konsep han dalam penataan ruang kota

35
PENERAPAN STRATEGI PEMBANGUNAN TATA RUANG KOTA BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Oleh: E.Zaenal Muttaqin A. Pendahuluan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki penduduk paling banyak setelah Cina, India, dan Amerika serikat 1 tentunya memiliki berbagai konsekwensi yang lebih kompleks, apalagi jika dihubungkan dengan permasalahan pembangunan kota sebagai bentuk indikator dari kemajuan pembangunan itu sendiri. Melihat dari pengalaman yang telah terjadi dari beberapa waktu yang lalu, dapat dikemukakan bahwa sistem pembangunan di dunia umumnya dan khususnya pembangunan di Indonesia belum memiliki wawasan lingkungan yang baik dan perencanaannya masih belum memperhatikan keseimbangan ekologi, dan dalam hal ini ialah perencanaan kota yang memadai. Beberapa permasalahan dan isu yang mengemuka mengenai permasalahan kota antara lain: 1. Kemiskinan di Perkotaan 2. Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan 3. Keamanan dan Ketertiban Kota 4. Kapasitas Daerah dalam Pengembangan dan Pengelolaan Perkotaan (dalam hal ini ialah pemerintah daerah dan perangkatnya) 2 1 Forbes, Dean K. "Republic of Indonesia." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005. 2 Gita Chandrika Napitupulu, Isu Strategis dan Tantangan Dalam Pembangunan Perkotaan, dalam Bunga Bungan Rampai Pembangunan Kota

Upload: e-zaenal-muttaqin

Post on 20-Jun-2015

610 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah ditulis oleh E.Zaenal.Muttaqin pada perkuliahan Hukum Administrasi Negara Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

PENERAPAN STRATEGI PEMBANGUNAN TATA RUANG

KOTA BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH

DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Oleh: E.Zaenal Muttaqin

A. Pendahuluan

Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki penduduk paling banyak

setelah Cina, India, dan Amerika serikat1 tentunya memiliki berbagai konsekwensi

yang lebih kompleks, apalagi jika dihubungkan dengan permasalahan pembangunan

kota sebagai bentuk indikator dari kemajuan pembangunan itu sendiri. Melihat dari

pengalaman yang telah terjadi dari beberapa waktu yang lalu, dapat dikemukakan

bahwa sistem pembangunan di dunia umumnya dan khususnya pembangunan di

Indonesia belum memiliki wawasan lingkungan yang baik dan perencanaannya masih

belum memperhatikan keseimbangan ekologi, dan dalam hal ini ialah perencanaan

kota yang memadai. Beberapa permasalahan dan isu yang mengemuka mengenai

permasalahan kota antara lain:

1. Kemiskinan di Perkotaan

2. Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

3. Keamanan dan Ketertiban Kota

4. Kapasitas Daerah dalam Pengembangan dan Pengelolaan Perkotaan (dalam

hal ini ialah pemerintah daerah dan perangkatnya)2

Hal tersebut kemudian memicu adanya konvensi PBB tentang pembangunan

dan lingkungan di Rio de Janeiro pada tahun 1992 sebagai sebuah bentuk kritikan atas

pembangunan yang tak seimbang.3Maka dari hasil konvensi tersebut dihasilkanlah

sebuah konsep yang seimbang mengenai pembangunan dan ekologi, dan dalam hal ini

ialah pembangunan kota yang berada dalam tataran dinamis, namun tetap

memperhatikan keseimbangan tata aturan dan isu internal kota yang didalamnya juga

termasuk lingkungan hidup.

1Forbes, Dean K. "Republic of Indonesia." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.

2Gita Chandrika Napitupulu, Isu Strategis dan Tantangan Dalam Pembangunan Perkotaan, dalam Bunga Bungan Rampai Pembangunan Kota Indonesia Abad 21, Urban and Regional Development Institute (URDI) dan Yayasan Sugijanto Soegijoko, Jakarta: 2005, hlm. 10

3 Daud Silalahi, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Pengelolaan (termasuk perlindungan) Sumber Daya Alam Yang Berbasis Pembangunan Sosial dan Ekonomi, makalah pada seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar ,Bali. Hal. 3

Page 2: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Pun demikian, seiring dengan hal tersebut Indonesia mulai mengadopsi

konsep-konsep tersebut kedalam sistem pembangunannya hal ini tersernin dari konsep

pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development) yaitu suatu proses

perubahan yang terencana di dalamnya exploitasi sumber daya, arah investasi

orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan semuanya dalam

keadaan selaras serta meningkatkan potensi masa kini dalam keadaan yang selaras

serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan

dan aspirasi manusia, disamping juga memiliki dasar kajian strategis dan terperinci.

Seperti disinggung diatas bahwa kota sebagai salah satu pos pembangunan yang

utama berada pada wilayah administrasi pemerintah daerah sebagai pengelola dan

perencana. Perlu diketahui juga bahwa pengertian pemerintah daerah pada tulisan ini

ialah satuan pemerintah teritorial tingkat lebih rendah dari pemerintahan pusat dalam

format negara kesatuan Republik Indonesia.

Dengan bergulirnya sistem pemerintahan yang menganut desentralisasi, maka

kini pemerintah daerah memiliki tugas dan peran yang baru untuk menyusun rencana

lebih seskasama dalam pembangunan kota yang lebih efisien dan terencana. Hal ini

mengindikasikan bahwa dalam tinjauan hukum administrasi negara pemerintah daerah

telah menerima atribusi dari undang-undang dalam hal memiliki kewenangan yang

Sesuai dengan UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, maka porsi yang

lebih besar justru terletak pada tanggung jawab pemerintah lokal, hal ini lebih lanjut

tertuang dalam pasal 13 UU tersebut terutama poin a, b, dan g yang masing-masing

menyatakan: “urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi

merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi”:

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;4

Penegasan pasal dari UU tersebut merupakan sebuah legitimasi terhadap pemerintah

daerah untuk lebih leluasa mengatur daerahnya, disamping itu juga momentum ini

(desentralisasi dan otonomi daerah) adalah sebuah titik awal untuk membuat

kebijakan perkotaan yang bersifat explisit, yaitu kebijakan yang langsung dan

eksplisit menyebutkan tujuan dan fokus kebijakan pada pembangunan daerah atau

kota,5sementara itu saat ini kebijakan kota lebih mengarah kepada sifatnya yang

4UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah daerah Pasal 13 poin A,B,G 5L.S Bourne & J.W Simmons, “System of Cities”, Oxford Univ. Press, 1978, p.490

2

Page 3: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

implisit atau kebijakan pemerintah yang tidak langsung namun mempengaruhi

terhadap struktur dan tata kota seperti halnya kebijakan perpajakan, tarif, transportasi,

dan sebagainya. Oleh karenanya, urgensi dari pembangunan tata kota saat ini menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah. Maka dari sinilah tuntutan terhadap tindakan

pemerintah yang konkrit diperlukan, dan darinya maka dapat dimungkinkan adanya

konsep administrasi negara yaitu Freis Ermessen atau Pouvoir Discretionnaire

sebagai bentuk pemenuhan daripada kesejahteraan masyarakat dalam konteks

welvaarstaat dan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good regulatory

governance).

Intensitas kebijakan yang berorientasi kepada makna implisit akan membuat

sistem sentralisasi dan terpusat pada kota utama dan beberapa kota saja, oleh karena

itu pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan yang utama di daerahnya perlu

memikirkan perencanaan yang matang dan seksama untuk membangun tata kota yang

lebih baik sesuai dengan alur pembangunan yang berkelanjutan. Lebih lanjut, menilik

kepada implikasi asas-asas pemerintahan umum yang baik maka adanya otonomi

daerah (otoda) merupakan suatu manifestasi nyata

Tulisan ini selanjutnya akan mengkaji beberapa permasalahan yang antar lain:

1. Isu strategis dan solusi apa saja yang mengemuka dalam wacana

pembangunan tata ruang kota dalam konteks pembangunan yang

berkelanjutan?

2. Apa dan bagaimanakah seharusnya peran pemerintah daerah sebagai pemutus

kebijakan dan perencana pembangunan kota dalam merealisasikan

pembangunan kota yang berkelanjutan dikaitkan dengan kerangka otonomi

daerah?

3. Bagaimanakah peran hukum administrasi negara dalam menunjang

pembangunan kota berkelanjutan?

B. Pemahaman Mengenai Konsep Otonomi Daerah (otoda) Dan Beberapa Aspek

Administrasi Negara Di dalamnnya

1. Penjelasan Mengenai Prinsip Otonomi Daerah

Sebagaimana disinggung sedikit diatas bahwa dengan bergulirnya sistem

desenteralisasi dalam hal pemerintahan dan juga otonomi daerah, maka terdapat

implikasi terhadap kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah, apatah lagi jika

diakirkan dengan masalah kebijakan pembangunan kota yang tentunya adalah urusan

utama dari pemerintah daerah itu sendiri. Namun sebelum beranjak kepada penjelasan

3

Page 4: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

yang lebih rincai mengenai kebijakan strategis dan variable-variable mengenai isu

strategis mengenai pembangunan kota, maka akan dikaji seksama mengenai

pemahaman otonomi daerah dan desentralisasi itu sendiri.

Salah satu wacana yang sangat krusial semenjak Indonesia merdeka adalah

masalah otonomi daerah, yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang memberikan

kewenangan tertentu kepada pemerintahan di daerah. Hal tersebut merupakan salah

satu subsistem dalam negara kesatuan republik Indonesia,6 dan juga dalam

perencanaan awal negara kesatuan ini juga melahirkan UU yang pertama mengenai

otonomi daerah yang tertera dalam UU no 1 tahun 1945.7Isu otonomi memang lumrah

dalam negara yang sangat luas dan memiliki populasi yang banyak, memang sempat

pada dekade sebelumnya dibentuk negara federal yang lebih mengejawantahkan arti

otonomi, namun dalam tataran politis itu hanyalah sebuah politik pemecah belah

bangsa yang dilancarkan oleh Belanda.

Oleh karena itu, dalam UUDS 1950 kemudian muncullah penegasan otonomi

daerah bagi daerah dalam rangka mengembalikan negara kesatuan Indonesia

walaupun pada perjalanannya pelaksanaan otonomi mengalami perkembangan di

Indonesia. Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai makna otonomi

yang berkaitan dengan aspek implisit maupun eksplisit, artinya dalam tataran explisit

otonomi daerah adalah sebuah hubungan yang erat antara pusat dan daerah dalam

berbagai hal. Adapun ditinjau dari makna implisit merupakan tugas negara dalam

mensejahterakan dan memakmurkan rakyat, karena secara konkrit dengan adanya

otonomi akan memberikan kesempatan daerah mengembangkan potensinya karena

daerah lebih mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan dan prioritas apa yang

harus didahulukan dalam hal pembangunan.

Dengan berkembangnya masyarakat Indonesia dan meluasnya wacana

otonomi dengan lahirnya UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, maka

titik berat otonomi berada pada daerah tingkat II yang bersentuhan langsung dengan

masyarakat, sesuai dengan penjelasan dari UU No 32 tahun 2004 dasar pemikiran

poin B bahwa: Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya

dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam

Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk

6Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi daerah, PSH UII, Yogyakarta: 2005, hlm. 21 7Mengatur mengenai Komite nasional daerah

4

Page 5: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kemudian dalam UU tersebut juga dijelaskan mengenai hak yang dimiliki

oleh pemerintah daerah, yaitu apa yang tertuang dalam Pasal 21 mengenai hak dan

kewajiban daerah:

1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya

2. Memilih pimpinan daerah

3. mengelola aparatur daerah

4. mengelola kekayaan daerah

5. memungut pajak daerah dan retribusi daerah

6. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

lainnya yang berada di daerah

7. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah

8. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dengan adanya konsep otoda dan desentraliasasi yang telah dikemukakan

diatas, maka dengan demikian juga harus ditunjang dengan asas-asas pemerintahan

yang baik. Dalam konteks welvaarstaat maka good governance adalah sesuatu yang

mutlak harus diperlukan, oleh karena dengan hal tersebut dapat menunjang aktivitas

pemerintahan secara lebih optimal. Daripada itu dalam UU No 32 Tahun 2004

tentang pemerintahan daerah Pasal 20 dinyatakan bahwa penyelenggaraan

pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas:

1. asas kepastian hukum

2. asas tertib penyelenggara negara

3. asas kepentingan umum

4. asas keterbukaan

5. asas proporsionalitas

6. asas profesionalitas

7. asas akuntabilitas

8. asas efisiensi dan

9. asas efektifitas

Dilain hal dapat dilihat juga dari segi terminologi good governance dari

United Nation Development Programme atau UNDP yang mendefinisikan sebagai

“The exercise of political, economic, and administrative authority to manage a

5

Page 6: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

nation’s affair at all levels”.8 Kemudian lebih lanjut dari pengertian ini pun kita akan

menemukan istilah administrative authority yang mengindikasikan adanya peranan

dan praktek administrasi di dalamnya, oleh karena itu dibawah ini akan dipaparkan

lebih lanjut mengenai fungsi administrasi negara dalam kaitannya dengan otonomi

daerah dan penyelenggaraan good governance di dalammnya.

2. Beberapa Aspek Administrasi Negara Dalam penyelenggaraan Otonomi

Daerah

Sebagaimana yang telah diunbgkapkan diatas mengenai pemahaman terhadap

masalah otonomi daerah, maka setidaknya ada beberapa hal yang esensi yang juga

terkait didalamnya mengenai beberapa aspek hukum administrasi negara. Adapun hal

tersebut ialah:

a). Aspek kewenangan

Mengenai aspek yang pertama yaitu masalah kewenangan, sesuai dengan UU

No 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah maka pemerintah daerah dalam hal

ini memiliki kewenangan yang baru dan luas dalam mengelola potensi daerahnya

seperti yang telah disinggung diatas. Dalam hal ini pun dapat dilihat secara jelas

bahwa melalui Undang-undang tersebut pemerintah daerah menerima atribusi yang

berupa kewenangan seperti yang telah dijelaskan di muka. Dengan demikian

dikaitkan dengan negara kesejahteraan atau welvaarstaat maka dengan UU tersebut

pemerintah memiliki kewajiban untuk menjalankan pemenuhan kesejahteraan bagi

rakyat, dan dari sini pula kemudian muncul konsep freis ermessen atau pouvoir

discretionnaire dalam hal-hal yang dibutuhkan penyelesaian secara konkrit, dan

dalam hal ini bisa dicontohkan seperti kebijakan penataan ruang kota.

Pun demikian, dalam kebebasannya yang demikian luas pemerintah daerah

tetap memiliki batasan yang tidak boleh dilanggar. Menurut muchsan freis ermessen

harus memperhatikan dua hal yaitu harus mengacu kepada sistem hukum yang

berlaku dan ditujukan hanya untuk kepentingan umum semata.9 Selain itu juga

Sjachran Basah mengistilahkan adanya batas atas dan batas bawah,10 yaitu batas atas

ialah ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada, dan batas bawah

tidak boleh melanggar hak dan keajiban asasi warga.

8http://www.undp.org/governance/ 9Muchsan, Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan

Administrasi di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1981, hlm.2810Sjachran Basah, Perlindungan Hukum atas Sikap Tindak Administrasi Negara, Bandung:

Alumni, 1992, hlm.4-5

6

Page 7: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

b). Aspek Kelembagaan

Dalam kurun waktu beberepa dekade yang lalu, kita mengetahui bahwa

konsekwensi daripada sistem yang tersentralisir menjadikan sistem kelembagaan

menjadi tidak proporsional dan kurang koordinatif. Dengan begitu secara otomatis

prinsip administrasi dalam segi koordinasi antar lembaga tidak berjalan optimal, hal

ini dikarenakan bentuk organisasi pemerintah yang terlalu relatif besar,

kecenderungan instansi pemerintah untuk mengembangkan besaran organisasi

instansi masing-masing, terdapatnya penangan urusan pemerintahan dan

pembangunan yang tumpang tindih antara instansi satu dengan instansi lainnya, dan

kemudian terakhir ialah kurang proporsionalnya pembagian wewenang antara

organisasi di tingkat pusat, daerah tingkat I dan II.

Dalam kondisi yang seperti ini dan dalam rangka manifestasi prinsip-prinsip

otonomi daerah dan desentralisasi, maka perlu adanya pembaharuan khususnya alam

bidang administrasi yang terkait dengan masalah koordinasi antara berbagai lembaga

atau instansi. Karena sesungguhnya prinsip koordinasi adalah upaya memadukan ,

menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling

berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian

tujuan dan sasaran bersama.11Penataan koordinasi yang baik antar lembaga adalah

suatu modal penting bagi pelaksanaan dan implementasi daripada otonomi daerah dan

desentralisasi, dan disini juga peranan administrasi sangat dibutuhkan menyangkut

dengan masalah koordinasi rersebut

c). Aspek Keuangan

Beralih kepada aspek selanjutnya mengenai masalah keuangan, maka akan

berbicara masalah APBD (anggaran pendapatan belanja daerah) yang menjadi aspek

penting bagi kelangsungan proses pemerintahan di daerah. Dalam pelaksanaanya,

pengelolaan keuangan harus dilakukan secara baik dan terkoordinir agar tidak terjadi

hal-hal yang menyimpang. Karenanya dalam UU No 32 tahun 2004 Pasal 156

dinyatakan bahwa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan kepala daerah

melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannyayang berupa perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban, serta pengawasan

keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah.

11Lembaga Administrasi Republik Indonesia, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997, hlm.53

7

Page 8: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Dari hal ini dapat kita lihat aspek administrasi dalam hal pendelegasian

kewenangan dari kepala daerah kepada perangkat daerah dalam rangka optimalisasi

pengelolaan keuangan.

C. Isu Strategis Dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan Dan Peranan Hukum

Administrasi Negara

Sebelum beranjak kepada permasalahan dan isu-isu strategis pembangunan

kota berkelanjutan, maka ada beberapa hal yang terkait mengenai pemerintahan

daerah dan otonomi daerah, meskipun kemudian akan diperbandingkan dengan

strategi pembangunan kota dari City Development Strategies (CDS) yang memiliki

konsep trajectory (alur) yang komprehensif seperti berikut:

BAGAN 1

sumber: Webster 2005

Bagan diatas merefleksikan masing-masing alur dari 4 bidang yang menjadi

trajektori pembangunan kota yang berkelanjutan, namun lebih lanjut dari pembahasan

ini akan dibahas pada sub bab berikutnya.

8

Page 9: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Otonomi daerah yang telah sedikitnya dijelaskan diatas merupakan sebuah

manifestasi dari konsep desentralisasi maka posisinya adalah memperkuat dari

konsep otonomi tersebut, dalam arti yang lain desentralisasi ialah urusan-urusan

pemerintahan yang semula termasuk wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat

sebagian diserahkan kepada badan/lembaga pemerintahan daerah agar menjadi urusan

rumah tangganya, sehingga urusan tersebut beralih kepada dan menjadi wewenang

daerah.12 Dalam posisi yang seperti ini daerah berada dalam suatu posisi yang sangat

penting dalam kaitannya dengan segala hal yang menyangkut stabilitas kehidupan dan

khususnya dalam hal ini ialah penataan ruang kota, karena pemerintah dalam hal ini

merupakan cerminan dari keinginan dan aspirasi masyarakat. Dengan adanya

kerangka desentralisasi dan otonomi daerah adalah momen penting yang sangat

berharga untuk membangun kebijakan yang lebih proporsional dan sesuai dengan alur

pembangunan berkelanjutan. Pun demikian, dengan adanya desentralisasi dan

otonomi daerah seidaknya hanya dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu tujuan

demokrtasi dan kesejahteraan.13

Adalah kedua tujuan tersebut sebagai landasan yang utama yang kemudian

dari keduanya dijabarkan segenap pencapaian-pencapaian yang ingin diraih. Nilai

demokrasi sebagai tujuan yang pertama adalah sebuah nilai yang sangat fundamental

dari kehidupan berbangsa dan bernegara disamping itu adalah sebuah indikator dari

pelaksanaan pemerintahan yang Good Governance. Sedangkan tujuan yang kedua

adalah kesejahteraan, sejahtera dalam hal ini merupakan tujuan mengapa adanya suatu

sistem yang dinamakan desentralisasi. Karena dengan desentralisasi akan menjamin

adanya kebebasan daerah untuk menentukan dengan kemampuan dan potensi yang

prioritas dan proporsional bagi dirinya, sehingga pencapaian kesejahteraan akan

berlangsung secara optimal dan efisien. Dari semua hal tersebut maka kaitannya

dengan pembanguna penataan ruang kota yang berkelanjutan adalah salah satu

pencapaian dari dua tujuan fundamental seperti disebutkan diatas, dengan begitu

peran otonomi daerah dan desentralisasi sangat krusial dalam menunjang

pembangunan penataan ruang kota yang berasaskan kepada pembangunan

berkelanjutan.

1. Isu eksternal

12Koswara E, Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, Universitas Gajah Mada, Disertasi, Yogyakarta, 1995, hlm. 69

13Haryo Sasongko, Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Pada Pembangunan Perkotaan, Op.,Cit, hlm. 110

9

Page 10: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Sebelum beranjak kepada permasalahan internal, maka akan dibahasa terlebih

dahulu mengenai permasalahan eksternal dalam kota. Permasalahan inti dari faktor

eksternal adalah mengenai keterkaitan antara kota dan desa serta wilayah-wilayah lain

yang berada pada wilayah sekitar kotra inti, kaitannyadengan kota megapolitan adalah

bagaimana mengatur kesesuaian antara daerah disekitar dan daerah penyangga kota

inti.

Permasalahan klasik yang sering terjadi disini ialah masalah urbanisasi dan

gejala yang ditimbulkan akan dapat merusak tatanan sistem kota apabila tidak diatur

secara seksama dan tertata secara baik. Keterkaitan antara desa dan kota merupakan

hal yang penting dalam membangun konstelasi arus pembangunan antara keduanya,

keterkaitan tersebut kemudian akan menimbulkan suatu hubungan yang bertautan

(Continum) yang dimana masyarakat didalamnya memecahkan persoalan kemiskinan,

urbanisasi, dan hal-hal yang penting lainnya.

Penjelasan tabel berikut ini akan mendeskripsikan bagaimana hubungan yang

erat antara desa-kota, yaitu pembangunan yang terintegrasi dan selalu seimbang. Jika

diperhatikan dalam hubungannya dengan faktor eksternal, apabila antara kota dan

desa tidak terjadi keseimbangan maka dapat dipastikan tidak akan mendukung

pembangunan kearah yang berkelanjutan. Oleh karena itu pembangunan kota dalam

kerangka faktor eksternal harus terintegrasi dengan daerah-daerah disekitarnya yaitu

keterkaitan antara desa-kota.

BAGAN 2

Peran Kota dan Desa serta Keterkaitannya

Desa (lokasi Kegiatan

Pertanian dan SDA)

Keterkaitan Kota (Lokasi Kegiatan

Non Pertanian)

Produksi Makanan Pemasaran Produksi Pertanian

Produksi tanaman pertanian dan

perkebunan dan sumber daya

alam

Pusat Pengolahan Produksi

pertanian dan perkebunan serta

eksport

Permintaan input kegiatan

pertranian danjasa pelayanan

pertanian

Pusat jasa pelayanan bagi

produksi pertanian

Permintaan barang dan jasa

pelayanan kesehatan,

pendidikan, perdagangan,

hiburan, keuangan

Pusat perdagangan barang

kebutuhan rumah tangga dan

lainnya, fasilitas sosial dan

hiburan

10

Page 11: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Transfer surplus ke sektor non

pertanian

Investasi lokal bagi sektor

pengolahan dan jasa pendukung

kegiatan petanian

Sektor tenaga kerja On farm dan

Off farm

Sektor tenaga kerja non

pertanian

Sumber: Douglas, 1999

Namun dalam realita dan tataran praktis kita menemukan justru keterkaitan tersebut

tidak didapatkan dalam sebuah hubungan yang harmonis, apatah lagi ada semacam

perasaan skeptis mengenai kota dan desa. Desa diartikan sebuah daerah yang kumuh

(Slum) dan tidak memilki potensi berkembang, namun sesungguhnya pandangan

tersebut adalah salah dankeliru. Desa adalah penyangga bagi kehidupan kota yang

merupakan pusat kegiatan, dimana berbagai supply kebutuhan masyarakat kota

sedangkan di lain pihak kota adalah tempat berpusatnya tempat-tempat atraktif

(Amenity) yang menjadi kebutuhan masyarakat rural. Dengan begitu keterkaitan yang

integral tersebut harus tetap dibina dan ditata secara strategis sesuai dengan

pembangunan CDS (City Development Strategic) yang akan dibahas lebih lanjut pada

pembahasan selanjutnya.

Selain permasalahan hubungan yang erat antara desa-kota, adalah isu

urbanisasi dalam keberlanjutan hubungan tersebut, urbanisasi yang tidak terkontrol

akan menambah masalah bagi sistem penataan kota terkait dengan akses terhadap

fasilitas publik meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa arus urbanisasi tidak akan

dapat dihindari. Menurut data dari City Alliance Group pada tahun 2005 saja

penduduk dunia yang tinggal di daerah urban mencapai angka 3,2 miliar jiwa dan

akan tumbuh sebesar 75 % pada tahun-tahun berikutnya.14oleh karena itu harus ada

sebuah stategi yang optimal untuk menangani arus laju pertumbuhan urbanisasi

tersebut dengan menerapkan suatu srategi yang terintegrasi dalam suatu konsep.

2. Isu Internal

Beranjak kepada masalah internal kota maka kita akan menemukan beberapa

isu masalah yang berkaitan langsung dengan kehidupan kota didalalamnya. Namun

sebelum melangkah kepada permasalahan internal tersebut, maka kita akan

memperkenalkan terlebih dahulu beberapa strategi pembangunan yang terangkum

dalam CDS (City Development Starategy). Dalam kerangka konsep CDS dijelaskan

beberapa permasalahan yang esensial mengenai permasalahan-permasalahan yang

14http://www.citiesalliance.org/activities-output

11

Page 12: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

secara langsung menghambat pembangunan, pun demikian dalam kerangka CDS juga

bertujuan untuk memaksimalkan performa perencanaan pembangunan yang intergral.

Kenyataan saat ini di Indonesia menggambarkan suatu konsep penataan kota

yang belum optimal dan integral, meskipun pada UU no 26 tahun 2007 mengenai tata

ruang kota mengamanatkan penataan yang optimal dan integral.15 Dengan begitu

dapat kita lihat hasil yang selalu mengecewakan terutama dari kebijakan pemerintah

daerah yang gagal dalam mengintegrasikan pembangunan kota yang berkelanjutan.

Kenyataan yang ingin dicapai adalah dengan adanya CDS dan keterpaduan dasar

hukum (UU no 26 2007) akan mampu merubah paradigma kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Diantara beberapa isu dan solusi yang ditawarkan CDS setidaknya patut

diperhatikan dan menjadi masukan yang berharga bagi pembuat kebijakan, beberapa

hal tersebut antara lain16:

a). Mata Pencaharian (Livelihood)

Masyarakat dengan mata pencaharian yang menghasilkan pendapatan yang

memadai adalah sebuah indikator awal bagaimana membangun starting point yang

baik untuk memulai pembangunan kota yang sehat. analisa dari masalah ini dapat kita

ketahui bahwa kebanyakan timbulnya kemiskinan dan slums area atau daerah miskin

adalah disebabkan akses publik yang tidak memadai dan kebijakan yang salah

mengenai kesempatan masyarakat luas untuk mendapatkan mata pencaharian yang

layak. Dari hal tersebut akibatnya adalah menurunnya daya beli masyarakat yang

berpengaruh kepada kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang pada

dasarnya pajak tersebut diperlukan untuk membangun fasilitas kota dan akses publik

lainnya.

15Hal ini bisa dilihat pada Bab II pasal 2 UU no 26 tahun 2007 mengenai tata ruang kota yang menyebutkan” Dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:

1. keterpaduan2. keserasian,keselarasan, dan keseimbangan3. keberlanjutan4. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan5. keterbukaan6. kebersamaan dan kemitraan7. perlindungan kepentingan umum8. kepastian hukum dan keadilan9. akuntabilitas16CDS adlah sebuah konsep integral yang kemudian di pelopori oleh The City Alliance dengan

mengemukakan beberapa isu dan solusi integral. Untuk lebih lanjut lihat http//:www.citiesalliance.org

12

Page 13: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Memang hal ini seperti layaknya bumerang yang mengancam kota, dari

sebuah kebijakan yang salah akan berdampak langsung kepada pendapatan

pemerintah dalammembangun kota. Oleh karena itu ada beberapa strategi untuk

menciptakan mata pencaharian (Livelihood) yang mampu memberdayakan

masyarakat yang pada akhirnya mampu mendapatkan mata pencaharian yang layak.

Strategi tersebut antara lain:

1. Menciptakan iklim bisnis (Business Climate)

Iklim bisnis merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

menciptakan peluang kerja yang baik bagi masyarakat urban, menurut laporan world

bank’s pada 200417 kenyataan yang dapat disaksikan adalah bahwa dengan banyaknya

peluang iklim bisnis akan mendatangkan banyak investasi yang tentunya akan

menguntungkan kota tersebut.

Lagi-lagi disini adalah kebijakan pemerintah yang harus tepat sasaran dan

berdayaguna, artinya bahwa dengan membuat kebijakan untuk menciptakan small-

business orientation dengan sasaran agar masyarakat mampu menciptakan usaha kecil

menengah dan tidak terbatas hanya untuk kalangan pemilik modal besar. Tetapi

berbeda apabila kita melihat beberapa kota miskin seperti Jakarta dan Nairobi18 yang

tidak mampu memberikan pelayanan dan akses terhadap usaha kecil bagi masyarakat

dan pemerintah tidak memiliki itikad baik untuk membantu usaha kecil tersebut.

Solusi dari permasalahan diatas khususnya untuk kota-kota di Indonesia secara

konkrit ialah bagaimana kemudian pemerintah memiliki itikad untuk menciptakan

peluang-peluang dan membantu usaha kecil menegah yang bersifat informal, baik itu

berupa pemberdayaan maupun subsidi dan pinjaman dana yang terjalin dalam struktur

finansial building (hal ini akan dibahas kemudian).

2. Kompetitif (Competitiveness)

Nilai kompetitif dari suatu kota merupakan dasar acuan untuk menjadikan kota

lebih atraktif dalam mengundang investasi-investasi baik sektor formal maupun

informal. Kebutuhan untuk menjadikan kota bernilai kompetitif dapat dilihat dari

indikator bagaimana pemerintah mampu memanfaatkan kelebihan-kelebihan alami

yang dimiliki suatu kota (endownment) seperti iklim, demografi kota, dan lain

sebagainya.

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia

17World banks report on city development 2004. Lihat http://www.worldbank.org18Ibid

13

Page 14: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Pengembangan mutu SDM terhadap masyarakat khususnya di kota adalah

suatu hal paling penting diantara faktor lainnya. Dengan pemanfaatan yang baik maka

masyarakat mampu mandiri dan mengembangkan potensi diri untuk mendapatkan

mata pencaharian dengan kemampuan skill yang handal pula.

Pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus memfasilitasi hal tersebut

dalam kaitannya membentuk SDM yang berkualitas, konkritisasinya ialah

(1) kemudahan akses untuk masyarakat pada lembaga pendidikan dan

pelatihan

(2) meningkatkan kualitas pelatihan terhadap beberapa program yang

disiapkan untuk melahirkan tenaga-tenaga profesional

(3) pendidikan yang berorienrtasi kepada pembangunan ekonomi

masyarakat urban.

Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut setidaknya mampu menyiapkan para

profesional yang handal untuk siap terjun dalam dunia kerja yang pada akhirnya

mampu mencapai taraf hidup yang layak, sehingga dengan kelayakan hidup tersebut

akan meningkatkan daya beli masyarakat termasuk didalamnya kemampuan

membayar pajak kepada pemerintah yang akan digunakan untuk membangun kota.

Sebagai contoh dapat kita lihat pada negara Thailand, ketika itu pemerintah

daerah Bangkok memiliki strategi setelah menghadapi krisis ekonomi 1997 untuk

memfokuskan pelatihan SDM kepada 100.000 orang yang akan disiapkan untuk

terjun pada sektor formal maupun informal. Hal itu ditujukan untuk memberikan

bekal yang cukup, dengan begitu mereka mampu bergerak dalam bidang usaha sesuai

skill dan potensinya, dan ternyata strategi tersebut berhasil dan mampu menciptakan

pembangunan tata kota yang baik.19 Tentu saja ini adalah strategi yang jitu yang

kemudian mampu menolong dari keterpurukan yang diakibatkan oleh krisis ekonomi

yang secara fundamental dapat menghambat laju pembangunan tata kota, dan

daripada itu seharusnya pemerintah Indonesia umumnya dan pemerintah-pemerintah

daerah di Indonesia memiliki inisiatif kebijakan yang sama dengan apa yang

dilakukan oleh Bangkok agar harapan-harapan tersebut dapat terwujud.

Secara umum system CDS dari penciptaan mata pencaharian yang baik dapat

dilihat dalam bagan berikut:

19Wyatt, David K. "Bangkok." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.

14

Page 15: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

BAGAN 3

sumber: citiesalliance.org

Proses diatas ialah suatu perputaran arah yang saling bertautan, dengan penciptaan

kebutuhan dasar (Basic Needs) oleh pemerintah akan mampu mengembangkan

kualitas sumber daya masyarakat untuk menciptakan aset bagi kota itu sendiri.

b). Meningkatkan Kualitas Lingkungan, Pelayanan, dan Efisiensi Energi

Faktor lingkungan adalah faktor yang juga sangat krusial dan fundamental

kaitannya dengan strategi pembangunan kota, dengan pemantapan strategi lingkungan

yang baik maka akan menciptakan iklim yang berdayaguna. Diantara isu lingkungan

ini anatara lain ialah permasalahan perhatian kota terhadap faktor external (dijelaskan

sebelumnya) yang berkaitan pada desa, perbatasan kota dan keadaan lingkungan di

daerah tersebut. Karena penataan ruang kota tidak melulu memperhatikan faktor

internal, tetepi lebih juga kepada faktor internal seperti apa yang telah diuraikan

diatas.

Beberapa strategi yang menjadi kajian utama masalah lingkungan dalam

kerangka penataan ruang kota antara lain:

1. kualitas lingkungan (environment quality)

Masalah kualitas lingkungan terkait dengan indikator udara dan air, apakah

tingkat polusi masih diambang batas atau bahkan telah melewati ambang batas yang

15

Page 16: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

ditentukan sesuai dengan strandar. Kebanyakan kota yang berkembang gagal

menyediakan fasilitas untuk memelihara keseimbangan seerti energy saving, fasilitas

pembuangan, drainase kota yang terkadang tidak tersistem secara lebih baik. Dengan

tidak tersistemnya kualitas air dan udara hal ini tentu saja akan mengganggu stabilitas

pembangunan kota itu sendiri.

2. sistem pelayanan (delivery system)

Sistem pelayanan yang berbasis lingkungan hidup adalah suatu strategi untuk

memonitor dan mengawasi perkembangan kelestarian lingkungan. Tujuannya adalah

memetakan beberapa daerah dalam kota yang tergolong miskin Slums yang kemudian

dari hal tersebut pemerintah memberikan basic needs atau kebutuhan yang dibutuhkan

oleh masyarakat.

Daripada itu juga dengan sistem ini pemegang kebijakan (decision maker)

akan mengetahui secara seksama terhadap daerah-daerah yang seharusnya memiliki

perhatian yang sangat serius yang kemudian akan mempermudah pemerintah dalam

memberikan pelayanan yang proporsional. Konsep ini dapat dilihat dari sistem

monitoring pelayanan (delivery monitory system) yang ada di Johannesberg Afrika

Selatan, dengan begitu pemerintah setempat mampu mengidentifikasi daaerah-daerah

yang perlu mendapatkan perhatian intensif terhadap masalah lingkungan.

3. efisiensi energy (energy efficiency)

Efisiensi energi apabila dilakukan secara terus menerus akan memberikan

implikasi yang sangat baik terhadap masyarakat terutama masalah pengeluaran biaya

dan lingkungan, bandingkan apabila sektor industri memiliki manajemen yang baik

terhadap efisiensi tersebut maka akan dapat mereduksi polusi yang mengotori udara.

Pemerintah dalam hal ini harus memiliki kebijakan yang strategis dalam

mejaga lingkungan. Disamping itu juga kebijakan terhadap penggunaan bahan bakar

alternatif yang lebih hemat seperti teknologi hybrid, dan terlebih lagi tentunya ramah

lingkungan.hal ini seharusnya menjadi agenda yang penting dan mulai digalakan oleh

seluruh Pemerintah daerah di Indonesia.

c.) Formasi Tata Ruang dan Infrastruktur Kota

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam strategi pembangunan kota ialah

masalah pengelolaan infrastruktur dan kawasan (pemukiman, industri, sarana fasilitas

publik, dan lain-lain). Da beberapa isu penting yang bekaitan dengan msalah ini

antara lain:

16

Page 17: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

1. Infrastruktur (infrastructure)

secara umum sarana dan prasarana yang berkaitan dengan infrastruktur kota

adalah sesuatu hal yang berada pada posisi inti dan menunjang kepada berhasil atau

tidaknya sutau pembangunan kota. Infrastruktur adalah elemen penting yang dapat

membangun perekonomian dan mobilitas penduduk. Meskipun pembangunan

infrastruktur yang memadai merupakan usaha yang sangat sulit dengan pendanaan

yang luar biasa, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang namun

pengadaan saranan publik tersebut harus tetap berdasar kepada konsep stabilitas

ekonomi, artinya bahwa dengan begitu akan meningkatkan nilai mobilitas

perekonomian penduduk.

Karena hubungannya dengan perekonomian kota ialah berkaitan, maka ada 3

dimensi utama: (1) infrastruktur ialah enablers yang memungkinkan terjadinya

berbagai kegiatan ekonomi, seperti ketersediaan jalan raya, jembatan, listrik dan

sarana komunikasi yang memicu adanya transaksi dalam perekonomian. (2)

infrastruktur merupakan input produksi, dalam hal ini seperti penggunaan listrik pada

industri. (3). Akses terhadap infrastruktur menetukan tingkat kesejahteraan

masyarakat . dengan begitu pemerintah perlu meningkatkan kemudahan dan fasilitas

infrastruktur kepada masyarakat luas seperti akses air bersih, transportasi yang mudah

dan murah, sanitasi dan lain-lain, pun demikian pembangunan infrastruktur juga harus

ditunjang oleh perekonomian yang baik.

Disini maka kita akan melihat betapa keterkaitan infrastruktur dengan

perekonomian sangatlah erat kaitannya. Oleh karena itu hal ini juga berkaitan dengan

lancarnya stabilitas ekonomi masyarakat kota, seperti dijelaskan lebih awal diatas

bahwa faktor mata pencaharian (Livelihood) yang baik secara langsung juga akan

membawa dampak positif terhadap pembangunan infrastruktur kota.

2. formasi kawasan pemukiman

Adalah penting membicarakan masalah pemukiman warga yang seringkali

ditemukan khususnya di Indonesia tidak tertata dengan baik dan benar. Kebanyakan

daerah miskin (Slums) tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.

Pemerintah dalam hal ini harus memiliki wawasan yang integral terhadap

pembangunan kawasan pemukiman yang baik, baik yaitu melihat suatu peluang yang

bisa dilakukan terhadap kawasan-kawasan seperti itu.

Analisa terhadap kawasan seperti demografi, atau merujuk kepada teknologi

pencitraan modern saat ini seperti GIS (Geographical Information System). keadaan

17

Page 18: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

lingkungan juga salah satu hal yang harus dipertimbangkan baik dari segi ekonomi

maupun ekologi. Integralisasi yang dimaksud diatas adalah sebuah bentuk

perencanaan kota yang tidak terpisah dari road map pembangunan, bahkan daerah

(slums) harus lebih diberikan perhatian.

d). Sumber Pendanaan Kota

Berbicara hal ini maka tidak akan terlepas dari hal-hal yang sebelumnya telah

dibicarakan. Penyediaan infratruktur, kawasan pemukiman dan fasilitas publik yang

memadai adalah suatu lingkaran yang saling berkaitan. Dengan sumber ekonomi yang

baik dan infrastruktur yang memadai maka pendanaan kota lebih baik.

Namun permasalahan adalah ketika berada pada kota yang miskin, sumber

pendanaan justru akan mempengaruhi pelayanan dan akses publik kepada masyarakat,

yang sebenarnya dana pemerintah pun didapat dari pajak msyarakat. Namun

bagaimana masyarakat akan membayar pajak yang sesuai apabila stabilitas ekonomi

rakyat sedang melemah dan tidak merata. Oleh karena itu solusi yang harus dicapai

dan diusahakan ialah :

1.Pemberdayaan masyarakat dengan kualitas SDM

2.Membangun paradigma kota melalui kebijakan yang responsif

3.Mengembangkan dan membantu serta memfasilitasi usaha-usaha menengah kecil.

Dibawah ini adalah bagan bagaimana pendanaan kota tersebut bila hanya berasal dari

sektor publik saja akan menghasilkan nilai yang kecil, dan untuk menghasilkan

pendanaan yang memadai harus melibatkan sektor-sektor lain.

BAGAN 4

18

Page 19: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Sumber: Webster 2000

3. Peran Pemerintah dan Administrtasi Negara dalam Mewujudkan

Pembangunan Kota Berkelanjutan

Dalam beberapa uraian diatas sedikitnya telah disingung menegani peran

pemerintah dalam pembangunan dan penataan ruang kota. Maka disini akan

dikemukakan lebih lanjut bagaimana peran tersebut berjalan dan hal apa saja yang

harus dilakukan pemerintah dalam hal ini sebagai pemutus kebijakan (decision maker)

yang menentukan semua arah pembangunan.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari pemerintah aderah disni

khususnya sebagai elemen yang paling dekat langsung kepada masyarakat kota

dibanding dengan pemerintah pusat. Faktor tersebut antara lain:

1. Kerangka kebijakan

2. Birokrasi dan administrasi yang proporsional

3. Optimaslisasi peran pemerintahdalam konteks desentralisasi

4. SDM yang mumpuni dari aparatr pemerintah

19

Page 20: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

5. Membangun relasi dan kerjasama yang kooperatif dengan pihak swasta seperti

investor dan masyarakat sipil laiinya yang memiliki peran penting dalam

pembangunan kota.20

Hal-hal diatas adalah sebuah parameter yang mengahruskan pemerintah mengacu

kepadanya, dalam sistem pembangunan kota yang berkelanjutan harus juga

diperhatikan mengenai isu desentralisasi dan otonomi daerah. Indonesia sebagai

negara yang menganut prinsip tersebut belum sepenuhnya efektif dilaksanakan oleh

Pemerinrtah daerah, apatah lagi tidak didukung dengan SDM dan sarana yang

memadai.

Pun demikian kita harus optimis dan tetap berkeyakinan bahwa pembangunan

kota di Indonesia harus tetap digalakan dengan mengintegrasikan konsep-konsep yang

baku dan menghilangkan ganjalan-ganjalan yang selama ini menghalangi. Oleh

karena pembenahan yang serius dan dukungan dari semua elemen baik pemerintah

maupun masyarakat luas harus selalu beriringan dan selaras.

Terkait dengan peranan administrasi negara dalam hal penataan ruang kota,

maka kita berbicara bebertapa konsep dan variable yang utama seperti perizinan dan

koordinasi.

a). Perizinan (Vergunning)

Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat

pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi,

sertifikasi, penentuan ko=uota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya

harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum

yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.

Mengacu kepada uraian penataan ruang kota khususnya poin pendanaan

terhadap kota, maka kita sadari bahwa aspek perizinan sangat penting untuk memicu

datangnya para investor, meskipun demikian perizinan yang dikelola oleh pemerintah

harus dikelola secara bijak, dan mempertimbangkan seluruh aspek terkait dengan

masalah sosial.

b). Koordinasi

Hal yang tidak kalah pentingnya ialah masalah koordinasi, dalam konsep

administrasi negara koordinasi berfungsi untuk untuk menggerakan dan

20 The Cities Alliance, Guide to City Development Strategies; Improving Urban Performance, The Cities Alliance, Washington D.C, 2006, hlm. 28-37

20

Page 21: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

memperlancar pelaksanaan pembangunan, karenanya kegiatan pemerintah harus

dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk mencegah timbulnya tumpang tindih,

perbenturan, kesimpangsiuran dan kekacauan. Karena koordinasi harus dilakukan.

Berkaitan dengan pembangunan tata ruang kota berkelanjutan, maka

koordinasi di lingkungan pemerintahan daerah sangat penting artinya bagi

terselenggaranya tujuan dan rencana yang telah disepakati. Dalam konteks

pembangunan tata ruang kota yang memadai, maka setidaknya terdapat berbagai

elemen dan institusi pemerintah di daerah yang terlibat. Dengan adanya koordinasi

yang baik dan terpadu maka dapat diharapkan adanya keserasian pandangan dan

tujuan sehingga tercipta sebuah langkah yang sinergi dari pemerintah daerah dalam

berbagai hal umumnya dan dalam hal penataan ruang kota pada khususnya.

D. Penutup

Demikianlah dari uraian diatas mengenai beberapa hal yang berkenaan dengan

masalah penataan ruang kota dan kaitannya dengan otonomi daerah yang ditinjau dari

aspek hukum administrasi negara, karena itu didapatkan beberapa kesimpulan yang

antara lain:

1. Diantara isu strategis dalam pengembangan kota dan pembangunannya adalah

terpusat pada masalah eksternal dan internal. Yang dimaksud dengan isu

eksternal adalah hal-hal yang berkaitan dengan desa, pinggiran kota dan

daerah sekitar pinggiran kota. Adapun isu internal berkaitan langsung dengan

permasalahan yang cukup kompleks seperti ekonomi, lingkungan,

infrastruktur, kawasan industri dan pemukiman, dan kebijkan pemerintah. Hal

tersebut dapat dilihat dari alur pembangunan (trajectory) bagan 1.

2. Adapun peran pemerintah sangatlah penting dalam setiap kebijakan dan setiap

bidang yang berkaitan dengan pembangunan kota. Pemberdayaan SDM,

proporsionalitas kebijakan dan mudahnya birokrasi adalah salah satu hal

penting yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai pemain utama dalam

kebijakan penataan kota. Oleh karena itu optimalisasi peran kebijakan yang

sesuai dengan amanat UU no 32 tahun 2004 mengenai otonomi daerah harus

dilakukan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

3. Peranan administrasi negara sebagai salah satu elemen penting dalam masalah

pengejawantahan konsep tata ruang dan otonomi daerah merupakan konsep

dasar yang juga ikut menunjang daripada keberhasilan penerapan penataan

ruang yang baik dan optimal.

21

Page 22: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

DAFTAR PUSTAKA

1. BukuBagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi daerah, PSH UII, Yogyakarta: 2005

Daud Silalahi, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Pengelolaan (termasuk perlindungan) Sumber Daya Alam Yang Berbasis Pembangunan Sosial dan Ekonomi, makalah pada seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar ,Bali.

Douglas, Mike, Alternative Development of Intermediate Cities Based on Endogenous Growth Potential in The Curent Context of Urbanization, Department of Urban an Regional Planning, University of Hawai, 1991.

Gita Chandrika Napitupulu, Isu Strategis dan Tantangan Dalam Pembangunan Perkotaan, dalam Bunga Bungan Rampai Pembangunan Kota Indonesia Abad 21, Urban and Regional Development Institute (URDI) dan Yayasan Sugijanto Soegijoko, Jakarta: 2005

Haryo Sasongko, Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Pada Pembangunan Perkotaan, dalam “Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21”, URDI dan Yayasan Sugijanto Soegijoko, Jakarta, 2005

Koswara E, Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, Universitas Gajah Mada, Disertasi, Yogyakarta, 1995

Lembaga Administrasi Republik Indonesia, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997

L.S Bourne & J.W Simmons, “System of Cities”, Oxford Univ. Press, 1978

Muchsan, Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1981

Sjachran Basah, Perlindungan Hukum atas Sikap Tindak Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1992

The Cities Alliance, Guide to City Development Strategies; Improving Urban Performance, The Cities Alliance, Washington D.C, 2006

Webster, Dougla, and J. cai, Larissa Muller et. Al. 2005. Xiames: A World of Global Connections, Hong Kong and Shanghai: Shui On Land Limited.

2. Ensiklopedia DigitalForbes, Dean K. "Republic of Indonesia." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD].

Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.

22

Page 23: Konsep HAN dalam Penataan Ruang Kota

Wyatt, David K. "Bangkok." Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.

3. Halaman Websitehttp://www.worldbank.orghttp://www.citiesalliance.org/activities-outputhttp://www.undp.org/governance/

4. Undang-undangUU No 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan DaerahUU No 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang Kota

23