konversi lahan dan dampak yang ditimbulkan · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak...

115
1 KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN TERHADAP IMPLIKASI TATA GUNA LAHAN PADA MASYARAKAT PERKOTAAN (Proses Pembentukan Kampung Pengarengan, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur) Rubyani Indrawan Putri A14204034 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: dinhkhanh

Post on 19-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

1

KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN TERHADAP IMPLIKASI TATA GUNA LAHAN

PADA MASYARAKAT PERKOTAAN (Proses Pembentukan Kampung Pengarengan, Kelurahan Kayu Putih,

Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur)

Rubyani Indrawan Putri A14204034

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

2

RINGKASAN

RUBYANI INDRAWAN PUTRI. Konversi Lahan dan Dampak yang Ditimbulkan Terhadap Tata Guna Lahan Pada Masyarakat Perkotaan (Kasus Pembentukan Kampung Pengarengan, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur). Di bawah bimbingan MARTUA SIHALOHO.

Pembangunan dan pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan

peningkatan kebutuhan akan jumlah lahan yang tidak sedikit, sehingga lahan yang dapat dimanfaatkan semakin terbatas, sedangkan permintaan akan kebutuhan lahan (land) oleh manusia, selaku subjek agraria semakin meningkat. Hal ini dapat berujung pada terjadinya konversi lahan atau alih fungsi lahan.

Konversi lahan merupakan perubahan fungsi lahan baik dari lahan pertanian ke non-pertanian ataupun sebaliknya. Khusus untuk kasus di perkotaan, konversi lahan yanhg paling sering terjadi adalah perubahan fungsi ruang publik kota menjadi tempat tinggal. Perubahan alih fungsi lahan yang terjadi terkadang tidak sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan, salah satunya adalah pembentukan Kampung Pengarengan di daerah Jakarta Timur yang merupakan contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan RTRW yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.. Penelitian ini bertujuan untuk: 1)mengetahui proses konversi lahan, yaitu terciptanya pemukiman Kampung Pengarengan, serta menginterpretasikan dampak yang ditimbulkan terkait konversi yang terjadi, 2)mengetahui aksibilitas penduduk terhadap lahan yang terdapat di Kampung Pengarengan, dan 3)mengkaji implikasi yang ditimbulkan dari dampak konversi lahan yang terjadi terhadap Rancangan Tata Ruang Wilayah dan tata guna lahan perkotaan. Kampung Pengarengan merupakan pemukiman yang berdiri diatas lahan dengan hak kelola oleh PT. Pulomas Jaya dengan luas hingga 25.066 meter persegi. Lahan Kampung Pengarengan pada awalnya merupakan lahan rawa yang memiliki fungsi sebagai daerah resapan air untuk daerah Pulomas dan sekitarnya. Kampung Pengarengan merupakan pelebaran pemukiman dari Kampung Pedongkelan. Penduduk yang menempati pemukiman tersebut merupakan masyarakat pendatang yang bermigrasi ke ibukota Jakarta dengan maksud memperbaiki taraf hidup dengan mata pencaharian sebagian besar merupakan pedagang. Sebagai daerah pemukiman kumuh, Kampung Pengarengan beserta penduduk yang bermukim diatasnya tidak diakui keberadaannya oleh pihak kelurahan, namun lahan tempat berdirinya pemukiman tersebut terdaftar sebagai milik Pemerintahan DKI Jakarta dengan hak kelola PT. Pulomas Jaya. Konversi lahan yang terjadi di Kampung Pengarengan dari lahan rawa sebagai daerah resapan air menjadi suatu pemukiman tidak hanya memberikan dampak terhadap struktur agraria, tetapi juga dampak ekologi yang dirasakan baik oleh penduduk kampung ataupun oleh masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Pulomas. Dampak yang ditimbulkan terkait perubahan terhadap struktur agraria di lahan Kampung Pengarengan adalah perubahan sistem penguasaan lahan dan perubahan nilai orientasi lahan. Perubahan sistem penguasaan lahan di Kampung Pengarengan berubah dari Tipe Sosialisme menjadi Tipe Populisme. Perubahan nilai orientasi lahan yang terjadi di Kampung Pengarengan merupakan perubahan

Page 3: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

3

nilai sosial terhadap lahan yang menjadi melemah diakibatkan meningkatnya nilai ekonomis terhadap lahan oleh penduduk Kampung Pengarengan. Aksesibilitas masyarakat pendatang terhadap lahan Kampung Pengarengan didasarkan pada hubungan sosial. Pendatang yang memiliki hubungan sosial keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses lahan dibandingkan dengan pendatang yang tidak memiliki hubungan sosial dengan penduduk Kampung Pengarengan. Hal ini juga berlaku untuk aksesibilitas penduduk terhadap penguasaan lahan, penguasaan lahan di Kampung Pengarengan terbagi akan dua. Pertama Penguasaan lahan yang terjadi secara turun-temurun, dan kedua yaitu penguasaan lahan yang terjadi karena memiliki persamaan etnik tertentu. Penguasaan lahan turun-temurun terjadi untuk lahan pertanian, dimana penduduk yang bisa mengusahakan lahan adalah penduduk yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan pertanian. Penguasaan lahan yang terjadi karena memiliki persamaan etnik terjadi untuk penguasaan lahan pemukiman. Tempat tinggal (rumah) yang terdapat di Kampung Pengarengan untuk penyewaannya dikuasai oleh satu kelompok tertentu, dimana hanya kelompok tersebut yang memiliki akses untuk menyewakan tempat tinggal kepada pendatang. Penguasaan berdasarkan salah satu kelompok etnik tertentu membuat tertutupnya akses bagi penduduk dari kelompok etnik lain untuk mengusahakan lahan sebagai tempat tinggal. Penduduk Kampung Pengarengan tidak selalu memberikan dampak negatif, ada dampak positif dari keberadaan mereka yaitu sebagai penyangga perputaran roda ekonomi kota. Ragam mata pencaharian yang terdapat di Kampung Pengarengan memberikan kontribusi yang secara tidak sadar membuat penduduk kampung berperan dalam sistem ekonomi kota. Hal ini memberikan efek spiral (multiplier effect) bagi kesejahteraan kota. Sehingga timbul pertautan sosiologis yang saling menguntungkan antara penduduk Kampung Pengarengan dengan masyarakat luas yang berujung kepada tercipta hubungan mutualisme diantara keduanya Pembentukan Kampung Pengarengan sebagai salah satu bentuk konversi lahan di perkotaan juga memberikan dampak terhadap tata guna lahan di perkotaan. Dampak yang timbul terhadap tata guna lahan adalah penyimpangan terhadap Rancangan Tata Ruang Wilayah yang sudah ditetapkan untuk Kampung Pengarengan dan sekitarnya dalam Surat Keputusan Gubernur no 1459 tahun 1992. Fungsi lahan di Kampung Pengarengan sebenarnya adalah sebagai Keperuntukan Untuk Taman (KUT). Timbulnya Kampung Pengarengan menunjukan salah satu penyimpangan yang terjadi dari fungsi taman menjadi pemukiman. Penyimpangan kedua yang mungkin akan terjadi di Kampung Pengarengan adalah apabila PT. Pulomas Jaya merealisasikan program pembangunan Business and Culture Complex diatas lahan Kampung Pengarengan dan Kampung Pedongkelan dalam rangka pengoptimalisasian lahan yang dimiliki oleh PT. Pulomas Jaya.

Page 4: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

4

KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN

TERHADAP IMPLIKASI TATA GUNA LAHAN

PADA MASYARAKAT PERKOTAAN

(Kasus Pembentukan Kampung Pengarengan, Kelurahan Kayu Putih,

Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur)

RUBYANI INDRAWAN PUTRI

A14204034

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA PERTANIAN

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 5: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

5

Page 6: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

6

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Rubyani Indrawan Putri

NRP : A 14204034

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Konversi Lahan dan Dampak yang Ditimbulkan Terhadap

Tata Guna Lahan Perkotaan (Kasus Pembentukan

Kampung Pengarengan, Kelurahan Kayu Putih,

Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Martua Sihaloho, SP., MSi.

NIP. 132 321 421

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus Ujian:

Page 7: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

7

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN TERHADAP

IMPLIKASI TATA GUNA LAHAN PERKOTAAN” ADALAH BENAR HASIL

KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA

ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SEMUA SUMBER

DATA DAN INFORMASI YANG DIGUNAKAN TELAH DINYATAKAN

DENGAN JELAS DAN DAPAT DIPERIKSA KEBENARANNYA.

Bogor, Juli 2008

Rubyani Indrawan Putri NRP. A14204034

Page 8: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

8

RIWAYAT HIDUP

Rubyani Indrawan Putri (penulis) dilahirkan di Jakarta, 23 September

1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan suami istri Robby

Indrawan dan Devi Lenny. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN IKIP

Rawamangun, Jakarta pada tahun 1997. Pada awal tahun 1998, penulis

melanjutkan lagi ke SLTP N 99 Jakarta Timur. Pertengahan tahun 2001, penulis

melanjutkan pendidikannya lagi ke Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, Malaysia

dan lulus pada tahun 2004. Semasa SMA penulis aktif dalam kegiatan yang

diadakan oleh Kedutaan Indonesia, diantaranya menjadi bagian dari PASKIBRA

Indonesia untuk acara hari nasional di kedutaan.

Pada tahun 2004, penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di

Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Penulis

diterima di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,

Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Semasa

kuliah, Penulis pernah aktif dalam organisasi kampus. Penulis pernah aktif

menjadi penyiar radio di Agri FM, sebagai radio komunitas Institut Pertanian

Bogor. Penulis juga pernah menjabat sebagai asisten dosen untuk mata kuliah

Dasar-Dasar Komunikasi dan Komunikasi Bisnis.

Page 9: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

9

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi yang berjudul “Konversi Lahan dan

Dampak yang Ditimbulkan Terhadap Tata Guna Lahan Perkotaan” ini dapat

penulis selesaikan dengan baik.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah

memberikan saran, bimbingan, bantuan, dan dukungan baik secara langsung

maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai skripsi ini diselesaikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Martua

Sihaloho, SP., MSi sebagai pembimbing studi pustaka dan pembimbing skripsi

yang selalu bersedia meluangkan waktu, memberikan saran, dan juga memberikan

dukungan kepada penulis.

Skripsi ini membahas mengenai proses terjadinya konversi di lahan

Kampug Pengarengan, yakni perubahan fungsi lahan dari daerah penyerapan air

menjadi pemukiman. Selain itu penulis ingin mengetahui bagaimana aksesibilitas

masyarakat terhadap lahan Kampung Pengarengan. Penulis ingin menganalisis

dampak yang ditimbukan terkait konversi lahan yang terjadi terhadap tata guna

lahan perkotaan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat sebagai referensi

skripsi selanjutnya, khususnya yang mengangkat topik serupa.

Bogor, Agustus 2008 Rubyani Indrawan Putri

Page 10: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

10

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi yang berjudul “Konversi Lahan dan

Dampak yang Ditimbulkan Terhadap Tata Guna Lahan Pada Masyarakat

Perkotaan” ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah

memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung

maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai skripsi ini diselesaikan. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Penduduk Kampung Pengarengan atas keramahan dan kerjasamanya, terutama

kepada para responden dan informan yang selalu bersedia membantu penulis

dalam memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga penulis dapat

memperoleh data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian. Terima kasih

juga kepada AKP Sakino yang selalu bersedia memberikan informasi dan

membantu penulis dalam pemilihan informan.

2. Ibu Fitri dan Bapak Teguh selaku perwakilan dari PT. Pulomas Jaya. Terima

kasih telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian mengenai salah

satu lahan yang dikelolanya. Terima kasih juga karena bersedia meluangkan

waktu serta memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis.

3. Kedua orang tua, kakak dan adik tercinta yang tidak pernah berhenti

memberikan semangat, dorongan, perhatian, kasih sayang, khususnya doa

yang menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan yang terbaik.

Page 11: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

11

4. Martua Sihaloho, SP., MSi sebagai Pembimbing Studi Pustaka dan

Pembimbing Skripsi. Semoga semua ilmu, dorongan dan bimbingan yang

diberikan dapat bermanfaat dan menjadi semangat bagi penulis untuk terus

belajar. Penulis juga ingin meminta maaf atas segala kesalahan yang

dilakukan, baik dari perkataan ataupun tindakan yang mungkin kurang

berkenan di hati selama menjadi bimbingan.

5. Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA sebagai Penguji Utama dalam sidang

skripsi. Terimakasih atas masukan dan saran yang Bapak berikan untuk

menyusun sebuah skripsi yang baik, secara teknis maupun teoritis. Mohon

maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga dapat

menjadi pelajaran berharga untuk menghasilkan sebuah karya yang lebih baik.

6. Ratri Virianita SSos, MSi sebagai Penguji Wakil Departemen. Terimakasih

Ibu, atas saran dan koreksi yang diberikan kepada penulis untuk menyusun

sebuah skripsi yang baik, secara teknis maupun teoritis.

7. Muhamad Sani Muharam Syaiful, SP yang selalu memberikan dukungan,

perhatian, semangat dan keceriaan dalam kompetisi penyelesain skripsi ini,

juga mendorong penulis untuk menjadi orang yang lebih baik.

8. B.E.Yulian, SP terima kasih atas brainstorming dan bantuan yang diberikan

kepada peneliti.

9. Irchfan Delonix. Terima kasih atas semua bantuan, dorongan, dan kesabaran

yang selalu diberikan kepada penulis.

Page 12: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

12

10. Teman-teman satu perjuangan Yunda, Mira, Oline, Adi, Munir, Fitri, Adisty,

Refi, Renny, Intan, Frita, Retno dan Yuddi ”Nceq” yang selalu membagi tawa

dan semangat dalam meraih impian bersama.

11. KPM’ers 41 yang selalu berbagi keceriaan dan semangat untuk berjuang.

12. Penghargaan dan ucapan terima kasih ini juga saya sampaikan kepada yang

belum tercantumkan namanya. Meski tidak tercantum, tetapi nama dan

keberadaan kalian sangat berarti dalam hidup ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat sebagai referensi skripsi

selanjutnya, khususnya yang mengangkat topik serupa.

Bogor, Agustus 2008

Rubyani Indrawan Putri

Page 13: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .......................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... v BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .......................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 6 1.4. Kegunaan Penelitian ..........................................................

6

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan (Land Use) ....................... 7 2.2. Pola Penguasaan Lahan dan Struktur Agraria ................... 9 2.3. Konversi Lahan dan Faktor Penyebab .............................. 11 2.4. Rancangan Tata Ruang Wilayah dan Implementasinya .... 15 2.5. Tata Guna Lahan Dalam Perkotaan dan Pedesaan ............ 18 2.6. Teori Akses ........................................................................ 19 2.7. Kerangka Pemikiran .......................................................... 23 2.8. Hipotesis Pengarah ............................................................

25

BAB III. METODOLOGI

3.1. Pendekatan Penelitian ....................................................... 26

Page 14: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

14

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 27 3.3. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 28 3.4. Teknik Analisis Data .........................................................

32

BAB IV. LOKASI KAMPUNG PENGARENGAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN

4.1. Profil Lahan Kampung Pengarengan ................................ 34

4.2. Demografi Kampung Pengarengan ................................... 36

4.2.1. Penduduk ................................................................. 36

4.2.2. Mata Pencaharian .................................................... 38

4.3. Fasilitas Sosial Didalam Kampung Pengarengan ............ 41

4.4. Ikhtisar .............................................................................

42

BAB V. LAHAN KAMPUNG PENGARENGAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KONVERSI LAHAN DI PERKOTAAN

5.1. Proses Pembentukan Kampung Pengarengan ..................

44 5.2. Dampak Pembentukan Kampung Pengarengan................

49 5.2.1. Perubahan Pola Penguasaan Lahan .........................

50 5.2.2. Sistem Penguasaan Lahan di Kampung Pengarengan

53 5.2.3. Perubahan Orientasi Nilai Lahan ............................

57 5.2.4. Dampak Ekologi .....................................................

58 5.3. Ikhtisar .............................................................................

60

Page 15: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

15

BAB VI. AKSESIBILITAS MASYARAKAT TERHADAP LAHAN KAMPUNG PENGARENGAN

6.1. Aksesibilitas Pendatang Terhadap Lahan ........................

62 6.2. Aksesibilitas Penduduk Dalam Penguasaan Lahan...........

66 6.3. Aksesibilitas Penduduk Dalam Menunjang Ekonomi Kerakyatan dan

Menopang Roda Ekonomi Kota................................................. 68 6.4. Aksesibilitas Penduduk Dalam Pengakuan Sebagai Warga DKI Jakarta ...........................................................

70 6.4. Ikhtisar .............................................................................

73

BAB VII. KONVERSI LAHAN DALAM RANCANGAN TATA RUANG WILAYAH DAN APLIKASINYA DI MASYARAKAT KAMPUNG PENGARENGAN

7.1. Tata Guna Lahan Pada Masyarakat Kampung Pengarengan.

76 7.2. Perencanaan Pembangunan Kawasan Lahan Kampung Pengarengan .....................................................

77 7.3. Rancangan Tata Ruang Wilayah Kampung Pengarengan

81 7.4. Ikhtisar .............................................................................

85

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan ...................................................................... 87

8.2. Saran .................................................................................

88

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................

90

Page 16: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

16

LAMPIRAN ....................................................................................

92

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

Tabel 1. Data Responden (Subyek Tineliti)....................................... 30 Tabel 2. Penyimpangan Rancangan Tata Ruang Wilayah yang Terjadi di Kampung Pengarengan ............................. 83

Page 17: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

17

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran……………………. …………... 24

Page 18: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

18

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Panduan Pertanyaan……………….. ……………………. 92 2. Pengalaman Penelitian…………………. ……………….. 95 3. Contoh Penduduk…………………......…………………. 98 4. Proyek Pengembangan Waduk Ria-Rio…………………. 100 5. Blue Print RTRW Kampung Pengarengan ……………….. 105 6. Blue Print Proyek Pengembangan Waduk Ria-Rio …….. 106 7. Wilayah Kampung Pengarengan………………………..... 107 8. Wilayah Dalam Kampung Pengarengan……………….. .. 108

Page 19: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

terbesar di dunia. Penduduk Indonesia menurut data Biro Pusat Statistik tahun

2007 adalah 234.693.997 jiwa. Jumlah ini bertambah terus setiap tahun dengan

laju pertumbuhan penduduk 1,5 persen (Data BPS, 2008). Pertambahan penduduk

ini secara otomatis mengakibatkan semakin tingginya tingkat kepadatan

penduduk. Sebagai gambaran, tingkat kepadatan penduduk Indonesia pada tahun

2007 adalah 123,23 jiwa per kilometer persegi (Data BPS, 2008). Peningkatan

kepadatan penduduk Indonesia yang sedemikian cepat mengakibatkan kebutuhan

akan lahan sebagai tempat beraktivitas juga meningkat.

Aktivitas pembangunan yang berlangsung di berbagai bidang, terutama di

kota-kota besar seperti Jakarta dengan luas yang mencapai 664 kilometer persegi

dan jumlah penduduk yang mencapai 8.860.381 jiwa pada tahun 2007, dengan

kepadatan penduduk 13.344 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2007 (Data

BPS 2008) menyebabkan peningkatan kebutuhan jumlah lahan yang tidak sedikit.

Pembangunan ini pada akhirnya menyebabkan lahan yang dapat dimanfaatkan

semakin terbatas, sedangkan permintaan akan kebutuhan lahan (land) oleh

manusia, selaku subjek agraria semakin meningkat. Dengan demikian,

penggunaan sumber daya lahan akan mengarah kepada penggunaan yang secara

ekonomis lebih menguntungkan. Lahan yang pada awalnya merupakan lahan

pertanian telah banyak yang berubah fungsi menjadi pemukiman atau industri.

Page 20: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

20

Peningkatan nilai ekonomis yang terjadi terhadap lahan, menimbulkan

perebutan sistem kepemilikan lahan (land tenure). Kasus perebutan tanah di

daerah Meruya antara PT. Portanigra dengan warga menjadi salah satu contoh

sengketa kepemilikan lahan. Pemilikan tanah bagi bangsa Indonesia dicantumkan

dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 20 dimana dikatakan bahwa

“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai

orang atas tanah”. Selain hak milik, subjek agraria dapat menguasai lahan di

perkotaan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa

(Undang-Undang No 5 Tahun 1960, pasal 16). Namun, pemanfaatan tanah yang

dikuasai oleh subjek agraria dibatasi oleh kepentingan-kepentingan umum seperti

rencana pengembangan suatu wilayah tertentu. Pemanfaatan lahan disesuaikan

dengan rencana pengembangan perkotaan yang dirumuskan dalam suatu tata guna

lahan (land use).

Tata guna lahan dirumuskan dan disesuaikan dengan kebutuhan suatu

wilayah, baik perkotaan ataupun pedesaan. Hal ini disebabkan susunan struktur

dan pemanfaatan tanah yang berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Perkotaan

dalam pemanfaatan tanah lebih banyak ditekankan dalam pemanfaatan untuk

kawasan pemukiman, kawasan lapangan pekerjaan, dan kawasan rekreasi

(Jayadinata 1999). Peraturan mengenai pemanfaatan dan penggunaan tanah

dirumuskan dengan tujuan agar tanah yang jumlahnya semakin terbatas dapat

digunakan sebaik-baiknya, dan memenuhi semua kepentingan dari berbagai

sektor.

Pemanfaatan dan penggunaan lahan dapat juga diartikan sebagai suatu tata

ruang. Ruang dan wilayah disini juga termasuk ke dalam sumberdaya agraria,

Page 21: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

21

dengan pengertian ruang menurut Jayadinata (1999), merupakan suatu wilayah

dengan batas geografi tertentu yang terdiri dari lapisan tanah di bawahnya juga

lapisan udara di atasnya dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan, sedangkan

wilayah merupakan suatu kesatuan antara tanah dengan manusia, dimana adanya

hubungan diantara keduanya. Rencana tata ruang berguna untuk membagi ruang

yang ada didalam suatu bagian secara lebih spesifik seperti pemukiman, tempat

perdagangan (pasar), industri, dan juga ruang terbuka hijau (Jayadinata 1999).

Alokasi ruang terbesar dimanfaatkan untuk perumahan dan pemukiman, sesuai

dengan Peraturan Pemerintah No.80/1999 mengenai Kawasan Siap Bangun dan

dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Pemukiman (KSNPP).

Peraturan tersebut menjelaskan bahwa perumahan dan pemukiman tidak dapat

terpisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkan, terkait dengan penyediaan

sarana dan prasarana (utilitas umum). Dirumuskannya suatu Rancangan Tata

Ruang Wilayah (RTRW) bertujuan untuk mengatur pemanfaatan lahan secara

spesifik sesuai dengan perencanaan tata pengembangan kota.

Suatu rancangan yang sudah ditetapkan pemerintah dengan

memperhatikan tujuan bersama terkadang pada kenyataanya masih sering terjadi

benturan kepentingan. Hal ini berujung pada alih fungsi lahan atau biasa disebut

konversi lahan. Selain benturan kepentingan, konversi lahan juga disebabkan oleh

keterbatasan lahan, dan tingkat kebutuhan. Pengalihan fungi lahan ini dapat

berupa perubahan dari fungsi pertanian menjadi pemukiman atau industri.

Perubahan fungsi lahan dapat pula terjadi dalam arah sebaliknya dari fungsi

industri atau pemukiman menjadi fungsi pertanian atau jalur hijau. Alih fungsi

Page 22: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

22

lahan ini mengakibatkan RTRW yang sudah ditetapkan tidak berjalan sesuai

dengan rencana.

Jakarta Timur sebagai bagian dari ibukota Jakarta, secara administratif

memiliki luas hingga 18,736 kilometer persegi dan jumlah penduduk yang

mencapai 2.167.928 jiwa pada tahun 2008 (Situs Resmi Jakarta Timur, 2008).

Jakarta Timur memiliki jumlah penduduk tertinggi di bandingkan dengan wilayah

lain di Jakarta, dengan kepadatan penduduk mencapai 116 jiwa per kilometer

persegi. Data tersebut menyebabkan konversi lahan merupakan hal yang sudah

pasti terjadi.

Konversi lahan sebenarnya diperlukan dalam rangka pelaksanaan

pembangunan dan menjaga sebaik mungkin tidak merugikan bagi pemilik,

pengguna lahan yang telah ada maupun terhadap keberlanjutan pemanfaatan lahan

untuk masa yang akan datang. Salah satu bentuk konversi lahan yang terjadi di

Jakarta adalah terbentuknya pemukiman kumuh. Banyaknya Pembentukan

pemukiman liar di atas lahan milik orang lain pun dapat dikatakan sebuah

konversi lahan. Walaupun konversi tersebut dapat dikatakan terselubung atau

tidak resmi. Pemukiman kumuh yang terdapat di daerah Pedongkelan dengan

nama Kampung Pengarengan merupakan pemukiman kumuh yang terbentuk di

atas lahan dengan hak kelola oleh PT. Pulomas Jaya. Kampung Pengarengan

sudah terbentuk sejak tahun 1980, dan warga yang menetap tidak hanya tinggal di

atas lahan, tetapi juga mengusahakan lahan dengan membuka warung, barber

shop, bengkel motor, dan juga bertani. Warga yang bermukim di atas lahan

tersebut sebagian besar bermata pencaharian sebagai pengemis, pedagang, buruh,

petani dan pembuat arang. Kampung Pengarengan ini menjadi salah satu contoh

Page 23: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

23

yang menunjukan dengan berkembangnya pembangunan, pertambahan penduduk

yang semakin meningkat, dan juga terbatasnya jumlah tanah (land) di perkotaan

maka alih fungsi lahan merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

Penjelasan yang terurai diatas dapat mengarisbawahi hal-hal yang penting

diantaranya, dengan adanya pertambahan penduduk dan pembangunan

menyebabkan jumlah lahan yang dapat dimanfaatkan semakin terbatas, sehingga

penggunaan lahan akan mengarah kepada penggunaan yang secara ekonomis lebih

menguntungkan. Tingginya nilai ekonomis mengakibatkan terjadinya konversi

lahan. Konversi lahan yang terjadi pun terkadang tidak sesuai dengan tata guna

lahan yang sudah ditetapkan. Berdasarkan alasan-alasan ini perlu dilakukan

sebuah penelitian yang menganalisis dampak yang terjadi pasca konversi terkait

penyimpangan tata guna lahan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian

ini antara lain:

1. Bagaimana proses terciptanya pemukiman di Kampung Pengarengan di atas

lahan dengan hak kelola oleh PT.Pulomas Jaya sebagai suatu bentuk konversi

lahan, dan dampak yang ditimbulkan terkait konversi lahan tersebut?

2. Bagaimana aksesibilitas masyarakat terhadap lahan yang terdapat di Kampung

Pengarengan?

3. Bagaimana konversi lahan dan dampak yang ditimbulkan dari terciptanya

Pemukiman di Kampung Pengarengan dapat berimplikasi terhadap tata guna

tanah perkotaan dan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) ?

Page 24: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

24

1.3.Tujuan Penelitian

Dari masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses konversi lahan yaitu dengan terciptanya pemukiman

di atas lahan milik PT.Pulomas Jaya, serta mengintrepretasikan dampak yang

ditimbulkan akibat dari konversi lahan tersebut.

2. Untuk mengetahui aksesibilitas masyarakat terhadap lahan yang terdapat di

Kampung Pengarengan.

3. Untuk mengkaji implikasi konversi lahan dan dampak yang ditimbulkan

(dengan terciptanya Pemukiman di Kampung Pengarengan) terhadap RTRW

(Rancangan Tata Ruang Wilayah) dan tata guna tanah dalam perkotaan?

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian bagi peneliti adalah berguna untuk mengaplikasikan

ilmu yang didapat dibangku kuliah dalam pelaksanaaan penelitian. Penelitian ini

diharapkan menjadi referensi penelitian berikutnya, kemudian penelitian ini juga

dapat menjadi bahan pertimbangan dan bahan tambahan dalam mata kuliah

terkait, yaitu Kajian Agraria

Page 25: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

25

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan (Land Use)

Lahan mengandung makna lingkungan fisik yang mencakup relief, iklim,

tanah, air, udara, dan juga vegetasi. Sehingga lahan dapat disimpulkan sebagai

suatu wilayah di permukaan bumi dan mencakup semua komponen yang berada di

atas dan di bawah wilayah tersebut. Lahan sesuai dengan UUPA 1960 (pasal 1

ayat 2,4,5,6) merupakan bagian dari tanah yang merupakan objek agraria,

sehingga lahan memiliki keterikatan dengan tanah sebagaimana dengan

definisinya bahwa lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan

umumnya sudah ada pemiliknya, baik perorangan atau lembaga, juga merupakan

modal utama dalam kegiatan pertanian. Menurut Soewarno (2007), lahan

memiliki komponen yang dipandang sebagai sumberdaya untuk memenuhi

kebutuhan manusia. Sehingga sebagai suatu modal utama, lahan memiliki dua

fungsi dasar yaitu: (1) fungsi kegiatan sosial, dimana sebuah kawasan yang dapat

dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan sosial seperti pemikiman, baik perkotaan

dan pedesaan, dan (2) fungsi lindung, yaitu kawasan yang ditetapkan untuk

menjadi kawasan lindung dan menjaga kelestarian lingkungan hidup yang ada,

mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, juga segala nilai sejarah

negara yang bermanfaat dalam pelestarian budaya.

Kemudian Jayadinata (1999) menggolongkan lahan ke dalam tiga

kelompok yaitu:

1. Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat

dicapai dengan jual-beli tanah di pasaran bebas.

Page 26: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

26

2. Nilai keuntungan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk

masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.

3. Nilai sosial, yang merupakan hal dasar bagi kehidupan dan dinyatakan oleh

penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi,

kepercayaan, dan sebagainya.

Karakteristik lahan sebagai sumber daya yang jumlahnya tetap dengan

lokasi yang tidak dapat dipindahkan, membutuhkan suatu perencanaan yang

berkaitan dengan pola pemanfaatan lahan guna memenuhi kebutuhan manusia

yang semakin beragam. Segala bentuk intervensi manusia terhadap lahan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dapat di katakan land use atau penggunaan

lahan/tata guna lahan. Tata guna lahan meliputi dua unsur, yaitu : tanah, sebagai

sumber daya alam, dan tata guna, yang berarti penataan/pengaturan penggunaan.

Kemudian dalam hubungannya dengan tata guna lahan, terdapat tiga faktor yang

mempengaruhi nilai lahan, yaitu (1) kualitas fisik lahan, (2) lokasi lahan terhadap

pasar hasil-hasil produksi dan pasar sarana produksinya, (3) interaksi diantara

keduanya. Menurut Norton (1984), nilai lahan akan semakin besar apabila kualitas

biofisiknya semakin baik dan lokasinya semakin dekat dengan pasar. Salah satu

tipe penggunaan lahan yang penting ialah tipe pemanfaatan lahan (utilization

type). Tipe ini merupakan upaya penyesuaian antara kondisi lahan yang ada

dengan rencana pemanfaatan lahan.

Page 27: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

27

2.2. Pola Penguasaan Lahan dan Struktur Agraria

Tata guna lahan merupakan suatu bentuk kesatuan dari penataan,

pengaturan lahan oleh pemilik, penguasaan dan pengusahaan atas lahan. Kata

pemilikan menunjuk kepada penguasaan secara formal, sedangkan penguasaan

menunjuk kepada penguasaan efektif dengan tujuan mengusahakan lahan secara

efektif. Hubungan antara pemilikan dan penguasaan atas lahan dapat dikatakan

sebagai suatu konsep agraria, dimana lahan seperti telah diterangkan sebelumnya

merupakan bagian dari objek agraria, sedangkan subjek agraria merupakan pihak

yang memiliki dan menguasai objek agaria. Menurut Sitorus (2004) subjek agraria

dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu Komunitas, sebagai kesatuan dari

unit-unit rumah tangga yang mencakup unsur-unsur individu, keluarga dan

kelompok, Pemerintah, sebagai representatif negara yang mencakup pemerintahan

daerah, pemerintah desa, dan juga Badan Usaha Milik Negara serta Swasta

(private sector) mulai dari perusahaan kecil hingga perusahaan besar.

Sitorus (2004) menjelaskan bahwa hubungan antara subjek agraria dengan

objek agraria dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1.Hubungan Teknis Agraris, yang menunjukan cara kerja subjek agraria dalam

pengolahan dan pemanfaatan objek agraria untuk memenuhi kebutuhannya.

2. Hubungan Sosial Agraris, menunjukan hubungan antara ketiga subjek agraria

yang saling berinteraksi dalam rangka pemanfaatan objek agraria Dengan kata

lain hubungan ini berpangkal kepada pada perbedaan-perbedaan akses

(penguasaan/pemilikan/dan pemanfaatan) terhadap objek agraria.

Hubungan penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tersebut akhirnya disebut

dengan istilah struktur agraria.

Page 28: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

28

Struktur agraria digambarkan dalam bentuk segitiga yang saling

berhubungan antara subjek agraria dan objek agraria. Hubungan ini dapat

menimbulkan suatu interaksi sosial, baik itu kerjasama ataupun konflik.

Hubungan kerjasama dapat timbul apabila antara subjek agraria mempunyai

kesepakatan dan kepentingan yang sama dalam hal pemanfaatan objek agraria.

Konflik dapat timbul apabila ada perbedaan artikulasi diantara subjek agraria

dalam pemanfaatan objek agraria. Konflik inilah yang akhirnya menimbulkan

masalah agraria. Masalah agraria dan penguasaannya merupakan masalah yang

kompleks dan tidak sederhana karena ia menyangkut konstelasi hubungan-

hubungan agraria.

Menurut Dietz (1998) gejala konflik dalam hubungan-hubungan agraria

berasal dari pertentangan pengakuan menyangkut tiga hal berikut :

• Siapa yang berhak menguasai sumber-sumber agraria dan kekayaan alam

yang menyertainya.

• Siapa yang berhak memanfaatkan sumer-sumber agraria dan kekayaan

alam.

• Siapa yang berhak mengambil keputusan atas penguasaan dan

pemanfaatan sumber-sumber agraria.

Konflik agraria juga bersumber dari kenyataan ketimpangan atau incompabilities.

Menurut Wiradi (2002) terdapat tiga macam ketimpangan menyangkut sumber-

sumber agraria, yaitu :

• Ketimpangan dalam hal struktur, kepemilikan, dan penguasaan tanah.

• Ketimpangan dalam hal peruntukan tanah

• Ketimpangan dalam hal persepsi dan konsepsi mengenai agraria

Page 29: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

29

Pola-pola hubungan atau interaksi sosial agraria yang terdapat dalam suatu

masyarakat sangat ditentukan oleh formasi sosial yang ada. Perbedaan pola

hubungan agraria yang berlaku dalam masyarakat sangat ditentukan oleh

perbedaan cara produksi yang eksis dan tipe cara produksi yang dominan.

Berdasarkan hal tersebut, dapat ditentukan tipe-tipe struktur agraria, sebagai

berikut :

1. Tipe Kapitalisme :sumber agraria dikuasai oleh non-penggarap

(perusahaan).

2. Tipe Sosialisme : sumber agraria dikuasai oleh negara atau nama

kelompok atau keluarga pekerja.

3. Tipe Populisme/Neo-Populisme : sumber agraria dikuasai oleh keluarga/

rumah tangga pengguna.

4. Tipe Naturalisme : sumber agraria dikuasai oleh komunitas lokal, misalnya

komunitas adat secara kolektif

5. Tipe Feodalisme : sumber agraria dikuasai oleh minoritas “tuan tanah“

yang biasanya juga merupakan “patron politik“.

Perlu ditekankan bahwa kelima tipe struktur agraria ini tidak mungkin ditemukan

secara mutual eksklusif dalam suatu masyarakat. Hal yang memungkinkan adalah

dua atau lebih tipe struktur agraria sama-sama berada dalam suatu masyarakat,

tetapi dengan dominasi salah satu tipe atas tipe lainnya.

2.3. Konversi Lahan dan Faktor Penyebab

Konversi Lahan menurut Sihaloho (2004) adalah proses alih fungsi lahan

khususnya dari lahan pertanian ke non-pertanian atau dari lahan non-pertanian ke

Page 30: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

30

lahan pertanian. Konversi lahan dari non-pertanian ke lahan pertanian merupakan

proses konversi dalam rangka program eksetensifikasi pertanian. Konversi lahan

pertanian ke non-pertanian mengalami laju yang tinggi untuk keperluan

pertumbuhan industri dan memenuhi kebutuhan pemukiman penduduk yang

masih relatif tinggi. Faktor perkembangan industri dan pemukiman merupakan

faktor penting yang mempengaruhi konversi lahan dari lahan pertanian ke non-

pertanian, yang kemudian diikuti dengan keberpihakan pemerintah terhadap

sektor swasta.

Menurut Sihaloho (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi konversi

lahan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

1. Faktor pada aras makro: meliputi pertumbuhan industri, pertumbuhan

pemukiman, pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah dan

marginalisasi ekonomi.

2. Faktor pada aras mikro: meliputi pola nafkah rumah tangga (struktur

ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai

ekonomi rumah tangga), strategi bertahan hidup rumah tangga (tindakan

ekonomi rumah tangga).

Dengan demikian konversi lahan telah menyebabkan perubahan pada berbagai

aspek kehidupan masyarakat. Perubahan ini berhubungan dengan perubahan

struktur agraria, proses marginalisasi/kemiskinan dan pelaku konversi (warga

masyarakat) tersubordinasi oleh pihak pemanfaat konversi. Implikasi dari

perubahan struktur agraria adalah perubahan pola penguasaan agraria, pola

nafkah, pola hubungan produksi, dan perubahan orientasi nilai terhadap

Page 31: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

31

sumberdaya agraria. Hal ini dapat memberikan kesimpulan bahwa konversi lahan

telah meningkatkan ketidakadila agraria.

Berdasarkan hal-hal tersebut Sihaloho (2004) membagi konversi lahan

menjadi tujuh tipologi, yaitu :

(1) Konversi Gradual Berpola Sporadis

Diakibatkan oleh dua faktor utama, yakni lahan yang kurang/tidak porduktif

(tidak bermanfaat secara ekonomi) dan keterdesakkan ekonomi pelaku

konversi.

(2) Konversi Sistematik Berpola ’enclave’

Diakibatkan oleh lahan yang kurang produktif sehingga dialihfungsikan

menjadi lebih baik untuk meningkatkan nilai manfaatnya.

(3) Konversi Lahan Sebagai Respon Atas Pertumbuhan Penduduk (population

growth driven land conversion)

Diakibatkan oleh faktor penggerak utama pertumbuhan penduduk untuk

memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal bagi masyarakat, atau disebut juga

konversi adaptasi demografi.

(4) Konversi Yang Disebabkan Oleh Masalah Sosial (social problem driven land

conversion)

Diakibatkan dari adanya keinginan (motivasi) masyarakat untuk berubah

haluan dan keluar dari sektor pertanian. Hal ini dapat didasari oleh

keterdesakan ekonomi ataupun keinginan perubahan kesejahteraan.

Page 32: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

32

(5) Konversi Tanpa Beban

Pola konversi tanpa beban ini terkait dengan pola konversi masalah sosial

yang hal diakibatkan keinginan untuk berubah dari kehidupan yang lama

menjadi kehidupan yang lebih baik.

(6) Konversi Adaptasi Agraris

Terjadi karena keterdesakkan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari

masyarakat demi meningkatkan hasil pertanian.

(7) Konversi Multi Bentuk atau Tanpa Bentuk

Diakibatkan berbagai faktor secara khusus faktor yang dimaksud yaitu faktor

peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk

sistem waris yang tidak spesifik dijelaskan dalam konversi demografi.

Keberpihakan pemerintah terhadap sektor swasta dapat mengakibatkan

konversi lahan, sehingga berlangsung paradigma yang meniru pola kolonial, yaiu

tanah untuk negara dan swasta (kapitalisme). Hal ini akhirnya akan menimbulkan

pemusatan kekuasaan di satu pihak, dan terjadi fragmentasi lahan di pihak lain.

Fragmentasi lahan yang dicapai menunjuk nilai keuntungan, dimana tanah terjadi

jual-beli tanah dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Hal ini

seakan menunjukan bagaimana kebijakan pemerintah dibuat dan dilanggar oleh

pemerintah sendiri, yang akhirnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang

sudah ditetapkan tidak sesuai dengan implementasi di lapangan.

Sihaloho (2004) menegaskan bahwa konversi lahan telah meningkatkan

ketidakadilan agraria, atau dapat dikatakan bahwa konversi lahan mempengaruhi

atau memicu terjadinya perubahan struktur agraria. Hal ini ditunjukkan melalui

perubahan pola penguasaan lahan dengan adanya pemusatan kekuasaan dan

Page 33: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

33

fragmentasi lahan, penurunan pola produksi yang ditandai dengan penurunan

produktivitas lahan, penurunan pola nafkah yang ditandai dengan penurunan

pendapatan dan peningkatan kemiskinan, dan perubahan orientasi nilai atas lahan

dari segi nilai sosial dan nilai kepentingan umum.

2.4. Rancangan Tata Ruang Wilayah dan Implementasinya.

Menurut Jayadinata (1999) ruang adalah seluruh permukaan bumi

termasuk lapisan biosfer tempat kehidupan bagi mahluk hidup. Ruang dapat

diartikan sebagai suatu wilayah dengan batas geografi tertentu yang terdiri dari

lapisan tanah dibawahnya dan lapisan udara diatasnya yang dapat dimanfaatkan

untuk kehidupan. Hal ini membuat ruang menjadi bagian dari objek agraria atau

sumber-sumber agraria.

Penggunaan lahan dapat berarti pula tata ruang. Menurut Undang-undang

Republik Indonesia tahun 1992 tentang Penataan Ruang, ruang itu termasuk

daratan, lautan, angkasa, dan penataan ruang bertujuan agar terselenggaranya

pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan

nusantara dan ketahanan nasional. Ruang merupakan sesuatu yang bersifat

dinamis dimana ruang setiap waktunya berubah akibat proses alam dan tindakan

manusia.

Menurut Mabogunje dalam Jayadinata (1999), terdapat tiga macam ruang

yaitu:

• Ruang mutlak, yang merupakan wadah bagi unsur-unsur yang ada di dalam

ruang tersebut. Contohnya ruang permukaan bumi adalah wadah bagi benua,

laut, dan gunung.

Page 34: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

34

• Ruang relatif, dapat digambarkan, yaitu apabila ada dua kota berjauhan tetapi

terdapat jalan dan alat pengangkut yang menghubungi dua kota tersebut.

• Ruang relasi, merupakan ruang yang melibatkan unsur-unsur yang memiliki

relasi satu sama lain dan saling berinteraksi. Pengertian dari ruang relasi itulah

yang digunakan dalam perencanaan.

Untuk memanfaatkan ruang agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat,

maka dibutuhkan suatu penataan bagi ruang, atau rancangan penataan ruang.

Penataan ruang tidak terbatas pada dimensi perencanaan tata ruang saja,

tetapi termasuk juga dimensi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan

ruang. Tata ruang merupakan wujud struktural pemanfaatan ruang dan pola

pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak. Penataan ruang

menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah terdiri dari tiga

komponen utama, yaitu:

1. Perencanaan Tata ruang, yang dibedakan atas Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW).

2. Pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionaliasi rencana tata ruang

atau pelaksanaan pembangunan.

3. Pengendalian pemanfaatan ruang, yang terdiri atas mekanisme perizinan dan

penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan

Rencana Tata Ruang nya.

Dalam penataan ruang, dibutuhkan suatu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),

yang dalam hal ini merupakan landasan pembangunan sektoral. Dengan tujuan

agar terjadi sinergi dan efisiensi pembangunan, sekaligus menghindari

kemungkinan terjadinya konflik pemanfaatan ruang antar sektor-sektor yang

Page 35: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

35

berkepentingan dan dampak yang dapat merugikan masyarakat luas

(externalities).

Rencana tata ruang biasanya dimanfaatkan untuk membagi ruang yang ada

di dalam suatu wilayah menjadi bagian-bagian tertentu, seperti pemukiman,

tempat perdagangan (pasar), industri khusus daerah perkotaan, lokasi pertanian

khusus daerah pedesaan dan juga ruang terbuka hijau. Alokasi ruang terbesar

dimanfaatkan untuk perumahan dan pemukiman, karena sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No.80/1999 mengenai Kawasan Siap Bangun dan dalam Kebijakan

dan Strategi Nasional Perumahan dan Pemukiman (KSNPP) bahwa perumahan

dan pemukiman tidak dapat terpisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkan,

terkait dengan penyediaan prasarana dan sarana (utilitas umum).

Pada kenyataannya masih banyak pemanfaatan lahan perumahan dan

pemukiman belum sepenuhnya mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW), dan kadangkala izin lokasi pemanfaatan lahan perumahan dan

pemukiman tidak sesuai dengan kebutuhan nyata, sehingga meningkatkan luas

area lahan tidur (vacant land). Pemanfaatan ruang untuk perumahan dan

pemukiman kadangkala juga belum sesuai denagan pengembangan kawasan

fungsional lainnya, seperti kawasan kritis dan terbelakang. Permasalahan yang

paling kritis dalam pemanfaatan ruang merupakan konflik penggunaan lahan

antara penggunan pemukiman dengan penggunaan kawasan lindung.

Tidak meratanya pembangunan antara pedesaan dan perkotaan

menyebabkan timbulnya arus urbanisasi dari desa ke kota. Hal ini juga

memberikan pengaruh kepada ketidaksesuaian RTRW yang sudah ditetapkan,

karena dengan semakin banyaknya jumlah penduduk di suatu wilayah dan

Page 36: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

36

terbatasnya lahan yang ada, maka menimbulkan potensi munculnya pemukiman

kumuh yang nantinya akan menimbulkan masalah sosial. Pemukiman kumuh

itupun kebanyakan tumbuh di atas lahan yang sudah mempunyai tujuan

pemanfaatan.

2.5. Tata Guna Lahan Dalam Perkotaan dan Pedesaan

Kota menurut pengertian geografis merupakan suatu tempat yang

penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok, dan mata pencaharian

penduduknya beragam tidak hanya di bidang pertanian. Pedesaan adalah kesatuan

pemerintahan, dan terdiri atas sejumlah kampung dan kawasan pertanian yang

luas yang berfungsi untuk memproduksi bahan makanan dan bahan mentah bagi

industri. Perbedaan paling mendasar antara kota dengan desa adalah kota lebih

bersifat self contained atau serba lengkap. Penduduk kota tidak hanya bertempat

tinggal di kota, tetapi juga melakukan kegiatan ekonomi, seperti bekerja di dalam

kota, bahkan melakukan rekreasi di dalam kota, sedangkan penduduk desa

cenderung hanya bertempat tinggal didesa, tetapi mencari pekerjaan di luar desa,

dan berekreasi ke luar desa.

Tata guna tanah dalam perkotaan dan pedesaan berbeda. Tata guna tanah

perkotaan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan pembagian

dalam ruang dari peran kota: kawasan tempat tinggal, kawasan tempat bekerja,

dan kawasan rekreasi. Menurut Jayadinata (1999) dalam tata guna tanah perkotaan

terdapat beberapa teori, yaitu: (1). Teori Jalur Sepusat (Jalur Konsentrik), yang

membagi kota ke dalam beberapa bagian seperti pusat kota, kawasan pemukiman,

dan kawasan industri, (2). Teori Sektor (Sector theory), dan (3). Teori Pusat

Lipatganda, dimana teori ini berlaku bagi kota besar. Tata guna tanah dalam

Page 37: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

37

perkotaan lebih menyorotkan pembagian antara kawasan pemukiman, kawasan

pusat kota, kawasan rekreasi, dan kawasan industri.

Tata guna tanah dalam pedesaan lebih dimanfaatkan untuk kepentingan

sosial dan ekonomi. Kepentingan ekonomi, seperti kegiatan ekonomi pertanian

ataupun non pertanian. Kepentingan sosial mencakup kehidupan sosial, seperti

berkeluarga, sekolah, beribadah atau dapat dikatakan kampung di pedesaan

merupakan tempat kediaman (dormitory settlement). Kediaman atau pemukiman

di dalam pedesaan menurut Jayadinata (1999) terbagi kedalam dua tipe yaitu:

(1) Pemukiman Memusat, pemukiman ini biasa disebit pemukiman tradisional,

dimana masyarakat yang tinggal di sekitarnya kental dengan nilai modal sosial

yang tinggi, selain itu tipe pemukiman ini dianut karena pemilikan tanah yang

sempit. (2). Pemukiman Terpencar, merupakan pemukiman yang letak antar

rumah di desa terpencar menyendiri (disseminated rural settlement).

Perkotaan sebagai pusat dari perkembangan dan pertumbuhan

perekonomian, membuat tanah di perkotaan dalam pemafaatannya lebih

ditekankan ke dalam sektor industri dan rekreasi atau non pertanian, kebalikan

dari tanah di pedesaan dimana tanah yang ada lebih banyak dimanfaatkan pada

kegiatan pertanian, walaupun lahan juga dimanfaatkan untuk kegiatan off-farm.

Tanah di pedesaan lebih difokuskan sebagai tempat penghasil bahan baku yang

diperlukan untuk perindustrian di perkotaan.

2.6. Teori Akses

Akses menurut Peluso dan Ribot (2003) merupakan kemampuan untuk

memperoleh keuntungan dari sesuatu (ability to derive benefits from things)

termasuk diantaranya dari objek material, orang lain, lembaga, dan simbol.

Page 38: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

38

Permasalahan akses bisa dilihat dalam tatanan hubungan sosial yang lebih luas

(bundle of powers). Akses melambangkan seseorang mampu memperoleh

keuntungan dari sumber daya tanpa mengindahkan ada tidaknya hubungan sosial

yang lebih luas (bundle of right). Konsep akses memfasilitasi analisis dasar

mengenai siapa yang memanfatkan (dan tidak memanfaatkan) sesuatu, dengan

cara seperti apa, dan kapan (dalam situasi apa). Sehingga analisis akses dapat

dikatakan sebagai proses untuk mengidentifkasi dan memetakan mekanisme

perolehan, pemeliharaan, dan pengendalian akses.

Analisis akses digunakan untuk menganalisis konflik terhadap sumberdaya

tertentu untuk memperoleh pemahaman mengenai bagaimana konflik bisa

menjadi sarana antar aktor yang berbeda-beda untuk memperoleh atau kehilangan

keuntungan dari sumberdaya, baik yang tangible maupun itangible. Dalam

menganalisis akses, menurut Peluso dan Ribot (2003) terdapat beberapa proses,

yaitu: 1). Identitas dan pemetaan alur keuntungan dari kepentingan masing-

masing aktor, 2). Identifikasi mekanisme masing-masing aktor yang meliputi

perolehan, pengendalian, dan pemeliharaan alur dan distribusi keuntungan; dan 3).

Analisis hubungan kekuasaan yang mendasari mekanisme akses yang melibatkan

instansi-instansi dimana keuntungan diperoleh.

Kegunaan analisis akses lainnya adalah untuk menganalisis kebijakan

lingkungan tertentu yang membuat para aktor mampu dan tidak mampu

memperoleh, memelihara, atau mengendalikan akses sumberdaya atau dinamika-

mikro dari siapa yang mendapatkan keuntungan dari sumberdaya serta bagaimana

caranya. Kemampuan untuk memperoleh keuntungan dari sumberdaya ditengahi

dengan adanya pembatas-pembatas yang telah ditetapkan dalam konteks politik

Page 39: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

39

ekonomi dan kerangka budaya saat pencarian akses berlangsung. Hal ini

menimbulkan apa yang disebut sebagai “mekanisme akses struktural dan saling

terhubung” (structural and relational mechanisme of access).

Terdapat beberapa mekanisme akses menurut Peluso dan Ribot (1999)

dalam Elisabeth (2003), yaitu:

1. Akses Teknologi

Kebanyakan sumberdaya hanya bisa diekstraksi dengan menggunakan

teknologi, mereka yang memiliki akses terhadap teknologi yang lebih tinggi

akan memperoleh keuntungan yang lebih banyak dibandingkan yang tidak

memiliki.

2. Akses Kapital/Modal

Akses ini sering juga disebut sebagai akses terhadap kekayaan dalam bentuk

keuangan dan peralatan (termasuk juga teknologi) yang bisa digunakan dalam

proses ekstraksi, produksi, konversi, mobilisasi buruh, dan proses lain yang

sejalan dengan pengambilan keuntungan dari sesuatu atau orang lain. Akses

kapital/modal bisa digunakan untuk mengendalikan atau memelihara akses

sumberdaya.

3.Akses Pasar

Akses pasar didefinisikan sebagai kemampan individu atau kelompok untuk

memperoleh, mengendalikan ataupun memelihara gerbang hubungan

pertukaran. Pasar mampu mempertajam akses pada keuntungan dari sesuatu

pada skala yang berbeda secara tidak langsung dan tidak kentara. Semakin luas

dan besar kekuatan pasar untuk memasok, mangajukan permintaan, dan

mempengaruhi harga juga membentuk distribusi keuntungan dari sesuatu.

Page 40: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

40

4. Akses Buruh dan Peluang Buruh

Kelangkaan buruh dan surplus mampu mempengaruhi porsi hubungan dalam

pencarian keuntungan sumberdaya yang bisa dinikmati oleh siapa saja yang

mampu mengendalikan buruh. Mereka yang mampu mengendalikan akses

peluang buruh dan mereka yang berhasrat untuk mempertahankan akses

terhadap peluang-peluang tersebut.

5. Akses Pengetahuan

Wacana dan kemampuan untuk mempertajam terminologi sangat mempengaruhi

keseluruhan kerangka kerja akses terhadap sumberdaya

6. Akses Kewenangan

Individu atau lembaga yang memiliki akses privilege dengan kewenangan untuk

membuat dan melaksanakan hukum akan sangat berpengaruh terhadap siapa

yang memperoleh keuntungan dari sumberdaya. Akses kewenangan merupakan

hal yang penting dalam jaring kekuasaan yang membuat seseorag mampu

mengambil keuntungan dari sesuatu.

7. Akses Identitas Sosial.

Akses sering ditengahi dengan identitas sosial atau keanggotaan dalam

komunitas atau kelompok, termasuk di antaranya pengelompokan menurut

umur, gender, suku, agama, status, profesi, tempat kelahiran, pendidikan,

ataupun atribt-atribut lain yang menunjukan identitas sosial.

8. Akses Hubungan Sosial.

Akses melalui negosiasi hubungan sosial seperti pertemanan, saling percaya,

timbal balik, patron, ketergantungan, dan obligasi merupakan poin-poin kritikal

dalam jejaring akses.

Page 41: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

41

2.7 Kerangka Pemikiran

Pembangunan nasional yang hanya terjadi di kota besar seperti ibukota

Jakarta menarik perhatian penduduk di kota kecil ataupun desa untuk berani

bermigrasi ke kota dengan tujuan ingin memperbaiki ekonomi hidup. Namun

pertambahan penduduk yang terjadi di ibukota Jakarta tidak diringi dengan

pertambahan luas lahan. Jumlah luas lahan yang tetap dengan laju pertumbuhan

penduduk yang tinggi menyebabkan jumlah lahan di Jakarta semakin sedikit dan

terbatas.

Keterbatasan lahan yang terjadi membuat para pendatang menempati

lahan-lahan yang tidak seharusnya ditempati, seperti lahan yang diperuntukan

sebagai ruang terbuka publik yang semestinya tidak diperuntukkan untuk

pemukiman oleh masyarakat. Kurang tegasnya pemerintah dalam menjalankan

kebijakan yang telah ditetapkan terkait penguasaan lahan, membuat masyarakat

sangat akses terhadap lahan-lahan kosong yang dimiliki oleh pemerintah. Hal ini

berujung kepada terjadinya konversi lahan atau alih fungsi lahan.

Konversi lahan dapat memberikan beberapa dampak. Dampak yang

ditimbulkan pasca konversi lahan adalah dampak kepada tata guna lahan terkait

dengan orientasi nilai terhadap lahan, pola pemilikan dan pemanfaatan lahan, dan

tumpang tindih (penyimpangan) terhadap RTRW.

Page 42: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

42

Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konversi Lahan dan Dampak yang Ditimbulkan Terhadap Implikasi Tata Guna Lahan Pada Masyarakat Perkotaan.

Keterangan:

= Hubungan mempengaruhi

Faktor Penyebab Konversi Lahan: • Pertambahan penduduk • Pembangunan • Aksesibilitas masyarakat • Benturan kepentingan antar

subjek agraria

Konversi Lahan/ Alih Fungsi Lahan

Keterbatasan Lahan di Perkotaan

Dampak Konversi ( Tata Guna Lahan dan RTRW): • Orientasi nilai terhadap

lahan • Pola pemilikan dan

pemanfaatan lahan • Tumpang

tindih/penyimpangan terhadap RTRW

= Hubungan keterkaitan

Page 43: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

43

2.8 Hipotesis Pengarah:

1. Keterbatasan lahan di perkotaan beserta faktor penyebab konversi, seperti

pembangunan, pertambahan penduduk, aksesibilitas masyarakat, dan benturan

kepentingan antara subjek agraria menyebabkan timbulnya konversi lahan di

Kampung Pengarengan.

2. Konversi lahan yang terjadi di Kampung Pengarengan menyebabkan

timbulnya penyimpangan terhadap tata guna lahan dan RTRW.

3. Penyimpangan terhadap tata guna lahan dan RTRW yang terjadi di Kampung

Pengarengan ada tiga, yaitu pertama, adalah perubahan orientasi nilai lahan,

baik dalam hal nilai sosial, nilai kepentingan umum, dan nilai ekonomis.

Kedua, adalah perubahan pola pemilikan dan pemanfaatan lahan. Kemudian

yang ketiga adalah penyimpangan terhadap RTRW.

Page 44: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

44

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif

dipilih oleh peneliti karena pendekatan ini mampu memberikan pemahaman yang

mendalam dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial, serta mampu

menggali berbagai realitas dan proses sosial maupun makna yang didasarkan pada

pemahaman yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian.

Metode studi kasus yang digunakan adalah studi kasus intrinsik. Sitorus

(1998) mengungkapkan studi kasus interinsik adalah studi yang dilakukan karena

peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang suatu kasus.

Penelitian dilakukan untuk menerangkan gejala sosial yang terjadi dalam

masyarakat, khususnya mengenai peristiwa konversi lahan yang digambarkan

dengan terciptanya pemukiman di kawasan Kampung Pengarengan, dimana lahan

tersebut merupakan lahan milik Pemerintahan DKI Jakarta dengan hak kelola oleh

PT. Polumas Jaya. Penelitian ini juga ingin mengetahui dampak yang ditimbulkan

pasca konversi, serta mengetahui bagaimana aksesibilitas masyarakat terhadap

lahan tersebut dan implikasi konversi lahan dan dampak yang ditimbulkannya

kepada RTRW Jakarta dan Tata Guna Kota Jakarta.

Strategi studi kasus ini diharapkan mampu menggali informasi mengenai

gejala sosial kontemporer tersebut secara lebih mendalam dan untuk menghindari

terbatasnya pemahaman yang diikat oleh suatu teori tertentu dan yang hanya

berdasar pada penafsiran peneliti. Strategi studi kasus yang dipilih bersifat

Page 45: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

45

interinsik, bahwa kasus yang dipilih dapat membantu peneliti dalam memahami

permasalahan yang ada terkait dengan konversi lahan dan juga dampaknya

terhadap Rancangan Tata Ruang Wilayah di lahan Kampung Pengarengan.

Penelitian ini juga memiliki suatu kekhususan dan hal inilah yang membuat

permasalahan yang diteliti memang menarik.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan Kampung Pengarengan, Kelurahan Kayu

Putih, Jakarta Timur. Lokasi ini dipilih karena sangat terkait dengan kasus

penelitian, dengan alasan antara lain: Pertama, Kampung Pengarengan pada

awalnya merupakan lahan kosong yang dimiliki oleh pemerintah DKI Jakarta,

yang kemudian lahan tersebut di kelola oleh PT. Pulomas Jaya. Secara perlahan

sejak tahun 1980, lahan tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat

tinggal (pemukiman), dan hingga sekarang pemukiman tersebut membentuk

kampung tersendiri. Kedua, dengan dialihfungsikan areal lahan yang dimiliki oleh

PT.Pulomas Jaya, dapat dianalisis perubahan orientasi niai terhadap lahan. Dan

dampak terhadap tata guna perkotaan terutama Jakarta Timur. Dengan demikian

pemilihan lokasi diharapkan mampu membantu peneliti dalam mencapai tujuan

penelitian.

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juni

2008. Kurun waktu penelitian yang dimaksud mencakup waktu semenjak peneliti

intensif berada di lokasi penelitian, sehingga penjajagan tidak termasuk dalam

kurun waktu tersebut. Penjajagan awal telah dilakukan pada awal Maret 2008.

Page 46: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

46

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diterapkan oleh peneliti adalah metode

triangulasi, dengan tujuan memperoleh kombinasi data yang akurat antara

pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Data kualitatif yang diperoleh

dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui

wawancara mendalam kepada responden juga informan. Data primer juga

diperoleh dari pengamatan berperan serta-terbatas. Data deskriptif yang diperoleh

dari wawancara mendalam yang telah dilakukan berupa kata-kata langsung dari

responden dan informan. Pada awalnya pilihan terhadap informan dilakukan

dengan cara sengaja (purposif), Informan tidak terbatas pada mereka yang berada

di Kampung Pengarengan tetapi juga berasal perwakilan dari PT. Pulomas Jaya,

Dinas Tata Ruang Jakarta Timur, pihak dari Pos Polisi Pulomas, perwakilan dari

perusahaan property real estate yang mengetahui mengenai lahan-lahan di daerah

Pulomas, dan juga beberapa masyarakat yang tinggal di kawasan Pulomas.

Responden atau tineliti merupakan pihak yang akan memberi keterangan

mengenai diri dan keluarganya dengan informasi yang dibutuhkan untuk

menjawab permasalahan penelitian, antara lain mengenai akses mereka dalam

menguasai dan atau memiliki lahan, serta awal terjadinya konversi dari lahan rawa

menjadi pemukiman kumuh. Informan merupakan pihak yang akan memberi

keterangan tentang pihak lain dan lingkungannya.

Informan memberikan informasi tambahan mengenai proses awal

terciptanya pemukiman di lahan Kampung Pengarengan, memberikan informasi

tentang asal muasal fungsi lahan, memberikan informasi mengenai nilai lahan,

dan memberikan informasi mengenai orang-orang lebih dulu menempati lahan.

Page 47: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

47

Informan yang dipilih adalah orang yang memungkinkan dan valid untuk

memberikan informasi tambahan mengenai topik kajian penelitian. Informan

dalam penelitian ini terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama adalah informan

yang juga merangkap menjadi responden atau tineliti. Bagian kedua adalah

informan yang tidak merangkap menjadi tineliti. Informan yang tidak merangkap

menjadi tineliti terdiri dari enam orang. Informan yang dipilih oleh peneliti adalah

orang-orang perwakilan dari pihak yang dapat memberikan informasi mengenai

lahan Kampung Pengarengan. Informan penelitian ini terdiri dari dua orang

perwakilan dari PT. Pulomas Jaya, satu orang perwakilan dari agent property real

estate yang mengetahui mengenai lahan-lahan Pulomas, dan empat orang

perwakilan dari penduduk yang tinggal di sekitar kawasan Pulomas.

Responden atau tineliti yang dipilih oleh peneliti adalah masyarakat

Kampung Pengarengan yang pada saat ini menempati lahan milik PT. Pulomas

Jaya sebagai tempat tinggal mereka. Sebelumnya lahan milik PT. Polumas Jaya

tersebut merupakan lahan rawa yang berfungsi sebagai daerah resapan air untuk

daerah Pulomas dan sekitarnya. Lahan Kampung Pengarengan tidak hanya

dimanfaatkan sebagai tempat tinggal oleh penduduk, tetapi mereka juga

mengusahakan lahan dengan membangun tempat usaha dan juga menanamam

beberapa komoditas untuk dimanfaatkan sebagai penambah penghasilan sehari-

hari. Data responden atau tineliti dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 48: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

48

Tabel 1. Responden atau Subyek Penelitian (Tineliti) di Kampung Pengarengan Berdasarkan Pekerjaan, Asal Daerah, dan Lama Tinggal di Kampung Pegarengan.

No. Inisial Responden

(Tineliti) Pekerjaan Asal Daerah

Lama Tinggal

di Kampung

Pengarengan

1. JMR Pedagang Tegal 10 tahun

2. EKS Asongan

(Ngamen)

Karawang 8 tahun

3. RSM Petani Cirebon 3 tahun

4. MNR Pedagang Pati 15 tahun

5. YTI Pedagang Madura 22 tahun

6. TKI Pemulung Bogor 18 tahun

7. JTM Wirausaha Madura 31 tahun

8. IMN Kusir Delman Majalaya 12 tahun

9. KSM Pedagangan Cianjur 10 tahun

10. FRM Kusir Delman Majalaya 2 tahun

11. KSP Asongan

(Ngamen)

Madura 19 tahun

12. ASP Tukang Arang Bandung 20 tahun

13. KRD Wrausaha Madura 10 tahun

14. SPR Petani Cirebon 8 tahun

15. IJH Pedagang Bogor 7 tahun

16. ATR Asongan

(Ngamen)

Sukabumi 7 tahun

17. HND Asongan

(Ngamen)

Jawa 3 tahun

18. MMT Asongan

(Ngamen)

Madura 16 tahun

19. YSR Wirausaha Madura 20 tahun

20. RDH Pedagang Cirebon 5 tahun

Sumber: Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di Kampung Pengarengan selama bulan April-Juni 2008

Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti pada waktu-waktu tertentu dalam

kurun waktu bulan Mei hingga Juni 2008. Waktu wawancara sangat bebas,

Page 49: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

49

dimana peneliti tidak perlu membuat janji untuk wawancara, wawancara terjadi

secara spontan, seperti ketika tidak sengaja bertemu di jalan atau di warung atau

ketika responden berada di rumah.

Proses wawancara berlangsung dalam suasana santai, antara lain pada

waktu pagi hari sebelum responden berangkat bekerja (berdagang, bertani,

ataupun turun ke jalanan untuk ngamen), dilakukan ketika informan atau

responden berkunjung ke warung, atau dilakukan sambil berkeliling kampung dan

beristirahat di pos polisi Pulomas. Khusus untuk responden (tineliti) dari

penduduk Kampung Pengarengan oleh peneliti juga dijadikan seorang informan.

Wawancara tidak terpaku pada panduan pertanyaan, tetapi dengan pertanyaan

pancingan, kemudian mengikuti alur cerita dari responden (tineliti) yang diselingi

dengan tanggapan atau pertanyaan yang memandu responden (tineliti) untuk

menjawab permasalahan penelitian. Jumlah responden (tineliti) dan informan

dalam penelitian adalah 27 orang.

Pengamatan berperanserta-terbatas dilakukan oleh peneliti dengan cara

melakukan wawancara informal dan dengan berperan serta dalam kegiatan yang

dilakukan penduduk Kampung Pengarengan guna dapat melihat, merasakan, dan

memaknai beragam peristiwa dan gejala sosial di dalamnya sebagaimana subyek

penelitian melihat, merasakan, dan memaknainya sehingga memungkinkan

pembentukan pengetahuan secara bersama. Pengamatan berperanserta-terbatas

dilakukan peneliti pada hari minggu dimana penduduk kampung Pengarengan

baik dari anak-anak serta orang tua banyak yang melakukan kegiatan dan

aktivitas berdagang dan mengemis di jalanan. Selama melakukan kegiatan

tersebut peneliti melakukan diskusi sekaligus wawancara dengan beberapa

Page 50: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

50

penduduk yang mengenai asal muasal pembentukan pemukiman, pemilikan lahan,

kontrol PT. Pulomas Jaya terhadap lahan, dan kepemilikan tanda penduduk (KTP)

Jakarta. Hasil dari wawancara dan wawancara mendalam serta pengamatan

berperanserta ini peneliti tuliskankan dalam bentuk catatan harian yang menjadi

data primer dalam penelitian ini.

Data sekunder merupakan dokumen atau data yang diperoleh dari buku

profile PT. Pulomas Jaya, proposal Proyek Pengembangan Danau Ria-Rio

PT. Pulomas Jaya, Peta Tata Ruang mengenai proyek Pengembangan Danau Ria-

Rio, dan Peta Tata Ruang lahan daerah Kampung Pengarengan dan Kampung

Pedongkelan yang dikeluarkan Dinas Tata Ruang Kota Madya Jakarta Timur.

3.4. Teknik analisis Data

Analisis data mulai dilakukan pada saat pengumpulan data dilakukan. Data

yang diperoleh melalui wawancara mendalam peneliti tuangkan dalam catatan

harian, sedangkan data sekunder berupa buku profile PT.Pulomas Jaya, proposal

Proyek Pengembangan Waduk Ria-Rio PT. Pulomas Jaya, gambar lahan kampung

Pengarengan, dan blue print mengenai Rancangan Tata Ruang Wilayah untuk

daerah Kampung Pengarengan dan Kampung Pedongkelan dikumpulkan oleh

peneliti.

Peneliti kemudian melakukan pereduksian data. Pereduksian data primer

yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan peringkasan data yang sudah

dijabarkan dalam catatan harian yang sudah di tuliskan selama melakukan

penelitian. Kemudian data yang sudah diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui

informasi penting yang harus diperdalam terkait dengan konversi lahan yang

Page 51: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

51

terjadi di Kampung Pengarengan dan juga dampak yang mungkin ditimbulkan.

Selama pereduksian data ada informasi yang masih belum jelas terkait dengan

permasalahan penelitian, informasi tersebut kemudian dipertanyakan kembali

kepada tineliti yang bersangkutan, tineliti lain ataupun informan, sehingga

diperoleh data yang valid.

Data sekunder oleh peneliti direduksi dengan melakukan pemilihan dan

penggolongan data. Pemilihan dan penggolongan data dilakukan oleh peneliti

dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh data yang diperlukan untuk

melengkapi dan mendukung data primer yang sudah didapatkan. Semua data

sekunder yang telah direduksi bertujuan guna memperoleh data pendukung dalam

memperdalam kajian terhadap permasalahan penelitian.

Peneliti melakukan pengorganisasian dalam artian menyusun data yang

telah direduksi ke dalam suatu alur cerita. Alur cerita yang diperoleh dari

pereduksian data empiris maupun data sekunder disajikan dalam bentuk teks

naratif dan tabel sehingga dapat memberikan gambaran dan pemahaman secara

mendalam mengenai proses terjadinya konversi lahan, faktor pemicu konversi,

dampak konversi serta penyimpangan yang terjadi di dalam Rancangan Tata

Ruang lahan Kampung Pengarengan.

Penyusunan hasil penelitian dilengkapi dengan menyempurnakan dan

merevisi kerangka berfikir yang disesuaikan dengan keadaan di lapangan.

Tujuannya agar dapat membantu peneliti menarik suatu kesimpulan yang akan

mengarahkan pada pengambilan kesimpulan berikutnya. Hasil penyusunan alur

cerita dan kesimpulan akhir kemudian diverifikasi antara teori dengan realita di

lapangan untuk memperkuat keabsahan data.

Page 52: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

52

BAB IV

LAHAN KAMPUNG PENGARENGAN SEBAGAI LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Lahan Kampung Pengarengan

Lahan Kampung Pengarengan merupakan bagian dari RT.07 dan RW.15

Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Lahan ini

memiliki luas sekitar kurang lebih 25.066 meter persegi. Lahan Kampung

Pengarengan secara geografis memiliki batas wilayah antara lain: sebelah Utara

berbatasan langsung dengan Jalan Perintis Kemerekaan, sebelah Timur berbatasan

langsung dengan Kampung Pedongkelan, sebelah Selatan berbatasan dengan

Waduk Ria-Rio dan Jalan Pulomas Utara, dan sebelah Barat berbatasan dengan

Jalan Ahmad Yani.

Secara administratif lahan Kampung Pengarengan merupakan lahan milik

Pemerintahan Daerah DKI Jakarta, dengan hak kelola oleh PT. Pulomas Jaya.

PT. Pulomas Jaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang property

development dan property management. Perusahaan PT. Pulomas Jaya

merupakan anak perusahaan dari PT. Jakarta Propertindo yang masih tergolong ke

dalam BUMD Jakarta. Lokasi lahan Kampung Pengarengan dulunya merupakan

sebuah rawa yang berfungsi menjadi daerah resapan air, tetapi sejak era mantan

presiden Soeharto, yaitu tahun 1980-an lahan Kampung Pengarengan mulai

berubah menjadi tempat pemukiman bagi warga pendatang dari luar Jakarta.

Hingga saat ini lahan tersebut semakin berkembang dan akhirnya berbentuk suatu

pemukiman yang dinamakan Kampung Pengarengan.

Page 53: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

53

Kampung Pengarengan merupakan pemukiman liar (kumuh) yang tidak

terdaftar pada kelurahan Kayu Putih. Ismail (2000) mengemukakan secara umum,

konsep pemukiman kumuh mengandung dua pengertian, yaitu daerah slums dan

daerah squatter. Squatter inilah yang sering disebut sebagai hunian liar. Daerah

slums merupakan daerah-daerah pemukiman yang diakui, tetapi karena

kemiskinan yang diderita oleh para penghuninya sehingga tidak dapat membiayai

pembangunan lingkungannya. Sementara itu, daerah squatter diartikan sebagai

pemukiman kumuh dan miskin yang diperoleh dengan cara melanggar hukum,

yaitu dengan cara menempati ruang-ruang publik terbuka yang semestinya tidak

diperuntukkan bagi pemukiman dan penghunian oleh masyarakat. Kampung

Pengarengan tergolong kedalam squatter, karena pembentukannya diatas lahan

yang tidak diperuntukan untuk pemukiman, dan juga diatas lahan milik orang lain.

Lahan Kampung Pengarengan mayoritas dimanfaatkan untuk tempat

tinggal penduduk, selain itu lahan juga dimanfaatkan untuk tempat usaha, fasilitas

sosial, jalan umum, dan sisanya menjadi lahan kosong atau lahan yang tidak

dimanfaatkan oleh penduduk. Akses utama di lahan Kampung Pengarengan

adalah sebuah jalan utama. Selain itu, di lahan ini juga terdapat jalan-jalan kecil

atau gang yang hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki dan sepeda motor.

Pemandangan di Kampung Pengarengan tidak jauh berbeda dengan

pemandangan di pemukiman kumuh lain di Jakarta. Ketika menyusuri kampung

ini dari jalan utama dapat terlihat tempat tinggal (rumah) penduduk yang terletak

saling berdekatan antara satu sama lain dan jalan-jalan kecil (gang) sebagai jalur

untuk mengelilingi kampung. Tumpukan sampah dapat dilihat hampir di setiap

sudut lahan. Gerobak sampah dan gerobak dagangan banyak terlihat di depan

Page 54: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

54

tempat tinggal penduduk, tidak sedikit penduduk yang membuka usaha di tempat

tinggal mereka, seperti warung, tukang cukur rambut, warteg, tempat kiloan

barang bekas (dari hasil memulung), tempat pembuatan arang, kebun sayur dan

kandang kuda. Lahan Kampung Pengarengan tidak semuanya dimanfaatkan

penduduk untuk menjadi tempat tinggal. Jika kita menyusuri jalan ke arah

belakang kampung, dapat ditemui beberapa tempat fasilitas sosial dan fasilitas

umum seperti mesjid dan juga WC umum. Kemudian di daerah belakang

kampung dapat dilihat sejumlah lahan yang dijadikan area pertanian sayuran oleh

penduduk.

Lokasi lahan Kampung Pengarengan sangat strategis, yakni terletak di

pinggir dua jalan utama, yaitu Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Ahmad Yani,

yang merupakan jalur penghubung antara Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan

Jakarta Utara. Lahan ini juga terletak diantara gedung-gedung potensial seperti

pusat perbelanjaan, pasar, mall, dan juga perkantoran. Dengan potensi lahan yang

subur dan sumber air dari Waduk Ria-Rio yang terletak di sebelah selatan

kampung, membuat lahan Kampung Pengarengan menjadi tempat yang strategis

bagi para pendatang untuk membangun tempat tinggal.

4.2 Demografi Kampung Pengarengan

4.2.1 Penduduk

Rusli (1995), mengemukakan bahwa penduduk merupakan jumlah orang

yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu yang merupakan

hasil proses-proses demografi, yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Penduduk

Kampung Pengarengan sebagian besar merupakan penduduk migran yang berasal

dari berbagai wilayah di luar Jakarta atau dapat dikatakan penduduk di lahan ini

Page 55: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

55

memiliki heterogenitas yang tinggi. Hal ini dikemukan oleh JMR (30 tahun),

penduduk keturunan Tegal yang bermukim di Kampung Pengarengan dan

keluarganya sudah turun temurun tinggal di Kampung Pedongkelan.

“…disini penduduknya campur-campur, ada yang dari Jawa, Sunda, Betawi, ada juga yang dari Sumatera sama Madura. Pokoknya campur-campur deh, semuanya sama-sama pendatang dari luar Jakarta..” Ujar JMR ketika bertemu sambil menjaga warteg dagangannya di depan Kampung Pengarengan.

Penduduk Kampung Pengarengan tidak terdata secara monografi didalam

kelurahan. Hal ini disebabkan Kampung Pengarengan tidak diakui keberadannya

oleh pihak kelurahan, sesuai dengan pengakuan SKN (45 tahun), kepala polisi di

pos Pulomas.

“.. Kampung Pengarengan dan masyarakat di kampung ini tidak terdaftar di kelurahan, tetapi lahan nya terdaftar sebagai bagian dari kelurahan Kayu Putih. Saya sudah mencoba menghubungi Lurah Kayu Putih, tetapi setiap ada masalah mengenai penduduk ataupun musibah yang terjadi di kampung ini, Lurah Kayu Putih sudah angkat tangan dan masa bodoh.” Ujarnya ketika wawancara di dalam ruangan kepala polisi.

Jumlah penduduk di Kampung Pengarengan berubah setiap tahunnya, tergantung

dari banyaknya pendatang yang bermukim di lahan tersebut. Jumlah penduduk

dari Kampung Pengarengan tidak pernah tetap. Setiap Hari Raya Idul Fitri jumlah

penduduk di Kampung Pengarengan selalu bertambah, tetapi terkadang juga

berkurang karena tidak sedikit penduduk yang memutuskan untuk pulang ke

kampung masing-masing.

“.. di sini tidak pernah pasti jumlah orangnya berapa mbak, sehabis lebaran biasanya suka ramai, kan orang-orang pada membawa saudara dari kampung agar kerja di Jakarta, tapi ada juga yang pulang kampung dan tidak balik lagi, bosan

Page 56: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

56

mungkin kerja hanya jadi asongan saja penghasilannya tidak tetap.” Ujar EKS (28 tahun) seorang penduduk asal Karawang yang menjadi pendatang sejak tahun 2000.

Penduduk Kampung Pengarengan jarang sekali mengadakan kegiatan

yang sifatnya rutin seperti, kegiatan pengajian ataupun arisan. Kegiatan sosial

antar penduduk di Kampung Pengarengan biasanya terjadi secara spontanitas,

seperti ketika bertemu di jalan, di pasar, ataupun bertemu di pos. Kegiatan sosial

lainnya biasanya dilaksanakan ketika hari besar nasional seperti lomba-lomba 17

Agustus, dan juga acara sholat bersama ketika Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Jumlah penduduk disaat penelitian berlangsung mencapai hingga 500

jiwa, dengan luas lahan sekitar 25.066 meter persegi, maka kepadatan penduduk

di Kampung Pengarengan ini rata-rata mencapai 19.947 jiwa per kilometer

persegi. Luas ini sudah termasuk juga kedalam pemukiman dan tempat usaha,

sebagaimana telah dijelaskan bahwa di Kampung Pengarengan banyak tempat

tinggal yang juga dijadikan sebagai tempat usaha. Contohnya STI (45 tahun)

seorang pedagang yang tinggal di Pengarengan sejak tahun 1999. Saat penelitian

berlangsung, STI menyewa sebuah kontrakan dengan luas dua kali tiga meter

bersama dengan suami dan anak-anaknya, dan di depan kontrakan tersebut STI

dan suaminya mengembangkan usaha warung.

4.2.2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah sektor-sektor atau kategori lapangan pekerjaan

dimana di dalamnya terdapat kesempatan kerja atau tenaga kerja yang bekerja.

Mata pencaharian penduduk di Kampung Pengarengan sebagian besar tergolong

ke dalam sektor S atau jasa. Sebagaimana diungkapkan oleh Rusli (1995) bahwa

Page 57: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

57

sektor S (“Jasa”) terdiri dari lapangan kerja, seperti perdagangan, rumah makan,

hotel, pengangkutan, penyimpanan atau pergudangan, komunikasi, keuangan,

asuransi dan lain-lain. Tetapi, yang membedakan adalah sektor jasa yang terdapat

pada mata pencaharian penduduk di Kampung Pengarengan merupakan sektor

jasa yang tidak resmi. Tidak resmi dimaksudkan bahwa pekerjaan penduduk

bukan lah pekerjaan yang secara resmi terdaftar secara monografi di dalam

kelurahan.

Mata pencaharian penduduk di kampung ini sebagian besar merupakan

pedagang. Walaupun pada awalnya mata pencaharian penduduk Kampung

Pengarengan merupakan pembuat arang, maka dari itu perkampungan ini disebut

sebagai Kampung Pengarengan. Namun, seiring waktu mata pencaharian

penduduk berkembang bersamaan dengan bertambahnya jumlah penduduk yang

bermigrasi dan tinggal di lahan tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh TKI (70

tahun), salah seorang penduduk yang tinggal di Pengarengan sejak tahun 1990

“..dulu nya disini banyak tukang arang, makanya dinamain pengarengan kalo sekarang udah macam-macam, kayak pedagang, pemulung, tukang delman, dan asongan, petani juga ada neng.. ” ujarnya sembari merokok dengan santai

Pernyataan TKI juga di dukung oleh pernyataan dari JTM (54 tahun) sesepuh

dari salah satu suku di Pengarengan yang sudah tinggal tinggal di kampung

tersebut sejak tahun 1977

“..hmmmm disini banyaknya pedagangan sama asongan. Namanya juga orang miskin, tidak bisa punya pekerjaan tetap. Tapi dulunya disini itu banyaknya tukang arang,

Page 58: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

58

makanya namanya pengarengan…” ujarnya dengan gaya santai sambil mengaruk-garuk perut besarnya.

Kegiatan penduduk di Kampung Pengarengan menyesuaikan dengan mata

pencaharian masing-masing. Setiap pagi penduduk dengan mata pencaharian sebagai

pedagang sudah mulai menyiapkan gerobak dagangan dan menjajakan dagangannya

sejak pukul enam, sedangkan bagi penduduk dengan mata pencaharian pemulung,

kegiatan memulung sudah dimulai sejak pukul tiga pagi hingga pukul sebelas siang.

Kemudian para pembuat arang baru memulai pekerjaannya pada pukul sebelas malam

hingga pagi, dan para asongan bekerja dari pagi hingga malam mengamen dan

mengemis di jalan Perintis Kemerdekaan dan jalan Ahmad Yani, yang letaknya tidak

jauh dari Kampung Pengarengan, sedangkan penduduk dengan mata pencaharian petani

bekerja dari pukul enam pagi hingga sembilan pagi.

Penduduk di Kampung Pengarengan tidak mengenal batas usia kerja

sebagaimana yang sudah ditetapkan. Usia kerja berhubungan dengan usia produktif,

yakni golongan umur 15-64 tahun. Penduduk yang tergolong non-produktif (nol sampai

14 tahun) juga sudah mulai bekerja, rata-rata pekerjaan mereka adalah asongan atau

pengemis di jalan raya sekitar Perintis Kemerdekaan dan jalan Ahmad Yani. Pekerja

non-produktif tersebut dapat di golongkan sebagai anak jalanan, karena dengan definisi

anak jalanan sendiri menurut departemen sosial1 adalah : (1). Berumur dibawah 18

tahun, (2). Bekerja dan berada di jalan lebih dari enam jam sehari, dan enam hari dalam

seminggu. Anak jalanan dapat dibagi kedalam dua golongan2, yaitu children on the

street, dan children off the street. Pekerja non-produktif pada kampung ini tergolong ke

dalam istilah children on the street. Children on the street adalah anak-anak yang

1 Dikutip dari www.wikipedia.org diakses tanggal 10 Juni 2008 2 Ibid

Page 59: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

59

mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan

keluarga dan tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari.

4.2.3 Fasilitas Sosial Kampung Pengarengan

Sarana dan prasarana yang terdapat di Kampung Pengarengan diantaranya:

a. Tempat ibadah

Penduduk Kampung Pengarengan mayoritas beragama Islam, sehingga terdapat

Masjid Nurul Barokah. Masjid ini sempat mengalami kebakaran pada bulan

Agustus 2007 dan perbaikan yang dilakukan merupakan hasil swadaya dari

masyarakat.

b. WC Umum

WC yang digunakan oleh masyarakat Kampung Pengarengan ada dua macam yaitu

WC umum yang dikenai tarif dan WC helikopter.

c. Instalasi Listrik

Aliran listrik dari PLN telah masuk ke dalam kampung, namun belum semua

warga mampu mengaksesnya. Penduduk yang dapat mengakses listrik pada

umumnya adalah pemilik kontrakan.

d. Saluran PAM

Air PAM dapat diakses oleh sebagian masyarakat yang mampu membayarnya.

Sebagian besar dari mereka adalah para pemilik usaha WC umum dan pemilik

kontrakan.

e. Tempat Pengumpulan Sampah

Page 60: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

60

Di bagian belakang kampung yang letaknya di dekat usaha pengarengan dan

Waduk Ria-Rio telah dijadikan oleh warga sebagai tempat pengumpulan sampah.

Namun pada kenyataannya, masyarakat masih banyak yang membuang sampah

sembarangan.

f. Getek sebagai alat transportasi penghubung antara Kampung Pedongkelan dan

Kampung Pengarengan

Jarak antara Kampung Pedongkelan dan Pengarengan tidaklah jauh. Namun karena

dipisahkan oleh danau, maka warga menggunakan getek sebagai alat transportasi

yang menghubungkan kedua kampung tersebut. Warga juga dapat menempuh jalur

darat dengan mengambil jalan memutar melalui Jalan Perintis Kemerdekaan.

4.4 Ikhtisar

Lahan Kampung Pengarengan secara administratif merupakan milik

pemerintahan daerah DKI Jakarta dengan hak kelola PT. Pulomas Jaya. Lahan ini

merupakan bagian dari RT.07 dan RW.15 Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo

Gadung, Jakarta Timur. Luas lahan Kampung Pengarengan mencapai hingga 25.066

meter persegi, dengan jumlah penduduk yang mencapai 500 jiwa dan kepadatan

penduduk hingga 19.947 jiwa per kilometer. Lahan Kampung Pengarengan pada

awalnya berfungsi sebagai lahan rawa dan bertujuan untuk daerah resapan air untuk

wilayah Pulomas dan sekitarnya. Namun sejak tahun 1980an lahan ini mulai ramai

didatangi oleh pendatang yang berasal dari luar Jakarta, hingga membentuk sebuah

pemukiman padat penduduk yang dinamakan Kampung Pengarengan. Nama

Pengarengan sendiri berasal dari mata pencaharian penduduk yang merupakan tukang

pembuat arang.

Page 61: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

61

Kampung Pengarengan tidak terdaftar dan tidak diakui keberadaannya didalam

kelurahan Kayu Putih, didalam kelurahan hanyalah lahan nya saja terdaftar, sedangkan

keberadaan kampung dan penduduknya tidak terdaftar di kelurahan. Hal ini disebabkan

Kampung Pengarengan merupakan pemukiman liar (kumuh) dan yang tidak diakui

keberadaannya oleh masyarakat. Kampung Pengarengan tergolong ke dalam squatter,

yaitu pemukiman kumuh dan miskin yang diperoleh dengan cara melanggar hukum,

yaitu dengan cara menempati ruang-ruang publik terbuka yang semestinya tidak

diperuntukkan bagi pemukiman dan penghunian oleh masyarakat.

Penduduk di Kampung Pengarengan memiliki tingkat heterogenitas yang

tinggi, karena sebagian besar merupakan penduduk pendatang yang berasal dari

berbagai wilayah di Jakarta. Kemudian untuk bertahan hidup di ibukota, penduduk

Kampung Pengarengan melakukan berbagai jenis mata pencaharian. Pedagang adalah

mata pencaharian paling dominan yang ada di wilayah tersebut, tetapi tidak sedikit pula

ditemukan penduduk dengan mata pencaharian sebagai pemulung, asongan, kusir

delman, petani, hingga pembuat arang.

Page 62: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

62

BAB V

LAHAN KAMPUNG PENGARENGAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KONVERSI LAHAN DI PERKOTAAN

5.1 Proses Pembentukan Kampung Pengarengan (Awal Konveri Lahan)

Konversi lahan menurut Sihaloho (2004) memiliki pengertian sebagai proses

alih fungsi lahan, khususnya dari lahan pertanian ke non-pertanian atau dari lahan non-

pertanian ke lahan pertanian. Konversi lahan yang terjadi di Kampung Pengarengan

merupakan alih fungsi lahan dari fungsi non-pertanian ke fungsi non-pertanian lainnya,

yaitu sebagai daerah resapan air menjadi sebuah pemukiman. Konversi lahan yang

terjadi di Kampung Pengarengan merupakan wujud dari pertambahan kepadatan

penduduk di DKI Jakarta. Pertambahan penduduk di DKI Jakarta dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu pertama pertambahan penduduk alami (natural increase) yang

merupakan selisih antara jumlah kelahiran dan kematian, kedua pertambahan penduduk

yang diakibatkan oleh faktor migrasi. Diantara wilayah-wilayah di Jakarta, Jakarta

Timur merupakan wilayah dengan laju pertambahan penduduk tertinggi yang mencapai

10.445 jiwa per kilometer persegi untuk tahun 20073.

Bertambahnya penduduk di ibukota tidak diiringi oleh bertambahnya jumlah

luas lahan yang dapat dimanfaatkan. Hal ini kemudian menimbulkan keterbatasan lahan

untuk menampung dan menyediakan tempat tinggal bagi penduduk. Lahan-lahan dan

ruang-ruang terbuka yang luasnya sangat terbatas menjadi daya tarik oleh penduduk

untuk memanfaatkannya sebagai tempat tinggal. Ruang-ruang terbuka ini seperti di

pinggir kali, di bawah jembatan (air maupun layang), taman-taman, pinggiran rel kereta

api, dan di banyak tempat berbahaya lainnya (Ismail, 2000).

3 Dikutip dari http://timur.jakarta.go.id Diakses tanggal 15 April 2008

Page 63: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

63

Pertambahan jumlah penduduk juga didasarkan kepada faktor pembangunan.

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan di segala bidang kehidupan yang

dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu. Menurut S.P. Siagian

dikutip Ndhara (1997) dalam Sunito Melani pada Bab Perubahan Sosial, Sosiologi

Umum (2003) mendefinisikan pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha

pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu

bangsa negara dan pemerintah, menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa

(nation building).

Pembangunan yang terjadi di kota terutama ibukota DKI Jakarta menjadi daya

tarik bagi penduduk di daerah. Posisi Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia

memberikan asumsi bagi pendatang bahwa Jakarta merupakan tempat yang menjanjikan

kesuksesan ekonomi. Hal ini yang kemudian membuat pendatang terutama pendatang di

daerah Kampung Pengarengan berani mengadu nasib bermigrasi ke ibukota.

“.. Saya pindah ke Jakarta karena ingin mencari kerja yang lebih baik dari pada di kampung, jika saya menetap dikampung pekerjaan yang mungkin saya lakukan hanyalah bertani dan bercocok tanam. Penghasilan yang saya peroleh lebih besar apabila saya bekerja di kota. Namun walaupun pendapatan yang diterima lebih besar, dengan biaya hidup yang tinggi tidak merubah status ekonomi menjadi kaya.” ujar MNR (45 tahun) yang sudah menjadi pendatang sejak tahun 1993 di Pengarengan.

Lahan Kampung Pengarengan pada awalnya belum ada penduduknya dan belum

dimanfaatkan sebagai areal pemukiman. Kondisinya merupakan lahan rawa yang

memiliki fungsi sebagai daerah resapan air untuk daerah pulomas dan sekitarnya Daya

tarik untuk menempati daerah ini, selain dapat dijadikan tempat tinggal yang strategis

(dekat waduk) juga dapat memberikan sumber nafkah hidup dengan memanfaatkan

lahan-lahan sebagai areal pertanian. Dari hasil wawancara dengan informan terungkap

bahwa lahan Kampung Pengarengan sebelumya dimiliki secara pribadi oleh beberapa

Page 64: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

64

warga, yang hingga saat ini lahan tersebut sebagian besar sudah diberikan hak kelolanya

kepada PT. Pulomas Jaya selaku penguasa dan pengusaha lahan.

Pemukiman di atas lahan Kampung Pengarengan pertama kali dibangun pada

tahun 1980an. Pendatang yang berasal dari Madura pertama kali menempati lahan

dengan membangun rumah dan membuka usaha pertanian. Sejak itu menimbulkan

ketertarikan kepada pendatang lain baik yang berasal dari Madura dan daerah Jawa

lainnya serta Luar-Jawa untuk juga bermukim di wilayah ini. Hal ini dapat dilihat dari

penjelasan YTI (66 tahun) yang sudah tinggal di Kampung Pengarengan sejak tahun

1986.

“..Dulunya disini masih merupakan lahan rawa dan semak belukar, belum ada banyak pemukiman. Bagi penduduk yang ingin pergi ke suatu tempat masih harus membuka jalannya sendiri dengan menggunakan arit. Pemukiman mulai banyak terbentuk sejak tahun 1980an yaitu ketika era pembangunan oleh mantan presiden Soeharto. Pendatang yang pertama tinggal di sini berasal dari suku Madura. Pemukiman yang terbentuk dahulu masih menggunakan kayu dan belum menggunakan bahan permanen seperti saat ini.” ujar YTI sambil memilah-milah barang di warung.

Pemukiman di Kampung Pengarengan berdasarkan penjelasan dari beberapa

penduduk merupakan wujud perluasan pemukiman dari Kampung Pedongkelan yang

sudah lebih dahulu tercipta. Awalnya pemukiman hanya terbentuk di sisi jalan raya saja,

namun semakin banyaknya jumlah penduduk yang tinggal di wilayah ini, maka luas

kampung mulai melebar ke bagian dalam lahan rawa. Migrasi berantai yang terjadi di

wilayah ini menjadi faktor pemicu bertambahnya jumlah penduduk di Kampung

Pengarengan. Sikap penduduk pendatang yang cenderung mengajak serta sanak

saudaranya untuk melakukan migrasi mempercepat proses konversi dari lahan rawa

dengan fungsi sebagai daerah resapan air menjadi pemukiman. Penuturan dari gejala ini

dapat dilihat dari penjelasan oleh JMR sebagai berikut.

Page 65: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

65

“.. Biasanya setelah hari raya Idul Fitri Kampung Pengarengan mengalami lonjakan pertambahan penduduk yang kemudian membuat kampung ini menjadai tambah ramai. Banyak penduduk yang setelah dirinya pulang ke daerah asal masing-masing membawa balik sanak saudaranya yang akan bekerja di Jakarta.” Berikut penjelasan dari JMR

Pendatang baru di lahan Kampung Pengarengan sebelumnya dapat dengan bebas

membangun tempat tinggal di wilayah ini sebagai tempat bermukim. Tidak adanya

peraturan dan larangan bagi penduduk untuk membangun tempat tinggal mempercepat

kepadatan yang terjadi di Kampung Pengarengan. Namun sejak wilayah Kampung

Pengarengan menjadi daerah kekuasaan PT. Pulomas Jaya, untuk mendapatkan tempat

tinggal para pendatang harus menyewa tempat tinggal dengan penduduk yang sudah

bekerjasama (sudah mendapatkan izin) dengan PT. Pulomas Jaya dalam hal sewa

menyewa dan mengusahakan lahan. Mengenai hal ini YTI (66 tahun) juga menyatakan

antara lain

“ Sebelumnya penduduk pendatang yang menempati lahan Kampung Pengarengan memiliki kebebasan untuk membangun tempat tinggal di atas wilayah ini. Tidak ada peraturan yang melarang penduduk dalam hal pembangunan pemukiman. Tetapi sejak PT. Pulomas Jaya menguasai lahan Kampung Pengarengan, penduduk yang ingin bermukim di kampung ini harus menyewa rumah dengan pihak yang sudah mendapatkan izin dari PT. Pulomas Jaya dalam hal sewa menyewa lahan.”

Peraturan yang berubah mengenai pendirian bangunan pemukiman di Kampung

Pengarengan membuat semakin berkurangnya kesempatan penduduk untuk dapat

tinggal di kampung ini. Terbatasnya jumlah rumah sewaan membuat tidak sedikit

penduduk bermukim dengan cara menumpang tinggal dengan saudara yang sudah lama

menempati Kampung Pengarengan.

“..Penduduk pendatang yang tidak berhasil mendapatkan rumah sewaan pada umumnya menumpang tinggal dengan sanak saudaranya yang sudah terlebih dahulu menetap dikampung ini. Setelah nanti penduduk tersebut memiliki kesempatan dan

Page 66: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

66

penghasilan untuk memperoleh rumah sewa, barulah penduduk tersebut pindah.” Penjelasan dari EKS

Peraturan yang terdapat didalam Kampung Pengarengan mengenai pendirian

pemukiman harus didasarkan izin dari PT. Pulomas Jaya mendapatkan penolakan keras

dari pihak PT. Pulomas Jaya sendiri. Pihak PT merasa tidak pernah membuat perjanjian

apapun dengan masyarakat Kampung Pengarengan mengenai pendirian pemukiman.

Perwakilan dari PT. Pulomas Jaya mengungkapkan bahwa pihaknya melarang keras

adanya penduduk yang bermukim diatas lahan yang dikelolanya, dan mereka tentunya

akan menindak keras penduduk yang masih tetap tinggal diatas lahan tersebut. Salah

satu tindakan yang akan PT. Pulomas Jaya lakukan adalah melakukan pengusiran yang

berujung kepada pengosongan lahan.

“Kami selaku pihak penguasa lahan tentunya melarang masyarakat untuk tinggal diatas lahan yang dikelola oleh kami. Apabila ada penduduk yang bermukim diatas lahan tentunya PT. Pulomas Jaya akan menindak tegas dengan melakukan usaha pengusiran, karena bagaimanapun keberadaan mereka ilegal diatas lahan tersebut” ungkap FTR selaku perwakilan dari PT. Pulomas Jaya.

Keterangan dari pihak PT. Pulomas Jaya tentunya berbeda dari keterangan yang sudah

diutarakan oleh YTI dan EKS

5.2 Dampak Pembentukan Kampung Pengarengan

Sihaloho (2004) menegaskan bahwa konversi lahan telah meningkatkan

ketidakadilan agraria, atau dapat dikatakan bahwa konversi lahan mempengaruhi atau

memicu terjadinya perubahan struktur agraria. Salah satu perubahan strukutur agraria

yang dapat terjadi adalah perubahan pola penguasaan lahan dan perubahan nilai

orientasi lahan. Pola penguasaan lahan menurut Sitorus (2004) dibagi menjadi lima tipe

yaitu, Tipe Kapitalisme, Tipe Sosialisme, Tipe Populisme/Neo-Populisme, Tipe

Naturalisme, dan Tipe Feodalisme. Orientasi nilai terhadap lahan adalah pengutamaan

Page 67: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

67

suatu tujuan atau fungsi tertentu atas lahan yang disepakati dan dijalankan oleh suatu

masyarakat, yang oleh Chapin dikutip Jayadinata (1999) lahan digolongkan kedalam

tiga kelompok nilai yaitu nilai sosial, nilai kepentingan umum dan nilai ekonomi.

Konversi lahan tidak hanya memberi dampak kepada struktur agraria, tetapi dalam

kasus pembentukan Kampung Pengarengan, konversi lahan yang terjadi memberikan

dampak negatif terhadap ekologi atau lingkungan.

Dampak yang dihasilkan dari konversi lahan dari lahan rawa menjadi

pemukiman di wilayah Kampung Pengarengan sebagian besar merupakan dampak

negatif. Dampak positif hanya diterima oleh penduduk yang bermukim di Kampung

Pengarengan. Pembentukan pemukiman menyebabkan meningkatnya nilai ekonomis,

yaitu melalui sewa-menyewa kontrakan yang memiliki range dari Rp. 150.000 hingga

Rp.300.000. Namun, dampak positif terkait peningkatan nilai ekonomis lahan hanya

diterima oleh pemilik tempat sewa tempat tinggal yang sebagian dari jumlahnya sudah

bekerja sama dengan PT. Pulomas Jaya dalam hal sewa menyewa lahan. Keuntungan

yang diperoleh penduduk Kampung Pengarengan dengan terjadinya konversi di wilayah

ini mendapatkan tempat tinggal dan tempat melakukan usaha.

Dampak konversi lahan yang menjadi temuan dalam penelitian ini dapat dibagi

tiga. Dampak pertama, yaitu dampak terhadap struktur agraria yang ditunjukkan antara

lain melalui perubahan pola penguasaan lahan dan perubahan orientasi nilai atas lahan

dari segi nilai sosial, nilai kepentingan umum dan nilai ekonomi. Dampak Kedua, yaitu

dampak ekologi atau dampak yang berpengaruh langsung terhadap lingkungan. Dampak

ekologi dapat berupa pencemaran. Pencemaran atau polusi oleh Jayadinata (1999)

dinyatakan sebagai akibat dari suatu kegiatan atau suatu proses menghasilkan hasil

sampingan yang merusak sistem buatan manusia. Dampak ketiga, yaitu terjadinya

Page 68: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

68

tumpang tindih atau penyimpangan terhadap Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Khusus untuk dampak yang ketiga akan dibahas pada Bab VII.

5.2.1 Perubahan Pola Penguasaan Lahan

Dampak terhadap struktur agraria dalam hal ini perubahan pola penguasaan

lahan Kampung Pengarengan dapat diamati dari suatu bentuk pengaturan lahan oleh

pemilik, penguasaan dan pengusahaan atas lahan. Lahan Kampung Pengarengan

merupakan lahan milik Pemerintah DKI Jakarta dengan hak kelola oleh PT. Pulomas

Jaya. Pada umumnya suatu konversi lahan merupakan salah satu bentuk keberpihakan

pemerintah terhadap sektor swasta. Tetapi konversi lahan yang terjadi di Kampung

Pengarengan justru merupakan salah satu contoh tidak berdayanya pemerintah terhadap

penanggulangan kepadatan penduduk di perkotaan yang mengakibatkan timbulnya

squatter area.

Sebelum terjadi alih fungsi lahan Pemerintahan Daerah DKI Jakarta berperan

sebagai pemilik dan penguasa lahan, sedangkan PT. Pulomas Jaya berperan sebagai

pengusaha lahan. Dapat dikatakan bahwa sebelumnya sistem penguasaan lahan di

Kampung Pengarengan tergolong ke dalam tipe Sosialisme, dimana sumber agraria

(lahan) dikuasai oleh negara. Namun, setelah terciptanya pemukiman di atas lahan

(terkonversi), peran penguasa lahan berpindah tangan menjadi milik penduduk yang

menempati lahan. Perubahan penguasaan lahan ke tangan penduduk menyebabkan

perubahan pola penguasaan lahan di Kampung Pengarengan menjadi tipe Populisme,

yaitu sumber agraria (lahan) dikuasai oleh masyarakat. Dikatakan penguasa lahan

karena penduduk Kampung Pengarengan dapat menguasai lahan secara efektif salah

satunya, yaitu penduduk dapat menempati lahan secara laluasa, leluasa di penelitian ini

Page 69: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

69

dimaksudkan bahwa penduduk dapat tinggal dan menetap di daerah Pengarengan tanpa

seizin pihak PT. Pulomas Jaya ataupun Pemerintah.

” Saya menetap di kampung ini tanpa seizin pemilik lahan yaitu PT. Pulomas Jaya. Saya hanya menyewa rumah kepada pihak yang memang memiliki wewenang untuk menyewakan lahan dan tempat tinggal kepada penduduk. Sehingga untuk perkara mengenai izin tinggal, pihak pemilik tempat sewa yang membicarakan dengan PT. Pulomas Jaya.” Ungkap ATR (20 tahun) yang sudah tinggal di Kampung Pengarengan selama 7 tahun.

Penduduk Kampung Pengarengan sebagai penguasa lahan tidak hanya

menguasai lahan secara efektif, tetapi juga mengusahakan lahan secara efektif.

Penduduk selain memanfaatkan lahan sebagai tempat tinggal, juga membuat tempat

usaha, seperti warung, tempat jual furniture, tempat cukur rambut, bengel motor, hingga

daerah pertanian sayur.

” Penduduk di Kampung Pengarengan membuka banyak usaha dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan memperoleh tambahan penghasilan. Seperti saya yang membuka usaha warung di depan tempat tinggal. Hal ini tentu saja bertujuan agar keluarga saya mendapatkan tambahan penghasilan guna memenuhi kebutuhan pangan keluarga. ” ungkap IJH (24 tahun) yang selama wawancara sibuk mendiamkan anaknya yang sedang menangis.

Pembentukan Kampung Pengarengan tentu saja menyimpang dari tujuan PT.

Pulomas Jaya dalam hal pengusahaan lahan wilayah ini. PT. Pulomas Jaya selaku pihak

pengusaha resmi lahan merencanakan pembangunan Business and Culture Complex

diatas lahan Kampung Pengarengan. Pembentukan proyek ini memiliki tujuan sebagai

bentuk optimalisasi lahan, yang direncanakan pembangunannya akan dimulai pada

tahun 2008. Proyek pembangunan Business and Culture Complex merupakan bagian

dari upaya pengembangan Waduk Ria-Rio yang terletak diantara Kampung

Pengarengan dan Kampung Pedongkelan. Waduk ini memiliki fungsi sebagai danau

buatan penampung aliran air untuk mencegah banjir di daerah Pulomas dan sekitarnya.

Page 70: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

70

” Waduk Ria-Rio direncanakan akan diperbesar luasannya dari tujuh koma lima hektar menjadi sembilan hektar. Perluasan waduk diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan musibah banjir di Pulomas. Seiring dengan pengembangan waduk, PT. Pulomas Jaya juga merencakan pelaksanaan pengembangan lahan yang terletak disekitar waduk untuk dijadikan fungsi komersil atau mix use dengan pembangunan pusat hiburan, tempat tinggal, dan tempat pertemuan. ” ungkap FTR perwakilan dari PT. Pulomas Jaya

Pembangunan proyek Business and Culture Complex memiliki misi tersendiri oleh PT.

Pulomas Jaya, yaitu ingin menjadikan kedua wilayah Kampung Pedongkelan dan

Kampung Pengarengan beserta Waduk Ria-Rio sebagai landmark bagi daerah Jakarta

Timur.

5.2.2 Sistem Penguasaan Lahan di Kampung Pengarengan

Sistem penguasaan lahan di Kampung Pengarengan tergolong kepada tipe

penguasaan Populisme. Tipe Populisme/Neo-Populisme menurut Sitorus (2004)

memiliki pengertian bahwa sumber agraria dikuasai oleh keluarga/ rumah tangga

pengguna (masyarakat). Disebutkan seperti itu berdasarkan fakta setelah terjadinya

konversi di lahan Kampung Pengarengan, penduduk menjadi pihak yang paling

berkuasa atas lahan. Dikatakan penguasa karena penduduk merupakan pihak yang

menduduki lahan dan mengusahakan lahan walaupun lahan yang diusahakannya

merupakan lahan milik Pemerintah DKI Jakarta, dan penduduk yang tinggal di

Kampung Pengarengan belum tentu merupakan penduduk yang terdaftar menjadi

bagian dari warga DKI Jakarta.

Berdasarkan dari pengakuan beberapa penduduk, wilayah Kampung

Pengarengan pada awalnya dimiliki oleh lima orang tuan tanah yaitu, HSN, KSM, SDR,

MTR dan SRT. Kelima pemilik sah dari lahan ini mewariskan bagiannya masing-

masing secara turun temurun, namun di tengah perjalanannya lahan-lahan warisan

Page 71: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

71

tersebut sudah banyak yang diserahkan kepada Pemerintahan Daerah Jakarta Timur

secara terpisah-pisah yang kemudian hak kelolanya diberikan kepada PT. Pulomas Jaya.

Keabsahan pemilikan lahan warisan di Kampung Pengarengan yang hingga saat ini

masih bisa ditelusuri kebenaran kepemilikannya adalah lahan milik HSN yang

kemudian menjadi milik JTM ”juragan kontrakan” yang masih menetap di Kampung

Pengarengan.

“.. Lahan di Kampung Pengaregan pada awalnya dikuasai dan dimiliki oleh lima orang tuan tanah yaitu bapak HSN, KSM, SDR, MTR, dan bapak SRT. Lahan-lahan yang mereka miliki diwariskan secara turun-temurun. Namun hingga saat ini lahan yang masih jelas kepemilikannya adalah lahan warisan dari bapak HSN yang kebetulan merupakan sesepuh orang tua saya. Dimana kemudian lahan tersebut diwariskan kepada saya. Sisa lahan warisan dari empat pemilik lainnya sudah banyak yang diserahkan kepada PT. Pulomas Jaya.” ujar JTM

Lahan warisan yang dimiliki oleh JTM dimanfaatkan untuk membangun tempat

usaha furniture di halaman depan tempat tinggalnya, dan sisa lahan yang dimilikinya di

bangun usaha penyewaan tempat tinggal (kontrakan) yang kemudian disewakan kepada

para pendatang di Kampung Pengarengan. Berdasarkan cerita penduduk, JTM

merupakan orang yang paling dihormati dan ditakuti oleh penduduk. Menurut

pengakuannya, selain JTM merupakan sesepuh dari salah satu suku di Kampung

Pengarengan, ia merupakan pihak yang paling berkuasa mengenai lahan-lahan tempat

penyewaan tempat tinggal di Kampung Pengarengan. Penduduk di Kampung

Pengarengan pun menyebutnya dengan panggilan ”Abah”. Hal ini antara lain terungkap

dari hasil wawancara dengan MMT (23 tahun) sebagai berikut:

“..Abah JTM merupakan seseorang yang keberadaannya paling terkenal di kampung ini. Beliau adalah sosok yang paling dihormati dan ditakuti oleh sesama warga Kampung Pengarengan. Selain memang beliau adalah sesepuh dari salah satu suku yang masih

Page 72: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

72

menetap di kampung ini, beliau juga adalah penguasa kontrakan yang terdapat di Kampung Pengarengan.” Ujar MMT

Tidak terdapatnya pihak selain JTM yang merupakan ahli waris dari salah satu

pemilik lahan di Kampung Pengarengan membuat perbedaan antara penduduk

Kampung Pedongkelan yang letaknya bersebelahan dengan Kampung Pengarengan.

Pada Kampung Pedongkelan masih terdapat penduduk yang merupakan warga asli

Jakarta (Betawi) dan tinggal diatas lahan milik sendiri. Hal ini dapat dilihat dari

pengakuan KSM (45 tahun) yang dulunya merupakan penduduk Kampung

Pedongkelan, tetapi disebabkan beberapa hal beliau kemudian pindah ke Kampung

Pengarengan.

“.. Penduduk di Kampung Pedongkelan sebagian besar berasal dari Betawi dan mereka memiliki KTP sebagai tanda bukti bahwa mereka adalah bagian dari warga DKI Jakarta. Beberapa tempat tinggal penduduk di Kampung Pendongkelan masih dibangun diatas lahan milik perorangan yang mendapatkan lahan dengan cara turun temurun. Hal ini berbeda dengan penduduk yang terdapat di Kampung Pengarengan, dimana sebagian besar penduduk merupakan pendatang dan tidak tinggal diatas lahan milik sendiri tetapi dengan cara menyewa.” ujar KSM

Pernyataan dari KSM sesuai dengan pengakuan penduduk Kampung Pengarengan

lainnya. Mereka mengakui dan mengetahui bahwa mereka tinggal di atas lahan milik

orang lain dan hanya sekedar menyewa tempat tinggal. Seperti yang dikemukan oleh

IMN (40 tahun) yang tinggal di Kampung Pengarengan sejak tahun 1996.

“…Saya sudah menempati Kampung Pengarengan sejak tahun 1996. Ketika itu pemukiman di kampung ini sudah lumayan padat walaupun tidak sepadat saat ini. Saya menempati tempat tinggal bersama keluarga di kampung ini dengan cara menyewa kepada pihak yang berprofesi sebagai penyewa tempat tinggal. Selama tinggal di sini saya mengetahui dengan pasti bahwa lahan ini adalah milik PT. Pulomas Jaya. Bagaimana saya tidak tahu, setiap hari selalu ada petugas yang mwnjaga wilayah ini.” ujar IMN sambil dengan asiknya menghisap rokok.

Page 73: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

73

Informasi mengenai Kampung Pengarengan juga diperoleh peneliti dari AKN (40

tahun), salah satu polisi yang bertugas di pos polisi Pulomas.

“…Tanah Pengarengan status kepemilikannya sesungguhnya masih sengketa antara Pemda dengan ahli waris di pengadilan. Karena hal itulah mengapa tanah ini masih dibiarkan,dan belum diusahakan oleh di PT. Pulomas Jaya. Tapi walaupun begitu, PT. Pulomas Jaya tetap mengontrol tanah ini setiap hari. Polisi juga bekerja sama dengan Pulomas dalam hal keamanan lahan..” ujar AKN di sela-sela istirahat siangnya.

PT. Pulomas Jaya sebagai pihak yang paling berkepentingan dengan lahan

Kampung Pengarengan mengungkapan bahwa sebenarnya perusahaan tidak hanya

menguasai sebagian besar lahan Kampung Pengarengan saja, perusahaan ini juga

menguasai lahan Kampung Pedongkelan yang letaknya berdampingan dengan

Kampung Pengarengan. Mengapa dikatakan “sebagian besar”?, hal ini disebabkan

masih ada sekitar empat koma empat hektar lahan yang belum dibebaskan atau masih

merupakan milik warga. Hal ini diungkap sebagaimana pernyataan oleh FTR,

perwakilan dari pihak PT. Pulomas Jaya.

“.. Sebenarnya dari luas lahan sekitar kurang lebih 250.00 meter persegi yang akan dikelola oleh PT. Pulomas Jaya (Kampung Pengarengan dan Kampung Pengarengan), masih ada sekitar 4,4 hektar lahan yang masih belum dibebaskan, atau masih ada pemiliknya, tetapi mereka tidak punya pilihan lain selain melepaskan lahan mereka dan memberikannya kepada PT. Pulomas Jaya, karena lahan tersebut lebih potensial untuk dikelola oleh PT.Pulomas Jaya.”

PT. Pulomas Jaya tidak hanya berkuasa atas lahan yang terdapat pada Kampung

Pengarengan dan Pedongkelan, tetapi juga berkuasa atas Waduk Ria-Rio yang letaknya

mengapit kedua kampung tersebut. Rencananya danau tersebut pada tahun 2008 akan

dibangun proyek pengembangan Waduk Ria-Rio sekaligus membangun Pulomas City

didaerah sekitar waduk. Namun, hingga peneliti melakukan penelitian, PT. Pulomas

Page 74: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

74

Jaya sebagai pihak penguasa lahan belum menunjukkan kekuasaannya dengan

melakukan kebijakan pengosongan lahan. Kampung Pengarengan masih menjadi

kawasan padat penduduk yang penduduknya bisa dengan leluasa beraktivitas di atasnya.

5.2.3 Perubahan Orientasi Nilai Atas Lahan

Dampak yang timbul terkait perubahan orientasi nilai dalam penelitian ini dapat

dilihat dalam bentuk perubahan, yaitu perubahan dari segi nilai sosial dan nilai

ekonomis lahan. Terkonversinya lahan menjadi pemukiman di Kampung Pengarengan

menimbulkan perubahan fungsi. Perubahan fungsi ini berdampak terhadap perubahan

nilai sosial lahan di masyarakat. Nilai sosial sebagaimana diungkapkan oleh Jayadinata

(1999) merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan dan dinyatakan oleh penduduk

dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian, tradisi, kepercayaan, dan

sebagainya.

Nilai sosial lahan dalam penelitian ini dimaknai sebagai pandangan dan

pemaknaan masyarakat terhadap lahan. Lahan Kampung Pengarengan dan juga Waduk

Ria-Rio di maknai oleh warga Pulomas dan sekitarnya sebagai daerah yang berfungsi

sebagai resapan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari ADI (24 tahun), penduduk

Pulomas yang sudah tinggal di wilayah Pulomas Barat sejak 24 tahun lalu.

” Waduk Pulomas (Ria-Rio) dan lahan disekitarya memang berfungsi sebagai tempat penampungan air agar daerah Pulomas tidak banjir. ” ungkap ADI.

Pemaknaan daerah Kampung Pengarengan dan sekitarnya sebagai daerah resapan air

menimbulkan ketergantungan masyarakat yang tinggal di sekitar Pulomas sangat tinggi.

Apabila lahan tersebut tidak berfungsi dengan baik, maka akan memberikan akibat yang

akan berdampak langsung terhadap lingkungan disekitar dareah Pulomas. Namun

Page 75: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

75

dengan timbulnya pemukiman, nilai sosial yang dianut oleh masyarakat berubah. Lahan

sebagai fungsi sosial yaitu penyerapan air berubah fungsi menjadi pemukiman.

Lahan yang berfungsi sebagai penyerap air kini berubah menjadi komersil,

dimana di dalamnya terdapat aktivitas penduduk Kampung Pengarengan yang menyewa

dan membangun tempat tinggal diatas lahan.

” Penduduk dahulu waktu baru datang ke lahan ini membangun banyak tempat tinggal yang akhirnya sampai sekarang tempat tinggal tersebut dikontrakkan kepada para pendatang. ” ujar TKI

Nilai ekonomis terhadap lahan menjadi meningkat, sedangkan nilai sosial terhadap

lahan menurun, sehingga nilai ekonomis melemahkan nilai sosial yang ada di dalam

masyarakat.

5.2.4 Dampak Ekologi

Dampak konversi lahan yang terjadi di Kampung Pengarengan terhadap ekologi

atau lingkungan dirasakan langsung oleh penduduk yang tinggal di Kampung

Pengarengan dan sekitarnya. Dampak ekologi yang dialami oleh penduduk Kampung

Pengarengan sangat terkait dengan pencemaran dan sanitasi lingkungan. Dengan lahan

yang terbatas dan jumlah penduduk yang perbandingannya tidak seimbang dengan luas

lahan, juga sikap masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan lingkungan

terutama dalam hal pembuangan sampah, membuat wujud Kampung Pengarengan yang

terlihat kumuh menjadi lebih kumuh dengan banyaknya tumpukan sampah.

Sesuai dengan fungsi utama dari lahan Kampung Pengarengan dan Kampung

Pedongkelan, yaitu sebagai daerah resapan air, maka timbulnya pemukiman di atas

lahan tersebut menyebabkan tidak berfungsi kembali lahan sebagai semestinya.

Page 76: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

76

Dampak ekologi yang paling dirasakan adalah timbulnya bencana banjir di daerah

Pulomas setiap tahunnya. Timbulnya pemukiman di Kampung Pengarengan

menyebabkan sistem penyerapan air terganggu. Limbah sampah rumah tangga dari

pemukiman Kampung Pengarengan semakin memicu masalah banjir rutin tahunan yang

terjadi.Hal ini semakin parah ketika musim hujan. Aliran air hujan yang seharusnya

bermuara ke Waduk Ria-Rio sebagai penampung air hujan dan mencegah bencana

banjir justru menguap dan akhirnya menimbulkan banjir untuk daerah Pulomas dan

sekitarnya. Bencana banjir mulai dialami penduduk Pulomas sejak tahun 1995, hal ini

sesuai dengan pernyataan IND (51 tahun) sebagai penduduk yang tinggal di daerah

Pulomas sejak tahun 1989.

”..Daerah Pulomas sudah mulai mengalami musibah bencana banjir sejak tahun 1995. Bencana banjir yang terjadi setiap tahunnya dapat mencapai ketinggian hingga satu setengah meter, tentu saja hal ini membuat resah penduduk yang tinggal di sekitar daerah Pulomas apabila musim hujan tiba ...” ujar IND

Luas pemukiman yang semakin membesar semakin menambah permasalahan

ekologi. Semakin luasnya pemukiman Kampung Pengarengan menimbulkan gangguan

estetika pemandangan bagi masyarakat yang melewati daerah Kampung Pengarengan.

Masyarakat memandang wilayah Kampung Pengarengan sebagai wilayah yang kotor,

tidak sehat, kumuh, dan juga menimbulkan citra negatif, yaitu daerah yang rawan. Hal

ini sempat menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang ingin melintas dan berhenti di

sepanjang jalan Perintis Kemedekaan dan Ahmad Yani.

Page 77: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

77

5.3 Ikhtisar

Lahan Kampung Pengarengan awalnya merupakan lahan rawa dengan fungsi

lahan sebagai daerah resapan air. Kepadatan penduduk dan faktor pembangunan

menyebabkan terjadinya konversi menjadi pemukiman penduduk. Dampak yang

ditimbulkan dari konversi lahan memberikan dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif konversi hanya dirasakan oleh penduduk kampung tersebut. Selain

memberikan tempat tinggal, meningkatnya nilai ekonomis lahan di Kampung

Pengarengan memberikan keuntungan bagi para pemilik rumah sewa di wilayah ini.

Dampak lain yang terkait dengan konversi lahan dapat dibagi berdasarkan tiga

kelompok, yaitu pertama, dampak terhadap struktur agraria, kedua. dampak ekologi,

dan ketiga, dampak terhadap penyimpangan RTRW. Dampak agraria terdiri atas

perubahan pola penguasaan lahan dan perubahan orientasi nilai lahan dari segi sosial,

kepentingan umum, dan segi ekonomis. Perubahan pola penguasaan lahan yang terjadi

adalah dari tipe sosialisme menjadi populisme. Lahan yang pada awalnya merupakan

milik pemerintah diambil alih penguasaannya oleh sekelompok penduduk. Perubahan

orientasi nilai yang terjadi adalah nilai ekonomis melemahkan nilai sosial. Pembentukan

pemukiman menyebabkan nilai sosial lahan berkurang dan berubah menjadi komersil.

Dampak ekologi yang terjadi diantaranya adalah pencemaran lingkungan, banjir,

dan perubahan estetika sosial. Dampak ekologi yang paling dirasakan adalah timbulnya

bencana banjir di daerah Pulomas setiap tahunnya. Timbulnya pemukiman Kampung

Pengarengan menyebabkan sistem penyerapan air terganggu. Limbah sampah rumah

tangga dari pemukiman Kampung Pengarengan semakin memicu masalah banjir rutin

tahunan yang terjadi. Gangguan estetika pemandangan timbul karena wilayah tersebut

kotor, tidak sehat, kumuh, dan bercitra negatif berupa daerah yang rawan

Page 78: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

78

BAB VI

AKSESIBILITAS MASYARAKAT TERHADAP LAHAN KAMPUNG PENGARENGAN

Aksesibilitas dalam penelitian ini memiliki definisi sebagai kemampuan

seseorang untuk memperoleh keuntungan dari sesuatu (ability to derive benefits from

things) termasuk diantaranya dari objek material, orang lain, lembaga, dan simbol

(Peluso dan Ribot (1999) dalam Elisabeth (2003)). Dalam penelitian ini keuntungan

yang diperoleh adalah objek material. Objek material yang dapat dimanfaatkan dalam

hal ini adalah lahan. Keuntungan yang dapat diambil dari lahan tidak hanya

mengusahakan tetapi penguasaan atas lahan. Konsep akses memfasilitasi analisis dasar

mengenai siapa yang memanfaatkan (dan tidak memanfaatkan) sesuatu, dengan cara

seperti apa, dan kapan (dalam situasi apa). Analisis akses dapat dikatakan sebagai

proses untuk mengidentifkasi dan memetakan mekanisme perolehan, pemeliharaan, dan

pengendalian akses yang dalam penelitian ini adalah lahan Kampung Pengarengan.

6.1 Aksesibilitas Pendatang terhadap Lahan

Pertambahan penduduk di Kampung Pengarengan sangat terlihat jelas ketika

pada akhir liburan hari raya Idul Fitri. Pendatang banyak berdatangan dari sejumlah

wilayah di luar ibukota, biasanya mereka bermigrasi dari pulau Jawa dan Madura.

Pendatang dari pulau Jawa biasanya dari Jawa Barat, seperti dari kota Bogor, Bandung,

Sukabumi, Cianjur, dan Karawang. Sisanya merupakan pendatang yang berasal dari

Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Indramayu, Kuningan, Tegal, dan Pati. Penduduk

pendatang yang tinggal di Kampung Pengarengan bermigrasi disebabkan faktor ajakan

oleh keluarga dan teman yang sudah terlebih dahulu tinggal di Kampung Pengarengan

Page 79: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

79

ataupun Kampung Pedongkelan. Mereka semua memiliki harapan untuk meningkatkan

taraf hidup dari usaha lain selain pekerjaan yang dilakukan di kampung.

“ Saya pindah dari kampung atas ajakan dari kakak saya yang memang sebelumnya sudah tinggal terlebih dahulu di Kampung Pengarengan. Saya ditawari untuk bekerja membantu pekerjaan kakak di kota. Tawaran itu saya terima dengan alasan saya akhirnya bisa mendapatkan penghasilan setelah selama ini tidak bekerja di kampung.” ucap FRM (17 tahun) yang baru menjadi penduduk kampung Pengarengan sejak 2006.

Faktor hubungan sosial seperti keluarga dan pertemanan menjadi faktor utama yang

menentukan aksesibilitas pendatang terhadap lahan di Kampung Pengarengan. Dapat

dilihat contohnya dari pernyataan FRM. FRM merupakan adik dari IMN yang bekerja

sebagai kusir delman. FRM pindah dari kota asalnya Majalaya dengan maksud

membantu sang kakak. Contoh lain juga dapat dilihat dari MMT yang merupakan anak

dari YSR. Keluarga YSR merupakan pendatang dari Madura, dan pindah ke Kampung

Pengarengan atas dasar ajakan dari JTM yang memiliki tanah warisan di Kampung

Pengarengan. JMR juga mengalami hal serupa, dirinya dan keluarganya yang berasal

dari Tegal pindah ke Kampung Pengarengan atas tawaran dari pamannya yang sudah

terlebih dahulu tinggal di Kampung Pedongkelan.

Pendatang memiliki persyaratan khusus agar dapat tinggal di Kampung

Pengarengan. Seorang pendatang yang tidak memiliki keluarga atau teman yang sudah

terlebih dahulu tinggal di Pengarengan atau Pedongkelan, aksesibilitas mereka dalam

menempati lahan lebih sulit. Hal ini disebabkan kebijakan yang sudah ditetapkan bahwa

diatas lahan Kampung Pengarengan sudah tidak diizinkan membangun tempat tinggal.

Selain itu pihak PT. Pulomas Jaya menempatkan satpam atau security untuk mengontrol

keadaan lahan selama 24 jam setiap hari, sehingga untuk mempertahankan eksistensi

Page 80: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

80

masyarakat pendatang mereka harus memiliki akses “orang dalam” atau akses hubungan

sosial.

Bagi pihak pendatang yang tidak memiliki hubungan keluarga atau pertemanan

dengan penduduk di dalam Kampung Pengarengan, kemampuan aksesibilitasnya

terhadap lahan sangat sulit. Walaupun sebenarnya semua orang dapat akses ke dalam

lahan Pengarengan, tetapi tidak semua orang diberi kesempatan untuk menempati lahan.

Kesulitan dalam hal pengaksesan terhadap lahan di kampung ini disebabkan tidak

tersedianya lahan tambahan untuk membangun tempat tinggal di atas lahan. Salah satu

peraturan yang sudah diterapkan di Kampung Pengarengan adalah tidak diizinkan

membangun bangunan baru di atas lahan. Bagi para pendatang yang ingin tinggal di

Kampung Pengarengan harus menunggu hingga ada tempat tinggal sewa yang sudah

tidak ditempati oleh penduduk lain. Apabila seorang pendatang tidak memiliki akses

hubungan sosial maka kesempatannya agar dapat mengakses lahan menjadi sangat

kecil. Hal ini juga didukung dari sikap penduduk kampung yang lebih mengutamakan

pendatang yang merupakan kerabat daripada pendatang yang tidak mempunyai

hubungan sosial.

Pihak pendatang yang akan tinggal di Kampung Pengarengan harus memiliki

kenalan, baik keluarga maupun teman di dalam kampung agar dapat membantu

aksesibilitas terhadap pemanfaatan lahan sebagai tempat tinggal. Pada awalnya,

penduduk pendatang biasanya tinggal satu atap bersama keluarga di Kampung

Pengarengan, tetapi bagi para pendatang yang ingin mendapatkan tempat tinggal tetap

harus menunggu hingga ada tempat tinggal sewaan yang kosong atau sudah tidak

ditempati lagi oleh penduduk lain. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa di

Kampung Pengarengan tidak diizinkan membangun bangunan baru di atas lahan,

Page 81: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

81

sehingga penempatan satpam oleh PT. Pulomas Jaya bertujuan agar tidak ada

masyarakat yang membangun tempat tinggal diatas lahan Pengarengan. PT. Pulomas

Jaya mengharapkan lahan tersebut dapat disterilkan dari penduduk-penduduk liar.

“..Satpam pulomas selalu mengadakan pengawasan keliling kampung, jika ditemukan tempat tinggal yang dibangun tanpa izin akan dihancurkan.” Ungkap EKS

Namun sesuai dengan pernyataan penduduk Pengarengan mengenai penempatan satpam

oleh PT. Pulomas Jaya tidak membuat penduduk yang tinggal di lahan Kampung

Pengarengan berinisiatif untuk pindah ataupun takut untuk tinggal. Mereka mengakui

bahwa memang satpam PT. Pulomas Jaya sangat mengontrol lahan, tetapi penduduk

Pengarengan cukup membayar sejumlah uang kepada satpam sebagai uang izin untuk

tinggal di lahan tersebut.

“.. satpam pulomas memang suka mengawasi lahan ini. Sebagai utusan dari PT. Pulomas Jaya tentunya mereka bertugas mengawasi dan menjaga daerah Kampung Pengarengan. Biasanya kami selaku penduduk suka memberi uang rokok ke satpam, dengan alasan agar kami bisa aman tinggal di kampung ini” ucap HTN (46 tahun)

Sehingga izin tidak tertulis melalui uang rokok yang diberikan kepada satpam PT.

Pulomas Jaya merupakan faktor berikutnya yang harus di tempuh seorang pendatang

agar tetap dapat mempertahankan ekistensi keberadaannya di Kampung Pengarengan.

6.2 Aksesibilitas Penduduk dalam Penguasaan Lahan

Pendatang yang berhasil menempati atau tinggal di Kampung Pengarengan,

bukan berarti mereka dengan mudah menguasai dan mengusahakan lahan. Lahan

Kampung Pengarengan memang merupakan milik Pemerintah Propinsi DKI Jakarta

dengan hak kelola oleh PT. Pulomas Jaya, tetapi penduduk Kampung Pengarengan

Page 82: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

82

sebagai “penguasa” atas lahan memiliki aturan tidak tertulis mengenai penguasaan

lahan diantara sesama penduduk. Penduduk yang sudah menempati lahan terlebih

dahulu memiliki kekuasaan untuk pengusahaan lahan di wilayahnya. Pola penguasaan

lahan di Kampung Pengarengan berbeda pada lahan pertanian dan lahan yang

diusahakan untuk tempat tinggal (kontrakan).

Penguasaan lahan di Kampung Pengarengan secara umum diperoleh secara

turun temurun. Penduduk yang telah tinggal lebih lama di daerah Kampung

Pengarengan memiliki aksesibilitas lebih besar terhadap lahan dari pada pendatang.

Seperti, daerah pertanian di Kampung Pengarengan, penduduk yang bisa melakukan

usaha bertani adalah penduduk yang sudah turun temurun keluarganya melakukan

usaha tani di lahan tersebut. Data ini didukung dari pernyataan SPR (38 tahun) yang

memiliki mata pencaharian sebagai petani, dan mengusahakan lahan pertanian yang

diwarisinya dari keluarga.

“ saya bertani sudah turun-temurun sejak bapak saya tinggal di sini (Kampung Pengarengan). Memang sudah menjadi tradisi disini jika yang berprofesi sebagai petani biasanya memang keturunan petani yang sudah lama mempunyai lahan pertanian di Pengarengan.” Ungkap SPR

Penguasaan lahan pertanian secara turun-temurun menyebabkan terutupnya

kemungkinan bagi penduduk lain yang mempunyai minat tani untuk bekerja di bidang

pertanian. Bagi penduduk yang tidak memiliki lahan pertanian tidak dimungkinkan

untuk menguasai dan mengusahakannya. Mereka hanya bisa membantu dalam

pengusahaan lahan pertanian sebagai buruh tani, yang menerima upah dari pembagian

hasil panen sesuai kesepakatan bersama.

Page 83: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

83

Penguasaan lahan di Kampung Pengarengan untuk tempat tinggal dikuasai oleh

satu kelompok tertentu. Hal ini terjadi karena kelompok tersebut merupakan kelompok

yang pertama kali memanfaatkan lahan Kampung Pengarengan sebagai tempat tinggal.

Kemudian kelompok tersebut cenderung lebih mengutamakan aksesibilitas terhadap

tempat tinggal bagi pendatang yang mrmiliki kesamaan identitas sosial dengan

kelompok tersebut. Bagi penduduk lain yang tidak memiliki kesamaan identitas sosial

hanya bisa menguasai lahan sebagai tempat tinggal sendiri. Penguasaan lahan untuk

dijadikan usaha tempat tinggal tidak dapat dilakukan oleh penduduk yang tidak

termasuk ke dalam kelompok tertentu.

Kelompok masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk mengusahakan lahan

agar menjadi tempat tinggal adalah orang-orang yang berasal dari suku Madura.

Kelompok ini menjadi dominan dalam penguasaan lahan karena orang yang memiliki

perekonomian paling tinggi berasal dari suku yang sama. Sebagian besar tempat tinggal

yang dikontrakkan dimiliki oleh orang tersebut yang bernama JTM.

“ kalau neng ingin mengetahui siapa yang paling berkuasa di kampung ini, beliau adalah JTM. Beliau merupakan juragan kontrakan di Kampung Pengarengan. Asalnya dari Madura. Dikarenakan hal itulah yang memegang kuasa atas rumah kontrakan berasal dari suku Madura, karena mereka mendapatkan pengaruh dari JTM.” ungkap SKN (45 tahun)

Rasa solidaritas dan kekeluargaan yang besar dari JTM terhadap saudara atau orang

yang berasal dari satu suku dengan dirinya akhirnya membuat kelompok orang-orang

yang berasal dari suku Madura ini menjadi dominan di Kampung Pengarengan.

6.3 Aksebilitas Penduduk Dalam Menunjang Ekonomi Kerakyatan dan Menopang Roda Ekonomi Kota

Page 84: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

84

Kegiatan penduduk di Kampung Pangarengan turut memberikan dampak positif

terhadap perekonomian perkotaan. Selain memberi dampak terhadap konversi lahan

yang menyebabkan perubahan struktur agraria dan ketidakseimbangan ekologi, ternyata

di sisi lain ada dampak positif lain dalam penguasaan lahan yang dilakukan oleh

pendatang dari Pulau Jawa dan Madura. Kampung Pangarengan justru menjadi daerah

penyangga (buffer zone) bagi perputaran roda ekonomi kota.

Hal ini memberikan efek spiral (multiplier effect) bagi kesejahteraan kota. Dapat

dibuktikan dari kegiatan (pekerjaan) yang dilakukan oleh masyarakat seperti berdagang

makanan, tukang pangkas rambut, tukang ojek, bengkel motor, toko furniture,

pemulung, dan penjual arang turut berkontribusi terhadap sistem ekonomi kota.

Memang tidak secara eksplisit dapat dilihat, namun apabila kita mengamati dan

menganalisis lebih jauh ternyata pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk Kampung

Pangarengan merupakan pendukung bagi kehidupan masyarakat perkotaan. Misalnya

penduduk yang berdagang makanan (warteg/warkop) berperan untuk menyediakan

keperluan logistik bagi masyarakat sekitar Pulomas termasuk juga karyawan PT.

Pulomas Jaya. Tanpa adanya pedagang makanan (warteg/warkop) maka proses kegiatan

PT. Pulomas Jaya mengalami gangguan dan secara otomatis juga berdampak terhadap

masyarakat luas sebagai konsumen dari PT. Pulomas Jaya.

Contoh lain dapat dilihat dari penduduk kampung yang bekerja sebagai

pemulung untuk daerah sekitar Pulomas dan Cempaka Putih. Tanpa adanya pemulung

maka akan terdapat banyak timbunan sampah yang akibatnya menimbulkan gangguan

estetika untuk wilayah sekitar Pulomas. Dengan demikian semua komponen mata

pencaharian masyarakat Kampung Pangarengan berfungsi sebagai penggerak bagi

kegiatan ekonomi daerah Pulomas.

Page 85: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

85

Proses yang terjadi adalah suatu pertautan sosiologis yang saling

menguntungkan antara penduduk Kampung Pengarengan dengan masyarakat daerah

Pulomas sehingga tercipta hubungan mutualisme diantara keduanya. Keberadaan

penduduk di atas lahan dianggap oleh PT. Pulomas Jaya dan beberapa masyarakat

sebagai suatu permasalahan, akan tetapi dibalik itu mereka memiliki fungsi sebagai

salah satu komunitas penggerak sistem perekonomian Jakarta.

Peran masyarakat Kampung Pengarengan sebagai komunitas penggerak roda

perekonomian kota tidak berimbang dengan apa yang diberikan pemerintah dan

masyarakat luas kepada mereka. Pemerintah sebagai pemilik lahan memang hingga saat

ini masih menyediakan tempat tinggal, akan tetapi kontribusi yang diberikan sebagai

balasan kepada penduduk kampung masih tidak sebanding dengan apa yang telah

penduduk kampung berikan kepada pemerintah dan masyarakat luas.

6.4 Aksesibilitas Penduduk dalam Pengakuan sebagai Warga DKI Jakarta

Sebagai daerah yang tidak terdaftar menjadi bagian dari Kelurahan Kayu Putih

Jakarta Timur, penduduk Kampung Pengarengan tentunya juga tidak terdaftar sebagai

warga DKI Jakarta. Sebagian besar penduduk Kampung Pengarengan sebagaimana

sudah dijelaskan pada Bab IV merupakan pendatang dari luar DKI Jakarta yang pada

umumnya berasal dari daerah pedesaan. Dimana ketika bermigrasi, para penduduk

biasanya tidak melengkapi diri dengan mempersiapkan dokumen-dokumen ataupun

surat-surat keterangan pindah dari daerah asal. Sebagian penduduk masih

mempertahankan status kependudukan dari daerah masing-masing dan hidup di Jakarta

dengan menggunakan KTP dari daerah asal.

Kenyataannya walaupun penduduk tinggal di daerah yang tidak menjadi bagian

atau tidak terdaftar di Kelurahan, tetapi ada beberapa warga yang mempunyai KTP

Page 86: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

86

Jakarta. Mereka yang memegang KTP Jakarta umumnya merupakan penduduk yang

memang sudah lama menempati Kampung Pengarengan sebagai tempat tinggal. Hal ini

menurut pengakuan penduduk disebabkan karena proses pembuatan KTP saat ini sangat

sulit, dan mereka dikenakan biaya hingga Rp.300.000 untuk pembuatannya.

“ penduduk yang punya KTP Jakarta biasanya penduduk yang sudah tinggal lama disini, kalau sekarang mau membuat KTP susah neng. Harus bayar sama kelurahan sampai Rp.300.000an. Makanya banyak penduduk yang lebih memilih pakai KTP kampung…” ungkap RDH (34 tahun) yang sampai saat ini masih mengunakan KTP asal Cirebon sebagai tanda pengenalnya.

Namun dalam penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan penduduk yang memiliki

KTP Jakarta walaupun penduduk tersebut bukanlah penduduk yang sudah lama tinggal

di Kampung Pengarengan. Penduduk tersebut adalah EKS. EKS memproses KTP

Jakarta dengan cara mendaftar sebagai warga Kampung Pedongkelan RT 08 RW 15.

EKS dalam proses pembuatan KTP juga membayar sejumlah uang kepada Kelurahan

sebagai syarat kelancaran proses pembuatan tanda pengenal.

Adakalanya penduduk yang memiliki KTP Jakarta dan menjalani proses

pembuatan KTP seperti yang dialami oleh EKS, yaitu dengan membayar sejumlah uang

untuk kelancaran, memperoleh keuntungan. Sebagai contohnya ketika dilangsungkan

pembagian bantuan langsung tunai (BLT) pada tahun 2007 yang diselenggarakan oleh

pemerintah sebagai kompensasi kenaikan bahan bakar minyak , beberapa warga

miskin di wilayah Kampung Pengarengan yang memiliki KTP Jakarta didaftarkan oleh

kelurahan sebagai warga yang menerima bantuan langsung tunai tersebut.

Penduduk yang memperoleh BLT mengakui bahwa dirinya dapat memperoleh

bantuan disebabkan dirinya meminta kepada RT 08 RW 15 Kampung Pedongkelan

untuk dibuatkan surat miskin yang akhirnya digunakan untuk mendaftar sebagai warga

Page 87: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

87

miskin dan menerima BLT. Setelah ditanyakan kembali kepada penduduk yang

menerima BLT, mereka mengungkapkan bahwa proses penerimaan BLT lebih mudah

daripada ketika mereka mengurus pembuatan KTP. Diungkapkan juga oleh penduduk

bahwa apabila seseorang sudah memiliki KTP Jakarta, maka akan lebih mudah untuk

mengurus hal-hal administrasi yang berujung kepada bantuan yang berikan kepada

pemerintah, seperti beras miskin (RasKin) dan BLT. Hal ini tentu mengungkap sebuah

fakta di masyarakat bahwa walaupun penduduk yang tinggal didaerah tidak terdaftar

tetap bisa memiliki aksesibilitas terhadap proses pembuatan KTP dan mendapatkan

bantuan dari pemerintah, hanya dengan membayar sejumlah uang kepada oknum yang

terkait.

Fakta lain yang terungkap adalah ketika pemilihan presiden tahun 2004 dan

pemilihan gubenur Jakarta tahun 2007, Penduduk Kampung Pengarengan yang telah

memiliki hak pilih memperoleh kartu pemilu. Penduduk yang memperoleh kartu pemilu

tidak hanya penduduk yang memiliki KTP Jakarta, bahkan penduduk yang belum

memiliki KTP Jakarta pun diberikan. Menurut keterangan dari penduduk, ketika

beberapa bulan sebelum waktu pemilihan umum dimulai Kampung Pengarengan

didatangi pihak dari Kelurahan Kayu Putih untuk mendata penduduk dalam pembuatan

kartu pemilu agar dapat mengikuti pemilihan umum. Tempat Pemungutan Suara (TPS)

dibangun di dua titik pusat aktivitas di kampung. Satu dibangun di tengan kampung,

yang letaknya berdekatan dengan mesjid Nurul Barokah, dan yang kedua didirikan di

pelataran rumah JTM yang terletak di dekat jalan utama Kampung Pengarengan.

Alasan pihak kelurahan memproses kartu pemilu untuk penduduk Kampung

Pengarengan tidak dapat diungkap dalam penelitian ini. Namun, peneliti berasumsi

bahwa kelurahan memproses kartu pemilu disebabkan oleh banyaknya kepentingan

Page 88: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

88

politik dalam proses pemilu dimana partai-partai politik membutuhkan suara guna

mendukung jalan mereka menuju kemenangan sehingga warga yang tidak memiliki

surat keterangan tanda penduduk Jakarta-pun ikut didaftarkan.

6.4 Ikhtisar

Aksesibilitas definisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memperoleh

keuntungan dari sesuatu (ability to derive benefits from things) termasuk diantaranya

dari objek material, orang lain, lembaga, dan simbol (Peluso dan Ribot, 2003 dalam

Elisabeth). Aksesibilitas masyarakat pendatang terhadap lahan Kampung Pengarengan

tergolong ke dalam mekanisme akses hubungan sosial. Hubungan sosial seperti

keluarga dan pertemanan sangat mempengaruhi bagi pendatang untuk dapat mengakses

lahan di Kampung Pengarengan. Tanpa adanya hubungan sosial tentunya akan sulit

bagi pendatang untuk bisa tinggal.

Pentingnya suatu hubungan sosial karena ketatnya peraturan di Kampung

Pengarengan dengan melarang adanya bangunan baru yang dibangun di atas lahan

tersebut. Bagi pendatang yang ingin tinggal di Kampung Pengarengan harus menunggu

hingga ada tempat tinggal atau kontrakan yang sudah tidak ditempati oleh penduduk

lain. Ditambah adanya pengawasan dari security yang ditempatkan PT. Pulomas Jaya

yang bertugas mengkontrol keadaan lahan. Pendatang perlu memiliki “orang dalam”

dalam usahanya agar dapat mengakses lahan. Sikap keberpihakan penduduk terhadap

pendatang yang merupakan kerabat daripada pendatang yang tidak mempunyai

hubungan sosial juga dapat menjadi faktor kesulitan pendatang untuk mengakses ke

dalam lahan.

Penguasaan lahan di Kampung Pengarengan sudah memiliki aturan tidak

tertulis diantara sesama penduduk. Penguasaan lahan di Kampung Pengarengan secara

Page 89: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

89

umum diperoleh secara turun temurun. Pola penguasaan lahan di Kampung

Pengarengan berbeda pada lahan pertanian dan lahan yang diusahakan untuk tempat

tinggal (kontrakan). Penduduk yang telah tinggal lebih lama di daerah Kampung

Pengarengan memiliki aksesibilitas lebih besar terhadap lahan dari pada pendatang.

Khusus usaha lahan pertanian di Kampung Pengarengan, penduduk yang bisa

melakukan usaha bertani adalah penduduk yang sudah turun temurun keluarganya

melakukan usaha tani di lahan tersebut. Hal ini membuat kemungkinan bagi penduduk

lain yang mempunyai minat tani untuk bekerja di bidang pertanian sangat tidak

mungkin. Bagi penduduk yang tidak memiliki lahan pertanian hanya bisa membantu

dalam pengusahaan lahan pertanian sebagai buruh tani, yang menerima upah dari

pembagian hasil panen sesuai kesepakatan bersama.

Penguasaan lahan di Kampung Pengarengan untuk tempat tinggal dikuasai oleh

satu kelompok tertentu, yaitu kelompok dari suku Madura. Hal ini disebabkan suku

Madura merupakan kelompok yang pertama kali memanfaatakan lahan Kampung

Pengarengan sebagai tempat tinggal. Suku Madura di Kampung Pengarengan

cenderung lebih mengutamakan aksesibilitas terhadap tempat tinggal bagi pendatang

yamg memiliki kesamaan identitas sosial. Bagi penduduk lain yang tidak memiliki

kesamaan identitas sosial hanya bisa menguasai lahan sebagai tempat tinggal sendiri.

Penguasaan lahan untuk dijadikan usaha tempat tinggal tidak dapat dilakukan oleh

penduduk yang tidak termasuk ke dalam kelompok tertentu.

Aksesibilitas penduduk sebagai penunjang pergerakan roda ekonomi kota dapat

dilihat dari peran penduduk Kampung Pengarengan. Peran ini terutama di lihat dari

aplikasi mata pencaharian yang dianut seperti berdagang makanan, tukang pangkas

rambut, tukang ojek, bengel motor, pemulung dan pembuat arang yang secara tidak

Page 90: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

90

sadar merupakan bagian dari faktor ekonomi rakyat yang menopang ekonomi di Jakarta

khususnya wilayah Pulomas dan sekitarnya. Sebagai salah satu contoh dilihat dari

keberadaan pedagang makanan yang berperan untuk menyediakan keperluan logistik

bagi masyarakat dan karyawam PT. Pulomas Jaya. Dimana apabila peran tersebut

hilang, maka dapat menganggu proses kegiatan PT. Pulomas Jaya dan secara langsung

juga berdampak terhadap masyarakat luas sebagai konsumen dari PT. Pulomas Jaya.

Sehingga terciptanya hubungan mutualisme diantara keduanya.

Aksesibilitas penduduk Kampung Pengarengan dalam memperoleh status

sebagai warga DKI Jakarta diperoleh dengan cara membayar sejumlah uang kepada

kelurahan sebagai syarat kelancaran proses pembuatan tanda pengenal. Keuntungan

yang diperoleh oleh penduduk yang mempunyai KTP Jakarta adalah penduduk dapat

memproses untuk mendapatkan BLT pada tahun 2007. Proses penerimaan BLT sendiri

diperoleh dengan cara mendaftar kepada kelurahan melalui RT 08 RW 015.

Hal menarik yang ditemukan selama penelitian adalah ketika masa pemilihan

umum presiden tahun 2004 dan gubernur tahun 2007 penduduk Kampung Pengarengan

yang sudah memiliki hak pilih, baik yang memiliki ataupun tidak memiliki KTP Jakarta

mendapatkan kartu pemilihan umum penduduk tersebut dapat mengikuti pemilihan

umum yang diselenggarakan di dalam kampung dengan dua tempat pemungutan suara

(TPS) yang didirikan di pusat aktivitas kampung. Menurut peneliti hal ini disebabkan

oleh banyaknya kepentingan politik dalam proses pemilu sehingga warga yang tidak

memiliki surat keterangan tanda penduduk Jakarta-pun ikut didaftarkan.

Page 91: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

91

BAB VII

KONVERSI LAHAN DALAM RANCANGAN TATA RUANG WILAYAH DAN APLIKASINYA DI MASYARAKAT KAMPUNG PENGARENGAN

7.1 Tata Guna Lahan Pada Masyarakat Kampung Pengarengan Sebelum tahun 1980-an Kampung Pengarengan merupakan daerah terbuka hijau

dengan wujud kawasan rawa tanpa penghuni. Wilayah Kampung Pengarengan, jika

merujuk pada peta peruntukan tanah menurut RTRW termasuk dalam kategori ruang

“Keperuntukan Untuk Taman” (KUT) yang membuat wilayah kampung ini sedapat

mungkin tanpa bangunan permukiman. Memasuki tahun 1980-an, daerah tersebut mulai

berubah dari ruang terbuka hijau menjadi permukiman kumuh dan miskin. Semakin

banyaknya pendatang yang bermukin diatas lahan ini membuat pemukiman diatas jalur

hijau Kampung Pengarengan ini semakin padat dan merambat keluasannya hingga ke

dalam lahan.

Lahan “jalur hijau” Kampung Pengarengan ironisnya oleh penduduk tidak hanya

dimanfaatkan sebagai pemukiman semata. Di atas wilayah ini banyak ditemukan

tempat-tempat usaha penduduk, seperti warung, warung makan, tempat cukur

rambut/salon, bengkel, tempat pembuatan arang, tempat penampungan barang bekas,

lahan pertanian hortikultura hingga kandang kuda.

Penduduk yang bermukim di Kampung Pengarengan bukan berarti tidak

menyadari perbuatan yang mereka lakukan dengan membangun pemukiman di atas

lahan yang bukan miliknya. Mereka juga menyadari resiko yang akan mereka terima

dengan tinggal di pemukiman liar. Ancaman penggusuran selalu berada di hadapan

mereka. Namun, hingga saat ini, ancaman penggusuran yang mereka terima masih

hanya sekedar “ancaman”, belum ada tindakan kongkrit dari pihak berwenang, baik itu

Page 92: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

92

pemerintah ataupun PT. Pulomas Jaya, untuk melakukan tindakan penggusuran.

Keterangan mengenai ancaman penggusuran diperoleh dari JMR sebagai berikut

“ mengenai ancaman penggusuran sudah sering sekali diterima oleh penduduk kampung. Biasanya ancaman datang dalam bentuk surat pemberitahuan yang di berikan kepada RT dan RW yang terdapat di Kampung Pedongkelan yang kemudian disebarluaskan kepada penduduk. Namun, hingga saat ini belum ada usaha-usaha dalam perwujudan penggusuran tersebut.”

Pembentukan pemukiman di atas lahan Kampung Pengarengan merupakan salah

satu wujud kreasi masyarakat terutama pendatang dalam menciptakan ruang milik

mereka sendiri di atas lahan yang memang berbeda keperuntukannya oleh pemerintah.

Penciptaan ruang informal menimbulkan suatu tata guna lahan yang informal pula.

Masyarakat menciptakan “RTRW” yang ditetapkannya sendiri, yang “RTRW” tersebut

berasas kepada peluang dan harapan mereka untuk bertahan di kota besar. Dengan

dicetuskannya RTRW informal oleh masyarakat, membuat lahan Kampung

Pengarengan menjadi “halal” bagi penduduk mendirikan tempat tinggal. Bagi mereka

lahan ini merupakan lahan dengan fungsi sebagai pemukiman.

7.2 Perencanaan Pembangunan Kawasan Lahan Kampung Pengarengan

Pembentukan kawasan pemukiman kumuh di lahan Kampung Pengarengan tidak

termasuk ke dalam rencana pengusahaan lahan oleh PT. Pulomas Jaya selaku pihak

pengelola lahan. Fungsi awal lahan sebagai daerah resapan air berubah menjadi daerah

komersil dengan adanya pembentukan kawasan pemukiman yang dilakukan oleh

penduduk kampung.. Lahan Kampung Pengarengan oleh PT.Pulomas Jaya

direncanakan pembangunannya dalam rangka pengembangan Waduk Ria-Rio yang

Page 93: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

93

terletak diantara Kampung Pengarengan dan Kampung Pedongkelan. Hal ini sebagai

salah satu usaha peningkatan efisiensi dan optimalisasi lahan.

Rencana pelebaran waduk yang dilakukan didasari oleh seringnya terjadi

bencana banjir di daerah Pulomas dan sekitarnya. Pelebaran waduk yang direncanakan

adalah dari luas sekitar tujuh koma lima hektar menjadi sembilan hektar. Perubahan

luasan Waduk Ria-Rio juga diimbangi dengan perubahan bentuk waduk guna

penyesuaian dengan bertambahnya luas. (Dapat dilihat di lampiran).

Pembangunan pengembangan Waduk Ria-Rio juga diimbangi dengan

pembangunan lahan disekitarnya, yaitu lahan Kampung Pengarengan dan lahan

Kampung Pedongkelan. Lahan kedua kampung tersebut oleh PT. Pulomas Jaya

direncanakan akan dikembangkann menjadi kawasan business and culture complex.

Kampung Pedongkelan dan Kampung Pengarengan akan diubah peruntukannya mix use

antara sentra bisnis, sentra kebudayaan, perhotelan, perkantoran, convention centre, dan

sarana hiburan.

Kampung Pengarengan dalam perencanaan pembangunan ini mengambil peran

sebagai lahan yang dipersiapkan untuk pembangunan Pulomas Grand City. Dengan luas

area mencapai 25.066 hektar, PT. Pulomas Jaya rencananya juga akan mengubah

Kampung Pengarengan dari pemukiman kumuh menjadi tempat hiburan (mall), tempat

perkantoran, dan juga apartment.

Tujuan pembangunan dan optimalisasi lahan yang dilakukan oleh PT. Pulomas

Jaya diharapkan dapat memberikan peluang bagi pihak penguasa lahan dalam

memberikan suatu kontribusi yang besar kepada kota Jakarta, khususnya untuk daerah

Jakarta Timur. Program ini direncanakan akan dilaksanakan pada pertengahan tahun

2008. Dengan argumen bahwa masih ada sejumlah lahan yang masih belum dibebaskan

Page 94: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

94

sebesar empat koma empat hektar menimbulkan spekulasi bahwa saat penelitian

berlangsung seharusnya program pembangunan Pulomas Grand City sudah dalam

proses pelaksanaan. Namun fakta di lapangan menunjukkan masih belum adanya

kegiatan yang menunjukan akan adanya pembangunan di wilayah Kampung

Pendongkelan ataupun Kampung Pengarengan. Masalah lain yang terungkap mengenai

hal yang menghalangi jalannya proyek optimalisasi lahan ini adalah masalah Surat

Keputusan Gubernur yang baru disahkan pada tahun 2007.

Kesuksesan dalam pembangunan dan pengoptimalisasian lahan di Kampung

Pengarengan tentunya harus disinergikan dengan tindakan penghapusan pemukiman

Kampung Pengarengan. Penduduk kampung ini bukannya tidak mengetahui mengenai

rencana PT. Pulomas Jaya membangun lahan tempat tinggal mereka. Desas-desus

diantara penduduk sudah mulai terjadi sejak lama mengenai pembangunan yang akan

direncanakan, dan penduduk Kampung Pengarengan mau tidak mau harus pindah dari

lahan PT. Pulomas Jaya.

“ ... penduduk disini sudah mendangar adanya isu-isu yang mengatakan bahwa di Kampung Pengarengan akan dibangun oleh PT. Pulomas Jaya. Apabila hal itu terjadi mau tidak mau kami harus pindah, tetapi kami ingin pindah kemana? ...mungkin saya akan pulang ke kampung halaman saja .” Ucap TKI sambil mengungkapkan kekhawatirannya apabila Kampung Pengarengan akan dibangun oleh PT. Pulomas Jaya.

PT. Pulomas Jaya dalam rencana usaha pengosongan lahan terkait adanya pihak-

pihak yang tidak berkepentingan yang bermukim di atas lahan yang bukan haknya,

merencanakan akan melakukan sosialisasi dengan bantuan dari pihak Kelurahan Kayu

Putih. Sesuai dengan keterangan FTR berikut

“PT. Pulomas Jaya dalam rencananya untuk pengosongan lahan akan bekerja sama dengan pihak Kelurahan Kayu Putih. Kami merencanakan akan mengadakan sosialisasi dengan masyarakat

Page 95: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

95

yang tinggal diatas lahan, dan kami berharap tidak perlu melibatkan pihak yang berwajib”

Harapan yang diungkapkan oleh PT. Pulomas Jaya menunjukkan bahwa pihaknya tidak

ingin adanya keributan dalam rencana pengosongan lahan nantinya. Penduduk

diharapkan mengerti akan keputusan yang diambil oleh PT. Pulomas Jaya mengenai

pembangunan di kedua wilayah kampung.

Aksi sosialisasi yang direncanakan akan dilakukan oleh PT. Pulomas Jaya

mengundang beragam reaksi pada penduduk Kampung Pengarengan. Penduduk seperti

JTM yang mengakui bahwa lahan yang di tempatinya merupakan lahan miliknya

mengungkapkan bahwa mereka tidak akan pindah dari tempat tinggal mereka. Namun,

penduduk memberikan tawaran kepada PT. Pulomas Jaya bahwa mereka bersedia

pindah apabila diberikan ganti rugi yang menguntungkan. Bagi penduduk seperti JTM

mungkin peluang untuk mendapatkan ganti rugi atas lahan yang ditempatinya sangat

besar, tetapi bagaimana dengan nasib penduduk lain yang hanya “menumpang” tinggal

diatas lahan, apakan mereka layak mendapatkan ganti rugi?. Tentunya apabila ada salah

satu penduduk yang mendapatkan ganti rugi dapat menimbulkan gejala kecemburuan

sosial bagi penduduk lain.

7.3 Rancangan Tata Ruang Wilayah Kampung Pengarengan

Menurut Jayadinata (1999), ruang adalah seluruh permukaan bumi termasuk lapisan

biosfer tempat kehidupan bagi mahluk hidup. Ruang dapat diartikan sebagai suatu

wilayah dengan batas geografi tertentu yang terdiri dari lapisan tanah dibawahnya serta

lapisan udara diatasnya dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan. Tata ruang

merupakan wujud struktural pemanfaatan ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik yang

direncanakan maupun tidak. Penataan ruang tidak terbatas pada dimensi perencanaan

Page 96: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

96

tata ruang saja, tetapi termasuk juga dimensi pemanfaatan ruang dan pengendalian

pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan landasan

pembangunan sektoral, dengan tujuan agar terjadi sinergi dan efisiensi pembangunan,

sekaligus menghindari kemungkinan terjadinya konflik pemanfaatan ruang antar sektor-

sektor yang berkepentingan dan dampak yang dapat merugikan masyarakat luas

(externalities).

Menurut RTRW yang ditetapkan oleh pemerintah DKI Jakarta sesuai dengan

Surat Keputusan Gubernur No 1459 Tahun 1992 daerah Kampung Pengarengan seperti

telah diungkapkan ditetapkan sebagai daerah ”Keperuntukan Untuk Taman” atau

(KUT). Secara khusus, fungsi KUT adalah sebagai: 1) pemelihara keseimbangan antara

lingkungan alam dan lingkungan binaan, 2) sarana memperkecil polusi udara, air, suara,

dan visual, 3) sarana peresapan air hujan, dan 4) potensi dasar untuk menunjang

ekosistem dan ekologi kota.

Lahan Kampung Pengarengan seharusnya menjadi kawasan taman dengan

fungsi sosial. Apabila menjadi taman, maka fungsi sosial wilayah ini dapat dirasakan

oleh seluruh masyarakat, tidak hanya penduduk pulomas, tetapi secara lebih luas

dirasakan oleh penduduk Jakarta.

Fakta yang ada di lapangan justru Kampung Pengarengan berubah dari fungsi

taman menjadi pemukiman. Pembentukan pemukiman kumuh Kampung Pengarengan

dengan alasan yang sudah dijelaskan sebelumnya pada Bab V telah menimbulkan

suatu penyimpangan terhadap Rancangan Tata Ruang Wilayah yang sudah ditetapkan

oleh pemerintah. Penyimpangan tata ruang yang terjadi di kampung ini tentunya juga

menimbulkan perubahan fungsi lahan.

Page 97: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

97

Pembentukan pemukiman berdampak kepada penyimpangan lainnya, yaitu

terbentuknya tempat usaha di Kampung Pengarengan. Tempat usaha yang terbentuk,

seperti warung, tempat cukur rambut, hingga lahan pertanian yang tentunya sangat

berbeda dengan fungsi taman.

Penyimpangan terhadap Rancangan Tata Ruang Wilayah juga dilakukan oleh PT.

Pulomas Jaya dalam rencananya membangun business and culture comlplex di lahan

Kampung Pengarengan. Tujuan PT. Pulomas memang untuk optimalisasi lahan dan

sebagai salah satu bentuk kontribusi kepada Jakarta Timur, tetapi bentuk dan cara

pengoptimalisasian yang dilakukan berbeda dengan rencana yang dibuat oleh

pemerintah. Bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi di Kampung Pengarengan dapat

dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. Penyimpangan Rancangan Tata Ruang Wilayah yang terjadi di Kampung Pengarengan.

No Uraian RTRW Penyimpangan

terhadap RTRW

Penjelasan

1 Pemukiman Kampung Pengarengan

SK Gubernur 1459 tahun 1992 sebagai KU Taman

Pemukiman Pembentukan pemukiman Kampung Pengarengan menyebabkan perubahan fungsi lahan taman menjadi pemukiman. Fungsi taman yang seharusnya dapat dirasakan oleh seluruh warga Pulomas menjadi hilang dengan terbentuknya Kampung Pengarengan.

2 Tempat Usaha di Kampung Pengarengan

SK Gubernur 1459 tahun 1992 sebagai KU Taman

Lahan usaha Warga yang bermukim di Kampung Pengarengan membuka usaha seperti warung dan sebagainya. Pembentukan tempat usaha tentunya sangat menyimpang dari fungsi awal lahan sebagai taman.

3 Lahan PT Pulomas SK Gubernur 1459 tahun 1992 sebagai KU Taman

Business and culture complex

Pengembangan Waduk Ria Rio yang diiringi dengan rencana pembangunan business and culture complex mulai tahun 2008. oleh PT Pulomas Jaya merupakan penyimpangan kedua yang mungkin terjadi di lahan Kampung Pengarengan. Namun disebabkan hingga saat ini proyek tersebut belum dijalankan maka belum bisa dikatakan sebagai penyimpangan, tetapi rencana penyimpangan.

Page 98: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

98

Dengan terjadinya penyimpangan RTRW, Kampung Pengarengan saat ini lebih

memiliki fungsi sebagai fungsi komersil. Fungsi sosial yang sudah ditetapkan oleh

pemerintah (keperuntukan sebagai taman) semakin melemah dengan berkembangnya

pemukiman. Penyimpangan RTRW tentunya juga berkaitan terhadap aksesibilitas

masyarakat. Apabila Kampung Pengarengan difungsikan sesuai dengan ketentuannya

maka seluruh masyarakat dapat mengakses lahan. Dengan adanya pemukiman, hanya

penduduk yang tinggal di Kampung Pengarengan ataupun penduduk yang mempunyai

hubungan sosial dengan pendatang yang dapat mengakses lahan.

Perencanaan pembentukan Business and Culture Complex yang direncanakan

oleh PT. Pulomas Jaya juga tidak merubah fungsi lahan yang seharusnya menjadi

fungsi sosial. Bahkan lahan akan lebih bersifat komersil dengan dibangunnya pusat

bisnis dan perdagangan. Walaupun dengan perencanaan pembangunan tersebut

masyarakat dapat mengakses lahan, tetapi tetap saja hal ini menyimpang dengan fungsi

awal yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Penjelasan yang bisa diungkapkan oleh peneliti adalah pada lahan Kampung

Pengarengan terjadi dua penyimpangan terkait tata ruang. Penyimpangan pertama,

adalah adanya pembentukan pemukiman di Kampung Pengarengan. Penyimpangan

timbul ketika awal pembentukan pemukiman yang dilakukan oleh para masyarakat

pendatang. Pembentukan pemukiman tidak terdapat di dalam rencana dinas tata ruang

dalam pemanfaatan lahan Kampung Pengarengan yang pada dasarnya merupakan lahan

yang diperuntukan sebagai taman dan masih termasuk ke dalam ruang terbuka hijau.

Pembentukan pemukiman di lahan ini membawa dampak ekologi dan sosial, baik yang

negatif maupun postif.

Page 99: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

99

Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas pemukiman kampung

Pengarengan adalah terjadinya banjir rutin tahunan di sekitar Pulomas, pencemaran

akibat limbah rumah tangga, dan pemukiman kumuh yang mengganggu estetika

penampilan ruang dan wilayah. Dampak positif dari konversi lahan menjadi

pemukiman adalah adanya peningkatan nilai ekonomis lahan.

Penyimpangan kedua adalah rencana pengembangan business and culture

complex oleh PT. Pulomas Jaya. Program ini dapat diungkapkan sudah menjadi rencana

pihak PT sejak hak kelola lahan wilayah Pengarengan dikembalikan oleh Pemerintah

Daerah DKI Jakarta kepada PT Pulomas. Namun realisasinya diharapkan akan

terlaksana pada tahun 2008 ini. Walaupun rencana ini memilik dampak positif, seperti

semakin luasnya akses masyarakat terhadap lahan, tetapi pihak-pihak terkait seperti

pemerintah dan perusahaan yang terkait melupakan dampak negatif baru yang

kemungkinan besar timbul. Yaitu munculnya “Kampung-Kampung Pengarengan” baru

di lahan-lahan dan ruang-ruang publik lain. Penduduk Kampung Pengarengan tentunya

tidak akan menyerah untuk hidup di dalam kemelut ibukota. Munculnya pemukiman

yang sejenis dengan Kampung Pengarengan merupakan hal yang tidak dapat dielakkan,

kecuali pemerintah dapat memberikan ruang khusus untuk menampung harapan

mereka.

7.4 Ikhtisar

Sesuai dengan Rancangan Tata Ruang Wilayah yang dikeluarkan Pemda DKI

dengan Surat Keputusan Gubernur No 1459 Tahun 1992, daerah lahan Kampung

Pengarengan ditetapkan sebagai daerah KUT atau sebagai daerah Karya Umum Taman.

Page 100: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

100

Dengan rencana seperti ini, pemanfaatan lahan dapat dinikmati oleh warga di sekitar

Pulomas, sebagai sarana rekreasi dan hiburan. Pemanfaatan wilayah ini sebagai

kawasan terbuka hijau juga dapat mencegah terjadinya banjir tahunan yang saat ini

melanda daerah Pulomas.

Pada kenyataaannya lahan ini dimanfaatkan sebagai pemukiman oleh warga

masyarakat pendatang. Pemukiman ini telah ada sejak tahun 1980 akhir dan semakin

meluas hingga mencapai 85 persen luas lahan. Adanya pemukiman kumuh di lahan ini

merupakan penyimpangan dari RTRW yang ditetapkan oleh pemerintah DKI Jakarta.

Selain itu, sejak hak kelola wilayah Kampung Pedongkelan dan Pengarengan diberikan

kepada PT. Pulomas Jaya, rencana pemanfaatan wilayah berubah menjadi kawasan

bisnis dan hunian terpadu.

Rencana pengembangan business and culture complex oleh PT. Pulomas Jaya

merupakan penyimpangan kedua yang mungkin akan terjadi dari RTRW yang sudah

ditetapkan. Rencana pengembangan business and culture complex akan dilaksanakan

mulai tahun 2008 setelah rencana pembentukan Waduk Ria Rio disetujui Pemerintah

Propinsi DKI Jakarta tahun 2007.

Page 101: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

101

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Beberapa hal penting yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :

1. Terjadinya konversi dari lahan resapan air atau lahan terbuka hijau menjadi

pemukiman kumuh di lokasi lahan Kampung Pengarengan. Konversi ini dimulai

sejak awal tahun 1980. Pemukiman Kampung Pengarengan merupakan

pengembangan dari Kampung Pedongkelan yang lebih dahulu tercipta. Pada

awalnya pemukiman hanya terbentuk di tepi Jalan Perintis Kemerdekaan, namun

dengan semakin banyaknya jumlah pendatang membuat pemukiman Kampung

Pengarengan semakin melebar.

2. Dampak yang timbul akibat adanya pemukiman di wilayah Kampung Pengarengan

secara ekologi adalah banjir rutin tahunan di wilayah Pulomas, pencemaran

lingkungan akibat limbah rumah tangga dan gangguan estetika pemandangan.

Secara agraria, dampaknya adalah perubahan pola penguasaan lahan, perubahan

orientasi nilai atas lahan dari segi nilai sosial, kepentingan umum, dan ekonomi.

3. Aksesibilitas pendatang terhadap lahan di wilayah Kampung Pengarengan adalah

karena adanya hubungan sosial dengan penduduk yang telah lebih dahulu tinggal di

wilayah Kampung Pengarengan. Aksesibilitas penguasaan lahan berbeda antara

lahan pertanian dengan lahan pemukiman. Lahan pertanian dikuasai secara turun

temurun, sedangkan lahan pemukiman dikuasai oleh suatu kelompok tertentu.

4. Dampak penyimpangan RTRW terbagi pada dua jenis. Pertama penyimpangan

RTRW dengan kenyataan di lokasi Kampung Pengarengan, berupa pemukiman

kumuh dan lahan pertanian. Penyimpangan kedua adalah adanya rencana

Page 102: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

102

pengembangan business and culture complex oleh PT. Pulomas Jaya mulai tahun

2008. Rencana ini dijalankan setelah rencana pengembangan Waduk Ria Rio

disetujui oleh Gubernur DKI Jakarta tahun 2007.

8.2 Saran

1. PT. Pulomas Jaya sebagai pihak yang menguasai lahan seharusnya lebih tegas

apabila ingin membuat penduduk yang tinggal di atas lahan miliknya

meninggalkan Kampung Pengarengan, sehingga tidak menimbulkan kesan pada

masyarakat bahwa PT. Pulomas Jaya mengizinkan para pendatang untuk

bermukim di Kampung Pengarengan.

2. Pemerintah daerah Propinsi DKI Jakarta seharusnya konsisten dalam penetapan

dan penyusunan RTRW, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan penyimpangan

dengan kenyataan di lapangan. Sebagai contoh, pemerintah DKI Jakarta telah

menetapkan wilayah Kampung Pengarengan sebagai jalur hijau berupa karya

umum taman, namun tetap memberikan izin pada PT Pulomas Jaya untuk

mengembangkan wilayah tersebut menjadi business and culture complex.

3. Antar subyek agraraia baik itu pemerintah, swasta (PT. Pulomas Jaya), dan

terutama masyarakat (penduduk Kampung Pengarengan) dapat saling

mensinergikan kepentingan masing-masing agar dapat tercipta suatu keputusan

yang tidak saling merugikan.

4. Apabila ada, maka untuk penelitian selanjutnya agar lebih menekankan kesegi

aspek masyarakat sebagai pihak yang mengusahakan lahan dan keberadaan

mereka di atas lahan publik.

Page 103: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

103

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Edisi: 1-4. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Furi, Dewi Ratna. 2007. Implikasi Konversi Lahan Terhadap Aksesibilitas Lahan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa (Kasus Pembangunan Perumahan Dramaga Pratama di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Bogor: IPB

Ismail, Zarmawis. 2000. Penanggulangan Kemiskinan MasyarakatPerkampungan Kumuh di Yogyakarta: Kasus Kelurahan Keparakan. Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI.

Jayadinata, Johara T. 1999. “Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan,

Perkotaan, dan Wilayah ”. Edisi Ketiga. ITB: Bandung

Justus M. van der Kroef. 1960 ”Penguasaan Tanah dan Struktur Sosial DiPedesaan Jawa”, Aproaches to Community Development. Vol 25.Bab-IX

Kuswijayanti, Elisabet Repelita. 2003. Konservasi Sumberdaya Alam di Taman

Nasional Gunung Merapi: Analisis Ekologi Politik. Tesis Pasca Sarjana. Bogor: IPB.

Rahman, Bustami.Dr. 2007. “Kemelut Lahan Pertanian Di Jawa”. UBB Pres: Pangkal Pinang.

Rusli, Said. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES. Sihaloho, Martua. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria

(Kasus di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat). Tesis Pasca Sarjana. Bogor: IPB.

Sitorus, M.T. Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial. Institut Pertanian Bogor.

Page 104: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

104

. 2004. ‘Kerangka dan Metoda Kajian Agraria’. Jurnal Analisis Sosial “Pembaruan Agraria : Antara Negara Dan Pasar” .Vol. 9 No.1 April 2004. Yayasan Akatiga:Bandung.

Soetarto, Endriatmo dan Moh. Shohibuddin. 2004. ”Reforma Agraria Sebagai Basis Pembangunan Pertanian dan Pedesaan”. Dalam Jurnal Pembaharuan Desa. Yayasan Akatiga: Bandung

Tjondronegoro, Sediono MP. 1999. Sosiologi Agraria. Bandung: Yayasan Akatiga. Wahyuni, Eka Sri. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Bogor: Departemen Ilmu-

Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian IPB. Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agraria: “Perjalanan Yang Belum Berakhir”.

Yogyakarta: KPA, Pustaka Pelajar.

Page 105: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

105

LAMPIRAN

Page 106: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

106

Lampiran 1.

Panduan Pertanyaan PT.Pulomas Jaya

No : Nama : Jabatan : Waktu Wawancara :

Pertanyaan 1. Mengetahui Proses • Sejak tahun berapa PT. Pulomas Jaya memiliki lahan

Kampung Pengarengan? • Berapa luas lahan tersebut? • Apakah PT. Pulomas mengetahui bahwa lahan yang

dimilikinya dimanfaatkan oleh pihak lain (masyarakat)?

• Apakah masyarakat yang bermukim di Kampung Pengarengan mengetahui bahwa lahan tersebut adalah milik PT. Pulomas Jaya?

• Apakah PT. Pulomas Jaya mendata siapa saja yang tinggal di atas lahan tersebut? Jika iya, bagaimana caranya?

• Apakah PT. Pulomas Jaya pernah memberikan peringatan kepada masyarakat yang tinggal di Kampung Pengarengan , terkait dengan lahan tersebut bukanlah milik mereka? Peringatan seperti apa? Sudah berapa kali diberikan.

2.Mengetahui Aksesibilitas

• Berapa luas lahan yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk dijadikan pemukiman?

• Adakah batasan-batasan yang dibuat oleh PT. Pulomas Jaya terhadap masyarakat yang bermukim di Kampung Pengarengan ?

• Adakah peraturan mengenai pemanfaatan lahan oleh PT. Pulomas Jaya terkait penggunaan lahan oleh masyarakat?

• Sebenarnya apakah ada larangan atau peraturan bahwa diatas lahan tersebut dilarang dibangun pemukiman?

• Apakah masyarakat yang bermukim di lahan tersebut mendapatkan izin khusus untuk membangun pemukiman? Jika iya, izin seperti apa yang diberikan?

Page 107: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

107

Panduan Pertanyaan Warga Kampung Pengarengan Nama : Usia : Pekerjaan : Lama Tinggal di Kampung Pengarengan : Waktu Wawancara : Pertanyaan 1. Mengetahui Proses • Sejak kapan tinggal di pemukiman ini?

• Sejak tahun berapa pemukiman ini terbentuk? • Dari mana penduduk mengetahui tentang lahan ini? • Apa alasan penduduk tinggal di pemukiman ini? • Apakah pekerjaan penduduk di kampung ini? • Bagaimana proses awal timbulnya pemukiman ini? • Apakah penduduk mengetahui bahwa lahan

kampung ini merupakan lahan milik PT. Pulomas Jaya?

• Mengapa penduduk tetap bertahan di kampung ini meskipun mengetahui bahwa lahan ini adalah milik PT. Pulomas Jaya?

2. Mengetahui Aksesibilitas • Bersama siapa biasanya penduduk tinggal di pemukiman ini?

• Dari mana saja asal penduduk disini? • Berapa luas lahan yang dimanfaatkan masyarakat di

pemukiman ini? • Untuk apa saja lahan di kampung ini dimanfaatkan

oleh penduduk? • Adakah luas minimum dan maksimum bagi

penduduk yang tinggal di pemukiman ini? • Bagaimana caranya apabila ada orang yang ingin

tinggal di dalam pemukiman ini? • Apakah ada kriteria khusus bagi penduduk yang

ingin tinggal di pemukiman ini? • Apakah ada aturan tertentu dalam Kampung ini,

terkait dengan pemanfaatan lahan? • Apakah penduduk dan pendatang baru melapor atau

mendaftarkan diri sebagai penduduk Kampung kepada Kelurahan?

Page 108: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

108

• Apakah penduduk di perkampungan ini mempunyai KTP dan KK?

• Bagaimana proses mendapatkan KTP dan KK tersebut?

• Apakah ada peraturan yang diterapkan oleh PT. Pulomas Jaya kepada penduduk terkait pemanfaatan lahan? Jika iya, apa saja peraturan tersebut?

• Apakah penduduk mendaftarkan dirinya atau melapor kepada PT. Pulomas Jaya apabila menempati lahan tersebut?

• Apakah penduduk meminta izin kepada PT. Pulomas Jaya untuk menempati lahan ini?

3. Mengetahui Dampak • Berapa banyak keluarga yang tinggal di pemukiman ini?

• Bagaimana hubungan antar penduduk yang tinggal di pemukiman ini?

• Siapa di pemukiman ini yang kira-kira perekonomiannya paling tinggi?

• Siapa yang paling lama tinggal di pemukiman ini? • Apakah di pemukiman ini terdapat seorang tokoh

masyarakat? • Atas dasar apa orang tersebut dianggap sebagai

tokoh masyarakat? • Dengan cara apa penduduk mendapatkan rumah di

pemukiman ini? Sewa atau beli? Berapa harganya ? • Apakah pemukiman di kampung ini dilengkapi

listrik dan air? • Bagaimana penduduk memperoleh listrik dan air? • Apakah penduduk membayar sewa lahan kepada PT.

Pulomas Jaya?

Page 109: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

109

Lampiran 3. Pengalaman Penelitian

PENGALAMAN PENELITIAN Peneliti memulai penjajagan penelitian pada bulan Maret 2008. Pada awal penjajagan, peneliti terlebih dahulu mengamati Kampung Pengarengan dari depan Jalan Perintis Kemerdekaan dan juga Jalan Ahmad Yani yang berbatasan dengan Kampung Pengarengan. Kegiatan ini bertujuan agar peneliti mengetahui jalan masuk yang tepat untuk dilalui agar bisa masuk kedalam kampung. Setelah peneliti mengamati kampung dari kedua jalan tersebut, peneliti memutuskan untuk memasuki Kampung Pengarengan melalui jalan yang terletak disamping pos polisi Pulomas. Saat itu peneliti merasa segan untuk masuk kedalam kampung, disebabkan adanya rumor yang mengatakan bahwa Kampung Pengarengan merupakan markas dari Kapak Merah, kelompok perampok yang terkenal sering melakukan aksi di perempatan ITC Cempaka Mas. Sehingga peneliti memutuskan untuk pergi ke pos Polisi Pulomas terlebih dahulu sebelum memasuki kampung. Pos polisi Pulomas saat peneliti melakukan pejajagan sedang dijaga oleh dua orang petugas. Setelah memperkenalkan diri, peneliti mengutarakan maksud kedatangan peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “ Konversi Lahan dan Dampak yang Ditimbulkan Terhadap Tata Guna Lahan Perkotaan” di lahan Kampung Pengarengan. Setelah mendengar maksud peneliti, petugas yang berjaga di pos polisi Pulomas menyambut baik penelitian yang akan dilaksanakan, dan berjanji akan sebisa mungkin membantu apabila diperlukan. Kemudian petugas menyarankan peneliti untuk masuk ke dalam kampung dan tidak usah takut. Petugas meyakinkan peneliti bahwa Kampung Pengarengan merupakan tempat yang aman. Peneliti akhirnya menuruti saran petugas dan mencoba masuk ke dalam kampung.

Peneliti menyusuri jalan disamping pos polisi Pulomas untuk masuk ke dalam Kampung Pengarengan. Ketika peneliti menyusuri jalan menuju kampung, banyak sekali terdapat gerobak-gerobak yang terletak tidak teratur di samping jalan. Peneliti pun menyadari bahwa jalan yang peneliti tempuh bukan merupakan jalan utama menuju kampung, tetapi salah satu jalan alternatif menuju kampung. Saat peneliti menyusuri kampung, peneliti bertemu dengan bapak-bapak yang sedang memilah barang dari gerobaknya, kemudian bapak tersebut spontan bertanya “ mau ngapain neng?” peneliti kemudian tersenyum dan mengenalkan diri lalu menjelaskan bahwa peneliti ingin melihat-lihat daerah sekitar kampung. Setelah pertemuan singkat tersebut peneliti melanjutkan berjalan lebih dalam kearah kampung hingga menuju ke lahan pertanian yang berada di belakang kampung berdekatan dengan Waduk Ria-Rio. Setelah melakukan pengamatan hari itu, peneliti memutuskan untuk pulang. Tiga hari kemudian peneliti peneliti kembali lagi ke Kampung Pengarengan untuk melakukan pengamatan mengenai cara pendekatan kepada penduduk.

Akhir bulan Maret, peneliti baru berkesempatan untuk mendatangi kantor PT. Pulomas Jaya yang letaknya di Jalan Ahmad Yani dan tidak jauh dari Kampung Pengarengan. Keinginan peneliti untuk melakukan penelitian di atas lahan milik perusahaan tersebut disambut sangat baik, pihak PT. Pulomas Jaya bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan terkait data yang diperlukan untuk mendukung kesuksesan penelitian ini.

Page 110: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

110

Setelah studi penjajagan berakhir, peneliti mulai melakukan penelitian pada mulai April 2008. Pada awal penelitian, peneliti seorang diri menyusuri Kampung Pengarengan untuk mencari responden atau tineliti. Saat itu peneliti memiliki perasaan takut, hal ini dikarenakan sikap penduduk yang memandang peneliti dengan curiga setiap berpapasan dijalan. Namun peneliti berusaha bersikap ramah dengan memberi salam setiap bertemu dengan penduduk. Peneliti kemudian tertarik untuk mendatangi sekelompok pemuda yang sedang berkumpul di depan salah satu rumah. Ketika mendatang sekolompok pemuda tersebut peneliti disambut dengan ramah, hal ini membuat peneliti merasa lebih percaya diri untuk memulai penelitian. Peneliti mulai memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan peneliti ke Kampung Pengarengan. Proses wawancara pun dimulai. Peneliti mencoba membuat suasana wawancara senyaman mungkin, dengan cara membuat kegiatan wawancara seperti kegiatan mengobrol dengan teman. Peneliti menghabiskan waktu hingga hampir 35 menit dalam melakukan wawancara dengan sekelompok pemuda tersebut. Setelah itu peneliti menanyakan kemanakah sebaiknya peneliti melanjutkan perjalanan berkeliling kampung, para pemuda tersebut menyarankan peneliti untuk menuju lokasi pembuatan arang yang terletak tidak jauh dari tempat peneliti berdiri.

Peneliti melanjutkan perjalanan menuju tempat pembuatan arang, namun sebelum menuju ke tujuan, peneliti berhenti di sebuah warteg untuk makan siang yang kemudian berlanjut kepada perkenalan dengan pemilik warung. Wawancara kedua pun dilakukan. Setelah bertemu dengan tineliti keempat, peneliti diarahkan kepada sejumlah tineliti lain dan informan. Hari demi hari peneliti lalui dengan lebih tenang ketika mengunjungi Kampung Pengarengan, peneliti sudah mulai akrab dengan suasana dan keadaan kampung, peneliti juga sudah hafal dengan jalan-jalan yang ada di Kampung Pengarengan. Beberapa penduduk pun sudah mengenal peneliti karena sering mengunjungi kampung.

Minggu berikutnya peneliti mendatangi kantor PT. Pulomas Jaya untuk meminta data yang diperlukan dan melakukan wawancara dengan pihak PT. Pulomas Jaya selaku informan utama. Penjelasan yang diberikan oleh perwakilan PT. Pulomas Jaya cukup membuat peneliti mendapatkan banyak data untuk melengkapi penelitian yang sedang dilakukan. PT. Pulomas Jaya pun tetap bersikap sangat ramah dan bersedia membantu peneliti apabila masih ada data yang diperlukan untuk melengkapi penelitian yang sedang dijalankan.

Pada hari Rabu tanggal 23 April 2008 peneliti berencana untuk datang ke Kelurahan Kayu Putih dengan tujuan meminta data yang dapat mendukung penelitian. Sesampainya di Kelurahan, peneliti langsung menemui Sekretaris Lurah. Saat bertemu peneliti menyerahkan surat pengantar dari IPB dan juga menjelaskan penelitian yang sedang dilaksanakan. Namun ternyata pihak kelurahan enggan memberikan data terkait lahan Kampung Pengarengan, dengan alasan bahwa peneliti seharusnya mendapatkan surat pengantar dari Walikota Jakarta Timur dengan alasan birokrasi, dan selama peneliti belum memilki surat tersebut pihak kelurahan tidak akan memberikan data apapun. Peneliti hari itu juga pergi menuju kantor Walikota Jakarta Timur, namun pihak dari walikota sendiri tidak mau memberikan data apabila tidak ada surat pengantar dari kampus.

Tanggal 14 Mei 2008 peneliti baru dapat pergi ke Walikota Jakarta Timur untuk kedua kalinya, disebabkan proses yang memakan waktu lama ketika mengurus surat di IPB. Sesampainya di gedung Walikota Jakata Timur, peneliti di arahkan oleh satpam untuk menuju ruang Kesatuan Bangsa. Dimana dikatakan apabila seorang mahasiswa

Page 111: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

111

ingin melakukan penelitian seharusnya mendaftarkan diri dahulu ke bagian Kesatuan Bangsa. Penelitipun menuju kesana. Ketika di ruang Kesatuan Bangsa peneliti menemui seorang petugas dan menjelaskan maksud kedatangan peneliti dengan menyerahkan surat pengantar dari IPB. Setelah petugas mendengar penjelasan dan melihat surat pengantar dari IPB, beliau langsung memberitahukan bahwa saya tidak bisa mendapatkan data apabila saya tidak ada surat pengantar dari DKI Jakarta dan dari Pemerintahan daerah Bogor yang memberitahukan bahwa peneliti akan meakukan penelitian. Petugas tersebut mnegutarakan alasannya yaitu disebabkan universitas peneliti tidak terdapat di daerah Jakarta Timur. Menurut peneliti hal ini sangat aneh, apakah memang birokrasi di Jakarta sangat susah. Peneliti sempat berargumen dengan mengutarakan bahwa tempat penelitian yang dilaksanakan berada di daerah Jakarta Timur, dan mengapa harus peneliti meminta surat terlebih dahulu dari Pemkot DKI Jakarta dan Pemda Bogor. Namun sang petugas pun tetap pada pendiriannya bahwa mereka tidakakan memberikan data apapun sebelum adanya surat pengantar.

Kejadian yang terjadi di Kelurahan dan di kamtor Walikota Jakarta Timur, sempat membuat peneliti putus asa dalam melakukan penelitian, karena saat itu peneliti sudah mendapatkan beberapa data dan yang kurang adalah data mengenai RTRW Kampung Pengarengan. Akhirnya ditengah keputus asaan, peneliti menemukan cara untuk mendapatkan blue print mengenai RTRW Kampung Pengarengan melalui proses komersil dari pihak Dinas Tata Ruang Jakarta Timur. Peneliti terpaksa memberikan sejumlah uang untuk mendapatkan semua data dan melakukan wawancara kilat dengan pihak dari Dinas Tata Ruang demi melengkapi data yang diperlukan untuk penelitian.

Menjelang akhir bulan mei tepatnya tanggal 25 Mei 2008 peneliti melanjutkan penelitian di Kampung Pengarengan dengan melakukan pengamatan berperanserta-terbatas melalui ikut seta dalam kegiatan mengamen, karena biasanya setiap hari Minggu banyak sekali penduduk Kampung Pengarengan baik anak kecil ataupun orang tua yang berjualan ataupun mengemis disekitar Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Ahmad Yani. Peneliti merasa saat itu menjadi bagian dari salah satu komunitas pengamen walaupun mereka tidak mengizinkan peneliti untuk ikut mengamen di jalanan dengan alasan muka peneliti tidak pantas menjadi seorang pengamen, sehingga peneliti hanya diperkenankan menunggu mereka dipinggir jalan, dan ketika lampu lalu lintas menunjukan warna hijau, mereka para pengamen kembali kepinggir jalan dan melanjutkan diskusi yang dilakukan dengan peneliti.

Penelitian yang dilakukan di Kampung Pengarengan berakhir pada bulan Juni. Namun setelah itu peneliti masih sesekali berkunjung ke kampung untuk melengkapi data yang kurang, seperti kurang jelasnya data yang telah didapatkan sebelumnya ketika wawancara. Terakhir peneliti berkunjung ke Kampung Pengarengan untuk pengambilan foto guna melengkapi lampiran penelitian.

Page 112: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

112

Lampiran 4. Contoh Penduduk Riwayat Kasus Keluarga Bapak Tuki di Kampung Pengarengan

Aksesibilitas masyarakat pendatang terhadap lahan di Kampung Pengarengan salah satunya dapat dilihat dalam contoh keluarga bapak Tuki. Pak Tuki merupakan salah satu responden dalam penelitian ini dan merupakan pendatang asal Bogor yang tinggal di Kampung Pengarengan sejak tahun 1992. Tuki tinggal di Kampung Pengarengan bersama dengan istri dan keempat anaknya. Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti, beliau mengungkapkan bahwa dirinya sering berpindah-pindah tempat tinggal sebelum akhirnya menetap di Kampung Pengarengan. Sebelumnya beliau menetap di salah satu pemukiman kumuh di daerah Jakarta Pusat, didaerah Kampung Kebun Kacang sejak tahun 1950 yang saat ini sudah menjelma menjadi daerah Bunderan Hotel Indonesia dan Jalan Thamrin. Cerita mengenai Kampung Kebun Kacang yang diutarakan oleh Tuki membuat peneliti mengingat tentang buku karya Jellinek, Lea mengenai suatu konsep perubahan sosial yang terjadi di sebuah kampung di Jakarta.

Terkonversinya Kampung Kebun Kacang menjadi pusat bisnis dan perdagangan membuat Tuki dan keluarga berpindah tempat tinggal menuju pemukiman kumuh berikutnya yang letaknya tidak jauh dari Kampung Pengarengan, yaitu di lahan yang saat ini sudah dibangun menjadi ITC Cempaka Mas. TKI mengakui bahwa beliau mengetahui mengenai lahan ITC Cempaka Mas dari salah satu temannya yang dahulu sama-sama tinggal di daerah Kebun Kacang. Mata pencaharian Tuki berubah sejak beliau tinggal di lahan ITC Cempaka Mas, beliau dari seorang pedagang menjadi seorang pemulung. Kemudian yang paling berkesan bagi Tuki ketika tinggal di lahan tersebut adalah peristiwa kelahiran anak ke-empatnya. Namun keberadaan beliau di atas lahan tersebut berakhir pada tahun 1992 disebabkan oleh perencanaan pembangunan ITC Cempaka Mas yang menginginkan lahan tersebut segera dikosongkan. Hal inilah yang akhirnya membuat Tuki dan keluarganya pindah dan menetap di Kampung Pengarengan.

Aksesibilitas Tuki terhadap lahan Kampung Pengarengan ketika masa tahun 1992 tidak sesulit seperti saat ini, dimana adanya hubungan sosial sangat berpengaruh dalam akses pendatang terhadap lahan, tetapi tidak dipungkiri juga oleh Tuki bahwa beliau berhasil menetap di Kampung Pengarengan atas bantuan salah satu teman. Ketika pertama kali tinggal di Kampung Pengarengan, Tuki membangun tempat tinggalnya sendiri yang hingga saat ini masih ditempatinya bersama sang istri. Pada masa Tuki pindah ke Kampung Pengarengan keadaan kampung tidak seramai saat ini, tentu saja hal ini membuat pendatang lebih mudah untuk membangun pemukiman diatasnya, ditambah lagi saat itu belum adanya kontrol PT. Pulomas Jaya terhadap lahan.

Sudah hampir 20 tahun Tuki bermukim di Kampung Pengarengan, dan hingga saat ini beliau berhasil membangun empat rumah untuk setiap anaknya. Pembangunan rumah tersebut diakui beliau atas usahanya sendiri bekerja sebagai pemulung. Tuki dan keluarganya tidak tenang begitu saja setelah berhasil bermukim di Kampung Pengarengan. Setiap tahunnya pada saat bencana banjir melanda daerah Pulomas dan sekitarnya, Tuki dan ratusan keluarga lain di Kampung Pengarengan harus mengungsi kebawah Jalan Tol (jalan bebas hambatan) Wiyoto Wiyono atau yang akrab disebut oleh penduduk Kampung Pengarengan sebagai ”rumah panjang”, karena mereka tinggal di

Page 113: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

113

sepanjang bawah jalan tol tersebut. Musibah lain yang pernah menimpa Kampung Pengarengan adalah kebakaran yang terjadi pada tahun 2007 secara dua kali berturut-turur. Saat musibah kebakaran terjadi banyak pemukiman penduduk yang terbakar, termasuk juga Mesjid Nurul Barokah. Perbaikan dari musibah kebakaran tersebut dilakukan secara swadaya oleh penduduk.

Page 114: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

114

Lampiran 3. Gambar Wilayah Kampung Pengarengan

Kampung Pengarengan yang berbatasan langsung dengan jalan raya.

Akses utama menuju kedalam Kampung Pengarengan.

Tipe-tipe tempat tinggal yang terdapat pada Kampung Pengarengan

Tipe-tipe tempat tinggal yang terdapat pada Kampung Pengarengan

Salah satu mata pencaharian di Kampung Pengarengan : Pemulung.

Salah satu mata pencaharian di Kampung Pengarengan : Pengemis dan Pedagang.

Page 115: KONVERSI LAHAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN · contoh kasus konversi lahan yang kemudian berdampak kepada penyimpangan ... keluarga ataupun pertemanan akan lebih mudah untuk mengakses

115

Lampiran 4. Gambar Wilayah Dalam Kampung Pengarengan

Kali yang membatasi antara

Kampung Pengarengan dan Kampung Pedongkelan

Pemandangan yang umum didalam Kampung Pengarengan.

Getek

Batas kali antara Kampung Pengarengan dan Kampung Pedongkelan, serta getek yang digunakan untuk mmenyeberang

Bukti nyata dari kepemilikan lahan di Kampung Pengarengan

Salah satu contoh lahan

pertanian hortikulutura yang terdapat di Kampung Pengarengan