kondisi sosial ekonomi pengemis dalam perspektif …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf ·...

43
i KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF TEORI DRAMATURGI (STUDI KASUS DI DESA PAGERALANG, KECAMATAN KEMRANJEN, KABUPATEN BANYUMAS) SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Oleh: Febrina Damayanti 3401412053 JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

Upload: truongkhanh

Post on 03-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

i

KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM

PERSPEKTIF TEORI DRAMATURGI

(STUDI KASUS DI DESA PAGERALANG, KECAMATAN

KEMRANJEN, KABUPATEN BANYUMAS)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi dan Antropologi

Oleh:

Febrina Damayanti

3401412053

JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

Page 2: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

ii

:

Page 3: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

iii

Page 4: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

iv

Page 5: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

v

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Wahai Orang-Orang Yang Beriman! Mohonlah Pertolongan (Kepada Allah)

Dengan Sabar Dan Sholat. Sungguh Allah Bersama Dengan Orang-Orang

Yang Sabar. (QS. AL-BAQARAH 153)

PERSEMBAHAN

1. Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan.

2. Bapak Ngadirin dan Ibu Darsini tercinta yang selalu

memanjatkan doa di setiap sujudnya, selalu menyayangi

dan mencintai, memberikan semangat dan dukungan

kepada penulis.

3. Mas Eko Wiji Susilo yang selalu menghibur adiknya

ini.

4. Keluarga besar Mbah Dulhalim dan Mbah Muhroji

untuk dukungannya.

5. Teman-teman tercinta Mifta, Jauh, Ni’mah, Wulan,

Riza, Andini, Jojo, Vera, Anisa terima kasih atas segala

pehartian dan pengertian kalian, canda tawa kalian,

dukungan kalian dan kasih sayang kalian. Teman-

teman Sos’ant 2012 (Khusunya Rombel 1). Teman-

teman PPL SMA N 2 MGL, dan teman-teman KKN Ds.

Munggangsari. Terima kasih untuk pengalamannya,

bahagia bisa menjadi bagian dari kalian dan semoga ini

bisa menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan.

6. Sahabat terbaik Maela, Amri, Zoleh, Ichwan, Sugeng

atas kisah LDR kita yang paling langgeng.

7. Bapak ibu dosen jurusan Sosiologi dan Antropologi.

8. Almamter Universitas Negeri Semarang

Page 6: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

vi

SARI

Damayanti, Febrina. 2016. Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis dalam Perspektif

Teori Dramaturgi (Studi Kasus di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen,

Kabupaten Banyumas). Skipsi. Jurusan Sosiologi dan Antropologi. Fakultas Ilmu

Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Thriwaty Arsal, M, Drs.

Adang Syamsudin Sulaha, M. Si. 103 halaman.

Kata Kunci: Kondisi Sosial Ekonomi, Pengemis, Dramaturgi

Fenomena pengemis sebenarnya bukan sesuatu yang baru di tengah

masyarakat. Masyarakat yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pekerjaan

dan ingin tetap bertahan di zaman modern yaitu bekerja sebagai pengemis untuk

memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi, kehidupan para pengemis di Desa

Pageralang merupakan sebuah fenomena berbeda. Secara ekonomi, dapat

dikatakan berkecukupan dan bukan termasuk Rumah Tangga Miskin (RTM).

Tujuan penelitian ini antara lain: 1) Untuk mengetahui latar belakang munculnya

pengemis di Desa Pageralang. 2) Untuk mengetahui gambaran kondisi sosial

ekonomi pengemis dari tampak depan (front stage) dan tampak belakang (back

stage) di Desa Pageralang.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Lokasi penelitian

dilaksanakan di ruas Jalan Krumput dan rumah pengemis di Desa Pageralang.

Informan pada penelitian ini adalah para pengemis, aparat desa, supir bus, dan

masyarakat Desa Pageralang. Teknik pengumpulan data pada penelitian adalah

dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Validitas data

yang digunakan adalah triangulasi sumber, member chek. Teknik analisis data

dalam penelitian ini adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan

pengambilan kesimpulan. Penelitian ini menggunakan teori Dramaturgi Erving

Goffman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) faktor yang melatarbelakangi

munculnya pengemis adalah faktor sosial seperti tingkat pendidikan yang rendah,

faktor ekonomi seperti kurangnya pekerjaan formal, kurangnya modal, minim

keterampilan, dan faktor budaya meliputi keterbatasan fisik dan keturunan. 2)

kondisi sosial ekonomi pengemis tampak depan (front stage) yaitu para pengemis

menunjukkan diri sebagai orang miskin sehingga terlihat layak untuk dikasihani

dan diberi sumbangan, sedangkan pada panggung belakang (back stage)

menghasilkan temuan berupa pada tingkat pendapatan para pengemis bisa

mencapai Rp 30.000. Rata-rata pengemis sudah memiliki tempat tinggal sendiri

dengan kondisi bangunan fisik yang baik, pada bidang pendidikan para pengemis

menganggap pendidikan formal merupakan hal yang utama. Pada bidang

kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dan berpengaruh besar bagi

pengemis untuk menunjang aktivitasnya.

Saran 1) bagi pengemis untuk tetap menjaga kesehatan dan pada orang tua

untuk memberikan pola asuh yang baik. 2) pengguna jalan hendaknya tidak

memberikan sumbangan secara langsung kepada pengemis. 3) Bagi pemerintah

desa harus membuka peluang kerja dan memberikan pelatihan sesuai dengan

kondisi masyarakat agar memiliki keterampilan dan daya saing.

Page 7: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

vii

ABSTRACT

Damayanti, Febrina. 2016 Social-Economic Conditions Beggars in

Dramaturgy Theory Perspective (A Case Study in the village of Pageralang,

Kemranjen subdistrict, Banyumas). Skipsi. Department of Sociology and

Anthropology. Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor

Dr. Thriwaty Arsal, M. Si, Drs. Adang Syamsudin Sulaha, M. Si. 103 pages.

Keywords: Social -Economic Conditions, Beggars, Dramaturgy

Beggar phenomenon is not something new in the community. People who do not

have access to a job and wanted to stay in the modern era is to begging to make

ends meet. However, the lives of the beggars in the village Pageralang is a

different phenomenon. Economically, it can be said to be well off and not part of

Poor Households. The purpose of this study include: 1) To find out the

background of beggars in the village Pageralang. 2) To know the description of

socio-economic conditions of the beggar looked forward (front stage) and rear

(back stage) in the village of Pagelarang.

This study used qualitative research methods. The research location in

Jalan Krumput and houses in the village beggar Pagelarang. Supporting

information in this study is the beggars, village administrators, bus drivers, and

the village community Pagelarang. Research data collection techniques is to use

observation, interviews, and documentation. The validity of the data used is data

triangulation, member check. Data analysis techniques in this research is data

collection, data reduction, data presentation, and conclusions. This study uses the

theory of Erving Goffman Dramaturgy.

Research results show that 1) the background factors emergence of

beggars are social factors such as low educational level, economic factors such as

lack of formal employment, lack of capital, lack of skills, and cultural factors

include the physical limitations and descent. 2) socio-economic conditions beggar

looks ahead (front stage) are beggars show themselves as poor people so it looks

feasible to be pitied and given donations, while at the rear stage (back stage) has

resulted in findings that the income level of the beggars could reach 30,000. On

average beggars own your own place with a good physical condition of the

building, in the field of education beggars considers formal education is the main

thing. In the health sector is a factor that is very important and influential for

beggars to support its activities.

Page 8: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

viii

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat,

rahmat pertolongan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis dalam Perspektif Teori

Dramaturgi (Studi Kasus Di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten

Banyumas).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat diselesaikan di

waktu yang tepat berdasarkan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Fathur Rorkman, M. Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan

skripsi di waktu yang tepat.

2. Drs. Moh. Solehatul Mustofa, M. A. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi di waktu yang tepat.

3. Kuncoro Bayu Prasetyo, S. Ant, M. A. Ketua jurusan Sosiologi dan

Antropologi yang telah memberikan saran, motivasi, dan memfasilitasi

konsultasi serta memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi di waktu yang tepat.

Page 9: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

ix

4. Dr. Thriwaty Arsal, M. Si dan Drs. Adang Syamsudin Sulaha, M. Si. Dosen

Pembimbing penulis yang telah sabar dan ikhlas untuk memberikan,

Page 10: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

PERSETUJUAN BIMBINGAN ............................................................ ii

PENGESAHAN KELULUSAN............................................................. iii

PERNYATAAN...................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN......................................................... v

SARI.......................................................................................................... vi

ABSTRACT.............................................................................................. vii

PRAKATA................................................................................................ viii

DAFTAR ISI........................................................................................... x

DAFTAR BAGAN.................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR............................................................................... xiii

DAFTAR TABEL.................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xv

BAB I : PENDAHULUAN......................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah......................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 5

1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 6

1.5 Batasan Istilah ....................................................................... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA................................................ 10

2.1 Deskripsi Teoritis................................................................... 10

Page 11: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

xi

2.1.1 Konsep Kemiskinan...................................................... 10

2.1.2 Teori Dramaturgi........................................................... 11

2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan............................ 16

2.3 Kerangka Berfikir..................................................................... 22

BAB III : METODE PENELITIAN............................................. 24

3.1 Latar Penelitian..................................................................... 24

3.2 Fokus Penelitian................................................................... 25

3.3 Sumber Data......................................................................... 26

3.4 Alat dan Teknik Pengumpulan Data...................................... 33

3.5 Validitas Data........................................................................ 40

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN...................................... 48

4.1 Gambaran Umum Desa Pagelarang......................................... 48

4.2 Faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Pengemis Di

Desa Pagelarang......................................................................

56

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis di Desa Pagelarang........... 74

BAB V : PENUTUP.................................................................... 99

5.1 Simpulan................................................................................. 99

5.2 Saran....................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 102

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Kerangka Berfikir.................................................................. 23

Bagan 2 Analisis Data Miles dan Huberman........................................ 44

Page 13: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kondisi Ruas Jalan Krumput 57

Gambar 2 Wawancara dengan Ibu Darwen di Ruas Jalan Krumput...... 75

Gambar 3 Wawancara dengan Mbah Mukidi di Ruas Jalan Krumput... 77

Gambar 4 Rumah Mbah Ngadinem Tampak Depan............................ 86

Gambar 5 Rumah Mbah Ngadinem Bagian Tengah............................. 87

Gambar 6 Rumah Mbah Mukidi Tampak Depan.................................. 90

Gambar 7 Rumah Mbah Mukidi Bagian Tengah.................................. 91

Page 14: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Daftar Informan Utama Penelitian...................................... 27

Tabel 3. 2 Daftar Informan Pendukung Penelitian............................... 31

Tabel 4. 1 Pemanfaatan Wilayah Desa ................................................ 48

Tabel 4. 2 Potensi Sumber Daya Manusia............................................ 50

Tabel 4. 3 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Pageralang............... 51

Tabel 4. 4 Tingkat Pendidikan Berdasarkan Usia................................ 52

Tabel 4. 5 Data Penduduk Desa Pageralang Berdasarkan Mata

Pencaharian Pokok.............................................................

53

Tabel 4. 6 Jumlah Pengemis di Desa Pageralang.................................. 54

Tabel 4. 7 Prasarana Kesehatan............................................................ 55

Tabel 4. 8 Sarana Kesehatan................................................................. 55

Tabel 4. 9 Pendapatan Pengemis di Desa Pageralang........................... 83

Page 15: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian........................................................... 104

Lampiran 2 Pedoman Wawancara.......................................................... 105

Lampiran 3 Identitas Informan Penelitian.............................................. 111

Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian............................................................ 114

Page 16: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Masalah kemiskinan memang telah ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu

umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin

dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern

pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan,

dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman modern. Menurut

Sharp et al (2008), kemiskinan dapat disebabkan oleh ketidaksamaan pola

kepemilikan sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan

disebabkan oleh perbedaan akses dalam modal.

Kemiskinan harus dipahami sebagai suatu masalah sosial ekonomi yang

bersifat multi-dimensional. Kemiskinan bukan semata-mata karena pendapatan

yang kurang. Kompleksitas masalah kemiskinan mencerminkan kesengsaraan dan

tertekannya harga diri manusia karena ketiadaan pendapat, kekuasaan dan pilihan

untuk memperbaiki taraf hidup. Salah satu efek meluasnya kemiskinan adalah

semakin banyak masyarakat yang menggantungkan hidup pada orang lain salah

satunya dengan menjadi pengemis. Praktek mengemis merupakan masalah sosial,

dimana mereka dianggap telah menyimpang dari nilai dan norma-norma yang

berlaku. Mereka adalah orang sehat dengan kondisi tubuh yang tidak kurang

apapun (Bina Desa, 1987:3).

Page 17: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

2

2

Suparlan (1986:30) berpendapat bahwa gelandangan dan pengemis

sebagai suatu gejala sosial yang terwujud di perkotaan dan telah menjadi suatu

masalah sosial karena beberapa alasan. Pertama, disatu pihak menyangkut

kepentingan orang banyak (warga) yang merasa wilayah tempat hidup dan

kegiatan mereka sehari-hari telah dikotori oleh pihak gelandangan, dan dianggap

dapat menimbulkan ketidaknyamanan harta benda. Kedua, menyangkut

kepentingan pemerintah kota, di mana pengemis dianggap dapat mengotori jalan-

jalan protokol, mempersukar pengendalian keamanan dan mengganggu ketertiban

sosial.

Mengemis sebagai masalah sosial yang muncul karena adanya

ketimpangan antara sumber daya manusia yang dimiliki dengan tuntutan dunia

kerja yang semakin kompleks. Di sisi lain, individu yang tergolong dalam

kategori tersebut tersudutkan dengan pemenuhan kebutuhan yang semakin banyak

sehingga pekerjaan sebagai pengemis menjadi sebuah pilihan alternatif bagi

sebagian masyarakat tersebut. Banyak tempat yang menjadi lokasi untuk para

pengemis untuk melakukan kegiatannya. Salah satunya di ruas jalan Krumput

Desa Pegeralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas yang digunakan

oleh beberapa pengemis sebagai tempat untuk mencari nafkah. Pengemis

terdorong untuk semakin kreatif dan inovatif agar lebih menarik simpati

masyarakat umum. Himpitan ekonomi yang terus mendesak menjadikan sebagian

masyarakat memilih menjadi pengemis baik sebagai aktivitas harian atau

musiman.

Page 18: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

3

Kondisi sosial ekonomi seseorang merupakan salah satu faktor umum

yang dapat mendorong terjadinya heterogenitas antara masyarakat satu dengan

yang lain. Perbedaan ini dapat dilihat, seperti dari aspek pendapatan seseorang

yang berdampak dari berbagai aktivitas dan pekerjaan. Menurut Sudarsono

(2004:14) ada beberapa indikator obyektif pendapatan dari sosial ekonomi

seseorang seperti pendidikan, jumlah pendapatan, pemilikan barang-barang

berharga dapat dilihat sebagai simbol atau pertanda status sosial. Menurut

Soekanto (2001:25) status merupakan posisi seseorang dalam suatu kelompok

sosial dalam arti tempat seseorang secara umum di masyarakat dan berhubungan

dengan orang-orang lain, seperti lingkungan pergaulan, prestise dan hak-hak serta

kewajibannya. Kondisi sosial ekonomi inilah yang menentukan posisi seseorang

dalam tatanan kehidupan masyarakat, sehingga dengan adanya status ini maka

akan memperoleh hak dan diberi kewajiban atas segala sesuatu yang diinginkan

masyarakat.

Kondisi tersebut juga terjadi di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen,

Kabupaten Banyumas. Kondisi itu tentunya menyebabkan masyarakat Desa

Pageralang mengalami perubahan dalam hal sosial dan ekonomi. Pekerjaan yang

semakin kompleks menciptakan masyarakat yang semakin heterogen.

Heterogenitas pekerjaan masyarakat dapat dilatarbelakangi oleh tingkat

pendidikan, keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, namun bagi

masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya keahlian

dan kemampuan, sedangkan kebutuhan pokok semakin banyak, maka banyak

Page 19: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

4

masyarakat yang mencari pekerjaan alternatif, salah satunya adalah bekerja

sebagai pengemis.

Umumnya pengemis sering dijumpai tempat-tempat umum seperti pasar,

terminal, taman atau tempat hiburan bahkan berkunjung ke rumah-rumah. Selain

di tempat-tempat tersebut, ternyata pengemis juga dapat ditemukan di pinggir

jalan raya, seperti halnya di tepi jalan Krumput Desa Pageralang yang di

digunakan oleh beberapa pengemis sebagai tempat mencari nafkah.

Fenomena pengemis sebenarnya bukan sesuatu yang baru di tengah

masyarakat. Pengemis seakan tidak asing lagi bagi masyarakat di era globalisasi

ini. Masyarakat yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pekerjaan dan

ingin tetap bertahan di zaman modern, yaitu bekerja sebagai pengemis untuk

memenuhi kebutuhannya.

Munculnya asumsi bahwa lahirnya budaya mengemis disebabkan oleh

faktor ekonomi merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Akan tetapi,

kehidupan para pengemis di Desa Pageralang merupakan sebuah fenomena

berbeda. Secara ekonomi, dapat dikatakan berkecukupan. Secara umum pengemis

di Desa Pageralang rata-rata mempunyai sepeda motor, televisi, hewan piaraan

seperti ayam, kambing serta bangunan rumah yang bagus. Oleh sebab itu, dalam

menangani masalah pengemis diperlukan adanya penelitian selanjutnya mengenai

bagaimana latar belakang munculnya pengemis di Desa Pageralang serta

bagaimana kondisi sosial dan ekonomi pengemis tampak depan (front stage) dan

tampak belakang (back stage) dalam perspektif teori dramaturgi pada pengemis di

Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

Page 20: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

5

Pemilihan tempat di ruas jalan Krumput sebagai tempat pengemis yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Pageralang dalam melakukan tindakannya sangat

menarik untuk diteliti lebih lanjut. Banyak hal-hal yang belum diketahui penulis

untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada. Berdasarkan latar belakang

tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan penelitian yang

berjudul “Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis dalam Perspektif Teori Dramaturgi

(Studi Kasus di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten

Banyumas)”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penulis dapat

menarik rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Apa yang melatarbelakangi munculnya pengemis di Desa Pageralang,

Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas?

1.2.2 Bagaimana gambaran kondisi sosial ekonomi pengemis dari panggung

depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) dalam perspektif

teori dramaturgi di Desa Pegeralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten

Banyumas?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan yang akan dicapai oleh

penulis dalam penelitian tersebut adalah:

1.3.1 Untuk mengetahui latar belakang munculnya pengemis di Desa

Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

Page 21: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

6

1.3.2 Untuk mengetahui gambaran kondisi sosial ekonomi pengemis dari

panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) dalam

perspektif teori dramaturgi di Desa Pegeralang, Kecamatan Kemranjen,

Kabupaten Banyumas.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan di atas, adapun manfaat yang akan diperoleh dari

penelitian ini baik teoritis maupun praktis adalah:

1.4.1 Manfaat teoritis

1.4.1.1 Menambah ilmu pengetahuan Sosiologi dan Antropologi serta memberi

wawasan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca mengenai latar

belakang munculnya pengemis dan kondisi sosial ekonomi pengemis

dalam perspektif teori dramaturgi di Desa Pageralang, Kecamatan

Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

1.4.1.2 Menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan dan menjadi tambahan

materi pada mata pelajaran sosiologi dan antropologi Sekolah Menengah

Atas (SMA) kelas XI Semester 2 dalam bab 2 mengenai masalah sosial.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Memberikan pemahaman pada masyarakat mengenai latarbelakang

munculnya pengemis dan kondisi sosial ekonomi pengemis dalam

perspektif teori dramaturgi di Desa Pageralang, kecamatan Kemranjen,

Kabupaten Banyumas.

1.4.2.2 Sebagai bahan rujukan berkaitan dengan penelitian yang menggunakan

teori dramaturgi.

Page 22: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

7

1.5 BATASAN ISTILAH

Batasan istilah ditulis untuk memudahkan pemahaman pembaca agar tidak

terjadi kesalahpahaman. Batasan istilah juga ditulis untuk membatasi objek

penelitian agar mengarah pada pokok permasalahan dan pembahasan, maka

penulis memberikan batasan istilah-istilah sebagai berikut:

1.5.1 Sosial ekonomi

Sosial ekonomi dalam penelitian Maftukhah (2007) adalah kedudukan atau

posisi seseorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis

aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, umur, jenis rumah

tinggal, dan kekayaan yang dimiliki. Berkaitan dengan penelitian ini yang

dimaksud dengan kondisi sosial latar belakang suatu keluarga yang

dipandang dari umur dan tingkat pendidikan orang tua dan kondisi

ekonomi adalah adalah latar belakang suatu keluarga dipandang dari

pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, dan kekayaan yang

dimilikinya. Kondisi sosial ekonomi dalam penelitian ini dibatasi pada

kondisi sosial ekonomi pengemis di Desa Pageralang, Kecamatan

Kemranjen, Kabupaten Banyumas yang dapat dilihat dari pendapatan,

kondisi perumahan, kesehatan dan pendidikan.

1.5.2 Pengemis

Pengertian pengemis menurut Perpu No. 30 Tahun 1980

menyatakan bahwa pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan

penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara

dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. Mengemis

Page 23: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

8

adalah seseorang yang meminta uang atau barang kapada orang-orang

yang tidak memiliki kewajiban sosial untuk menanggung kehidupannya,

tanpa memberikan jasa-jasa (Chalik, 2006:2). Akan tetapi, dalam

penelitian ini yang dimaksud pengemis adalah orang yang meminta-minta

dengan duduk-duduk di pinggir jalan seperti yang ada di pinggir jalan

Krumput Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

1.5.3 Teori Dramaturgi

Dramatugi menurut pandangan Erving Goffman (Goodman, 2010)

adalah kehidupan sosial sebagai serentetan panggung sandiwara dengan

simbol-simbol yang tepat yang ditunjukkan untuk mendukung identitas

atau profesi yang akan ditampilkan atau yang disembunyikan melalui

panggung pertunjukan.

Goffman berbicara tentang panggung depan (front stage). Front

adalah panggung pertunjukan yang umumnya berfungsi secara pasti dan

umum untuk mendefinisikan situasi bagi orang yang menyaksikan

pertunjukan. Dalam front stage, Goffman membedakan antara setting

dengan front personal. Setting mengacu pada pemandangan fisik yang

biasanya harus ada di situ jika aktor memainkan perannya. Front personal

dibagi menjadi penampilan dan gaya. Penampilan meliputi berbagai jenis

barang yang mengenalkan mengenai status sosialnya. Gaya mengenalkan

kepada penonton peran macam apa yang diharapkan aktor untuk

dimainkan dalam situasi tertentu ( menggunakan gaya fisik atau sikap).

Aspek dramaturgi lain di front stage adalah aktor sering mencoba

Page 24: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

9

menyampaikan kesan bahwa mereka lebih akrab dengan audien ketimbang

dalam keadaan yang sebenarnya.

Goffman juga membahas panggung belakang (back stage) dimana

fakta disembunyikan di depan atau berbagai jenis tindakan informal

mungkin timbul. Panggung belakang diibaratkan sebagai kehidupan sosial

yang sesungguhnya di mana para aktor memerlukan kamar rias, tempat

bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan peranannya

di panggung depan.

Teori dramaturgi dalam penelitian ini akan menjelaskan mengenai

bagaimana kondisi sosial ekonomi pengemis tampak depan (front stage)

dimana pengemis menampilkan perannya kepada khalayak umum saat

mereka sedang menjalankan aktivitas mereka sebagai seorang pengemis

dan kondisi sosial ekonomi tampak belakang (back stage) di lihat dari

pendapatan, kondisi rumah, kesehatan dan pendidikan para pengemis serta

mempersiapkan segala sesuatunya untuk menunjang aktivitas utamanya

sebagai seorang pengemis di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen,

Kabupaten Banyumas.

Page 25: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

10

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 DESKRIPSI TEORITIS

2.1.1 Konsep Kemiskinan

Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak

mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai

kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Adapun konsep kemiskinan yang

digunakan pada penelitian ini untuk menganalisi faktor yang melatarbelakangi

munculnya pengemis di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten

Banyumas adalah berkaitan dengan tingkat pendidikan dan keterampilan,

pemenuhan kebutuhan pokok dan konsep kemiskinan absolut dan kemiskinan

kultural (Sholikhin, 2010:16).

Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana miskin yang tidak

selamanya karena nasib yang tidak dapat dirubah akibat keadaan fisik yang tidak

mendukung. Sedangkan, kemiskinan kultural adalah suatu budaya yang membuat

orang miskin memiliki mentalitas rasa pasrah dengan keadaan yang ada,

seseorang cenderung mengganggap bahwa dirinya memiliki kondisi seperti ini

karena keturunan dari orang tua atau nenek moyangnya dulu yang juga

mempunyai kondisi yang juga miskin, sehinggadari mereka tidak ada usaha untuk

merubah keadaan untuk bisa keluar dari kemiskinan ini.

Page 26: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

11

2.1.2 Teori Dramaturgi

Suatu kajian ilmiah memerlukan suatu landasan teori sebagai alat analisis.

Suatu peristiwa dapat dijelaskan ketika peneliti menggunakan teori tertentu untuk

menganalisis suatu peristiwa yang terjadi. Pada penelitian ini, akan menganalisis

dan mengkaji tentang “Kondisi Sosial Ekonomi Pengemis dalam Perspektif Teori

Dramaturgi (Studi Kasus di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten

Banyumas)”. Teori yang relevan dengan masalah yang ditulis oleh peneliti adalah

teori dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Goffman. Teori dramaturgi

digunakan untuk menganalisis kondisi sosial ekonomi tampak depan (front stage)

dan tampak belakang (back stage).

Teori dramaturgi dikembangkan oleh Erving Goffman dalam bukunya

yang berjudul The Presentational of Self in Everyday Life (1959) (dalam jurnal

Imron, 2013) memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan

teateris, banyak ahli mengatakan bahwa dramaturginya Erving Goffman ini

berada di antara tradisi interaksi simbolik dan fenomenologi.

Tindakan individu mengenai bagaimana tampilan dirinya yang ingin orang

lain ketahui memang akan ditampilkan se-ideal mungkin. Perilakunya dalam

interaksi sosial akan selalu melakukan permainan informasi agar orang lain

memiliki kesan yang lebih baik. Ketika individu tersebut menginginkan identitas

lain yang ingin ditonjolkan dari identitas yang sebenarnya, di sinilah terdapat

pemeranan karakter seorang individu dalam memunculkan simbol-simbol relevan

yang diyakini dapat memperkuat identitas pantulan yang ingin diciptakan dari

Page 27: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

12

identitas yang sesungguhnya, lebih jauh perkembangan ini melahirkan studi

dramaturgi.

Menurut Erving Goffman, ketika simbol-simbol tertentu sebelum

dipergunakan oleh individu sebagai sebuah tindakan yang disadari (dalam

perencanaan), berarti telah menjadikan dirinya sebagai “orang lain” karena ketika

individu tersebut mencoba simbol-simbol yang tepat untuk mendukung identitas

yang akan ditonjolkannya, ada simbol-simbol lain yang disembunyikan atau

“dibuang”. Ketika individu tersebut telah memanipulasi cerminan dirinya menjadi

orang lain, berarti ia telah memainkan suatu pola teateris, peng-aktor-an yang

berarti dia merasa bahwa ada suatu panggung di mana ia harus mementaskan

suatu tuntutan peran yang sebagaimana mestinya telah ditentukan dalam skenario,

bukan lagi pada tuntutan interaksi dirinya, simbol-simbol yang diyakini dirinya

mampu memberikan makna, akan terbentur pada makna audiens. Artinya bukan

dirinya lagi yang memaknai identitasnya, tetapi bergantung pada orang lain.

Pengelolaan simbol-simbol pada bagian dari tuntutan lingkungan (skenario)

sebagai dirinya.

Fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan apa yang orang lakukan,

bukan apa yang ingin mereka lakukan, atau mengapa mereka melakukan,

melainkan bagaimana mereka melakukannya. Dramaturgi menekankan dimensi

ekspresif/impresif aktivitas manusia, yakni bahwa makna kegiatan manusia

terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang

lain yang juga ekspresif. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekspresif inilah

maka perilaku manusia bersifat dramatik.

Page 28: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

13

Pendekatan dramaturgi Erving Goffman berintikan pandangan bahwa

ketika manusia berinteraksi dengan sesamannya, ia ingin mengelola pesan yang ia

harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Untuk itu, setiap orang melakukan

pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgi memandang manusia sebagai

aktor-aktor di atas panggung metaforis yang sedang memainkan peran-peran

mereka. Erving Goffman memusatkan perhatian pada dramaturgi atau pandangan

atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan

pertunjukan drama di panggung. Memainkan simbol dari peran tertentu di suatu

panggung pertunjukan.

Panggung pertunjukan dalam perspektif dramaturgi ibarat teater, interaksi

sosial yang mirip dengan pertunjukan di atas panggung, yang menampilkan peran-

peran yang dimainkan para aktor. Untuk memainkan peran tersebut, biasanya sang

aktor menggunakan bahasa verbal dan menampilkan perilaku nonverbal tertentu

serta mengenakan atribut-atribut tertentu, misalnya kendaraan, pakaian, dan

asesoris lainnya yang sesuai dengan perannya dalam situasi tertentu. Aktor harus

memusatkan pikiran agar dia tidak keseleo-lidah, menjaga kendali diri, melakukan

gerak-gerik, menjaga nada suara dan mengekspresikan wajah yang sesuai dengan

situasi.

Menurut Erving Goffman kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi

“panggung depan” (front stage) dan “panggung belakang” (back stage). Panggung

depan merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukkan bahwa individu

bergaya atau menampilkan peran formalnya, memainkan perannya di atas

panggung sandiwara dihadapan khalayak penonton. Sebaliknya panggung

Page 29: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

14

belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya

mempersiapkan perannya di panggung depan dan panggung belakang Erving

Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian: setting dan front

pribadi (personal front). setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika

aktor melakukan pertunjukan. Front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap

khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting. Personal

front mencakup penampilan dan gaya. Penampilan meliputi jenis barang yang

yang mengenalkan kepada status sosial aktor, misalnya pakaian, aksesoris dan

barang-barang yang lain untuk menunjang aktifitasnya. Gaya meliputi bahasa

verbal dan bahasa tubuh sang aktor, misalnya berbicara sopan, pengucapan istilah-

istilah asing, intonasi, postur tubuh, ekspresi wajah, penampakan usia dan

sebagainya. Ciri yang relatif tetap seperti ciri fisik, termasuk ras dan usia biasanya

sulit disembunyikan atau diubah, namun aktor sering memanipulasinya dengan

menekankan atau melembutkannya.

Erving Goffman mengakui bahwa panggung depan mengandung analisis

struktural dalam arti bahwa panggung depan cenderung bahwa umumnya orang-

orang berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan dalam pertunjukan di

pangung depan, untuk menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya,

dengan kata lain panggung depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front

stage) yang ditonton khalayak penonton dan menyampaikan kesan bahwa mereka

lebih akrab dengan audien ketimbang dalam keadaan yang sebenarnya.

Panggung belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back

stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri,

Page 30: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

15

atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan. Upaya individu

untuk menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata

perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia

inginkan. Menurut Erving Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas

manusia digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang dikenakan,

tempat tinggal, rumah yang dihuni berikut cara kita melengkapinya (furniture dan

perabotan rumah), cara berjalan dan berbicara, pekerjaaan yang lakukan dan cara

menghabiskan waktu luang.

Erving Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater (panggung

sandiwara), individunya sebagai aktor dan masyarakat adalah penontonnya.

Dalam pelaksanaannya, selain panggung di mana ia melakukan pementasan peran

(front stage), ia juga memerlukan ruang ganti yang berfungsi untuk

mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika individu dihadapkan pada panggung, ia

akan menggunakan simbol-simbol yang relevan untuk memperkuat identitas

karakternya, namun ketika individu tersebut telah habis masa pementasannya,

maka di belakang panggung akan terlihat tampilan seutuhnya dari individu

tersebut (back stage).

Teori ini digunakan untuk menganalisa kondisi sosial ekonomi pengemis

di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas guna untuk

mencari informasi yang lebih banyak lagi. Pengemis dapat dikatakan sebagai

seorang yang mengantungkan hidupnya kepada orang lain dengan meminta-minta

di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapat belas kasihan

dari orang lain tanpa memberikan imbalan atau jasa kepada yang memberi. Ruas

Page 31: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

16

jalan Krumput yang ada di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten

Banyumas adalah salah satu tempat yang dijadikan tempat untuk mengemis.

Banyaknya kendaraan yang berlalu lalang di jalan menjadikan ruas jalan tersebut

dijadikan sebagai salah satu tempat area mengemis oleh masyarakat desa

Pagelarang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

Pengemis di ruas Jalan Krumput tidak tetap jumlahnya. Pada hari-hari

besar dan musim mudik ke kampung halaman tiba, biasanya jumlah pengemis

semakin hari semakin bertambah yang dapat dijumpai dari berbagai usia.

Pengemis yang berasal dari desa Pagelarang memiliki kondisi sosial dan ekonomi

tersendiri, mereka menggunakan cara atau alasan tersendiri untuk menutupi

kondisi sosial ekonomi didalam kehidupannya yang sesungguhnya, hal ini

dilakukan agar mereka menghasilkan keuntungan yang lebih banyak. Kondisi

sosial ekonomi pengemis ini relevan dengan Teori Dramaturgi yang dikemukakan

oleh Erving Goffman.

2.2 KAJIAN HASIL-HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap penelitian “Kondisi Sosial

Ekonomi Pengemis dalam Perspektif Teori Dramaturgi (Studi Kasus di Desa

Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas)”, maka penulis

memberikan kajian pustaka berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu

diantaranya sebagai berikut:

Penelitian terdahulu mengenai pengemis dilakukan oleh Chalik (2006)

dengan judul “Tradisi Pengemis di Kompleks Makan Sunan Giri Kecamatan

Page 32: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

17

Kebomas Kabupaten Gresik”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain faktor

ekonomi yaitu kemiskinan, terdapat faktor budaya dan keyakinan pada takdir

yang menjadikan masyarakat Kebomas Gresik menjadi seorang pengemis.

Mengemis merupakan budaya turun-temurun dan adanya sikap malas bekerja

keras, sehingga selalu menggantungkan hidupnya pada orang lain. Masyarakat

Kebomas Gresik juga memiliki keyakinan bahwa bekerja sebagai pengemis

adalah “kodrat” yaitu ketentuan Allah yang sudah digariskan. Pekerjaan

mengemis dianggap sebuah nasib yang merupakan ketentuan Allah yang tidak

bisa ditolak. Pandangan tersebut menjadikan pekerjaan mengemis dianggap biasa

tanpa ada perasaan risih atau malu. Sikap biasa tersebut semakin memperkuat

dengan adanya anggapan bahwa pekerjaan mengemis tidak melanggar ajaran

agama maupun norma sosial.

Persamaan penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan yang penulis

teliti adalah sama-sama ingin mengetahui faktor yang melatarbelakangi seseorang

menjadi pengemis. Sedangkan perbedaan dari penelitian yang dilakukan Chalik

dengan penelitian yang penulis teliti adalah penelitian yang dilakukan penulis

berlokasi di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas,

sedangkan penelitian oleh Chalik dilakukan di kompleks makan Sunan Giri.

Penelitian sebelumnya melihat faktor budaya adalah faktor yang melatarbelakangi

masyarakat menjadi pengemis yaitu karena mengemis adalah sebagai suatu tradisi

yang dipelopori oleh nenek moyang sebagai bagian dari adat istiadat dan takdir

Allah yang harus diterima, sedangkan penelitian yang diteliti oleh penulis adalah

Page 33: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

18

latarbelakang munculnya pengemis dilihat dari faktor sosial, ekonomi, dan budaya

pengemis di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

Penelitian yang dilakukan oleh Mukti dengan judul “Strategi Pengemis

Dalam Hidup Bermasyarakat di Kota Surabaya,” dalam jurnal On-line

Komunitas Sosiologi FISIP Universitas Airlangga Vol. 1 No. 1, Januari 2013.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif dengan pendekatan teori dramaturgi Erving Goffman, dengan tujuan

untuk mengetahui strategi pengemis dalam hidup bermasyarakat di Kota Surabaya

dan faktor yang mendasari menjadi pengemis serta upaya perpindahan dari

pekerjaan mengemis ke pekerjaan lain, setelah melakukan tahapan penelitian,

ditemukan tidak semua pengemis melakukan dramaturgi di panggung depan (front

stage) saat bertemu para dermawan. Di dalam kehidupan sehari-hari dalam

lingkungan tempat tinggal, para pengemis membaur dan di lingkungan tempat

tinggalnya. Masyarakat setempat tidak ada masalah dengan latar belakang sebagai

pengemis. Perpindahan pekerjaan dari pengemis ke pekerjaan lain dirasa belum

perlu, karena pekerjaan mengemis masih menjanjikan rupiah yang banyak.

Perbedaan pada penelitian sebelumnya di atas adalah dalam jurnal

menghasilkan temuan berupa strategi yang digunakan para pengemis untuk

menampilan penampilan mereka kepada para dermawan baik front stage ataupun

back stage, sedangkan yang diteliti oleh peneliti adalah ingin melihat kondisi

sosial ekonomi pengemis di Desa Pageralang yang bekerja sebagai pengemis pada

perilakunya sehari-hari baik penampilan yang ditampilkan pada front stage

ataupun back stage. Persamaan penelitian yang diteliti dengan jurnal yang ditulis

Page 34: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

19

oleh Muhti yaitu sama-sama ingin melihat faktor yang melatarbelakangi

munculnya pengemis.

Penelitian yang dilakukan oleh Marcus dan Anthony (2005) dalam jurnal

internasional yang berjudul “The Culture of Poverty Revisited: Bringing Back the

Working Class” menghasilkan temuan bahwa masalah kemiskinan di Amerika

disebabkan bukan karena kelebihan kapasitas, ataupun banyaknya produksi

ekonomi yang terjadi di Amerika namun kemiskinan terjadi karena modus

produksi kapitalis terhadap kebijakan yang diberikan oleh pemerintahan terhadap

solusi politikus kelas pekerja yang berdampak kepada munculnya krisis

tunawisma yang meletakkan pada masalah kelas pekerja seperti perumahan,

pekerjaan, perawatan, kesehatan yang mulai terpinggirkan, berbeda, dan terpisah

dari sisi Amerika Serikat.

Persamaan dalam jurnal internasional di atas dengan penelitian ini ialah

sama-sama melihat faktor yang melatarbelakangi munculnya kemiskinan di suatu

tempat, di mana dalam jurnal tersebut terjadi di Amerika yang memunculkan

kelas tunawisma sedangkan penelitian yang penulis teliti ialah kondisi sosial

ekonomi pengemis di Desa Pegelarang. Perbedaan penelitian dalam jurnal

internasional tersebut dengan penelitian ini yaitu, dalam jurnal tersebut faktor

yang melatarbelakangi munculnya kemiskinan dan menciptakan kelas tunawisma

adalah karena kebijakan politik pemerintahan Amerika Serikat karena produksi

kapitalismenya, sedangkan peneliti melihat faktor yang melatarbelakangi

munculnya pengemis dari faktor sosial, ekonomi dan budaya serta ingin melihat

kondisi sosial dan ekonomi yang ditunjukkan baik dari front stage maupun back

Page 35: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

20

stage oleh pengemis di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten

Banyumas yang dikaitkan dengan teori dramaturgi yang dipelopori Erving

Goffman.

Kemudian eksperimen dalam jurnal internasional yang dilakukan oleh

Pino dan Julio Cesar (1995) yang menghasilkan temuan dengan judul “Lima

Keluarga : Meksiko Studi Kasus dalam Budaya dari Kemiskinan oleh Oscar

Lewis” menghasilkan temuan bahwa faktor yang melatarbelakangi munculnya

budaya kemiskinan yang diuraikan dari Buku klasik karangan Oscar Lewis, Five

Families: Mexican Case Studies in the Culture of Poverty (1959),menguraikan

betapa orientasi nilai, pola hidup, dan cara berpikir orang miskin mencerminkan

suatu kebudayaan kemiskinan. Tesis utamanya: orang miskin memiliki

karakteristik dan nilai-nilai budaya yang berbeda dengan orang kebanyakan, yang

kemudian membentuk sub-kultur tersendiri.

Lewis mengungkapkan kemiskinan adalah bukan semata bersumber pada

kebijakan negara yang didominasi golongan elite yang melahirkan ketimpangan

ekonomi, atau regulasi pemerintah yang tak adil, sehingga membuahkan

marginalisasi sosia namun kemiskinan yang bersangkut-paut dengan keterbatasan

pemilikan dan penguasaan sumber-sumber dasar material itu selanjutnya akan

merefleksikan suatu cara hidup tertentu atau budaya kemiskinan, yang ciri-cirinya

antara lain fatalistik, meminta-minta, selalu mengharapkan bantuan, serta

cenderung suka berjudi dan mabuk-mabukan (terutama untuk masyarakat miskin

kota). Malah, jaringan-jaringan dan organisasi-organisasi sosial yang terbentuk

pada masyarakat miskin itu bukannya mendorong pada peningkatan status

Page 36: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

21

ekonomi mereka, tetapi menjerat mereka untuk tetap berada dalam lingkaran

kemiskinan. Dengan kata lain, budaya kemiskinan dan institusi sosial yang

muncul dari kemiskinan cenderung akan memperkuat dan memapankan

kemiskinan itu sendiri, bukannya menemukan jalan dan atau ruang bagi para

pendukungnya untuk bisa naik status sosial-ekonominya.

Persamaan dari jurnal internasional di atas dengan yang penulis teliti

adalah sama-sama ingin melihat faktor yang melatarbelakangi munculnya budaya

kemiskinan yang terjadi di suatu tempat yang bersangkut-paut dengan

keterbatasan pemilikan dan penguasaan sumber-sumber dasar material yang

mengakibatkan munculnya rasa ketergantungan kepada orang lain, salah satunya

menjadi pengemis, sedangkan perbedaan dari penelitian dalam jurnal

internasional di atas dengan penelitian yang peneliti teliti adalah peneliti ingin

melihat bagaimana kondisi sosial ekonomi yang ditampilan baik dari front stage

ataupun back stage yang ditunjukkan oleh pengemis di Desa Pageralang,

Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas atas dasar teori dramaturgi yang

dikemukakan oleh Erving Goffman.

Beberapa penelitian sejenis yang membahas mengenai pengemis telah

dipaparkan di atas, begitu pula dengan persamaan dan perbedaan dalam penelitian

yang diteliti oleh peneliti peneliti dengan penelitian yang terdahulu. Studi ini

merupakan usaha untuk menjawab dan mengungkapkan rumusan masalah yang

belum dijawab oleh peneliti sebelumnya.

Page 37: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

22

2.3 KERANGKA BERPIKIR

Kerangka berpikir merupak kajian utama, faktor-faktor kunci, dan

hubungan antar variabel yang disusun dalam bentuk narasi dan grafis. Kerangka

berpikir dimulai dari penjelasan masyarakat Desa Pageralang, Kecamatan

Kemranjen, Kabupaten Banyumas yang bekerja sebagai pengemis. Di Desa

Pageralang terdapat ruas jalan yaitu ruas Jalan Krumput yang banyak dilalui oleh

kendaran dari luar kota yang merupakan salah satu jalur antar provinsi. Hal

tersebut menjadikan banyak orang yang mengemis di area jalan tersebut, salah

satunya yaitu pengemis yang berasal dari Desa Pageralang, Kecamatan

Kemranjen, Kabupaten Banyumas. Kemudian alasan-alasan lain seperti dari

faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor budaya yang menjadikan masyarakat

Desa Pageralang mencari nafkah diarea ruas jalan tersebut sebagai seorang

pengemis.

Pemanfaatan jalan Krumput itu dijadikan sebagai salah satu cara untuk

mencari nafkah dan untuk memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi mayarakat

Desa Pageralang. Pengemis akan menggunakan cara secara inovatif dan kreatif

guna untuk memperoleh penghasilan yang lebih banyak, salah satunya yaitu

dengan melakukan sandiwara atau menutupi bagaimana kondisi sosial yang

sesungguhnya kepada khalayak umum untuk memperoleh belas kasihan dari para

pengemudi yang melewati jalan tersebut. Dalam mengkaji hal tersebut penulis

akan menggunakan teori Dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Goffman

untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi pengemis baik tampak

depan (front stege) dan kondisi sosial ekonomi tampak belakang (back stage).

Page 38: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

23

Kerangka berfikir dalam penelitian ini menjelaskan pelaksanaan di

lapangan maupun pembahasan hasil penelitian “Kondisi Sosial Ekonomi

Pengemis dalam Perspektif Teori Dramaturgi (Studi Kasus di Desa Pageralang,

Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas)” adalah sebagai berikut:

Bagan 1 : Kerangka Berfikir

Masyarakat Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten

Banyumas.

Faktor yang melatarbelakangi

munculnya pengemis

Faktor Ekonomi Faktor sosial

Teori Dramaturgi Erving

Goffman

Panggung Depan (Front

stage): Tempat mengemis

(di Ruas jalan perkebunan

Krumput, Desa Pageralang)

Panggung Belakang (back

stage):

Tempat tinggal / Rumah

Pendapatan

Pendidikan

Kesehatan

Lingkungan Sosial

Faktor Budaya

Keterangan : Hubungan

Konsep Kemiskinan

Page 39: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

99

BAB V

PENUTUP

5. 1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan penjelasan mengenenai penelitian pada bab IV,

maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Faktor yang melatarbelakangi munculnya pengemis di Desa Pagelarang,

Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas ialah faktor sosial mencangkup

tingkat pendidikan yang rendah, ketidakpunyaan lahan pertanian, dari faktor

ekonomi mencangkup adanya kondisi di mana tidak adanya pekerjaan formal

secara rutin, ketidakpunyaan modal yang cukup, minimnya keterampilan,

sehingga mengemis dianggap wajar dan mudah sebagai suatu pekerjaan

selayaknya pekerjaan lain yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan

tanpa perlu keahlian khusus, sedangkan dari faktor budaya mencangkup

kemiskinan absolut di mana keadaan karena nasib yang tidak dapat dirubah

akibat keadaan fisik yang tidak mendukung, dan dipengaruhi oleh kemiskinan

kultural dimana mentalitas dan rasa pasrah dengan keadaan yang ada, seperti

ini karena keturunan dari orang tua.

2. Kondisi Sosial Dan Ekonomi Pengemis di Desa Pagelarang

Pada panggung depan (front stage) para pengemis menunjukkan diri sebagai

orang miskin sehingga terlihat layak untuk dikasihani dan diberi sumbangan.

Upaya yang dilakukan oleh pengemis seperti memanfaatkan anak kecil agar

orang yang melihatnya agar memberikan sumbangan dan berpakaian lusuh

untuk menutupi status sosial yang sebenarnya, karena pada saat di rumah atau

Page 40: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

100

ketika tidak mengemis, penampilan yang mereka tunjukkan itu berbeda ketika

saat mengemis, sedangkan pada panggung belakang (back stage)

menghasilkan temuan berupa bahwa pendapatan yang pengemis peroleh bisa

mencapai Rp 30.000 yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup

sehari-hari, rata-rata pengemis yang ada di Desa Pagelarang sudah memiliki

tempat tinggal sendiri yang mempunyai kondisi bangunan fisik yang baik,

seperti bertembok dan berkeramik serta mempunyai perapotan rumah tangga

yang lain, seperti televisi, DVD, speacker, radio, magic jer bahkan sepeda

motor. Para pengemis di Desa Pageralang menganggap pendidikan formal

merupakan hal yang utama. Kesehatan salah satu faktor penentu untuk

memperoleh pendapatan.

5. 2 SARAN

1. Pagi para pengemis, hendaknya mengutamakan kesehatan saat bekerja

sebagai pengemis, polusi udara dari kendaraan bermotor bisa mengganggu

kesehatan dan bahaya kecelakaan di jalan raya lainnya, dan kepada orang tua

untuk memberikan pola asuh yang baik, agar tidak mendorong anak-anaknya

ke pekerjaan sebagai pengemis.

2. Bagi para pengguna jalan hendaknya tidak memberikan sumbangan secara

langsung kepada pengemis, karena akan membuat pengemis merasa

diapresiasi sehingga menganggap pekerjaan sebagai pengemis itu

menghasilkan dan menjanjikan untuk dijalani oleh sebab itu jumlah pengemis

akan semakin bertambah.

Page 41: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

101

3. Pemerintah desa harus membuka peluang kerja dan memberikan pelatihan

sesuai dengan kondisi masyarakat agar memiliki keterampilan dan daya

saing, sehingga mereka tidak menjadi beban pengangguran atau sekalipun

bekerja, mereka tidak bekerja dengan penghasilan yang minim di sektor non

formal yang kurang menjanjikan atau menjadi pengemis.

Page 42: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

102

DAFTAR PUSTAKA

Cesar, Julio dan Pino. Five Families: Mexican Case Studies In The Culture Of

PovertyByOscar Lewis Scholarly Journals Cambridge No 46. April 1995.

http://search.proquest.com/docview/218826987?accountid=62707(diunduh

pada tanggal 21 Juni 2015)

Chalik, Abdul. 2006. Tradisi Mengemis Di Kompleks Makam Sunan Giri

Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Dalam Jurnal Paramedia Vol.7

no.4 Surabaya: Fakultas Ashululuddin IAIN Sunan Ampel Surabaya

Handoyono, Eko. 2007. Studi Masyarakat Iindonesia. Semarang: FIS UNNES

Lewis, Oscar,1959. Five Families; Mexican Case Studies In The Culture Of

Poverty.Di edit oleh persudi Suparlan, Jakarta: Sinar Harapan- Yayasan

Obor Indonesia

Lewis, Oscar . 1988. Kisah Lima Keluarga . Jakarta. Yayasan Obor

Indonesia.Kuswarno, Engkus. 2005. Fenomologi (Metode Penelitian

Komunikasi). Semarang: Widya Pajajaran.

Lis himmatul dan Ali Imron, Dramaturgi Pengemisi Lanjut Usia di Surabaya,

jurnal Paradigma Vol. 1, 2013, Program Studi Sosiologi, Fukultas Ilmu

Sosial, Universitas Negeri Surabaya. http://ejournal.unesa.ac.id (diakses

tanggal 4 Februari 2016)

Maftukhah. 2007. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap

Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP n 1 Randudongkal Kabupaten

Pemalang Tahun 2006/2007. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Marcus & Anthony. The Culture of Poverty Revisited: Bringing Back the

WorkingClass. New York City New York United States. Vol 47. No. 1.

2005.http://search.proquest.com/docview/214175417?accountid=62707

(diunduhpada tanggal 21 Juni 2015)

Moleong, Lexy. J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

Mukti, Pramudita Rah. 2013. Strategi Pengemis Dalam Hidup Bermasyarakat di

Kota Surabaya, jurnal On-line Komunitas Sosiologi FISIP Universitas

Airlangga Vol. 1 No. 1, Januari. http://journal.unair.ac.id (diunduh pada

tanggal 25 Juni 2015).

Shadily, Hasan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta

Page 43: KONDISI SOSIAL EKONOMI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF …lib.unnes.ac.id/27739/1/3401412053.pdf · Faculty of Social Science. Semarang State University. Supervisor Dr. Thriwaty Arsal,

103

Shilihin, Santri Mambaus. 2010. Klasifikasi Kemiskinan dan jenis kemiskinan.

http://ahmadefendy.blogspot.com/klasifikasi-dan-jenis-jenis-kelamin.html

(diakses pada tanggal 9 Maret 2016 pukul 09:54 WIB

Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kuantitatif. Bandung. Alfabeta

Suparlan, Parsudi. Gelandangan: Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota.

DalamGelandangan Pandangan Ilmu Sosial, Jakarta: Lp3es, 1986, Hlm. 30.

Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus Desain dan Metode, Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Yulianti, Yayuk dan Purnomo M. 2003. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Lappera

Pustaka Utama