kopling & rodagigi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Yang dimaksud dengan transmisi pada umumnya adalah suatu mekanisme yang
dipergunakan untuk memindahkan gerakan (putaran) elemen mesin yaitu poros satu ke
poros yang lain.Banyak jenis mekanisme penggerak/penerus daya yang sering ditemui pada
instalasi permesinan.Beberapa diantaranya adalah:
1. Roda gesek (friction wheel),
2. Kopling (coupling and clutch),
3. Rantai (chain),
4. Sabuk (belt),
5. Roda gigi (gear).
Pemakaian roda gigi sebagai alat transmisi daya yang sangat penting,dapat ditemui
pada berbagai alat dengan daya kecil sampai pada alat produksi turbin uap dengan daya
sampai puluhan atau bahkan ratusan megawatt. Hal ini dimungkinkan karena,bilamana
dibandingkan dengan system transmisi daya yang menggunakan rantai atau sabuk,transmisi
daya dengan menggunakan roda gigi jauh lebih ringkas, simple dan kompak serta mampu
meneruskan putaran yang jauh lebih tinggi (efisiensi lebih tinggi).
Keunggulan transmisi yang menggunakan roda gigi dibandingkan dengan
mekanisme transmisi lain :
a. Efisiensi pemindahan daya yang tinggi,
b. Sistem yang kompak dan bebas slip,
c. Kemampuan menerima beban yang tinggi,
d. Ruangan yang ditempatinya relative kecil,
Sebaliknya transmisi roda gigi juga mempunyai kekurangan, antralain yaitu :
a. Tingkat kebisingan yang tinggi,
b. Memerlukan media pelumas yang cukup dan sesuai,
c. Sistem transmisi daya relative kaku,
d. Perlu dilengkapi dengan kopling yang berfungsi untuk mereda beban kejut, sehingga
harganya cukup mahal (dari tinjauan ekonomi).
Akan tetapi, walaupun memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan, roda gigi
tetap lebih disukai sebagai alat transmisi daya atau putaran pada mesin-mesin,
khususnya di bidang otomotif.
1
1. 1.Pembatasan Masalah Pada perhitungan ulang (recalculation) atau redisain system transmisi roda gigi
Suzuki APV Arena, masalah yang dibahas hanya terbatas pada segi :
1. Rumus-rumus untuk perhitungan kopling plat,
2. Mekanisme kerja roda gigi, 4. Kekuatan roda gigi,
3. Umur dan faktor keamanan, 5. Gambar teknik.
1. 2.Sumber Data-data
Data yang dipergunakan untuk menghitung ulang system transmisi Suzuki APV
Arena ini diperoleh dengan :
1. Melakukan pengukuran langsung,
2. Studi lapangan ke work shop di kantor tempat saya bekerja,
3. Memanfaatkan fasilitas internet
1. 3.Sistematika Pembahasan
Sistematika analisa dan penulisan konsep redisan ini adalah sebagai berikut :
a. Bab I : Pendahuluan,
b. Bab II : Kopling, Roda Gigi dan Sistem Transmisi,
c. Bab III : Perhitungan Roda Gigi,
d. Bab IV : Penutup.
Metoda perhitungan pokok yang diterapkan dalam tugas redisain ini mengacu pada
metoda yang diperoleh dari buku Elemen Mesin karya Sularso dan dari literature
Machine Element, jilid II karya Gustav Niemann serta literature Machine Element karya
Herman Roloff.
2
BAB II
KOPLING, RODA GIGI DAN SISTEM TRANSMISI
2.1. Kopling Plat
Kopling plat adalah suatu kopling yang menggunakan satu plat atau lebih yang
dipasang di antara kedua poros serta membuat kontak dengan poros tersebut sehingga
terjadi penerusan daya melalui gesekan antara sesamanya. Konstruksi kopling ini cukup
sederhana dan dapat dihubungkan dan dilepaskan dalam keadaan berputar. Karena itu
kopling ini sangat banyak dipakai.
Kopling plat dapat dibagi atas kopling plat tunggal dan kopling plat banyak, yaitu
berdasarkan atas banyaknya plat gesek yang dipakai. Juga dapat dibagi atas kopling basah
dan kering, serta atas dasar cara pelayanannya (manual, hidrolik, numatik, dan
elektromagnitis). Macam mana yang akan dipilih tergantung pada tujuan, kondisi kerja,
lingkungan, dan sebagainya.
Gbr. 3.4 Lambang-lambang untuk kopling plat (satu bidang gesek).
Bentuk kopling plat yang paling sederhana diperlihatkan dalam Gambar 3.4. Badan
A dipasang tetap pada poros sebelah kiri, dan badan B dipasang pada poros di sebelah kanan
serta dapat bergeser secara aksial pada poros tersebut sepanjang pasak luncur. Bidang gesek
C pada bidang B didorong ke badan A hingga terjadi penerusan putaran dari poros
3
penggerak di sebelah kiri ke poros yang digerakkan di sebelah kanan. Pemutusan hubungan
dapat dilakukan dengan meniadakan gaya dorong hingga gesekan akan hilang.
adalah diameter dalam, dan adalah diameter luar bidang gesek. Karena
bagian bidang gesek yang terlalu dekat pada sumbu poros hanya mempunyai pengaruh yang
kecil saja pada pemindahan momen, maka besarnya perbandingan / jarang lebih
rendah dari 0,5.
Besarnya tekanan pada permukaan bidang gesek adalah tidak terbagi rata pada
seluruh permukaan tersebut; makin jauh dari sumbu poros, tekanannya semakin kecil. Jika
dalam Gambar 3.4 besarnya tekanan rata-rata pada bidang gesek adalah p (kg/mm²), maka
besarnya gaya yang menimbulkan tekanan ini adalah
F= (2.1)
Jika koefisien gesek adalah , dan seluruh gaya gesekan dianggap bekerja pada keliling
rata-rata bidang gesek, maka momen gesekan adalah
(2.2)
Harga dan harga tekanan yang diijinkan (kg/mm²) diberikan dalam Tabel 3.1.
Harga-harga koefisien gesek dalam tabel tersebut ditentukan dengan memperhitungkan
keadaan bidang gesek yang sudah agak menurun gesekannya karena telah terpakai beberapa
waktu, serta didasarkan atas harga tekanan yang diijinkan yang dianggap baik.
Selanjutnya harus diperhatikan pula dari poros yang digerakkan yang harus
dipercepat pada waktu kopling dihubungkan. Faktor keamanan kopling harus dihitung
dengan memperhatikan macam penggerak mula yang dipakai, variasi beban, besarnya ,
dan ada tidaknya tumbukan.
Tabel 3.1 Harga dan .
Bahan permukaan kontak (kg/mm²)Kering Dilumasi
Besi cor dan besi cor 0,10 - 0,20 0,08 – 0,12 0,09 – 0,17
Besi cor dan perunggu 0,10 - 0,20 0,10 - 0,20 0,05 – 0,08
Besi cor dan asbes (ditenun) 0,35 – 0,65 - 0,007 – 0,07
Besi cor dan serat 0,05 – 0,10 0,05 – 0,10 0,005 – 0,03
4
Besi cor dan kayu - 0,10 – 0,35 0,02 – 0,03
Kerja penghubungan yang diijinkan dibatasi menurut banyaknya penghubungan
dalam suatu jangka waktu tertentu. Kenaikan temperatur juga dibatasi. Umur plat gesek juga
harus dihitung.
Sekalipun untuk kopling plat yang sederhana, sebanyak mungkin segi yang penting
harus diperhatikan, agar kopling dapat bekerja dengan halus dan aman, karena kopling
adalah suatu bagian yang penting.
Gbr. 3.5 Penggolongan kopling menurut cara kerjanya.
5
Selain perhitungan momen, kopling, dalam praktek juga ditentukan karena
percepatan dll. Di bawah ini akan diberikan cara yang lebih lengkap.
1) Mula-mula ditentukan cara pelayanan pada mesin yang akan dipakai, seperti manual
atau otomatik, langsung atau jarak jauh, serta macam pelayanan seperti: manual,
hidrolik, numatik, atau magnitik [Gambar 3.5(a), (b), (c)].
2) Tentukan macam kopling menurut besarnya momen yang akan diterukan, plat tunggal
atau plat banyak.
3) Perhitungkan macam dan karakteristik momen dari penggerak mula. Jika variasi
momennya besar, suatu kopling kering dapat dipakai dengan plat luar macam roda gigi,
atau kopling basah tanpa bentuk plat luaryang demikian. Jika kopling akan dikenai
beban tumbukan berat, ada baiknya dipakai kpling numatik.
4) Untuk jangka waktu penghubungan sebesar 0,2 sampai 1 detik (s), kopling macam apa
saja dapat dipakai. Namun untuk 0,2 (s) atau kurang. Kopling basah hanya dapat dipakai
untuk kapasitas kecil. Terutama kopling dengan pelayanan hidrolik harus dihindari
karena kerjanya lebih lambat dari pada yang lain.
5) Untuk jumlah penghubung kurang dari 20 kali/menit, semua macam dapat dipakai,
tetapi untuk lebih dari 20 kali/menit, kopling basah tidak cocok.
6) Jika lingkungan kerja tidak baik, pakailah kopling basah, dan jika pemakaian kopling
kering tak dapat dihindari, pasanglah kopling tersebut di dalam kotak yang tertutup rapat
dan kedap.
7) Untuk penempatan yang menyulitkan pemeriksaan dan pemeliharaan, lebih cocok jika
dipakai cara pelayanan hidrolik, numatik, dan elektromagnitik.
8) Jika diingini umur yang panjang, pemakaian kopling basah sangat sesuai.
Rumus-rumus perhitungan kopling plat dapat dikelompokkan menjadi lima: 1.
Momen puntir, 2. Kerja penghubungan, 3. Jangka waktu kerja, 4. Perhitungan panas, dan 5.
Umur plat gesek.
2.1.1. Momen Puntir
i) Momen yang dihitung dari daya penggerak mula. Jika daya penggerak mula
adalah P (kW), faktor koreksi f , dan putaran poros kopling n (rpm), maka momen puntir T
(kg.m) pada poros kopling adalah
6
T=974 (2.3)
Jika P adalah daya nominal motor, f =1 dapat dipandang cukup karena sudah
mencakup beberapa tambahan.
ii) Momen yang dihitung dari beban. Jika gaya yang ditimbulkan oleh beban adalah F
(kg), kecepatan beban adalah V (m/min), putaran poros kopling adalah n (rpm), dan
efisiensi mekanis adalah , maka momen beban T (kg.m) dapat dinyatakan oleh:
(2.4)
Momen ini mencakup dua macam beban: pertama, beban berat sejak dari permulaan
seperti pada konveyor; dan kedua, beban ringan pada permulaan seperti pada pemutaran
cekam mesin bubut bersama benda kerjanya dan kemudian beban penuh setelah
pemotongan oleh pahat bubut dimulai.
Jika beban berat sudah bekerja sejak permulaan dan harganya tidak diketahui, maka
momen T (kg.m) yang dihitung dari daya motor nominal dapat dipakai secara efektif. Jika
momen start adalah T (kg.m), maka:
(2.5)
Momen maksimum pada kecepatan penuh kemudian dapat dianggap T (kg.m).
Jika efek total roda gaya terhadap poros kopling adalah GD (kg.m²), kecepatan
relatif adalah n (rpm), dimana beban berputar dengan n (rpm), dan jangka waktu
penghubungan (dari saat kopling dihubungkan hingga kedua poros mencapai putaran yang
sama) adalah t (s), maka persamaan gerak dari seluruh benda yang berputar adalah
T=J (2.6)
dimana T =momen dari luar (kg.m), J=momen inersia (kg.m.s²), g=9,8 (m/s²),
kecepatan sudut awal (rad/s), kecepatan sudut akhir (rad/s).
7
Jika momen percepatan yang diperlukan untuk mencapai jangka waktu
penghubungan yang direncanakan (s) adalah (kg.m), maka karena momen luar
,
= (2.7)
(2.8)
Bila dan momen beban adalah kecil pada penghubungan, dan momen beban
berat dikenakan setelah terjadi hubungan, serta jika momen beban maksimum adalah T ,
dimana
(2.9)
Maka kopling tersebut dapat dianggap bekerja dengan momen gesekan statis. Dalam
keadaan demikian, pilihlah kopling dengan sebagai kapasitas momen gesekan statis
dalam daerah berikut:
(2.10)
Sebaliknya, meskipun beban berat dikenakan kemudian, jika:
(2.11)
dan, bila momen beban berat dikenakan dari permulaan, maka pilihlah kopling dengan
sebagai kapasitas momen gesekan dinamis dalam daerah berikut:
(2.12)
Untuk kopling elektromagnit plat tunggal kering (Gambar 3.6) momen gesekan statisnya
diberikan dalam Tabel 3.2, dan momen gesekan dinamisnya dalam Gambar 3.7. Faktor
keamanan f diberikan dalam Tabel 3.3.
2.1.2. Kerja Penghubungan
8
Setelah pemilihan kapasitas momen, perlu dibahas panas gesekan atau kerja
penghubungan oleh slip pada waktu berlangsung proses penghubungan. Untuk kopling
dengan kapasitas momen yang dipilih, kerja penghubungan yang diijinkan diberikan
menurut jumlah penghubungan dalam jangka waktu tertentu. Jika kerja untuk sekali
penghubungan lebih kecil dari pada kerja penghubungan yang diijinkan, maka dapat
diterima.
Gbr. 3.6 Kopling elektromagnit dengan plat tunggal kering.
Tabel 3.2 Contoh momen puntir gesek statis untuk kopling elektromagnit plat tunggal kering (Gambar 3.6)
Nomor kopling 1,2 2,5 5 10 20 40 70 100
Momen gesek statis (kg.m) 1,2 2,5 5 10 20 40 70 100
sisi rotor (kg.m²)sisi stator (kg.m²)
0,00130,0022
0,00340,0052
0,00890,0150
0,02210,0322
0,08820,1004
0,21920,2315
0,41240,5036
1,12571,0852
Diameter lubang
Alur pasak 155x2
205x2
257x3
307x3
4010x3,5
5015x5
6015x5
7018x6
A
B
C
L
U
S
90
-
25
60
50
0,3
110
-
35
75
60,3
0,3
140
-
42
90
69
0,3
175
-
50
115
85
0,4
220
144
70
132
95,3
0,5
260
150
85
157
109
0,7
315
180
100
168
123
0,7
380
205
120
192
138
0,8
Berat (kg) 1,5 2,4 4,5 9,0 16 25 38,5 56
9
i) Pada waktu percepatan. Sekarang akan dicari kerja yang dilakukan bila beban
yang telah berputar dengan putaran n (rpm) dipercepat menjadi n (rpm) setelah
dihubungkan dengan poros penggerakyang mempunyai putaran n (rpm) dalam arah yang
sama. Kerja untuk satu kali hubungan dapat dinyatakan dengan satuan (kg.m/hb).
Kerja yang dilakukan dalam jangka waktu penghubungan yang sesungguhnya (s)
dari kecepatan sudut (rad/s) menjadi (rad/s) dengan kapasitas momen (kg.m)
adalah perkalian antara sudut yang ditempuh oleh putaran poros dalam jangka waktu
sebesar ( /2 kali dengan . Jadi:
E=
(2.13)
Karena dalam persamaan (2.8) menjadi , maka
(2.14)
Dari kedua persamaan di atas,
Gbr.3.7 Karakteristik momen puntir gesek dinamis terhadap putaran relatif dari kopling elektromagnit dengan plat tunggal kering
10
Tabel 3.3 Faktor keamanan untuk memilih kopling tak tetap
Watak pembebanan
(frekwensi penghubungan,
inersia, variasi beban,
tumbukan)
Macam penggerak mula
Macam mesinMotor Listrik.
Turbin.
Motor
Bensin 4-6
silinder
Motor Diesel 4-6
silinder. Motor
Bensin 1-2 silinder
Frekwensi dan inersia ren-
dah, bebas variasi beban.1,5 1,7 2,1
Blower, kipas angin,
mesin kantor.
Frekwensi dan inersia
ren-
dah.
1,7 2,0 2,4
Mesin perkakas kecil,
mesin pintal, pompa
kecil kecepatan tinggi,
mesin kayu kecil.
Frekwensi rendah. 2,0 2,3 2,8
Mesin perkakas besar,
pres kecil, derek, mesin
pintal, pompa kecil,
kompresor.
Variasi beban besar,
inersia besar.2,4 2,8 3,4
Pres sedang, kran,
pengaduk, mesin tap,
penumbuk.
Beban tumbukan, beban
berat.3,4 4,0 4,7
Rolling mill berat, pres
besar, mesin serut,
mesin tusuk gerigi.
(kg.m/hb) (2.15)
Bila beban dalam keadaan diam, maka .
ii) Jika sisi beban berputar berlawanan dengan arah putaran poros penggerak. Jika
jangka waktu yang diperlukan untuk perlambatan dari (rpm) menjadi nol adalah (s),
Dan jangka waktu untuk percepatan dari nol menjadi (rpm) adalah (s), maka
persamaan gerak dari benda yang berputar adalah
(2.16)
11
(2.17)
maka,
; (2.18)
Besarnya sudut yang ditempuh adalah , sehingga
=
(2.19)
Jika kerja penghubungan yang diijinkan adalah (kg.m/hb), maka haruslah
(2.20)
Jumlah penghubungan terhadap kerja penghubungan yang diijinkan untuk kopling
elektromagnit plat tunggal kering diperlihatkan dalam Gambar 3.8.
2.1.3. Waktu Pelayanan Dan Penghubungan (Waktu Kerja)
Pada permulaan perhitungan, momen percepatan yang diperlukan untuk memenuhi
waktu penghubungan yang direncanakan dicari lebih dahulu, dan momen puntir serta
nomor kopling menentukan. Kemudian momen percepatan oleh kopling dan waktu
penghubungan yang sesungguhnya dapat dihitung. Karena menjadi lebih besar maka
menjadi lebih kecil dari pada . Meskipun demikian perlu diperiksa untuk
meyakinkannya.
Rumus yang diperoleh dalam (2) dapat disusun sebagai berikut:
i) Pada percepatan
(2.21)
12
Gbr. 3.8 Kerja penghubungan yang diperbolehkan untuk kopling elektromagnit dengan plat tunggal kering (Gbr, 3.6).
ii) Bila sisi beban berputar berlawanan dengan arah putaran poros penggerak.
(2.22)
Waktu yang diambil sejak dari permulaan pelayanan hingga tercapai hubungan
adalah waktu penghubungan yang sesungguhnya seperti tersebut di atas ditambah waktu
yang diambil sejak operator memulai pelayanan sampai saat gaya mulai bekerja pada
badan kopling. Waktu mencakup semua waktu di dalam pelayanan yang tergantung pada
macam kopling, dan perbedaan di antara operator dalam hal kopling manual. Besarnya
waktu tersebut adalah penting, meskipun harganya tidak tetap.
2.1.4. Perhitungan Panas
13
Kerja penghubungan pada kopling akan menimbulkan panas karena gesekan hingga
temperatur kopling akan naik. Temperatur permukaan plat gesek biasanya naik sampai 200
(ºC) dalam sesaat. Tetapi untuk seluruh kopling umumnya dijaga agar suhunya tidak lebih
tinggi dari pada 80 (ºC).
Jika kerja penghubungan untuk satu kali pelayanan direncanakan lebih kecil dari
pada kerja penghubungan yang diijinkan, pada dasarnya pemeriksaan temperatur tidak
diperlukan lagi.
2.1.5. Umur Plat Gesek
Umur plat gesek kopling kering adalah lebih rendah dari pada ± umur kopling
basah. Karena laju keausan plat gesek sangat tergantung pada macam bahan geseknya,
tekanan kontak, kecepatan keliling, temperatur, dll., maka agak sukar untuk menentukan
umur secara teliti. Sekalipun demikian, taksiran kasar dapat diperoleh dari rumus berikut ini.
(2.23)
dimana E = kerja penghubungan untuk satu kali hubungan (kg.m/hb), w = laju keausan
permukaan bidang gesek (cm²/(kg.m)) (Tabel 3.4), dan L³ = volume keausan yang diijinkan
dari plat gesek (cm³) (Tabel 3.5).
Tabel 3.4 Laju keausan pelat gesek.
Bahan permukaan w [cm³/(kg.m)]
Paduan tembaga sinter
Paduan sinter besi
Setengah logam
Damar cetak
(3-6) x
(4-8) x
(5-10) x
(6-12) x
Tabel 3.5 Batas keausan rem dan kopling elektromagnit plat tunggal kering.
Nomor kopling/rem 1,2 2,5 5 10 20 40 70 100
Batas keausan 2,0 2,0 2,5 2,5 3,0 3,0 3,5 3,5
14
permukaan (mm)
Volume total pada
batas keausan (cm³)7,4 10,8 22,5 33,5 63,5 91,0 150 210
2.2. Roda Gigi Dan Sistem Transmisi
Pada kendaraan bermotor, alat transmisi adalah suatu mekanisme penyalur daya dan
atau putaran yang dihasilkan oleh mesin dari energi pembakaran bahan baker di dalam
ruang baker. Secara garis besar urutan penyaluran daya dan putaran adalah :
1. Energi eksplosi dari ruang bakar diubah menjadi gerak translasi dengan perantara
torak (piston),
2. Kemudian, gerak translasi diubah menjadi gerak rotasi dengan memakai poros
engkol (crank shaft),
3. Selanjutnya, gerak rotasi tersebut diteruskan ke sistem gerak translasi melalui
kopling,
4. Dan akhirnya, daya dan atau putaran disampaikan ke roda penggerak melalui poros.
Mesin yang handal harus mampu menghasilkan daya untuk menggerakkan body
kendaraan dan factor luar yang dibebankan padanya, sehingga kemampuan kendaraan
tercapai sesuai yang diinginkan. Resistansi terkecil terjadi karena adanya gaya adhesi antara
permukaan ban (roda) dan permukaan jalan, sedangkan resistansi terbesar adalah resistansi
udara (air resistance) dan resistansi gelinding (rolling resistance). Untuk mengantisipasi
resistansi tersebut dan agar mampu meneruskan daya optimal, diperlukan system transmisi
roda gigi dengan perbandingan transmisi tertentu.
2.2.1. Sistem Transmisi Roda Gigi
Sistem transmisi roda gigi yang digunakan pada kendaraan bermotor umumnya
terdiri dari 3 poros, yaitu :
1. Poros utama atau poros input (primary shaft).
Poros input yang selalu berputar sesuai dengan kapasitas daya yang bersumber dari
ruang bakar mesin (engine) terdapat roda gigi IV. Poros input tersebut berhubungan
dengan kopling gesek yang digunakan untuk mengatur system pelepasan dan
pemasukan daya yang kemudian diteruskan pada system transmisi roda gigi.
2. Poros Gigi Susun (lay shaft).
15
Pada poros gigi susun terdapat satuan roda gigi yang tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya. Satuan roda gigi susun selalu bersinggungan dengan pasangan
roda gigi pada poros input dan poros output.
3. Poros Output.
Pada poros output terdapat cincin pengunci, gigi penggerak, speedometer, dan pasak
datar (sunkey), unit selongsong (hub) kopling no 2, cincin sinkronisasi dan gigi
ketiga, bushing, bantalan, gigi no 1, dan cincin sinkronisasi, bola pengunci, satuan
hub koling no 1, gigi kedua dan cincin sinkronisasi.
4. Roda Gigi Pembalik Putaran (gear reversing).
Berfungsi untuk mengubah besar dan arah putaran dari poros input sehingga
menghasilkan arah putaran yang terbalik pada poros output. Roda gigi ini hanya
bekerja bila tongkat pemindah transmisi (versnelling) terletak pada posisi mundur.
Pada posisi R roda gigi pembalik putaran akan menghubungkan gigi R pada poros
output dengan gigi susun bagi posisi mundur (reverse position).
2.2.2. Perancangan Roda Gigi
Pada perancangan elemen mesin, termasuk roda gigi terlibat kuantitas-kuantitas
sebagai :
Beban yang harus didukung oleh elemen mesin, dapat berupa kuantitas-kuantitas
gaya, momen lentur, momen puntir, dll,
Tegangan yang terjadi dalam elemen mesin akibat beban yang diterima,
Geometri dan dimensi elemen mesin,
Kekuatan elemen mesin, yaitu tegangan yang diizinkan terjadi tanpa
menimbulkan kerusakan pada elemen,
Bahan elemen mesin.
Tahap awal proses perencanaan (merancang/designing) setiap elemen mesin
adalah menentukan material (dalam hal ini didasarkan atas pertimbangan kekuatan dan
nilai ekonomis material) serta dimensi elemen mesin yang sudah diketahui fungsinya
(kekuatan elemen mesin). Elemen mesin yang dirancang berdasarkan pertimbangan
kekuatan dan nilai ekonomis tersebut diharapkan tidak akan mengalami kegagalan
ketika dan atau selama beroperasi.
Elemen mesin itu juga harus memenuhi berbagai persyaratan desain, antara lain :
Elemen mesin itu tidak boleh mengalami deformasi permanen,
Elemen mesin tidak boleh mengalami deformasi eksesif, misalnya Buckling,
16
Elemen tidak boleh mengalami getaran yang eksesif sehingga mengganggu
fungsi elemen lainnya,
Tingkat kebisingan elemen mesin sedapat mungkin berada pada batas ambang
yang diperbolehkan.
Dalam praktek desain actual, ternyata jumlah rumus (hubungan antar persamaan-
persamaan secara teoritis dari beberapa kuantitas) yang tersedia lebih sedikit daripada
kuantitas yang harus ditentukan, sehingga untuk mengatasi kekurangan ini diperlukanlah
hubungan empiris (angka praktek yang diperoleh berdasarkan eksperimen dan tidak
perlu dibuktikan secara teoritis) untuk menentukan kuantitas-kuantitas itu.
Selain kesulitan yang terdapat pada perancangan roda gigi di atas, masih ada
kesulitan lain yang mendominasi permasalahan, yaitu beban pada gigi hanya
bisa diperkirakan jika semua ukuran roda gigi dan jumlah gigi telah diketahui, yakni
kuantitas-kuantitas yang justru hendak ditentukan.
Untuk mengatasi berbagai kesulitan tersebut, harus ada suatu metode sederhana
namun taktis dalam upaya memperoleh kuantitas-kuantitas yang diisyaratkan.
Berdasarkan perkiraan kuantitas-kuantitas tersebut kemudian dilakukan proses
perhitungan berbagai dimensi roda gigi yang melibatkan nilai ekonomi dan kekuatan
bahan dengan menggunakan suatu metoda yang dinamakan proses iterasi (iteration
processes).
Kuantitas-kuantitas yang harus dihasilkan dalam proses perancangan roda gigi
pada konsep redesain ini adalah sebagai berikut :
1. Macam profil, involut, sikloidal, atau wildhaber-novikov,
2. Modul : m,
3. Sudut tekan : ,
4. Jumlah gigi : dan ,
5. Tinggi gigi : standar, pendek, atau tinggi ,
6. Korigasi gigi : X,
7. Jenis roda gigi : lurus, miring, kerucut,
8. Rasio kontak: ,
9. Bahan dan pelumas yang diperlukan.
Kuantitas-kuantitas di atas ada dalam asumsi perancang. Artinya perancang
dapat mengasumsikan kuantitas awal terlebih dahulu, kemudian menghitung kuantitas-
kuantitas lainnya, dan selanjutnya melakukan rechecking terhadap kuantitas-kuantitas
awal yang diasumsikan tersebut.
17
2.2.2.1. Perhitungan Dimensi Utama
Kuantitas yang diperlukan untuk menentukan kapasitas beban dalam
perancangan sistem roda gigi, meliputi :
a. Kuantitas-kuantitas pada lingkaran singgung (pitch) dan lingkaran dasar,
b. Kuantitas-kuantitas yang menentukan perubahan bentuk roda gigi yang terdiri
dari factor korigasi, diameter lingkaran kepala dan tinggi kepala gigi.
A. Perhitungan Jumlah Gigi
Jumlah gigi ditentukan dari rumus :
(2.24)[Lit. 3 ; hal.437]
Sudut tekan ditentukan, (nilai ini umum dipakai).
Nilai diperoleh dari pendekatan nilai dan ditentukan nilai .
(2.25)
Perbandingan roda gigi : dan diketahui dari spesifiksai data-data teknis,
dan kuantitas ini digunakan untuk menentukan kuantitas-kuantitas lainnya yang
terkait.
(2.26)
(2.27)
(2.28)
(2.29)
B. Perhitungan Kuantitas-kuantitas Pada Lingkaran Singgung Dan
Lingkaran Dasar
18
o Diameter lingkaran singgung, (2.30)
o Diameter lingkaran pitch (2.31)
o M o d u l, (2.32)
o Nilai modul & lingkaran singgung (2.33)
Dari Tabel 22/15, dipilih nilai yang sesuai.
o Jarak sumbu poros, (2.34)
Bila dimensi sesungguhnya belum diketahui, diameter lingkaran pitch gigi dihitung
dengan menggunakan persamaan di bawah ini :
(2.35)[Lit. 3 ; hal.251]
yang mana :
P : Daya yang akan ditransmisikan dalam kW,
p : Kekuatan lelah dalam N.m lihat Tabel A15.2,
i : Rasio roda gigi,
n : Putaran permenit,
(pada grafik 4.1).
Formula yang dianjurkan oleh Herman Roloff di dalam literature karyanya
(hal.455) untuk menentukan lebar roda gigi adalah sebagai berikut :
Untuk pinyon,berlaku : (2.36)
Sudut kontak miring dapat dihitung dengan persamaan:
(Herman Roloff hal.470) : (2.37)
Diameter lingkaran besar, (2.38)
Pada persamaan transversal, (2.39)
C. Penentuan Faktor Korigasi
19
Penentuan factor korigasi didasarkan pada kuantitas penampang normal,
sedangkan perhitungan diameter lingkaran kepala dan tinggi kepala didasarkan pada
kuantitas-kuantitas di penampang transversal.
Korigasi adalah jarak pemunduran atau pemajuan dari atau bentuk pemotong
gigi terhadap pusat diameter roda gigi. Tujuannya adalah agar kepala gigi di
lingkaran kepala gigi tidak bersentuhan dengan kaki gigi pasangannya pada waktu
operasi. Penentuan factor korigasi tersebut dapat diperoleh dari persamaan :
(2.40)[Lit. 2 ; hal. 117]
Untuk menentukan nilai digunakan persamaan berikut :
(2.41)[Lit. 2 ; hal. 115]
(2.42)[Lit. 2 ; hal. 117]
Atau dengan menggunakan Tabel 22/3, tetapi sebelumnya dicari dahulu kuantitas-
kuantitas sebagai berikut :
(2.43)[Lit. 2 ; hal. 105]
(2.44)[Lit. 2 ; hal. 118]
(2.45)[Lit. 2 ; hal. 117]
Berdasarkan nilai dan , maka dari Tabel 22/3 diperoleh nilai dan .
(2.46)[Lit. 2 ; hal. 106]
(2.47)[Lit. 2 ; hal. 106]
(2.48)[Lit. 2 ; hal. 114]
(2.49)
Pemilihan nilai dan berdasarkan DIN 3992 diambil ketentuan sebagai berikut :
20
Sistem roda gigi dengan roda gigi yang direncanakan digunakan untuk
mekanisme transmisi relative rendah.
Sistem roda gigi direncanakan dengan kekuatan yang tinggi.
Bila dan bernilai positif, maka dan kedua roda gigi tersebut akan
mempunyai nilai yang besar, sedangkan jarak porosnya tetap sehingga sebagian dari
kepala gigi dipotong agar kelonggaran (clearance) antara kepala gigi dan kaki gigi
pasangan dapat memenuhi batasan yang disyaratkan. Tinggi pemotongan kepala gigi
dinyatakan dengan notasi dan nilaqinya ditentukan sebagai berikut :
(2.50)
K. (2.51)
D. Penentuan Besaran Pada Lingkaran Kepala
Perhitungan ini dilakukan pada penampang transversal dengan tujuan untuk
mendapatkan kuantitas-kuantitas yang diperlukan untuk penggambaran.
(2.52)[Lit. 2 ; hal. 116]
Diameter lingkaran kepala :
(2.53)
Tinggi kepala gigi :
(2.54)[Lit. 2 ; hal. 118]
2.2.2.2. Intensitas Beban Nominal
Jika roda gigi 1 meneruskan gaya (HP) pada putaran (rpm), maka roda
gigi penggerak (1) mengalami momen punter sebesar :
(2.55)
Dalam hal ini masing-masing variable adalah :
21
: Momen Puntir ,
: Daya (HP) ,
: Kecepatan putaran (rpm)
Pada saat titik kontak terjadi di titik pitch dan jika saat itu hanya satu pasang gigi
saja yang berkontak, maka gaya tangensial nominal adalah:
(2.56)
Gaya tangensial tersebut merupakan kuantitas yang akan dipakai sebagai
titik tolak analisa gaya dan tegangan selanjutnya. Niemann menggunakan kuantitas
intensitas beban nominal B sebagai parameter disain yang kuantitas beban nominal
ini diformulasikan oleh Niemann sebagai berikut :
(2.57)[Lit. 2 ; hal. 119]
Nilai B juga dapat diperoleh dari hubungan berikut :
(2.58)[Lit. 2 ; hal. 119]
2.2.2.3. Rasio Kontak
Nilai perbandingan (rasio) kontak diperlukan untuk menentukan kuantitas
lain, karena itu disini akan dianalisa cara menghitung rasio kontak. Pada gambar
22/39 dalam literature karya Niemann dicantumkan diagram untuk menentukan
dengan parameter dan .
Cara membaca nilai :
Hitung tinggi kepala gigi :
Hitung parameter :
Dengan memanfaatkan parameter tersebut di atas dan sudut pegang ,maka dapat
dibaca nilai sebagai ordinat diagram tersebut.
Nilai dari diagram diatas juga dapat diperoleh dari rumus berikut :
22
(2.59)
Dengan dihitung dari :
(2.60)
Untuk roda gigi miring :
(2.61)
2.2.2.4. Intensitas Beban Efektif
Intensitas beban nominal B merupakan kuantitas dinamis. Niemann
mencari nilai beban maksimum gigi, dengan menggunakan factor-faktor pengali
yang diperoleh secara teoritis dan empiris sebagai berikut :
(2.62)[Lit. 2 ; hal. 119]
yang mana masing-masing variable mendefinisikan :
: Intensitas beban efektif, yaitu nilai maks.dari intensitas beban B yang dinamis,
: Faktor kejut (Tabel 22/18 Niemann),
: Faktor beban dinamis Gambar 22/37 Niemann),
: Faktor distribusi beban sepanjang lebar gigi,
: Faktor kemiringan gigi.
A). Penentuan Faktor Dinamik
Rumus untuk menghitung adalah :
(2.63)
dengan :
(2.64)
adalah nilai terbesar dari
23
Overlap ratio : (2.65)
Nilai ditentukan dari gambar 22/37 Niemann dengan terlebih dahulu
menghitung dua parameter, yaitu v : kecepatan tangensial dan .
Di bawah ini dicantumkan rumus-rumus untuk menghitung
Ketidaktelitian jarak pitch, , (DIN 3961) :
(2.66)
diperoleh dari table 22/12 Niemann.
: diameter pitch terbesar pasangan roda gigi.
Ketidaktelitian arah gigi, dihitung dari :
(2.67)
diperoleh dari tablel 22/12 Niemann.
Ketidaktelitian arah gigi efektif (setelah running-in) adalah :
(2.68)
B). Penentuan Faktor Distribusi Beban
Nilai ditentukan dari Tabel 22/19 Niemann.
Parameter untuk menentukan adalah T :
(2.69)
dalam hal ini :
1 untuk pasangan roda gigi baja,0,75 untuk pasangan roda gigi baja besi cor,
0,55 untuk pasangan roda gigi besi cor.
Ada dua macam nilai , yaitu nilai linear untuk beban yang terbagi lurus
memanjang di sepanjang lebar gigi, dan nilai parabolic untuk beban yang terbagi
secara parabola ketika proses running-in berlangsung dengan baik.
C). Penentuan Faktor Kemiringan Gigi
24
Nilai untuk roda gigi miring dengan sudut pegang normal dapat dilihat
pada gambar 22/38 Niemann.
2.2.2.5. Tegangan Kaki Gigi Efektif
Secara teoritis, tegangan kaki gigi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
Z.q.B (2.70)
Tegangan kaki gigi yang sebenarnya terjadi (efektif) :
(2.71)
yang mana :
dapat diperoleh dari gambar 22/40 didalam literature karya Niemann,
dengan parameter :jumlah gigi dan factor korigasi X.
dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus berikut :
(2.72)
(2.73)
Dengan (2.74)
2.2.2.6. Tekanan Permukaan Gigi Efektif
Tekanan permukaan gigi teoritis adalah :
dan (2.75)
Tekanan permukaan yang sebenarnya adalah :
(2.76)
Dengan dan (2.76.a)
(2.76.b)
25
(2.76.c)
(2.76.d)
2.2.2.7. Faktor Keamanan Dan Umur Gigi
a). Faktor Keamanan Untuk Tegangan Kaki Gigi
Faktor keamanan didefinisik an :
(2.77)
Dengan adalah material seperti yang tercantum pada tabel 22/25
Niemann.
b). Faktor Keamanan Terhadap Pitting
Menurut Niemann, tekanan permukaan yang diijinkan, ,agar tidak terjadi
pitting adalah :
(2.78)
;untuk roda gigi yang terbuat dari material yang tercantum dalam
Tabel 22/25 jika roda gigi pasangannya terbuat dari baja ;
; untuk roda gigi yang pasangannya terbuat dari besi cor ;
; untuk roda gigi yang pasangannya terbuat dari
material dengan modulus elastisitas E.
; jika nilai kekerasan permukaan H menyimpang dari nilai
kekerasan permukaan H seperti yang tercantum dalam Tabel 22/25 dan
Nilai H< 650 ;
; untuk kasus-kasus lain ;
: nilainya tergantung dari kecepatan V (m/s)
(2.79)
26
: nilainya tergantung dari viskositas V(cst) minyak pelumas pada
temperature kerja.
Pedoman untuk nilai viskositas minyak pelumas V 50 (cst pada C), dengan
pasangan roda gigi terletak dalam rumah roda gigi tertutup dan suhu minyak
pelumas sampai C, tercantum pada Tabel 22/28 Niemann.
Nilai diambil dari Tabel 22/25 untuk umur Roda gigi yang panjang, atau
diambil dari Gambar 22/41 untuk umur terbatas.
c). Faktor Keamanan Terhadap Scorring
Faktor keamanan terhadap scorring, (S) adalah :
(2.80)
yang mana :
(2.81)
dengan merupakan nilai terbesar dari :
atau
secara umum : (2.82)
diperoleh dari Gambar 22/43 Niemann.
Sebelum mencari , nilai harus diketahui dahulu.
ditentukan dengan bantuan Tabel 22/29 Niemann.
d). Umur Roda Gigi
Bila seluruh dan lebih besar dari pada 1, maka umur roda gigi menjadi
tak berhingga (L = ). Namun bila salah satu dari ketiga factor keamanan itu lebih
kecil dari pada 1, maka umurnya terbatas.Pada kondisi ini, umur roda gigi ditentukan
sebagai berikut :
(2.83)
27
Nilai yang terkecil dipilih sebagai umur roda gigi.
2.2.2.8. Sistem Transmisi Pada Suzuki APV Arena
Pada sistem transmisi Suzuki APV Arena terdapat lima (5) tingkat kecepatan
maju dan satu (1) kecepatan mundur. Pada kendaraan tersebut, transmisi yang dipakai
adalah jenis sinkromesh. Mekanisme perbandingan giginya adalah sebagai berikut :
Gambar susunan roda gigi
Ini adalah susunan 5 gigi kecepatan yang lazim digunakan pada mobil modern
ditambah dengan satu gigi mundur yang ditandai dengan R. Penempatan gigi mundur (R)
krucial karena bisa salah memasukkan dapat mengganggu jalannya kendaraan, karena
kalau dari gigi 5 salah pindah ke mundur bisa berakibat fatal.
Transmisi manual adalah sistem transmisi otomotif yang memerlukan pengemudi
sendiri untuk menekan/menarik seperti pada sepeda motor atau menginjak kopling
seperti pada mobil dan menukar gigi percepatan secara manual. Gigi percepatan
dirangkai didalam kotak gigi/gearbox untuk beberapa kecepatan, biasanya berkisar antara
3 gigi percepatan maju sampai dengan 6 gigi percepatan maju ditambah dengan 1 gigi
mundur (R). Gigi percepatan yang digunakan tergantung kepada kecepatan kendaraan
pada kecepatan rendah atau menanjak digunakan gigi percepatan 1 dan seterusnya kalau
kecepatan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya kalau mengurangi kecepatan gigi
percepatan diturunkan, pengereman dapat dibantu dengan penurunan gigi percepatan.
1. Posisi Gigi I
28
Bila hub transmisi (5) digeser ke kanan, roda gigi I agar berhubungan dengan
synchronizer.Dengan demikian roda gigi I terkunci pada poros output dan gigi
lainnya bebas berputar.sehingga terjadilah reduksi putaran oleh roda gigi satu.
2. Posisi Gigi II
Apabila hub transmisi (5) digeser ke kiri, maka roda gigi II akan kontak
dengan synchronizer. Roda gigi 2 akan terkunci pada poros output dan roda gigi
yang lainnya bebas berputar.
3. Posisi Gigi III
Jika selongsong (transmisi hub sleeve) digeser ke kanan dari posisi netral
dengan garpu penggeser (shift fork), maka roda gigi III akan terkunci pada poros
output dan roda gigi yang lain bebas berputar. Pada gigi III ini aliran daya adalah
dari poros input ke counter gear 1, terus ke counter gear 2, selanjutnya ke gigi III,
dan akhirnya ke poros output.
4. Posisi Gigi IV
Posisi gigi IV diperoleh dengan cara menggeser hub penghubung (5) ke kiri.
Dengan demikian roda gigi pada poros input akan berhubungan langsung (kontak)
dengan synchronizer. Aliran daya yang terjadi bersumber dari poros input dan
berturut turut disampaikan ke synchronizer, ke hub penghubung 4, ke hub transmisi,
dan ke poros output. Karena aliran daya tersebut berlangsung tanpa melalui poros
lawan (counter gear), sehingga perbandingan putaran adalah satu.
5. Posisi Gigi V
Sedangkan posisi gigi V diperoleh dengan cara menggeser hub penghubung
(5) dari posisi netral ke belakang kemudian ke kanan, maka diperoleh posisi gigi V
terkunci dan roda gigi yang lain bebas berputar.
6. Posisi Gigi Mundur (Reverse)
29
Agar posisi gigi mundur tercapai, proses dilakukan dengan menggeser roda
gigi R, sehingga roda gigi saling kontak dinamis dalam kondisi berotasi. Dengan
demikian terjadilah pembalikan arah putaran roda gigi tersebut.
BAB III
30
PERHITUNGAN KOPLING & RODA GIGI
Dalam perancangan ini, penulis akan menganalisa sistem roda gigi pada mobil
Suzuki APV Arena dengan kapasitas silinder 1493 cc, transmisi manual 5 kecepatan dan
automatic 4 kecepatan, akan tetapi penulis hanya akan membahas untuk “manual 5
kecepatan”. Pada analisa ini roda gigi lurus menghantarkan daya sebesar 105 HP pada
putaran pinyon (penggerak) 6000 rpm, jumlah kopling (Z) adalah 3 pasang, Radius kopling
(R) adalah 4 kali lebar kopling (b), dengan koefisien gesek (μ) 0,25 dan tekanan maksimum
ijin (p) 0,7 kg/cm², rasio kecepatan 1 : 3, Tegangan statis ijin pinyon 1200 kg/cm² dan roda
gigi yang digerakkan1000 kg/cm², jumlah gigi pinyon ( ) adalah 15 dan lebarnya 14 kali
modul.
Dengan data yang ada penulis akan merencanakan torsi kopling, lebar kopling,
diameter (luar & dalam) kopling, modul, lebar roda gigi, diameter roda gigi pinyon
(penggerak), dan diameter roda gigi yang digerakkan.
Perhitungan Kopling
A. Data-data:
Daya (P) = 105 HP
Putaran (n) = 6000 rpm
Jumlah kopling (Z) = 3 pasang (3 x 2 = 6)
Koefisien gesek (μ) = 0,25
Tekanan maksimum ijin (p)=0,7 kg/cm²
Diketahui 1 HP = 75 kg.m/dt.
R = 4 b
B. Perhitungan:
(kg.m)
= 1254 kg.cm
→
→
31
= 1,649
cm³
= 18,26 cm
= 2,28 cm
2,28 =
2 x 9,13 =----------------------------------+
2,28 + (2x9,13) = 2
= 20,54 cm
= 15,98 cm
Perhitungan Roda Gigi
a. Data - data
Tenaga yang ditransmisikan P = 105 HP
Putaran pinyon = 6000 rpm
Putaran yang digerakkan = 2000 rpm (CR=1:3)
Fator bentuk gigi adalah y =
Velocity factor ;
Tegangan statis ijin RG pinyon ;
Tegangan statis ijin RG yang digerakkan ;
Rasio kecepatan CR = 1:3
Jumlah gigi pinyon
Jumlah gigi yang digerakkan
32
Lebar gigi b = 14 m (modul)
Safety factor ;
Perbandingan roda gigi :
a. Gigi I = 4,545
b. Gigi II = 2,628
c. Gigi III = 1,865
d. Gigi IV = 1,241
e. Gigi V = 1,000
f. Reverse = 4,431
b. Menentukan Kecepatan
m meter/menit (→m = modul)
m meter/detik
c. Menentukan Beban Tangensial
Karena , jadi : → kg
d. Menentukan Faktor Bentuk Gigi Pinyon pada Formula Lewis
e. Menentukan Faktor BentukGigi Yang Digerakkan
Sehingga :
Karena > , maka pinyon lebih kuat.
33
f. Menentukan Modul
Faktor kecepatan (velocity faktor).
untuk roda gigi akurat
; ; ; maka:
= 14749,46 m³
3+47,1 m = → = modul
Dengan cara trial & error: misalkan m = 0,65 cm,
3+(47,1x0,65)=88,21m³
→
m yang dimisalkan dengan m hasil sama-sama >6 dan <8 ; jadi m=0,75 cm.
Di standart, m = 0,8 cm, Jadi m = 0,8 cm
g. Menentukan Lebar Gigi
Lebar gigi; b = 14 m = 14 x 0,8 = 11,2 cm
h. Menentukan Diameter Roda Gigi Pinyon
= = 0,8 x 15 = 12 cm
i. Menentukan Diameter Poros Penggerak
4 kg.cm = 1,75 cm
34
j. Menentukan Diameter Roda Gigi Yang Digerakkan
Pada gigi I: Pada gigi IV :
= 12 cm x 4,545 = 12 cm x 1,241
= 54,54 cm = 14,89 cm
Pada gigi II : Pada gigi V :
= 12 cm x 2,628 = 12 cm x 1,000
= 31,54 cm = 12,00 cm
Pada gigi III: Reverse:
= 12 cm x 1,865 = 12 cm x 4,431
= 22,38 cm = 53,17 cm
BAB IV
PENUTUP
Dari data dan analisa yang dilakukan penulis pada mobil Suzuki APV Arena dengan
kapasitas silinder1493cc, transmisi manual 5 kecepatan, penulis mengambil kesimpulan
diantaranya adalah :
35
A. Untuk Kopling:
1. Torsi ( T ) = 1254 kg.cm
2. Lebar kopling ( b ) = 2,28 cm
3. Diameter kopling ( D ) = 18,26 cm
4. Diameter luar kopling ( ) = 20,54 cm
5. Diameter dalam kopling ( ) = 15,98 cm
B. Untuk Roda Gigi:
1. Kecepatan (v) = 47,1 m meter/dt
2. Beban tangensial ( ) = kg
3. Faktor bentuk gigi pinyon ( ) = 0,0932
4. Faktor bentuk gigi yang digerakkan ( ) = 0,1337
5. Modul ( ) = 0,8 cm
6. Lebar gigi ( ) = 11,2 cm
7. Diameter roda gigi pinyon ( ) = 12 cm
8. Diameter poros penggerak ( ) = 1,75 cm
9. Perbandingan roda gigi :
Gigi I = 4,545
Gigi II = 2,628
Gigi III = 1,865
Gigi IV = 1,241
Gigi V = 1,000
Reverse = 4,431
10. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi I ( ) = 54,54 cm
11. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi II ( ) = 31,54 cm
12. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi III ( ) = 22,38 cm
13. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi IV ( ) = 14,89 cm
14. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi V ( ) = 12,00 cm
15. Diameter roda gigi yang digerakkan/gigi reverse ( ) = 53,17 cm
36
Dalam perencanaan ini penulis hanya dapat menganalisa secara teoritis, sedangkan
perencanaan ini belum diuji kebenarannya dalam praktek maupun keadaan sebenarnya, jika
ada kesalahan dalam penulisan rumus maupun perhitungan penulis berharap agar diberitahu
sebagai masukan untuk penulisan-penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Niemann, Gustav,. Machine Element. Volume I.
Springer – Verlag. Berlin. 1978.
2. Niemann, G.Alih Bahasa oleh Ir. Bambang Priambodo dan
Ir. Anton Budiman Dipl. Ing-Mobil Oil Indonesia. Elemen Mesin ;Disain dan
37
Kalkulasi dari Sambungan, Bantalan dan Poros. Jilid 1. Edisi ke 2. Penerbit
Erlangga. Jakarta. 1986.
3. Roloff, Herman,. Machine Element. Springer-Verlag, Berlin. 1982.
4. Khurmi R. S. ,Gupta J.K.A.Textbook of machine Design (In MKS and SI Units)
Thrid Edition. Eurasia Publishing House (Pvt) Ltd. New Delhi. 1982.
5. Sularso, Ir, MsME dan Suga, Kyokatsu. Dasar Perencanaan dan
Pemilihan Elemen Mesin
LAMPIRAN-LAMPIRAN
38
39