konjungtivitis

46
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan yang dilaksanakan masih menghadapi masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi. 1 Indra penglihatan merupakan panca indra yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap proses peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta kualitas harapan hidup, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. 2 Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di dunia. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen tetapi bisa juga endogen. 3

Upload: mustafa-husein

Post on 17-Feb-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bahan konjungtivitis BAB I-VII

TRANSCRIPT

Page 1: Konjungtivitis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam mencapai tujuan tersebut,

pembangunan kesehatan yang dilaksanakan masih menghadapi masalah yang

belum sepenuhnya dapat diatasi.1

Indra penglihatan merupakan panca indra yang sangat penting dan besar

pengaruhnya terhadap proses peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja

manusia. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) serta kualitas harapan hidup, meningkatkan kesejahteraan

keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan

pentingnya hidup sehat.2

Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di dunia. Penyakit

ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai

konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab umumnya

eksogen tetapi bisa juga endogen.3

Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang

menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam

bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti

konjungtivitis gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia,

alergi toksik, dan molluscum contagiosum.4

Di Negara maju seperti Amerika (2005), insidens rate konjungtivitis

bakteri sebesar 1.350 per 100.000 penderita konjungtivitis, baik pada anak-anak

maupun pada orang dewasa.5

Sebanyak 112.570 pasien kunjungan di departemen penyakit mata di

Amerika, 30% adalah keluhan konjungtivitis akibat bakteri dan virus, dan 15%

adalah keluhan konjungtivitis alergi.5

Page 2: Konjungtivitis

2

Konjungtivitis juga salah satu penyakit mata yang paling umum di Nigeria

bagian timur, dengan insidens rate 32,9% dari 949 kunjungan di Departemen

Mata Aba Metropolis, Nigeria, pada tahun 2004 hingga 2006. Penelitian yang

dilakukan di Philadelphia, menunjukkan insidens rate konjungtivitis bakteri

sebesar 54% dari semua kasus di departemen mata pada tahun 2005 hingga 2006.5

Di Provinsi Yunnan, Cina, antara Agustus dan September tahun 2007 telah

terjadi wabah konjungtivitis hemoragik akut (AHC). Sebanyak 3.597 kasus yang

dilaporkan secara resmi dan tingkat kejadian mencapai 1391/100.000 penduduk.

Berdasarkan Bank Data Departemen Kesehatan Indonesia (2007),

distribusi penyakit mata dan adneksa pasien rawat inap menurut golongan sebab

sakit adalah konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (12,6%), katarak dan

gangguan lain lensa (56,8%), glaukoma (6,7%), penyakit mata dan adneksa

lainnya (23,8%).

Distribusi penyakit mata dan adneksa pasien rawat jalan menurut golongan

sebab sakit adalah konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (28,3%),

katarak dan gangguan lain lensa (12,8%), glaukoma (2,4%), penyakit mata dan

adneksa lainnya (56,3%).6

Pasien yang menderita konjungtivitis butuh penjelasan tahap demi tahap

dalam menggunakan terapi yang spesifik, dimana setiap penderita harus

mengetahui bagaimana cara mencegah agar tidak dapat menularkan kepada orang

lain. Dari uraian di atas, peneliti ingin meneliti tentang karakteristik penderita

penyakit konjungtivitis dengan jumlah 73 penderita di Rumkit Putri Hijau Deli

Medan Tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka belum diketahuinya “Beberapa

faktor karakteristik penderita yang berhubungan dengan terjadinya penyakit

Konjungtivitis dan Pencegahannya di Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB

Medan Tahun 2015’’.

Page 3: Konjungtivitis

3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui beberapa faktor karakteristik penderita yang berhubungan

dengan terjadinya penyakit konjungtivitis dan pencegahannya di poli mata Rumkit

TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2015

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan usia dengan penderita konjungtivitis di poli mata.

2. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan penderita konjungtivitis di

poli mata.

3. Mengetahui hubungan status pekerjaan dengan penderita konjungtivitis di

poli mata.

1.4. Manfaat Penelitiaan

Hasil dari penelitiaan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Memberikan informasi kepada Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB

Medan yang mungkin bermanfaat dalam perencanaan pengobatan.

2. Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit konjungtivitis

terutama siapa saja yang dapat terkena penyakit konjungtivitis.

3. Menambah wawasan peneliti, serta pengetahuan tentang penyakit

konjungtivitis.

Page 4: Konjungtivitis

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang

menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam

bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti

konjungtivitis gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia,

alergi toksik, dan molluscum contagiosum.4

Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada

konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi

bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.

Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan

menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis

konjungtivitis dapat hilang sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan.4

Gambar 2.1 Konjungtivitis

Sumber : www.medicineNet.com/script/main/mobileart

Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling umum di dunia.

Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai

konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab penyakit ini

umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.3

Page 5: Konjungtivitis

5

2.2 Anatomi Mata

Gambar 2.2 Anatomi Mata

Sumber : www.slideserve.com

2.2.1 Kelopak Mata

Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.

Kelopak mata merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola

mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mata

mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang

ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan

penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga

terjadi keratitis et lagoftalmos.3

2.2.2 Sistem Lakrimal

Sistem lakrimal atau sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal

bola mata. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata, air mata akan

masuk ke dalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal

tidak menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo pelpebra

yang disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang

berlebihan dari kelenjar lakrimal.3

2.2.3 Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebraris) dan

Page 6: Konjungtivitis

6

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan

dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel

kornea di limbus.

Konjungtiva palpebraris melapisi permukaan posterior kelopak mata dan

melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke

posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera

menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum

orbitale di fronices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini

memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva

sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal

superior. Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di

bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu

sepanjang 3 mm).3

2.2.4 Bola Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di

bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan dua kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus

oleh 3 lapis jaringan, yaitu sklera, uvea dan retina.3

2.2.5 Kornea

Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea

rata-rata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian

tengah. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat

masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea

adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea

terdiri dari lima lapisan, yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran

descement dan endotel.7

2.2.6 Sklera

Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu

dan tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan

yang elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah

Page 7: Konjungtivitis

7

sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna

coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.7

2.2.7 Uvea

Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3

bagian, yaitu:

a. Iris mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk

bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk

mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis

dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat

suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup

atau gelap.

b. Badan siliar terdiri dari dua bagian yaitu korona siliar yang berkerut-kerut

dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4

mm.

c. Koroid berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang

berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak

dibawahnya.3

2.2.8 Lensa

Terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk

seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi

(terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mmdan diameter 9 mm.3

2.2.9 Badan Kaca

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak

antara lensa dan retina. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2

komponen yaitu kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah

mempertahankan bola mata tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.3

2.2.10 Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber,

yaitu lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina,

sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina

Page 8: Konjungtivitis

8

sentral. Sel-sel pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan

cahaya. Sel-sel tersebut dalah sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut

(cone) berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral.

Sedangkan sel batang (rod) berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup

atau gelap.3

2.3 Etiologi

2.3.1 Konjungtivitis Bakteri

Suatu jenis konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu infeksi

bakteri Gonokok, Meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus

pneumoniae, Hemophilis influenzae, dan Escherichia coli.4 Terdapat dua bentuk

konjungtivitis bakteri yaitu akut (termasuk hiperakut dan subakut) dan kronik.

Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung

kurang dari 14 hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut (purulen) yang

disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis yang dapat

menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis

kronik biasanya sekunder terhadap penyakit pelpebra atau obstruksi ductus

nasolacrimalis.3

Konjungtivitis bakteri hiperakut disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,

Neisseria kochii, dan Neisseria meningitidis, ditandai oleh eksudat purulen yang

banyak. Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat

yang disertai dengan sekret purulen.

Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan sangat

bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Penyakit

kelamin yang disebabkan oleh gonore merupakan penyakit yang tersebar luas di

seluruh dunia secara endemik. Pada neonatus, infeksi konjungtiva terjadi pada

saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi, penyakit ini ditularkan oleh

ibu yang sedang menderita penyakit tersebut.3

Page 9: Konjungtivitis

9

2.3.2 Konjungtivitis Kataralis Epidemika

Konjungtivitis kataralis epidemika biasa disebut juga konjungtivitis

mukopurulenta yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada

konjungtiva. Selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan

permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat

ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan

biasanya menyebabkan mata sering berair, gatal dan banyak kotoran mata.

Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang dan

Haemophilus aegyptius pada iklim tropis.3

Gambaran klinis adalah injeksi konjungtiva dan hipereni konjungtiva

tarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone dan tanpa flikten. Pada konjungtivitis

kataralis epidemika berbentuk sekret serus, mukus atau mukopurulen, tergantung

penyebabnya. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat menyertai blefaritis atau

obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala-gejala umum konjungtivitis ini dapat

disertai maserasi lateral maupun medial. Radang konjungtiva demikian juga

disebut sebagai konjungtivitis angular. Beberapa jenis konjungtivitis dapat disertai

kelainan pada kornea, biasanya berupa keratitis pungtata superfisial.

Konjungtivitis kataralis epidemika dapat bersifat akut atau kronik, tergantung

penyebabnya.3

2.3.3 Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis virus atau viral adalah suatu penyakit umum yang dapat

disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat

yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri

dan dapat berlangsung lebih lama dari pada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis

ini terutama disebabkan oleh adenovirus dan herpes simplex virus adalah virus

yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga disebabkan oleh virus

varicella zoster, piconavirus (enterovirus 70, coxsackie A24), poxvirus, dan

immunodeficiency virus.8

a. Keratokonjungtivitis Epidemika

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan adenovirus 8, 19, 29, dan 37

(subgrup D adenovirus manusia). Awalnya sering pada satu mata saja, dan

Page 10: Konjungtivitis

10

biasanya mata pertama lebih parah. Keratokonjungtivitis epidemika pada orang

dewasa terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat

gejala-gejala sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis

media, dan diare.3

b. Konjungtivitis Hemoragika Akut

Konjungtivitis ini disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan coxsackievirus

A24.3 Konjungtivitis hemoragika akut merupakan konjungtivitis disertai

timbulnya perdarahan konjungtiva. Perdarahan konjungtiva umumnya difus, tetapi

awalnya dapat berupa bintik-bintik, mulai dari konjungtiva bulbaris superior dan

menyebar ke bawah.4

2.3.4 Trachoma

Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, pada mulanya suatu

konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak yang berkembang hingga

terbentuknya parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke dalam

terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva yang berat.

Abrasi terus menerus oleh bulu mata yang membalik dan defek film air mata

menyebabkan parut kornea, umumnya setelah usia 30 tahun.3

2.3.5 Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering,

dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh

sistim imun.16 Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di

konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.3

a. Konjungtivitis Vernal

Konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas

tipe 1 yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil

besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat,

sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil. Pada kornea terdapat

keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di

daerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang

terdapat di dalam benjolan. Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai

“konjungtivitis musiman” atau “konjungtivits musim kemarau”, yang merupakan

Page 11: Konjungtivitis

11

penyakit bilateral yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun-

tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun.4

b. Konjungtivitis Flikten

Konjungtivitis flikten merupakan nodular yang disebabkan alergi terhadap

bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi

akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok,

limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain

dalam tubuh.4

c. Konjungtivitis Atopik

Konjungtivitis atopik merupakan reaksi alergi selaput lendir mata atau

konjungtiva terhadap polen, disertai dengan demam. Memberikan tanda dengan

mata berair, bengkak, belek berisi eosinofil.4

2.3.6 Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan

merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak

putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistim

imun terganggu. Selain Candida Sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh

Sporothrix schenkii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun

jarang.3

2.3.7 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh

pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-

substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan

konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-

gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.

Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka

panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan

pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.3

2.3.8 Konjungtivitis Bleeding (Perdarahan subkonjungtiva)

Perdarahan subkonjunctiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh

darah dibawah lapisan konjungtiva. Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada

Page 12: Konjungtivitis

12

keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis,

konjungtivitis hemoragic, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan).

Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung maupun

tidak langsung, yang kadang–kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang

terjadi.9

Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor, atau

sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara

klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,

berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga

menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi

kelopak mata. Hal ini akan berlangsung lebih dari 2 sampai 3 minggu.9

Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang

mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara

konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari

rupturnya pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak

dapat ditemukan penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). Manuver

Valsava sebelumnya (misalnya, batuk, tegang, muntah-muntah, mengejan) juga

bisa menjadi penyebab perdarahan subkonjungtiva. Penyebab lain meliputi

hipertensi dan gangguan fungsi koagulasi, misalnya karena obat antikoagulan atau

penyakit leukemia.

Selain itu, infeksi umum yang berhubungan dengan demam, defisiensi

vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda asing, pembedahan

pada mata, dan konjungtivitis juga dapat menjadi satu kemungkinan penyebabnya.

Berbagai macam obat-obatan seperti obat antiinflamasi nonsteroid, aspirin,

kontrasepsi, vitamin A dan D juga berhubungan dengan terjadinya perdarahan

subkonjungtiva.9

2.4 Patogenesis

Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva

terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan konjungtiva terutama

Page 13: Konjungtivitis

13

oleh karena adanya film air mata. Pada permukaan konjungtiva yang berfungsi

melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalir melaluui

saluran lakrinal ke meatus nasi inferior. Film air mata mengandung beta lysine,

lysozyne, IgA, IgG yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila

ada kuman patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi

infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis.4

Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi

menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup

dan membuka sempurna, maka mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi yang

menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena

adanya peradangan yang ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah,

edema, rasa nyeri, dan adanya sekret mukopurulen.4

Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu

mikroorganisme, bahan alergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata

sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada

konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan

mengakibatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air

mata tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia saraf

optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.4

2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi

tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia.

Sensasi benda asing, sensasi tergores dan terbakar sering dihubungkan dengan

edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika

ada rasa sakit berarti kornea juga terkena.3

Page 14: Konjungtivitis

14

2.6 Epidemiologi

2.6.1 Distribusi dan Frekuensi

a. Orang

Konjungtivitis klamidia berupa trachoma dapat mengenai segala umur

tetapi lebih banyak pada anak-anak dan dewasa. Ras yang banyak menderita

trachoma adalah Ras Yahudi, penduduk asli Australia (Australian Aborigin) dan

Indian Amerika.18 Sebuah studi yang dilakukan di 3024 sekolah dasar anak-anak

di wilayah Ankara Turki (1997) menemukan bahwa 4,6% anak memiliki alergi

konjungtivitis.10

Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (2006) diperoleh 23% kasus

konjungtivitis bakteri terjadi pada rentang usia 0-2 tahun, 28% terjadi pada

rentang 3-9 tahun, 13% terjadi pada rentang 10-19 tahun dengan sisa 36% kasus

terjadi pada orang dewasa.5

Penelitian yang dilakukan Baig. R, dkk (2010) di Pakistan terhadap anak

sekolah berusia 5-19 tahun, yang berjumlah 818 anak diperoleh prevalensi

konjungtivitis alergi 19,2 %. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah

penderita konjungtivitis alergi lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan.11

b. Tempat dan Waktu

Mongolia (2005), survei berbasis populasi mengungkapkan hubungan

yang mencolok antara prevalensi konjungtivitis alergi dan tingkat/derajat

urbanisasi. Prevalensinya adalah 9,3% di pedesaan, 12,9% di pusat desa dan

18,4% di kota.19 Konjungtivitis alergi berupa konjungtivitis vernal cenderung

musiman, dengan gejala meningkat di musim semi dan menurun di musim

gugur.11

Konjungtivitis flikten lebih sering ditemukan pada anak-anak didaerah

padat penduduk. Secara geografis, trachoma adalah yang paling umum di daerah

yang kering, panas, dan berdebu. Kejadian trachoma tinggi di negara-negara

miskin dan berkembang seperti India bagian utara, Afrika Utara dan Afrika

Barat.11

Page 15: Konjungtivitis

15

Organisme penyebab konjungtivitis dapat berupa bakteri, jamur, virus, dan

klamidia. Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus,

Neisseria meningitidis, sebagian besar strain adenovirus manusia, virus herpes

simpleks tipe 1 dan tipe 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang ditularkan secara

seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan

Neisseria gonorrhoeae.3

Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan

faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme

melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, komponen

akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas

pompa pelpebra membilas air mata ke duktus air mata secara konstan. Air mata

mengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibodi (IgG dan

IgA).3

Lingkungan berkaitan erat dengan kejadian konjungtivitis, yaitu

lingkungan dengan hygiene sanitasi yang buruk. Konjungtivitis dapat menyebar

dengan cepat jika pada suatu lingkungan terdapat penderita konjungtivitis yang

memiliki kontak erat dengan orang-orang disekitarnya. Tetapi hal ini berkaitan

dengan keadaan atau kebersihan lingkungan tersebut yang menjadi faktor risiko

penyebaran yang lebih cepat.3

c. Alergi

Konjungtivitis alergi biasanya ada riwayat alergi (hay fever, asma, atau

eksim) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita

dermatitis atopik sejak bayi. Parut pada lipatan fleksura, lipat siku, pergelangan

tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, konjungtivitis alergi

berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi.3

2.7 Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya konjungtivitis adalah sebagai

berikut;

Page 16: Konjungtivitis

16

1. Pada konjungtivitis bakteri biasanya mulai ada satu mata dan

kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat

menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang

terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan penderta

imunodefisiensi.

2. Pada konjungtivitis virus sering terjadi pada orang yang sering kontak

dengan penderita dan dapat menular melalui drople pernafasan, kontak

dengan benda-benda yangmenyebarkan virus (fomites) dan berada

didalam kolam renang yang terkontaminasi.4

3. Pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya,

misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan

biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan

disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu.4

2.8 Komplikasi Konjungtivitis

Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok,

kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva

dapat mengikuti konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa, dan pada

kasus tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan perforasi. Ulkus kornea dapat

terjadi pada infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S

aureus, dan M catarrhalis. Jika produk toksik N gonorrhoeae berdifusi melalui

kornea masuk ke bilik mata depan, dapat timbul iritis toksik.4

Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trachoma

dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus

kelenjar lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akueosa dalam film air mata

prakornea secara drastis, dan komponen mukosanya mungkin berkurang karena

hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra

superior berupa membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis) atau seluruh tepian

pelpebra (entropion) sehingga bulu mata terus-menerus menggesek kornea,

infeksi bakterial kornea, dan parut kornea.4

Page 17: Konjungtivitis

17

2.9 Pencegahan

2.9.1 Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak

sakit. Pencegahan primer konjungtivitis dapat dilakukan dengan cara

meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi,

meningkatkan hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan, rajin membersihkan

mata, dan menggunakan pelindung mata saat bekerja.12

a.   Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan

atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

b.   Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang

sakit

c.   Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain

d.   Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.

e.   Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.

f.   Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.

g.   Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu),

dan hindari mengucek-ngucek mata.

h.   Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya

setelah membersihkan kotoran mata.

2.9.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah

sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan

komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan.12

Pencegahan ini dapat dilakukan dengan:

a. Diagnosis

1. Konjungtivitis bakteri

Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena penyakit

ini berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua.

Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular

seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi

Page 18: Konjungtivitis

18

lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit

sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang

mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap

obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa kontak.12

2. Konjungtivitis virus

Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya,

karena itu diagnosisnya pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut

penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai durasi dan gejala-gejala sistemik

maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor risiko dan keadaan

lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus.

3. Konjungtivitis alergi

Diperkirakan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta

observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi.

Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal

pada mata, yang disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia.12

b. Pengobatan

Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebabnya.

Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat diobati dengan sulfonamide

(sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (gentamycine 0,3 % dan chlorampenicol

0,5%). Pengobatan diberikan sebelum pemeriksaan mikroorganisme dengan

antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenicol,

tobramicin, dan sulfa. Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotik

setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan

mikroorganisme.4

Konjungtivitis karena jamur sangat jarang terjadi sedangkan konjungtivitis

karena virus , pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh sendiri.

Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan

antibiotik dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotik

untuk mencegah infeksi sekunder.

Konjungtivitis karena alergi pengobatannya terutama dengan

menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium

Page 19: Konjungtivitis

19

kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian dikompres dingin untuk

menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin

dan steroid sistemik. Pengobatan trachoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali

sehari, 3-4 minggu, sulfonamid diberikan bila ada penyulit.

2.9.3 Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan

penderita konjungtivitis yaitu dengan menggunakan alat bantu penglihatan berupa

kaca mata, sehingga penderita konjuntivitis dapat melihat dengan jelas.

Page 20: Konjungtivitis

20

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah :

Variabel independen Variabel dependen

3.2 Defenisi operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Alat

ukur

Kategori Skala

pengukuranUsia Usia penderita

konjungtivitis yang

tercantum pada rekam

medik

Rekam

medik

- Anak-anak : < 5 tahun

- Dewasa muda : 6-19

tahun

- Dewasa : >19 tahun

Interval

Jenis

kelamin

Jenis kelamin penderita

konjungtivitis yang

tercantum pada rekam

medik

Rekam

medik

- Laki-laki.

- Perempuan.

Nominal

Status

Pekerjaan

Pekerjaan penderita

konjungtivitis yang

tercantum pada rekam

medik

Rekam

medik

- Bekerja

- Tidak bekerja

Nominal

Karakteristik penderita :

1. Usia2. Jenis kelamin3. Status Pekerjaan

Penyakit konjungtivitis dan pencegahannya

Page 21: Konjungtivitis

21

3.3 Hipotesis

H0 : Tidak ada hubungan antara usia dengan penderita konjungtivitis

H0 : Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penderita

konjungtivitis

H0 : Tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan penderita

konjungtivitis

Page 22: Konjungtivitis

22

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat analitik yaitu suatu metode

penelitian yang dilakukan untuk mencari hubungan antara variabel dengan desain

case control yang bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor karakteristik

penderita yang berhubungan dengan terjadinya penyakit konjungtivitis yang

berobat ke poli mata Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun 2015.13

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitiaan

Penelitian ini dilaksanakan pada 28 September 2015 s/d 21 November

2015, setelah proposal disusun dan seminar proposal dilaksanakan.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli bagian Mata Rumkit TK II Putri Hijau

Kesdam I/BB Medan. Rumah sakit ini merupakan RS tipe C yang terletak di Kota

Medan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak lebih kurang 4,5 KM dengan jarak

tempuh 20 menit dari Fakultas Kedokteran Islam Sumatera Utara.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau subjek yang

diteliti.14

Populasi pada penelitian ini terdiri dari populasi kasus dan populasi

kontrol. Populasi kasus adalah seluruh orang yang berobat di poli ilmu penyakit

mata Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun 2015 dari tanggal 1

Juni 2015 – 30 September 2015 yang menderita penyakit konjungtivitis dengan

jumlah 73 orang.

Populasi kontrol adalah seluruh orang yang berobat di poli ilmu penyakit

mata Rumah Sakit Haji Medan tahun 2015 mulai dari tanggal 1 Juni 2015 – 30

Page 23: Konjungtivitis

23

September 2015 yang tidak menderita penyakit konjungtivitis dengan jumlah 422

orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah populasi yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh

populasi.13

Sampel untuk populasi kasus pada penelitian ini adalah seluruh penderita

yang didiagnosis penyakit konjungtivitis yang terdapat dalam rekam medik yang

diambil dengan menggunakan metode total sampling dengan jumlah 73 orang.

Sedangkan sampel untuk populasi kontrol diambil dengan menggunakan metode

simple random sampling berjumlah 73 orang.

4.4 Teknik pengumpulan data

4.4.1 Jenis dan metode pengumpulan data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

hasil rekam medik pasien yang berobat di bagian poli mata Rumkit TK II Putri

Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2015.

4.4.2 Instrumen penelitian

1. Rekam medik

4.5 Pengolahan data

Setelah data terkumpul kemudian diolah dengan tahap sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Data (Editing)

Yaitu memeriksa kelengkapan data dan perbaikan data yang sudah ada menjadi

data yang benar, bersih dan terisi secara lengkap.

b. Pemeriksaan Kode (Coding)

Yaitu pemberian kode pada masing-masing variabel dan nilai pada setiap hasil

ukur untuk memudahkan dalam pengolahan data.

Page 24: Konjungtivitis

24

c. Memasukkan Data (Entry)

Yaitu memasukkan data hasil penelitian dalam tabel induk (master table) dari

setiap hasil ukur yang sudah diberi kode atau nilai dengan menggunakan metode

SPSS.

d. Pembersihan Data (Cleaning)

Data yang telah dimasukkan ke dalam komputer diperiksa untuk

menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.14

4.6 Analisa data

Analisis data dilakukan dengan melihat persentase data yang terkumpul

dan di sajikan dalam bentuk tabel univariat dan bivariat yang dilanjutkan dengan

membahas hasil penelitian berdasarkan teori dan kepustakaan yang ada.

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentasi dari tiap variabel. Pada

penelitian ini dilakukan terhadap usia, jenis kelamin, dan status pekerjaan.

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau

berkolerasi, yaitu variabel independen seperti usia, jenis kelamin, status pekerjaan,

dengan variabel dependen yaitu konjungtivitis. Lalu dilakukan pengujian statistik

yaitu uji chi-square dengan mengukur nilai p dengan menggunakan SPSS 22.

Nilai α yang digunakan dalam penelitian ini adalah α = 0,05. Jika nilai p < α,

maka H0 ditolak.

Page 25: Konjungtivitis

25

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Analisis Univariat

5.1.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Penderita Konjungtivitis di RS

Putri Hijau

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia Responden Penderita Konjungtivitis di

RS Putri Hijau

Usia Frekuensi Persentase(%)

Anak-anak (<5 thn) 38 52,1

Dewasa muda (6-19 thn) 21 28,7

Dewasa (>19 thn) 14 19,2

Total 73 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 diatas umur responden terbanyak adalah pada anak-anak

(<5 tahun) yaitu sebanyak 38 responden (52,1%), dewasa muda (6-19 tahun)

sebanyak 21 responden (28,7%), dan dewasa (>19 tahun) sebanyak 14 responden

(19,2%).

5.1.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Penderita

Konjungtivitis di RS Putri Hijau

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Penderita

Konjungtivitis di RS Putri Hijau

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 46 63,0

Perempuan 27 37,0

Total 73 100,0

Page 26: Konjungtivitis

26

Berdasarkan tabel 5.2 diatas jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki

sebanyak 46 responden (63,0%), dan jenis kelamin perempuan sebanyak 27

responden (37,0%).

5.1.3 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden Penderita

Konjungtivitis di RS Putri Hijau

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Responden Penderita

Konjungtivitis di RS Putri Hijau

Status Frekuensi Persentase (%)

Bekerja 29 39,73

Tidak bekerja 44 60,27

Total 73 100,0

Berdasarkan tabel 5.3 diatas bahwa status pekerjaan responden terbanyak

adalah tidak bekerja sebanyak 44 responden (60,27%) dan bekerja sebanyak 29

responden (39,73%).

5.2 Hasil Analisis Bivariat

5.2.1 Faktor Usia Responden Dengan Penderita Konjungtivitis di RS Putri

Hijau

Tabel 5.4 Faktor Usia Responden dengan Penderita Konjungtivitis di RS

Putri Hijau

No Usia Kasus Kontrol Total

Frek % Frek % Frek %

Page 27: Konjungtivitis

27

1 Anak-anak 38 26,0 20 13,7 58 39,7

2 Dewasa muda 21 14,4 27 18,5 48 32,9

3 Dewasa 14 9,6 26 17,8 40 27,4

Total 73 50,0 73 50,0 146 100,0

Dari tabel 5.4 diatas diketahui bahwa pada anak-anak (<5 tahun) yang menderita konjungtivitis sebanyak 38 orang (26,0%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 20 orang (13,7%). Pada dewasa muda (6-19 tahun) yang menderita konjungtivitis sebanyak 21 orang (14,4%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 27 orang (18,5%). Pada dewasa (>19 tahun) yang menderita konjungtivitis sebanyak 14 orang (9,6%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 26 orang (17,8%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p = 0,007.

5.2.2 Faktor Jenis Kelamin Responden Dengan Penderita Konjungtivitis di RS Putri Hijau

Tabel 5.5 Faktor Jenis Kelamin Responden dengan Penderita Konjungtivitis

di RS Putri Hijau

No Jenis kelamin Kasus Kontrol Total

Frek % Frek % Frek %

1 Laki-laki 46 31,5 34 23,3 80 54,8

2 Perempuan 27 18,5 39 26,7 66 45,2

Total 73 50,0 73 50,0 146 100,0

Dari tabel 5.5 diatas diketahui bahwa laki-laki yang menderita konjungtivitis sebanyak 46 orang (31,5%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 34 orang (23,3%). Perempuan yang menderita konjungtivitis sebanyak 27 orang (18,5%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 39 orang (26,7%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p=0,046. Hasil odds ratio diperoleh nilai 1,954.

Page 28: Konjungtivitis

28

5.2.3 Faktor Status Pekerjaan Responden dengan Penderita Konjungtivitis di RS Putri Hijau

Tabel 5.6 Faktor Status Pekerjaan dengan Penderita Konjungtivitis di RS

Putri Hijau

No Status Kasus Kontrol Total

Frek % Frek % Frek %

1 Bekerja 29 19,9 33 22,6 62 42,5

2 Tidak bekerja 44 30,1 40 27,4 84 57,5

Total 73 50,0 73 50,0 146 100,0

Dari tabel 5.6 diatas diketahui bahwa responden bekerja yang menderita konjungtivitis sebanyak 29 orang (19,9%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 33 orang (22,6%). Responden tidak bekerja yang menderita konjungtivitis sebanyak 44 orang (30,1%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 40 orang (27,4%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p=0,503. Hasil Odds Ratio diperoleh nilai 0,799.

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Faktor Usia Responden dengan Konjungtivitis

Hasil analisa data menunjukkan bahwa pada anak-anak (<5 tahun) yang

menderita konjungtivitis sebanyak 38 orang (26,0%) dan yang tidak menderita

konjungtivitis sebanyak 20 orang (13,7%). Pada dewasa muda (6-19 tahun) yang

menderita konjungtivitis sebanyak 21 orang (14,4%) dan yang tidak menderita

konjungtivitis sebanyak 27 orang (18,5%). Pada dewasa (>19 tahun) yang

menderita konjungtivitis sebanyak 14 orang (9,6%) dan yang tidak menderita

konjungtivitis sebanyak 26 orang (17,8%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai

p = 0,007(P < 0,05) yang artinya Ho ditolak sedangkan Ha diterima. Hal ini

Page 29: Konjungtivitis

29

menunjukkan adanya hubungan statistik yang bermakna antara usia dengan

konjungtivitis. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa usia

merupakan faktor resiko terjadinya konjungtivitis, dimana anak-anak lebih rentan

terkena konjungtivitis kemungkinan terkait dengan kebersihan pribadi, kontak

dengan lingkungan sekitar, serta kebiasaan-kebiasan yang dilakukan pada usia

tersebut.

6.2 Hubungan Faktor Jenis Kelamin Responden dengan Konjungtivitis

Hasil analisa data menunjukkan bahwa laki-laki yang menderita

konjungtivitis sebanyak 46 orang (31,5%) dan yang tidak menderita konjungtivitis

sebanyak 34 orang (23,3%). Perempuan yang menderita konjungtivitis sebanyak

27 orang (18,5%) dan yang tidak menderita konjungtivitis sebanyak 39 orang

(26,7%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai p=0,046 (P<0,05) yang artinya

Ho ditolak sedangkan Ha diterima. Hal ini menunjukkan adanya hubungan

statistik yang bermakna antara jenis kelamin dengan konjungtivitis dan diperoleh

hasil odds ratio diperoleh nilai 1,954 yang artinya laki-laki beresiko 1,954 kali

terkena konjungtivitis dibandingkan wanita. Hal ini kemungkinan terkait dengan

perbedaan sikap antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan lebih peduli

terhadap kebersihan pribadi dan lingkungan dibandingkan pria.

6.3 Hubungan Faktor Status Pekerjaan Responden dengan Konjungtivitis

Hasil analisa data menunjukkan bahwa responden bekerja yang menderita

konjungtivitis sebanyak 29 orang (19,9%) dan yang tidak menderita konjungtivitis

sebanyak 33 orang (22,6%). Responden tidak bekerja yang menderita

konjungtivitis sebanyak 44 orang (30,1%) dan yang tidak menderita konjungtivitis

sebanyak 40 orang (27,4%). Dari hasil uji chi-square diperoleh nilai

p=0,503(P<0,05) yang artinya Ho diterima. Hal ini menunjukkan tidak adanya

Page 30: Konjungtivitis

30

hubungan statistik antara status pekerjaan dengan konjungtivitis dan hasil Odds

Ratio diperoleh nilai 0,799.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Adanya hubungan antara usia dengan penyakit konjuntivitis di Rumkit TK

II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun 2015

2. Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit konjungtivitis di

Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun 2015

Page 31: Konjungtivitis

31

3. Tidak adanya hubungan antara status pekerjaan dengan penyakit

konjungtivitis di Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan tahun

2015

7.2 Saran

1. Kepada faktor resiko usia pada anak-anak, sebaiknya para orang tua

mengajarkan tentang kebersihan pribadi dan lingkungan terhadap anak-

anaknya, agar anak-anaknya terhindar dari penyakit konjungtivitis yang

sebenarnya dapat dicegah dengan prilaku hidup sehat.

2. Kepada faktor resiko jenis kelamin laki-laki, sebaiknya lebih peduli

terhadap kesehatan pribadi dan lingkungan agar terhindar dari penyakit

yang berkaitan dengan kebersihan dan lingkungan seperti penyakit

konjungtivitis.