konjungtivitis

33
I. Konjungtivitis Karena Agen Infeksi A. Konjungtivitis bakteri Suatu konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi gonokok, meningokok, staphylococcus aereus, streptococcus pneumoniae, hemophilus influenzae dan escherichia coli. Memberikan gejala sekret mukopurulen dan pupulen, kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang kadang disertai keratis dan blefaritis. Terdapat papil pada konjungtiva dan mata merah. Konjungtivitis bakteri ini mudah menular. Tanda dan gejala pada konjungtivitis bakterial ini dibagi berdasarkan gejala klinis dan onsetnya, yaitu: 1. Konjungtivitis Mukopurulen Akut Konjungtivitis ini ditandai dengan adanya hiperemi konjungtiva dan adanya sekret mukopurulen. Bakteri yang biasanya menyebabkan penyakit ini yaitu StaphylococcuS aureus, Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae,Haemophilus aegypticus, dan Koch-Weeks bacillus.

Upload: liana

Post on 13-Sep-2015

249 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

konjungtivitis adalah infeksi pada konjungtiva

TRANSCRIPT

I. Konjungtivitis Karena Agen Infeksi

A. Konjungtivitis bakteri

Suatu konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi gonokok, meningokok, staphylococcus aereus, streptococcus pneumoniae, hemophilus influenzae dan escherichia coli.

Memberikan gejala sekret mukopurulen dan pupulen, kemosis konjungtiva, edema kelopak, kadang kadang disertai keratis dan blefaritis. Terdapat papil pada konjungtiva dan mata merah. Konjungtivitis bakteri ini mudah menular.

Tanda dan gejala pada konjungtivitis bakterial ini dibagi berdasarkan gejala klinis dan onsetnya, yaitu:1. Konjungtivitis Mukopurulen AkutKonjungtivitis ini ditandai dengan adanya hiperemi konjungtiva dan adanya sekret mukopurulen. Bakteri yang biasanya menyebabkan penyakit ini yaitu StaphylococcuS aureus, Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae,Haemophilus aegypticus, dan Koch-Weeks bacillus.

2. Konjungtivitis Purulen AkutKonjungtivitis ini disebut juga konjungtivitis hiperakut, dan ditandai dengan respon inflamasi yang lebih berat. Penyakit ini disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, StaphylococcuS aureus, dan Streptococcus pneumoniae. Penyebaran penyakit ini biasanya melalui saluran genital yang terinfeksi N gonorrheae dan menular ke mata melalui tangan yang terkontaminasi.

3. Konjungtivitis Membranosa AkutKonjungtivitis ini ditandai dengan pembentukan membran pada konjungtiva. Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dan Streptococcus haemolyticus.

Pembentukan membran pada konjungtiva tersebut diakibatkan oleh adanya deposisi eksudat fibrinosa pada permukaan konjungtiva akibat inflamasi yang berat. Membran ini kemudian dapat mengalami nekrosis yang menghasilkan jaringan granulasi pada konjungtiva.

4. Konjungtivitis PseudomembranosaKonjungtivitis ini ditandai dengan pembentukan pseudomembran pada konjungtiva. Pseudomembran tersebut terbentuk karena adanya koagulasi eksudat fibrinosa pada permukaan konjungtiva.

Penyakit ini ditandai dengan adanya konjungtivitis mukopurulen akut dan pembentukan pseudomembran pada fornix dan konjungtiva palpebra.

5. Konjungtivitis KronikKonjungtivitis ini ditandai dengan adanya inflamasi yang ringan pada konjungtiva. Salah satu etiologi konjungtivitis ini yaitu adanya infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif lainnya.

PemeriksaanPemeriksaan pada konjungtivitis dilakukan dengan identifikasi bakteri yang menggunakan pewarnaan Gram atau Giemsa. Selain itu, dapat dilakukan kultur terhadap bakteri patogen tersebut. Spesimen yang digunakan berupa usapan pada konjungtiva. Pemeriksaan sensitivitas antibiotik dapat dilakukan, sehingga dapat ditentukan jenis terapi antibiotik yang sesuai. Namun, sebelum hasil pemeriksaan sensitivitas tersebut diketahui, terapi antibiotik empiris harus diberikan.

Komplikasi Pembentukan jaringan parut konjungtiva, yang kemudian dapat menimbulkan simblefaron, trichiasis, entropion, dan xerosis konjungtiva

Ulkus kornea, dapat menyebabkan infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, dan S aureus secara sistemik

Iridosiklitis

Komplikasi sistemik, seperti arthritis gonorrhoea, endokarditis, dan septisemia

Penatalaksanaan Terapi antibakterial broad-spectrum yang diberikan secara topikal, yaitu kloramfenikol 1%, gentamisin 0,3%, dan tetes mata framisetin. Penggunaan salep mata sebelum tidur dapat mengurangi perlengketan kelopak mata pada pagi hari. Jika penggunaan antibiotik tersebut tidak menimbulkan kesembuhan, dapat digunakan antibiotik topikal lain seperti ciprofloxacin, ofloxacin, dan gatifloxacin.

Terapi antibiotik sistemik, yang digunakan pada konjungtivitis yang disebabkan n gonorrhoeae dan n meningitidis. Beberapa obat tersebut yaitu norfloxacin, cefoxitim, ceftriaxon, dan spectinomycin.

Pada konjungtivitis purulen akut dan mukopurulen, perlu dilakukan irigasi pada kantung konjungtiva dengan cairan salin untuk membersihkan sekret pada konjungtiva. Namun, irigasi mata ini tidak boleh dilakukan secara rutin karena dapat merusak kandungan lisozim air mata.

Pemberian atropin topikal, jika konjungtivitis tersebut melibatkan kornea sehingga terjadi ulkus kornea.

Pemberian tetes mata astringen seperti tetes mata asam zins-boric pada konjungtivitis bakteri kronik, yang dapat meringankan gejala-gejalanya.

Edukasi terhadap kebersihan di rumah dan lingkungan sekitar untuk mencegah penularan penyakit.

Penggunaan kacamata hitam, yang dapat mengurangi fotofobia

Pada konjungtivitis mukopurulen, tidak boleh digunakan balut mata karena dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri

Terapi antiinflamasi dan analgesik, yang dapat digunakan untuk menyembuhkan gejala nyeri

Pada konjungtivitis purulen akut, terapi tersebut juga diberikan pada pasangan seksual pasien.PencegahanPencegahan terhadap penyakit ini yaitu dengan menghindari kontak langsung dengan pasien konjungtivitis dan imunisasi terhadap bakteri tertentu penyebab konjungtivitis bakteri.

PrognosisKonjungtivitis akut biasanya dapat sembuh sendiri dalam 1-3 hari jika diobati dan 10-14 hari jika tidak diobati. Namun, konjungtivitis yang disebabkan bakteri S aureus, N meningitidis, dan N gonorrhoeae akan menimbulkan komplikasi jika tidak diobati segera.B. Konjungtivitis Klamidial Trakoma1. DefinisiTrakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis.

2. EpidemiologiCara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan, dan lain-lain. Masa inkubasi rata 7 hari (berkisar 5-14 hari).

3. EtiologiPenyebabnya adalah virus dari golongan P.L.T (psitacosis lymphogranuloma trachoma) yang disebut klamidozoa trakoma (chlamis = mantel, zoa = binatang).

4. PatofisiologiJika terjadi invasi kuman, bakteri ataupun virus, maka akan terjadi beberapa reaksi di dalam jaringan tersebut diantaranya infiltrasi, eksudasi, nekrose, pembentukan jaringan parut. Reaksi ini didapat juga di konjungtiva dan kornea, jika virus trakoma memasuki jaringan ini.

5. HistopatologisSecara histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan pewarnaan Giemsa terutama terlihat reaksi sel-sel polimorfonuklear, tetapi sel plasma, sel Leber, dan sel folikel (limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel Leber menyokong suatu diagnosis trakoma tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnostik yang penting bagi trakoma. Terdapat badan inklusi Halber Statter-Prowazeck yang letaknya intraseluler tapi ekstranuklear di dalam sel epitel konjungtiva yang bersifat basofil berupa granula, biasanya berbentuk cungkup (mantel) seakan-akan menggenggam nukleus. Kadang-kadang ditemukan lebih dari satu badan inklusi dalam satu sel.6.Gejala

Keluhan pasien menyerupai konjungtivitis bakteri adalah fotofobia, gatal, berair, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbaris, hipertrofi papil.

7. KlasifikasiMenurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melaui empat stadium :

1. Stadium insipien.

2. Stadium established ( dibedakan atas dua bentuk )

3. Stadioum parut

4. Stadium sembuh.

Stadium 1 (hiperplasi limfoid) : Terdapat hipertropi papil dengan folikel yang kecil kecil pada konjungtiva tartus superior, yang memperlihattkan penebalan dan kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Secret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar diteukan tetapi kadang kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan.

Stadium 2 : Terdapat hipertrofi papiler dan polikel yang matang ( besar ) pada konjujngtiva tartus superior.pada stadium ini dapat ditemukan pannus Trachoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah olah mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior. Pannus adlah pembuluh darah yang terletak didaerah limbus atas dengan infiltrate.

Stadium 3 : terdapat parut pada konjungtiva tartus suprrior yang terlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang .

Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva yang dapat menyebabkan perubahan bentuk pada tartus yang menyebabkan enteropion dan trikiasis.STADIUMNAMAGEJALA

Stadium ITrakoma insipienFolikel imatur, hipertrofi papiler minimal

Stadium IITrakoma Folikel matur pada dataran tarsal atas

Stadium IIADengan hipertrofi folikular menonjolKeratitis, folikel limbal

Stadium IIBDengan hipertrofi papiler menonjolAktifitas kuat dengan folikel matur

Tertimbun dibawah hipertrofi papilar yang hebat

Stadium IIITrakoma memarut (sikatriks)Parut pada konjungtiva tarsal atas,

Permulaan trikiasis,entropion

Stadium IVTrakoma sembuhTak aktif, tak ada hipertrofi papilar atau folikular.

Parut dalam bermacam variasi

Gambar 2.9.1.b.1. Klasifikasi dan stratifikasi trakoma menurut mc callan

Pemeriksaan yang dilakukan pertama kali yaitu menemukan tanda dan gejala dari trakoma. Untuk mengetahui adanya infeksi trakoma, dapat ditentukan jika sedikitnya dua dari empat gejala ini terpenuhi:

1. Terdapat lima atau lebih folikel pada tarsal konjungtiva superior

2. Pembentukan jaringan parut pada tarsal konjungtiva superior

3. Terdapat keratitis epitel pada limbus superioe

4. Adanya pannus8.Diagnosa banding

Konjungtivitis inklusi

9. Terapi

Pengobatan trakoma dengan tetrasiklim 1-1,5 gr/hari peroral diberikan dalam 4 dosis selama 3-4 minggu, doxysiklin 100mg peroral 2x sehari selama 3 minggu atau erytromicin 1g/hari peroral dibagi dalam 4 dosis selama 3-4 minggu.

10. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan higine yang baik, makanan bergizi.

11. Penyulit

Penyulit trakoma adalah entropion, trikiasis, simblefaron, kekeruhan kornea, dan xerosis/ keratitis sika.B. KONJUNGTIVITIS VIRUSC1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut1. Demam Faringokonjungtival Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1

Laboratorium Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi.

Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. Terapi

Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar 10 hari.2. Keratokonjungtivitis Epidemika Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.

Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1

Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.

Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-hati.

Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.

3. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3

Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3

Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.

4. Konjungtivitis Hemoragika Akut Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).

Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari

Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti.

C2. Konjungtivitis Virus Kronik

1. Blefarokonjungtivitis Molluscum ContagiosumSebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.3Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

2. Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele.

Laboratorium

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel sel embrio manusia.

Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat penyakit.

3. Keratokonjungtivitis Morbilli Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus.

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara berkembang. Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder. II. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)A. Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

1. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever) Tanda dan gejala

Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek matanya.

Laboratorium

Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva

Terapi

Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.

2. Konjungtivitis Vernalis Definisi

Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim gugur.

Insiden

Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. Tanda dan gejala

Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1

Terapi

Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total.

3. Konjungtivitis Atopik Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.

Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Terapi

Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.

B. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

1. Phlyctenulosis Definisi

Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. Tanda dan Gejala

Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. 1Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet. Terapi

Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi.

2. Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontakBlefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil. 1Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

III. Konjungtivitis Akibat Penyakit AutoimunKeratokonjungtivitis SiccaBerkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).

Gejala:

khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-tanda radang.

Dimulai dengan konjungtivitis kataralis

Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.

Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)

Pewarnaan Rose bengal uji diagnostik.

Pengobatan:

air mata buatan vitamin A topikal

obliterasi pungta lakrimal.

IV. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif1. Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat TopikalKonjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

2. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan IritansAsam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. 1Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.

DIAGNOSA BANDING MATA MERAHKONJUNGTIVITISKERATITIS / IRITIS AKUTGLAUKOMA AKUT

ULKUS KORNEA

SakitKesatSedangSedang sampai hebatHebat dan menyebar

KotoranSering purulenHanya refleks epiforaRingan-

FotofobiaRinganSedang - hebatHebatSedang

KorneaJernihFluoresin +++/-PresipitatEdema

IrisNN"muddy"Abu-abu-hijau-hijau

PenglihatanN< N< N< N

Sekret(+)(-)(-)(-)

Suar/fler=-/+++-/+

Pupil fixed ovalN n sangat pegal

VaskularisasiA. Konj. PosteriorSiliarPleksus siliarEpiskleral

Injeksi KonjungtivaSiliarSiliarEpiskleral

PengobatanAntibiotikAntibiotika, siklopegikSteroid,siklopegikMiotika diamox+bedah

UjiBakteriSensibilitasInfeksi lokalTonometri

Gambar 4.1. Diagnosa Banding Mata Merah