persentase karkas dan non karkas itik mandalung ... · isnaini puji astuti departemen ilmu produksi...
TRANSCRIPT
ISNAINI PUJI ASTUTI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERSENTASE KARKAS DAN NON KARKAS ITIK MANDALUNG
PERSILANGAN ENTOK DENGAN ITIK CIHATEUP
PADA UMUR BERBEDA
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persentase Karkas dan
Non Karkas Itik Mandalung Persilangan Entok dengan Itik Cihateup pada Umur
Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Isnaini Puji Astuti
NIM D14100044
ABSTRAK
ISNAINI PUJI ASTUTI. Persentase Karkas dan Non Karkas Itik Mandalung
Persilangan Entok dengan Itik Cihateup pada Umur Berbeda. Dibimbing oleh
RUKMIASIH dan SUMIATI.
Permintaan daging itik yang meningkat memerlukan adanya terobosan
untuk menghasilkan itik yang mampu tumbuh cepat dan memproduksi daging
tinggi, salah satunya dengan menyilangkan entok (E) jantan dan itik betina
cihateup (C). Penelitian ini bertujuan mengevaluasi persentase karkas, non
karkas, dan efisiensi ekonomi hasil persilangan kedua spesies unggas tersebut
(EC) pada 3 umur pemotongan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 78 ekor itik mandalung EC yang dibagi menjadi 3
perlakuan umur potong (8, 10, dan 12 minggu) dan 9 kelompok. Data dianalisis
menggunakan ANOVA dan uji duncan. Itik mandalung EC dipelihara intensif
dengan pemberian pakan komersial dan pemberian air minum ad libitum. Hasil
penelitian menunjukkan bobot potong, bobot karkas, bobot dada, dan bobot
punggung pada umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih kecil dari pada 10 dan
12 minggu, sedangkan umur tidak berpengaruh terhadap bobot paha. Umur
potong juga mempengaruhi rasio daging dan tulang dada, namun tidak
mempengaruhi rasio daging dan tulang paha. Umur berpengaruh sangat nyata
P<0.01) pada persentase kaki dan persentase giblet tetapi tidak berpengaruh
terhadap bobot dan persentase lemak abdominal. Umur pemotongan itik
mandalung EC yang tepat yaitu umur 8 minggu karena bobot potong yang dicapai
telah memenuhi selera konsumen dan pemeliharaannya lebih efisien.
Kata kunci: mandalung EC, persentase karkas dan non karkas, umur pemotongan.
ABSTRACT
ISNAINI PUJI ASTUTI. Persentage Carcass And Non Carcass Mule Duck
Crossing Of Muscovy Duck with Cihateup Duck at Different Slaughtering Age.
Supervised by RUKMIASIH dan SUMIATI.
The increasing of duck meat demand needs a penetration to produce duck
that can grow fast and produce a lot of meat, one of the method is crossing male
entok (E) with female cihateup duck (C). This research aimed to analyze the
percentage of carcass and non carcass, and economic efficiency of the crossbreed
(EC mule duck) at different slaughtering age. The statistical analysis was
complete block design using 78 heads of EC mule duck which is distributed into 3
different slaughtering age (8, 10, and 12 weeks) with 9 groups. The datas were
analyzed using ANOVA and duncan test. EC mule ducks were offered feed and
watered ad libitum. The results showed that slaughtering weight, carcass weight,
breast weight, and back weight at 8 weeks were highly significant (P<0.01) than
10 and 12 weeks, whereas slaughtering age did not influence the thigh weight.
Slaughtering age influenced the ratio of breast meat and bone, but it did not
influence the ratio of thight meat and bone. Slaughtering age was highly
significant (P<0.01) at percentage of foot and oval, but it did not influence the
weight and percentage of abdominal fat. It concluded that 8 weeks is the best
slaughtering age because the final weight has filled the consumer demand and
more efficient.
Key words: slaughtering age, carcas and non carcass percentage, EC mule duck.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERSENTASE KARKAS DAN NON KARKAS ITIK MANDALUNG
PERSILANGAN ENTOK DENGAN ITIK CIHATEUP
PADA UMUR BERBEDA
Judul Skripsi : Persentase Karkas dan Non Karkas Itik Mandalung Persilangan
Entok dengan Itik Cihateup pada Umur Berbeda
Nama : Isnaini Puji Astuti
NIM : D14100044
Disetujui oleh
Dr Ir Rukmiasih, MS
Pembimbing I
Dr Ir Sumiati, MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah
itik hibrida, dengan judul Persentase Karkas dan Non Karkas Itik Mandalung
Persilangan Entok dengan Itik Cihateup pada Umur yang Berbeda.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Rukmiasih, MS dan Dr Ir
Sumiati, MSc selaku pembimbing, yang telah memberikan bimbingan serta saran
yang sangat membangun. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Dr
Ir Sri Darwati, MSi selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan banyak
masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada Iyep Komala, SPt selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing selama perkuliahan. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan
kepada teman satu tim penelitian (Anita Rahman; Leonardus KDB; Dwi
Andaruwati; Danang Priambodo, SPt; dan Fitriani Eka PL, SPt), Bapak Jamhar,
Bapak Hamjah, Bapak Ijul yang telah banyak membantu selama penelitian ini
berlangsung. Ungkapan terima kasih kepada Hesti Anggrani, Kartini Tambunan,
Laura Casalla, Gesta Jati Anggara serta keluarga besar IPTP 47 yang telah
membantu dan memberikan semangat. Ungkapan terima kasih yang amat dalam
penulis sampaikan untuk kedua orangtua yaitu Bapak Drs H Teguh Harijono
Mulud, MT; Ibu Dra Hj Endang Purnomo Retno, MM; Kakak Hary Purnama, SE,
MM; dan Kakak Rina Yoanita Rahartanti, SE serta seluruh keluarga atas doa,
support dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Isnaini Puji Astuti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1 Ruang Lingkup Penelitian 1
METODE 2 Alat 2
Bahan 2
Prosedur 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4 Karkas dan komponen karkas terhadap bobot karkas 4
Persentase meat bone ratio dada dan paha 6 Komponen non karkas 7
Penampilan karkas 9 Efisiensi ekonomi 10
SIMPULAN DAN SARAN 10 DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 13
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Komposisi pakan ayam pedaging 511-bravo 2
2 Jumlah pakan yang diberikan 3 3 Rataan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase
bagian karkas itik mandalung EC 5 4 Rataan persentase meat bone ratio dada dan paha itik mandalung EC
pada umur pemotongan yang berbeda 7
5 Persentase komposisi komponen non karkas terhadap bobot potong 8
6 Analisis biaya ternak itik mandalung EC per ekor umur pemotongan
8, 10, dan 12 minggu 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot potong pada umur berbeda 13 2 Hasil uji duncan bobot potong pada umur berbeda 13
3 Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot karkas pada umur berbeda 13 4 Hasil uji duncan bobot karkas pada umur berbeda 13
5 Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot dada pada umur berbeda 13 6 Hasil uji duncan persentase daging dada terhadap bobot dada pada
umur berbeda 13 7 Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot dada pada umur berbeda 14
8 Hasil uji duncan persentase daging paha terhadap bobot dada pada umur berbeda 14
9 Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot lemak pada umur berbeda 14 10 Hasil uji duncan bobot lemak pada umur berbeda 14
11 Gambar hidup itik mandalung EC pada umur potong berbeda 14
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan nilai gizi suatu pangan, kebutuhan akan daging
semakin meningkat. Produksi daging di Indonesia berdasarkan data Ditjen
Peternakan Kementerian Pertanian tahun 2012 sebesar 2 666 100 ton. Produksi
daging di Indonesia masih didominasi oleh ayam ras pedaging (broiler) sebesar
1 428 800 ton, yang bibitnya masih diimpor dari luar negeri. Berdasarkan hal
tersebut, perlu dilakukan upaya mengurangi ketergantungan pemenuhan daging
unggas dari luar negeri, salah satunya yaitu dengan melakukan pengembangan
ternak unggas lokal seperti ternak itik yang produksi dagingnya masih rendah.
Dua tahun terakhir ini permintaan akan daging itik meningkat pesat.
Produksi daging itik tahun 2011 adalah sebesar 28 200 ton dan tahun 2012
sebesar 30 800 ton (DPKH 2012). Pemenuhan kebutuhan daging itik tersebut
sebagian besar diperoleh dari itik petelur afkir dan itik pejantan, sehingga
membutuhkan waktu yang lama dalam pemeliharaannya. Oleh karena itu
diperlukan itik yang mampu tumbuh cepat dan kualitas karkas memadai,
diantaranya melakukan persilangan itik dengan entok.
Persilangan dari itik dengan entok ini menghasilkan itik mandalung yang
infertil (mandul) sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan itik dan entok
sebagai induk bibit. Entok (E) memiliki produksi daging yang tinggi dan itik
dikenal sebagai unggas penghasil telur yang produktif. Salah satu itik lokal
yang memiliki keunggulan dalam produksi daging dan telur yaitu itik cihateup
(C) yang berasal dari Jawa Barat. Persilangan menggunakan entok jantan dan
itik cihateup betina, diharapkan mampu memproduksi itik mandalung (EC)
yang banyak.
Rata – rata konsumen menginginkan bobot karkas itik sebesar 1 kg dan
untuk mendapatkan karkas 1 kg diperlukan bobot hidup sebesar 1.5 kg – 1.6
kg. Bobot hidup sebesar 1.5 kg ini dicapai kurang lebih umur 8 minggu.
Pemotongan itik mandalung EC pada umur yang tepat diharapkan akan
menghasilkan persentase karkas dengan kualitas fisik yang tinggi serta biaya
yang efisien.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan umur pemotongan itik mandalung
EC yang tepat yang menghasilkan karkas berkualitas baik (berdasarkan bulu
jarum) dengan persentase karkas yang tinggi dan bagian non karkas yang
rendah serta mengetahui efisiensi ekonomi pemeliharaan itik mandalung EC
pada umur pemotongan berbeda.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji bagian karkas, bagian non karkas, penampilan
karkas dan efisiensi ekonomi hasil persilangan entok (E) jantan dengan itik
cihateup (C) betina pada umur yang berbeda (8, 10, dan 12 minggu).
2
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan (November 2013 - Februari
2014). Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Unggas Blok B, Ilmu
Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Dramaga.
Alat
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah 10 boks terbuat dari kawat dengan
ukuran panjang 1 m, lebar 1 m dan tinggi pagar penyekat 60 cm. Peralatan
kandang yang digunakan yaitu tempat pakan berupa feeder tray berdiameter 38
cm dan tempat air minum dengan kapasitas 5 liter.
Lampu penerang kandang berdaya 40 watt. Peralatan lain yang
digunakan adalah timbangan digital kapasitas 5 kg, gunting tulang, nampan,
pisau, dan timbangan digital.
Bahan
Ternak dan Pakan
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini meliputi entok jantan dengan
bobot lebih kurang 3 kg, itik cihateup sebesar 1.3 kg, dan 78 ekor DOD itik
mandalung EC hasil persilangan entok (E) jantan dengan itik cihateup (C)
betina tanpa membedakan jenis kelamin. DOD dipelihara sesuai perlakuan
yaitu sampai umur 8, 10, atau 12 minggu.
Setiap perlakuan terdiri atas 9 kelompok (periode penetasan) sebagai
ulangan. Ternak diberi pakan ayam pedaging komersial 511-Bravo periode
starter yang diproduksi oleh PT. Charoen Phokphand Indonesia dengan
komposisi pakan berdasarkan label seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi pakan ayam pedaging 511-Bravo
Zat Makanan Komposisi Pakan Air Maks 13 % Protein 21 – 23% Lemak Min 5% Serat Maks 5% Abu Maks 7% Ca Min 0.9% P tersedia Min 0.6% Energi metabolis 2900-3000 kkal kg
-1
Sumber : PT. Charoen Phokphand Indonesia
3
Prosedur
Pemeliharaan Itik Mandalung
Itik mandalung dipelihara secara intensif mulai dari minggu pertama
hingga berumur 12 minggu. Pakan dan tempat minum diletakkan di dalam
kandang. Itik mandalung diberi makan (kering) sesuai hasil penelitian
Saraswati (2011) seperti disajikan pada Tabel 2 dan air minum diberikan ad
libitum. Itik mandalung ditimbang setiap minggu.
Tabel 2 Jumlah pakan yang diberikan
Umur (minggu) Kebutuhan pakan harian (g ekor-1
) 1 40.00 2 60.58 3 80.00 4 115.00 5 125.00 6 150.00 7 170.00 8 185.00 9 200.00
10 215.00 11 230.00 12 245.00
Sumber : Saraswati 2011
Pemotongan
Itik mandalung EC yang berumur 8, 10, dan 12 minggu dipuasakan dari
pakan 6 – 12 jam kemudian dipotong tanpa membedakan jenis kelaminnya.
Sesaat sebelum dipotong, bobot itik mandalung ditimbang, lalu itik
dimasukkan ke corong yang menggantung dengan posisi kepala di bawah
selama 2 menit.
Pemotongan dilakukan pada perbatasan leher dan kepala, dengan
memotong vena jugularis, arteri karotidea, trachea, dan oesophagus (metode
Kosher). Setelah itu itik dibiarkan menggantung selama 1-3 menit hingga
darah berhenti menetes. Selanjutnya itik mandalung tanpa darah ditimbang,
lalu dicelupkan ke dalam air panas pada suhu lebih kurang 80 oC hingga bulu
mudah dicabut. Bulu dicabut secara manual, dan itik mandalung tanpa bulu
ditimbang lagi. Karkas diperoleh dengan memisahkan kaki, leher, kepala, dan
jeroan. Karkas ditimbang, kemudian dipotong bagian dada, paha, sayap, dan
punggung. Bagian dada dan paha dideboning kemudian ditimbang. Bagian
non karkas ditimbang secara terpisah, sedangkan jeroan dan giblet dibersihkan
terlebih dahulu sebelum ditimbang.
Rancangan Penelitian
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak kelompok (RAK) yang
terdiri atas 3 perlakuan umur potong (8, 10, dan 12 minggu) dan 9 kelompok
(periode penetasan). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam
4
(ANOVA) dan uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Model rancangan
percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yi j k = μ + Pi + Kj + εi j
Keterangan: Yi j k = Persentase karkas dan non karkas itik mandalung EC pada umur potong taraf ke-i
(8, 10, 12 minggu) dan kelompok ke-j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9)
μ = Rataan umum
Pi = Pengaruh umur potong pada taraf ke-i (8, 10, 12 minggu)
Kj = Pengaruh kelompok ke-j (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9)
εi j k = Pengaruh galat percobaan pada taraf ke i (8, 10, 12 minggu) dan kelompok ke-j
(1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9)
Analisis Data
Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan sidik ragam ANOVA
(Analysis of Variance), perbedaan rataan antar perlakuan dilakukan uji Duncan
(Steel dan Torrie 1995).
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah :
1. Bobot potong (g ekor-1
)
2. Bobot karkas (g ekor-1
)
3. Persentase karkas. Persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot
karkas dengan bobot potong dikali 100%
4. Persentase bagian karkas (paha, dada, punggung, dan sayap)
berdasarkan bobot karkas (%)
5. Meat bone ratio dada. Rasio daging dan tulang dada merupakan
perbandingan banyaknya daging dada yang dihasilkan pada setiap satu
satuan tulang dada.
6. Meat bone ratio paha. Rasio daging dan tulang paha merupakan
perbandingan banyaknya daging paha yang dihasilkan pada setiap satu
satuan tulang paha.
7. Persentase bagian non karkas (darah, bulu, leher+kepala, kaki, giblet,
jeroan dan lemak abdomen berdasarkan bobot potong) (%).
8. Penampilan karkas
9. Efisiensi Ekonomi Itik Mandalung EC
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karkas dan Komponen Karkas terhadap Bobot Karkas
Hasil penelitian umur potong itik mandalung EC yang berbeda (8, 10,
dan 12 minggu) terhadap bobot potong dan persentase komponen karkas
disajikan pada Tabel 3.
5
Tabel 3 Rataan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase bagian karkas itik mandalung EC
Ket : huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
dan huruf besar menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01). 1) Nilai persentase dihitung berdasarkan bobot potong. 2) Nilai persentase dihitung berdasarkan bobot
karkas
Umur pemotongan 8, 10, dan 12 minggu sangat nyata (P<0.01)
berpengaruh terhadap bobot potong. Bobot potong umur 8 minggu lebih
rendah dibandingkan dengan umur 10 dan 12 minggu. Semakin tua umur
bobot potong juga semakin meningkat. Meningkatnya bobot karkas ini
sebanding dengan tingginya bobot potong. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Sunari (2001) yang menyatakan bahwa umur berpengaruh sangat
nyata (P<0.01) terhadap bobot potong dan bobot karkas.
Persentase karkas umur 8 minggu nyata (P<0.05) lebih rendah dari pada
umur 10 minggu, sedangkan persentase karkas umur 10 dan 12 minggu tidak
berbeda nyata. Hal tersebut karena peningkatan bobot karkas tidak sebesar
bobot potongnya sehingga pada umur 10 dan 12 minggu persentasenya relatif
tetap. Persentase karkas itik mandalung EC umur 10 minggu lebih tinggi
dibandingkan tetuanya yaitu itik cihateup 57.73% (Benny 2011) dan entok
60.23% (Putro 2003). Hal ini menjelaskan bahwa persilangan entok dan itik
cihateup mampu menghasilkan persentase karkas yang tinggi.
Bobot dada umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dari umur
10 dan 12 minggu. Persentase dada terhadap bobot karkas juga menunjukkan
hasil yang sama. Makin tingginya persentase dada seiring dengan makin
tingginya bobot karkas, dengan bertambahnya umur itik. Dada merupakan
salah satu tempat deposisi otot yang besar dengan pertumbuhan yang lambat.
Semakin tua umur jumlah otot pun semakin bertambah. Lambatnya
pertumbuhan otot dada ini diperkuat oleh pernyataan Sari (2003) bahwa arah
perkembangan otot itik mandalung dimulai dari kepala, leher ke punggung dan
pinggul, kemudian dari kaki menyebar ke paha, dada, dan sayap.
Umur pemotongan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot paha.
Persentase paha terhadap bobot karkas umur 12 minggu lebih rendah dibanding
umur 10 dan 8 minggu. Sejalan dengan pernyataan Erisir et al. (2009) yang
menyatakan bahwa semakin tua umur itik akan menurunkan persentase bagian
Peubah Umur potong (minggu)
8 10 12
Bobot Potong (g) 1 639.48 ± 134.56C 1 924.85 ± 218.65B 2 101.00 ± 152.01A
Bobot Karkas (g) 988.74 ± 131.45C 1 197.22 ± 148.95B 1 324.39 ± 102.94A
(%)1) 60.21 ± 5.44b 62.17 ± 2.27a 63.07 ± 2.78a
Dada (g) 197.26 ± 28.24C 292.41 ± 67.88B 381.93 ± 45.78A
(%)2) 20.01 ± 1.87C 24.19 ± 3.32B 28.80 ± 2.20A
Paha (g) 313.83 ± 53.10a 320.26 ± 38.08a 317.25 ± 35.29a
(%)2) 31.99 ± 4.82A 26.88 ± 2.48B 23.96 ± 1.98C
Sayap (g) 171.17 ± 28.74B 212.00 ± 25.72A 223.57 ± 24.40A
(%)2) 17.36 ± 1.99a 17.76 ± 1.35a 16.91 ± 1.59a
Punggung (g) 311.30 ± 56.84C 361.70 ± 53.33B 396.93 ± 36.12A
(%)2)
31.37 ± 2.69a 30.22 ± 2.15ab 29.99 ± 1.84b
6
paha terhadap bobot karkas. Ketika bagian dada dan pertumbuhan bagian lain
semakin tinggi dan cepat, bagian paha hanya mengalami sedikit peningkatan
dan persentasenya terhadap bobot karkas cenderung semakin kecil. Hal ini
dapat terjadi karena bagian paha tumbuh lebih dulu dibandingkan dengan
pertumbuhan bagian dada dan pertumbuhan secara umum dan lebih banyak
digunakan untuk beraktivitas, sehingga bobot dan persentasenya tidak jauh
berbeda.
Bobot sayap umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih rendah
dibandingkan umur 10 minggu dan bobot sayap umur 10 minggu sama dengan
umur 12 minggu. Umur tidak berpengaruh pada persentase sayap. Hal ini
karena sayap bukan bagian utama penghasil daging sehingga tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap bobot sayap. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Ratih et al. (2013) bahwa sayap lebih didominasi oleh tulang, dan deposisi
lemak pada bagian sayap juga rendah sehingga pada masa pertumbuhan ini
didapatkan hasil yang tidak nyata.
Bobot punggung umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih rendah
dibandingkan umur 10 dan 12 minggu, namun persentasenya pada umur 8
minggu nyata lebih tinggi dari umur 10 dan 12 minggu. Hal tersebut karena
komponen terbesar punggung adalah tulang. Tulang sangat penting untuk
meyangga tubuh dan tumbuh pesat pada awal pertumbuhan, kemudian
kecepatan pertumbuhannya turun dengan bertambahnya umur. Persentase
punggung itik mandalung umur 4 – 10 minggu memiliki koefisien alometrik
punggung negatif (b<1) (Siswohardjono. 1986). Hal tersebut menandakan
bahwa dengan bertambahnya umur persentase punggung tidak banyak
bertambah atau relatif tetap.
Persentase Meat Bone Ratio Dada dan Paha
Meat bone ratio itik mandalung EC dihitung pada bagian dada dan paha
(Tabel 4). Dada dan paha merupakan bagian karkas yang banyak terdeposit
daging (Summers 2004). Umur pemotongan sangat nyata (P<0.01)
berpengaruh pada bobot dan persentase daging dada. Bobot daging dada
mempengaruhi bobot dada secara keseluruhan, sehingga apabila bobot daging
dada bertambah maka persentase daging dada juga meningkat. Tingginya
bobot dan persentase daging dada ini karena dada termasuk bagian tubuh yang
masak lambat (b>1). Artinya hingga umur 12 minggu pertumbuhan bagian
dada masih tetap dibutuhkan oleh itik mandalung. Persentase bagian – bagian
tersebut akan semakin meningkat sejalan dengan peningkatan bobot potong
(Sari 2003).
Bobot tulang dada umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih rendah
dari pada umur 10 dan 12 minggu, sedangkan umur 10 dan 12 minggu sama.
Hal ini menunjukkan bahwa tulang dada mulai tetap pada umur 10 minggu.
Persentase tulang dada umur 8 minggu lebih tinggi dari umur 10 dan 12
minggu. Hal ini karena pertumbuhan tulang dada tetap namun bobot daging
dada bertambah, terlihat bahwa umur 12 minggu memiliki rasio bobot daging
dan tulang dada yang tinggi. Tulang merupakan salah satu organ penting yang
harus tumbuh terlebih dahulu karena sangat vital diperlukan dari awal
pertumbuhan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Nena et al. (2013) bahwa pola
7
pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat
kemudian dilanjutkan pertumbuhan otot.
Tabel 4 Rataan bobot dan persentase meat bone ratio dada dan paha itik
mandalung EC pada umur pemotongan yang berbeda
Peubah Umur potong (minggu)
8 10 12
Dada (g) 197.26 ± 28.24C 292.41 ± 67.88B 381.93 ± 45.78A
Daging (g) 150.04 ± 25.13C 238.15 ± 65.29B 324.96 ± 40.35A
(%) 75.86 ± 3.41C 80.69 ± 4.50B 85.09 ± 2.81A
Tulang (g) 47.22 ± 7.38B 54.26 ± 7.97A 56.75 ± 13.27A
(%) 24.14 ± 3.41A 19.31 ± 4.50B 14.86 ± 2.84C
Rasio Daging : Tulang 3.18 : 1 4.39 : 1 5.73 : 1
Paha (g) 313.83 ± 53.10a 320.26 ± 38.08a 317.25 ± 35.29a
Daging (g) 264.83 ± 53.63a 268.07 ± 37.44a 268.07 ± 32.13a
(%) 84.06 ± 2.26a 83.54 ± 2.10a 84.43 ± 1.93a
Tulang (g) 49.00 ± 3.30b 52.19 ± 5.16a 49.18 ± 6.68b
(%) 15.94 ± 2.26a 16.46 ± 2.10a 15.57 ± 1.93a
Rasio Daging : Tulang 5.40 : 1 5.14 : 1 5.45 : 1
Ket : huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
dan huruf besar menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01).
Umur pemotongan tidak berbeda nyata pada bobot paha. Hasil yang
sama terlihat pada bobot dan persentase daging serta tulang paha umur 8, 10,
dan 12 minggu. Hal ini disebabkan paha memiliki koefisien pertumbuhan
lebih kecil dari satu (b<1) (Sari 2003) sehingga pertumbuhannya sudah mulai
tetap. Rasio bobot daging dan tulang paha dari umur 8 minggu hingga 12
minggu terlihat tidak mengalami peningkatan karena pertumbuhan yang sudah
relatif tetap.
Komponen Non Karkas
Hasil penelitian bobot dan persentase non karkas itik mandalung EC pada
umur pemotongan yang berbeda yaitu 8, 10, dan 12 minggu disajikan pada
Tabel 5. Bobot darah umur 8 minggu nyata (P<0.01) lebih rendah dari pada 10
minggu dan bobot darah umur 10 sama dengan umur 12 minggu. Persentase
darah yang terbuang berkisar 6.49% – 7.89% dari bobot potongnya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1985) yang mengemukakan bahwa darah
dalam tubuh sebanyak 5% – 10% dari bobot tubuh, tergantung pada spesies
dan keadaan gizi hewan tersebut.
Bobot bulu umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dari pada
umur 10 dan 12 minggu, namun umur 10 minggu tidak berbeda nyata dengan
12 minggu. Persentase bulu umur 8 minggu lebih rendah dibandingkan dengan
umur 10 dan 12 minggu. Rendahnya persentase bulu pada minggu 8
disebabkan belum sempurnanya bulu yang tumbuh, sehingga persentasenya
masih rendah. Semakin bertambahnya umur, bulu semakin tumbuh sempurna
(Sunari 2001) dan persentasenya pun meningkat.
8
Bobot kepala dan leher umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih
rendah dari 10 dan 12 minggu, sedangkan umur 10 sama dengan umur 12
minggu. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Sari (2003) bahwa
kepala itik mandalung memiliki koefisien pertumbuhan kurang dari satu
(b<1.0). Perkembangan kepala pada awal pertumbuhan sangat pesat, tetapi
dengan bertambahnya umur kecepatan pertumbuhannya akan menurun.
Persentase leher tidak berbeda nyata dari setiap umur pemotongan, cenderung
menurun dengan bertambahnya umur. Hal ini sejalan dengan penelitian
Siswohardjono (1999) bahwa leher mandalung umur 4 – 10 minggu memiliki
koefisien alometrik yang bernilai negatif sehingga persentase leher turun
dengan bertambahnya umur.
Tabel 5 Persentase komposisi komponen non karkas terhadap bobot potong
Ket : huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)
dan huruf besar menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0.01).
Umur pemotongan tidak berpengaruh pada bobot kaki, namun persentase
kaki umur 12 minggu lebih rendah dibandingkan umur 8 dan 10 minggu. Hal
ini karena kaki merupakan alat gerak dan memiliki koefisien kurang dari satu
(Sari 2003). Bobot jeroan umur 10 minggu sama dengan umur 8 dan 12
minggu, namun persentase umur 8 minggu sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi
dibandingkan umur 10 dan 12 minggu. Bobot giblet umur 8 minggu lebih
rendah dibandingkan umur 10 dan 12 minggu, persentase giblet umur 8 minggu
sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibandingkan umur 10 dan 12 minggu.
Rendahnya persentase jeroan dan giblet umur 12 minggu karena organ tersebut
sangat diperlukan pada saat awal pertumbuhan sehingga pada awal
pertumbuhan persentasenya meningkat dan setelah umur 10 minggu
persentasenya relatif tetap. Sejalan dengan penelitian Yuhaimi (1990) yang
menyatakan bahwa mandalung memiliki komponen jeroan dan giblet yang
masak dini sehingga walaupun umurnya bertambah, perkembangannya tidak
cepat lagi.
Umur pemotongan tidak berpengaruh terhadap bobot dan persentase
lemak abdominal. Pertumbuhan lemak terjadi ketika adanya sisa hasil
Peubah Pemotongan minggu
8 10 12
Darah (g) 105.71 ± 32.22B 151.59 ± 33.05A 146.14 ± 64.65A
(%) 6.49 ± 1.75b 7.89 ± 1.57a 6.94 ± 2.95ab
Bulu (g) 49.67 ± 20.79B 88.81 ± 37.05A 101.21 ± 50.41A
(%) 3.05 ± 1.22B 4.54 ± 1.68A 4.83 ± 2.37A
Kepala+leher (g) 224.48 ± 24.95B 251.22 ± 28.70A 254.68 ± 53.14A
(%) 13.83 ± 1.05A 13.10 ± 1.15A 12.11 ± 2.29B
Kaki (g) 49.52 ± 4.15a 52.67 ± 5.69a 52.46 ± 11.15a
(%) 3.06 ± 0.28A 2.75 ± 0.26B 2.50 ± 0.52C
Jeroan (g) 37.13 ± 4.45b 38.37 ± 5.10ab 39.82 ± 3.75a
(%) 2.28 ± 0.31A 2.00 ± 0.26B 1.90 ± 0.22B
Giblet (g) 108.30 ± 9.50b 114.48 ± 12.10a 119.55 ± 11.62a
(%) 6.62 ± 0.46A 5.98 ± 0.54B 5.69 ± 0.39C
Lemak abdominal (g) 7.81 ± 4.68a 9.41 ± 6.49a 8.25 ± 6.31a
(%) 0.49 ± 0.29a 0.48 ± 0.33a 0.39 ± 0.30a
9
metabolisme energi di dalam tubuh (Anggorodi 1995) yang artinya bahwa itik
mandalung EC ini masih menunggunakan energi hasil metabolisme tersebut
untuk pertumbuhan. Persentase lemak abdominal ini lebih kecil dibandingkan
dengan itik cihateup jantan yang berumur 10 minggu (0.61%) (Benny 2011)
dan entok (2.05%) (Putro 2003). Hal ini menunjukkan bahwa hasil silangan
kedua tetua dapat menurunkan kadar lemak abdominal.
Penampilan Karkas
Karkas adalah salah satu bagian yang memiliki nilai ekonomi yang
tinggi. Karkas atau bagian-bagian karkas harus memiliki penampilan yang
bersih, terlebih pada bagian dada dan paha, serta bebas dari bulu-bulu yang
menonjol atau tertinggal pada karkas (USDA 1998). Penampilan karkas itik
mandalung pada umur potong yang berbeda disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Penampilan karkas itik mandalung EC (a) 8 minggu (b) 10 minggu
(c) 12 minggu
Gambar 1 memperlihatkan bulu jarum pada karkas umur 8 minggu (a)
lebih banyak dibandingkan dengan karkas umur 10 (b) dan 12 minggu (c).
Pertumbuhan bulu yang masih pesat pada umur 8 minggu menyebabkan masih
banyak bakal bulu (bulu jarum) yang terlihat di bawah kulit. Pada umur 10
minggu pertumbuhan bulu itik mandalung juga masih belum sempurna,
sehingga pencabutan bulu masih kurang bersih. Penampilan karkas paling
bersih adalah umur 12 minggu karena bakal bulu sudah tumbuh sempurna
menjadi bulu tetap. Sejalan dengan hasil penelitian Putra (2012) yang
menyatakan bahwa semakin tua umur itik, bakal bulu semakin hilang karena
sudah tumbuh menjadi bulu tetap.
Penampilan karkas yang kurang bersih seperti umur 8 dan 10 minggu ini
bisa diminimalisir dengan metode pencabutan bulu yang lebih baik. Pada
penelitian ini, pencabutan bulu masih menggunakan metode pencabutan
manual. Salah satu cara yang biasa digunakan para penjual bebek yaitu dengan
pencabutan bulu dengan metode pelapisan lilin atau wax picking.
Metode wax picking dilakukan pada unggas yang telah dibului dengan
merendamnya dalam cairan lilin. Setelah cukup terlapisi lilin, unggas
dicelupkan ke dalam air dingin atau dikeringkan sehingga lapisan lilin
mengeras. Kemudian bulu yang ada pada karkas akan ikut terlepas bila lapisan
lilin yang telah mengeras dilepaskan (Koswara 2009). Penggunaan metode
wax picking, diharapkan penampilan karkas semakin bersih dan menarik.
a b c
10
Efisiensi Ekonomi
Analisa efisiensi ekonomi itik mandalung EC per ekor yang dipotong
pada umur 8, 10, dan 12 minggu disajikan di Tabel 6.
Tabel 6 Analisis biaya ternak itik mandalung EC per ekor umur pemotongan 8, 10, dan 12 minggu.
Peubah Umur potong (minggu)
8 10 12
Konsumsi (g ekor-1
) 5 914.98 9 068.32 13 252.19 Biaya Pakan (Rp ekor
-1)
a 41 370 63 490 92 750
Bobot Potong (g ekor-1
) 1 639.48 1 924.85 2 101.00 Harga Jual Hidup (Rp ekor
-1)
b 57 365 67 340 73 535
IOFC (Rp ekor-1
hidup) 15 995 3 850 -19 215 Ket : a) Berdasarkan harga pakan komersial 511-Bravo Rp 7 000 kg-1. b) Berdasarkan harga
pasar Rp 35 000 kg-1.
Income Over Feed Cost (IOFC) merupakan selisih pendapatan usaha
peternakan dengan biaya pakan (Siregar 2002). Tabel 6 menunjukkan bahwa
secara ekonomi, pemeliharaan 8 dan 10 minggu lebih menguntungkan
berdasarkan IOFC hidup. Penurunan keuntungan umur 10 minggu disebabkan
biaya pakan yang tinggi.
Pakan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada pertumbuhan
ternak yaitu 60% – 70% dari biaya produksi (Tanwiriah et al. 2007). Agar
menghasilkan itik mandalung yang menguntungkan perlu adanya pengganti
bahan pakan yang murah dan berkualitas. Salah satu kemampuan itik
mandalung adalah mampu mengonsumsi pakan berserat dengan kandungan
ADF kurang dari 20% (Randa et al. 2002) dan dapat merubah pakan
berkualitas rendah menjadi daging maka disarankan untuk pemeliharaan itik
mandalung diberi pakan seefisien mungkin dengan memperhitungkan gizi yang
dibutuhkan. Pemotongan umur 8 minggu sudah mencapai bobot potong yang
diinginkan konsumen (sekitar 1.5 – 1.6 kg), sehingga umur tersebut tepat untuk
dipotong.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Umur potong itik mandalung entok jantan dengan itik cihateup betina
yang tepat hasil penelitian ini adalah pada umur 8 minggu karena bobot potong
sudah mencapai bobot yang diinginkan konsumen dan lebih menguntungkan.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah pemberian pakan terhadap itik
mandalung EC dengan harga yang lebih murah tetapi memiliki kandungan
nutrien sesuai kebutuhan. Pada metode pencabutan bulu perlu digunakan
metode wax picking untuk memperbaiki penampilan karkas. Perlu adanya
11
pengukuran alometri pertumbuhan otot itik mandalung EC pada setiap umur
potong yang berbeda agar mendapatkan umur pemotongan yang tepat dan
menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi HR. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Ternak Unggas. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia Pr.
Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
Asyriani. 2005. Pengausan paruh mandalung umur sehari dan pemberian
vitamin C terhadap performans dan kualitas karkasnya. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Benny Y. 2011. Persentase karkas, dada, paha dan lemak abdomen itik
cihateup jantan umur 10 minggu yang diberi tepung daun beluntas,
vitamin C dan E dalam pakan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Buku Statistik
Peternakan. Jakarta (ID): Dirjen Bina Produksi Peternakan. Departemen
Pertanian.
Erisir Z, Poyraz O, Onbasilar EE, Erdem E, Oksuztepe GA. 2009. Effects of
housing system, swimming pool and slaughter age on duck performance,
carcass and meat characteristics. J Anim Vet Adv 8(9): 1864-1869.
Koswara S. 2009. Pengolahan Unggas. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-
content/uploads/2013/07/PENGOLAHAN-UNGGAS.pdf (diunduh 28
Agustus 2014)
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Nena KA, Ismoyowati, Sigit M. 2013. Perbedaan bobot dan persentase bagian-
bagian karkas dan non karkas pada itik lokal (Anas plathyrincos) dan itik
manila (Cairina moschata). Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1086 -1094.
Putra AA. 2013. Persentase dan kualitas karkas itik cihateup-alabio (ca) pada
umur pemotongan yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Putro AHD. 2003. Penampilan itik, entok dan mandalung yang dipelihara
secara intensif. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ratih D, Irham M, Sudiyono. 2013. Pengaruh penggunaan enceng gondok
(Eichornia crassipes) terfermentasi dalam ransum terhadap persentase
karkas, non-karkas, dan lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan
minggu. Buletin Peternakan 37(1): 19-25.
Randa SY, Wahtuni I, Joseph G, Uhi TH, Rukmiasih, Hafid H, Parakkasi A.
2002. Efek pemberian serat tinggi dan vitamin E terhadap produksi
karkas dan nonkarkas itik mandalung. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
12
Saraswati I. 2011. Performa itik cihateup jantan umur 1-10 minggu yang
diberi daun beluntas, vitamin C, dan vitamin E dalam ransum. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sari ML. 2003. Pertumbuhan alometri mandalung serta tinjauan histologis serabut otot paha. JITV. 8(4): 227-232.
Siregar E. 2002. pengaruh pemberian tepung buah tanjung (Mimusops elengi l)
dalam ransum terhadap performans kelinci lokal umur 8-16 minggu.
[skripsi]. Medan (ID) : Universitas Sumatra Utara.
Siswohardjono W. 1986. Performans produksi ternak entog, itik dan hasil perkawinan silangnya. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Summers JD. 2004. Broiler Carcass Composition. Guelph (US): Poultry
Industry Council for Research and Education.
Sunari. 2001. Persentase bagian pangan dan non pangan itik mandalung pada berbagai umur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tanwiriah W, Garnida D, Asmara IY. 2007. Pengaruh tingkat pemberian
ampas tahu dalam ransum terhadap performans entok (Muscovy duck)
pada periode pertumbuhan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner; 2007. Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.
[USDA] United State Department of Agricultural. 1998. Poultry-Grading
Manual. Washington DC (US): United States Department of Agriculture.
Yuhaimi L. 1990. Pertumbuhan alat pencernaan dan organ tubuh bagian dalam
itik mandalung II. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
13
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot potong pada umur berbeda
SK Derajat
bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F hitung P value
Umur potong 2 2 680 668.17 1 340 334 53.58 <.0001 Kelompok 8 588 985.41 73 623 2.94 0.0070 Galat 67 1 676 177.74 25 017 Total 77 4 972 904.68
Lampiran 2 Hasil uji duncan bobot potong pada umur berbeda
Hasil Duncan Rataan N Perlakuan
A 2 101.00 28 12 B 1 924.85 27 10
C 1 639.48 23 8
Lampiran 3 Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot karkas pada umur berbeda
SK Derajat
bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F
hitung P value
Umur potong 2 1 432 992.90 716 496 57.53 <.0001
Kelompok 8 408 598.46 51 074 4.10 0.0005
Galat 67 834 495.32 12 455 Total 77 2 676 086.68
Lampiran 4 Hasil uji duncan bobot karkas pada umur berbeda
Hasil Duncan Rataan N Perlakuan
A 1 324.39 28 12
B 1 197.22 27 10
C 988.74 23 8
Lampiran 5 Hasil analisis ragam (ANOVA) persentase daging dada terhadap bobot dada pada umur berbeda
SK Derajat
bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F hitung P value
Umur potong 2 1 029.98 514.99 36.16 <.0001 Kelompok 8 81.05 10.13 0.71 0.6805 Galat 67 954.20 14.24 Total 77 2 114.65
Lampiran 6 Hasil uji duncan persentase daging dada terhadap bobot dada pada umur berbeda
Hasil Duncan Rataan N Perlakuan
A 84.98 28 12
B 80.68 27 10
C 75.74 23 8
14
Lampiran 7 Hasil analisis ragam (ANOVA) persentase daging paha terhadap
bobot paha pada umur berbeda
SK Derajat
bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F hitung P value
Umur potong 2 112.78 56.39 1.04 0.3605 Kelompok 8 565.06 70.63 1.30 0.2600 Galat 67 3 647.22 54.44 Total 77 4 331.42
Lampiran 8 Hasil uji duncan persentase daging paha terhadap bobot paha pada
umur berbeda
Hasil Duncan Rataan N Perlakuan
A 86.55 23 8 A 84.43 28 12
A 83.50 27 10
Lampiran 9 Hasil analisis ragam (ANOVA) bobot lemak pada umur berbeda SK Derajat
bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F hitung P value
Umur potong 2 25.38 12.69 0.38 0.6844 Kelompok 8 407.48 50.93 1.53 0.1632 Galat 67 2 228.89 33.28 Total 77 2 662.46
Lampiran 10 Hasil uji duncan bobot lemak pada umur berbeda
Hasil Duncan Rataan N Perlakuan
A 9.41 27 10
A 8.25 28 12
A 8.13 23 8
Lampiran 11 Gambar hidup itik mandalung EC pada umur potong berbeda (a)
Umur 8 minggu (b) Umur 10 minggu (c) Umur 12 minggu
(a) Umur 8 minggu (b) Umur 10 minggu (c) Umur 12 minggu
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 30 Desember
1991 dari pasangan Bapak Teguh Harijono Mulud dan Ibu Endang Purnomo
Retno. Penulis merupakan putri ke 2 dari 2 bersaudara. Pendidikan menengah
pertama diselesaikan pada tahun 2007 di SMP Islam Al-Azhar 14 Semarang.
Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 4 Semarang diselesaikan pada
tahun 2010. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 dan diterima pada
jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif diberbagai kegiatan
kemahasiswaan. Pada tahun 2010 penulis aktif di Organisasi Mahasiswa
Daerah Patra Atlas Semarang sebagai Bendahara II. Pada tahun 2011 penulis
menjadi Sekretaris di Koperasi Mahasiswa bidang Kewirausahaan. Pada tahun
2012 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER)
sebagai Sekretaris II dan menjadi Sekretaris I pada tahun 2013. Saat menjadi
mahasiswa, penulis pernah mendapatkan penghargaan juara III LKTI tingkat
Nasional dan penulis pernah lolos PKM-M yang didanai DIKTI 2011 dengan
judul “Pembinaan Warga Panti Asuhan Tarbiyatul Yatama Desa Cibadak
sebagai Penyedia Tanaman Obat Pegagan (Centella asiatica) di Kota Bogor”
serta PKM-P yang didanai DIKTI 2012 dengan judul “Pembuatan Sabun Sapi
Perah dengan Pemanfaatan Tallow sebagai Upaya Meminimalkan Jumlah
Bakteri dalam Susu Cair”. Penulis juga sebagai penerima beasiswa PPA pada
tahun 2012 – 2014.