konsep gangguan jiwa

60
KONSEP GANGGUAN JIWA A. Definisi Gangguan Jiwa Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III, mendefinisikan gangguan jiwa adalah sindrom atau perilaku, atau psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Yang diartikan sebagai disability adalah keterbatasan/kekurangan kemampuan untuk melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat personal, yaitu melakukan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil) (Maslin, Rusdi, 2001). Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan (Stuart & Sundeen, 1998). B. Etiologi Gangguan Jiwa Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling mempengaruhi (Yosep, 2007) yaitu: 1. Faktor-faktor somatic (somatogenik) atau organobiologis : mencakup neuroanatomi, neurofisiologi, neurokimia, tingkat kematangan dan perkembangan organic, dan faktor-faktor pre dan peri-natal. 2. Faktor-faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif : dapat berupa interaksi ibu-anak, peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, intelegensi, hubungan dalam keluarga,

Upload: miming-widiyasih

Post on 25-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

definisi , etiologi, tanda dan gejala, serta terapi gangguan jiwa. serta klasifikasi dan macam-macam gangguan jiwa

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP GANGGUAN JIWA

KONSEP GANGGUAN JIWA

A. Definisi Gangguan Jiwa

Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III, mendefinisikan

gangguan jiwa adalah sindrom atau perilaku, atau psikologik seseorang, yang secara

klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

(distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang

penting dari manusia. Yang diartikan sebagai disability adalah keterbatasan/kekurangan

kemampuan untuk melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat personal, yaitu melakukan

kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan

kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan

kecil) (Maslin, Rusdi, 2001).

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan (Stuart &

Sundeen, 1998).

B. Etiologi Gangguan Jiwa

Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling

mempengaruhi (Yosep, 2007) yaitu:

1. Faktor-faktor somatic (somatogenik) atau organobiologis : mencakup

neuroanatomi, neurofisiologi, neurokimia, tingkat kematangan dan

perkembangan organic, dan faktor-faktor pre dan peri-natal.

2. Faktor-faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif : dapat berupa interaksi

ibu-anak, peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, intelegensi,

hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat. Faktor

psikologik lainnya adalah kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi,

rasa malu atau rasa salah, konsep diri, keterampilan, bakat dan kreativitas dan

tingkat perkembangan emosi.

3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural : faktor-faktor sosio-

budaya yang dapat menyebabkan gangguan jiwa yaitu kestabilan keluarga, pola

mengasuh anak, tingkat ekonomi, dan lokasi perumahan (perkotaan lawan

pedesaan).

Page 2: KONSEP GANGGUAN JIWA

Menurut Singgih dalam Yosep, 2007, penyebab gangguan mental dapat disebabkan

oleh beberapa hal yaitu prasangka orang tua yang menetap, penolakan atau shock yang

dialami pada masa anak, ketidaksanggupan memuaskan keinginan dasar dalam

pengertian kelakuan yang dapat diterima umum, kelelahan yang luar biasa, kecemasan,

ansietas, kejemuan, masa-masa perubahan fisiologis yang hebat, pubertas dan

menopause, tekanan-tekanan yang timbul karena keadaan ekonomi, politik, dan social

yang terganggu, keadaan iklim yang mempengaruhi exhaustion dan toxema, penyakit

kronis, missal AIDS, trauma kepada dan vertebra, kontaminasi zat toksik, dan shock

emosional yang hebat.

1. Faktor Keturunan

Tabel Penelitian saudara kembar dan saudara kandung yang salah satunya menderita

skizofrenia

Hubungan dengan pasien skizofrenia % yang menderita

skizofrenia

Kembar monozigot (satu telur)

Kembar heterozigot (dua telur)

Saudara kandung

Saudara tiri

Masyarakat umum

86,2 %

14,5 %

14,2 %

7,1 %

0,85%

(Coleman, J.C : Abnormal Psychology and Modern life. Taraporevala Sons & Co.,

Bombay, 1970. hal. 121).

2. Faktor Konstitusi

Tabel : Faktor konstitusi dan perilaku abnormal

Faktor konstitusi Hubungan dengan perkembangan abnormal

Bentuk badan Tidak jelas peranannyua, tetapi disproporsi badaniah,

kelemahan dan penampakan yang jelek umpamanya

lebih sering berhubungan dengan gangguan jiwa

daripada bentuk badan yang baik dan menarik

Energi dan kegiatan Rupaya berhubungan dengan apakah individu

Page 3: KONSEP GANGGUAN JIWA

mengembangkan

reaksi yang agresif atau lebih menuju ke dalam terhadap

stres, jadi lebih berhubungan dengan jenis gangguan jiwa

yang timbul bila individu itu terganggu jiwanya

Reaktivitas

susunan

syaraf vegetatif

Reaktivitas emosional yang tinggi mungkin sekali

berhubungan dengan realisasi berlebihan terhadap stres

ringan dan pembentukan rasa takut yang tak perlu;

reaktivitas emosional yang kurang, dapat mengakibatkan

sosialisasi yang tidak sesual karena reaksi yang terlalu

sedikit.

Daya tahan badaniah Membantu menentukan toleransi stres biologik dan

psikologik dan sistem organ apakah yang paling mudah

terganggu. Ada individu yang sangat mudah terganggu

sistem badaniahnya karena fungsi otaknya

Sensitivitas

(kepekaan)

Menentukan sebagian dari jenis stres yang terhadapnya

anak itu paling peka dan menentukan besarnya stres

yang dapat ditahan tanpa gangguan jiwa; mempengaruhi

cara anak menanggapi dunia.

Kecerdasan dan

bakat

lain

Mempengaruhi kesempatan anak untuk berhasil dal;am

pertandingan/ persaingan sehingga mempengaruhi juga

kepercayaan pada diri sendiri berdasarkan keberhasilan

(Coleman, J.C : Abnormal Psychology and Modern life. Taraporevala Sons & Co.,

Bombay, 1970. hal. 126).

3. Cacat Kongenital

Cacat kongenital atau sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak,

terlebih yang berat, seperti retardasi mental yang berat. Akan tetapi pada umumnya

pengaruh cacat ini pada timbulnya gangguan jiwa terutama tergantung pada individu

itu, bagaimana ia menilai dan menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang

cacat atau berubah itu. Orang tua dapat mempersukar penyesuaian ini dengan

perlindungan yang berlebihan (proteksi berlebihan). Penolakan atau tuntutan yang

sudah di luar kemampuan anak. Singkatnya : kromosoma dan “genes” yang defektif

serta banyak faktor lingkungan sebelum, sewaktu dan sesudah lahir dapat

mengakibatkan gangguan badaniah. Cacat badaniah biasanya dapat dilihat dengan

Page 4: KONSEP GANGGUAN JIWA

jelas,tetapi gangguan sistim biokimiawi lebih halus dan sukar ditentukan. Gangguan

badaniah dapat mengganggu fungsi biologik atau psikologik secara langsung atau

dapat mempengaruhi daya tahan terahdap stres.

4. Perkembangan psikologik yang salah

- Ketidak matangan atau fixasi, yaitu inidvidual gagal berkembang lebih lanjut ke fase

berikutnya;

- “Tempat-tempat lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang traumatik sebagai

kepekaan terhadap jenis stres tertentu, atau

- Disorsi, yaitu bila inidvidu mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai

atau gagal mencapai integrasi kepribadian yang normal.

5. Devrivasi dini

Deprivasi maternal atau kehilangan asuhan ibu di rumah sendiri, terpisah dengan ibu

atau di asrama, dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal. Deprivasi

rangsangan umum dari lingkungan, bila sangat berat, ternyata berhubungan dengan

retardasi mental. Kekurangan protein dalam makanan, terutama dalam jangka waktu

lama sebelum anak breumur 4 tahun, dapat mengakibatkan retardasi mental.

Deprivasi atau frustrasi dini dapat menimbulkan “tempat-tempat yang lemah” pada

jiwa, dapat mengakibatkan perkembangan yang salah ataupun perkembangan yang

berhenti. Untuk perkembangan psikologik rupanya ada “masa-masa gawat”. Dalam

masa ini rangsangan dan pengalaman belajar yang berhubungan dengannya serta

pemuasan berbagai kebutuhan sangat perlu bagi urut-urutan perkembangan

intelektual, emosional dan sosial yang normal.

6. Keluarga yang patogenik

Tabel Beberapa sikap orang tua dan pengaruhnya pada anak

1. Melindungi anak secara berlebihan karena memanjanya

Hanya memikirkan dirinya sendiri, hanya tidak menuntut saja, lekas berekcil hati, tidak tahan kekecewaan. Ingin menarik perhatian kepada dirinya sendiri. Kurang rasa bertanggung jawab. Cenderung menolak peraturan dan minta dikecualikan.

2. Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”

Kurang berani dalam pekerjaan, condong lekas menyerah. Bersikap pasif dan bergantung kepada orang lain. Ingin menjadi “anak emas” dan menerima saja segala perintah.

Page 5: KONSEP GANGGUAN JIWA

3. Penolakan (anak tidak disukai)

Merasa gelisah dan diasingkan. Bersikap melawan orang tua dan mencari bantuan kepada orang lain. Tidak mampu memberi dan menerima kasih-sayang.

4. Menentukan norma-

norma etika dan moral yang terlalu tinggi

Menilai dirinya dan hal lain juga dengan norma yang terlalu keras dan tinggi. Sering kaku dan keras dalam pergaulan. Cenderung menjadi sempurna (“perfectionnism”) dengan cara yang berlebihan. Lekas merasa bersalah, berdosa dan tidak berarti.

5. Disiplin yang terlalu keras

Menilai dan menuntut dari pada dirinya juga secara terlalu keras. Agar dapat meneruskan dan menyelesaikan sesuatu usaha dengan baik, diperlukannya sikap menghargai yang tinggi dari luar.

6. Disiplin yang tak teratur atau yang bertentangan

Sikap anak terhadap nilai dan normapun tak teratur. Kurang tetap dalam menghadapi berbagai persoalan didorong kesana kemari antara berbagai nilai yang bertentangan.

7. Faktor sosiologik dalam perkembangan yang salah

Alfin Toffler mengemukakan bahwa yang paling berbahaya di zaman modern, di

negara-negara dengan “super-industrialisasi”, ialah kecepatan perubahan dan

pergantian yang makin cepat dalam hal “ke-sementara-an” (“transience”), “ke-baru-

an” (“novelty”) dan “ke-aneka-ragaman” (“diversity”). Dengan demikian individu

menerima rangsangan yang berlebihan sehingga kemungkinan terjadinya kekacuan

mental lebih besar. Karena hal ini lebih besar kemungkiannya dalam masa depan,

maka dinamakannya “shok masa depan” (“future shock”). Telah diketahui bahwa

seseorang yang mendadak berada di tengah-tengah kebudayaan asing dapat

mengalami gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaan ini yang serba baru dan

asing baginya. Hal ini dinamakan “shock kebudayaan” (“culture shock”). Seperti

seorang inidvidu, suatu masyarakat secara keseluruhan dapat juga berkembang ke

arah yang tidak baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik (umpamanya

daerah yang dahulu subur berubah menjadi tandus) ataupun oleh keadaan sosial

masyarakat itu sendiri (umpanya negara dengan pimpinan diktatorial, diskriminasi

rasial.religius yang hebat, ketidakadilan sosial, dan sebagainya). Hal-hal ini

merendahkan daya tahan frustasi seluruh masyarakat (kelompok) dan menciptakan

suasana sosial yang tidak baik sehingga para anggotanya secara perorangan dapat

menjurus ke gangguan mental. Faktor-faktor sosiokultural membentuk, baik macam

Page 6: KONSEP GANGGUAN JIWA

sikap individu dan jenis reaksi yang dikembangkannya, maupun jenis stres yang

dihadapinya.

8. Genetika

Menurut Cloninger, 1989 gangguan jiwa; terutama gangguan persepsi sensori dan

gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan faktor genetik termasuk di

dalamnya saudara kembar, atau anak hasil adopsi. Individu yang memiliki anggota

keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih tinggi

dibanding dengan orang yang tidak memiliki faktor herediter. Individu yang memiliki

hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari klien yang mengalami

gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %, sedangkan keponakan atau cucu

kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki hubungan sebagai kembar identik dengan

klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 46-48 %, sedangkan

kembar dizygot memiliki kecenderungan 14-17 %. Faktor genetik tersebut sangat

ditunjang dengan pola asuh yang diwariskan sesuai dengan pengalaman yang

dimiliki oleh anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa.

9. Neurogiological

Menurut Konsep Neurobiological gangguan jiwa sangat berkaitan dengan keadaan

struktur otak sebagai berikut : “Abnormalities in the structure of the brain or in its

activity in specific locations can cause or contribute to psychiatric disorders. For

example, a communication problem in one small part of the brain can cause

widespread dysfunction. It is also known that the following network of nuclei that

control cognitive, behavioral, and emotional functioning ae particularly implicated in

psychiatric disorders : The cerebral cortex, which is critical in decision making and

higher-order thinking, such as abstract reasoning. The limbic system, which is

involved in regulating emotional behavior, memory, and learning. The basal ganglia,

some of which coordinate movement. The hypothalamus, which regulates hormones

through out the body and behaviors such as eating, drinking, and sex. The locus

ceruleus, which manufactures neurons, which regulate sleep and are involved with

behavior and mood. The substantia nigra, dopamine-producing cells involved in the

control of complex movement, thinking, and emotional responses.

Klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki ciri-ciri biologis yang khas terutama

pada susunan dan struktur syaraf pusat, biasanya klien mengalami pembesaran

ventrikel ke III sebelah kirinya. Ciri lainnya terutama adalah pada klien yang

mengalami Schizofrenia memiliki lobus frontalis yang lebih kecil dari rata-rata orang

yang normal (Andreasen, 1991). Menurut Candel, Pada klien yang mengalami

Page 7: KONSEP GANGGUAN JIWA

gangguan jiwa dengan gejala takut serta paranoid (curiga) memiliki lesi pada daerah

Amigdala sedangkan pada klien Schizofrenia yang memiliki lesi pada area Wernick’s

dan area Brocha biasanya disertai dengan Aphasia serta disorganisasi dalam proses

berbicara (Word salad). Adanya Hiperaktivitas Dopamin pada klien dengan

gangguan jiwa seringkali menimbulkan gejala-gejala Schizofrenia. Menurut hasil

penelitian, neurotransmitter tertentu seperti Norepinephrine pada klien gangguan jiwa

memegang peranan dalam proses learning, Memory reiforcement, Siklus tidur dan

bangun, kecemasan, pengaturan aliran darah dan metabolisme. Neurotransmitter lain

berfungsi sebagai penghambat aktivasi dopamin pada proses pergerakan yaitu

GABA (Gamma Amino Butiric Acid). Menurut Singgih gangguan mental dan emosi

juga bisa disebabkan oleh perkembangan jaringan otak yang tidak cocok (Aplasia).

Kadang-kadang seseorang dilahirkan dengan perkembangan cortex cerebry yang

kurang sekali, atau disebut sebagai otak yang rudimenter (Rudimentary Brain).

Contoh gangguan tersebut terlihat pada Microcephaly yang ditandai oleh kecilnya

tempurung otak. Adanya trauma pada waktu kelahiran, tumor, Infeksi otak seperti

Enchepahlitis Letargica, gangguan kelenjar endokrin seperti thyroid, keracunan CO

(carbon Monoxide) serta perubahan-perubahan karena degenerasi yang

mempengaruhi sistem persyarafan pusat.

10. Neurobehavioral

Kerusakan pada bagian-bagian otak tertentu ternyata memegang peranan pada

timbulnya gejalagejala gangguan jiwa, misalnya: Kerusakan pada lobus frontalis:

menyebabkan kesulitan dalam proses pemecahan masalah dan perilaku yang

mengarah pada tujuan, berfikir abstrak, perhatian dengan manifestasi gangguan

psikomotorik. Kerusakan pada Basal Gangglia dapat menyebabkan distonia dan

tremor Gangguan pada lobus temporal limbic akan meningkatkan kewaspadaan,

distractibility, gangguan memori (Short time).

11. Stres

Stress psikososial dan stress perkembangan yang terjadi secara terus menerus

dengan koping yang tidak efektif akan mendukung timbulnya gejala psikotik dengan

manifestasi; kemiskinan, kebodohan, pengangguran, isolasi sosial, dan perasaan

kehilangan. Menurut Singgih (1989:184), beberapa penyebab gangguan mental

dapat ditimbulkan sebagai berikut :

- Prasangka orang tua yang menetap, penolakan atau shock yang dialami pada masa

anak.

Page 8: KONSEP GANGGUAN JIWA

- Ketidak sanggupan memuasakan keinginan dasar dalam pengertian kelakuan yang

dapat diterima umum.

- Kelelahan yang luar biasa, kecemasan, anxietas, kejemuan

- Masa-masa perubahan fisiologis yang hebat : Pubertas dan menopause

- Tekanan-tekanan yang timbul karena keadaan ekonomi, politik dan sosial yang

terganggu

- Keadaan iklim yang mempengaruhi Exhaustion dan Toxema

- Penyakit kronis misalnya; shifilis, AIDS

- Trauma kepala dan vertebra

- Kontaminasi zat toksik

- Shock emosional yang hebat : ketakutan, kematian tiba-tiba orang yang dicintai.

12. Penyalahgunaan obat-obatan

Koping yang maladaptif yang digunakan individu untuk menghadapi strsessor melalui

obat-obatan yang memiliki sifat adiksi (efek ketergantungan) seperti Cocaine,

amphetamine menyebabkan gangguan persepsi, gangguan proses berfikir, gangguan

motorik dsb.

13. Sebab Psikologik

Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan

mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari. Hidup seorang manusia

dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya

gangguan jiwa.

Masa bayi

Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 – 3 tahun, dasar perkembangan

yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa ini. Cinta dan

kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat/ aman bagi bayi dan dikemudian

hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat. Sebaliknya,

sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak dikemudian hari akan

berkembang kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap

lingkungan. Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberi rasa

aman dan terlindungi, sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan tergesa-gesa

akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.

Page 9: KONSEP GANGGUAN JIWA

Masa anak pra sekolah (2-7 tahun)

Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh disiplin dan otoritas.

Penolakan orang tua pada masa ini, yang mendalam atau ringan, akan menimbulkan

rasa tidak aman dan ia akan mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia

mungkin menurut, menarik diri atau malah menentang dan memberontak. Anak yang

tidak mendapat kasih sayang tidak dapat menghayati disiplin tak ada panutan,

pertengkaran dan keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta

rasa tidak aman. hal-hal ini merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan

tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak dikemudian hari.

Masa anak sekolah

Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang pesat. Pada

masa ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas-batas

keluarga. Kekurangan atau cacat jasmaniah dapat menimbulkan gangguan

penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap lingkungan sangat berpengaruh, anak mungkin

menjadi rendah diri atau sebaliknya melakukan kompensasi yang positif atau

kompensasi negatif.

Masa remaja

Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan-perubahan yang penting yaitu

timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian) Sedang

secara kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan- pergolakan yang hebat. pada

masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba kemampuannya, di suatu pihak ia

merasa sudah dewasa (hak-hak seperti orang dewasa), sedang di lain pihak belum

sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya.

Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang berkelompok, idealis

adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan penuh

pengertian akan sangat membantu proses kematangan kepribadian di usia remaja.

Masa dewasa muda

Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan bahagia akan

cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umumnya ia akan berhasil

mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami banyak

gangguan pada masa sebelumnya, bila mengalami masalah pada masa ini mungkin

akan mengalami gangguan jiwa.

Masa dewasa tua

Page 10: KONSEP GANGGUAN JIWA

Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan sosial seseorang

sudah mantap. Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan

seperti rendah diri. pesimis. Keluhan psikomatik sampai berat seperti murung,

kesedihan yang mendalam disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh

diri.

Masa tua

Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini Berkurangnya daya

tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmaniah dan

kemampuan social ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta

sering mengakibatkan kesalah pahaman orang tua terhadap orang di lingkungannya.

Perasaan terasing karena kehilangan teman sebaya keterbatasan gerak dapat

menimbulkan kesulitan emosional yang cukup hebat.

14. Sebab sosio-kultural

Menurut Santrock (1999) Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut :

Cara-cara membesarkan anak : Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan

otoriter , hubungan orang tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anakanak setelah

dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul atau

justru menjadi penurut yang berlebihan.

Sistem Nilai : Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu

dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang sering menimbulkan masalah-

masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan di rumah / sekolah

dengan yang dipraktekkan di masyarakat sehari-hari.

Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang ada : Iklan-iklan di radio,

televisi. Surat kabar, film dan lain-lain menimbulkan bayangan-bayangan yang

menyilaukan tentang kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup

seharihari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba mengatasinya

dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang merugikan masyarakat.

Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi : Dalam masyarakat

modern kebutuhan dan persaingan makin meningkat dan makin ketat untuk

meningkatkan ekonomi hasil-hasil teknologi modern. Memacu orang untuk bekerja

lebih keras agar dapat memilikinya. Jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar dari

kebutuhan sehingga pengangguran meningkat, demikian pula urbanisasi meningkat,

mengakibatkan upah menjadi rendah. Faktor-faktor gaji yang rendah, perumahan

Page 11: KONSEP GANGGUAN JIWA

yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan

sebagainya merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan kepribadian yang

abnormal.

Perpindahan kesatuan keluarga : Khusus untuk anak yang sedang berkembang

kepribadiannya, perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan),

sangat cukup mengganggu.

Masalah golongan minoritas : Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini

dari lingkungan dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya akan

tampil dalam bentuk sikap acuh atau melakukan tindakan-tindakan yang merugikan

orang banyak.

C. PROSES TERJADINYA GANGGUAN JIWA

Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur

pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain :

1. Fase Prodomal : Berlangsung antara 6 bula sampai 1 tahun. Gangguan dapat

berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan dalam pekerjaan,

gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.

2. Fase Aktif : Berlangsung kurang lebih 1 bulan. Gangguan dapat berupa gejala

psikotik; Halusinasi, delusi, disorganisasi proses berfikir, gangguan bicara,

gangguan perilaku, disertai kelainan neurokimiawi

3. Fase Residual : Kien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan

peran, serangan biasanya berulang.

D. PSIKOPATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter

dan resEptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan

serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma

dalam bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia. Selain perubahan-perubahan

yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan menggunakan CT Scan

otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama pada

penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks

bagian depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).

E. TANDA DAN GEJALA GANGGUAN JIWA

Menurut Kaplan dan Sadock (2004), tanda dan gejala penyakit psikiatri antara lain:

Page 12: KONSEP GANGGUAN JIWA

I. Kesadaran

A. Gangguan Kesadaran

1. Disorientasi : gangguan orientasi waktu, tempat, atau orang.

2. Pengaburan kesadaran : kejernihan ingatan yang tidak lengkap dengan gangguan

persepsi dan sikap.

3. Stupor : hilangnya reaksi dan ketidaksadaran terhadap lingkungan sekeliling.

4. Delirium : kebingungan, gelisah, konfusi, reaksi disorientasi yang disertai dengan

rasa takut dan halusinasi.

5. Koma : derajat ketidaksadaran yang berat

6. Koma vigil : koma dimana pasien tampak tertidur tetapi segera dapat

dibangunkan (juga dikenal sebagai mutisme akinetik).

7. Keadaan temaram (twilight state) : gangguan kesadaran dengan halusinasi.

8. Keadaan seperti mimpi (dreamlike state) : seringkali digunakan secara sinonim

dengan kejang parsial kompleks atau epilepsy psikomotor.

9. Somnolensi : mengantuk yang abnormal yang paling sering ditemukan pada

proses organik.

B. Gangguan atensi (perhatian) : atensi adalah usaha untuk memusatkan pada bagian

tertentu dari pengalaman, kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu

aktivitas, dan kemampuan untuk berkonsentrasi.

1. Distraktibilitas : ketidakmampuan untuk memusatkan atensi, penarikan atensi

kepada stimuli eksternal yang tidak penting atau tidak relevan.

2. Inatensi selektif : hambatan hanya pada hal-hal yang menimbulkan kecemasan.

3. Hipervigilensi : atensi dan pemusatan yang berlebihan pada semua stimuli

internal dan eksternal, biasanya sekunder dari keadaan delusional atau paranoid.

4. Keadaan tak sadarkan diri (trance) : atensi yang terpusat dan kesadaran yang

berubah, biasanya terlihat pada hypnosis, gangguan disosiatif, dan pengalaman

religius yang luar biasa.

C. Gangguan Sugestibilitas : kepatuhan dan respon yang tidak kritis terhadap gagasan

atau pengaruh.

1. Folie a deux (folie a trois) : penyakit emosional yang berhubungan antara dua

atau tiga orang.

2. Hipnosis : modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai

dengan peningkatan sugestibilitas.

Page 13: KONSEP GANGGUAN JIWA

II. Emosi : suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatic, dan

perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood.

A. Afek : ekspresi emosi yang terlihat; mungkin tidak konsisten dengan emosi yang

dikatakan pasien.

1. Afek yang sesuai : kondisi dimana irama emosional adalah harmonis dengan

gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertai.

2. Afek yang tidak sesuai : ketidakharmonisan antara irama perasaan emosional

dengan gagasan, pikiran, atau pembicaraan yang menyertainya.

3. Afek yang tumpul : gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh penurunan

berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan ke luar.

4. Afek yang terbatas : penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah

daripada afek yang tumpul tetapi jelas menurun.

5. Afek yang datar : tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda ekspresi afek;

suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak.

6. Afek yang labil : perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba, yang tidak

berhubungan dengan stimuli eksternal.

B. Mood : suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami secara subjektif

dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain.

1. Mood disforik : mood yang tidak menyenangkan.

2. Mood eutimik : mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood

yang tertekan atau melambung.

3. Mood yang meluap-luap (expansive mood) : ekspresi perasaan seseorang tanpa

pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap kepentingan

atau makna seseorang.

4. Mood yang iritabel : dengan mudah diganggu atau dibuat marah.

5. Pergeseran mood (mood yang labil) : mood yang berubah-ubah.

6. Mood yang meninggi (elevated mood) : suasana keyakinan dan kesenangan;

suatu mood yang lebih ceria dari biasanya.

7. Euforia : elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran.

8. Ectasy : kegembiraan yang luar biasa.

9. Depresi : perasaan kesedihan yang psikopatologis.

10. Anhedonia : hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas rutin

dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi.

11. Dukacita atau berkabung : kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata.

12. Aleksitimia : ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau

menyadari emosi atau mood seseorang.

Page 14: KONSEP GANGGUAN JIWA

C. Emosi yang lain

1. Kecemasan : perasaan ketakutan yang disebabkan oleh dugaan bahaya, yang

mungkin berasal dari dalam atau luar.

2. Kecemasan yang mengambang bebas : rasa takut yang meresap dan tidak

terpusatkan yang tidak berhubungan dengan suatu gagasan.

3. Ketakutan : kecemasan yang disebabkan oleh bahaya yang dikenali secara sadar

dan realistis.

4. Agitasi : kecemasan berat yang disertai dengan kegelisahan motoric.

5. Ketegangan : peningkatan aktivitas motoric dan psikologis yang tidak

menyenangkan.

6. Panik : serangan kecemasan yang akut, episodic, dan kuat yang disertai dengan

perasaan ketakutan yang melanda dan pelepasan otonomik.

7. Apati : irama emosi yang tumpul yang disertai dengan ketidakacuhan.

8. Ambivalensi : terdapatnya secara bersama-sama dua impuls yang berlawanan

terhadap hal yang sama pada satu orang yang sama pada waktu yang sama.

9. Abreaksional : pelepasan atau pelimpahan emosional setelah mengingat

pengalaman yang menakutkan.

10. Rasa malu : kegagalan membangun pengharapan diri.

11. Rasa bersalah : emosi sekunder karena melakukan sesuatu yang dianggap salah.

D. Gangguan psikologis yang berhubungan dengan mood

1. Anoreksia : hilangnya atau menurunnya nafsu makan.

2. Hiferfagia : meningkatnya nafsu makan dan asupan makanan.

3. Insomnia : hilangnya atau menurunnya kemampuan untuk tidur.

4. Hipersomnia : tidur yang berlebihan.

5. Variansi diurnal : mood yang secara teratur terburuk pada pagi hari, segera

setelah terbangun, dan membaik dengan semakin siangnya hari.

6. Penurunan libido : penurunan minat, doronngan, dan daya seksual.

7. Konstipasi : ketidakmampuan atau kesulitan defekasi.

III. Perilaku motoric (konasi)

1. Ekopraksia : peniruan pergerakan yang patologis eseorang pada orang lain.

2. Katatonia : kelainan motoric dalam gangguan nonorganic (sebagai lawan dari

gangguan kesadaran dan aktivitas motoric sekunder dari patologi organic.

a. Katalepsi : istilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak yang

dipertahankan terus-menerus.

b. Luapan katatonik : aktivitas motoric yang teragitasi, tidak bertujuan, dan tidak

dipengaruhi oleh stimuli eksternal.

Page 15: KONSEP GANGGUAN JIWA

c. Stupor katatonik : penurunan aktivitas motoric yang nyata, seringkali sampai titik

imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling.

d. Rigiditas katatonik : penerimaan postur yang kaku yang disadari, menentang

usaha untuk digerakkan.

e. Posturing katatonik : penerimaan postur yang tidak sesuai atau kaku yang

disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu yang lama.

f. Cerea flexibilitas (fleksibilitas lilin) : seseorang dapat diatur dalam suatu posisi

yang kemudian dipertahankannya.

3. Negativisme : tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk menggerakkan

atau terhadap semua instruksi.

4. Katapleksi : hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang dicetuskan

oleh berbagai keadaan emosional.

5. Stereotipik : pola tindakan fisik atau bicara yang terfikasi dan berulang.

6. Mannerisme : pergerakan tidak disadari yang mendarah daging dan kebiasaan.

7. Otomatisme : tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili suatu aktivitas simbolik

yang tidak disadari.

8. Otomatisme perintah : otomatisme mengikuti sugesti (juga disebut kepatuhan

otomatik).

9. Mutisme : tidak bersuara tanpa kelainan structural.

10. Overaktivitas :

Agitasi psikomotor : overaktivitas motoric dan kognitif yang berlebihan, biasanya

tidak produktif dan sebagai respon dari ketegangan dalam.

Hiperaktivitas (hiperkinesis) : kegelisahan, agresif, aktivitas destruktif, seringkali

disertai dengan patologi otak dasar.

Tik : pergerakan motoric yang spasmodic dan tidak disadari.

Tidur berjalan (sleepwalking) (somnambulisme) : aktivitas motoric saat tertidur.

Akathisia : perasaan subjektif tentang tegangan motoric sekunder dari medikasi

antipsikotik atau medikasi lain, yang dapat menyebabkan kegelisahan, melangkah

bolak-balik, duduk dan berdiri berulang-ulang.

Kompulsi : impuls yang tidak terkontrol untuk melakukan suatu tindakan secara

berulang.

- Dipsomania : kompulsi untuk minum alcohol.

- Kleptomania : kompulsi untuk mencuri.

- Nimfomania : kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang

wanita.

- Satiriasis : kebutuhan untuk koitus yang kuat dan kompulsif pada seorang laki-

laki.

Page 16: KONSEP GANGGUAN JIWA

- Trikotilomania : kompulsi untuk mencabut rambut.

- Ritual : aktivitas kompulsif otomatis dalam sifat, menurunkan kecemasan yang

orisinil.

Ataksia : kegagalan koordinasi otot; iregularitas gerakan otot.

Polifagia : makan berlebihan yang patologis.

11. Hipoaktivitas (hipokinesis) : penurunan aktivitas motoric dan kognitif, seperti pada

retardasi psikomotor; perlambatan pikiran, bicara, dan pergerakan yang dapat

terlihat.

12. Mimikri : aktivitas motoric tiruan dan sederhana pada anak-anak.

13. Agresi : tindakan yang kuat dan diarahkan tujuan yang mungkin verbal atau fisik,

bagian motoric dari afek kekasaran, kemarahan, atau permusuhan.

14. Memerankan (acting out) : ekspresi langsung dari suatu harapan atau impuls yang

tidak disadari dalam bentuk gerakan; fantasi yang tidak disadari dihidupkan secara

impulsive dalam perilaku.

15. Abulia : penurunan impuls untuk bertindak dan berpikir, disertai dengan

ketidakacuhan tentang akibat tindakan, disertai dengan deficit neurologis.

IV. Berpikir

A. Gangguan umum dalam bentuk atau proses berpikir

1. Gangguan mental : sindroma perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis,

disertai dengan penderitaan atau ketidakmampuan, tidak hanya suatu respon yang

diperkirakan dari peristiwa tertentu atau terbatas pada hubungan antara seseorang

dan masyarakat.

2. Psikosis : ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari fantasi.

3. Tes realitas : pemeriksaan dan pertimbangan objektif tentang dunia di luar diri.

4. Gangguan pikiran formal : berpikir ditandai dengan kekenderan asosiasi, neologisme,

dan kontruksi yang tidak logis, proses berpikir mengalami gangguan, dan orang

didefinisikan sebagai psikotik.

5. Berpikir tidak logis : berpikir mengandung kesimpulan yang salah.

6. Dereisme : aktivitas mental yang tidak sesuai dengan logika atau pengalaman.

7. Berpikir magis

8. Proses berpikir primer : tidak logis, magis, normalnya ditemukan pada mimpi, abnormal

pada psikosis.

B. Gangguan spesifik pada bentuk pikiran

1. Neologisme : kata baru yang diciptakan oleh pasien, seringkali dengen

mengkombinasikan suku kata dari kata-kata lain, untuk alasan keanehan psikologis.

2. Word salad (gado-gado kata) : campuran kata-kata dan fras yang membingungkan.

Page 17: KONSEP GANGGUAN JIWA

3. Sirkumstansialitas : bicara yang tidak langsung yang lambat dalam mencapai tujuan

tetapi akhirnya dari titik awal mencapai tujuan yang diharapkan.

4. Tangensialitas : ketidakmampuan untuk mempunyai asosiasi pikiran yang diarahkan

oleh tujuan.

5. Inkoherensi (pembicaraan yang tidak logis) : pikiran yang biasanya tidak dapat

dimengerti, berjalan bersama pikiran atau kata-kata dengan hubungan yang tidak logis

atau tanpa tata bahasa yang menyebabkan disorganisasi.

6. Perseverasi : respon terhadap stimulus sebelumnya yang menetap setelah stimulus

baru diberikan, sering disertai dengan gangguan kognitif.

7. Verbigerasi : pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yang tidak mempunyai

arti.

8. Ekolalia : pengulangan kata-kata atau frasa-frasa seseorang oleh seseorang lain

secara psikopatologis.

9. Kondensasi : penggabungan berbagai konsep menjadi satu konsep.

10. Jawaban yang tidak relevan : jawaban yang tidak harmonis dengan pertanyaan yang

ditanyakan.

11. Pengenduran asosiasi : aliran pikiran dimana gagasan-gagasan bergeser dari satu

subjek ke subjek lain dalam cara yang sama sekali tidak berhubungan.

12. Keluar dari jalur (derailment) : penyimpangan yang mendadak dalam urutan pikiran

tanpa penghambatan.

13. Flight of ideas : verbalisasi atau permainan kata-kata yang cepat dan terus-menerus

yang menghasilkan pergeseran terus-menerus dari satu ide ke ide lain.

14. Asosiasi bunyi (clang association) : asosiasi kata-kata yang mirip bunyinya tetapi

berbeda artinya.

15. Penghambatan (blocking) : terputusnya aliran berpikir secara tiba-tiba sebelum

pikiran atau gagasan diselesaikan.

16. Glossolalia : ekspresi pesan-pesan yang relevan melalui kata-kata yang tidak dapat

dipahami.

C. Gangguan spesifik pada isi pikiran

1. Kemiskinan isi pikiran : pikiran yang memberikan sedikit informasi karena tidak ada

pengertian, pengulangan kosong, atau frasa yang tidak jelas.

2. Gagasan yang berlebihan : keyakinan palsu yang dipertahankan dan tidak beralasan

yang dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan dengan suatu waham.

3. Waham : keyakinan palsu, didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan

eksternal, tidak sejalan dengan inteligensia pasien dan latar belakang kultural, yang

tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan.

Page 18: KONSEP GANGGUAN JIWA

a) Waham yang kacau (bizzare delusion) : keyakinan palsu yang aneh, mustahil,

dan sama sekali tidak masuk akal (sebagai contohnya, orang dari angkasa luar

telah menanamkan suatu elektroda pada pada otak pasien).

b) Waham tersistematisasi : keyakinan yang palsu yang digabungkan oleh suatu

tema atau peristiwa tunggal (sebagai contohnya, pasien dimata-matai oleh agen

rahasia, mafia, atau boss).

c) Waham yang sejalan dengan mood : waham dengan isi yang sesuai dengan

mood (sebagai contohnya, seorang pasien depresi percaya bahwa ia

bertanggung jawab untuk penghancuran dunia).

d) Waham yang tidak sejalan dengan mood : waham dengan isi yang tidak

mempunyai hubungan dengan mood atau merupakan mood-netral (sebagai

contohnya, pasien depresi mempunyai waham kontrol pikiran atau siar pikiran).

e) Waham nihilistic : perasaan palsu bahwa dirinya, orang lain, dan dunia adalah

tidak ada atau berakhir.

f) Waham kemiskinan : keyakinan palsu bahwa pasien kehilangan atau akan

terampas semua harta miliknya.

g) Waham somatic : keyakinan yang palsu menyangkut fungsi tubuh pasien (sebagai

contohnya, keyakinan bahwa otak pasien adalah berakar atau mencair).

h) Waham paranoid :

- Waham persekutorik : keyakinan palsu bahwa pasien sedang diganggu, ditipu,

atau disiksa; sering ditemukan pada seorang pasien yang senang menuntut

yang mempunyai kecenderungan patologis untuk mengambil tindakan hukum

karena penganiayaan yang dibayangkan.

- Waham kebesaran : gambaran kepentingan, kekuatan, atau identitas

seseorang yang berlebihan.

- Waham referensi : keyakinan palsu bahwa perilaku orang lain ditunjukkan

pada dirinya; bahwa peristiwa, benda-benda, atau orang lain mempunyai

kepentingan tertentu dan tidak biasanya, umumnya dalam bentuk negative,

diturunkan dari idea referensi, dimana seseorang secara salah merasa bahwa

ia sedang dibicarakan oleh orang lain (sebagai contohnya, percaya bahwa

orang di televise atau radio berbicara padanya atau membicarakan dirinya).

i) Waham menyalahkan diri sendiri : keyakinan yang palsu tentang penyesalan yang

dalam dan bersalah.

j) Waham pengendalian : perasaan palsu bahwa kemauan, pikiran, atau perasaan

pasien dikendalikan oleh tenaga dari luar.

- Penarikan pikiran (thought withdrawal) : waham bahwa pikiran pasien

dihilangkan dari ingatannya oleh orang lain atau tenaga lain.

Page 19: KONSEP GANGGUAN JIWA

- Penanaman pikiran (thought insertion) : waham bahwa pikiran ditanamkan

dalam pikiran pasien oleh orang atau tenaga lain.

- Siar pikiran (thought broadcasting) : waham bahwa pikiran pasien dapat

didengar oleh orang lain, seperti pikiran mereka sedang disiarkan ke udara.

- Pengendalian pikiran (thought control) : waham bahwa pikran pasien

dikendalikan oleh orang lain atau tenaga lain.

k) Waham ketidaksetiaan (waham cemburu) : keyakinan palsu yang didapatkan dari

kecemburuan patologis bahwa kekasih pasien adalah tidak jujur.

l) Erotomania : keyakinan waham, lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki,

bahwa seseorang dangat mencintai dirinya (juga dikenal sebagai kompleks

Clearambault-Kandinsky).

m) Pseudologia phantastica : suatu jenis kebohongan dimana seseorang tampaknya

percaya terhadap kenyataan fantasinya dan bertindak atas kenyataan, disertai

dengan sindroma Munchausen, berpura-pura sakit yang berulang.

4. Kecenderungan atau preokupasi pikiran : pemusatan isi pikiran pada ide tertentu,

disertai dengan irama afektif yang kuat, seperti kecenderungan paranoid atau

preokupasi tentang bunuh diri atau membunuh.

5. Egomania : preokupasi pada diri sendiri yang patologis.

6. Monomania : preokupasi dengan suatu objek tunggal.

7. Hipokodria : keprihatinan yang berlebihan tentang kesehatan pasien yang didasarkan

bukan pada patologi organic yang nyata, tetapi pada interpretasi yang tidak realistic

terhadap tanda atau sensasi fisik yang sebagai abnormal.

8. Obsesi : ketekunan yang patologis dari suatu pikran atau perasaan yang tidak dapat

ditentang yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika, yang disertai

dengan kecemasan (juga dikenal sebagai perenungan [rumination]).

9. Kompulsi : kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls yang jika ditahan

menyebabkan kecemasan.

10. Kopronalia : pengungkapan secara kompulsif dari kata-kata yang cabul.

11. Fobia : rasa takut patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi

terhadap suatu jenis stimulus atau situasi tertentu; menyebabkan keinginan yang

memaksa untuk menghindari stimulus yang ditakuti

a) Fobia sederhana : rasa takut yang jelas terhadap objek atau situasi yang jelas

(sebagai contohnya,rasa takut terhadap laba-laba atau ular).

b) Fobia social : rasa takut akan keramaian masyarakat, seperti rasa takut berbicara

dengan masyarakat, bekerja, atau makan dalam masyarakat.

c) Akrofobia : rasa takut terhadap tempat yang tinggi.

d) Agorafobia : rasa takut terhadap tempat yang terbuka.

Page 20: KONSEP GANGGUAN JIWA

e) Algofobia : rasa takut terhadap rasa nyeri.

f) Ailurofobia : rasa takut terhadap kucing.

g) Eritrofobia : rasa takut terhadap warna merah (merujuk terhadap rasa takut terhadap

berdarah).

h) Panfobia : rasa takut terhadap segala sesuatu.

i) Klaustrafobia : rasa takut terhadap tempat yang tertutup.

j) Xenofobia : rasa takut terhadap orang asing.

k) Zoofobia : rasa takut terhadap binatang.

12. Noesis : suatu wahyu dimana terjadi pencerahan yang besar sekali diserta dengan

perasaan bahwa pasien telah dipilih untuk memimpin dan merintah.

13. Unio mystica : suatu perasaan yang meluap, pasien secara mistik bersatu dengan

kekuatan yang tidak terbatas, tidak dianggap suatu gangguan dalam isi pikiran jika

sejalan dengan keyakinan pasien atau lingkungan kultural.

V. Bicara

A. Gangguan Bicara

1. Tekanan bicara : bicara cepat yaitu peningkatan jumlah dan kesulitan untuk memutus

pembicaraan.

2. Kesukaan bicara (logorrhea) : bicara yang banyak sekali, bertalian dan logis.

3. Kemiskinan bicara (poverty of speech): pembatasan jumlah bicara yang digunakan;

jawaban mungkin hanya satu suku kata (monosyllabic).

4. Bicara yang tidak spontan : respon verbal yang diberikan hanya jika ditanya atau

dibicarakan langsung; tidak ada bicara yang dimulai dari diri sendiri.

5. Kemiskinan isi bicara : bicara yang adekuat dalam jumlah tetapi memberikan sedikit

informasi karena ketidakjelasan, kekosongan, atau frasa yang stereoptik.

6. Disprosodi : hilangnya irama bicara yang normal (disebut prosodi).

7. Disartria : kesulitan dalam artikulasi, bukan dalam penemuan kata atau tata bahasa.

8. Bicara yang keras atau lemah secara berlebihan : hilangnya modulasi volume bicara

normal, dapat mencerminkan berbagai keadaan patologis mulai dari psikosis sampai

depresi sampai ketuliaan.

9. Gagap : pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang sering

menyebabkan gangguan kefasihan bicara yang jelas.

10. Kekacauan : bicara yang aneh dan disritmik, yang mengandung semburan yang

cepat dan menyentak.

B. Gangguan Afasik : gangguan dalam pengeluaran bahasa.

1. Afasia motoric : gangguan bicara yang disebabkan oleh gangguan kognitif dimana

pengertian adalah tetap tetapi kemampuan untuk bicara sangat terganggu,bicara

Page 21: KONSEP GANGGUAN JIWA

terhenti-henti, susah payah, dan tidak akurat (juga dikenal sebagai afasia broca, tidak

fasih, dan ekspresif).

2. Afasia sensoris : kehilangan kemampuan organic untuk mengerti arti kata, bicara

lancar dan spontan,tetapi membingungkan dan yang bukan-bukan (juga dikenal

sebagai afasia Wernicke, fasih, dan reseptif).

3. Afasia nominal : kesulitan untuk menemukan nama yang tepat untuk suatu benda (juga

dikenal sebagai afasia anomia dan amnestic).

4. Afasia sintatikal : ketidakmampuan untuk menyusun kata-kata dalam urutan yang

tepat.

5. Afasia logat khusus : kata-kata yang dihasilkan seluruhnya neologistik, kata-kata yang

bukan-bukan diulangi dengan berbagai intonasi dan nada suara.

6. Afasia global : kombinasi afasia yang sangat tidak fasih dan afasia fasih yang berat.

IV. Persepsi

A. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi : persepsi sensoris yang palsu yang tidak disertai dengan stimuli eksternal

yang nyata.

a) Halusinasi hipnagogik: persepsi sensoris yang palsu yang terjadi saat akan

tertidur, biasanya dianggap sebagai fenomena yang nonpatologis.

b) Halusinasi hipnopompik : persepsi palsu yang terjadi saat terbangun dari tidur;

biasanya dianggap tidak patologis.

c) Halusinasi dengar (auditoris): persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi

juga bunyi-bunyi lain, seperti musik.

d) Halusinasi visual : persepsu palsu tentang penglihatan yang berupa citra yang

berbentuk (sebagai contohnya, orang) dan citra yang tidak berbentuk (sebagai

contohnya, kilatan cahaya).

e) Halusinasi cium (oflaktoris): persepsi membau yang palsu.

f) Halusinasi kecap (gustatoris): persepsi tentang rasa kecap yang palsu; seperti

rasa kecap yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kejang.

g) Halusinasi raba (taktil, haptic): persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi

permukaan, seperti dari tungkai yang teramputasi (phantom limb), sensasi

adanyan gerakan pada atau dibawah kulit (kesemutan).

h) Halusinasi somatic : sensasi palsu tentang sesuatu hal yang terjadi di dalam atau

terhadap tubuh, paling sering berasal dari visceral (juga dikenal sebagai

halusinasi kenestetik).

i) Halusinasi liliput : persepsi yang palsu dimana benda-benda tampak lebih kecil

ukurannya (juga dikenal sebagai mikropsia).

Page 22: KONSEP GANGGUAN JIWA

j) Halusinasi yang sejalan dengan mood: halusinasi dimana isi halusinasi konsisten

dengan mood yang tertekan atau manik (sebagai contohnya, pasien yang

mengalami depresi mendengar suara yang mengatakan bahwa pasien adalah

orang yang jahat, seorang pasien manik mendengar suara yang mengatakan

bahwa pasien memiliki harga diri, kekuatan, dan pengetahuan yang tinggi).

k) Halusinasi yang tidak sejalan dengan mood : sebagai contohnya, pada pasien

depresi, halusinasinya tidak melibatkan tema-tema tersebut seperti rasa bersalah,

penghukuman yang layak diterima, atau ketidakmampuan; pada mania, halusinasi

tidak mengandung tema-tema tersebut seperti harga diri atau kekuasaan yang

tinggi.

l) Halusinosis: halusinasi, paling sering adalah halusinasi dengar, yang

berhubungan dengan penyalahgunaan alcohol kronis dan terjadi dalam sensorium

yang jernih, berbeda dengan delirium tremens (DTs) yaitu halusinasi yang terjadi

dalam kotes sensorium yang berkabut.

m) Sinestesia : sensasi atau halusinasi yang disebabkan oleh sensasi lain (sebagai

contohnya suatu sensasi auditoris yang disertai atau dicetuskan oleh suatu

sensasi visual; suatu bunyi dialami sebagai dilihat atau suatu benda penglihatan

dialami sebagai didengar).

n) Trailing phenomenon: kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-obat

halusinogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan citra yang

terpisah dan tidak kontinu.

B. Gangguan yang berhubungan dengan gangguan kognitif : agnosia :

ketidakmampuan untuk mengenali dan menginterpretasikan kepentingan kesan

sensoris.

1. Anosognosia : ketidaktahuan tentang penyakit; ketidakmampuan untuk mengenali

suatu defek neurologis yang terjadi pada dirinya.

2. Somatopagnosia : ketidaktahuan tentang tubub; ketidakmampuan untuk mengenali

suatu bagian tubuh sebagai milik tubuhnya sendiri (juga disebut autopagnosia).

3. Agnosia visual : ketidakmampuan untuk mengenali benda-benda atu orang.

4. Astereognosis: ketidakmampuan untuk mengenali benda melalui sentuhan.

5. Apraksia : ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu.

6. Prosopagnosia : ketidakmampuan mengenali wajah.

7. Simultagnosia: ketidakmampuan untuk mengerti lebih dari satu elemen pandangan

visual pada suatu waktu atau untuk mengintegrasikan bagian-bagian menjadi

keseluruhan.

8. Adiadokokinesia : ketidakmampuan untuk melakukan pergerakan yang berubah

dengan cepat.

Page 23: KONSEP GANGGUAN JIWA

C. Gangguan yang berhubungan dengan fenomena konversi dan disosiatif

1. Anestesia histerikal : hilangnya modalitas sensoris yang disebabkan oleh konflik

emosional.

2. Makropsia : menyatakan bahwa benda-benda tampak lebih besar dari sesungguhnya.

3. Mikropsia : menyatakan bahwa benda-benda lebih kecil dari sesungguhnya.

4. Depersonalisasi : suatu perasaan subjektif merasa tidak nyata, aneh atau tidak

mengenali diri sendiri.

5. Derealisasi : suatu perasaan subjektif bahwa lingkungan aneh atau tidak nyata; suatu

perasaan tentang perubahan realitas.

6. Fuga (fugue) : mengambil identitas baru pada amnesia identitas yang lama; seringkali

termasuk berjalan-jalan atau berkelana ke lingkungan yang baru.

7. Kepribadian ganda : satu orang yang tampak pada waktu yang berbeda menjadi dua

atau lebih kepribadian dan karakter yang sama sekali berbeda.

VII. Daya Ingat

A. Gangguan daya ingat

1. Amnesia : ketidakmampuan sebagian atau keseluruhan untuk mengingat pengalaman

masa lalu.

a. Anterograd : amnesia untuk peristiwa yang terjadi setelah suatu titik waktu.

b. Retrograd : amnesia sebelum suatu titik waktu.

2. Paramnesia : pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan.

a. Fausse reconnaissance : pengenalan yang palsu.

b. Pemalsuan retrospektif : ingatan secara tidak diharapkan (tidak disadari) menjadi

terdistorsi saat disaring melalui keadaan emosional, kognitif, dan pengalaman

pasien sekarang.

c. Konfabulasi : pengisian kekosongan ingatan secara tidak disadari oleh

pengalaman yang dibayangkan atau tidak nyata yang dipercaya pasien tetapi

tidak mempunyai dasar kenyataan; paling sering berhubungan dengan patologi

organic.

d. Déjà vu : ilusi pengenalan visual dimana situasi yang baru secara keliru dianggap

sebagai suatu pengulangan ingatan sebelumnya.

e. Deja entendu : ilusi pengenalan auditoris.

f. Deja pense : ilusi bahwa suatu pikiran yang sebelumnya telah dirasakan atau

diekspresikan.

g. Jamais vu : perasaan palsu tentang ketidakkenalan terhadap situasi nyata yang

telah dialami oleh seseorang.

3. Hipermnesia : peningkatan derajat penyimpanan dan pengingatan.

4. Eidetic image : ingatan visual tentang kejelasan halusinasi.

Page 24: KONSEP GANGGUAN JIWA

5. Screen memory : ingatan yang dapat ditoleransi secara sadar menutupi ingatan yang

menyakitkan.

6. Represi : suatu mekanisme pertahanan yang ditandai oleh pelupaan secara tidak

disadari terhadap gagasan atau impuls yang tidak dapat diterima.

7. Letologika : ketidakmampuan sementara untuk mengingat suatu nama atau suatu kata

benda yang tepat.

B. Tingkat daya ingat

1. Segera (immediate): reproduksi atau pengingatan hal-hal yang dirasakan dalam

beberapa detik sampai menit.

2. Baru saja (recent): pengingatan peristiwa yang telah lewat beberapa hari.

3. Agak lama (recent past): pengingatan peristiwa yang telah lewat selama beberapa

bulan.

4. Jauh (remote): pengingatan peristiwa yang telah lama terjadi.

VIII Inteligensia

A. Retardasi mental : kurangnya inteligensia sampai derajat dimana terdapat gangguan

pada kinerja social dan kejuruan: ringan (IQ 50 atau 55 sampai kira-kira 70), sedang

(IQ 35 atau 40 sampai 50 atau 55), berat (IQ 20 atau 25 sampai 35 atau 40), atau

sangat berat (IQ dibawah 20 atau 25).

B. Dimensia : pemburukan fungsi intelektual organic dan global tanpa pengaburan

kesadaran.

a. Diskalkulia (alkalkulia): hilangnya kemampuan untuk melakukan perhitungan yang

tidak disebabkan oleh kecemasan atau gangguan konsentrasi.

b. Disgrafia (agrafia): hilangnya kemampuan untuk menulis dalam gayan yang kursif;

hilangnya struktur kata.

c. Aleksia : hilangnya kemampuan membaca yang sebelumnya dimiliki; tidak

disebabkan oleh gangguan ketajaman penglihatan.

C. Pseudodemensia : gambaran klinis yang menyerupai demensia yang tidak

disebabkan oleh suatu kondisi organic; paling sering disebabkan oleh depresi

(sindroma demensia dari depresi).

D. Berpikir konkret : berpikir harafiah; penggunaan kiasan yang terbatas tanpa

pengertian nuansa arti, pikiran satu dimensional.

E. Berpikir abstrak : kemampuan untuk mengerti nuansa arti; berpikir multidimensional

dengan kemampuan menggunakan kiasan dan hipotesis dengan tepat.

IX. Tilikan (insight) : kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti

dari suatu situasi.

Page 25: KONSEP GANGGUAN JIWA

A. Tilikan intelektual : mengerti kenyataan objektif tentang suatu keadaan tanpa

kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dalam cara yang berguna untuk

mengatasi situasi.

B. Tilikan sesungguhnya : mengerti kenyataan objektif tentang suatu situasi, dosertai

dengan daya pendorong (impetus) motivasi dan emosional untuk mengatasi situasi.

C. Tilikan yang terganggu : menghilangnya kemampuan untuk mengerti kenyaan

objektif dari suatu situasi.

X. Pertimbangan (judgment: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan untuk

bertindak secara tepat dalam situasi tersebut.

A. Pertimbangan kritis : kemampuan untuk menilai, melihat, dan memilih berbagai

pilihan dalam suatu situasi.

B. Pertimbangan otomatis: kinerja reflex di dalam suatu tindakan.

C. Pertimbangan yang terganggu : menghilangnya kemampuan untuk mengerti suatu

situasi dengan benar dan bertindak secara tepat.

F. Klasifikasi Gangguan Jiwa

a. Neurosis

Neurosis merupakan suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagian

kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan : keadaan

cemas yang kronis, gangguan-gangguan pada indera dan motoric, hambatan emosi,

kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energy fisik. Pada orang

yang mengalami gangguan jiwa neurosis masih bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan

biasa sehari-hari atau masih bisa belajar, dan jarang memerlukan perawatan khusus

di rumah sakit (Singgih Dirgagumarsa, 1978; Dali Gulo, 1982).

Jenis-jenis neurosis antara lain (Maramis, 1980) :

1. Neurosis cemas : tidak ada rangsang yang spesifik yang menyebabkan kecemasan,

tetapi bersifat mengambang bebas. Apabila kecemasan yang dialami sangat hebat

maka terjadi kepanikan.

2. Histeria : merupakan neurosis yang ditandai dengan reaksi-reaksi emosional yang

tidak terkendali sebagai cara untuk mempertahankan diri dari kepekaannya

terhadap rangsangan-rangsangan emosional. Pada neurosis jenis ini fungsi mental

dan jasmaniah dapat hilang tanpa dikehendaki oleh penderita. Gejala-gejala sering

timbul dan hilang secara tiba-tiba, terutama bila penderita menghadapi situasi yang

menimbulkan reaksi emosional yang hebat.

Page 26: KONSEP GANGGUAN JIWA

3. Neurosis fobik : merupakan gangguan jiwa dengan gejala utamanya fobia, yaitu

rasa takut yang hebat yang bersifat rasional, terhadap suatu benda atau keadaan.

4. Neurosis obsesif-kompulsif : istilah obsesif menunjuk pada suatu ide yang

mendesak ke dalam pikiran atau menguasai kesadaran dan istilah kompulsi

menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk tidak

dilakukan, meskipun sebenarnya perbuatan tersebut tidak perlu dilakukan. Contoh :

kleptomania.

5. Neurosis depresif : merupakan neurosis dengan gangguan utama pada perasaan

dengan ciri-ciri : kurang atau tidak bersemangat, rasa harga diri rendah, dan

cenderung menyalahkan diri sendiri.

6. Neurasthenia : disebut juga penyakit payah. Gejala utamanya adalah tidak

bersemangat, cepat lelah meskipun hanya mengeluarkan tenaga yang sedikit,

emosi labil, dan kemampuan berpikir menurun.

b. Psikosis

Menurut Singgih D. Gunarsa (1998), psikosis adalah gangguan jiwa yang meliputi

keseluruhan kepribadian, sehingga penderita tidak bisa menyesuaikan diri dalam

norma-norma hidup yang wajar dan berlaku umum. Kelainan-kelainan seperti ini dapat

diketahui berdasarkan gangguan-gangguan pada perasaan, pikiran, kemauan,

motoric. Sedemikian berat sehingga perilaku penderita tidak sesuai lagi dengan

kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapat dimengerti oleh orang normal,

sehingga orang awam menyebut penderita sebagai orang gila. Gangguan jiwa

psikosis dibagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Psikotik organic : delirium, dementia

2. Psikotik non organic : skizofrenia, gangguan waham, gangguan mood.

Tabel 1 Perbedaan Antara Psikosis dan Neurosis

No Faktor Psikosis Neurosis

Page 27: KONSEP GANGGUAN JIWA

1

2

3

4

5

6

perilaku umum gejala-gejala

orientasi pemahaman (insight) resiko sosial penyembuhan

Gangguan terjadi pada seluruh aspek kepribadian, tidak ada kontak dengan realitas. Gejalan bervariasi luas dengan waham, halusinasi, kedangkalan emosi, dst. yang terjadi secara terus-menerus. Penderita sering mengalami disorientasi (waktu, tempat, dan orang-orang). Penderita tidak emahami bahwa dirinya sakit. Perilaku penderita dpt. membahayakan orang lain dan diri sendiri. Penderita memerlukan perawatan di rumah sakit. Kesembuhan seperti keadaan semula dan permanen sulit dicapai.

Gangguan terjadi pada sebagian kepribadian, kontak dengan realitas masih ada. Gejala psikologis dan somatik bisa bervariasi, tetapi bersifat temporer dan ringan Penderita tidak atau jarang mengalami disorientasi . Penderita memahami bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa

Perilaku penderita jarang atau tidak membahayakan orang lain dan diri sendiri Tidak begitu memerlukan perawatan di rumah sakit.

Kesembuhan seperti semula dan permanen sangat mungkin untuk dicapai..

G. MACAM-MACAM GANGGUAN JIWA

Macam-macam gangguan jiwa menurut PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi ke III) tahun 1993 adalah sebagai berikut:

1. Gangguan mental organik dan simtomatik (F00 – F09)

Gangguan mental organic merupakan gangguan mental yang berkaitan dengan

penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat di diagnosis tersendiri. Gangguan

mental simtomatik , dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari

penyakit/gangguan di luar otak (extracerebral). Ciri khasnya yaitu : etiologic

organic/fisik jelas, primer/sekunder. Gambaran utama dari gangguan ini adalah

gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya piker, dan belajar); gangguan sensorium

(gangguan kesadaran dan perhatian); dan sindrom dengan manifestasi yang

menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), dan

suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas). Blok gangguan mental

Page 28: KONSEP GANGGUAN JIWA

organic menggunakan 2 kode, yaitu : 1) sindrom psikopatologik (misalnya,demensia)

dan 2) gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer).

2. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10 – F19)

Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari intoksikasi tanpa

komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas

dan demensia, tetapi semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan satu atau lebih

zat psikoaktif dengan atau tanpa resep dokter. Sistem kode dari gangguan ini yaitu

zat yang digunakan termasuk ke dalam karakter 2 dan 3, sedangkan keadaan klinis

termasuk ke dalam karakter ke 4 dan 5. Misalnya, F10.03 merupakan gangguan

mental dan perilaku akibat penggunaan alcohol, intoksikasi akut dengan delirium.

3. Skizofrenia, gangguan Skizotipal, dan gangguan Waham (F20 – F29)

Ciri khas : gejala psikotik, etiologic organic tidak jelas.

- Skizofrenia : suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum

diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating)

yang luas, serta sejumlah akibat yang bergantung pada pertimbangan pengaruh

genetic, fisik, dan social budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan

yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek

yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih

dan kemampuan intelektualnya biasanya tetap terpelihara, walaupun

kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

- Gangguan skizotipal : bila istilah ini digunakan untuk diagnosis, tiga atau empat

gejala khas berikut ini harus sudah ada secara menerus atau secara episodic,

sedikitnya untuk 2 tahunlamanya : afek yang tidak wajar atau yang

menyempit/constricted (individu tampak dingin dan acuh tak acuh); perilaku atau

penampilan yang aneh, eksentrik atau ganjil; hubungan social yang buruk

dengan orang lain dan tendensi menarik diri dari pergaulan social; kepercayaan

yang aneh atau pikiran bersifat magik, yang mempengaruhi perilaku dan tidak

serasi dengan norma-norma budaya setempat; kecurigaan atau ide-ide paranoid;

pikiran obsesif berulang-ulang yang tak terkendali sering dengan isi yang bersifat

“dysmorphophobic” (keyakinan tentang bentuk tubuh yang tidak normal/buruk

dan tidak terlihat secara objektif oleh orang lain), seksual atau agresif; persepsi-

persepsi panca indera yang tidak lazim termasuk mengenai tubuh

(somatosensory) atau ilusi-ilusi lain, depersonalisasi atau derealisasi; pikiran

yang bersifat samar-samar (vague), berputar-putar (circumstantial), penuh kiasan

Page 29: KONSEP GANGGUAN JIWA

(metaphorical), sangat terinci dan ruwet (overelaborate), atau stereotipik, yang

bermanifestasi dalam pembicaraan yang aneh atau cara lain, tanpa inkoherensi

yang jelas dan nyata; dan sewaktu-waktu ada episode menyerupai psikotik yang

bersifat sementara dengan ilusi, halusinasi audiotorik atau lainnya yang bertubi-

tubi, dan gagasan yang mirip waham, biasanya terjadi tanpa provokasi dari luar.

- Gangguan waham : waham baik tunggal maupun sebagai suatu sistem waham

harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi

(personal) dan bukan budaya setempat. Gejala-gejala depresif atau bahkan

suatu episode depresif yang lengkap/full-blown mungkin terjadi secara intermiten,

dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak

terdapat gangguan afektif itu. Tidak boleh ada bukti tentang penyakit otak,

halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementara.

Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikirran,

penumpulan afek, dsb).

4. Gangguan suasana perasaan (mood/afek) (F30 – F39)

Ciri khas : gejala gangguan afek (psikotik dan non-psikotik). Kelainan fundamental

dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,

biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa ansietas yang menyertainya) atau

kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek ini biasanya

disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan

kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah

dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. Gangguan afektif dibedakan

menurut :

- Episode tunggal atau multiple

- Tingkat keparahan gejala (mania dengan gejala psikotik, mania tanpa gejala

psikotik, dan hipomania; serta depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik

maupun berat dengan gejala psikotik).

- Dengan atau tanpa gejala somatic.

5. Gangguan neurotic, gangguan somatoform, dan gangguan stress (F40 – F48)

Ciri khas : gejala non psikotik, etiologic non organic. Gangguan neurotic, gangguan

somatoform, dan gangguan terkait stress dikelompokkan menjadi satu dengan

alasan bahwa dalam sejarahnya ada hubungan dengan perkembangan konsep

neurosis dan berbagai kemungkinan penyebab psikologis (psychological causation).

Page 30: KONSEP GANGGUAN JIWA

Ciri utama gangguan somatoform adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang

berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medic, meskipun sudah

berkali-kali terbukti hasilnya negative dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya

bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga

menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan

fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan

meskipun didapatkan gejala-gejala ansietas dan depresi.

6. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik (F50

– F59)

Ciri khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologic non organic. Adapun pembagian

gangguannya antara lain : gangguan makan, gangguan tidur non organic, disfungsi

seksual bukan disebabkan oleh gangguan atau penyakit organic, gannguan mental

dan perilaku yang berhubungan dengan masa nifas yang tidak diklasifikasikan, faktor

psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang

diklasifikasikan, penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan, dan

sindrom perilaku yang tidak tergolongkan yang berhubungan dengan gangguan

fisiologis dan faktor fisik.

7. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa (F60 – F69)

Ciri khas : gejala perilaku, etiologic non organic. Pada gangguan ini mencakup

kondisi klinis yang bermakna dan pola perilaku yang cenderung menetap, dan

merupakan ekspresi dari pola hidup yang khas dari seseorang dan cara-cara

berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa dari kondisi dan pola

perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan

dirinya sebagai hasil dari interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup,

sedangkan yang lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.

8. Retardasi Mental (F70 – F79)

Ciri khas : gejala perkembangan IQ, onset masa kanak. Retardasi mental adalah

suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap terutama

ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan,

sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya

kemampuan kognitif, bahasa, motoric, dan social. Retardasi mental dapat terjadi

dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Hendaya perilaku

adaptif selalu ada, tetapi dalam lingkungan social terlindung dimana sarana

Page 31: KONSEP GANGGUAN JIWA

pendukung cukup tersedia, hendaya ini mungkin tidak tampak sama sekali pada

penyandang retardasi mental ringan.

9. Gangguan perkembangan psikologis (F80 – F89)

Ciri khas : gejala perkembangan khusus, onset masa kanak. Gangguan-gangguan

yang termasuk dalam gangguan perkembangan psikologis memiliki gambaran

sebagai berikut : onset bervariasi selama masa bayi atau kanak=kanak; adanya

hendaya atau kelambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat

dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat; dan berlangsung secara

terus-menerus tanpa adanya remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak

gangguan jiwa. Pada sebagian besar kasus, fungsi-fungsi yang dipengaruhi

termasuk bahasa, keterampilan visuo-spatial dan/atau koordinasi motoric. Yang khas

adalah hendayanta berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia anak

(walaupun deficit yang lebih ringan sering menetap sampai masa dewas).

10. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja (F90 –

F98)

Ciri khas : gejala perilaku/emosional, onset masa kanak. Anak dengan gangguan

perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau

norma-norma masyarakat (Maramis, 1994).Anak dengan gangguan perilaku dapat

menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin

berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua

faktor ini saling memengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta

sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.Pada

gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan

perubahan kepribadian.Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak,

dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan

demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.

11. F99 Gangguan jiwa yang tidak tergolongkan

Ini merupakan kategori yang tersisa yang tidak dianjurkan, kecuali tidak ada kode

diagnosis lain dari F00 – F98 dapat digunakan.

H. TERAPI GANGGUAN JIWA

1. Terapi psikofarmaka

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada

Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan

Page 32: KONSEP GANGGUAN JIWA

perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap

taraf kualitas hidup klien (Hawari, 2001). Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa

golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas,

antiinsomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Obat acuan dari antipsikosis

adalah chlorpromazine (CPZ), obat acuan dari anti-depresi yaitu amitriptyline, obat

acuan anti mania adalah lithium carbonate, obat acuan anti ansietas adalah

diazepam/chlordiazepoxide, obat acuan antiinsomnia yaitu phenobarbital, obat acuan

anti panic yaitu imipramine, dan obat acuan anti obsesif kompulsif adalah

clomipramine.

2. Terapi somatic

Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa

sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh lain. Salah satu bentuk

terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy. Terapi elektrokonvulsif (ECT)

merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak

melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan

kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.

Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT

menghasilkan perubahan-perubahan biokimia di dalam otak (Peningkatan kadar

norepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti depresan. (Townsend alih bahasa

Daulima, 2006).

3. Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang

bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku

maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.

Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:

a) Terapi Individual

Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan

pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang

klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien

untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang

disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis

(terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku

klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Hubungan

terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan

Page 33: KONSEP GANGGUAN JIWA

konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan

penderitaan (distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai

dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

b) Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi

perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku

adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti

terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan

berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas

dan interaksi.

c) Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang

mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah

membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan

mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang

stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola

keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi

perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut.

Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang

diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun

perubahan kognitif.

d) Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota

keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga

adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran

utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa

melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi

keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan

kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya

masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing

anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa

kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian

mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan

atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.

Page 34: KONSEP GANGGUAN JIWA

e) Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam

kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok.

Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara

teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan

hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Terapi Perilaku

Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul

akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari

dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan

dalam terapi jenis ini adalah: Role model, Kondisioning operan, Desensitisasi

sistematis, Pengendalian diri dan Terapi aversi atau rileks kondisi.

f) Terapi Bermain

Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak

akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan

ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat

perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta

melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.

4. Terapi psikososial/Terapi perilaku.

Terapi sosial dilakukan untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan

memenuhi diri sendiri, dan komunikasi interpersonal. Terapi perilaku dapat dilakukan

dengan memberikan hadiah atau pujian sehingga dapat mendorong pasien

berperilaku adaptif. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau

menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendiri, dan tingkah laku yang aneh

dapat diturunkan. Latihan keterampilan perilaku dapat dilakukan dengan permainan

simulasi, atau melakukan keterampilan dalam melakukan pekerjaan rumah.

5. Terapi psikomotor.

Terapi psikomotor adalah suatu bentuk terapi yang mempergunakan gerakan tubuh

sebagai salah satu cara untuk melakukan analisa berbagai gejala yang mendasari

suatu bentuk gangguan jiwa. Analisa yang diperoleh dapat dipakai sebagai bahan

diskusi dinamika dari perilaku serta responnya dalam perubahan perilaku dengan

tujuan mendapatkan perilaku yang paling sesuai dengan dirinya.

6. Terapi rekreasi.

Page 35: KONSEP GANGGUAN JIWA

Terapi rekreasi adalah suatu bentuk terapi yang mempergunakan media rekreasi

(bermain, olahraga, darmawisata, menonton TV, dan sebagainya) dengan tujuan

mengurangi ketergangguan emosional dan memperbaiki perilaku melalui diskusi

tentang kegiatan rekreasi yang telah dilakukan, sehingga perilaku yang baik di ulang

dan yang buruk dihilangkan.

7. Art terapi.

Art terapi adalah suatu bentuk terapi yang menggunakan media seni (tari, lukisan,

musik, pahat, dan sebagainya) untuk mengekspresikan ketegangan-ketegangan

psikis sehingga dapat menyalurkan dorongan-dorongan yang terpendam dalam jiwa

seseorang. Hasil seni yang dibuat selain dapat dinikmati orang lain dan dirinya juga

akan meningkatkan harga diri seseorang. Perawat jiwa yang selalu dekat dengan

pasien diharapkan dapat memberikan berbagai kegiatan yang terarah dan berguna

bagi pasien dalam berbagai terapi tersebut.

8. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian psikososial dan latihan

vokasional sebagai usaha untuk memperoleh fungsi dan penyesuaian diri yang

optimal serta mempersiapkan klien secara fisik, mental, sosial dan vokasional untuk

suatu kehidupan penuh sesuai dengan kemampuannya (Nasution, 2006).

Rehabilitasi adalah suatu proses yang kompleks, meliputi berbagai disiplin dan

merupakan gabungan dari usaha medik, sosial, educational, yang terpadu untuk

mempersiapkan, meningkatkan/mempertahankan dan membina seseorang agar

dapat mencapai kembali taraf kemampuan fungsional setinggi mungkin. Peran

perawat dalam kegiatan rehabilitasi masih diperlukan terutama dalam melibatkan

keluarga atau masyarakat dalam pelaksanaan dan memperlancar upaya rehabilitasi.

Page 36: KONSEP GANGGUAN JIWA

KONSEP SKIZOFRENIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN GANGGUAN JIWA LAIN

1. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh ditandai

dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang

terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau

primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi,

khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif,

autism, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi

(Kaplan & Sadock, 2004).

Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi dalam durasi

paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala (atau lebih) yang diikuti

munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir, dan adanya perilaku

yang katatonik serta adanya gejala negative (APA, 2000).

2. Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Menurut Kaplan & Sadock (2004), terdapat beberaapa kriteria diagnostic skizofrenia

di dalam DSM-IV antara lain:

A. Karakteristik gejala

Terdapat dua (atau lebih) dari kriteria di bawah ini, masing-masing ditemukan secara

signifikan selama periode satu bulan (atau kurang, bila berhasil ditangani):

1) Delusi (waham)

2) Halusinasi

3) Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya sering menyimpang atau

tidak berhubungan).

4) Perilaku yang tidak terorganisasi secara luas atau munculnya perilaku katatonik

yang jelas.

5) Gejala negative, yaitu adanya afek yang datar, alogia atau avolisis (tidak adanya

kemauan).

Catatan : Hanya diperlukan satu gejala dari kriteria A, jika delusi yang muncul

bersifat kacau (bizzare) atau halusinasi terdiri dari beberapa suara yang terus-

Page 37: KONSEP GANGGUAN JIWA

menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara

yang saling berbincang antara satu dengan yang lainnya.

B. Disfungsi social atau pekerjaan

Untuk kurun waktu yang signifikan sejak munculnya onset gangguan,

ketidakberfungsian ini meliputi satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan,

hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang jelas di bawah tingkat yang dicapai

sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, adanya kegagalan

untuk mencapai beberapa tingkatan hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau

pekerjaan yang diharapkan).

C. Durasi

Adanya tanda-tanda gangguan yang terus-menerus menetap selama sekurangnya

enam bulan. Pada periode enam bulan ini, harus termasuk sekurangnya satu bulan

gejala (atau kurang, bila berhasil ditangani) yang memenuhi kriteria A (yaitu fase aktif

gejala) dan mungkin termasuk pada periode gejala prodromal atau residual. Selama

periode prodromal atau residual ini, tanda-tanda dari gangguan mungkin hanya

dimanifestasikan oleh gejala negative atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam

kriteria A dalam bentuk yang lemah.

D. Di luar gangguan skizoafektif dan gangguan mood

Gangguan-gangguan lain dengan ciri psikotik tidak dimasukkan, karena:

1) Tidak ada episode depresif mayor, manik atau episode campuran yang terjadi

secara bersamaan yang terjadi bersama dengan gejala fase aktif.

2) Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, maka durasi totalnya akan

relative lebih singkat bila dibandingkan dengan durasi periode aktif atau

residualnya.

E. Di luar kondisi di bawah pengaruh zat atau kondisi medis umum

Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat

(penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis umum.

F. Hubungan dengan perkembangan pervasive

Jika ada riwayat gangguan autistic atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,

diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika muncul delusi atau halusinasi secara

menonjol untuk sekurang-kurangnya selama satu bulan (atau kurang jika berhasil

ditangani).

Page 38: KONSEP GANGGUAN JIWA

Klasifikasi perjalanan gangguan jangka panjang (klasifikasi ini hanya dapat

diterapkan setelah sekurang-kurangnya satu tahun atau lebih, sejak onset awal dari

munculnya gejala fase aktif):

a) Episodik dengan gejala residual interepisode (episode ini dinyatakan dengan

munculnya kembali gejala psikotik yang menonjol), khususnya dengan gejala

negative yang menonjol.

b) Episodik tanpa gejala residual interepisodik.

c) Kontinum (ditemukan adanya gejala psikotik yang menonjol di seluruh periode

observasi), dengan gejala negative yang menonjol.

d) Episode tunggal dalam remisi parsial, khususnya dengan gejala negative yang

menonjol.

e) Episode tunggal dalam remisi penuh

f) Pola lain yang tidak ditemukan (tidak spesifik).

3. Etiologi

Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu :

a. Diatesis-Stress Model

Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan lingkungan yang

secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat menyebabkan

berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga faktor tersebut saling berpengaruh

secara dinamis (Kaplan & Sadock, 2004).

b. Faktor Biologis

Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamine yang menyatakan bahwa

skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergic yang berlebihan di bagian kortikal

otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru juga

menunjukkan pentingnya neurotransmitter lain termasuk serotonin, norepinefrin,

glutamate, dan GABA. Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian

menggunakan CT Scan ternyata ditemukan perubahan anatomi otak seperti

pelebaran lateral ventrikel, atropi koteks atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama

pada penderita kronis skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2004).

c. Genetika

Page 39: KONSEP GANGGUAN JIWA

Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat umum 1%,

pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8%, dan pada anak 12% apabila

salah satu orang tua menderita skizofrenua, walaupun anak telah dipisahkan dari

orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 40%. Pada kembar

monozigot 47%,sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 12% (Kaplan & Sadock,

2004).

d. Teori Psikososial

Teori perkembangan

Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa kurangnya perhatian yang

hangat dan penuh kasih saying di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam

menyebabkan kurangnya identitsa diri, salah interpretasi terhadap realitas dan

menarik diri dari hubungan social pada penderita skizofrenia (Sirait, 2008).

Teori belajar

Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang menderita

skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang

mungkin memiliki masalah emosional yang bermakna. Hubungan interpersonal

yang buruk dari penderita skizofrenia akan berkembang karena mempelajari

model yang buruk selama anak-anak (Sirait, 2008).

Teori keluarga

Tidak ada teori yang terkiat dengan peran keluarga dalam menimbulkan

skizofrenia. Namun beberapa penderita skizofrenia berasal dari keluarga yang

disfungsional (Sirait, 2008).

4. Tipe-Tipe Skizofrenia

Berdasarkan definisi dan kriteria diagnostic tersebut, skizofrenia di dalam DSM-IV

dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtype, yaitu (Kaplan & Sadock, 2004):

a. Skizofrenia Paranoid

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

- Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang menonjol

secara berulang-ulang.

Page 40: KONSEP GANGGUAN JIWA

- Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini : pembicaraan yang

tidak terorganisasi, perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik, atau afek

yang datar atau tidak sesuai.

b. Skizofrenia terdisorganisasi

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Berikut ini semuanya menonjol : pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku

yang tidak terorganisasi, dan afek yang datar atau tidak sesuai.

2. Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik.

c. Skizofrenia Katatonik

Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang-kurangnya

dua hal berikut ini :

- Imobilitas motoric, seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk fleksibilitas

lilin) atau stupor.

- Aktivitas motoric yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh

stimulus eksternal).

- Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak adanya

motivasi terhadap semua bentuk perintah atau mempertahankan postur yang

kaku dan menentang semua usaha untuk menggerakkannya) atau mutism.

- Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditunjukkan oleh posturing

(mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara disengaja), gerakan

stereotipik yang berulang-ulang, mannerism yang menonjol, atau bermuka

menyeringai secara menonjol.

- Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna).

d. Skizofrenia Tidak tergolongkan

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe

paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.

e. Skizofrenia residual

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

- Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisasi, dan

perilaku yang tidak terorganisasi atau katatonik yang menonjol.

Page 41: KONSEP GANGGUAN JIWA

- Terdapat terus tanda-tanda gangguan, seperti adanya gejala negative atau dua

atau lebih gejala yang terdapat dalam kriteria A, walaupun ditemukan dalam

bentuk yang lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang

tidak lazim).

5. Gejala dan Gambaran Klinis Skizofrenia

Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah adanya campuran

dari dua karakteristik (baik gejala positif maupun gejala negative) (APA, 2000). Secara

umum, karakteristik gejala skizofrenia (kriteria A), dapat digologkan dalam tiga kelompok:

- Gejala positif : merupakan tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada,

namun pada pasien skizofrenia justru muncul. Gejala positif adalah gejala yang

bersifat aneh, antara lain berupa delusi, halusinasi, ketidakteraturan pembicaraan, dan

perubahan perilaku (Kaplan & Sadock, 2004).

- Gejala negative : adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu, seperti

perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira, menarik diri,

ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan social, serta kurangnya

motivasi untuk beraktivitas (Kaplan & Sadock, 2004).

- Kategori gejala yang ketiga adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh

(misalnya katatonia, dimana pasien menampilkan perilkau tertentu berulang-ulang,

menampilkan pose tubuh yang aneh, atau waxy flexibility, yaitu orang lain dapat

memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan

dipertahankan dalam waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun

disorganisasi pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisasikan ide dan

pembicaraan, sehingga orang lain tidak mengerti (dikenal dengan gangguan berfikir

formal) misalnya asosiasi longgar, inkoherensi, dan sebagainya (Prabowo, 2007).

6. Perjalanan Gangguan dan Prognosis Skizofrenia

a. Fase prodromal

Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan,

sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau

akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua gejala dari

kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia. Awal munculnya skizofrenia dapat terjadi

setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang individu

mulai menarik diri secara social dari lingkungannya (Prabowo, 2007).

Page 42: KONSEP GANGGUAN JIWA

Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung selama beberapa minggu

hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain yang memenuhi kriteria untuk

menegakkan diagnosis skizofrenia muncul. Individu dengan fase prodromal singkat,

perkembangan gejala gangguannya ebih jelas terlihat daripada individu yang

mengalami fase prodromal panjang (Prabowo, 2007).

b. Fase Aktif Gejala

Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia secara jelas.

Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada

kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai

akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin

besar antara individu dengan lingkungan sosialnya (Prabowo, 2007).

c. Fase Residual

Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua gejala dari

kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat menetap dan tidak

disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan

gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari

lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan

mencegah terjadinya kekambuhan.

Penegakan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu prognosis positif

apibal didukung oleh beberapa aspek berikut, seperti: onset terjadi pada usia yang lebih

lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya kehidupan yang relative baik sebelum terjadinya

gangguan dalam bidang social, pekerjaan, dan seksual, fase prodromal terjadi secara

singkat, munculnya gejala gangguan mood, adanya gejala positif, sudah menikah, dan

adanya sistem pendukung yang baik (Kaplan & Sadock, 2004).

Sedangkan prognosis negative, dapat ditegakkan apabila muncul beberapa keadaan

seperti berikut : onset gangguan lebih awal, faktor pencetus tidak jelas, riwayat

kehidupan sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal terjadi cukup lama,

adanya perilaku yang autistic, melakukan penarikan diri, statusnya lajang, bercerai, atau

pasangannya telah meninggal, adanya riwayat keluarga yang mengidap skizofrenia,

munculnya gejala negative, sering kambuh secara berulang, dan tidak adanya sistem

pendukung yang baik (Kaplan & Sadock, 2004).

7. Terapi

a. Terapi Biologis

Page 43: KONSEP GANGGUAN JIWA

Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan

menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak.

Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala

skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine

decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines,

reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama.

Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak

mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang

tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita

skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan

(Durand, 2007).

Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada

penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy (ECT)

diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi

pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini

digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk

skizofrenia.

Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak Moniz (1935,

dalam Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu proses

operasi primitif dengan cara membuang “stone of madness” atau disebut dengan batu

gila yang dianggap menjadi penyebab perilaku yang terganggu. Menurut Moniz, cara

ini cukup berhasil dalam proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada

penderita yang berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini

ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak

tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

b. Terapi psikososial

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi

pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan

menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada

pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini

merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman

yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi

kelompok dan terapi keluarga (Durand, 2007).

Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini,

beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai

Page 44: KONSEP GANGGUAN JIWA

fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling

memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan

pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat

memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.

Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok.

Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan

tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-

ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dalam

hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-

perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan

untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi

pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari

beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus,

et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses

penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita,

dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

8. Hubungan Skizofrenia dengan Gangguan Jiwa Lainnya

Berdasarkan perjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi, waham

(delusi), perilaku yang kacau dan pembicaraan yang tidak terorganisir merupakan

karakteristik gejala atau ciri utama dari skizofrenia. Skizofrenia merupakan

gangguan yang terjadi dalam durasi paling sedikit 6 bulan dengan 1 bulan fase

aktif gejala (atau lebih) yang diikuti munculnya halusinasi, waham, pembicaraan

yang tidak terorganisir, peilaku kacau dan gejala negative. Dikatakan skizofrenia

tidak harus mengalami waham, halusinasi, pembicaraan yang tidak terorganisir,

perilaku yang kacau dan gejala negative, tetapi jika pasien hanya mengalami

waham saja atau halusinasi saja atau kedua-duanya serta diikutikriteria diagnostic

skizofrenia lainnya yang sudah dijelaskan diatas maka dapat di diagnosis

skizofrenia.