lansekap politik penataan ruang · 2011. 9. 26. · outline i. pengantar ii. konflik penataan...

51
LANSEKAP POLITIK PENATAAN RUANG ERNAN RUSTIADI Center for regional Systems Analysis, Planning and Development (CRESTPENT) Bogor Agricultural University (IPB)

Upload: others

Post on 15-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • LANSEKAP POLITIK PENATAAN RUANG

    ERNAN RUSTIADI

    Center for regional Systems Analysis, Planning and Development (CRESTPENT) Bogor Agricultural University (IPB)

  • Outline

    I. PENGANTAR

    II. KONFLIK PENATAAN RUANG: Pertarungan Politik Ruang

    III. URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG (menurut UU 26/2007)

    IV. URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG KEHUTANAN (menurut UU 26/2007)

    V. PENUTUP

  • I PENGANTAR

  • Penataan Ruang vs

    Pengelolaan Sumberdaya Bersama (Common Pool Resources/CPRs)

    Adanya penataan ruang timbul dari timbulnya permasalahan dan kesadaran di dalam pengelolaan sumberdaya-sumberdaya bersama (CPRs) dalam perspektif spasial dan fisik

    Efektivitas penataan ruang dan pengelolaan sumberdaya tidak semata-mata ditentukan oleh aspek-aspek teknis tetapi juga sangat ditentukan oleh pengaturan kelembagaannya (institutional arrangement)

  • Perspektif Ekonomi tentang Penataan Ruang

    Pandangan “ekonomi klasik dan neoklasik” mengakui ‘kegagalan pasar bersaing sempurna’ (market failure) terkait dengan:

    (1) barang publik (the commons) dan konsumsi kolektif,

    (2) eksternalitas atau efek spill over, dan

    (3) kondisi “dilema narapidana” (prisonner dilemma)

    (4) isu-isu sistem distribusi.

  • Public goods, externality and market failure problems

    • Market Failure (kegagalan pasar): tidak adanya koodinasi

    pasar hingga tidak sanggup untuk menyediakan banyak barang secara efisien (produktif) dan berkelanjutan

    • Sifat-sifat public good, eksternalitas dan kegagalan pasar adalah satu mata rantai yang sering timbul di dalam pengelolaan SDA dan ruang.

    • Penataan Ruang adalah bentuk intervensi positif berdimensi ruang dalam menanggulangi kegagalan pasar

    • Intervensi dilakukan oleh institusi publik, yakni institusi masyarakat (lokal), pemerintah dan institusi global

  • Tragedy of the commons (Garret Hardin, 1968)

    • Apabila seseorang membatasi penggunaan sumberdaya dan tetapi tetangganya (masyarakat lainnya) tidak, maka (kuantitas/kualitas) sumberdaya akan turun (ruin)

    • orang yang membatasi penggunaan sumberdaya tadi akan kehilangan keuntungan jangka pendek akibat alokasi yang dilakukan orang tersebut.

  • Rejim Pengelolaan atas Sumberdaya Bersama (Ostrom et al., 2002)

    (1) State Property

    (2) Common Property

    (3) Private Property

    (4) Open Access

  • Dapatkah Penataan Ruang tanpa Pengaturan Penguasaan?

    Penataan (Ruang) vs Penatagunaan Tanah

    Pengaturan

    Penggunaan &

    Pemanfaatan

    Pengaturan

    Penggunaan,

    Pemanfaatan &

    Penguasaan

  • Bundle of rights atas sumberdaya (Schagler and Ostrom, 1992)

    • Access: otoritas untuk masuk • Withdrawal: otoritas untuk pengambilan unit sumberdaya • Management: otoritas membuat keputusan bagaimana

    pemanfaatan sumberdaya • Exclusion: otoritas memutuskan siapa boleh (tidak boleh

    masuk) • Transfer: otoritas menjual, menyewakan atau mewariskan

    Dua hak pertama adalah level operasional dan tiga sisanya hak

    pilihan bersama (collective choice rights) Semakin lengkap hak-hak dimiliki semakin bersifat private,

    semakin sedikit semakin ke arah common property right.

  • Faktor Penentu Institutional Design

    • karakteristik SDA

    • karakteristik user/stakeholders

    • keseimbangan antara supply dan demand,

    • dari sistim nilai (ideologi).

  • Prinsip yang dapat meningkatkan keragaan disain kelembagaan pengelola CPRs (Ostrom 1990; Tucker 1999;

    Bardhan 1999):

    • Peraturan dibuat dan diselenggarakan oleh pengguna sumberdaya

    • Dibuat aturan yang relatif mudah dimonitor • Aturan dapat diberlakukan (enforcable) • Sanksi diterapkan • Ajudifikasi tersedia dengan biaya yang murah • Sistem monitoring dan aparatnya akuntabel • Lembaga-lembaga pengaturan CPRs berada dalam

    beberapa tingkatan • Prosedur-prosedur dimunculkan berdasarkan aturan-

    aturan yang terevisi

  • Fase dan Isu Sistem Penataan Ruang di Indonesia

    Open Access

    &

    Market failure

    Penataan Ruang

    (Public Sectors)

    Government Failure

    Trans- Boundary

    Mechanism (Penataan

    Ruang Wilayah Fungsional)

    Penguatan Common Property

    Urban Bias

    Terrestrial Bias

    Government Bias

    Administrative bias

    Participatory

    Sustainable welfare

    Kesejahteraan

    Keberlanjutan

    Pemerataaan

    /Keadilan

  • II KONFLIK PENATAAN RUANG:

    Pertarungan Politik Ruang

  • Konflik Penataan Ruang

    • Lansekap politik tata ruang Indonesia tidak semata diwarnai konflik kepentingan “klasik”: pemerintah vs swasta vs masyarakat

    • Konflik yang lebih tajam justru terjadi pada konflik internal antar institusi pemerintah:

    sektor vs sektor vs …….vs sektor vs Pemda

  • Konflik-konflik tata ruang dalam sistem pemerintah

    1. Konflik peraturan perundangan

    2. Konflik Kewenangan dan kepentingan lembaga

    3. Konflik terkait nomenklatur (peristilahan)

  • Konflik Peraturan Perundangan

    Kajian Sumarjono, Hasan, Rustiadi, dan Damai (2009) tentang Review 12 UU terkait pengelolaan SDA:

    Ketidakkonsistenan berbagai UU terkait penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan SDA

    Sektoralisme pengelolaan SDA

    Tidak/kurangnya Sinkronisasi horisontal antar UU terkait SDA

  • Hipotesis Lansekap Politik Institusi Pemeritah dalam Tata Ruang di Indonesia

    Institusi UU/PP Kepentingan

    Objektif/Umum Subjektif

    K Kehu- Tanan

    UU 41/1999 PP 10/2010

    Pelestarian Hutan Kewenangan eksklusif pengelolaan Kaw Hutan

    Kemen PU

    UU 26/2007 PP 26/2008 PP 15/2010

    Koordinasi Penataan Ruang

    Kemudahan pengembangan infrastrukutur jalan (tol)

    BPN UU 5/1960 PP 11/2010

    Reforma Agraria Mempertahankan Kewenangan terpusat hak guna tanah

    Bappenas UU 25/2004 Koordinasi Sist Perenc Nasional

    Superioritas kebijakan sistem perencanaan nasional, termasuk yg berdimensi spasial

    PEMDA UU 32/2004 Pembangunan Daerah

    - Otonomi lebih luas tata kelola SDA daerah – - Meningkatkan PAD

    KLH UU 32/2009 Pembangunan Berwawasan Lingkungan

    Kewenangan perencanaan & pengendalian yang lebih luas dalam pengel SDA, Lingkungan & wilayah

    K Perta- Nian

    UU 41/2009 Ketahanan Pangan -Mencegah alih fungsi lahan sawah - perlindungan usaha agribisnis (perkebunan)

    K ESDM UU 22/2001 UU 4/2009

    Pembangunan Energi & SD devisa Nasional

    -Akses penambangan di kaw lindung - Hak eksklusif kaw tambang

  • Pergeseran Kewenangan atas Ruang

    Hub Hukum

    Org –

    SDA/Ruang

    Pemanfaatan

    Ruang

    UUPA

    (UU 5/1960)

    UU Penataan Ruang

    (UU 24/1992; UU 26/2007) Bappenas PU

    UU Kehutanan/KSDA

    (UU 5/1967; UU 5/1990;

    UU 41/1999)

    Ruang

    Kawasan

    Hutan

    Kawasan

    Non

    Hutan

    UUPA

    (UU 5/1960)

  • Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) Kepres 4/2009

    Ketua: Menko Bidang Perekonomian;

    Wk Ketua I: Menteri PU; Wk Ketua II: Menteri Dalam Negeri;

    Sekretaris : Menneg PPN/Ka Bappenas

    Anggota :

    1. Menteri Pertahanan; 2. Menteri ESDM;

    3. Menteri Perindustrian;

    4. Menteri Pertanian;

    5. Menteri Kehutanan;

    6. Menteri Perhubungan;

    7. Menteri Kelautan dan Perikanan;

    8. Menteri Negara Lingkungan Hidup;

    9. Kepala Badan Pertanahan Nasional;

    10. Wakil Sekretaris Kabinet.

    Ketua Tima Pelaksana: Men PU

    Wk Ketua I :Deputi Perekononomian Bdg Infrastruktur dan Bangwil

    Wk Ketua II : Deputi Ka Bappenas Bdg Pengembangan Regional dan OTDA

    Wk Ketua III: Direktur Jenderal Bina Bangda Depdagri

  • Terdapat tiga kondisi penggunaan istilah penatagunaan pada peraturan perundangan yang dikaji:

    1. Terdapat istilah penatagunaan, dimana istilah tersebut dapat

    dipilah menjadi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan

    2. Terdapat istilah penatagunaan, tetapi istilah tersebut merupakan

    bagian dari istilah lain (makna yang berbeda)

    3. Tidak terdapat istilah penatagunaan, namun digunakan istilah lain

    (umumnya dengan istilah pengelolaan)

    Contoh Kasus: Istilah “Penatagunaan”

    Istilah lain yang bermasalah: zonasi, penggunaan, pemqanfaatan, pengelolaan, penataan, dll.

  • Konflik-konflik Penataan Ruang Vertikal

    • Kasus Pegununungan Kendeng, Pati (lihat Husaini et al., 2011)

    • Kasus Provinsi Riau (lihat Raflis, 2011)

  • III

    PENUTUP

  • • Penataan Ruang Membutuhkan dukungan Sistim Informasi yang handal (tersedia, akurat, konsisten, dll)

    • Politik Ruang yang tidak kondusif telah menciptakan berbagai bentuk “konflik” penataan ruang dan “ketidakpastian” tata kelola ruang

    • Ketidakpastian akibat berbagai ketidakkonsistenan sistem penataan ruang adalah “ladang empuk” bagi pemburu rente (korupsi, manipulasi, dll)

  • • Ketidakpastian menjadi Hambatan utama bagi kegiatan investasi (kepastian usaha, pengadaan sumberdaya publik, dll) dan menimbulkan Biaya Ekonomi Tinggi

    • Diperlukan sinkronisasi sistem perundangan atau adanya peraturan perundangan pengelolaan sumberdaya alam yang berdiri di atas semua sektor

    • Perlu adanya “percepatan” regulasi peraturan turunan teknis menjembatani aturan perundangan yang ada

  • • Lembaga penataan ruang yang kokoh di atas kepentingan semua sektor

    • Penyelarasan ulang nomenklatur penataan ruang

    • Penataan ruang yang berkelanjutan perlu melibatkan multipihak secara partisipatif partisipatif dengan memperhatikan aspek ekologi, mitigasi bencana, gender, kebutuhan masyarakat dan kebutuhan khusus yang terintegrasi secara program maupun secara spasial.

  • • Lembaga-lembaga non pemerintah (LSM) dapat berperan mengisi peran pengawasan dan pengendalian penataan ruang

    • Moral hazard: riset dijadikan menjadi alat ”pembenaran” penyimpangan

    • Perlu pengembangan penelitian-penelitian terkait dengan korupsi dan sistem pengawasan/pengendalian penataan ruang

    • Perlunya penguatan jaringan advokasi penataan ruang dalam penguatan

  • III

    URAIAN SINGKAT SISTEM PENATAAN RUANG

    (menurut UU 26/2007)

  • Penyelenggaraan Penataan Ruang

    Pengaturan

    upaya untuk

    memberikan

    landasan normatif

    bagi Pemerintah,

    pemerintah daerah,

    dan masyarakat

    dalam penataan

    ruang

    Pembinaan

    upaya untuk

    meningkatkan

    kinerja

    penataan ruang

    yang diseleng-

    garakan

    oleh Pemerintah,

    pemerintah daerah,

    dan masyarakat

    upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui

    pelaksanaan perencanaan tata ruang, peman-

    faatan dan pengendalian Pemanfaatan ruang

    upaya agar

    penyelenggaraan

    penataan ruang

    dapat diwujudkan

    sesuai dengan

    peraturan

    perundang-

    undangan yang

    berlaku

    Perencanaan

    Tata Ruang

    Penyusunan

    rencana tata

    ruang

    Penetapan

    rencana tata

    ruang

    Pemanfaatan

    Ruang

    Pelaksanaan

    program

    pembangunan

    beserta

    pembiayaannya

    dengan

    mengacu pada

    fungsi yang

    ditetapkan

    dalam RTR

    Pengendalian

    Pemanfaatan

    Ruang

    Perizinan

    Insentif –

    disinsentif

    Peraturan

    zonasi

    Sanksi

    Pelaksanaan Pengawasan

    Penyusunan pedoman

    dan peraturan

    perundang-undangan

    bidang penataan

    Ruang

    Pemerintah kepada

    pemerintah daerah dan

    masyarakat

    Pemprov. kepada

    Pemerintah Kab./Kota

    dan masyarakat

    Pemerintah Kab./Kota

    kepada masyarakat

    Pemantauan

    Evaluasi

    Pelaporan

    Suatu proses

    untuk menentukan

    struktur dan pola

    ruang

    dimasa depan

    yang meliputi

    penyusunan dan

    penetapan

    rencana

    tata ruang

    Upaya untuk

    mewujudkan

    struktur ruang

    dan pola

    ruang sesuai

    rencana tata

    ruang melalui

    penyusunan

    dan pelaksanaan

    program beserta

    Pembiayaanny

    Upaya untuk

    mewujudkan

    tertib tata ruang

    sehingga pemanfaatan

    ruang sesuai dengan

    rencana tata ruang

    melalui pengaturan

    zonasi, perizinan,

    pemberian insentif &

    disinsentif,

    pemantauan, evaluasi,

    dan pengenaan Sanksi

    DJPR-Dep. PU

  • LINGKUP PELAKSANAAN

    Pelaksanaan

    penataan

    ruang

    B. PEMANFAATAN RUANG

    C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN

    RUANG

    A. PERENCANAAN TATA RUANG

    suatu proses untuk menentukan struktur ruang

    dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan

    penetapan rencana tata ruang

    upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan

    pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang

    melalui penyusunan dan pelaksanaan program

    beserta pembiayaannya

    upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang

    24

  • C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

    • Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan

    zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

    • Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang

    dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.

    2.7. …Lanjutan

    A. PERENCANAAN TATA RUANG

    • Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.

    • Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem permukiman danrencana sistem

    jaringan prasarana.

    • Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

    B. PEMANFAATAN RUANG

    • Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta

    pembiayaannya.

    • Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata

    ruang, dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air,

    penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.

    25

  • RUANG LINGKUP PELAKSANAAN

    Pelaksanaan

    penataan

    ruang B. PEMANFAATAN RUANG

    C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

    A. PERENCANAAN TATA RUANG

    suatu proses untuk menentukan struktur

    ruang dan pola ruang yang meliputi

    penyusunan dan penetapan rencana tata

    ruang

    upaya untuk mewujudkan struktur ruang

    dan pola ruang sesuai dengan rencana tata

    ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan

    program beserta pembiayaannya

    upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang

    24

  • C. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

    • Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi,

    perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

    • Pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan

    sesuai dengan rencana tata ruang.

    A. PERENCANAAN TATA RUANG

    • Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.

    • Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem permukiman danrencana sistem

    jaringan prasarana.

    • Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

    B. PEMANFAATAN RUANG

    • Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang

    beserta pembiayaannya.

    • Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata

    ruang, dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air,

    penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.

  • Rencana Tata

    Ruang Umum

    Rencana Tata

    Ruang Rinci

    RTRWN

    RTRWK

    RTRWP

    RTR Pulau/Kepulauan

    RTR Kawasan Strategis Nasional

    RTR Kawasan Strategis Provinsi

    Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)

    RTR Kawasan Strategis Kab/Kota

  • Berbagai Bias dalam Sistem Penataan Ruang Indonesia saat ini

    • Government Bias • Urban Bias • Planning Bias

    • Terrestrial Bias

    • Administrative Region &

    Economic Bias

    • Participatory

    • Urban-Rural linkages

    • Spatial Arrangement as process

    • Archipelagic Nation Based

    • Administrative & Functional Region (Ecoregion)

  • HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

    H A K KEWAJIBAN

    a. mengetahui rencana tata ruang;

    b. menikmati pertambahan nilai ruang

    sebagai akibat penataan ruang;

    c. memperoleh penggantian yang layak

    atas kerugian yang timbul akibat

    pelaksanaan kegiatan pembangunan

    yang sesuai dengan rencana tata ruang;

    d. mengajukan keberatan kepada pejabat

    berwenang terhadap pembangunan di

    wilayahnya yang tidak sesuai dengan

    rencana tata ruang di wilayahnya;

    e. mengajukan tuntutan pembatalan izin

    dan penghentian pembangunan yang

    tidak sesuai dengan rencana tata ruang

    kepada pejabat berwenang; dan

    f. mengajukan gugatan ganti kerugian

    kepada pemerintah dan/atau pemegang

    izin apabila kegiatan pembangunan yang

    tidak sesuai dengan rencana tata ruang

    menimbulkan kerugian.

    a. menaati rencana tata ruang

    yang telah ditetapkan;

    b. mematuhi larangan:

    memanfaatkan ruang

    tanpa izin pemanfaatan

    ruang dari pejabat yang

    berwenang.

    melanggar kekentuan

    yang ditetapkan dalam

    persyaratan izin

    pemanfaatan ruang.

    menghalangi akses

    terhadap sumber air,

    pesisir pantai, serta

    kawasan-kawasan yang

    dinyatakan oleh

    peraturan perundang-

    undangan sebagai milik

    umum

    PERAN

    a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;

    b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang:

    c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang

    Pasal 60 Pasal 61 Pasal 65 & 66

    41

  • IV

    URAIAN SINGKAT SISTEM KEHUTANAN

    (menurut UU 41/1999)

  • Definisi Hutan : suatu kesatuan ekosistem

    berupa hamparan lahan berisi

    sumber daya alam hayati yang

    didominasi pepohonan dalam

    persekutuan alam lingkungannya,

    yang satu dengan lainnya tidak

    dapat dipisahkan (Pasal 1 angka 2

    UU No. 41 Tahun 1999)

    Kawasan hutan : wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Pasal 1 Angka 3 UU No. 41 Tahun 1999)

    Pengertian Hutan Kawasan Hutan

  • Wewenang Pemerintah (Pasal 4 UU No. 41 Tahun 999):

    Mengatur, mengurus hal yang berkaitan dengan

    hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,

    Menetapkan atau mengubah status kawasan hutan,

    Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan

    hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur

    perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.

  • Sejarah Kawasan Hutan

    1980 - 1992 1992 - 1999 1999 - 2005 < 1980

    UU No. 41/1999

    UU No. 24/1992

    UU No. 5/1967

    Hutan register Penunjukan

    partial TGHK

    Paduserasi RTRWP -

    TGHK

    Usulan Perubahan Kawasan Hutan dalam

    Review RTRWP/K dan Pemekaran

    Penunjukan Kawasan

    Hutan

    UU No. 5/1990

    UU No. 32/2004 UU No. 26/2007

    2004 - 2007

    Z. KOLONIAL

    BELANDA -----

    ??

    2010

    PP 10/2011 ttg Tata

    Cara Perubahan

    Peruntukan &

    Fungsi Kaw Hutan

    dan RKTN (2011)

  • Landasan Hukum Penataan Ruang Kehutanan

    UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Pasal 3, Pasal 17 dan Pasal 18) :

    a. Keberadaan hutan terjamin dengan luasan dan penutupan hutan yang cukup dan sebaran yang proporsional, minimal 30% dari luas DAS dan atau pulau;

    b. Optimalisasi fungsi hutan (konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi)

    c. Meningkatkan daya dukung DAS;

    d. Pembentukan unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkn karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi DAS, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan.

    UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Pasal 17) :

    a. Dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS.

    b. Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.

  • Fungsi Pokok Kawasan Hutan

    Hutan Konservasi : kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Luas hutan konservasi 20,5 juta ha.

    Hutan Lindung : kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Luas hutan lindung 33,52 juta ha.

    Hutan Produksi : kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Luas hutan produksi 66,33 juta ha (termasuk hutan produksi yang dapat dikonversi).

  • Kriteria Penetapan Fungsi Kawasan Hutan :

    PP No. 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan dan PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

    Kriteria Hutan Lindung dan Hutan Produksi didasarkan pada faktor-faktor kerentanan alam terhadap bencana (kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan).

    Kondisi penutupan lahan bukan merupakan kriteria utama penentuan fungsi kawasan hutan .

    Kriteria Hutan Konservasi didasarkan pada ciri khas alam hayati dan ekosistem yang rentan kerusakan dan bencana lingkungan.

    PP No. 68 Tahun 1998 Tentang KSA dan KPA

  • Fungsi Kawasan

    Kawasan Lindung

    Kawasan Budidaya

    Kaw. yg memberikan perlind. kaw. bawahannya Kaw. perlindungan setempat Kaw. suaka alam & cagar budaya Kaw. rawan bencana alam Kaw. lindung lainnya

    Kaw. perunt. hutan produksi Kaw. perunt. hutan rakyat Kaw. perunt. pertanian Kaw. perunt. perikanan Kaw. perunt. pertambangan Kaw. perunt. permukiman Kaw. perunt. industri Kaw. perunt. pariwisata Kaw. tempat ibadah

    Kaw. penddikan

    Kaw. hankam

    FUNGSI KAWASAN

    Pasal 5 dan penjelasan UU 26/2007

  • A. Kawasan lindung, meliputi:

    1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya ; kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air,

    2. Kawasan perlindungan setempat ; sempadan pantai/ sungai, sekitar danau/waduk dan sekitar mata air,

    3. Kawasan suaka alam dan cagar budaya ; kawasan suaka alam, kawasan suaka alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

    4. Kawasan rawan bencana alam ; kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir,

    5. Kawasan lindung lainnya; taman buru, cagar biosfir, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan terumbu karang.

    B. Kawasan budidaya, meliputi: kawasan peruntukan hutan produksi (HP,HPT, HPK), hutan rakyat, pertanian, perikanan, pertambangan, permukiman, industri dan pariwisata

    (Pasal 5 UU No. 26/2007 ; Penjelasan)

  • UU No.41/1999 dan UU No.5/1990 UU No. 26/2007

    Kawasan lindung dan kawasan budidaya dalam konteks peraturan

    perundang-undangan bidang kehutanan.

    1. Kawasan Lindung

    a. Hutan Konservasi (HK) - Kawasan Suaka Alam (KSA) ; Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM), - Kawasan Pelestarian Alam (KPA) ; Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya (Tahura), Taman Wisata Alam (TWA), - Kawasan Taman Buru (TB)

    b. Hutan Lindung (HL), (skor > 175, lereng >40%, tinggi > 2.000 dpl, dll)

    2. Kawasan Budidaya

    a. Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kawasan hutan dgn skor 125-174 (kelas lereng, jenis tanah intensitas hujan)

    b. Hutan Produksi Tetap (HP); skor < 125 (kelas lereng, jenis tanah, intensitas hutan)

    c. Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK)

    Kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk transmigrasi,

    permukiman, pertanian, perkebunan

  • V

    PENUTUP

  • • Politik Ruang yang tidak kondusif telah menciptakan berbagai bentuk “konflik” penataan ruang dan “ketidakpastian” tata kelola ruang

    • Ketidakpastian akibat berbagai ketidakkonsistenan sistem penataan ruang adalah “ladang empuk” bagi pemburu rente (korupsi, manipulasi, dll)

    • Hambatan utama bagi kegiatan investasi (kepastian usaha, pengadaan sumberdaya publik, dll)

    • Biaya Ekonomi Tinggi

  • • Diperlukan adanya ketentuan peraturan perundangan terkait ruang dan pengelolaan sumberdaya alam yang berdiri di atas semua sektor

    • Lembaga penataan ruang yang kokoh di atas kepentingan semua sektor

    • Penyelarasan ulang nomenklatur penataan ruang