konsep dasar anestesiologi dan tinjauan kasus anestesi

34
KONSEP DASAR ANESTESIOLOGI DAN TINJAUAN KASUS ANESTESI KONSEP TEORI ANESTESI PENGERTIAN ANASTESI Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. SKALA RESIKO “ASA” “American Society of Anaesthesiologists” (ASA) menetapkan sistem penilaian yang membagi status fisik penderita ke dalam lima kelompok. Golongan Status Fisik I Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat dan bayi muda yang sehat. II Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya penderita dengan obesitas, penderita bronchitis dan penderita DM ringan yang akan menjalani apendektomi

Upload: annisanisye

Post on 24-Jul-2015

110 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

KONSEP DASAR ANESTESIOLOGI DAN TINJAUAN KASUS ANESTESI

KONSEP TEORI ANESTESI

PENGERTIAN ANASTESI

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,

"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan

menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya

yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai tindakan

meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di

operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien

gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.

SKALA RESIKO “ASA”

“American Society of Anaesthesiologists” (ASA) menetapkan sistem penilaian yang

membagi status fisik penderita ke dalam lima kelompok.

Golongan Status Fisik

I

Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya

penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang tua

sehat dan bayi muda yang sehat.

II

Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan

oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya penderita dengan

obesitas, penderita bronchitis dan penderita DM ringan yang akan

menjalani apendektomi

IIIPenyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan

komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendicitis akut

IV

Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa yang

tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, missal

insufisiensi koroner atau MCI

V

Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan

dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal penderita syok berat

karena perdarahan akibat kehamilan di luar uterus yang pecah.

PEMBAGIAN ANASTESI

ANASTESI UMUM

Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya

Page 2: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anastesi ideal terdiri dari

hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.

Cara pemberian anastesi umum:

Parenteral (intramuscular/intravena)

Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.

Perektal

Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.

Anastesi Inhalasi

Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi yang mudah

menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat

anestetik yang digunakan berupa campuran gas (denganO2) dan konsentrasi

zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.

Stadium Anestesi

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium

(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:

Stadium I

Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya

kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat

analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan

gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini

Stadium II

Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran

dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.

Stadium III

Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai

pernapasan spontan hilang. Stadium I I I dibagi menjadi 4 plana yaitu:

Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi

gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks

cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan

belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai

menurun).

Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,

frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil

midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks

Page 3: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.

Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,

lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan

peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot

semakin menurun).

Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis

total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan

kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot

sangat menurun).

Stadium IV

Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya

pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan darah

tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian.

Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan

buatan.

Obat-obat anestesi umum

Tiopenthal :

Bubuk berbau belerang, berwarna kuning, dalam ampul 500/1000 mg. Dilarutkan

dengan aquades sampai konsentrasi 2,5%. Dosis 3-7 mg/kgBB. Melindungi otak

oleh karena kekurangan O2. Sangat alkalis, nyeri hebat dan vasokonstriksi bila

disuntikkan ke arteri yang menyebabkan nekrosis jaringan sekitar.

Propofol:

Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan kepekatan 1%. Dosis

induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-12mg/kgBB/jam, sedasi perawatan intensif

0,2mg/kgBB. Pengenceran hanya dengan Dextrosa 5%. Dosis dikurangi pada

manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3 thn dan ibu hamil.

Ketamin:

Kurang disenangi karena sering takikardi, HT, hipersalivasi, nyeri kepala. Paska

anestesi mual, muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Dosis bolus iv 1-

2mg/kgBB, im 3-10mg/kgBB. Dikemas dalam cairan bening kepekatan 5%, 10%,

1%.

Opioid:

Diberikan dosis tinggi, tak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak

digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung.

Page 4: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Untuk induksi dosis 20-50mg/kgBB, rumatan dosis 0,3-1 mg/kgBB/mnt.

Untuk memberikan cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di

punggung tangan, di dalam pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah kubiti.

Pada anak kecil dan bayi digunakan punggung kaki, depan mata kaki atau di kepala.

Bayi bari lahir digunakan vena umbilikus.

ANASTESI LOKAL/REGIONAL

Adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangmya

kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan tekhnik:

Anastesi Permukaan

Yaitu pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa, seperti

mata, hidung atau faring.

Anastesi Infiltrasi

Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar tempat

lesi, luka dan insisi.

Anastesi Blok

Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini

bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan pleksus

brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi

spinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.

Anastesi Spinal

Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan

memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid di tingkat lumbal

(biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada ekstermitas

bawah, perenium dan abdomen bawah. Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien

dibaringkan miring dalam posisi lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat

melakukan fungsi lumbal dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera

setelah penyuntikan, pasien dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat

blok yang secara relative tinggi, maka kepala dan bahu pasien diletakkan lebih

rendah.

Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung pada

jumlah cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah penyuntikan, dan berat

jenis agens. Jika berat jenis agens lebih berat dari berat jenis cairan

serebrospinal (CSS), agens akan bergerak keposisi dependen spasium

subarachnoid, jika berat jenis agens anastetik lebih kecil dadri CSS, maka

Page 5: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

anasteti akan bergerak menjauh bagian dependen. Perbatasan ini dikendalikan

oleh ahli anestesi. Secara umum, agens yang digunakan adalah prokain,

tetrakain (Pontocaine), dan lidokain (Xylokain).

Dalam beberapa menit, anestesia dan paralisis mempengaruhi jari-jari

kaki dan perineum dan kemudian secara bertahap mempengaruhi tungkai dan

abdomen. Jika anestetik mencapai toraks bagian atas dan medulla spinalis

dalam konsentrasi yang tinggi, dapat terjadi paralisis respiratori temporer,

parsial atau komplit. Paralisis oto-otot pernapasan diatasi dengan

mempertahankan respirasi artificial sampai efek anestetik pada saraf

respiratori menghilang. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama

pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Sebagai aturan, reaksi ini

terjadi akibat traksi pada berbagai struktur, terutama pada struktur di dalam

rongga abdomen. Reaksi tersebut dapat dihindari dengan pemberian intarvena

secara simultan larutan teopental lemah dan inhalasi oksida nitrat.

Indikasi

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai

bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan

khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur

tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi

dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.

Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan

pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan

peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi neuropati,

prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi

golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil,

serta a resistant surgeon.

Persiapan Pasien

Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed

concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin

terjadi.

Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan

untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga

adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan

Page 6: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin

parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.

Perlengkapan

Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan

perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi

umum, dan tindakan resusitasi.

Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal

memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran

16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain,

tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal

mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi

spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka

akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil

(hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama

(isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada

suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,008.

Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan

duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal,

yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-

Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre).

Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala

pasca penyuntikan spinal.

Teknik Anestesi Spinal

Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:

Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi

termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi

dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di

depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah

satu sisi tubuh berada di meja operasi.

Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara

vertebrata lumbalis (interlumbal).

Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.

Page 7: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial

dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum

lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum

interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan

subaraknoid.

Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.

Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang

subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan

vasokonstriktor seperti adrenalin.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat

penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera

pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.

Pengkajian keperawatan yang dilakukan setelah anestesia spinal, selain

memantau tekanan darah, perawat perlu mengobservasi pesien dengan cermat

dan mencatat waktu saat perjalanan sensasi kaki dan jari kembali. Jika sensasi

pada jari kaki telah kembali sepenuhnya, pasien dapat dipertimbangkan telah

pulih dari efek anestetik spinal.

Blok Epidural

Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik local ke

dalam kanalis spinalis dalam spasium sekeliling durameter. Anestesia epidural

memblok fungsi sensori, motor dan otonomik yang mirip, tetapi tempat

injeksinya yang membedakannya dari anestesi spinal. Dosis epidural lebih

besar disbanding dosis yang diberikan selama anestesi spinal karena anestesi

epidural tidak membuat kontak langsung dengan medulla atau radiks saraf.

Keuntungan dari anestesi epidural adalah tidak adanya sakit kepala yang

kadang disebabkan oleh penyuntikan subarachnoid. Kerugiannya adalah

memiliki tantangan teknik yang lebih besar dalam memasukkan anestetik ke

dalam epidural dan bukan ke dalam spasium subarachnoid. Jika terjadi

penyuntikan subarachnoid secarA tidak sengaja selama anestesi epidural dan

anestetik menjalar ke arah kepala, akan terjadi anestesia spinal “tinggi”.

Anestesia spinal tinggi dapat menyebabkan hipotensi berat dan depresi atau

henti napas. Pengobatan untuk komplikasi ini adalah dukungan jalan napas,

cairan intravena, dan penggunaan vasopresor.

Page 8: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Blok Pleksus Brakialis

Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada lengan.

Anestesia Paravertebral

Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada saraf yang mempersarafi

dada, dindind abdomen dan ekstremitas.

Blok Transakral (Kaudal)

Blok transakral menyebabkan anestesia pada perineum dan kadang abdomen

bawah.

Anastesi Regional Intravena

Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi

bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan torniquet pneumatik.

OBAT PREMEDIKASI

Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk:

Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan

ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi).

Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anastesi.

Mengurangi jumlah obat-obatan anastesi.

Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah pascaanastesi.

Mengurangi stres fisiologis (takikardi, napas cepat, dan lain-lain).

Mengurangi keasaman lambung.

Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi adalah sebagai

berikut:

1. Analgetik narkotik

Morfin

Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kg BB) intramuskular diberikan

untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi,

menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan

dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu

pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter.

Petidin

Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena diberikan untuk

menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otol polos. Dosis induksi

1-2 mg/kg BB intravena.

2. Barbiturat

Page 9: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Penobarbital dan sekobarbital). Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis

dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kg BB secara oral atau intramuslcular.

3. Antikolinergik

Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan dan bronkus

selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.

4. Obat penenang (tranquillizer)

Diazepam

Diazepam (valium) merupakan golongan benzodiazepin. Dosis premedikasi

dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis

maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2

mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-1 mg/kg BB intravena.

Midazolam

Mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek dibandingkan dengan

diazepam.

OBAT PELUMPUH OTOT

Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan

kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya obat ini dibagi menjadi 2

golongan, yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten dan obat penghambat

kompetitif atau nondepolarisasi. Pada anestesi umum, obat ini memudahkan dan

mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakhea, serta memberi relaksasi otot

yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.

Perbedaan Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi dan Nondepolarisasi

Depolarisasi Nondepolarisasi

Ada vasikulasi otot Tidak ada vasikulasi ototBerpotensiasi dengan antikolinesterase Berpontisiasi dengan hipokalemia,

hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter, halotan, enfluran dan isofluran

Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik

Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik

Belum dapat diatasi dengan obat spesifik

Dapat diantagonis oleh antikolin esterase

Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot nondepolarisasi dan asidosisObat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi

Pavulon (pankuronium bromida). Dosis awal untuk relaksasi otot 0,008 mg/kgBB

Page 10: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis intubasi trakhea 0,15

mg/kgBB intravena.

Trakrium (atrakurium besilat). Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di

dalam darah, tidak tergantung pada fungsi hati dan ginjal. Dosis intubasi 0,5-0,6

mg/kgBB intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis rumatan

0,1-0,2 mg/kgBB intravena.

Vekuronium (norkuron).

Rokuronium. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumalan 0,1-2 mg/kgBB.

Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi

Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja 3-5 menit. Dosis

intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena.

Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi

Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin mempunyai efek nikotik, muskarinik, dan

merupakan stimulan otot langsung. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberikan

bersama atropin dosis 1- 1,5mg.

OBAT ANESTES1 INHALASI

Zat Untung RugiN2O Analgesik kuat, baunya

manis, tidak iritasi, tidak terbakar.

Jarang digunakan tunggal, harus disertai O2 minimal 25%, anestetik lemah, memudahkan hipoksia difusi.

Halotan Baunya enak. Tidak merangsang jalan nafas, anestesi kuat

Vasodilator serebral, meningkatkan aliran darah otak yang sulit dikendalikan, analgesik lemah. Kelebihan dosis akan menyebabkan depresi nafas, menurunnya tonus simpatis, hipotensi, bradikardi, vasodilator perifer, depresi vasomotor, depresi miokard. Kontraindikasi gangguan hepar. Paska pemberian menyebabkan menggigil.

Enfluran Induksi dan pemulihan lebih cepat dari halotan. Efek relaksasi terhadap otot lebih baik

Pada EEG, menunjukkan kondisi epileptik. Depresi nafas, iritatif, depresi sirkulasi.

Isofluran Menurunkan laju meta-bolisme otak terhadap O2

Meninggikan aliran darak otak dan TIK.

Desfluran Sangat mudah menguap, potensi rendah. Simpatomimetik, depresi nafas, me-rangsang jalan nafas atas.

Sevofluran Bau tidak menyengat,

Page 11: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

tidak merangsang jalan nafas, kardiovaskular stabil

OBAT ANESTESI INTRAVENA

Natrium Tiopental (tiopental, pentotal)

Ketamin

Droperidol

Diprivan

OBAT ANESTESI REGIONAL/LOKAL

Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila

dikenakan secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang tidak mengiritasi atau merusak

jaringan secara permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat, masa kerja cukup

lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan,

dan efeknya reversibel. Obat anestesianya yaitu lidokain dan bupivikain.

POSISI PASIEN DI MEJA OPERASI

Posisi pasien di meja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan

dilakukan juga pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah

sebagai berikut :

Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tetidur atau sadar.

Area operatif harus terpajan secara adekuat.

Pasokan vascular tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah.

Pernapasan pasien harus bebas dar gangguan tekanan lengan pada dada atau konstriksi

pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun.

Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu. Pengaturan posisi lengan, tangan,

tungkai, atau kaki yang tidak tepat dapat mengakibatkan cedera serius atau paralisis.

Bidang bahu harus tersangga dengan baik untuk mencegah cedera saraf yang tidak

dapat diperbaiki, terutama jika posisi Trendelenburg diperlukan.

Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama pada pasien

kurus, lansia atau obes.

Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-jaga bila pasien

melawan

Posisi pasien di meja operasi:

Posisi Dorsal Rekumben

Page 12: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Posisi lazim untuk pembedahan adalah terlentang dasar; satu lengan di sisi tubuh,

dengan telapak tangan tertelungkup; tangan satunya diposisikan di atas sebuah papan

lengan untuk infuse intravena. Posisi ini kebanyakan digunakan pada bedah abdomen,

kecuali untuk bedah kandung empedu dan pelvis.

Posisi Trendelenberg

Posisi ini biasanya digunakan untuk pembedahan abdomen bawah dan pelvis untuk

mendapat pajanan area operasi yang baik dengan mengeser intestine ke dalam

abdomen atas. Dalam posisi ini kepala dan badan lebih rendah dan lutut dalam

keadaan fleksi.

Posisi Litotomi

Dalam posisi litotomi, pasien terlentang dengan tungkai dan paha fleksi dengan sudut

yang tepat. Posisi ini dipertahankan dengan menempatkan telapak kaki pada pijakan

kaki. Posisi ini digunakan pada pembedahan perineal, rectal dan vaginal.

Untuk Bedah Ginjal

Pasien dibaringkan miring pada sisi tubuh yang tidak dioperasi dalam posisi Sims

menggunakan bantal udara dengan ketebalan 12,5 cm samapai 15 cm di bawah

pinggang, atau di atas meja dengan ginjal dan punggung di atas.

Untuk Bedah Dada dan Abdominotorakik

Posisi yang dibutuhkan beragam sesuai dengan pembedahan yang akan dilakukan.

Ahli bedah dan ahli anestesi membaringkan pasien dalam posisi yang diinginkan.

Pembedahan pada Leher

Bedah leher, misalnya bedah tiroid, dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang,

leher ekstensi menggunakan bantal yang diletakkan dibawah bahu, dan kepala serta

dada ditinggikan untuyk mengurangi aliran balik vena.

Pembedahan pada Tulang Tengkorak dan Otak

Prosedur ini membutuhkan posisi dan peralatan khusus, biasanya diataur oleh ahli

bedah.

PERALATAN

Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan. Secara

umum mesin anestesi terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu:

Komponen 1: sumber gas, penunjuk aliran gas (flow meter),dan alat penguap

(vaporizer).

Komponen 2: sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan

sistem Magill.

Page 13: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Komponen 3: alat yang menghubungkan sistem napas dengan

pasien yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakhea

(endotrakheal tube).

TAHAPAN

Persipan Praanestesi

Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya. Dilakukan penilaian praoperasi.

Keadaan hidrasi pasien dinilai, akses intravena dipasang untuk pemberian cairan infus,

transfusi dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan elektrografi, tekanan darah, saturasi

Cb, kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi

dapat diberikan. oral, rektal, intramuskular, atau intravena.

Induksi Anestesi

Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat

induksi diberikan secara intravena seperti tipental, ketamin, diazepam, midazolam, dan

profol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau napas orofaring/nasofaring.

Setelah itu dilakukan intubasi trakhea. Setelah kedalaman anestesi tercapai, posisi

pasien disesuaikan.

Rumatan Anestesi

Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang

dipantau adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi, dan kedalaman

anestesi, misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas,

takikardi, hipertensi, keringat, air mata, midriasis.

Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali

tergantung jenis, lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan

memperhitungkan kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dan lain-lain

Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan

darah. Peningkatan tekanan darah dan dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang

dalam. Hal ini disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat

anestesi lebih dalam, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi halotan atau suntikan

barbiturat. Penurunan tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat

disebabkan karena kehilangan banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan

pengganti plasma atau darah. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat

disebabkan karena anestesi terlalu dalam atau terlalu ringan serta kehilangan banyak

darah atau cairan. Peningkatan tekanan darah dan tekanan nadi serta penurunan frekuensi

nadi disebabkan transfusi yang berlebihan. Diatasi dengan penghentian transfusi.

Page 14: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Pemulihan Pasca-Anestesi

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau

keruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik

dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan

dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pemapasan,

suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dan lain-lain

Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit,

kesadaran, sirkulasi, pemapasan dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrette. Idealnya

pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. namun bila skor total

telah diatas 8 pasien boleh dipindahkan dari ruang pemulihan.

Skor Pemulihan Pasca-Anestesi

INTUBASI TRAKEA

Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea

sehingga jalan napas bebas hambatan dan napas mudah dibantu atau dikendalikan.

Ekstubasi trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal.

Tujuan

Pembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap

paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan

oksigenisasi.

Indikasi

Tindakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan napas, dan

pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.

Penilaian Nilai

WarnaMerah mudaPucatSianotik

210

PernapasanDapat bernafas dalam dan batukDangkal namun pertukaran udara adekuatApnea atau obstruksi

210

SirkulasiTekanan darah menyimpang <20%>Tekanan darah menyimpang 20-50% dari normalTekanan darah menyimpang >50% dari normal

210

KesadaranSadar, siaga, dan orientasiBangun namun cepat kembali tertidurTidak berespon

210

AktivitasSeluruh ekstremitas dapat digerakkanDua ekstremitas dapat digerakkanTidak bergerak

210

Page 15: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Peralatan

Sebelum mengerjakan intubasi trakea, dapat diingat kata STATICS

S : scope, laringioskop dan stetoskop

T : tubes, pipa endotrakeal

A : airway tubes, pipa orofaring/nasofaring

T : tape, plester

I : introducer, stilet, mandrin

C: connector, sambungan-sambungan

S : suction, penghisap lendir

Komplikasi

Komplikasi tindakan laringioskopi dan intubasi:

Malposisi: intubasi esofagus, intubasi endobronkial,

malposisi laryngeal cuff.

Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah,

atau mukosa mulut, cedera tenggorokan, dislokasi

mandibula, dan diseksi retrofangeal.

Gangguan refleks: hipertensi, takikardi, tekarian

intrakranial meningkat, tekanan intraokular meningkat,

dan spasme laring.

Malfungsi tuba: perforasi cuff.

Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal:

Malposisi: ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke

endobronkial, malposisi laringeal cuff.

Trauma jalan napas: inflamasi dan ulserasi mukosa, serta

ekskoriasi kulit hidung.

Malfungsi tuba: obstruksi.

Komplikasi setelah ekstubasi:

Trauma jalan napas: edema dan stenosis (glotis, subglotis,

atau trakea), suara serak/ parau (granuloma atau paralisis

pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.

Gangguan refleks: spasme laring.

Penentuan ukuran ETT

Usia Diameter Skala French Jarak sampai bibir

Prematur 2,0-2,5 10 10 cm

Page 16: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Neonatus 2,5-3,5 12 11 cm

1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm

0,5-1 tahun 3,5-3,5 16 12 cm

1-4 tahun 4,0-5,0 18 13 cm

4-6 tahun 4,5-5,5 20 14 cm

6-8 tahun 5,0-5,5 22 15-16 cm

8-10 tahun 5,5-6,0 24 16-17 cm

10-12 tahun 6,0-6,5 26 17-18 cm

12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm

Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm

Dewasa pria 7,5-10,0 32-34 20-24 cm

Cara memilih pipa trakhea untuk bayi dan anak kecil

Ф dalam pipa trakheal (mm) = 4,0 + ¼ umur (thn)

Panjang pipa oro trakheal (cm) = 12 + ½ umur (thn)

Panjang pipa nasotrakheal (cm) = 12 + ½ umur (thn)

INTUBASI PADA OPERASI DARURAT

Pada operasi darurat dilakukan induksi cepat (crush induction) untuk mencegah

aspirasi selama tindakan intubasi. Diindikasikan terutama pada pasien dengan lambung

penuh. Selain peralatan intubasi dipersiapkan pula alat penghisap dan pipa lambung.

Pasien dipersiapkan dalam posisi setengah duduk atau telentang dengan posisi kepala lebih

rendah.

Awali dengan pemberian O2 100% (praoksigenisasi) selama 3-5 menit kemudian obat

pelumpuh otot nondepolarisasi ¼ dosis (prekurarisasi). Suntikan obat induksi cepat

diberikan sampai refleks bulu mata hilang. Tulang krikoid ditekan ke arah posterior (Sellick

manouver) dan kemudian obat pelumpuh otot depolarisasi diberikan dengan dosis 1,5-2

kali dosis normal. Setelah itu baru dilakukan tindakan laringioskopi dan intubasi. Bila

pipa endotrakeal telah masuk, balon pipa (cuff) segera dikembangkan.

HIPOTERMIA

Hipotermia adalah keadaan dimana suhu tubuh di bawah batas normal fisiologis

(36,6 - 37,5°C). Hipotermia yang tidka diinginkan mungkin dialami oleh pasien sebagai

akibat suhu yang rendah diruang operasi, infuse denga cairan yang dingin, inhalasi gas-

gas yang dingin, kavitas atau kula terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia

Page 17: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

lanjut atau agens obat-obatan yang digunakan.

Penanganan hipotermi antara lain dengan membuat suhu lingkungan dalam ruang

operasi diataur pada suhu 25° - 26,6°C. Cairan intravena dan irigasi dihangatkan samapai

37°C. gaun dan selimut basah diganti dengan yang kering, karena gaun dan selimut yang

basah memperbesar kehilangan panas.

Diperlukan pemantauan suhu inti tubuh, haluan urin, EKG, tekanan darah, gas

darah dalam ateri, dan serum elektrolit yang cermat. Perhatikan terhadap penatalaksanaan

hiportemi meluas hingga keperiode pascaoperatif untuk mencegah kehilangan nitrogen

yang signifikan dan katabolisme. Pengobatan mencakup pemberian oksigen, hidrasi yang

adekuat, dan nutrisi yang sesuai. Kehilangan panas pada pasien lansia di rung operasi

dapat dicegah dengan menutupi kepala pasien mengguanakn topi penahan panas selama

anestesi, jaga suhu ruangan operasi harus dipertahankan pada 26,6oC. larutan antiseptic

yang digunakan dalam persiapkan awal kulit sebelum pemasangan selimut harus cukup

hangat, dan bukan yang dingin.

HIPERTERMIA MALIGNA SELAMA ANASTESI UMUM

Hipertermia maligna adalah gangguan otot yang diturunkan yang secara kimiawi

diinduksikan oleh anestetik. Selama anastesi agen protein seperti anastesi inhalasi dan

relaksan otot dapat memicu gejala hipertermi maligna. Medikasi seperti simpatomimetik,

teofilin, aminofilin, dan glikosida jantung dapat juga menginduksi atau mengeluarkan

reaksi tersebut, proses ini diawali oleh setres.

Patofisiologi ini berkaitan dengan aktivitas sel-sel otot. Sel-sel otot terdiri atas

cairan bagian dalam dan membrane bagian terluar. Kalsium, suatu factor penting dalam

proses kontraksi otot, normalnya disimpan dalam froses kontraksi otot, kalsiu dilepaskan

sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi otot, hipertermia, dan kerusakan pada

system saraf pusat. Dengan angka moralitas yang melebihi 50%, mengidentifasikan

pasien yang beresiko adalah penting penting.

Manifestasi klinis; gejala awal hipertermia maligna adalah yang berkaitan dengan

aktivitas kardiovaskuler dan muskuloskletal. Takikardi sering merupakan tanda dini.

Selain takikardi, silmulasi saraf sinpatis mengarah pada disrima ventikuler, hipotensi, dan

penurunan curah jantung, oliguria, dan selanjutnya henti jantung. Dengan transport

kalsium yang abnormal, kekakuan atau gerakan seperti tetani yang sering terjadi pada

rahang. Kenaikan suhu tubuh sebenarnya adalah tanda lanjut yang terjadi dengan cepat,

dan dapat meningkat 1oC setiap 5 menit.

Pemindahan dari ruang operasi ke unit perawatan pascaanestesia (PACU), yang

Page 18: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

juga disebut sebagai ruang pemulihan pascaanestesia (PARR), memerlukan pertimbangan

khusus pada letak insisi, perubahan vascular dan pemajanan.letak posisi insisi harus

selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pascaoperatif dipindahkan banyak luka tertutup

dalam tetgangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah

renggangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring

pada dan menyumbat drain atau selang drainase.

Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi

ke posisi lainya, seperti dari posisi litotomi keposisi hozontal, dari lateral ke posisi

terlentang. Bahkan memindahklan pasien yang telah dianestesi ke brankar dapat

menimbulkan masalah. Jadi pasien harus dipindahkan secara perlahan lahan dan secara

cermat.

UNIT PERAWATAN PASCA ANESTESIA

PACU biasanya berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang masih terpengaruh

anestesi atau yang pulih dari anestesi ditempatkan diunut untuk kemudahan akses ke

Perawat yang disiapkan dalam merawat pasien pascaoperatif segera

Ahli anestesi dan ahli bedah

Alat pemantau dan peralatan khusus medikasi dan penggantian cairan.

Ruang dijaga agar harus, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak dibutuhkan.

Ruang juga harus dicat dengan warna yang lembut dan menyenangkan dan mempunyai

Pencahayaan tidak langsung

Plafon kedap suara

Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara mis basin emesis dari plastic

Ruang terisolasi (kotak berkaca) untuk pasien yang terganggu

Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian yang akurat dan cepat tentang

kondisi pasien.

Alat bantu pernapasan

Oksigen

Laringoskop

Set trakeostomi

Peralatan bronchial

Kateter

Ventilator mekanis

Peralatan suction

Sasaran pelaksanan PACU adalah untuk memberikan perawatan sampai pasien

Page 19: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

pulih dari efek anestesi (sampai kembalinya fungsi motorik dan sensorik), terorientasi,

mempunyai tanda vital yang stabil, dan tidak memperlihatkan tanda-tanda hemoragik.

Pengkajian pascaoperatif segera perawat PACU menerima pasien memeriksa hal –

hal berikut dengan ahli-ahli anestesi atau anastesis :

Diagnosa medis dan jenis pembedahan yang dilakukan

Usia dan kondisi umum pasien masih, kepatenen jalan nafas, tanda-tanda vital

Anestetik dan medikasi lain yang digunakan misalnya narkotik, relaksan otot, antibiotic

Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin mempengaruhi

pascaoperatif midalnya hemoralgi berlebihan, syok dan henti jantung

Patologi yang dihadapi (jika malignansi, apakah pasien atau keluarga sudah

diberitahukan)

Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian.

Segala slang, drain kateter, atau alat bantu pendukung lainnya

Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau anestesi yang akan diberitahukan

INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanda vital dipantau dan status fisik umum pasien dikaji pada setidaknya setiap 5

menit. Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan selalu dievaluasi pertama kali, diikuti

dengan pengkajian fungsi kardiovaskuler, kondisi letak yang dioperasi dan fungsi system

saraf pusat.

Sasaran utama intervensi adalah mempertahankan ventilasi pulmonal dan dengan

demikian mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan hiperkapnea

(kelebihan kadar dioksida dalam darah) hal ini terjadi jika jalan nafas tersumbat dan

ventilasi berkurang.

Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik anestesi

Tanda-tanda kesulitan ini termasuk :

Tersedak

Pernapasan yang bising dan tidak teratur

Dalam beberapa menit kulit menjadi berwarna biru agak kehitaman

Satu-satunya cara untuka mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak adalah

dengan menmpatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan

hembusan napas. Tindakan obstruksi hipofaringeus termasuk mendongakan kepala

kebelakang dan mendorong kedepan pada sudut rahang bawah.

Obstruksi hipofaringeus terjadi leher yang fleksi memungkinkan dagu untuk turun kearah

dada; obstruksi hamper selalu terjadi ketika kepala dalam midposisi.

Page 20: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

Mendongakan kepala kebelakang untuk meregangkan struktur leher anterior

menyebabkan dasar lidah terangkat menjauhi dinding faringeal posterior. Arah anak

panah menunjukkan tekanan dari tangan.

Membuka mulut diperlukan untuk memperbaiki obstruksi seperti katup dari saluran

hidung selama ekspirasi yang terjadi pada sekitar 30 % pasien tidak sadar.

PROSES KEPERAWATAN MERAWAT PASIEN PASCA ANESTESIA

Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas yang

berikut :

Repirasi kepatenan jalan napas ; kedalaman, frekuensi, dan karakter pernapasan ; sulit dan

bunyi napas

Sirkulasi ; tanda-tanda vital termasuk tekanan darah kondisi kulit.

Neurologi ; tingkat respon

Drainase ; adanya drainase keharusan untuk menghubungkan selang kesistem drainase

yang spesifik adanya dan kodisi balutan

Kenyamanan ; tipe nyeri dan likasi mual atau muntah perubahan posisi yang dibutuhkan.

Psikologi ; sifat dari pertanyaan pasien kebutuhan akan istirahat dan tidur ; gangguan oleh

kebisingan pengunjung, ketersedian bel pemanggil.

Keselamatan ; kebutuhan akan pagar tempat tidur ; drainase selang tidak tersumbat;

cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan baik

Peralatan ; diperiksa untiuk fungsi yang baik

PENGKAJIAN RESPIRASI

Yang harus diamati kualitas pernapasan dicatat seperti :

Kedalaman

Frekuensi

Bunyi napas

Pernapasan pendek dan cepat mungkin karena nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi

lambung atau obstruksi oleh sekresi.

PENGKAJIAN SIRKULASI

Pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi kardiovaskuler adalah Pemantaun

tanda-tanda syok dan hemoragi. penampilan pasien, TTV untuk menentukan fungsi

kardiovaskuler. Tekanan vena sentral (TVS) dan nilai gas darah arteri dipantau jika

kondisi pasien membutuhkan pengkajian yang demikian.

Institusi mempunyai protocol spesifik untuk pemantauan pascaoperatif. Nadi

darah dan pernapasan dicatat setiap 15 menit selama 2 jam pertama, dan setiap 30 menit

Page 21: Konsep Dasar Anestesiologi Dan Tinjauan Kasus Anestesi

selama 2 jam, dan setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya, kecuali diindikasikan untuk

dilakukan lebih sering setelanhnya mereka diukur lebih jarang jika semuanya tetap stabil.

Suhu tubuh dipantau setiap 4 jam selama 24 jam pertama.

Suhu tubuh diatas 37,70C (100oF) atau dibawah 36,1oC (97oF) pernapasan lebih dari 30

kali atau kurang dari 16 kali permenit dan tekanan darah sistolik turun dibawah 90

mmhg biasanya dianggap segera dilaporkan. Namun tekanan darah dasar atau

praoperatif pasien digunakan sebagai perbandingan pascaoperatif yang jelas.

Tekanan darah yang sebelumnya stabil yang menunjukkan kecendrungan menurun 5

mmHg pada pengukuran setiap 15 menit juga harus mewaspadakan perawat terhadap

adanya masalah.

DAFTAR PUSTAKALatief, A. Said, dkk. Anestesiology. Jakarta: FKUI. 2009Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI. 1995Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2002Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2000Gainswarna, G Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUISmeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol I. Jakarta : EGC. 2001Staff Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2004. Anestesiologi.

Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anestesi Spinal. http://anestesi-fkunram.blogspot.com/2009/02/anestesi-spinal.html. Diakses tanggal 22 Agustus 2009 pukul 09:00 WIB. Visitor: Komang

Anestesiology. http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 22 Agustus 2009 pukul 09:00 WIB. Visitor: Komang

v