komposisi karkas dan non karkas serta efisiensi … · ternak ini karena entok jantan produksi...

27
KOMPOSISI KARKAS DAN NON KARKAS SERTA EFISIENSI EKONOMI ITIK MANDALUNG PADA UMUR BERBEDA ANITA RAHMAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: dinhthuy

Post on 14-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KOMPOSISI KARKAS DAN NON KARKAS SERTA

EFISIENSI EKONOMI ITIK MANDALUNG

PADA UMUR BERBEDA

ANITA RAHMAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Karkas dan

Non Karkas serta Efisiensi Ekonomi Itik Mandalung pada Umur Berbeda adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Anita Rahman

NIM D14100080

ABSTRAK

ANITA RAHMAN. Komposisi Karkas dan Non Karkas serta Efisiensi Ekonomi

Itik Mandalung pada Umur Berbeda. Dibimbing oleh RUKMIASIH dan

SUMIATI.

Suatu penelitian telah dilakukan untuk memperoleh informasi itik

mandalung (EA) hasil persilangan entok (Cairina moschata) jantan (E) dengan

itik alabio (Anas plathyrinchos borneo) betina (A). Penelitian ini menggunakan

80 ekor itik mandalung EA yang dikelompokkan berdasarkan periode penetasan

dan terdiri dari 3 perlakuan umur potong (8, 10, dan 12 minggu). Rancangan yang

digunakan yaitu rancangan acak kelompok (RAK) dan dianalisis dengan sidik

ragam dan uji Duncan. Hasil penelitian ini menunjukkan bobot potong, bobot

karkas, dan bobot dada pada umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih kecil

daripada umur 10 dan 12 minggu, sedangkan umur tidak berpengaruh terhadap

bobot paha. Umur potong juga mempengaruhi rasio daging dan tulang dada,

namun tidak berpengaruh terhadap rasio daging dan tulang paha. Umur

berpengaruh sangat nyata (P<0.01) pada persentase jeroan, tetapi umur tidak

memberikan pengaruh terhadap bobot dan persentase bagian non karkas lainnya

(darah, bulu, dan lemak abdomen). Umur 8 minggu sudah bisa dijadikan umur

potong yang tepat untuk itik mandalung EA karena telah memenuhi bobot dan

penampilan karkas sesuai keinginan konsumen serta mampu memberikan

keuntungan bagi peternak.

Kata kunci: itik mandalung entok-alabio (EA), persentase karkas, persentase non

karkas, umur pemotongan.

ABSTRACT

ANITA RAHMAN. Carcass and Non Carcass Composition and Economic Aspect

of Mule Duck at Different Age. Supervised by RUKMIASIH and SUMIATI.

Research has been done to find out the information of mule duck, the

crossbred of male muscovy (Cairina moschata) with female alabio duck (Anas

plathyrinchos borneo). Research used 80 heads of EA mandalung duck which

were grouped based on hatchery period and consisted of 3 treatments (8, 10, and

12 weeks) of slaughtering age. Statistical analysis used completely block design

and further analysis used analysis of varians and Duncan multiple range test. The

results showed that slaughtering weight, carcass weight, and breast weight on the

8 week were highly significantly (P<0.01) lower than those of the 10 and 12

weeks, whereas the age did not influence the thight weight. Slaughtering age also

influenced the ratio of meat and bone of breast, but it did not influence the ratio of

meat and bone of thigh. Slaughtering age highly significantly (P<0.01) influenced

the offal weight percentage, whereas it did not influence the weight and

percentage of non carcass (blood, feather, and abdominal fat). Based on the

carcass appearance and economic aspect, the 8 week of slaughtering age yielded

the best weight and carcass appearance appropiate to consumer preference and it

had better profit for farmer.

Key words: EA mandalung duck, carcass percentage, non carcass percentage,

slaughtering age

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KOMPOSISI KARKAS DAN NON KARKAS SERTA

EFISIENSI EKONOMI ITIK MANDALUNG

PADA UMUR BERBEDA

ANITA RAHMAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi: Komposisi Karkas dan Non Karkas serta Efisiensi Ekonomi Itik

Mandalung pada Umur Berbeda

Nama : Anita Rahman

NIM : D14100080

Disetujui oleh

Dr Ir Rukmiasih, MS

Pembimbing I

Dr Ir Sumiati, MSc

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah Itik

Mandalung, dengan judul Komposisi Karkas dan Non Karkas serta Efisiensi

Ekonomi Itik Mandalung pada Umur Berbeda.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rukmiasih, MS dan Dr Ir

Sumiati MSc selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, pengalaman,

bimbingan, serta saran yang sangat membangun. Ucapan terima kasih pula

penulis sampaikan kepada Dr Tuti Suryati SPt MSi selaku dosen penguji sidang

skripsi yang telah memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini. Di

samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman satu tim penelitian

(Isnaini P Astuti, Dwi Andaruwati, Leonardus KDB, Danang Priyambodo, Fitriani

EPL) yang telah banyak membantu selama penelitian ini berlangsung. Ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Abdul Rahman, ibunda Sana,

adinda M Fadlika dan Reggy Ar Rassyiid, seluruh keluarga beastudi Etos Bogor,

sahabat (Ria Putri, Laras Shafa, Ishfi A, Annisa K, Fredy F, M Jafar) serta teman-

teman IPTP angkatan 47 atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi

ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Anita Rahman

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Materi 2

Prosedur 3

Rancangan 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Persentase Bagian-Bagian Karkas Itik Mandalung 5

Meat Bone Ratio Bagian Dada dan Paha Itik Mandalung 6

Persentase Bagian-Bagian Non Karkas Itik Mandalung 8

Penampilan Karkas 9

Efisiensi Ekonomi Pemeliharaan Itik Mandalung 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 13

RIWAYAT HIDUP 15

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nutrisi pakan ayam pedaging 511-Bravo 2

2 Takaran pemberian pakan itik alabio jantan 2

3 Bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase bagian

karkas itik mandalung EA 5

4 Meat bone ratio pada bagian dada dan paha itik mandalung EA 7

5 Bobot dan persentase bagian non karkas itik mandalung EA 8

6 Efisiensi ekonomi pemeliharaan itik mandalung EA 10 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam bobot potong 13

2 Hasil uji Duncan bobot potong 13

3 Hasil analisis ragam bobot karkas 13

4 Hasil analisis ragam persentase bobot karkas 13

5 Hasil analisis ragam bobot dada 13

6 Hasil uji Duncan bobot dada 13

7 Hasil analisis ragam bobot paha 14

8 Hasil uji Duncan bobot paha 14

9 Hasil analisis ragam bobot punggung 14

10 Hasil analisis ragam bobot sayap 14

11 Hasil analisis ragam bobot darah 14

12 Hasil uji Duncan bobot darah 14

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya lokal Indonesia beranekaragam jenisnya salah satunya adalah

ternak itik. Permintaan produk itik berupa daging semakin meningkat tiap

tahunnya, namun tidak diikuti dengan penyediaan itik potong yang berkualitas

dan kontinyu sehingga seringkali mengalami kekurangan stok. Berdasarkan data

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) populasi itik tahun

2010 sebanyak 44 302 juta ekor dengan tingkat penyebaran tertinggi berada di

provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Aceh

Darusalam. Populasi itik yang cukup besar ini, belum mampu berperan sebagai

sumber daging andalan karena itik yang tersebar di Indonesia didominasi oleh tipe

petelur, sehingga produksi daging itik secara nasional masih rendah.

Ternak itik yang dapat dikembangkan sebagai sumber daging yaitu itik

mandalung. Itik mandalung merupakan persilangan antara entok (Cairina

moschata) dengan itik (Anas platyrynchos) baik dengan cara alami maupun

inseminasi buatan. Itik mandalung yang diteliti pada penelitian ini berasal dari

persilangan entok jantan dengan itik alabio betina. Alasan menyilangkan kedua

ternak ini karena entok jantan produksi dagingnya tinggi, sedangkan itik alabio

merupakan itik petelur lokal Indonesia yang memiliki produksi telur tinggi serta

bobot badan yang cukup besar, sehingga dari hasil persilangan ini diharapkan

dalam setiap periode penetasan akan diperoleh day old duck dalam jumlah banyak

dan memiliki pertumbuhan daging yang cepat. Itik mandalung diteliti pada umur

potong 8, 10, dan 12 minggu untuk mencari bobot dan penampilan karkas yang

sesuai dengan permintaan konsumen. Selain itu keberhasilan usaha ternak itik

mandalung harus dinilai dari efisiensi ekonomi berdasarkan besar biaya pakan

yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diperoleh.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan umur pemotongan yang tepat dilihat

dari bobot dan penampilan karkas serta efisiensi ekonomi pada umur pemotongan

8, 10 dan 12 minggu.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji performa bagian-bagian karkas dan

non karkas, penampilan karkas serta efisiensi ekonomi. Penelitian ini dibatasi

pada subjek itik mandalung (EA) hasil persilangan entok (E) jantan dengan itik

alabio (A) betina.

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, yaitu pada bulan November 2013

hingga Februari 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Ternak

Unggas Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor, Dramaga.

Materi

Ternak dan Pakan

Materi yang digunakan adalah day old duck (DOD) hasil inseminasi buatan

dari 5 ekor entok jantan (E) dan 30 itik alabio betina (A). Itik mandalung yang

diteliti sebanyak 80 ekor itik mandalung (EA). DOD dipelihara sejak menetas

hingga umur 8, 10, dan 12 minggu sesuai perlakuan.

Itik diberi pakan ayam pedaging komersil 511-Bravo dengan komposisi

pakan berdasarkan label seperti pada Tabel 1 dan takaran pemberian pakan

berdasarkan penelitian Mirfat (2011) yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Kandungan nutrisi pakan ayam pedaging 511-Bravo Zat Makanan Jumlah

Air Maks 13 % Protein 21 - 23% Lemak Min 5% Serat Maks 5% Abu Maks 7% Kalsium Min 0.9% Phospor tersedia Min 0.6% Energi (kkal/kg) 2 900 - 3 000

Sumber : PT. Charoen Phokphand Indonesia

Tabel 2 Takaran pemberian pakan itik alabio jantan

Umur (minggu) Takaran pemberian pakan harian (g ekor-1

hari-1

)

0 – 1 40

1 – 2 60

2 – 3 80

3 – 4 115

4 – 5 125

5 – 6 150

6 – 7 170

7 – 8 185

8 – 9 200

9 – 10 215

11 – 12 245

Sumber : Mirfat (2011)

3

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan berbentuk kotak dengan ukuran panjang 1 m,

lebar 1 m dan tinggi pagar penyekat 0.6 m sebanyak 10 buah. Peralatan kandang

lain yang digunakan yaitu tempat pakan berdiameter 38 cm dan tempat air minum

dengan kapasitas 5 L.

Lampu penerangan untuk kandang DOD yang digunakan yakni lampu

dengan daya 40 watt. Peralatan pendukung lain yang digunakan adalah

timbangan digital kapasitas 5 kg untuk menimbang pakan dan bobot itik, pisau,

gunting tulang, nampan, dan plastik.

Prosedur

Pemeliharaan Itik Mandalung

Itik mandalung dipelihara secara intensif mulai minggu pertama hingga

berumur 8, 10 dan 12 minggu. Pakan diberikan dengan cara meletakan pakan dan

tempat air minum di dalam kandang.

Itik diberi makan dengan takaran pakan mengikuti hasil penelitian Mirfat

(2011) dan air minum ad libitum. Itik mandalung ditimbang dan difoto setiap

pemotongan.

Pemotongan Itik Mandalung

Itik mandalung yang telah berumur 8, 10, dan 12 minggu dipotong setelah

dipuasakan terlebih dahulu selama 6-12 jam, tetapi air minum diberikan ad

libitum. Sesaat sebelum dipotong, itik ditimbang untuk diukur bobot potongnya,

lalu itik dipotong menggunakan tempat pemotongan yang menggantung dengan

posisi kepala di bawah dengan tujuan agar darah keluar dengan sempurna.

Proses selanjutnya itik dicelupkan ke dalam air panas pada suhu kurang

lebih 80 oC agar bulu mudah dicabut. Pencabutan bulu dilakukan secara manual.

Setelah itu dipotong kaki, leher+kepala dan dikeluarkan jeroannya kemudian

ditimbang bobot karkas. Bagian non karkas meliputi jeroan (usus+pankreas,

giblet, lemak abdomen), leher+kepala, dan kaki, masing-masing ditimbang

bobotnya secara terpisah. Khusus bagian rempela dan usus, penimbangan

dilakukan setelah dikeluarkan isi kotorannya.

Rancangan

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak kelompok (RAK) terdiri

atas 3 taraf perlakuan dan 10 kelompok. Perlakuan yang diberikan yaitu umur

potong (8, 10, dan 12 minggu) dan kelompok berdasarkan periode penetasan.

Model rancangan percobaan adalah sebagai berikut :

Yi j k = μ + Pi + Kj + εi j

Keterangan:

Yi j k = Persentase karkas dan non karkas itik mandalung pada umur potong taraf ke- i (8,

10, 12 minggu) dan kelompok ke- j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10)

μ = Rataan persentase karkas dan nonkarkas itik mandalung

4

Pi = Pengaruh umur potong pada taraf ke- i (8, 10 dan 12 minggu)

Kj = Pengaruh kelompok ke- j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10)

εi j k = Pengaruh galat percobaan pada taraf umur potong ke- i (8, 10 dan 12 minggu) dan

kelompok ke- j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10)

Analisis Data

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan analisis sidik ragam

(analysis of variance) dan uji perbandingan berganda (Duncan multiple range

test) (Steel dan Torrie 1995).

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bobot potong (g/ekor)

2. Bobot karkas (g/ekor)

3. Persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot

potong dikali 100%.

4. Persentase bagian-bagian karkas (paha, dada, punggung dan sayap)

terhadap bobot karkas (%)

5. Meat bone ratio dada merupakan perbandingan banyaknya daging dada

yang dihasilkan pada setiap satu satuan tulang dada.

6. Meat bone ratio paha merupakan perbandingan banyaknya daging paha

yang dihasilkan pada setiap satu satuan tulang paha.

7. Persentase bagian-bagian non karkas meliputi darah, bulu, leher+kepala,

kaki, jeroan (usus+pankreas, giblet, lemak abdomen) terhadap bobot

potong (%)

8. Penampilan karkas dilihat dari banyaknya bulu jarum

9. Efisiensi ekonomi pemeliharaan itik mandalung EA

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Bagian-Bagian Karkas Itik Mandalung

Pengaruh umur pemotongan itik mandalung yang berbeda terhadap peubah

yang diamati disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan persentase bagian

karkas itik mandalung EA

Peubah Umur potong (minggu)

8 10 12

Bobot potong (g) 1 659.50 ± 133.18A 1 891.48 ± 172.53B 2 047.77 ± 266.71C

Bobot karkas (g) 1 046.31 ± 120.73A 1 192.84 ± 111.79B 1 263.33 ± 105.75C

(%)1)

63.09 ± 5.62 63.07 ± 1.99 62.16 ± 4.99

Dada (g) 202.23 ± 25.40A 285.16 ± 48.72B 365.97 ± 45.74C

(%)2)

19.41 ± 2.10A 23.80 ± 2.47B 28.93 ± 2.20C

Paha (g) 311.88 ± 42.77 307.20 ± 28.84 305.13 ± 26.58

(%)2)

30.02 ± 4.25A 25.88 ± 2.55B 24.20 ± 1.72C

Punggung (g) 324.96 ± 32.38B 362.96 ± 43.09A 366.50 ± 40.18A

(%)2)

31.25 ± 3.12A 30.41 ± 1.97A 28.98 ± 1.50B

Sayap (g) 178.04 ± 17.69B 224.32 ± 34.88A 218.27 ± 20.35A

(%)2)

17.09 ± 1.33 18.28 ± 2.19 17.31 ± 1.38 Keterangan : angka yang disertai huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang

sangat nyata (P<0.01). 1)

Nilai persentase dihitung berdasarkan bobot potong.

2)

Nilai persentase dihitung berdasarkan bobot karkas.

Itik mandalung dipelihara dengan tujuan mendapatkan produksi daging

yang tinggi dibandingkan dengan itik lokal. Hasil penelitian menunjukkan umur

sangat nyata (P<0.01) berpengaruh terhadap bobot potong, artinya bobot potong

umur 12 minggu lebih besar daripada umur 8 dan 10 minggu. Hal ini sesuai

dengan penelitian Sunari (2001) yang menyatakan bahwa umur berpengaruh

sangat nyata (P<0.01) terhadap bobot potong. Penelitian sebelumnya oleh

Matitaputty (2011) menyebutkan bobot potong itik alabio umur 8 minggu sebesar

1 328.83 g/ekor sedangkan pada umur yang sama bobot potong bobot itik

mandalung EA lebih besar yakni 1 659.5 g (Tabel 3). Peternak itik lokal biasa

menjual itiknya kepada konsumen dengan bobot potong sebesar 1.3-1.5 kg,

sehingga jika dilihat dari bobot potong, itik mandalung EA umur 8 minggu sudah

bisa memenuhi permintaan konsumen.

Tabel 3 menunjukkan umur potong sangat nyata (P<0.01) berpengaruh pada

bobot karkas. Bobot karkas umur 12 minggu lebih besar dibandingkan dengan

bobot karkas umur 8 dan 10 minggu. Hal ini terlihat bobot karkas meningkat

seiring dengan bobot potong yang juga meningkat. Kondisi ini sesuai dengan

hasil penelitian Daud et al. (2007) yang menyatakan karkas meningkat seiring

meningkatnya umur dan bobot potong. Penelitian sebelumnya menyebutkan

bobot karkas itik alabio pada umur 8 minggu sebesar 836.47 g (Matitaputy (2011)

sedangkan bobot karkas entok umur 8 minggu sebesar 1 124.14 g (Roesdiyanto

dan Mulyowati 2004). Bobot karkas itik mandalung EA yang diperoleh pada

umur 8 minggu yaitu sebesar 1 046.31, artinya bobot karkas itik mandalung EA

6

berada di antara bobot karkas kedua tetuanya. Umur yang berbeda tidak

berpengaruh terhadap persentase karkas (Tabel 3). Hal ini karena peningkatan

bobot karkas tidak sebesar peningkatan bobot potong sehingga persentasenya

tetap. Hal ini menunjukkan bahwa persentase karkas itik mandalung EA sudah

optimal pada umur 8 minggu. Berdasarkan permintaan pasar, bobot karkas yang

diinginkan konsumen atau resto yang menyajikan olahan daging itik yaitu berkisar

0.9-1 kg, sehingga bobot karkas itik mandalung EA umur 8 minggu sudah bisa

dijual ke pasaran.

Umur sangat nyata (P<0.01) berpengaruh terhadap bobot dan persentase

dada. Bobot dan persentase dada itik umur 12 minggu lebih besar dari pada umur

8 dan 10 minggu. Bobot dan persentase dada terus meningkat karena dada

merupakan tempat deposit otot terbanyak pada karkas. Otot memiliki

pertumbuhan yang masak lambat sehingga jumlahnya terus bertambah seiring

dengan bertambahnya umur ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adiwinarto

(2005) bahwa pada pola pertumbuhan komponen karkas diawali oleh

pertumbuhan tulang yang cepat kemudian pertumbuhan otot.

Umur pemotongan 8, 10, dan 12 minggu tidak berpengaruh nyata terhadap

bobot paha artinya walaupun umur pemotongannya berbeda tetapi bobot pahanya

tetap sama. Hal ini karena paha merupakan alat gerak dan berfungsi sebagai

penopang tubuh sehingga pertumbuhannya optimal pada awal pertumbuhan.

Persentase bobot paha itik mandalung pada umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01)

lebih besar dari umur 10 dan 12 minggu. Erisir et al. (2009) menyatakan bahwa

semakin tua umur itik akan menurunkan persentase bagian paha terhadap bobot

karkas.

Bobot punggung pada umur 8 minggu nyata (P<0.01) lebih kecil daripada

bobot punggung umur 10 dan 12 minggu. Bobot punggung mulai konstan pada

umur 10 minggu sehingga bobotnya setelah mencapai umur 12 minggu tetap sama.

Persentase bobot punggung pada umur 8 dan 10 minggu lebih besar dari umur 12

minggu. Hal ini karena bobot punggung yang mulai konstan pada umur 10

minggu, tetapi bobot kakas terus meningkat. Sesuai dengan hasil penelitian

Randa et al. (2002) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan punggung relatif

lebih stabil terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.

Bobot sayap pada umur 8 minggu nyata (P<0.01) lebih kecil dari umur 10

dan 12 minggu. Bobot sayap mulai konstan pada umur 10 minggu sehingga

bobotnya setelah mencapai umur 12 minggu tetap sama. Persentase bobot sayap

umur 8, 10, dan 12 minggu tidak berbeda nyata, artinya umur tidak memberikan

pengaruh terhadap persentase bobot sayap. Hal ini karena sayap bukan

merupakan bagian atau tempat deposisi otot daging yang utama sehingga umur

tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berat sayap. Bagian dada dan bagian

paha berkembang lebih dominan selama pertumbuhan apabila dibandingkan pada

bagian sayap (Abubakar dan Nataamijaya 1999).

Meat Bone Ratio Bagian Dada dan Paha Itik Mandalung

Karkas yang telah dipisah bagian-bagiannya kemudian dihitung rasio antara

daging dan tulang pada bagian komersial dada dan paha. Hasil tersebut disajikan

pada Tabel 4.

7

Tabel 4 Meat bone ratio pada bagian dada dan paha itik mandalung EA

Peubah Umur potong (minggu)

8 10 12

Dada (g) 202.23 ± 25.40A 285.16 ± 48.72B 365.97 ± 45.78C

Daging (g) 158.00 ± 19.41A 231.36 ± 41.42B 308.00 ± 45.98C

(%) 78.18 ± 2.50A 81.06 ± 2.72B 83.99 ± 4.31C

Tulang (g) 44.27 ± 8.62b 54.00 ± 10.89a 59.63 ± 14.09a

(%) 21.82 ± 2.62a 19.02 ± 2.65b 16.48 ± 4.20c

Rasio daging : tulang 3.57 : 1 4.28 : 1 5.16 : 1

Paha (g) 311.88 ± 42.77 307.20 ± 28.84 305.13 ± 26.58

Daging (g) 263.50 ± 41.55 259.80 ± 26.57 255.50 ± 24.18

(%) 84.33 ± 1.68 84.52 ± 1.64 83.69 ± 1.51

Tulang (g) 48.31 ± 4.38AB 47.36 ± 5.42B 49.77 ± 5.30A

(%) 15.63 ± 1.58 15.48 ± 1.75 16.35 ± 1.50

Rasio daging : tulang 5.45 : 1 5.48 : 1 5.13 : 1 Keterangan : angka yang disertai huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang

nyata (P<0.05) untuk huruf kecil dan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) untuk

huruf besar.

Meat bone ratio atau rasio antara daging dan tulang itik mandalung dihitung

pada bagian dada dan paha, karena kedua bagian ini merupakan potongan

komersial dari itik yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bobot dada meningkat

seiring bertambahnya umur. Dada termasuk organ yang masak lambat artinya

pertumbuhan dan bobotnya terus meningkat seiring bertambahnya umur

(Muryanto 2002). Bobot daging dada mempengaruhi bobot dada secara

keseluruhan sehingga selain bobot, nilai persentase daging dada juga ikut

meningkat (Tabel 4). Berbeda dengan daging, tulang dada termasuk organ yang

masak dini dan pertumbuhannya lambat. Hasil penelitian menunjukkan bobot

tulang dada pada umur 8 minggu nyata (P<0.05) lebih kecil dari umur 10 dan 12

minggu. Bobot tulang dada meningkat pada umur 10 minggu dan mulai konstan

pada umur 12 minggu. Persentase tulang dada pada umur 8 minggu justru nyata

(P<0.05) lebih besar daripada umur 10 dan 12 minggu. Hal ini karena

peningkatan bobot tulang dada tidak sebesar peningkatan bobot dada. Selain itu

selama pertumbuhan, tulang tumbuh secara terus-menerus dengan kadar laju

pertumbuhan relatif lambat dan cenderung menurun (Soeparno 2005). Rasio

daging dan tulang dada terkecil pada umur 8 minggu dan rasio terbesar pada umur

12 minggu, artinya umur mempengaruhi rasio daging dan tulang dada itik

mandalung EA (Tabel 4).

Bobot paha pada umur 8, 10, dan 12 minggu tidak berbeda nyata. Demikian

pula pada bobot dan persentase daging paha yang tidak dipengaruhi oleh

pertambahan umur (Tabel 4). Paha termasuk organ yang masak dini artinya

pertumbuhan dan bobotnya optimal pada awal pertumbuhan (Sari 2003).

Sementara itu bobot tulang paha umur 8 minggu sama dengan umur 10 dan 12

minggu. Umur tidak memberikan pengaruh terhadap persentase tulang paha

(Tabel 4). Hal ini karena paha merupakan alat gerak itik yang bagian pentingnya

yaitu tulang paha berfungsi sebagai penopang tubuh serta tempat melekatnya otot

sehingga pertumbuhannya akan dioptimalkan setelah postnatal. Sesuai dengan

pendapat Swatland (1984) bagian paha merupakan bagian yang pertumbuhannya

lebih awal daripada bagian lainnya. Rasio daging dan tulang paha pada umur 8,

8

10, dan 12 minggu relatif sama artinya umur tidak mempengaruhi rasio daging

dan tulang paha itik mandalung EA (Tabel 4).

Persentase Bagian-Bagian Non Karkas Itik Mandalung

Hasil dari pemotongan dihitung bobot dan persentase bagian non karkas

pada umur potong 8, 10 dan 12 minggu disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Bobot dan persentase bagian non karkas itik mandalung EA terhadap

bobot potong

Peubah Umur potong (minggu)

8 10 12

Darah (g) 122.19 ± 33.77 144.68 ± 29.49 186.70 ± 116.25

(%) 7.30 ± 1.88 7.63 ± 1.25 6.94 ± 1.63

Bulu (g) 59.62 ± 40.76 81.68 ± 39.82 97.57 ± 41.15

(%) 10.19 ± 3.88 10.91 ± 3.06 11.65 ± 4.45

Leher+kepala (g) 229.27 ± 26.06b 234.00 ± 25.99b 254.30 ± 35.23a

(%) 13.81 ± 1.15a 12.38 ± 0.91b 12.48 ± 1.47b

Kaki (g) 48.19 ± 3.87b 49.60 ± 5.67ab 51.43 ± 4.99a

(%) 2.91 ± 0.22a 2.63 ± 1.28b 2.54 ± 0.29b

Jeroan

Usus + pankreas (g) 40.86 ± 4.64A 37.61 ± 5.06B 34.65 ± 5.54C

(%) 2.49 ± 0.32A 2.03 ± 0.30B 1.70 ± 0.32C

Giblet (g) 103.05 ± 8.02B 110.42 ± 9.08A 112.20 ± 10.85A

(%) 6.22 ± 0.47A 5.86 ± 0.53B 5.58 ± 1.41C

Lemak abdomen(g) 10.00 ± 4.32 12.00 ± 6.90 9.43 ± 5.05

(%) 0.61 ± 0.24 0.64 ± 0.36 0.47 ± 0.26 Keterangan : angka yang disertai huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang

nyata (P<0.05) untuk huruf kecil dan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) untuk

huruf besar.

Umur 8, 10 dan 12 minggu memberikan pengaruh berbeda-beda pada setiap

bagian non karkas itik mandalung. Tabel 5 menunjukkan umur tidak berpengaruh

terhadap bobot dan persentase darah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pitrie

(2002) yang menyebutkan bahwa umur tidak berpengaruh terhadap hilangnya

darah. Demikian pula pada bobot dan persentase bulu juga menunjukkan hasil

tidak berbeda nyata dari setiap umur pemotongan. Pitrie (2002) menyatakan

bahwa persentase bulu itik mandalung terhadap bobot potong tidak berbeda nyata.

Bulu itik mandalung EA berkisar antara 10.19% – 11.65% (Tabel 5).

Bobot kepala dan leher pada umur 8 dan 10 minggu nyata (P<0.05) lebih

kecil dari umur 12 minggu. Persentase kepala dan leher umur 8 minggu lebih

besar dari umur 10 dan 12 minggu. Hal ini karena kepala dan leher tergolong

sebagai bagian tubuh yang masak dini dan sangat diperlukan sejak awal

pertumbuhan. Perkembangan kepala pada awal pertumbuhan sangat pesat tetapi

dengan bertambahnya umur, kecepatan pertumbuhannya akan menurun (Pitrie

2002). Bobot kaki umur 10 minggu sama dengan umur 8 dan 12 minggu (Tabel

5) sedangkan persentase bobot kaki menunjukkan umur 8 minggu lebih besar

daripada umur 10 dan 12 minggu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Pitrie

9

(2002) yang menyatakan kaki termasuk komponen yang masak dini dan

persentasenya turun seiring dengan bertambahnya bobot tubuh dan umur ternak.

Umur memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap bobot maupun

persentase usus+pankreas dan giblet. Bobot dan persentase usus+pankreas umur

8 minggu nyata (P<0.01) lebih besar dari umur 10 dan 12 minggu. Hal ini karena

organ pencernaan itik merupakan organ penting yang berkembang sejak fase

embrional, sehingga perkembangannya optimal sejak awal pertumbuhan. Bobot

giblet pada umur 10 dan 12 minggu lebih besar dari umur 8 minggu, sedangkan

persentase giblet umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih besar dari umur 10

dan 12 minggu. Hal ini disebabkan pertambahan bobot giblet tidak sebanding

dengan pertambahan bobot tubuh yang cepat sehingga persentase gibet menurun.

Giblet merupakan organ masak dini yang pertumbuhannya pada saat mencapai

dewasa adalah konstan (Soeparno 2005). Bobot dan persentase lemak abdomen

dihitung dengan tidak membedakan jenis kelamin. Hasil penelitian menunjukkan

umur potong yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap bobot dan

persentase lemak abdomen. Menurut Anggorodi (1995) pertumbuhan jaringan

lemak ditentukan oleh ada atau tidaknya energi hasil metabolisme yang berlebih

di dalam tubuh.

Penampilan Karkas

Penampilan karkas sangat mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen saat

membeli daging itik. Karkas itik relatif kurang disukai karena terlihat kotor akibat

sisa-sisa proses scalding atau masih banyaknya bulu-bulu jarum yang tertinggal,

sedangkan konsumen menginginkan karkas itik yang memiliki penampilan seperti

karkas ayam broiler yang bersih tidak ada bulu-bulu jarum yang tersisa. Sesuai

dengan USDA (1998) dalam Poultry-Grading Manual, karkas atau bagian-bagian

karkas harus memiliki penampilan yang bersih, terlebih pada bagian dada dan

paha, dan bebas dari bulu-bulu yang menonjol atau tertinggal pada karkas.

Penampilan karkas hasil penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Penampilan karkas itik mandalung EA (a) 8 minggu (b) 10 minggu

(c) 12 minggu

Gambar 1 memperlihatkan banyaknya bulu jarum pada karkas umur 8 (a),

10 (b) dan 12 minggu (c) yang tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan

pertumbuhan bulu itik mandalung EA mengikuti pola pertumbuhan bulu itik

alabio. Pada umur 8 minggu jumlah bulu jarum sedikit karena pertumbuhan bulu

10

tetap sudah optimal. Sesuai dengan hasil penelitian Marlinah (2013) yang

menyatakan bahwa itik alabio sudah banyak mengalami pergantian dari bulu

jarum menjadi bulu tetap di semua bagian tubuh pada umur 6 minggu. Semakin

tua umur itik, maka bulu jarum semakin berkurang karena sudah tumbuh menjadi

bulu tetap.

Efisiensi Ekonomi Pemeliharaan Itik Mandalung

Pengembangan itik mandalung dilihat dari aspek ekonominya harus

memberikan keuntungan bagi peternak. Efisiensi ekonomi meliputi biaya pakan

yang dikeluarkan dan pendapatan yang dihasilkan selama pemeliharaan sampai

umur 8, 10, dan 12 minggu. Hasil perhitungan efisiensi ekonomi disajikan pada

Tabel 6.

Tabel 6 Efisiensi ekonomi pemeliharaan itik mandalung EA

Peubah Umur potong (minggu)

8 10 12

Konsumsi pakan (kg ekor-1

) 6.00 9.01 12.34

Biaya pakan (Rp ekor-1

)a 42 000 63 100 86 400

Bobot potong (kg ekor-1

) 1.66 1.89 2.05

Harga jual hidup (Rp ekor-1

)b 58 100 66 200 71 800

Income Over Feed Cost

(Rp ekor hidup -1

)b

16 100 3 100 -14 600

Keterangan : a)

Berdasarkan harga pakan komersil 511-Bravo Rp 7 000 kg-1

. b)

Berdasarkan harga

pasar Rp 35 000 kg-1

bobot hidup.

Konsumsi pakan itik mandalung meningkat seiring dengan bertambahnya

umur. Pakan yang digunakan sejak awal pemeliharaan hingga itik dipotong sama

yaitu pakan komersil 511-Bravo dengan harapan bisa menghasilkan karkas yang

lebih optimal. Tingginya konsumsi pakan tentu akan meningkatkan biaya pakan

yang dikeluarkan. Mengingat hal tersebut sebaiknya pemberian pakan pada itik

mandalung betul-betul disesuaikan dengan kebutuhan. Pakan starter mempunyai

kandungan protein lebih tinggi dari pada pakan finisher dan pakan starter

mempunyai harga lebih mahal dari pada pakan finisher, karena itu penggantian

pakan starter ke finisher yang tepat waktu diperlukan agar dapat menekan biaya

pakan dan tetap memberikan hasil produksi sesuai dengan yang diharapkan.

Penggantian pakan itik mandalung disesuaikan menurut umur dan kebutuhan,

yaitu saat periode starter protein yang diberikan 18.7 % dengan energi

metabolisnya 2 900 kkal kg-1

dan saat periode finisher proteinnya 15.4 % dan

energi metabolisnya 2 900 kkal kg -1

(Chen 1996).

Hasil perhitungan efisiensi ekonomi menunjukkan keuntungan diperoleh

dari penjualan itik mandalung hidup pada umur 8 dan 10 minggu, sedangkan

mengalami kerugian jika terus dipelihara hingga umur 12 minggu. Oleh karena

itu peternak akan mendapatkan keuntungan terbesar saat menjual itik mandalung

pada umur 8 minggu (Tabel 6).

11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Umur potong itik mandaung EA yang tepat dipilih berdasarkan nilai

persentase karkas, penampilan karkas dan efisiensi ekonomi adalah umur 8

minggu. Pada umur 8 minggu bobot karkas dan penampilan karkas sudah

memenuhi permintaan dan selera konsumen. Dilihat dari aspek ekonomi, biaya

pakan juga lebih rendah dan keuntungan dari penjualan itik mandalung lebih besar

dibandingkan dengan umur potong 10 dan 12 minggu.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu ransum yang diberikan dalam

pemeliharaan itik mandalung EA harus disubstitusi dengan bahan pakan yang

memiliki harga lebih murah namun tetap memiliki kandungan nutrisi sesuai

kebutuhan tiap umur itik mandalung agar bisa menghasilkan produksi daging

yang optimal dan keuntungan yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Nataamijaya AG. 1999. Persentase karkas dan bagian-bagiannya dua

galur ayam broiler dengan penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica

Val) dalam ransum. Bul Peter. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Adiwinarto G. 2005. Penampilan dan laju pertumbuhan relatif karkas dan

komponen karkas dua strain ayam broiler fase finisher (21-42 hari) dalam

berbagai suhu pemeliharaan. [tesis]. Semarang (ID): Universitas

Dipenogoro.

Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia

Pustaka Utama.

Chen TF. 1996. Nutrition and feedstuffs of ducks. Di dalam: The Training

Course for Duck Production and Management. Taiwan Livestock Research

Institute, Monograph No. 46, Taiwan. Taipei (TW): Committee of

International Technical Cooperation.

Daud M, Piliang WG, Kompiang IP. 2007. Persentase dan kualitas karkas ayam

pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. JITV 12(3):

167-174.

[Ditjen PKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Buku

Statistik Peternakan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian RI.

Erisir Z, Poyraz O, Onbasilar EE, Erdem E, Oksuztepe GA. 2009. Effects of

housing system, swimming pool and slaughter age on duck performance,

carcass and meat characteristics. J Anim Vet Adv 8(9): 1864-1869.

Marlinah C. 2013. Pendugaan umur itik alabio dan cihateup berdasarkan tempat

tumbuh bulu tetap pada bagian – bagian tubuh. [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

12

Matitaputty PR, Noor RR, Hardjosworo PS, Wijaya CH. 2011. Performa,

persentase karkas dan nilai heterosis itik alabio, cihateup dan hasil

persilangannya pada umur delapan minggu. JITV 16(2): 90-98.

Mirfat F. 2011. Performa itik alabio jantan umur 1-10 minggu yang diberi daun

beluntas vitamin C dan E dalam pakan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Muryanto. 2002. Pertumbuhan alometri dan tinjauan histologi otot dada pada

ayam kampung dan hasil persilangannya dengan ayam ras petelur betina.

[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pitrie DWL. 2002. Persentase bagian – bagian tubuh mandalung pada umur yang

berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Randa SY, Wahtuni I, Joseph G, Uhi TH, Rukmiasih, Hafid H, Parakkasi A.

2002. Efek pemberian serat tinggi dan vitamin E terhadap produksi karkas

dan nonkarkas itik mandalung. Seminar Nasional Teknologi Peternakan

dan Veteriner. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Roesdiyanto, Mulyowati S. 2004. Pengaruh potong paruh dan serat kasar.

Animal Production 6(1): 9-16.

Sari ML. 2003. Pertumbuhan alometri mandalung serta tinjauan histologis

serabut otot paha. JITV 8(4): 227-232.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Universitas

Gadjah mada Pr.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Edisi ke-2. Jakarta

(ID) : Gramedia Pustaka Utama.

Sunari. 2001. Persentase bagian pangan dan non pangan itik mandalung pada

berbagai umur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Swatland JH. 1984. Structure and Development of Meat Animals. New Jersey

(US) : Prentice Hall, Inc.

[USDA] United State Department of Agricuture. 1998. Poultry-Grading

Manual. Washington DC (US): United States Department of Agriculture.

13

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil analisis ragam bobot potong pada umur berbeda

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah

F hitung F tabel

Perlakuan 2 2 160 626.11 1 080 313.06 <.0001 2.76

Kelompok 9 593 887.34 65 987.48 0.0978

Galat 69 2 626 786.76 38 069.37

Total 80 5 330 359.21

Lampiran 2 Hasil uji Duncan bobot potong

Duncan Perlakuan (minggu) N Rataan

A 12 30 2 047.77

B 10 25 1 891.48

C 8 26 1 659.50

Lampiran 3 Hasil analisis ragam bobot karkas pada umur berbeda

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F hitung F tabel

Perlakuan 2 674 816.45 337 408.22 <.0001 2.76

Kelompok 9 29 756.99 3 306.33 0.9876

Galat 69 958 876.58 13 896.76

Total 80 1 660 506.40

Lampiran 4 Hasil analisis ragam persentase karkas pada umur berbeda

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah

F hitung F tabel

Perlakuan 2 22.79 11.39 0.4783 2.76

Kelompok 9 551.33 61.26 0.0004

Galat 69 1 054.58 15.28

Total 80 1 621.79

Lampiran 5 Hasil analisis ragam bobot dada pada umur berbeda

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah

F hitung F tabel

Perlakuan 2 371 343.91 185 671.96 <.0001 2.76

Kelompok 9 15 780.02 1 753.34 0.4289

Galat 69 117 970.92 1 709.72

Total 80 507 564.17

Lampiran 6 Hasil uji Duncan bobot dada

Duncan Perlakuan (minggu) N Rataan

A 12 30 365.97

B 10 25 285.16

C 8 26 202.23

14

Lampiran 7 Hasil analisis ragam bobot paha pada umur berbeda

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F hitung F tabel

Perlakuan 2 378.42 189.21 0.8325 2.76

Kelompok 9 15 171.72 1 685.75 0.1217

Galat 69 71 020.40 1 029.28

Total 80 86 846.69

Lampiran 8 Hasil uji Duncan bobot paha

Duncan Perlakuan (minggu) N Rataan

A 8 26 311.89

A 10 25 307.20

A 12 30 305.13

Lampiran 9 Hasil analisis ragam bobot punggung pada umur berbeda

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F hitung F tabel

Perlakuan 2 28 488.31 14 244.15 0.0004 2.76

Kelompok 9 5 758.27 639.81 0.9336

Galat 69 111 839.15 1 620.86

Total 80 145 915.55

Lampiran 10 Hasil analisis ragam sayap pada umur berbeda

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F hitung F tabel

Perlakuan 2 35 497.01 17 748.50 <.0001 2.76

Kelompok 9 10 522.28 1 169.14 0.0416

Galat 69 38 505.99 558.05

Total 80 82 140.00

Lampiran 11 Hasil analisis ragam bobot darah pada umur berbeda

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F hitung F tabel

Perlakuan 2 13 526.63 6 763.32 0.2814 2.76

Kelompok 9 79 917.60 8 879.73 0.1067

Galat 69 361 354.85 5 237.03

Total 80 455 387.65

Lampiran 12 Hasil uji Duncan bobot darah

Duncan Perlakuan (minggu) N Rataan

A 12 30 153.37

A 10 25 144.68

A 8 26 122.19

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anita Rahman dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 Januari

1993 dari pasangan sah Bapak Abdul Rahman dan Ibu Sana. Penulis merupakan

anak pertama dari 3 bersaudara dengan adik M Fadlika dan Reggy Ar Rassyiid.

Penulis menyelesaikan pendidikan di MA Negeri 1 Bogor pada tahun 2010 dan

pada tahun yang sama diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa penulis memperoleh beasiswa Etos Dompet

Dhuafa selama 6 semester dan beasiswa Karya Salemba Empat selama 2 semester.

Kegiatan penulis selain akademik yaitu aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Peternakan (BEM D) dan menjadi bendahara umum pada tahun 2012-

2013. Selain itu penulis pernah mengikuti program mahasiswa wirausaha (PMW

2013) dan didanai dalam usaha Catering serta lolos Program Kreativitas

Mahasiswa Kewirausahaan yang didanai DIKTI dengan judul Kandang Getuk

sebagai Alternatif Sarapan Sehat, Enak dan Bergizi.