komunikasi nonverbal
TRANSCRIPT
MAKALAH ILMU KOMUNIKASI
“KOMUNIKASI NONVERBAL”
Oleh :
1. Roza Aulia AR2. Uly Fitry Ervan3. Windy Agustia Putri4. Yudi Hermansyah Putra5.
Dosen Pengajar :
Elva Rahmah, S.Sos, Ms.Kom
JURUSAN BAHASA INDONESIA DAN DAERAHFAKULTAS BAHASA SENI DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PROGRAM STUDI IPK2010
KATA PENGANTAR
Segenap puji dan syukur hanya termasuk bagi Allah, Rabb sekalian Alam, karena izin dan
kekuasaan-Nyalah penulis dengan berbagai keterbatasan dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Komunikasi Non-Verbal”. Pemulisan makalah ini bertujuan untuk
pemenuhan tugas Mata Kuliah Ilmu Komunikasi . penulis berusaha untuk memaparkan
pokok permasalahan, yang didapatkan dari berbagai sumber.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah
ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis, juga
kepada teman-teman seangkatan yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah
ini, dan juga tidak lupa ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
informasi untuk terselesaikannya makalah ini. Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih baik
nantinya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis
sendiri khususnya. Amin.
Padang, September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B.Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C.Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Komunikasi Non-Verbal................................................ 3
B. Fungsi Komunikasi Non-Verbal....................................................... 3
C. Klasifikasi Komunikasi Non-Verbal................................................ 4
D. Bahasa Tubuh................................................................................... 5
E. Penampilan Fisik.............................................................................. 6
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi itu tidak semudah yang kita duga. Memang banyak orang yang
menganggap bahwa komunikasi itu mudah dilakukan, semudah bernafas karena kita biasa
melakukannya sejak lahir. Karena ada kesan “enteng” itu, tidak mengherankan bila
sebagian orang enggan mempelajari bidang ini, terbiasa berkomunikasi sebenarnya belum
berarti memahami komunikasi manusia, belum berarti memahami apa yang tejadi selama
komunikasi berlangsung, mangapa itu terjadi? Akibat-akibat apa yang terjadi? Dan
akhirnya apa yang dapat kita perbuat untuk mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil
dari kejadian tersebut?
Dimanapun kita tinggal dan apapun pekerjaan kita, kita slalu membutuhkam
komunikasi dengan orang lain, jadi bukan hanya dosen, polisi, pengacara ataupun penjual
yang harus trampil berkomunikasi, namun hampir semua jabatan, banyak orang gagal
karena mereka tidak terampil berkomunikasi.
Dalam kehidupan sehari-hari pun banyak kegagalan dalam pekerjaan atau karir
disebabkan kegagalan berkomunikasi, misalnya orang tidak terima bekerja karena ia gagal
berkomunikasi dalam wawancara. Mungkin ia seorang arsitek yang cerdas atau akuntan
yang brilian, namun ia tidak dapat menjadi dirinya di hadapan pewawancara. Dalam
kontak-kontak inilah kita harus menegaskan kembali persepsi kita bahwa komunikasi itu
bukan sesuatu yang mudah, karena itu berbagai upaya terus menerus harus kita lakukan
untuk meningkatkan pengetahuan, komunikasi dan ketrampilan kita berkomunikasi.
Mestinya tidak ada kata berhenti dalam belajar, karena pengetahuan dan ketrampilan yang
kita butuhkan harus slalu kita asah agar senantiasa up-to-date dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan wacana mereka.
Komunikasi non-verbal merupakan proses komunikasi dimaman pesan
disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi non-verbal adalah
menggunakan gerak syarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata. Penggunaan
objek seperti pakaian, potongan rambut, simbol-simbol serta cara berbicara seperti
intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi, dan gaya mencoba memberikan informasi
mengenai komunikasi non-verbal.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Apa itu komunikasi non verbal?
2. Apakah fungsi komunikasi non verbal?
3. Apakah klasifikasi pesan non verbal?
4. Apakah itu bahasa tubuh, sentuhan, tata bahasa, penampilan fisik, bau-bauan,
orientasi, ruang dan jarak pribadi, diam, warana, artefak?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi tentang komunikasi non verbal.
2. Menambah pengetahuan tentang komunikasi non verbal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi non verbal adalah prose komunikais dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat,
bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian,
potongan rambut, dan sebagainya, simbol-simbol serta cara berbicara seperti intonasi,
penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi non verbal biasanya menggunakan defenisi “tidak
menggunakan kata” dengan ketat, dan tidak menyamakan komunikasi non verbal dengan
komunikasi non lisan. Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai
komunikasi non verbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara
tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi non verbal juga berbeda dengan
komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi verbal dan non verbal.
B. Fungsi Komunikasi Non Verbal
Dilihat dari fungsinya, perilaku non verbal mempunyai beberapa fungsi. Paul
Ekman menyebutkan lima fungsi pesan non verbal, seperti yang dapat dilukiskan perilaku
matra, yakni sebagai :
1. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan
dengan simbol verbal. Kehidupan mata dapat mengatakan, “saya tidak sungguh-
sungguh”.
2. Illustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan.
3. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka
menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.
4. Penyesuai. Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam
tekanan. Itu merupakan respon yang yang tidak disadari yang merupakan upaya
tubuh untuk mengurangi kecemasan.
5. Affect Display. Pembesaran manic mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan
emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut atau senang.
Dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku non verbal memiiki fungsi-
fungsi sebagai berikut :
1. Perilaku non verbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya anda
menganggukkan kepala ketika anda mengatakan “Ya”, atau menggelengkan kepala
ketika anda mengatakan “Tidak”.
2. Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya anda
melambaikan tangan seraya mengucapkan “Selamat Jalan”, “Sampai jumpa lagi,
ya” atau “Bye Bye”; atau anda menggunakan gerakan tangan, nada suara yang
meninggi, atau suara yang lambat ketika anda berpidato di hadapan khalayak.
3. Perilaku non verbal dapat menggantikan perilaku verbal, jadi berdiri sendiri,
misalnya anda menggoyangkan tangan anda dengan telapak tangan mengarah ke
depan (sebagai pengganti kata “Tidak”) ketika seorang pengamen mendatangi
mobil anda atau anda menunjukkan letak ruang dekan dengan jari tangan, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun, kepada mahasiswa baru yang bertanya “Di mana
ruang dekan, Pak?”
4. Perilaku non verbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya anda sebagai
mahasiswa mengenakan jaket atau membereskan buku-buku, atau melihat jam
tangan anda menjelang atau ketika kuliah berakhir, sehingga dosen segera menutup
kuliahnya.
5. Perilaku non verbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku non
verbal. Misalnya, suami mengatakan. “Bagus, Bagus!” ketika dimintai komentar
oleh istrinya mengenai gaun yang baru dibelinya, seraya terus membaca surat kabar
atau menonton televisi; atau seorang dosen melihat jam tangan dua tiga kali,
padahal tadi ia mengatakan bahwa ia mempunyai waktu untuk berbicara dengan
anda sebagai mahasiswanya.
C. Klasifikasi Pesan Non Verbal
Menurut Ray L. Birdwhistell, 65% dari komunikasi tatap muka adalah non verbal,
sementara menurut Albert Mehrabian, 93% dari semua makna sosial dalam komunikasi
tatap muka diperoleh dari isyarat-isyarat non verbal. Dalam pandangan Birdwhistell, kita
sebenarnya mampu mengucapkan ribuan suara vokal, dan wajah kita dapat menciptakan
250.000 ekspresi yang berbeda-beda. Secara keseluruhan seperti dikemukakan para pakar,
kita dapat menciptakan sebanyak 700.000 isyarat fisik yang terpisah, demikian banyak
sehingga upaya untuk mengumpulkannya akan menimbulkan frustasi. Seperti bahasa
verbal, bahasa nonverbal suatu kelompok orang juga tidak kalah rumitnya. Bila kelompok-
kelompok budaya yang memiliki sandi nonverbal yang berbeda ini berinteraksi, fenomena
yang terjadi akan semakin rumit, seka;ipun kelompok-kelompok budaya tersebut
memahami bahasa verbal yang sama.
Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan non verbal ini dengan berbagai cara.
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian. Pertama, bahasa
tanda (sign language), acungan jempol untuk numpang mobil secara gratis; bahasa isyarat
tuna rungu; kedua, bahasa tindakan (action language), semua gerakan tubuh yang tidak
digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan; dan ketiga,
bahasa objek (object language), pertunjukan benda, pakaian dan lambang non verbal
bersifat public lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), musik (misalnya
marching band), dan sebagainya. Baik secara sengaja ataupun tidak. Secara garis besar
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter membagi pesan-pesan non verbal menjadi dua
kategori besar, yakni: pertama perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan
dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan dan parabahasa;
kedua, ruang, waktu dan diam. Klasifikasi Samovar dan Porter in sejajar dengan klasifikasi
Jhon R. Wenburg dan William W. Wilmot, yakni isyarat-isyarat non verbal perilaku
(behavioural) dan isyarat-isyarat non verbal bersifat public seperti ukuran ruangan dan
factor-faktor situasional lainnya.
Meskipun tidak menggunakan pengkategorian di atas, kita akan membahas
berbagai jenis pesan non verbal yang kita anggap penting, mulai dari pesan nonverbal yang
bersifat perilaku hingga pesan nonverbal yang terdapat dalam lingkungan kita.
D. Bahasa Tubuh
Hal terpenting dalam komunikasi adalah aspek non verbal. Bahkan, komunikasi
verbal, (komunikasi lisan, berbicara) bisa jadi hanyalah “pelengkap” setiap kali kita
melakukan komunikasi. Pasalnya, menurut catatan Kevin Hogan, Psy.D. dari lembaga
“Success Dynamics Coorporation” Denmark, antara 60% hingga 75% dari semua
komunikasi yang kita l;akukan sehari-hari adalah non verbal. “Between 60% and 75% of
all your communication is non verbal”, katanya.
Karenanya, aspek nonverbal atau bahasa tubuh (body language) sangat penting kita
perhatikan demi kesuksesan komunikasi. Sukses dalam berkomunikasi, bisa jadi
merupakan kunci sukses dalam karir ataupun dalam menjalani kehidupan yang fana ini.
Kevin Hogan dalam sebuah tulisannya, “Body Language: The Basic”, menempatkan
penampilan fisik atau pakaian sebagai bahasa tubuh atau komunikasi non verbal utama.
Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah kinesika (kinesics), suatu istilah yang
diciptakan seorang perintis studi bahasa non verbal, Ray L. Birdwhistell. Setiap anggota
tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki dan
bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik. Karena kita
hidup, semua anggota badan kita senantiasa begerak. Lebih dari dua abad yang lalu Blaise
Pascal menulis bahwa tabiat kita adalah bergerak; istirahat sempurna adalah kematian.
E. Penampilan Fisik
1. Busana
Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai
kenyamanan, dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan.
Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan
musim itu dengan perubahan cara mereka berpakaian. Pada musim dingin dengan
udara di bawah 0° C misalnya, tidak ada orang yang hanya mengenakan T-Shirt
dan celana pendek di luar rumah. Sebaliknya pada musim dingin lebih banyak
orang mengenakan pakaian lengkap. Di Amerika, busana berwarna teduh
dikenakan untuk kegiatan bisinis dan sosial. Di India dan Myanmar, busana bisnis
lebih kasual dari pada di Eropa. Seringkali mereka mengenakan busana tradisional
mereka, seperti yang juga dilakukan orang Arab ketika mereka berbisnis dengan
orang luar. Setiap fase penting dalam kehidupan fisik sering ditandai dengan
pemakaian busana tertentu, seperti pakaian tradisional ketika anak lelaki disunat,
toga ketika kita di wisuda, pakaian pengantin ketika kita menikah, dan kain kafan
ketika kita meninggal.
Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian
mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif, religious,
modern, atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa pakaian, seperti juga
rumah, kendaraan dan perhiasan, digunakan untuk memproyeksikan citra tertentu
yang diinginkan pemakainya. Pemakai busana itu mengharapkan bahwa kita
mempunyai citra terhadapnya sebagaimana yang diinginkannya. Mungkin ada juga
kebenaran dalam peribahasa latin uestis uirum reddit yang berarti “pakaian menjadi
orang”. Atau malah lebih benar lagi ungkapan “pakaian adalah orang”,
sebagaimana disarankan William Thourlby yang dalam bukunya You Are What You
Wear : The Key To Business Success menekankan pentingnya pakaian demi
keberhasilan bisnis. Orang-orang dalam jabatan eksekutif khususnya sangat
memperhatikan penampilan. Mereka berpakaian bukan hanya untuk sekedar
menutupi tubuh atau asal pantas, namun juga berusaha menciptakan kesan yang
positif pada orang lain. Pria eksekutif bahkan sangat teliti dalam memilih dasi,
saputangan, tas, sepatu, dompet dan buku agenda yang mereka gunakan.
2. Karakteristik Fisik
Suatu studi menunjukkan bahwa daya tarik fisik merupakan suatu ciri penting
dalam banyak teori kepribadian, meskipun bersifat implicit. Orang yang menarik
secara fisik secara ajeg dinilai lebih pandai bergaul, luwes, tenang, menarik, hangat
secara seksul, responsive, persuasive, dan berhasil dalam karier daripada orang
yang tidak menarik.
Di beberapa daerah di Indonesia Timur, kumis dapat dianggap ciri
kedewasaan. Pengusaha bioskop yang memutar film 17 tahun ke atas dapat
mengetahui dewasa tidaknya seseorang dengan melihat adanya kumis diatas bibir
seorang laki-laki. Mereka yang tidak berkumis, meskipun sudah dewasa, tetap saja
dianggap anak-anak. Seorang pria yang tidak berekumis yang sedang berlibur di
kampong halaman orang tuanya di Kefa, Timor, diantarkan petugas untuk
bergabung dengan anak-anak SD ketika ia menghadiri suatu Misa hari Minggu,
padahal ia sudah dewasa. Di Kabupaten Manggarai, Flores, rambut lurus disebut
“rambut air” didaerah itu dianggap istimewa, khususnya oleh kalangan anita karena
jarang. Oleh karena pada umumnya warga daerah itu berambut krirting, orang
berambut lurus diasosiasikan dengan pendatang.
Banyak orang, khususnya kaum wanita, mendambakan rambut lurus. Ini
tampaknya merupakan implikasi dari iklan-iklan produk kecantikan yang
menayangkan bintang-bintang iklan berambut lurus. Sejak puluhan tahun lalu,
sebagian dari kaum pria Afro-Amerika yang umumnya berambut keriting dan
“rendah diri” di hadapan orang kulit putih, berusaha meluruskan rambut mereka
dengan bahan kimia, sementara sebagian kaum wanitanya menggunakan wig
berwarna hijau, merah muda, ungu, merah dan pirang. Malcolm X, pejuang hak
asasi kulit hitam di Amerika, lewat otobiografinya, menyindir orang seperti itu
sebagai orang yang lebih menggelikan daripada badut dan mungkin telah
kehilangan jati dirinya. Rambut merah atau pirang yang merupakan standar wanita
barat itu kini telah ditiru banyak wanita di seluruh dunia, termasuk di sebagian
wanita di Indonesia. Di kalangan selebritis, fenomena ini lebih menonjol lagi.
Wajah wanita kebarat-baratan dengan hidung mancung, dagu lancip dan kulit
yang putih, kini menjadi dambaan banyak wanita Indonesia. Wajah Indo yang
sering muncul dalam layar lebar dan sinetron kita dalam dua dekade terakhir,
misalnya Meriam Bellina, Sophia Latjuba dan Tamara Bleszynski, adalah idola
penonton wanita kita. Dengan menampilkan wajah Eurasia itu, wanita kita dapat
mengidentifikasikan diri dengan si tokoh dan hal ini diasumsikan dapat menjadi
pemicu yang membuat film atau sinetron itu laku di pasaran. Ironisnya, bahkan
film Roro Mendut garapan Ami Prayono tahun 1983 yang didasarkan novel Y.B.
mangunwijaya, juga diperankan oleh Meriam Bellina. Padahal, Roro mendut
dilukiskan sebagai wanita Jawa asal Pesisir yang “berkulit seperti kayu jati muda
atau hitam manis”.
3. Bau-Bauan
Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian seperti deodorant, eau
de toilette, eau de cologne, dan parfum) telah berabad-abad digunakan orang, juga
untuk menyampaikan pesan, mirip dengan cara yang juga dilakukan hewan.
Kebanyakan hewan menggunakan bau-bauan untuk memastikan kehadiran musuh,
menandai wilayah mereka, mengidentifikasi keadaan emosional, dan menarik lawa
jenis. Suku-suku primitive di pedalaman telah lama menggunakan tumbuh-
tunbuhan sebagai bahan wewangian. Pada zaman Nabi Muhammad, wanita yang
ayahnya meninggal dunia, dianjurkan untuk berkabung selama tiga hari. Sebagai
tanda berkabung itu, mereka tidak menggunakan wewangian selama masa itu.
Namun, kaum pria dinjurkan untuk menggunakan wewangian pada saat mereka
melaksanakan sholat Jum’at. Orang-orang saling mengoleskan parfum yang tidak
beralkohol itu kepada sesamanya, sebagai tanda persaudaraan. Hal ini masih
dilakukan sebagian muslim, khususnya oleh kelompok Muslim yang aktif
berdakwah dari daerah ke daerah, kota ke kota, dan dari negara ke negara, yang
dikenal dengan sebutan Jamaah Tabligh.
Bau tubuh memang amat sensitif. Kita enggan berdekatan dengan orang yang
bau badan, bau ketiak apalagi bau mulut. Berapa sering anda melakukan hal-hal
berikut sebelum anda pergi ke suatu acara istimewa dan bertemu dengan orang-
orang yang istimewa pula : menggosok badan dengan sabun mandi, menyikat gigi,
berkumur-kumur dengan cairan pembersih mulut dan pembunuh kuman, lalu
mengenakan pakaian segar, sepatu yang bebas bau, menggunakan deodorant,
mengoleskan parfum, dan akhirnya mengunyah permen penyegar mulut.
“Wewangian mengirim pesan lebih ke otak”, kata Harry Darsono, perancang
model terkenal, sementara Victor Hugo menyatakan, “Tidak sesuatu pun
membangkitkan kenangan seperti suatu bau”. Bau bunga melati mungkin akan
mengingatkan kita pada kematian seseorang yang kita kasihi belasan tahun lalu,
atau pada perkawinan puluhan tahun lalu. Bau parfum tertentu pun boleh jadi
mengingatkan kita pada seseorang yang khusus : ibunda, istri, mantan pacar dan
sahabat yang mungkin telah tiada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi non verbal adalah komunikasi diman pesan disampaikan tidak dengan
kata-kata, seperti gerak isyarat, bahasa tubuh, dll. Dismaping itu komunikasi non verbal
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang telah disampaikan secara verbal,
2. Substitusi, yaitu menggambarkan lambang-lambang verbal,
3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna lain terhadap pesan verbal,
4. Komplemen, melengkapi dan memperkaya makna pesan non verbal,
5. Aksenturasi, menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya/
Selain itu, komunikasi non verbal diklasifikasikan menurut Jurgen Ruesch sebagai
berikut :
1. Bahasa tanda seperti bahasa isyarat tuna rungu
2. Bahasa tindakan yaitu semua gerakan tubuh yang tidak sigunakan secara eksklusif
untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan.
3. Bahasa objek, seperti pertunjukan benda, pakaian, dan lambang non verbal bersifat
public seperti ukuran ruangan, bendera, gambar dan music baik yang disengaja
maupun tidak.
Disisi lain secara garis besar, Larry A Samovar dan Richard E. Porter membagi
menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Perilaku yang terdiri dari penampilan pakaian, gerakan dan postur tubuh, dsb
2. Ruang waktu dan diam.
Meskipun tidak menggunakan pengkategorian di atas, kita akan menggunakan
berbagai jenis pesan non verbal yang kita anggap penting, mulai dari pesan non verbal
yang bersifat perilaku hingga pesan non verbal yang terdapat dalam lingkungan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Onong. 1994. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Rakhamat, Jalaludin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung. Remaja Rosdakarya.