer, 2004). Dampak dari cedera otak yang terjadi pada trauma kapitis bisa menyebabkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, ketidakefektifan pola nafas bahkan perubahan proses fikir.Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti iskemia atau hipoksia oleh karena kompresi jaringan otak. Penatalaksanaan umum adalah menilai fungsi saluran nafas dan respirasi, stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma, oksigenasi, mengawasi tekanan darah, mengenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik, mengatasi shock dan mengawasi kemungkinan munculnya kejang (Turner, 2008). Dari beberapa masalah tersebut perawat mempunyai peran penting dalam memberikan asuhan secara komprehensif terutama promotif, praventif dan realibilitas serta secara kolistik yaitu meliputi bio psikososial dan spiritual.Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melaksanakan Studi Kasus Pada Tn. S Umur 65 tahun yang mengalami masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dengan diagnosa medis trauma kapitis di Ruang Flamboyan RSUD Gambiran Kota Kediri

B. Tujuan1. Tujuan UmumMelakukan Studi Kasus Pada Tn. S Umur 65 tahun yang mengalami masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dengan diagnosa medis trauma kapitis di Ruang Flamboyan RSUD Gambiran Kota Kediri2. Tujuan KhususPenulis mampu:a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis trauma kapitis.b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis trauma kapitis.c. Membuat rencana keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis trauma kapitis.d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis trauma kapitis.e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis trauma kapitis.

C. Manfaat Penulisan1. Institusi Rumah SakitSebagai bahan masukan dan evaluasi dalam pelaksanaan pelayanan khususnya pada pasien trauma kapitis. 2. Institusi PendidikanSebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang asuhan keperawatan pada pasien trauma kapitis sehingga dapat digunakan sebagai acuan praktik klinik keperawatan para mahasiswa.3. Bagi PenulisSebagai sarana untuk memperbanyak pengetahuan di bidang ilmu keperawatan medikal bedah khususnya pasien trauma kapitis.4. Bagi PerawatMemberikan asuhan keperawatan pada pasien trauma kapitis yang berlandaskan pada teori asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.5. Bagi Pasien dan keluargaa. Sebagai bahan masukan bagi pasien dalam mengatasi permasalahan yang di hadapi,dan mencegah supaya tidak terjadi trauma kapitisb. Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang faktor-faktor pencetus trauma kapitis.

D. Pengumpulan Data1. Bentuk Pengumpulan Dataa. WawancaraAdalah suatu metode yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung pada pasien atau keluarga.

b. Studi KepustakaanPengumpulan data dari buku-buku, website, hasil workshop dan seminar.2. Sumber Dataa. PrimerIalah sumber data yang diperoleh dari pasien secara langsung dengan wawancara dan pemeriksaan.b. SekunderData yang diperoleh dari catatan medik dan keperawatan, hasil pemeriksaan, catatan tenaga kesehatan yang terkait.

E. Tempat dan Waktu1. Tempat di Ruang Flamboyan RSUD Gambiran Kota Kediri2. Waktu : Pengambilan data awal pada tanggal 13-18 Desember 2013Pengambilan kasus pada tanggal 10-12 juli 2014

F. Sistematika PenulisanBAB I :Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tempat dan waktu serta sistematika penulisan.BAB II:Tinjauan Pustaka yang terdiri dari konsep trauma kapitis dan konsep asuhan keperawatan.BAB III:Tinjauan kasus yang terdiri dari hasil pengkajian, diagnosa keperawatan,perencanaan,tindakan dan evaluasi.BAB IV:Berisi tentang pembahasan yang membahas kesenjangan antara tinjauan pustaka,dan tinjauan kasusBAB V: Penutup meliputi: simpulan dan saran81

76

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Masalah Keperawatan Perfusi jaringan Serebral1. Pengertian Perfusi jaringan serebral adalah suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat kapiler. Atau penurunan kadar oksigen pada jaringn otak karena penurunan suplay darah kapiler (Nanda, 2005-2006).2. Etiologia. Hipovolemiab. Hipervolemiac. Aliran arteri terhambatd. Peningkatan masalahe. Reduksi mekanis dari aliran darah vena dan atau arterif. Hipoventilasig. Kerusakan transportasi oksigen melewati membran kapiler dan atau alveolarh. Tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darahi. Penurunan konsentrasi Hb darahj. Keracunan enzimk. Perubahan afinitas Hb-oksigen (Nanda,2005-2006)

3. Tanda dan gejalaha. Abnormalitas berbicarab. Perubahan reaksi pupilc. Kelemahan ekstremitas atau paralisisd. Perubahan status mentale. Sulit menelanf. Perubahan respon motorikg. Perubahan perilakuh. Penurunan tingkat kesadarani. Nyeri kepalaj. Muntahk. Hemiparesa. l. Dilatasi pupil ipsilateralm. Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu. (Nanda,2005-2006)4. Penatalaksanaan medisa. Pada fase akut1) Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator2) Monitor peningkatan tekanan intrakranial3) Monitor funggsi pernapasan : analisa gas darah4) Monitor jantung, tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG5) Evaluasi status cairan dan elektrolit6) Kontrol kejang, jika ada dengan pemberian konfulsn dan cegah resiko injuri7) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikougulan8) Monitor tanda-tanda neurologi (Nanda,2005-2006)b. Fase rehabilitasi1) Pertahankan nutrisi yang adekuat2) Pertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)3) Pertahankan integritas kulit4) Pertahankan komunikasi yang efektif5) Pemenuhan kebutuhan sehar-hari5. Komplikasi Komplikasi yang mungkin terjadi pada perfusi jaringan otak diantaranya :a. Deficit neurologi fokal,b. Kejang,c. Pneumonia,d. Perdarahan gastrointestinal,e. Disritmia jantung,f. Hidrosefalusg. Kerusakan control respirasi,h. Inkontinensia bladder dan bowi. Kematian (Nanda,2005-2006)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. PengkajianPengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari pasien. Adapun data yang terkumpul mencakup pasien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan (Potter, 2005).a. Riwayat KesehatanRiwayat kesehatan berisi tentang :1) Riwayat Kesehatan SekarangPada umumnya pasien dengan trauma kapitis, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi sputum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang2) Riwayat Kesehatan DahuluRiwayat kesehatan dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. 3) Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif.

b. Identitas pasien Identitas pasien berisi tentang : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.c. Pemeriksaan fisik 1) Tanda-Tanda VitalSuhu: < 37 CNadi: < 60 x/menitTD: Sistole < 105, diastole < 60RR: < 16 x/menitTB/BB: ideal/menurun2) Keadaan UmumKeadaan umum tergantung berat ringannya penyakit yang dialami oleh pasien yaitu dari samnolen sampai koma.3) Pemeriksaan Head To Toea) Kulit dan Rambut(1) InspeksiWarna kulit:Mengidentifikasi warna kulit pasien Jumlah rambut:Mengidentifikasi adanya kerontokan rambut. Warna rambut:Warna rambut dilihat tentang: warna bisa hitam atau putih atau kelabu ketika seorang menjadi tua, tetapi ada juga yg beruban pada usia muda karena factor herediter.Kebersihan rambut:Mengetahui kebersihan rambut dan kulit kepala, rambut yang berbau secara umum menunjukkan tingkat hygiene seseorang.(2) PalpasiMelakukan pemeriksaan suhu tubuh pasien, keadaan turgor, kelembaban kulit, serta adanya edema.b) Kepala(1) InspeksiMengetahui kesimetrisan antara kanan dan kiri, serta bentuk kepala pasien.(2) PalpasiMelakukan pemeriksaan untuk mengetahui keadaan kepala tentang adanya luka / memar pada kepala.c) Mata(1) Inspeksi:Struktur eksternal mata diperiksa terutama dengan inspeksi. Struktur ini meliputi alis, kelopak mata, konjungtiva, kornea, iris, dan pupil(2) Palpasi: Palpasi bisa dilakukan untuk mengkaji nyeri tekan mata dan deformitas dan untuk mengeluarkan cairan dari puncta. Palpasi juga dilakukan untuk mendeteksi secara kasar (jelas terlihat) tingkat tekanan intraokuler.d) Telinga(1) Inspeksi:Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi tentang adanya deformitas, lesi, cairan begitu pula ukuran, simetris dan sudut penempelan ke kepala.(2) Palpasi:Memeriksa kemungkinan adanya benjolane) Hidung(1) Inspeksi:Hidung simetris, pada rongga dikaji apakah ada kotoran hidung, polip atau pembengkakan(2) Palpasi:Memeriksa kemungkinan adanya benjolan dan nyeri tekan.f) Mulut(1) Inspeksi:Bagaimana keadaan mukosa bibir pasien, apakah lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah pasien bersih / tidak, apakah keadaan mulut pasien berbau / tidak.g) Leher(1) Inspeksi:Pemeriksaan bentuk leher, ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid(2) Palpasi :bagaimana permukaan kulit leherh) Paru(1) Inspeksi:Pemeriksaan kesimetrisan dada dan ada tidaknya tekukan bentuk dada(2) Palpasi:Pemeriksaan kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru (3) Auskultasi:Pemeriksaan usaha nafas meliputi frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan.(4) Perkusi:Melakukan perkusi secara merata pada daerah paru dan mencatat adanya perubahan suara perkusi.i) Abdomen(1) Inspeksi :Pemeriksaan ukuran, kontur, warna kulit dan pola pembuluh vena (venous pattern)(2) Auskultasi :Untuk mendengarkan bising usus(3) Palpasi :Palpasi abdomen untuk menentukan lemah, keras atau distensi, adanya nyeri tekan, adanya massa atau asites(4) Perkusi :Mengetahui bunyi peristaltikj) Jantung(1) Inspeksi :Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis untuk mengetahui adanya pembesaran jantung.(2) Palpasi :Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan denyut jantung.(3) Auskultasi :Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama jantung, bunyi jantung, murmur dan gesekan (rub)(4) Perkusi : Menentukan batas jantung (batas atas kanan kiri) untuk memengatuhi sonor, redup dan timpani.2. Diagnosa KeperawatanSuatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status Kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah atau merubah status kesehatan pasien (Capernito,2008). Diagnosa dalam pada pasien dengan trauma kapitis adalah:a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan, adanya sekret.c. Gangguan keseimbagan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah dan out yang berlebihan d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Luka terbuka e. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaranf. Gangguan pola nafas berhubungan dengan adanya sekret g. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot 3. Intervensia. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral & peningkatan tekanan intrakranial.Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan serebral adekuatKriteria hasil:1. Tidak ada pusing hebat2. Kesadaran tidak menurun3.Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranialIntervensi: 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas R: untuk mendemostrasikan sirkulasi yang systolis dan diastolis2.Mengindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranialR: Peningkatan tekanan intrakranial dapat merubah perfusi jaringan serebral3.Membalikkan posisi dari samping ke sampingR: Perubahan posisi akan memberi rasa pasien lebih nyaman4.Bila akan memiringkan pasien, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi.R: Tekukan dihindari agar tidak terjadi rasa nyeri pada pasien5.Ciptakan lingkungan yang tenangR: Lingkungan yang nyaman akan memberi rasa lebih nyaman pada pasien6.Pemberian obat-obatan sesuai programR: Obat-obatann untuk mengurangi edema / tekanan intrakranial sesuai program7.Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisiR: Pemasangan NGT untuk mencegah terjadinya aspirasi dan memenuhi kebutuhan nutrisi pasienb. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan, adanya sekretTujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari jalan nafas efektif dan jalan nafas bersihKriteria hasil:1. Tidak ada sesak atau kesukaran bernafas2. Jalan nafas bersih3. Pernafasan dalam batas normal.Intervensi: 1. Kaji Airway, Breathing, CirculasiR: Untuk mengetahui pernafasan pasien2.Kaji pasien, apakah ada fraktur servikal dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebraR: Posisi yang salah pada pasien fraktur akan membuat pasien tidak nyaman dan sedikit kesulitan dalam bernapas3.Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendirR: Pengisapan lendir dilakukan untuk mempermudah jalan napas4.Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafasR: Status pernapasan dikaji untuk mengetahui pola nafas pasien5.Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 30 derajatR: Posisi dengan kepala sedikit ekstensi akan membuat pasien bernapas dengan baik6.Pemberian oksigen sesuai kebutuhanR: Pemberian oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien.c. Gangguan keseimbagan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntahTujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kekurangan volume cairan dapat terpenuhi.Kriteria hasil:1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia2. Integritas kulit baik3. Nilai elektrolit dalam batas normal4.Tidak di temukan tanda-tanda dehidrasi,turgor kulit baik,membran mukosa lembab,Intervensi: 1. pertahankan catatan intake dan output yang akuratR: Untuk mengetahui intake dan output cairan pasien2.Monitor status hidrasi membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urineR: Mengetahui tanda-tanda jika pasien mengalami dehidrasi3.Monitor masukan makan /cairan dan hitung intake kalori harian R: Banyak minum untuk mengganti cairan yang hilang4.Monitor status nutrisiR: Untuk memenuhi cairan pasien5. Berikan cairan intra vena sesuai program R: Untuk memenuhi cairan pasd. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari infeksi tidak terjadi.Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi luka yaitu purulent, drainase, eritema, luka sembuh pada waktunya.Intervensi: 1. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka post operasiR: Dapat diketahui secra dini tanda-tanda infeksi pada luka operasi seperti edema, kemerahan, nyeri, yang bertambah berat / terdapat pus pada luka tersebut2.Monitor tanda-tanda vital, catat serangan panas, perubahan kesadaran, atau keluhan meningkatnya nyeri yang hebatR:Merupakan tanda-tanda adanya peradangan/sepsis yang berkembang3.Monitor kelancaran drain, hitung output dan warna cairanR:Dapat diketahui adanya infeksi pada luka operasi4.Berikan diit TKTPR:makanan yang bergizi dapat menambah meningkatnya daya tahan tubuh, sehingga resiko infeksi dapat diperkecil5.Lakukan cuci tangan yang baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan serta menggunaka alat yang sterilR:Menurunkan resiko penyebaran bakteri, mencegah terjadinya infeksi nosokomial6.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat yang sesuaiR:Dapat memberikan propilaksis/menurunkan jumlah organisme untuk menurunkan membrane lebih lanjute. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kelemahan motorik dan penurunan tingkat kesadaranTujuan : Tingkat kesadaran akan dipertahankan atau ditingkatkan dan pasien akan bebas dari cedera fisikKriteria hasil: pasien tidak jatuh, terali tempat tidur terpasang, tempat tidur dalam posisi rendah.Intervensi: 1. Baringkan pasien dalam alignmen yang sesuaiR: Pasien dalam alignmen yang sesuai mengurangi resiko untuk terjadinya cedera.2.Terapkan tindak kewaspadaan : tirali dipasang dan diberi bantalanR:Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran tidak mampu mengontrol dirinya sendiri dalam hal perlindungan dirinya3.Terapkan tindak kewaspadaan : tirali dipasang dan diberi bantalanR:Melibatkan keluarga dalam menjaga keamanan pasien membantu mengurangi resiko cedera. 4.ImplementasiImplementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana perawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi atau aktivitas yang telah ditentukanAgar impelementasi pelaksanaan ini dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama dilakukan adalah mengidentifikasi prioritas perawatan pasien. Kemudian, bila perawatan telah dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian dengan menggunakan data, dilakukan evaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.Implementasi pada pasien dengan trauma kapitis tidak ada perbedaan dengan implementasi pada kasus yang lainnya (Soemantri, 2012)

5.EvaluasiEvaluasi adalah tahap terakhir dari proses perawatan. Proses yang kontinu yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan,yang dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada tahap evaluasi ini juga sangat berkaitan erat dengan tujuan dari perencanaan tindakan yang akan diberikan kepada pasien (Saryono, 2012).Evaluasi adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan, dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Evaluasi harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri dari analisis rencana asuhan keperawatan, open chart audit, pertemuan kelompok, wawancara, observasi pasien dan menggunakan form evaluasi. Sistem penulisannya menggunakan SOAP atau lainnya. Ketika memberikan asuhan kebidanan yang dapat diaplikasikan / dan ditetapkan dalam setiap situasi untuk pendokumentasian / pencatatan asuhan dapat diterapkan dalam bentuk SOAP yaitu :S:Subjektif, data yang dihasilkan dari keluhan pasien dan keluarga,O:Objektif, data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik klien, serta pemeriksaan diagnostik dan pendukung lain. Data ini termasuk catatan medik yang laluA:Analisis, data yang dihasilkan dari perbandingan kriteria hasil, respon subjektif, dan respon objektif.P:Planning, evaluasi implementasi dan rencana untuk memberikan tindakan asuhan keperawatan selanjutnya.C.Trauma Kapitis1. PengertianTrauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen (PERDOSSI, 2006 dalam Asrini, 2008).Trauma kapitis atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

2. EtiologiCedera ini dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (terbanyak), baik pejalan kaki maupun pengemudi kendaraan bermotor. Selain itu, cedera kranioserebral dapat juga terjadi akibat jatuh, peperangan (luka tembus peluru), dan lainnya. Akibat cedera ini, seseorang dapat mengalami kondisi kritis seperti tidak sadarkan diri pada saat akut, dan yang tidak kalah penting adalah saat perawatan karena jika penatalaksanaannya tidak akurat, dapat terjadi kematian atau kecacatan berat (Soertidewi, 2012).3. PatofisologiPada trauma kapitis di mana kepala mengalami benturan yang kuat dan cepat akan menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan sekitarnya secara mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan cidera akselerasi-deselerasi. Dipandang dari aspek mekanis, akselerasi dan deselerasi merupakan kejadian yang serupa, hanya berbeda arahnya saja. Patologi kerusakan otak akibat trauma kapitis dapat dikelompokkan atas dua stadium yaitu cedera primer dan sekunder (Hemphill, 2005). a. Proses primer Proses primer merupakan kerusakan otak yang diakibatkan oleh benturan/proses mekanik yang membentur kepala. Derajat kerusakan tergantung pada kuatnya benturan dan arahnya, kondisi kepala yang bergerak/diam, dan percepatan/perlambatan gerak kepala. Proses primer ini mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan dalam rongga tengkorak/otak, robekan selaput saraf dan kematian langsung neuron pada daerah yang terkena. b. Proses sekunder Proses sekunder merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena berubahnya struktur anatomi maupun fungsional dari otak, misalnya: meluasnya perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia lokal/global otak, dan hipertermi (Japardi, 2002)4. Tanda dan gejalahAbnormalitas berbicaraPerubahan reaksi pupilKelemahan ekstremitas atau paralisisPerubahan status mentalSulit menelanPerubahan respon motorikPerubahan perilaku Penurunan tingkat kesadaran Nyeri kepala,MuntahHemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateralPernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.(Nanda,2005-2006)5. Pathway Trauma KapitisKecelakaan lalu lintas,cedera,luka tembus Trauma kapitisTrauma akibat akselerasi atau deselerasiTrauma jarinagan lunak Cedera Otak Kontusio / laserasiRusaknya Jaringan kepala Hematoma -Perubahan autoregulasi Luka terbuka -Oedema -Oedema serebral -VasodilatasiResiko Tinggi infeksi

Tekanan intrakranial Kejang

Aliran Darah ke otak Bersihan jalan nafas Obstruksi jalan nafas

Perubahan perfusi jaringan serebral Iskemia dan hipoksia Dipsnea Sekret Henti nafas Perubahan pola nafas

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Gangguan pola nafas

Merangsang inferior hipotalamus Penurunan kekuatan dan tahan otot

Gangguan mobilitas fisik Hipotalamus terfiksasi Hipoksia Jaringan

Kurangnya perawatan diriResiko tinggi cidera Produksi ADH Penurunan kesadaran

Mual muntah

Gg keseimbangan cairan dan elektrolit Keterangan: = Menyebabkan = Masalah KeperawatanSumber: Kozier (2010)Gambar 2.1 Pathway Trauma Kapitis6. KlasifikasiAda beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan berbagai pertimbangan dari berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian sebagai berikut : a. Patologi1) Komosio serebri adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kapitis, yang tidak disertai dengan kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh sakit kepala, vertigo, mungkin muntah, tampak pucat.2) Kontusio serebri adalah luka memar pada otak. Memar yang disebabkan oleh trauma itu dapat membuat jaringan menjadi rusak dan bengkak dan pembuluh darah dalam jaringan pecah, menyebabkan darah mengalir ke dalam jaringan (hematoma).3) Laserasio serebri adalah gangguan fungsi neurologic disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga intra cranial.b. Lokasi lesi1) Lesi diffus2) Lesi kerusakan vaskuler otak3) Lesi fokala) Kontusio dan laserasio serebrib) Hematoma intrakranialc. Derajat kesadaran berdasarkan GCS :Tabel 2.1. Derajat kesadaran berdasarkan GCS

KategoriGCSGambaran KlinisCT-scan otak

Minimal15Pingsan (-), defisit neurologi (-)Normal

Ringan13-15Pingsan < 10 menit, defisit neurologi (-)Normal

Sedang9-12Pingsan > 10 menit s/d 6 jam, defisit neurologi (+)Abnormal

Berat3-8Pingsan > 6 jam, defisit neurologi (+)Abnormal

Trauma kapitis dapat juga digolongkan sebagai resiko rendah, sedang atau resiko tinggi berdasarkan faktor resiko dan perkembangan penilaian awal neurologis (Mayer dan Rowland, 2000).Tabel 2.2. Stratifikasi resiko pada penderita dengan trauma kapitisNo.Kategori resikoKarakteristik

1Ringana. Pemeriksaan neurologi normalb. Tidak ada contusioc. Tidak ada intoksikasi obat atau alkohold. Dapat mengeluh nyeri kepala dan dizzinesse. Dapat dijumpai abrasi scalp, laserasi atau hematomaf. Tidak ada kriteria trauma sedang atau berat

2Sedanga. GCS 9-14 (bingung, lethargi, stupor)b. Concussionc. Postraumatic amnesiad. Muntahe. Seizuref. Kemungkinan tanda basielr atau fraktus tengkorak yang menekan atau cedera wajah seriusg. Intoksikasi obat atau alkoholh. Tidak ada riwayat cedera atau riwayat tidak jelasi. Usia < 2 tahun atau kemungkinan child abuse

3Berata. GCS 3-8 (koma)Penurunan progresif tingkat kesadaranb. Tanda neurologik fokalc. Cedera penetrasi tengkorak atau fraktur tengkorak

Sumber : (Mayer SA, 2000)7. Pemeriksaan Awal Trauma KapitisPemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara lain: a. Pemeriksaan kesadaran Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga pengukuran, yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari masing-masing komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15.Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi 1) GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat 2) GCS 9 13 : cedera kepala sedang 3) GCS > 13 : cedera kepala ringan Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.Tabel 2.3 Glasgow Coma ScaleDerajat KesadaranReaksiSkore

Respon Membuka Mata ( E )Membuka mata spontan4

Membuka mata terhadap panggilan (atas perintah)3

Membuka mata terhadap rangsangan nyeri2

Tidak membuka mata (tidak bereaksi)1

Respon Verbal Terbaik (V)Bicara terarah (orientasi baik)5

Bingung (disorientasi)4

Mengucapkan kata-kata tidak dimengerti3

Mengeluarkan bunyi tidak jelas2

Tidak ada suara (tidak bereaksi)1

Respon Motorik Terbaik (M)Mengikuti perintah6

Melokalisasikan rangsangan nyeri5

Menarik ekstremitas yang dirangsang4

Sikap fleksi pada perangsangan nyeri3

Sikap ekstensi pada perangsangan2

Tidak ada respon motorik (gerakkan)1

Berdasarkan GCS maka pembagian Trauma kapitis sebagai berikut: GCS 13-15 = Trauma kapitis Ringan GCS 9-12 = Trauma kapitis Sedang GCS 3-8 = Trauma kapitis Berat Jika dilakukan tindakan craniotomy dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakkan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan prognosis sangat buruk pada penderita yang mengalami koma sebelum dilakukan tindakan operasi craniotomy.b. Pemeriksaan PupilPupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat dari cedera kepala.c. Pemeriksaan NeurologisPemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.d. Pemeriksaan Scalp dan TengkorakScalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.

8. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :a. Foto polos kepala Pemeriksaan ini untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial.b. CT-Scan kepala Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, dan merupakan alat yang paling baik untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran dari perdarahan intrakranial.c. MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala Pemeriksaan ini untuk menemukan perdarahan subdural kronik yang tidak tampak pada CT-Scan kepala.d. Angiografi Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien yang mengalami hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dengan kecurigaan adanya hematoma. Bila ada kelainan di dalam otak akan terlihat adanya pergeseran lokasi pembuluh darah. Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat CT-Scan tidak ada.e. Arteriografi Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya efek massa, letak, dan luas hematoma tetapi tidak dapat menunjukkan penyebab hematoma dan kelainan otak yang terjadi (Japardi, 2002)9. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Trauma Kapitisa. Faktor AgentPenyebab Trauma kapitis bersifat mekanis, yaitu berupa benturan, pukulan, jatuh, peluru, tusukan, dan tenaga mesin (Markam, 2009).b. Faktor Host1) UmurKelompok usia produktif secara sosio-ekonomi paling aktif dengan mobilitas tinggi dibandingkan anak-anak dan orangtua, 60% penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan diatas 60 tahun, angka kematian meningkat pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun yang beresiko pada orangtua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh (Hamilton, 2002)2) Jenis KelaminMenurut penelitian Dwikoryanto dan Paranrengi (2002) di RSUD Dr. Soetomo, terdapat kecenderungan tingkat kematian pria lebih tinggi daripada wanita (Dwikoryanto, 2003) Menurut penelitian Yuda Turana (2001) di RSCM diperoleh 263 penderita Trauma kapitis dengan pendarahan intrakranial, terdapat sebesar 83% pada penderita laki-laki dan 17% pada penderita wanita (Yuda, 2001)3) Faktor LingkunganKeadaan lingkungan fisik seperti konstruksi jalan yang tidak layak menyebabkan kurang/hilangnya kontrol pada beberapa kasus kecelakaan lalu lintas. Jarak penglihatan dan tanda bahaya di persimpangan juga ikut berperan selain arus lalu lintas dan cuaca (Bedong, 2001).10. PenatalaksanaanBerdasarkan panduan penatalaksanaan kedaruratan trauma kepal menurut Soertidewi (2012) dalam CDK-193 vol. 39 no.5 tahun 2012 penatalaksaan cedera dibagi berdasarkan kesadaran pasien sebagai berikut:a. Pasien dalam Keadaan Sadar (GCS=15)1) Simple Head Injury (SHI)Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama sekali dan tidak ada defi sit neurologik, dan tidak ada muntah. Tindakan hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit.2) Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami cedera kranioserebral ringan (CKR).b. Pasien Kesadaran Menurun1) Cedera kranioserebral ringan (GCS=13-15)Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan perintah, tanpa disertai defisit fokal serebral. Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan.Pasien cedera kranioserebral ringan (CKR) tidak perlu dirawat jika:a) orientasi (waktu dan tempat) baikb) tidak ada gejala fokal neurologikc) tidak ada muntah atau sakit kepalad) tidak ada fraktur tulang kepalae) tempat tinggal dalam kotaf) ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah, dan bila dicurigai ada perubahan kesadaran, dibawa kembali ke RS2) Cedera kranioserebral sedang (GCS=9-12)Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner. Urutan tindakan:a) Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation)b) Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau fi ksasi tulang ekstremitas bersangkutanc) Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnyad) CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakraniale) Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainnya3) Cedera kranioserebral berat (GCS=3-8)Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU.Di samping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan sistemik. Pasien cedera kranioserebral berat sering berada dalam keadaan hipoksi, hipotensi, dan hiperkapni akibat gangguan kardiopulmoner.11. Pencegahan Trauma KapitisUpaya pencegahan Trauma kapitis pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan lalu lintas yang berakibat trauma pada kepala. Upaya yang dilakukan menurut Yuda (2001) yaitu :a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadi yang dirancang untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya Trauma kapitis seperti : lampu lalu lintas dan kendaraan bermotor, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.

b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)Pencegahan sekunder yaitu berupa upaya pencegahan pada saat peristiwa kecelakaan untuk menggurangi atau meminimalkan beratnya Trauma yang dialami. Dilakukan dengan memberikan pertolongan pertama, yaitu : menghentikan pendarahan, usahakan jalan nafas yang lapang, memberikan bantuan nafas buatan bila keadaaan berhenti bernafas.Tindakan Pengobatan Trauma kapitis craniotomy menurut Japardi (2002):1) Meningkatkan jalan nafas dan pola nafas yang efektif Pada pasien Trauma kapitis dengan tindakan craniotomy kesadaran menurun tidak dapat mempertahankan jalan nafas dan pola nafas yang efekif, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik tanda-tanda vital, memberikan posisi ekstensi pada kepala, mengkaji pola nafas, memberikan jalan nafas tetap terbuka dan tidak ada sekret (sputum) yang mengganggu pola nafas 2) Mempertahankan perfusi otak Tekanan perfusi otak dipengaruhi oleh tekanan darah arteri dan tekanan intrakranial. Oleh karena itu pada Trauma kapitis dengan tindakan craniotomy tekanan darah perlu diperhatikan supaya tidak menurun. Jika terdapat syok dan pendarahan, harus segera diatasi serta menghindari terjadinya infeksi pada otak.3) Meningkatkan perfusi jaringan serebral Pada pasien Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun perlu diberikan tindakan dengan cara meninggikan posisi kepala 15-30 derajat posisi midline (setengah terlentang) untuk menurunkan tekanan vena jugularis, dan menghindarkan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.4) Cairan dan elektrolit Pada pasien Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun atau pasien dengan muntahan, pemberian cairan dan elektrolit melalui infus merupakan hal yang penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada tubuh. 5) Nutrisi Pada pasien dengan Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun kebutuhan kalori dapat meningkat karena terdapat keadaan katabolik. Perlu diberikan makanan melalui sonde lambung.6) Pasien yang gelisah Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang, misalnya haloperidol. Untuk nyeri kepala dapat diberikan obat analgetik.c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)Pencegahan tersier yaitu upaya untuk menggurangi akibat patologis dari Trauma kapitis. Dilakukan dengan membawa penderita Trauma kapitis ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut dengan tindakan segera craniotomy.

BAB IIITINJAUAN KASUS

A. IDENTITASNama: Tn. SJenis Kelamin: Laki - laki

Umur: 65 tahunStatus Marital: Menikah

Agama: IslamPenanggung Jawab: Rianto

Suku: JawaAlamat: Papar Utara

Pendidikan: -Tanggal MRS: 09 Juli 2014 jam 17.25

Pekerjaan: TaniTanggal Pengkajian: 10 Juli 2014 jam 10.00

Alamat: Papar Utara, RT 01 RW 05No. Reg: 306059

Diagnosa Medis: Trauma kapitis SedangRuangan: Flamboyan

Sumber : Dari keluarga dan list pasien B. RIWAYAT KESEHATANKeluhan Utama: Saat MRS: Keluarga pasien mengatakan,pasien mengalami jatuh dari atas terowongan rel kereta api dan pasien tidak sadar.Saat Pengkajian: Pasien mengatakan nyeri kepala seperti di pukul-pukul, Nyeri hilang muncul,nyeri tambah jika pasien bergerak.Skala nyeri 8.Riwayat Penyakit saat ini: Pasien mengatakan tanggal 9 juli 2014 sekitar jam 06.30 terjatuh dari atap terowongan rel kereta api, masuk ke dalam sungai yang tidak ada airnya dengan ketinggian kurang lebih 3-4 meter, saat kejadian pasien tidak sadarkan diri kurang lebih 2 jam kemudian pasien dibawa ke RSUD Pare lalu dirujuk ke RSUD Gambiran. Di IGD pasien sadar,dan pasien mengeluh pusing dan nyeri pada kepala.Terdapat pembengakakan/Oedem pada kedua mata, luka robek pada dahi dan bibir.Penyakit yang pernah diderita : Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit dahulu seperti hipertensi, DM.Penyakit yang pernah diderita keluarga : Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit sepeti DM, Hipertensi, dll.Riwayat Alergi: Tidak ada

C. GENOGRAM

TH

Gambar 3.1 GenogramKeterangan:: Laki-laki: Garis perkawinan: Perempuan: Tinggal satu rumah: Laki-laki meninggal: Perempuan meninggal: Pasien: Garis keturunan

D. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum:keadaan umum lemah,kesadaran composmentis meringis kesakitan, terpasang spalk pada tangan kanan,terpasang infus D5 NsTTV TD : 110/80 mmHgS : 36,6oCN : 72 x/menitRR : 20 x/menitMukosa bibir kering, dan tangan kanan tidak bisa digerakkan. I. POLA PERNAFASANIrama:TeraturJenis:VesikulerSuara Nafas :VesikulerSesak Nafas:Tidak sesak nafasBatuk:Tidak batukNyeri dada:Tidak nyeri dadaMasalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

II. KARDIOVASKULERIrama :RegulerS1. S2 tunggal :TidakNyeri dada :TidakBunyi jantung :NormalCRT:< 3 detikAkral:HangatMasalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

III. PERSARAFANGCS:eye : 3, verbal : 5, motorik : 6,pasien lebih banyak tiduran atau memejamkan mata, karena merasa pusingIstirahat/ tidur:5 jam/ hariGangguan tidur:tidak ada gangguanLain lain :Terdapat hematom pada mata (briil hematom), dan terdapat luka robek pada dahi kurang lebih 3 Cm sudah di jahit 7xMasalah keperawatan : Perfusi Jaringan Serebral

IV. PENGINDERAANa. MataPalpebra: lebar pupil sama (isokor)Konjungtiva : tampak kemerahan,terdapat oedemLain lain:mata tertutup, terdapat pembengkakan atau oedemb. Telingapasien tidak mengalami gangguan pendengaran,bentuk telinga simetris,ukuran telinga sedang,tidak ada serumen pada telinga,tidak ada benda asing,membran telinga utuh.c. HidungBentuk hidung normal,tidak ada pembengkokan pada septum nasi,lubang hidung tidak ada sekret,tidak ada sumbatan,selaput lendir lembab,tidak ada perdarahan.Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

V. PENCERNAANNafsu makan:Menurun,pasien tidak bisa makan karena ada luka robek di bibir bagian bawahPorsi makan: pasien hanya minum susu formula.Minum:jumlah : 100 cc/hari, jenis minuman : susu 2 sendok dalam 1 hariBB sebelum sakit : tidak terkajiBB saat ini : tidak terkajiMulut dan tenggorokan :a. Mulut:kotorb. Lain- lain: Ada luka robek pada bibir kurang lebih 3 Cm,ada abses pada luka di bibir.Abdomen:a. Peristaltik:16 x/menitb. Pembesaran Hepar : tidak ada pembesaran heparc. BAK:500 cc/5 jam, bau : khas, warna : kuning keruhd. Lain lain:Terpasang kateter produksi urin 500cc/5 jamMasalah keperawatan : Resiko tinggi infeksi

VI. MUSKULOSKELETAL DAN INTEGUMENKemampuan Otot: 35 55Oedema: adaLain-lain:tangan kanan terasa nyeri,oedem pada pergelangan tangan dan terpasang spalkMasalah keperawatan :Gangguan mobilitas fisik

VII. ENDOKRINPembesaran tyroid: Tidak ada pembesaran tyroidPembesaran Limfe: Tidak ada pembesaran limfeHiperglikemi: Tidak ada hipergikemiHipoglikemi: Tidak ada hipoglikemiLuka Gangren: Tidak ada luka gangrenMasalah keperawatanTidak Ada Masalah Keperawatan

VIII. PERSONAL HIGIENEKebersihan secara umum:KotorKebutuhan personal hygiene di bantu oleh keluarga, mandi di seka 2x/ hari,tidak sikat gigiGanti Pakaian:1 kali/ hariMasalah keperawatanKurangnya perawatan diri

IX. PSIKOLOGIS-SOSIO-SPIRITUALKetaatan menjalankan ibadah: TaatKegiatan dalam menjalankan ibadah: Pasien selalu berdoa di tempat tidurOrang yang paling berharga/ berarti: Istri dan anakHubungan dengan teman dan lingkungan sekitar: BaikMasalah keperawatanTidak Ada Masalah Keperawatan

X. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral2. Resiko tinggi infeksi3. NyeriXI. DATA PENUNJANGFoto: Fraktur pada bagian radius ulna DekstraTerapi: - Cefo/ Phycin 1 x 500mg/IV- Piracetam 1x500mg/IV- Santagesik 1x25mg/IV- Ranitidin 1x 25mg/IV- Infus D5 N5 20 tts/ menitLABORATORIUMTanggal: 09 07 2014No.PemeriksaanHasilNilai Normal

1.HB13,9 gr/dl(L : 13 18) (P : 12,5 16)

2.Lekosit12,4 103/ml(L : 4,3 10,3) (P : 4,3 11,3)

3.Hitung JenisEO : segBa : LimStab : MoEO 0-4% seg 54 62 %Ba 0-1 % Lim 25-33%Stab 3-5% Mo 3-5 %

4.Hematrofit42,2 %(L : 25 50) ( P : 25-45)

5.Trombosit253 103/ml150-400

6.LEDmm/1jam(L: < 15) (P : < 20)

7.Ketikolosit%5-15

8.MalariaNegatif

Test RatioResult FlagsUnitsNormal Range

Glukosa1.33Hmg/dl70-155

SGOT33.9U/L6.37

SGPT16.8U/L6-42

Ureum26mg/dl10-50

Creatinin0.7mg/dl0.6-1.2

UU2.7mg/dl3.4-7.0

BUM12mg/dl4-20

X11 . KLASIFIKASI DAN ANALISA DATANo.Kelompok DataKemungkinan PenyebabMasalahDiagnosa KeperawatanTtd Mhs

1.DS :Pasien mengatakan pusingDO: - Pasien tampak pucat- Terdapat oedem atau hematom pada mata atau briil hematom.- Skala nyeri 8GCS:3,5,6TTVTD : 110/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCRR : 20 x/menitFrakur pada radius ulna Dekstra

Trauma/ Kecelakaan

Cidera Otak

Hematoma

Oedema

kebutuhan O2 ke otak menurun

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan SerebralKetidakefektifan Perfusi Jaringan Serebralberhubungan dengan kebutuhan O2 ke otak menurun ditandai dengan pasien mengatakan sering pusing, pasien tampak pucat Terdapat pembengkakan pada kedua mata TTVTD : 110/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCRR : 20 x/menit

2.

DS :Pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan, nyeri terasa bila dibuat gerak, nyeri pada kepala serasa seperti dipukul

DO: keadaan umum lemah pasien tampak meringis kesakitan, skala nyeri 8-terpasang spalk,oedem pada tangan TTVTD : 110/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCR : 20 x/menit

Trauma/ Kecelakaan

Kompresi tulang

Diskontuinitas tulang

NyeriNyeriNyeri berhubungan dengan Diskontinuitas tulang ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan, nyeri terasa bila di buat gerak skala nyeri 8. TD:110/80 mmHg N:72x/menit S:36,6oc RR:20x/menit

3.DS:pasien mengatakan nyeri pada luka robekDO: - Terdapat luka robek pada bibir dan dahi- mulut kotor - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor, rubor, tumor.TTVTD : 110/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCRR : 20 x/menit

Trauma kecelakaan

Rusaknya jaringan kepala

Luka terbuka

resiko tinggi Infeksi

Resiko Tinggi InfeksiResiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan luka terbuka

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATANNo.Diagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria HasilRencana TindakanRasionalTtd Mhs

1.Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan kebutuhan O2 keotak menurun.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam perfusi jaringan serebral adekuatKH : Tanda-tanda vital dalam batas normalTD : 120/80 mmHgN : 70-80 x/menitS : 36,5 3,2oCRR : 20 x/menit Tingkat kesadaran composmentis GCS 4,5,6 Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial Mampu berkomunikasi sesuai kemampuan1. Observasi TTV

2. Kaji tingkat kesadaran pasien

3. Posisikan kepala supine (datar)

4. Pertahankan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat

R/untuk mengetahui keadaan umum pasien untuk menentukan intervensi selanjutnya

R/Tingkat kesadaran merupakan indikator terbaik adanya neurologi.

R/ menghindari peningkatan tekanan aliran darah menuju otak yang dapat memicu peningkatan tekanan intra kranial

R/Rangsangan aktivitas dapat meningkatkan kenaikan TIK

R/untuk mengurangi edema / tekanan intrakranial selesai program

2.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbukaTujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi pada lukaKH : Tidak ada Tanda- tanda infeksi Luka dalam keadaan bersih dan kering1. Observasi TTV catat serangan panas, nyeri, perubahan kesadaran2. Observasi tanda-tanda infeksi pada luka

3. Monitor kelancaran dran, hitung output dan warna cairan4. Lihat insisi dan balutan

5. Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik

R/ untuk mengetahui keadaan umum pasien dan peradangan

R/ untuk mengetahui tanda tanda infeksi pada luka seperti edema, kemerahan, nyeri yang bertambah beratR/ dapat diketahui adanya infeksi pada luka

R/ untuk mengetahui kedalaman lukaR/ untuk mencegah timbulnya infeksi

3.Nyeri berhubungan dengan diskotinuitas tulangTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien dapat mempertahankan mobilisasiKH : Pasien dapat melakukan aktivitas dengan mandiri Pasien tidak merasa sakit bila tangannya digerakkan Skala nyeri hilang atau berkurang(2-3)1. Observasi TTV

2.Kaji skala nyeri,lokasi dan frekuensi nyeri3.Anjurkan pada keluarga pasien untuk selalu berada disamping pasien4.Beri bidai/ spalk pada posisi fraktur

5.Kolaborasi dengan fisioterapi

R/ untuk mengetahui keadaan umumR/ Untuk mengetahui skala nyeri

R/ untuk membantu pemenuhan mobilisasi pasien

R/ mempertahankan posisi fungsional

R/ berguna untuk program latihan

TINDAKAN KEPERAWATANNo. DiagnosaTanggalJamTindakan KeperawatanTtd Mhs

1.10 07 - 201410.30

11.00

13.00

13.101. Memposisikan kepala lebih tinggi (tidur pakai 1 bantal)2. Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pegunjung3. Mengobservasi tanda-tanda vitalTD: 120/80mmHg N : 72x/menit S : 36.6CRR: 20x/menit4. 4. Mengkaji ulang tingkat kesadaran (GCS= 14)

2.10 07 - 201410.30

11.00 13.00

13.101. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka2. Merawat luka dan mengganti balutan 3. Mengobservasi serangan panas,nyeri dan perubahan kesadaran 4. Mengobservasi tanda-tanda vitalTD: 120/80mmHg N : 72x/menit S : 36.6CRR: 20x/menit

3.10 07 - 201411.00

12.00

13.00

1. Mengajarkan teknik relaksasi dengan cara menarik nafas dalamAmbil nafas dari hidung tahan 3 detik kemudian keluarkan dari mulut. 2. Mengkaji ulang cara teknik relaksasi3. 3.Mengkaji ulang skala nyeri.Nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri terus menerus, namun bertambah jika dibuat bergerak atau mengubah posisi, nyeri di tangan kanan, skala nyeri 8

TINDAKAN KEPERAWATANNo. DiagnosaTanggalJamTindakan KeperawatanTtd Mhs

1.11 07 - 201408.15

08.20

08.30

11.00

13.001.Memposisikan kepala lebih tinggi (tidur pakai 1 bantal)2 Menciptakan lingkungan yang tenang batasi pegunjung 4.Melakukan injeksi pirasetam 1x500mg/IV

5.Mengkaji ulang tingkat kesadaran (GCS= 14

6.Mengobservasi tanda-tanda vitalTD: 120/80mmHg N : 72x/menit S : 36.6CRR: 20x/menit

2.11 07 - 201408.00

08.30

09.1011.10 13.001. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka2. Melakukan injeksi antibiotik cefotaxim 1x500mg/IV3. Merawat luka dan menganti balutan4. Mengobservasi serangan panas,nyeri.5. Mengobservasi tanda-tanda vitalTD: 120/80mmHg N : 72x/menit S : 36.6CRR: 20x/menit

3.11 07 - 201407.30

08.1008.45

09.0010.301.Mengobservasi TTVTD : 110/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCR : 20 x/menit2.Mengkaji derajat mobilisasi yang dihasilkan3.Menganjurkan pada keluarga pasien untuk selalu berada di samping pasien4.Memberikan bidai / spalk pada posisi fraktur 5.Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian Ranitidin 1x25mg/IV

TINDAKAN KEPERAWATANNo. DiagnosaTanggalJamTindakan KeperawatanTtd Mhs

1.12 07 - 201408.00

08.30

09.00

09.30

10.001.Mengobservasi TTVTD : 120/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCR : 20 x/menit2.Mengkaji tingkat kesadaran pasien (GCS = 15)3.Menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan intrakranial 4.Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pegunjung5.Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi Pirasetam 1x500mg/IV

2.12 07 - 201408.00

08.30

09.00

09.30

1.Mengobservasi TTV, catat serangan panas, nyeri dan perubahan kesadaran.

2.Mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi pada luka seperti kolor, dolor, rubor, tumor,kalor3.Melihat insisi dan balutan

4.berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic cefotaxim 1x500mg/IV

3.12 07 - 201408.00

08.30 09.00

09.30

1.Mengobservasi TTVTD : 110/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCR : 20 x/menit2.Mengkaji derajat mobilisasi yang dihasilkan3.Menganjurkan pada keluarga pasien untuk selalu berada di samping pasien4.Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian Ranitidin 1x25mg/IV

EVALUASINo. DiagnosaTanggalJamTindakan KeperawatanTtd Mhs

1.

2.

3.10 07 2014

10 07 2014

10 07 - 2014

14.00

14.15

14.30

S :Pasien mengatakan masih pusing dan nyeri kepalaO :Pasien tampak pucat,terdapat oedem atau hematom pada kedua mata GCS 3,5,6 TD:120/80 N:72x/menit S:36,6A :Masalah belum teratasiP :Intervensi dilanjutkan(1-5)

S :-O :Terdapat luka robek pada bibir dan dahi,luka belum kering dan bersih,tidak ada tanda-tanda infeksi kalor, dolor, rubor, tumor,Pus dan skala nyeri 7 TD : 120/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCA :Tidak terjadi infeksi P :Intervensi dilanjutkan (1-4)

S: Pasien mengatakan nyeri pada tanganO: Pasien tampak pucat,terpasang spalk pada tangan kanan,skala nyeri 7 TTV : TD:120/80 mmHg N:72x/menit S:36,6 CA: Masalah belum teratasiP: Intervensi di lanjutkan(1-4)

1.

2.

3.

11 07 - 2014

11 07 2014

11 07 - 201414.00

14.15

14.30

S :Pasien mengatakan kepala masih pusing dan nyeri kepalaO : Pasien tampak pucat,terdapat oedem atau hematom pada kedua mata,pasien tampak Meringgis kasakitan GCS 4,5,6 TD:120/80 N:72x/menit S:36,6 A : Masalah belum teratasiP :Intervensi dilanjutkan (1-5)

S :-O :luka pada bibir belum kering,bersih dan tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor, rubor dan tumorA : Tidak terjadi infeksiP : Intervensi dilanjutkan(1-4)

S: Pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan sudah berkurangO: Pasien tampak pucat,masih terpasang spalk skala nyeri 6 TD:120/80mmHg N:72x/menit S:36,6CA:Masalah teratasi sebagianP: Intervensi di lanjutkan (1-5)

1.

2.

3.

12 07 2014

12 07 - 2014

12 07 - 2014

14.00

14.15

14.30S :Pasien mengatakan pusing,nyeri kepala berkurang,O :pasien tampak rileks, TTV : TD : 120/80 mmHgN : 72 x/menitS : 36,6oCSkala nyeri 4A :Masalah teratasi sebagianP :Intervensi dilanjutkan(1-4)

S :-O :luka pada bibir sudah kering,dan bersih tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kolor,dolor,rubor dan tumorA :Tidak terjadi infeksiP :Intervensi dilanjutkan(1-4)

S: Pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan sudah berkurangO: Pasien tampak rileks,masih terpasang spalk TD:120/80mmHg N:72x/menit S:36,6CA : masalah teratasi sebagianP :lanjutkan intervensi 1-4

BAB IVPEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas kesenjangan antara Tinjauan Pustaka dengan Kasus yang nyata pada asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa medis Trauma kapitis Sedang di Ruang Flamboyan RSUD Gambiran Kota Kediri.1.PengkajianTn. S usia 65 tahun dengan diagnosa medis trauma kapitis sedang, pada saat MRS, pasien mengatakan nyeri kepala, neri seperti dipukul pukul, terdapat luka robek pada dahi dan bibir, terdapat bengkak pada kedua mata, sianosis pada mata. Nyeri hilang muncul, nyeri bertambah jika pasien bergerak. Skala nyeri 8 pasien tampak meringis kesakitan.Secara teori trauma Kapitis merupakan segala bentuk kekerasan yang menimpa kepala dan akan menyebabkan terjadinya luka pada kulit kepala, tulang tengkorak dan otak. Trauma kapitis pada kecelakaan lalu lintas merupakan yang sering terjadi namun tidak menutup kemungkinan penyebab lain misalnya kekerasan termis maupun akibat benda tajam. Trauma kapitis merupakan penyebab utama kematian di berbagai negara di dunia, terutama pada kelompok usia di bawah 40 tahun. Seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna kendaraan bermotor dan kepadatan kendaraan yang cukup tinggi meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan. Hal ini tidak diikuti oleh kedisiplinan dari pengguna kendaraan bermotor sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan yang bersifat fatal termasuk terjadinya trauma kapitis.Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti iskemia atau hipoksia oleh karena kompresi jaringan otak. Penatalaksanaan umum adalah menilai fungsi saluran nafas dan respirasi, stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma, oksigenasi, mengawasi tekanan darah, mengenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik, mengatasi shock dan mengawasi kemungkinan munculnya kejang.Berdasarkan Data Tersebut dapat di simpulkan bahwa ada kesenjagan yang terjadi antara teori dan hasil pengkajian secara langsung pada pasien trauma kapitis.2.Diagnosa KeperawatanPada kasus ini penulis menemukan diagnosa medis trauma kapitis sedang dengan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka. Diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral ini berdasarkan data subyektif Pasien mengatakan pusing dan bengkak pada mata. Sedangkan kondisi obyektifnya adalah pasien tampak pucat dan terpasang O2 dan kateter, TTV TD : 110/80 mmHg, N : 72 x/menit, S : 36,6oC dan RR : 20 x/menit. Mekanismenya adalah trauma menyebabkan cidera otak, sehingga terjadi hematoma, berdampak pada Oedema, sehingga kebutuhan oksigen ke otak menurun sehingga mengakibatkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.Sedangkan diagnosa angguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri didasarkan pada kondisi subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kanan, nyeri terasa bila dibuat gerak, sedangkan data obyektifinya keadaan umum lemah pasien tampak meringis kesakitan skala nyeri 8. Mekanismenya adalah trauma menyebabkan kompresi tulang sehingga terjadi gangguan diskontinuitas tulang akibatnya terjadi gangguan mobilitas.Untuk diagnosa masalah terjadinya resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka berdasarkan pada kondisi yang ditandai dengan terdapat luka robek pada bibir dan dahi. Kondisi ini disebabkan karena terjadinya trauma yang berdampak pada terjadinya kerusakan pada jaringan kepala, sehingga menimbulkan luka terbuka dan ini memudahkan terhadap terjadinya infeksi.Berdasarkan diagnosa di atas ada kesenjagan,bahwa tidak semua diagnosa yang ada pada teori terdapat pada studi kasus begitu pula sebaliknya.karena diagnosa keperawatan merupakan respon pasien terhadap perubahan patologis maupun fisiologis,perubahan ini timbul akibat dari peroses penyakit yang berbeda sehingga kesenjagan antara teori dan studi kasus sangatlah mungkin terjadi.3.Intervensi keperawatanRencana indakan ini bertujuan untuk menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang talah dibuat pada langkah-langkah sebelumnya. Setiap rencana asuhan harus di jelaskan terlebih dahulu, kemudian disetujui oleh klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena pasien juga akan melaksanakanya.Pada tahap ini ditemukan kesenjangan antara tinjaun pustaka dan tinjauan kasus karena dari tinjauan kasus ditemukan permasalahan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan meliputi upaya untuk mencegah terjadinya trauma sekunder pada otak, menurunkan nyeri dan melakukan pencegahan infeksi.Rencana tindakan yang dilakukan memiliki tujuan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam perfusi jaringan serebral adekuat dengan kriteria hasil tidak ada pusing hebat, kesadaran menurun dan tidak terdapat peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan lainnya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien dapat mempertahankan mobilisasi, dengan kriteria hasil pasien dapat melakukan aktivitas dengan mandiri dan pasien tidak merasa sakit bila tangannya digerakkan. Tujuan upaya pencegahan infeksi adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi pada luka, dengan kriteria hasil tanda tanda infeksi berkurang dan luka dalam keadaan bersih dan kering. 4.Tindakan KeperawatanPelaksanaan merupakan tindakan yang penulis lakukan dengan menerapkan teori asuhan keperawatan dengan melibatkan pasien dan keluarga. Rencana tindakan yang telah disepakati sebelumnya dapat dilaksanakan dengan baik.Tindakan pada kasus Tn. S usia 65tahun dengan diagnosa medis trauma kapitis sedang, dapat dilaksanakan seluruhnya pada tahap implementasi ini yang meliputi observasi TTV, tinggikan posisi kepala pasien, hindari hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan intrakranial, balikkan posisi pasien dari samping ke samping dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat. Sedangkan untuk pencegahan infeksi dilakukan dengan observasi tanda-tanda infeksi pada luka, monitor kelancaran drain, hitung output dan warna cairan, lihat insisi dan balutan, serta kolaborasi untuk pemberian antibiotik. Tindakan keperawatan untuk mempertahankan mobilitas antara lain adalah kaji derajat mobilisasi yang dihasilkan, anjurkan pada keluarga pasien untuk selalu berada disamping pasien, beri bidai/ spalk pada posisi fraktur dan kolaborasi dengan fisioterapi.Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan TnS mengingat kondisi pasien yang sangat lemah sehingga tidak semua rencana tindakan dilakukan5.Evaluasi keperawatanMerupakan penilaian akhir dari pelaksanaan asuhan keperawatan. Dan pada evaluasi ditinjauan kasus dapat dilaksanakan dengan lancar karena klien kooperatif dan bekerjasama baik dengan penulis dan petugas kesehatan.Pada tahap evaluasi penulis melakukan penilaian berdasarkan kriteria hasil yang telah ditetapkan dalam bentuk SOAP. pada kasus Tn. S usia 65 tahun dengan diagnosa medis trauma kapitis sedang. Hasilnya selama dilakukan observasi 3 hari didapatkan dari diagnosa pertama adalah Pasien mengatakan Pasien mengatakan tidak pusing lagi, skala nyeri 3, pasien tampak rileks, mukosa bibir lembab, hasil analisis menunjukkan bahwa masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka dapat diatasi seluruhnya.Pada kasus ini penulis sudah memberikan asuhan keperawatan selama 3 hari dan sudah melakukan evaluasi tiap hari hasil evaluasi masalah teratasin sebagian mengingat kondisi Tn S yang masih lemah.

BAB VSIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan1. Pengkajiam dilakukan pada Tn. S usia 65 tahun dengan diagnosa medis trauma kapitis sedang, pada saat MRS, pasien mengatakan nyeri kepala, neri seperti dipukul pukul, terdapat luka robek pada dahi dan bibir, terdapat bengkak pada kedua mata, sianosis pada mata. Nyeri hilang muncul, nyeri bertambah jika pasien bergerak. Skala nyeri 8 pasien tampak meringis kesakitan.2.Diagnosa pada pasien adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka terbuka.3.Intervensi yang dilakukan meliputi upaya untuk mencegah terjadinya trauma sekunder pada otak, menurunkan nyeri dan melakukan pencegahan infeksi.4.Implementasi pada Tn. S usia 65tahun dengan diagnosa medis trauma kapitis sedang, dapat dilaksanakan seluruhnya pada tahap implementasi ini yang meliputi pencegahan trauma kapitis sekunder dengan tinggikan posisi kepala pasien, hindari hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan intrakranial, rawat luka dan upaya pengurangan nyeri.5.Evaluasi keperawatan yang dilakukan menunjukkan bahwa tujuan keperawatan belum sepenuhnya tercapai tanpa membutuhkan intervensi lanjutan.B. Sarana. Institusi Rumah SakitDiharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam pelaksanaan pelayanan khususnya pada pasien dengan trauma kapitis.b. Institusi PendidikanDiharapakan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang studi kasus pada pasien trauma kapitis sehingga dapat digunakan sebagai acuan praktik klinik keperawatan.c. Bagi Penulis SelanjutnyaDiharapkan dapat dijadikan sebagai dasar masukan untuk penelitian berikutnya dan juga dapat memperbanyak pengetahuan di bidang ilmu keperawatan medikal bedah.d. Bagi PerawatDiharapkan dapat melaksanakan asuhan keparawatan pada pasien trauma kapitis yang berlandaskan pada teori asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencanan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi.

e. Bagi pasien Diharapkan pasien dan keluarga bisa mengenal lebih dalam tentang penyakit trauma kapitis dan mampu melaksanakan pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA

Bedong, M.A, (2001). Cidera Jaringan Otak : Pengenalan dan Kemungkinan Penatalaksanaannya. Medika, No.5 Tahun XXVII.Hamilton, Bailey, et all. 2002. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Terjemahan. Yogyakarta : Gadjah Mada Universiti Press. Japardi, I. (2002). Cedera Kepala. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.Kozier, Barbara, dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 7, Volume 1. Jakarta: EGC.Lombardo, M.C. (2006). Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam : Price, S.A., dan Wilson, L.M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.Markam, S. (2009). Penuntun Neurologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Binarupa Aksara.Sastrodiningrat AG. (2009). Memahami Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prognosa Cedera Kepala Berat. Majalah Kedokteran Nusantara Vol 39 No.3,Sidharta, P. (2008). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian RakyatSmeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2004). Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia: LippincottSoertidewi, Lyna. (2012). Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral. Continuing Medical Education CDK-193/ vol. 39 no. 5, th. 2012Yuda, T 2001. Perdarahan Intrakranial Akibat Cidera Kranioserebral di RSCM 1998-2000. Bagian Neurologi FK UI, Jakarta