kondisi obat generik kita

3
KONDISI OBAT GENERIK KITA Bila kita mendengar kata obat generik, maka kita teringat dengan adanya obat serbu yang sempat menjadi buah bibir masyarakat indonesia yang kemudian hilang ditelan bumi. Lalu muncullah di benak kita benarkah obat serbu adalah obat generik? Apakah obat serbu merupakan program pemerintah? Mengapa dirasa obat serbu dan beberapa obat generik hilang ditelan bumi? Apakah benar industri yang memproduksi obat generik mengalami kerugian? Apakah obat generik memiliki kualitas jauh dibawah obat-obat branded dan paten? Untuk menjawab pertanyaan itu, tentunya tidak lah cukup dengan hanya menulis post ini. Namun, penulis mengharapkan banyak ide dan gagasan yang akan muncul. Obat serbu atau obat seribu merupakan icon dari suatu produsen obat nasional terhadap obat tertentu yang dijual dengan harga seribu dan memang obat tersebut merupakan obat generik. obat ini bukanlah program pemerintah walaupun diluncurkan oleh menkes. obat ini merupakan inisiatif dari suatu produsen obat (klo mau tw produsennya sapa disearch aja di google yak) menanggapi program desa siaga dan puskesmas di desa-desa. Maksud obat ini adalah agar masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah mampu mendapatkan akses obat murah sehingga besar harapan kualitas kesehatan mereka dapat meningkat. Namun, obat tetaplah suatu komoditi yang di dalamnya pun memerlukan modal (uang, red) untuk memproduksinya. obat serbu maupun obat generik lainnya memerlukan modal untuk proses produksi hingga sampai ketangan konsumen. Perlu diketahui bahwa obat generik memiliki aturan sendiri yang diatur oleh pemerintah mulai dari HET yang memiliki margin profit sangat ketat hingga ke kemasan yang tidak boleh terlalu mencolok sehingga tidak menimbulkan karakteristik khusus sesuai produsennya.Hal ini lah menyebabkan obat generik menjadi suatu produk premature yang tidak mampu melakukan kompetisi-kompetisi terutama dengan produk branded. Kondisi ini memiliki implikasi yang buruk baik terhadap produsen hingga kepada pasien sebagai konsumen. Obat generik yang mau tak mau harus tetap bersaing dipasar dengan harga yang sangat rendah dan added value melalui kemasan dan lain-lain tidak

Upload: abdurraafi-maududi-dermawan

Post on 24-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Farmasi

TRANSCRIPT

Page 1: Kondisi Obat Generik Kita

KONDISI OBAT GENERIK KITA

Bila kita mendengar kata obat generik, maka kita teringat dengan adanya obat serbu yang sempat menjadi buah

bibir masyarakat indonesia yang kemudian hilang ditelan bumi. Lalu muncullah di benak kita benarkah obat

serbu adalah obat generik? Apakah obat serbu merupakan program pemerintah? Mengapa dirasa obat serbu dan

beberapa obat generik hilang ditelan bumi? Apakah benar industri yang memproduksi obat generik mengalami

kerugian? Apakah obat generik memiliki kualitas jauh dibawah obat-obat branded dan paten?

Untuk menjawab pertanyaan itu, tentunya tidak lah cukup dengan hanya menulis post ini. Namun, penulis

mengharapkan banyak ide dan gagasan yang akan muncul. Obat serbu atau obat seribu merupakan icon dari

suatu produsen obat nasional terhadap obat tertentu yang dijual dengan harga seribu dan memang obat tersebut

merupakan obat generik. obat ini bukanlah program pemerintah walaupun diluncurkan oleh menkes. obat ini

merupakan inisiatif dari suatu produsen obat (klo mau tw produsennya sapa disearch aja di google yak)

menanggapi program desa siaga dan puskesmas di desa-desa. Maksud obat ini adalah agar masyarakat terutama

kalangan menengah ke bawah mampu mendapatkan akses obat murah sehingga besar harapan kualitas

kesehatan mereka dapat meningkat.

Namun, obat tetaplah suatu komoditi yang di dalamnya pun memerlukan modal (uang, red) untuk

memproduksinya. obat serbu maupun obat generik lainnya memerlukan modal untuk proses produksi hingga

sampai ketangan konsumen. Perlu diketahui bahwa obat generik memiliki aturan sendiri yang diatur oleh

pemerintah mulai dari HET yang memiliki margin profit sangat ketat hingga ke kemasan yang tidak boleh

terlalu mencolok sehingga tidak menimbulkan karakteristik khusus sesuai produsennya.Hal ini lah

menyebabkan obat generik menjadi suatu produk premature yang tidak mampu melakukan kompetisi-kompetisi

terutama dengan produk branded. Kondisi ini memiliki implikasi yang buruk baik terhadap produsen hingga

kepada pasien sebagai konsumen.

Obat generik  yang mau tak mau harus tetap bersaing dipasar dengan harga yang sangat rendah dan added value

melalui kemasan dan lain-lain tidak boleh dilakukan, menjadikan produsen lama kelamaan enggan untuk

memproduksi obat generik. Hal ini terbukti adanya obat yang hilang dari peredaran seperti (diazepam) dan

berbagai kasus kelangkaan obat generik lainnya. Efek buruknya tentu pasien yang paling dirugikan karena

langkanya obat-obat generik tersebut, sehingga tujuan pemerintah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan

pengadaan obat generik menjadi nihil.

Bila kita lihat lebih dalam lagi, obat generik pada dasarnya memiliki kasiat, kemanan dan kualitas yang sama

dengan obat originatornya. Hal ini telah dibuktikan dengan serangkain uji BA/BE. Namun, mengapa nampaknya

dokter masih ragu melakukan peresepan menggunakan obat generik? Bahkan indonesia yang termasuk negara

yang jauh dibawah amerika, panggunaan obat generik dalam resep sangat sedikt bila dibandingkan dengan

amerika.

Hal ini tentunya ada udang di balik batu. Yap, karena margin profit yang ada pada obat generik sangat sedikit,

maka strategi pemasaran obat generik pun tidak seheboh obat branded. Apalagi perbedaan gift yang diberikan

produsen kepada dokter tidak sebagus bila meresepkan obat branded. Belum lagi pandangan menyimpang yang

ada di masyarakat tentang kualitas obat generik hingga ada yang menyebutnya obat murahan. duh sungguh

menyedihkan sekali masyarakt yang masih berfikiran seperi itu.

Nah, dengan segala seluk beluk permasalahan yang ada, sebenarnya obat generik mampu menjadi solusi terbaik

terhadap peningkatan kesehatan indonesia. Namun tentunya diperlukan pengelolaan yang baik. Obat generik

Page 2: Kondisi Obat Generik Kita

harus mendapat perhatian khusus tidak hanya dari produsen obat, tapi pemerintah harus memberikan dukungan

yang jelas dan kesadaran dokter tentang kualitas obat generik, serta strategi pemasaran obat generik sehingga

positioning di pasar benar-benar baik.

Harus adanya triangel yang kuat antara pemerintah-dokter-industri farmasi. Pemerintah harus menjalankan

perannya dengan askes untuk pembiayaan pengobatan. Bukan hanya bisa memangkas harga obat generik namun

bagaimana harga obat generik tetap terjangkau, namun industri tetap tertarik memproduksi. Hal ini bisa

diupayakan dengan adanya stimulus pemerintah melalui pembiayaan silang dan subsidi yang diatur terhadap

pengadaan obat generik, atau memberikan margin profit yang lebih realistis. Anggaran yang telah dialokasikan

untuk pembiayaan pengobatan masyarakat miskin benar-benar digunakan sebaik-baiknya dengan meniadakan

kasus korupsi di dalamnnya.

Dokter dengan IDI-nya harus mulai sadar bahwa obat generik memiliki kualitas, khasiat dan keamanan yang

sama dengan obat branded. dokter dan IDI juga harus mengubah paradigma tentang peresepan ditentukan dari

gift terbesar yang mampu diberikan oleh industri. Dokter dan IDI harus semakin meningkatkan kepatuhan

terhadap formularium obat nasional sehingga tidak adanya ketimpangan dalam peresepan.

Hal ini pula harus dibarengi dengan revolusi pemasaran obat-obatan khususnya obat generik oleh perusahaan

farmasi dengan tidak meletakkan dokter sebagai top konsumen, namun lebih meningkatkan komunikasi dengan

masyarakat dengan keterwakilan melalui askes, pemerintah, dan apoteker sebagai pemegang otoritas obat.

industri tidak lagi melakukan pemasaran yang door-to-door ke dokter tapi dengan door-to-door ke instalasi

rumah sakit, apotek, atau ke organisasi profesi.

Nah, dengan harmonisitas ini diharapkan obat generik dapat benar-benar menjadi solusi peningkatan kesehatan

dengan meningkatnya daya beli masyarakat terhadap obat, sehingga masyarakat sehat dan negara pun dapat

sehat.