konsep wali dalam al-qur’an dan hadits
DESCRIPTION
Konsep Wali Dalam Al-Qur'an dan HaditsMateri Akhlak TasawufTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Di dalam al-Qur’an kata-kata waliy (jamak: awliya’;) di Indonesiakan menjadi wali
muncul di beberapa tempat dan dengan demikian memiliki beberapa arti yang berbeda. Kata
tersebut digunakan bukan saja dalam hubungannya dengan Allah, tetapi juga dengan beberapa
hal lain, bahkan setan, jenis makhluk yang memiliki sifat-sifat yang bertentangan dengan
sifat-sifat Allah. Secara etimologis, wali dapat berarti penjaga, pelindung, penyumbang,
teman, pengurus, dan juga digunakan dengan arti keluarga dekat.
Berbagai paradigma dari cara sudut pandang yang berbeda membuat kajian tentang
waly sangantlah beragam. Hal ini perlu dikaji lebih dalam terutama dalam penafsiran kata
Waly sendiri dala Al-Qur’an dan Hadits.
B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang yang telah disebutkan diatas, pemakalah berusaha
nerumuskan beberapa pokok-pokok permasalahan yang ada diatas,
1. Apakah Pengertian Waly itu?
2. Apa pendapat para ulama dalam menafsirkan Waly?
3. Apa yang dimaksud dengan wali syetan?
1
BAB II
KONSEP WALI DALAM AL-QUR'AN
A. Pengertian Wali
Menurut bahasa dalam Tafsir jalalain kata wali ( ( ,Mempunyai beberapa maknaولي
diantaranya; pelindung atau pembela (al-Baqarah;257), penolong (al-Maidah; 55), (Al-
Ahzab;9 dan 28). Dalam bahasa Arab waly adalah 'seseorang yang dipercaya' atau 'pelindung,
Menurut al-Razy, alwalayah dari segi bahasa, terbentuk dari akar kata w-l-y yang
mengandung arti dekat. Maksud dekat disini adalah kedekatan yang dapat dilakukan dengan
qalbu yang disinari cahaya ma’rifah. Dalam keadaan ma’rifah, menurut Al-razy seorang tidak
merasa takut dan tidak bersedih, sebab orang yang tenggelam didalam nur Allah lupa terhadap
segala sesuatu selain Allah.1
Wali adalah seorang sufi yang dipillih sebagai sahabat Allah. sang wali ini
disembunyikan oleh Allah hingga tiada seorangpun yang mengetahui kecuali Allah itu
sendiri.2 Al-ghazali dalam Ihya Ulumiddin mengatakan bahwa sekalipun para wali Allah itu
adalah manusia seperti manusia yang lainnya tetapi Qalbu mereka itu sangat luar biasa bersih
dan sucinya sehingga dapat lekas menerima dan merasa segala sesuatu yang bersifat suci.3
Seseorang yang telah sampai kepada suatu tingkat tertentu, yang telah lulus dari pada
ujian mujahadah dan telah mendapat kasyaf (tersingkapnya tabir dari rahasia-rahasia Tuhan)
maka orang itu sampailah ke dalam pangkat wali. Sesuai dengan firman Allah dalam Al-
Qur’an4 :
سبلنا لنهدينهم فينا جاهدوا والذين
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (Q.S. Al’ankabut; 69)
Prof. Dr. Hamka dalam bukunya Tasawwuf dari Abad ke Abad menerangkan bahwa
orang-orang yang dianugerahi oleh Allah akan keistimewaan itu bukanlah terdiri dari luar
manusia biasa, namun sebaliknya semua orang dapat mencapai derajat wali asalkan memenuhi
syarat-syarat menjadi wali. Dalam hal ini Al-Imam Ghazali dalam bukunya Kimyaus-saadah
menerangkan bahwasanya hati itu mempunyai jendela yang terbuka dalam keghaiban dunia
1 Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A. Apakah Wali itu ada?, cet I, Jakarta; 2005, hal.382Amatullah Amrstrong, penerjemah M.S, Nasrullah dan Ahmad Baiquni, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, cet. I, Mizzan, Bandung; 1996, Hlm 3153DR. Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Bina Ilmu, Surabaya;1984 hlm;1174 Ibid
2
rohani. Terbukanya jendela hati ke arah yang ghaib itu kadang-kadang menempatkan dalam
keadaan yang hampir pada ilham kenabian. Manusia yang membersihkan dirinya dari nafsu-
nafsu keduniawian dengan memusatkan fikirannya kepada tuhan di dalam puncak
kesadarannya ia akan menerima ilham semacam itu.
Menurut al-Hakim al-Tirmidzi al-walayah adalah kedekatan hubungan seseorang
dengan Allah dan merasakan kehadiran-Nya. Al-walayah melahirkan relasi antara Allah
dengan hamba dalam bentuk al-ri’ayah (pemeliharaan), al-mawaddah (cinta kasih), dan
‘inayah (pertolongan). Al-walayah merupakan kemuliaan dari Allah yang dianugerahkan
kepada -orang-orang tertentu yang menjadi pilihan-Nya.5
Wali dan Nabi sendiri menurut Al-Hakim Al-Tirmidzi berbeda, menurutnya; “Esensi
kenabian terletak pada kalam Allah, berupa wahyu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril
kepada para Nabi, Adapun kewalian ditandai dengan al-Hadits (pembicaraan Allah) yang
dirasakan oleh seorang wali dengan penuh kedamaian. Menurut Ibn ‘Arabi (w. 638 H/1240M)
Al-walayah merupakan al-maratib al-ruhiyyah (peringkat kerohanian). Setiap rasul adalah
wali dan setiap nabi juga adalah wali. Kekhususan para wali terletak pada al-ma’rifat, yakni
pengetahuan kepada Allah yang diberikan kedalam qalbu mereka dengan tanpa usaha melalui
al-‘aql (kemampuan intelek).6
Dalam kitab sirojut tholibin jilid awal hal 17 menerangkan bahw7a;
به قون فيشتا قلوبهم الى رائحته فتتصل الصديقون االرضيشمه في تعالى االله ريحان الولياحوالهم تفاوت عبادة ويزدادون هم موال الى
Artinya;
“Wali itu adalah wangi-wangian Allah yang massyhur di muka bumi, yang menciumnya hanyalah orang-orang yang kebenaranya mendominasi dirinya, maka sampailah kesemerbakan nya dalam hati mereka, maka dengan itu terpesonalah mereka kepada tuhanya serta selalu berttambah-tambah dalam ibadatnya dalam keadaan sikap serta sifat yang berbeda.”
B. Konsep Wali dalam Al-Qur’an dan Hadits
1. Ayat Al-Qur’an tentang Wali
Dalam Al-Qur’an terdapat 36 ayat yang terkait dengan ‘wali’ tersebut. Dari 36 ayat itu
terdapat kata awliya’ (dalam bentuk jamak/plural) sebanyak 33 kali dan dalam bentuk
5 Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A. Apakah Wali itu ada?, cet I, Jakarta; 2005, hal.956 Ibid… hal 987 Muhammad Abdul gaos saefulloh Maslul, Menjawab 165 Masalah, cet. I, Bandung; 2006, hal,2
3
mufrad /tunggal(wali) terdapat 5 kali, yakni pada surat Al-Baqarah : 257, Al-Maidah : 55, As-
Syura : 9 dan 28, dan Al-Jasyiyah : 19. Dari 38 kali sebutan wali (dalam bentuk jamak dan
tunggal) itu Allah menjelaskan kepada kita bahwa pengertian wali itu ialah orang yang
mengikuti jalan hidup.8
Salah satu ayat alqur’an yang meneranngkan tentanng waly (kata wali) adalah;
يحزنون هم وال عليهم خوف ال الله أولياء إن وكانوا )62)أال آمنوا الذين
)63)يتقون
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati. 63. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka
selalubertakwa.
Ulama besar Al-Thaba’i, dalam Al- Mizan fi Tafsir Al-Qur’an, Mencatat tiga
persyaratan yang harus terpenuhi untuk menjadi kekasih (Waly) Allah. ketiganya merupakan
washilah (perantara) bagi tergenggamnya ketiga mutiara ilahi.
A. Menjadi komunitas Al-Qur’an (Ahl Al-Qur’an) bukan hanya dibaca sebatas ibadah
ritual saja (tadarus) tetapi lebih dari itu, ia juga menjadi imam dalam derap langkah
sejarah keseharian kita, diperaktekan dalam aksi yang nyata. Atau dengan kata lain,
Al-Qur’an menjadi watak (khuluq) kita. Ketika ‘aisyah ditanya ihwal watak rasulullah,
‘Aisyah menjawab; “Wataknya adalah Al-Qur’an”. Allah SWT, berfirman9;
أن الحات الص يعملون الذين المؤمنين ر ويبش أقوم هي للتي يهدي القرآن هذا إنكبيرا أجرا لهم
Sesunggunhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus
dan member khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal
salaheh, bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.
B. Selalu Ikhlas dalam beramal. Semakin dominan keikhlasan, semakin bersinarlah
kebenaran dalam hati. Atau dalam tamsil Rumi.” Semakin panas Oven, kian bagus
rotinya. Jika dingin, maka rotinya tidak akan masak sama sekali.” Imam Ibn Abbas
pernah ditanaya tentang maksud firman Allah, “Para kekasih Allah tidak pernah takut
dan bersedih.” Imam ‘Ali menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang selalu ikhlas
dalam beribadah, kuasa menyelami hakikat dunia ketika mayoritas orang dilenakan
dzahir dunia sehingga yang mengontrol dunia tidak dikontrol dunia. Walaupun ia
8 http://www.eramuslim.com/khutbah-jumat/antara-wali-allah-dan-wali-setan.htm#.UTDUFDcY_IU9 Asep Salahudin, Ziarah Sufistik, cet II; Bandung; Remaja Rosdakarya, 2002, Hal. 40
4
orang kaya, kekayaanya tidak mempengaruhinya, ia sumbangkan kekayaanya sesuka
hatinya.”10
الدين ( له مخلصا ه الل فاعبد بالحق الكتاب إليك أنزلنا ا خذوا) 2إن ات ذين وال الخالص الدين ه لل أال
يختلفون فيه هم ما في بينهم يحكم ه الل إن زلفى ه الل إلى بونا ليقر إال نعبدهم ما أولياء دونه من
كفار كاذب هو من يهدي ال ه الل إن
Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa)
kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya
(2) Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-
orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami (tawassul) kepada Allah dengan
sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang
apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-
orang yang pendusta dan sangat ingkar. (3) (Azzumar : 2-3)
C. Sharih Al-Iman; mengejewantahkan nilai-nilai keimanan. Rasulullah bersabda yang
diriwayatkan dari Umar bin Al-Jumuh bahwa; “Seutama-utamanya hamba Allah
adalah mereka yang sharih imanya yang diterjemahkan dalam rupa, mencintai dan
membenci sesuatu karena Allah, Apabila telah bersikap demikian, ia berhak
mengklaim dirinya sebagai kekasih Allah.” Kaitanya dengan isharih al-imani ini,
imam Ja’far Al-Shiddiq memberikan penjelasan ;” Allah meletakan iman diatas tujuh
fundamen, yakni; kebajikan, kejujuran, keteguhan, kerelaan kepada ketentuan Allah,
kesetiaan pengetahuan, dan kemampuan mengendalikan syahwat.11
Allah Swt, Berfirman;
ه أولياؤهم وليالل كفروا ذين وال ور الن إلى الظلمات من يخرجهم آمنوا ذين ال
فيها هم ار الن أصحاب أولئك الظلمات إلى ور الن من يخرجونهم الطاغوتخالدون
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan merekadari kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orangyang kafir, pelindung-
10 Ibid Hal 4111 Ibid hal 43
5
pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan
(kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-
Baqarah : 257)
2. Hadits Tentang Wali
Dalam buku syarah Arbain Nawawiyah hadits ke 38;12
الله : : إن وسلم عليه الله صلى الله رسول قال قال عنه الله رضي هريرة أبي عن
أحب : بشيء عبدي إلي ب تقر وما بالحرب، آذنته فقد وليا لي عادى من قال تعالى
أحببته فإذا أحبه، حتى بالنوافل إلي ب يتقر عبدي يزال وال عليه، افترضته ا مم إلي
التي ورجله بها، يبطش التي ويده به، يبصر الذي وبصره به يسمع الذي سمعه كنت
ألعيذنه استعاذني ولئن ألعطينه، سألني ولئن بها، يمشي
[ البخاري [رواه
Terjemahan Hadits
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata: telah bersabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam,: "Sesungguhnya Allah telah berfirman: Barang siapa yang
memusuhi Waliku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah
seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai
dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan
diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku
mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan
sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia
gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia
meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon
perlindungan dariKu pasti Aku akan melindunginya". (Hadits ini dirawikan Imam Bukhari
dalam kitab shahihnya, hadits no. 6137).
Penjelasan
Imam An Nawawi13
12 Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani, Syarah ‘Arbain Nawawiyah, Cet.II; Jakarta Timur; Akar Media; 2010, Hal 13 Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani, Syarah ‘Arbain Nawawiyah, Cet.II; Jakarta Timur; Akar Media; 2010, Hal 348
6
Yang dimaksud dengan kekasih dalam sabda Rasullullah saw, dari Tuhanya, Barang siapa
yang memusuhi Waliku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya,
Maksud kekasih (wali) disini ialah orang mukmin. Allah Ta’ala berfirman dalam surat
Albaqarah ayat 257,
آمنوا الذين ولي الله
Artinya;
Allah Pelindung (wali) orang-orang yang beriman.
Siapa yang menyakiti seorang mukmin, Allah mengumumkan perang kepadanya. atau
Allah memberitahukan kepadanya bahwa ia telah memerangi Allah. Jika Allah mememrangi
seorang hamba maka dia pasti akan membinasakanya. Oleh karena itu, jangan sampai
sseorang menyerang setiap muslim.
Cinta itu muncul dari keinginan yang baik. Jika mencintai seorang hamba, Allah
membuat ia sibuk berdzikir mengingat-Nya, ta’at kepadanya, dan menjaganya dari setan.
Allah juga akan membuat ia menggunakan anggota-anggota tubuhnya untuk mendengarkan
Al-Qur’an serta berdzikir, dan membuat ia tidak suka mendengarkan nyanyian serta alat-alat
music. Akibatnya, ia menjadi termasuk orang-orang yang disinggung dalam firman Allah
Ta’ala;
عنه أعرضوا اللغو سمعوا وإذا
Artinya;
“dan apabila mereka mendengarkan perkataan yang tidak bermanfaat, mereka
berpaling daripadanya.’’(QS. Al Qashash:55).
Apapun yang mereka lihat pada mahluk selalu mereka hubungkan dengan kebesaran
serta kekuasaan Allah. Ali bin Abu Thalib r.a mengatakan: “setaiap kali melihat sesuatu, aku
“melihat” Allah ta’ala berada di depanya”14 dan perkataan Ibnu ‘Arabi “Rabb adalah hamba,
hamba adalah rabb. Aduhai kenapa aku jadi orang mukallaf?!”15
Imam Ibnu Daqiq
14 Ibid Hal 35015 Syaikh Muhammad Jamil Zainu, Bagaimana Memahami Al’Qur’an, cet II, Pustaka Alkautsar; Jakarta timur;2006, hal 123
7
Kekasih Allah ialah orang yang mengikuti apa yang dianjurkan-Nya. Oleh karena itu,
seseorang harus berhati-hati jangan sampai menyakiti hati para kekasih Allah. yang dimaksud
dengan permusuhan ialah menganggap kekasih Allah sebagi musuh. Allah SWT,
berfirman:”Tidak ada taqorrubnya seorang hamba kepada-Ku kecuali dengan beribadah
menjalankan apa yang telah aku wajibkan kepadanya.”
Syekh As Sa’adi
Hadits ini menggambarkan bahwa memusuhi kekasih Allah sama halnya dengan
memusuhi dan memerangi Allah. Siapa yang berani memusuhi Rabb dan memerangi Sang
Maha Raja, ia pasti orang yang pasti kalah. Sebaliknya siapa yang dijamin memperoleh
perlindungan dari Allah, ia pasti orang yang menang. Hal itu disebabkan karena kekasih-
kekasih Allah pasti akan mendapatkan dukungan yang sempurna. Allah mencintai mereka,
melindungi mereka dan mencukupi keinginan-keinginan mereka.
Hadits ini juga menuturkan tentang sifat yang sempurna para kekasih Allah. Mereka
konsisten dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah dan terhadap sesama
manusia. Dari tingkatan ini mereka lalu melanjutkan pada upaya mendekati Allah dengan
ibadah-ibadah sunnah.16
C. Wali Syetan
Adapun sifat, karakter dan prilaku wali setan secara umum berlawanan dengan sifat,
karakter dan prilaku wali Allah, sebagaiman yang dijelaskan sebelumnya. Di antara yang
paling menonjol ialah :
1. Tidak beriman sepenuhnya pada Allah, baik sebagai Tuhan Pencipta, Tuhan yang
pantas disembah dan Tuhan yang menciptakan semua sistem hidup untuk manusia yang
diturunkan-Nya, serta tidak menjadikan Allah sebagai Pelindung/Penolong dalam
menghadapi berbagai persoalan dan cobaan hidup. Sebab itu mereka mudah ditipu
setan. Allah berfirman :
ليريهما لباسهما عنهما ينزع ة الجن من أبويكم أخرج كما يطان الش كم يفتنن ال آدم بني ياجعلنا ا إن ترونهم ال حيث من وقبيله هو يراكم ه إن أولياء سوآتهما ياطين يؤمنون الش ال ذين لل
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia
telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya
16 Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani, Syarah ‘Arbain Nawwiyah, Cet.II; Jakarta Timur; Akar Media; 2010, Hal
8
pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia
(setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa
melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-
pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.(Al-A’raf : 27)
2. Berjihad, berdakwah dan beramal shaleh di jalan thaghut ( selain Allah dan selain
sistem-Nya) dan dengan tujuan selain ridha Allah. Allah berfirman :
أولياء فقاتلوا الطاغوت سبيل في يقاتلون كفروا ذين وال ه الل سبيل في يقاتلون آمنوا ذين الضعيفا كان يطان الش كيد إن يطان الش
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir
berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena
sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (Annisa’ : 76).
3. Mencari izzah (kekuatan), harga diri dan status sosial dari selain Allah, Rasul-Nya
dan orang-orang Mukmin. Allah menjelaskan :
ه لل ة العز فإن ة العز عندهم أيبتغون المؤمنين دون من أولياء الكافرين خذون يت ذين الجميعا
Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi
orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (Annisa’ : 139)
4. Cenderung (bergaul dan ridha) kepada orang-orang zhalim, baik zhalim dalam
konteks keimanan (melakukan syirik) maupun zhalim dalam konteks hukum dan
pergaulan. Allah menjelaskan :
تنصرون ال ثم أولياء من ه الل دون من لكم وما ار الن كم فتمس ظلموا الذين إلى تركنوا وال
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhalim(bergaul dengan
mereka serta meridhai perbuatannya) yang menyebabkan kamu disentuh api neraka,
dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah,
kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. (Hud : 113)
5. Takut mati dan cinta dunia. Hal tersebut disebabkan panjangnya angan-angan dunia
dan banyak dosa yang dilakukan. Allah menjelaskan :
9
كنتم إن الموت وا فتمن اس الن دون من ه لل أولياء كم أن زعمتم إن هادوا الذين ها أي يا قلبالظالمين) (6صادقين ( عليم ه والل أيديهم قدمت بما أبدا ونه يتمن )7وال
Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mengklaim
bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain,
maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar." (6)
Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan
yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha
Mengetahui akan orang-orang yang zhalim (7) (Al-Jumu’ah : 6 -7)
D.Karamah Para Wali
Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengistilahkan karomah dengan keramat diartikan
suci dan dapat mengadakan sesuatu diluar kemampuan manusia biasa karena
ketaqwaanya kepada Tuhan. [Dept. P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka
Jakarta, halaman 483] Ajaran Islam memaksudkan sebagai “Khariqun lil adat”, yaitu
kejadian yang luar biasa pada seorang wali Allah. Syaikh Thohir bin Sholeh Al-Jazairi
mengartikan kata karomah adalah perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang
tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi. [Thohir bin Sholeh Al-Jazairi, Jawahirul
Kalamiyah, terjemahan Jakfar Amir, Penerbit Raja Murah Pekalongan, hal. 40]
Sedangkan, Imam Qusyairi menjelaskan karomah sebagai penampakan karomah
merupakan tanda-tanda kebenaran sikap dan kelakuan seseorang. Barangsiapa yang tidak
benar sikap dan kelakuannya, maka tidak dapat menunjukkan kekaromahannya. Dan
Allah yang maha Qodim memberi tahu kepada kita agar membedakan orang yang benar
dan mana yang batil. [Abul Qosim Abdul Karim Hawazim Qusyairi Naisabury, Risaltul
Qusyairiyah, Darul Khoir, halaman 353] Dengan demikian, istilah karomah dapat
disimpulkan sebagai kejadian yang luar biasa pada seseorang yang merupakan anugerah
dari Allah dikarenakan ketaqwaanya.
Karomah adalah kejadian diluar kebiasaan (tabiat manusia) yang Allah
anugerahkan kepada seorang hamba dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan
agamanya. Adapun sebagian ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1. Tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus;
2. Terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karomah
tersebut) ataupun tidak;
10
3. Tanpa disertai pengakuan (dari pemiliknya) sebagai seorang nabi. (Syarhu Ushulil
I’tiqad 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu
Utsaimin)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Dan termasuk dari prinsip Ahlus
Sunnah wal Jama’ah ialah meyakini adanya karomah para wali dan berbagai
keluarbiasaan yang Allah izinkan terjadi melalui tangan-tangan mereka baik yang
berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui hal-hal yang tersembunyi), maupun
bermacam-macam keluarbiasaan (kemampuan) atau pengaruh-pengaruh.” (Syarh Al
Aqidah Al Wasithiyah, hal.207).
Karomah ini tetap ada sampai akhir zaman dan lebih banyak terjadi pada umat
ini daripada umat-umat sebelumnya, yang demikian itu menunjukkan keridhaan Allah
terhadap hamba-Nya dan sebagai pertolongan baginya dalam urusan dunianya atau
agamanya. Namun bukan berarti Allah benci terhadap orang-orang yang tidak nampak
karomah padanya. Perkara “Karomah” ini telah tsabit (ditetapkan, dikokohkan) secara
nash baik di dalam Al Qur’an maupun As Sunnah, bahkan juga secara kenyataan.
Karomah ini Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar
beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali Allah . Allah berfirman
ketika menyebutkan tentang sifat-sifat wali-Nya (artinya): “Ketahuilah sesungguhnya
wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih
hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa.” (QS. Yunus: 62-
63)
Dalam ayat ini Allah mengkhabarkan tentang keadaan wali-wali-Nya dan sifat-
sifat mereka, yaitu: “Orang-orang yang beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir serta beriman dengan takdir yang baik maupun
yang buruk.”
Kemudian mereka merealisasikan keimanan mereka dengan melakukan
ketakwaan dengan cara melakukan segala perintah Allah dan meninggalkan segala
larangan-Nya. (Taisirul Karimir Rahman karya As Sa’di hal, 368)
11
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara singkat, al-Qur’an menegaskan bahwa awliya’ Allah adalah mereka yang memiliki
keyakinan teguh dan menjauhi kejahatan; mereka tidak khawatir atau takut; mereka diberi
busyra di dunia dan di akhirat. Para ulama’ sependapat, bahwa awliya’ dekat dengan Allah,
dan memperoleh kedudukan yang tinggi di kalangan orang-orang yang beriman. Mereka juga
sependapat, bahwa kedudukan ini disebabkan oleh kesalehan mereka dan tidak oleh keajaiban
mereka. Penafsiran ini diambil dari al-Qur’an dan hadis sebagaimana digunakan oleh para
mufassir klasik maupun modern.
Satu-satunya keistimewaan awliya’ yang secara eksplisit dinyatakan dalam al-Qur’an ialah
busyra. Tetapi dalam perkembangan intelektualisme Islam, ada suatu tahap di mana awliya’
dianggap mempunyai keistimewaan lain di dunia ini: pengetahuan rahasia dan kekeramatan.
Dua keistimewaan ini telah menjadi pokok perbedaan pendapat di kalangan ulama’. Tampak
bahwa reliabilitas pengetahuan yang didapatkan oleh awliya’ melalui intuisi dan karamah
sebagai indikasi kewalian, dengan baik dikembangkan hanya dalam tradisi tasawuf. Memang,
kedua keistimewaan itu tidak muncul dalam al-Qur’an dan Sunnah. Karena itulah, kenapa
beberapa ulama’, seperti Ibn Taymiyyah dan Muhammad ‘Abduh, cenderung menolak
reliabilitas pengetahuan demikian itu dan validitas keajaiban sebagai tanda kewalian.
12
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A. Apakah Wali itu ada?, cet I, Jakarta; 2005,
Amatullah Amrstrong, penerjemah M.S, Nasrullah dan Ahmad Baiquni, Kunci
Memasuki Dunia Tasawuf, cet. I, Mizzan, Bandung; 1996,
DR. Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Bina Ilmu, Surabaya;1984
Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani, Syarah ‘Arbain Nawawiyah, Cet.II; Jakarta
Timur; Akar Media; 2010,
Syaikh Muhammad Jamil Zainu, Bagaimana Memahami Al’Qur’an, cet II, Pustaka
Alkautsar; Jakarta timur;2006
Asep Salahudin, Ziarah Sufistik, cet II; Bandung; Remaja Rosdakarya, 2002,
http://www.eramuslim.com/khutbah-jumat/antara-wali-allah-dan-wali-
setan.htm#.UTDUFDcY_IU
Muhammad Abdul gaos saefulloh Maslul, Menjawab 165 Masalah, cet. I, Bandung;
2006
13