komplikasi persalinan kala ii

58
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bidan tidak dapat mengelak dari kemungkinan berhadapan dengan komplikasi dan penyimpangan dari normal yang memerlukan tindakan segera. Bidan harus menetahui cara menangani komplikasi obstetrik berikut ini dan penyimpangan dari normal sampai dapat diatasi atau sampai dokter mengambil alih : 1. Keadaan normal dan abnormal partograf 2. Distosia bahu 3. Presentasi letak muka 4. Letak sungsang 5. Kehamilan ganda (gemeli) Bidan mungkin dihadapkan dengan keadaan darurat disetiap area pelayanan. Secara teoritis dan idealnya, semua kmplikasi dan penyimpangan dari normal ini seharusnya telah didiagnosis atau diantisipasi sebelum pelahiran atau sebelum kejadian itu benar – benar terjadi. Namun situsional menyatakan bahwa hal itu tidak selalu terjadi. Jarang sekali bidan dihadapka dengan komplikasi dan penyimpangan itu karena kegagalan mendiagnosisdengan tepat atau mengantisipasi masalah. (Varney, Helen, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4 volume 2. Jakarta : Buku Kedokteran ECG) 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah keadaan normal dan abormal dari partograf? 1

Upload: anindhita-putri-dwi-octavia

Post on 30-Oct-2014

168 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kebidanan

TRANSCRIPT

Page 1: komplikasi persalinan kala II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap bidan tidak dapat mengelak dari kemungkinan berhadapan dengan komplikasi dan

penyimpangan dari normal yang memerlukan tindakan segera. Bidan harus menetahui cara

menangani komplikasi obstetrik berikut ini dan penyimpangan dari normal sampai dapat diatasi

atau sampai dokter mengambil alih :

1. Keadaan normal dan abnormal partograf

2. Distosia bahu

3. Presentasi letak muka

4. Letak sungsang

5. Kehamilan ganda (gemeli)

Bidan mungkin dihadapkan dengan keadaan darurat disetiap area pelayanan. Secara teoritis dan

idealnya, semua kmplikasi dan penyimpangan dari normal ini seharusnya telah didiagnosis atau

diantisipasi sebelum pelahiran atau sebelum kejadian itu benar – benar terjadi. Namun situsional

menyatakan bahwa hal itu tidak selalu terjadi. Jarang sekali bidan dihadapka dengan komplikasi

dan penyimpangan itu karena kegagalan mendiagnosisdengan tepat atau mengantisipasi

masalah. (Varney, Helen, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4 volume 2. Jakarta : Buku

Kedokteran ECG)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah keadaan normal dan abormal dari partograf?

1.2.2 Bagaimanakah bahu macet?

1.2.3 Bagaimanakah letak muka?

1.2.4 Bagaimanakah letak sungsang?

1.2.5 Bagaimanakah gamelli?

1

Page 2: komplikasi persalinan kala II

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa mengetahui tentang pengertian dari komplikasi dan penyulit persalinan

kala II.

1.3.2 Tujuan Khusus

Agar mahasiswa mengetahui macam – macam dari komplikasi dan penyulit persalinan

kala II.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Masyarakat

Agar mahasiswa mengetahui tentang koomplikasi dan penyulit persalinan kala II.

1.4.2 Bagi institusi

Menambah kepustakaan pada perpus Akbid Wijaya Kusuma Malang.

1.4.3 Bagi penulis

Menambah pengetahuan penulis mengenai komplikasi dan penyulit persalinan kala II.

1.4.4 Bagi pembaca

Menambah pengetahuan mengenai komplikasi dan penyulit persalinan kala II.

BAB II

2

Page 3: komplikasi persalinan kala II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan normal dan keabnormalan dari partograf

Untuk menurunkan angka kematian ibu dari 450 per 100.000 kelahiran hidup, maka

kita harus mengembangkan suatu sstem atau metoda yang tepat. Sistem ini diharapkan dapat

memantau keadaan ibu maupun janin yang dikandungnya selama dalam persalinan. Dengan

memantau keadaan ibu dan janin tersebut dari waktu ke waktu, maka kita daat melahirkan

secara normal, atau harus segera dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih lengkap, serta

kapan persalinannya harus diakhiri. Jadi dengan metoda yang baik dapat diketahui lebih

awal adanya persalinan yang abnormal dan dapat dicegah terjadinya persalinan lama.

Pengembangan metoda baru ini, diharapkan dapat menurunkan resiko erdarahan postpartum

dan sepsis, mecagah persalinan macet, pecah rahim, dan infeksi bayi baru lahir.

Dengan dasar inilah WHO menciptakan sistem “PARTOGRAF” yang telah

digunakan oleh banyak negara karena harganya tidak mahal, dan dapat dipakai pada tingkat

pelayanan yang lebih rendah. Dapat dipakai di puskesmas, ataupun oleh petugas – petugas

seperti bidan yang bertugas di daerah. Dengan adanya pertograf ini, maka kalau diperlukan

dapat dengan tepat merujuk pasien ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi. (Mochtar,

Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)

Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinn dan

informasi untuk membuat keputusan klik. Tujuan untama dari penggunaan partograf adalah

untuk:

Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks

melalui pemeriksaan dalam.

Mendeteksi apakah proses persalna berjalan secara normal. Dengan emikan juga dapat

mendeteksi secara dini keungkinan terjadinya partus lama.

Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik

kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan

laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan

dimana semua itu di catatkan secra rinci pada status atau rekam medik bu bersaln dan

bayi baru lahir.

3

Page 4: komplikasi persalinan kala II

Partograf harus digunakan:

Untuk semua bu dalam fase aktif kala satu persalinan merupakan elemen penting dari

asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik normal

maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan dalam memantau,

mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun

yang tidak disertai dengan penyulit.

Selama persalinan dan kelahiran bayi disemua tempat (rumah, puskesmas, klinik, bidan

swasta, rumah sakit dll)

Secara rutin dapat memastikan semua penolong persalinan yang memberikan asuhan

persalinan keada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter

Umum, Residen dan Mahasiswa kodekteran)

Penggunaan partograf dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang

aman, adekuat, dan tepat waktu serta membantu mecegah terjadinya penyulit yang dapat

mengancam keselamatan jiwa mereka.(Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan

Reproduksi. 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia )

Hal – hal yang diamati pada pencatatan kemajuan persalinan atau partograf adalah:

A. Kemajuan Persalinan

o Pembukaan serviks

o Penurunan bagian terdepan, dalam hal ini kepala

o His (kontraksi uterus)

B. Keadaan Janin

o Denyut Jantung Janin

o Warnah dan jumlah air ketuban

o Moulage kepala janin

C. Keadaan Ibu

o Nadi, tekanan darah dan suhu

o Urin : volume, kadar protein dan aseton

o Obat- obatan , dan cairan yang diberikan

o Pemberian oksitosin

Di jelaskan lebih rinci sebagai berikut:4

Page 5: komplikasi persalinan kala II

A. Kemajuan Persalinan

o Pembukaan Serviks

1. Pada grafik partograf kemajuan persalinan pada garis horizontal atau sumbu Y

dibagi menjadi 24 kotak. Setiap kotak mewakili 1 jam jadi semuanya untuk 24

jam; 8 jam untuk fase laten. Pada garis vertikal atau sumbu X, tercatat 1 – 10

cm pembukaan (dilatasi) serviks, dan 0 – 5 cm untuk penurunan kepala; untuk

tiap 1 kotak mewakili pembukaan 1 cm.

2. Fase laten (kurun lambat pembukaan) berlangsung dari pembukaan 0 sampai 3

cm disertai penipisan bertahap dari serviks (effacement), sedangkan fase aktif

(kurun cepat pembukaan) dari pembukaan 3 sampai 10 cm (pembukaan

lengkap)

3. Besarnya pembukaan dalam cm dicatat kedalam partograf dengan tanda silang

“X”

4. Pemeriksaan dalam dilakukan setiap 4 jam kecuali bila ada indikasi.

5. Ada fase aktif kecepatan pembukaan sekurang – kurangnya 1 cm/jam

6. Pada persalina yang berlangsung normal pebukaan idak boleh berada i sebalah

kanan garis waspada

7. Bila pada pemeriksaan dalam di dapati pembukaan serviks berada pada fase

aktif (≥ 3cm), besarnya pembukaan langsung dicatat pada garis waspada

8. Ketika persalinan beralih dari fase laten ke fase aktif, catatan pembukaan

langsung dipindahkan dari daerah fase laten ke garis waspada, perama garis

lurus dari pembukaan masuk (fase laten), kemudian ke besarnya pembukaan

pada pemeriksaan 4 jam berikutnya (fase aktif), kemudian dipindahkan ke garis

waspada melalui garis garis yang terputus – putus (garis pindah). Garis putus –

putus bukan merupakan bagian proses persalinan.

9. Kotak mendatar (4 jam) disebelah kanan dari garis waspada pada partograf

terdapat “Garis Tindakan”. Bila grafik pembukaan melewati garis tindakan,

maka ibu harus diperiksa dengan cerma apa yang menyebabkan terhambatnya

persalinan itu dan merencanakan tindakan yang tepat untuk mengatasinya.

o Penurunan Kepala

5

Page 6: komplikasi persalinan kala II

Untuk menilai kemajuan ersalinan kita menilai penurunan kepala terhadap

rongga panggul sebagai jalan lahi, biasanya pada persalinan yang normal

pembukaan serviks akan diikuti dengan pnurunan keoala.

Untuk mempermudah penilaian terhadapturunnya kepala maka valuasi

penilaian dilakukan setiap 4 jam melalui pemeriksaan luar dengan meode perlimaan

diatas simphisis, yaitu dengan memakai 5 jari, sebelum dilakuka pemeriksaan

dalam. Bila kepada masih berada diatas PAP maka masih dapat diraba dengan 5 jari

(rapat) dicatat dengan 5/5, pada angka 5 digaris vertikal sumbu X pada partograf

yang ditandai dengan “O”.

Selanjutnya pada kepala yang sudah turun maka akan teraba sebagian kepala

di atas simphisi (PAP)oleh beberapa jari 4/5, 3/5, 2/5, yang pada partograf turunnya

kepala ditandai dengan “O” dan dihubungkan dengan garis lurus.

o His

1. Pada persalinan yang berlangsung normal maka his akan terasa makin lama

makin kuat, dan frekuensinya bertambah. Pengamatan his dilakukan tiap 1 jam

dalam fase laten dan tiap ½ jam pada fase aktif.

2. Frekuensi his diamati dalam 10 menit lama his dihitung dalam detik dengan

cara mempalpasi perut. Pada partograf jumlah his digambarkan dengan kotak

kotak yang terdiri dari 5 ktak sesuai dengan julah his dalam 10 menit

3. Lama his (duration) digambarkan pada partograf berupa arsiran di dalam

kotak:

(titik - titik) 20 menit

(garis - garis) 20 – 40 detik

(kotak dihitamkan) 40 detik

B. Keadaan Janin

o Denyut Jantung Janin

1. Denyut jantung janin dapat diperiksa setiap setengah jam. Saat yang tepat

untuk menilai denyut jantung segera setelah his terlalu kuat berlalu selama ± 1

menit, dan ibu dalam posisi miring.

2. Yang diamati adalah frekuensi dalam satu menit dan keterauran denyut jantung

janin. Pada parograf denyut jantung janin di catat dibagian atas, ada penebalan

garis pada angka 12 dan 160 yang menandakan bats normal denyut jantung

janin

6

Page 7: komplikasi persalinan kala II

3. Kalau diamatiada denyut jantung janin abnormal, dengarkanlah 15 menit,

selama 1 menit segera setelah his hilang

4. Bila dalam 3 kali pengamatan tetap abnormal maka harus diambil tindakan

yang dapat berupa:

Rehidrasi

Pemberian oksigen

Tidur mengarah ke kiri

Pengamatan yang tepat untuk menyingkirkan tali pusat menumbung lilitan

tali pusat. (Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta :

Buku Kedokteran ECG)

o Warna dan selaput ketuban

Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nila warna

air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak yang

sesuai dibawah lajur DJJ. Gunakan lambang – lambang berikut ini :

U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)

J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih

M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium

D :selapu ketuban sudah pecah dan air ketuban bercambur darah

K : selaput ketban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi

(“kering”)

Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan gawat janin. Jika

terdapat mekonium, pantau DJJ dengan seksama untuk mengenali tanda - tanda

gawat janin selama proses persalinan. Jika tidak ada tanda - tanda gawat janin

(denyut jantung janin < 100 atau > 180 kali permenit) maka ibu harus segera

dirujuk

Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memilik

kemampuan penatalaksanaan gawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.

o Moulage kepala janin

Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi daat

menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar

derajat penyusupan atau tumpang tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan

resiko disproporsi kepala – panggul (CPD). Keidakmampuan untuk berakomodasi

atau disproporsi ditunjukkan melalui derajat penyusupa atau tumpang tindih

7

Page 8: komplikasi persalinan kala II

(molase) yang berat sehingga tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk

dipisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi kepala – panggul maka penting untuk

tetap memantau kondisi janin serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan

pertologan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan proporsi kepala –

panggul (CPD) ke fasilitas kesehatan rujukan.

Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala

janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban.

Gunakan lambang – lambang berikut ini:

0 :tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di palpasi

1 :tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 :tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat

dipisahkan

3 :tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

(Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan Reproduksi. 2008. Asuhan

Persalinan Normal. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia)

C. Keadaan Ibu

o Nadi, tekanan darah dan suhu

1. Nadi : setiap 1 jam di catat dalam kolom nadi

2. Tensi : setiap 4 jam dicatat dalam kolom tekanan darah

3. Suhu : setiap 4 jam dicatat dalam kolom suhu.

o Pemeriksaan urin

1. Volume : jumlah urin

2. Protein; Ewit

3. Aseton

o Obat – obatan dan cairan yang dibrikan selama proses persalinan

o Pemberian oksitosin; tercatat pada kolom khusus dalam partograf dibagian bawah.()

Jika ditemui gejala dan tanda peyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi harus lebih sering

dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila pada diagnosis disebutkan adanya penyulit

dalam persalinan. (Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku

Kedokteran ECG)

PETUNJUK PENGISIAN PARTOGRAF

8

Page 9: komplikasi persalinan kala II

Untuk kepentingan pencatatan dalam sistem partograf mengenai kemajuan persalinan,

keadaan janin, dan keadaan ibu, yang perlu diperhatikan adalah:

1) Pencatatan ke dalam partograf dimulai sewaktu ibu dalam keadaan inpartu ( masuk ke

dalam proses persalinan).

2) Fase laten di mulai dari pembukaan <3cm dengan disertai pendataran serviks secara

berangsur – angsur dan lamanya tidak lebih dari 8 jam.

3) Fase aktif mulai dari pembukaan 3 cm sampai dengan pembukaan 10 cm (pembukaan

lengkap) dengan kecepatan raa – rata 1 cm/jam.

4) Garis waspada garis lurus mulai dari pembukaan 3 cm sampai 10 cm

5) Garis tindakan / action line yang digambarkan 4 jam dari garis waspada dan sejajar

dengan garis waspada tersebut.

6) Kemajuan persalinan dikatakan normal (tidak memerluan tindakan) bla pembukaan

serviks selalu berada pada atau di sebelah kiri garis waspada.

7) Bila pasien masuk dalam fase aktif langsung, maka pembukaan langsung dicatat pda

garis waspada.

8) Bila ersalinan maju dari fase laten ke fase aktif, maka pembukaan dipindahkan atau di

transfer (berua garis terputus – putus yang melengkung) dari fase laten ke garis

waspada.

9) Pengisian partograf dimulai saat inpartu

I. Fase laten < 3 cm

His (+) : frekuensi 2 kali dalam 10 menit lamanya < 20 detik

II. Fase aktif < 3cm

His (+) : frekuensi minimal 1 kali dalam 10 meit, lamanya 20 detik

III. Induksi persalinan

Saat pemecahan ketuban + oksitosin.

Bila induksi hanya dengan oksitsin, maka artograf dimulai saat inpartu,

ketuban pecah.

IV. Ketuban pecah dini (KPD)

Oksitosin dimulai

Timbul tanda inpartu

PENANGANAN

9

Page 10: komplikasi persalinan kala II

Penanganan pada fase laten dan fase aktif normal

1. Jangan lakukan augmentasi (akselerasi) dan terapi suportif, kecuali bila ada indikasi

2. Pada fase laten, jangan lakukan amniotomi, tetapi pada fase aktif, lakukan setia

saat.

Penanganan persalinan antara garis waspada dan garis bertindak

1. Kemajuan persalinan bergeser ke kanan dari garis waspada

Kalau tidak ada fasilitas yang memadai untuk menangani penyulit kebidanan, maka

ibu harus segera dirujuk ke rumah sakit, kecuali kalau ibu hampir melahirkan

bayinya.

2. Jangan lakukan augmentasi dan terapi suportif kecuali ada indikasi

3. Amniotomi dilakuka pada saat pemeriksaan dalam

Penanganan persalinan pada garis atau di luar garis tindakan

1. Keputusan harus segera diambil untuk mengakhiri persalinan.

2. Evaluasi keadaan janin: denyut janung janin, keadaan air ketuban dan moulage

kepala

3. Evaluasi keadaan ibu : nadi, tekanan darah, suhu, serta kandungan volume, protein,

dan aseton dalam urin.

4. Berikan terapi suporti, berupa infus cairan, dan kosongkan kandung kemih.

Kehamilan diakhiri dengan operasi Caesarea pada keadaan gawat janin, DKP, atau

ada kontraindikasi dengan oksitosin.

5. Berikan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.

6. Penatalaksanaan konservatif hanya berupa terapi suportif

7. Selanjutnya observasilah kemajuan persalinan melalui pembukaan serviks 3 jam

kemudian, lalu 2 jam terakhir (± 7 jam). Bila tidak terdapat kemajuan dari salah

satu dari ke 3 pemeriksaan diatas persalinan harus segera diakhiri (biasanya dengan

operasi Caesarea).

8. Bila dilakukan augmentasi persalinan, maka ketuban dipecahkan sebelum infus

oksitosin dimulai.

Penanganan persalinan pada perpanjangan fase laten (> 8 jam)

1. Evaluasi keadaan medis secara utuh.

2. Bila belum dalam proses persalinan, maka partograf dibatalkan.

3. Terminasi persalinan dengan seksio Caesarea dilakukan pada gawat janin atau

DKP.

10

Page 11: komplikasi persalinan kala II

4. Aminiotomi + ksitosin

5. Lakukan penilaia:

Periksa dalam tiap 4 jam sampai 12 jam

Kalau dalam 8 jam belum masuk fase aktif lakukan seksio Caesarea

Bila fase aktif tercapai selama dalam 8 jam tetapi kecepatan pembukaan kurang

dari 1 cm, maka terminasi persalinan dengan seksio Caesarea. (Mochtar,

Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)

TEMUAN – TEMUAN NORMAL DAN ABNORMAL DARI PARTOGRAF

Denyut Jantung Janin

Normal                 : 120 – 160 x/menit

Abnormal  : < 120 x /menit atau > 160 x /menit

                               (curigai adanya gawat janin)

Penanganan :

1. Bila sedang dalam infus oksitosi, segera hentikan.

2. Ibu berbaring miring ke kiri.

3. Cari penyebab DJJ yang abnormal, misalnya ibu demam/efek obat tertentu. Bila

penyebab diketahui, atasi permasalahannya.

4. Lakukan PD untuk mengetahui hal-hal berikut :

Kemajuan persalinan

Adakah kompresi tali pusat

Air ketuban sedikt

5. Bila terdapat oligohidramnion akibat ketuban pecah maka kompresi tali pusat diatasi

dengan amnio infuse

6. Bila DJJ tetap abnormal, segera akhiri persalinan dengan cara yang sesuai syarat

tindakan SC

7. Pada kala II sebanyak 30-40% dapat terjadi bradikardi akibat kompresi, bila persalinan

lancar tidak perlu tindakan.       

Air Ketuban

Normal :

U  : selaput utuh

J  : selaput pecah, air ketuban jernih

Abnormal :

M  : Air ketuban bercampur mekonium

11

Page 12: komplikasi persalinan kala II

D  : Air ketuban bercampur darah

K  : Tidak ada cairan ketuban/kering

Penanganan :

1. Jangan biarkan bayi kedinginan, bersihkan mulut dan jalan nafas.

2. Lakukan resusitasi (respirasi artifisialis) dengan alat yang dimasukkan ke dalam mulut

untuk mengalirkan O2 dengan tekanan 12 mmHg. Dapat juga dilakukan mounth to

mounth respiration, heart massae (masase jantung) atau menekan dan melepaskan dada

bayi. Pemberian O2 harus hati-hati, terutama pada bayi premature bisa menyebabkan

lenticlar fibrosis oleh pemberian O2 dalam konsentrasi lebih dari 35% dan lebih dari 24

jam sehingga bayi menjadi tua.

3. Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari post partum, jadi kepala

dapat di rendahkan  supaya lendir yang menyumbat pernafasan dapat keluar.

4. Pemberian coramine, lobelin, sekarang tidak dilakukan lagi.

5. Kalau ada dugaan perdarahan otak diberikan injeksi vitamin K 1-2 mg

6. Berikan tranfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa.

Perubahan Bentuk Kepala

Normal :

0  : Sutura terpisah

1  : Pertemuan 2 tulang tengkorak yang tepat/bersesuaian

2  : Sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki.

Abnormal :

3  : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki. Evaluasi kemajuan persalinan dan

posisi/presentasi. Presentasi selain oksiput anterior dengan flexi sempurna digolongkan

dalam malpersentasi.

Penurunan Kepala

Normal :

Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul dengan adanya kontraksi kepala semakin turun

hingga dasar panggul

Abnormal :

Bagian terbesar kepala tidak masuk panggul.

Dengan adanya kontraksi kepala tidak mengalami penurunan, kepala mengalami

kemajuan yang kurang baik, pada persalinan dapat menyebabkan persalinan lama.

Penanganan :

12

Page 13: komplikasi persalinan kala II

Perubahan bentuk kepala dengan molase tingkat 3 dan kepala tidak turun walaupun ada his

Pembukaan Mulut Rahim/Servik

Normal :

Kecepatan pembukaan servik paling sedikit 1 cm/jam selama persalinan

Fase aktif berlangsung disebelah kiri garis waspada.

Servik dipenuhi oleh bagian terbawah dari janin

Abnormal:

Kecepatan pembukaan servik lebih lambat

Fase aktif berlangsung disebelah garis waspada

  Penanganan :

Fase aktif > 8 jam :

a. Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan servik serta tak didapatkan tanda

gawat janin, kaji ulang diagnosisnya. Kemungkinan ibu belum dalam keadaan inpartu.

b. Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan servik, lakukan drip

oxsitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dextrose/NaCl mulai dengan 8 tetes/menit, setiap

30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (max. 40 tetes/menit) atau diberikan

preparat prostaglandin. Lakukan penilaianulang setiap 4 jam. Bila ibu tidak masuk fase

aktif setelah dilakukan oxsitosin lakukan SC.

W a k t u

Normal :

Fase aktif tidak boleh > 8 jam

Persalinan tidak berangsung > 12 jam tanpa kelahiran bayi

Abnormal :

Fase aktif > 8 jam

Persalinan telah berlangsung > 12 jam tanpa kelahiran bayi

Penanganan :

Persalinan yang telah berlangsung > 12 jam :

a. Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah O2 ke

plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan. Mengedan dan

menahan nafas yang terlalu lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJ. Bradikardi yang

lama mungkin terjadi akibat lilitan tali pusat, dalam hal ini lakukan tindakan extraksi

vacuum / forceps bila syarat terpenuhi.

13

Page 14: komplikasi persalinan kala II

b. Bila mal persentasi dan tanda obstruksi bisa di singkirkan berikan oxsitosin drip. Bila

pemberian oxitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam lahirkan dengan bantuan

vacum / forceps bila persyaratan dipenuhi lahirkan dengan SC bila persyaratan vacuum

dan forceps tidak dipenuhi.

Kontraksi

Normal :

Kontraksi teratur yang progresif dan peningkatan frekuensi dan durasi.

Abnormal :

Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten

Penanganan :

1. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia Uteri)

2. Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disproporsi/obstruksi bias disingkirkan,

penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi uters yang tidak adekuat.

Lakukan induksi dengan oxsitosin 5 IU dalam 500 cc Dextrose (NaCl) /

prostaglandin.

Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal setiap jam :

3. Bila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan SC.

4. Bila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.

Tekanan Darah

Normal :

Sistolik : 110-140 mmHg

Diastolik : 60-80 mmHg

Abnormal :

Sistolik : < 110 atau >140 mmHg

Diastolik          : < 60 atau >90 mmHg

Urin

Normal : 300 -350 mmHg, tidak ada proteinuri dan aseton

Abnormal : Terdapat aseton dan proteinuri

Penanganan :

Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik

diantara 90-110 mmHg.

Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge/>)

Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload

14

Page 15: komplikasi persalinan kala II

Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteiniru.

N a d i 

Normal : 50 x / menit – 100 x / menit

Abnormal : Denyut nadi ibu meningkat, mungkin dalam keadaan dehidrasi.

 Penanganan : Beri minum yang cukup, evaluasi kondisi patologis lain.

S u h u 

Normal : 36 – 37,5 oC

Abnormal :

37,5 oC (infeksi)

< 36 oC    (dehidrasi)

Penanganan : Lakukan penanganan infeksi. (biechan.wordpress.com/kebidanan-patologis/)

2.2 Bahu macet

2.2.1 Pengertian

Bahu macet adalah suatu keadaan diperlukan tambahan manuver obstetrik oleh

karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk

melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah keala lahir bahu

tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain

dari kesulitan tersebut. Insidensi distnsia bahu sebesar 0,2 – 0,3% dari seluruh

persalinan vaginal presentasi kepala. Apbila distonsia bahu didefinisikan sebagai

jarak waktu antara lahirnya kepala dengn lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik,

maka insidensinya menjadi 11%.

Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki

panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum

bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu posterior berada di

cekungan tulang sakrum atau disekitar spina iskhiadika, dan memberikan ruang yang

cukup bagi bahu anterior untuk memasuki anggul melalui belakang tulang pubis atau

berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam psisi anter –

posteriorketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior

dapattertahan promontorium dan bahu anterir tertahan tulang pubis. Dalam keadaan

demikian kepala sudah dilahirkanakan idak dapat melakukan putar paksi luar, dan

tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior dengan kepala

15

Page 16: komplikasi persalinan kala II

(disebut dengan turtle sign). (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi

keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)

Distosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan

Distosia ialah persalinan atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang

berhubungan dengan lima faktor persalinan, yaitu :

1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya

mengedan ibu (kekuatan power).

2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir / passage)

3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi

besar dan jumlah bayi (penumpang/passenger).

4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan

5. Respons psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan

pengalaman, budaya dan warisannya sistem pendukung.

(http://bahankuliahkesehatan.com/)

2.2.2 Etiologi

Faktor-faktor penyebab dari Distosia bahu bermacam-macam antara lain : kehamilan

postern, paritas wanita hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil

yang makannya banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.

Adapun penyebab lain dari Distosia bahu, yaitu :

1. Kehamilan postern

2. Wanita-wanita yang habitus indolen

3. Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu

4. Orang tua yang besar

5. Eritroblastosis

6. Diabeter Melitus (http://anaoryzasativa.kehamilan-gemeli.html.)

2.2.3 Diagnosis

Distosia bahu dapat dikenali karena adanya :

Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.

Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.

Dagu tertarik dan menekan perineum.

Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan kranial

simphsis pubis.

16

Page 17: komplikasi persalinan kala II

Begitu distosia bahu dikenali, maka prosdur tindakan untuk menlongnya harus

segera dilakukan. (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat.

Jakarta : PT Bina Pustaka)

2.2.4 Prognosis

Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada

umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena

kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat

memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga

panggul.

Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada

ansefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet

karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala

kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat

perlukaan pada nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis.

(http://anaoryzasativa.kehamilan-gemeli.html.)

2.2.5 Komplikasi

Komplikasi distonsia bahu pada janin adalah fruktur tulang (klavikula dan humerus)

cidera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen

di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan

tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat

sembuh sempurna tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan terapi dengan memadai.

Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele

dapat terjadi pada 50% kasus – kasus. Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah

perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi, ataupun atonia uteri.

2.2.6 Faktor Resiko dan Pencegahannya

Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu pda suatu

persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas,

tetapi apabila terjadi komplikasi dapta menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi

tuntutan terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas pada

bayi dan mencegah terjadinya tututan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi

faktor resiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat

terjadi pada ibu serta keluarganya.

17

Page 18: komplikasi persalinan kala II

Bayi cukup bulan pada umumnya memilki ukuran bahu yang lebih lebar dari

kepalanya, sehigga mempunyai resiko terjadi distosia bahu. Resiko akan meningkat

dengan bertabahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu denganukuran

kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar dbanding

bayi tapa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian,

kewaspadaan terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan persalinan

dan semakin penting bila terdapat faktor – faktor yang meningkatkan resiko

makrosomia. Adanya DOPE (diabetes obesity, prolonged prenagnancy, excessive

fetal size or maternal weight gain) akan meningkatkan resiko kejadian. Keadaan

intrapartum yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia bahu

adalah kala I lama, partus macet, kala I lama, stimulasi oksitosin, dan persalinan

vaginal degan tindakan. Meskipun demikian, peru disadari bahwa bahwa sebagian

besar kasus distosia bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya

pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakuka

dengan cara:

Tawarkan untuk dilakukan bedah sesr pada persalinan vagnal beresiko tinggi:

janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes,

janin besar (> 4kg) dengan riwayat distosi bahu pada persalinan sebelumnya,

kala II yang memanjang dengan janin besar.

Identifikasi dan obati diabetes ada ibu.

Selalu siap bila sewaktu – waktu terjadi

Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis

atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cidera pada janin

Perhatkan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia bahu diketahui.

Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalian,

resutisasi bayi dan tindakan anastesia (bila perlu).

2.2.7 Penanganan

Diperlukan seorang asisten untuk membantu, bersegeralah minta bantuan. Jangan

melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior sudah

masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas panggul akan

semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk mengendorkan

ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut, dapat

dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut. Dorongan

18

Page 19: komplikasi persalinan kala II

pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan bahu untuk

dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya asisten dan

pemahaman yag baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan

persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir

akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju 0,004 unit/menit. Dengan

demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersdia waktu antara

4 - 5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum terjadi cedera

hipoksik pada otak.

Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut.

Diagnosis

Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan

Manuver McRobert

(posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Manuver Rubin

(posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau manuver Wood

Langkah pertama : Manuver McRobert

Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu

ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sekedar mungkin

kedada dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotmi yang

cukup lebar. Gabungan episiotomi dan posisi McRobert akan mempermudah bahu

posterior melewati promontorium dan masuk kedalam panggul. Mintalah asisten

menekan suprasimfisis kearah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk

menekan bahu anterioragar mau masuk dibawah simfisis. Sementara itu lakukan

tarikan pada kepala janin kearah posterokaudal dengan mantap.

Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan

karena akan mencederai pleksus brakhialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah

selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Manuver ini

19

Page 20: komplikasi persalinan kala II

cukup sederhana, aman, dan dapa mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat

ringan sampai sedang.

Langkah kedua : Manuver Rubin

Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada

diameter oblik atau tranversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu

diubah menjadi posisi oblik atau tranversa untuk memudahkan melahirkannya. Tidak

boleh melakukan putaran pada kepla atau leher bayi untuk mengubah posisibahu.

Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan

suprapubik kearah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga

pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi

McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah ketiak

bayi sehingga bahu berpuar menjadi posisi oblik atau transversa. Lebih

mnguntungkan bila pemutaran itu kearah yang membuat punggug bayi mengahada

ke arah anterior (manuver Rubin anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang

diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu

anteroposterior atau punggung bayi menghadap kearah posterior. Ketika dilakukan

penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih

abduksi, sehingga diameternya mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis

kearah posterior, lakukan tarikan kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk

melahirkan bahu anterior.

Langkah ketiga : Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak atau manuver

Wood

Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu

posisi punggung bayi. Masukkan tangan enolong yang berseberangan dengan

punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan

kiri) ke arah vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi

siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan

bawah buatlah gerakan mengusap dada bayi. Langkah ni akan membuat bahu

posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah

simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan

kepala kearah posterokaudah dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.

Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka

bisa meningkat diameter segital pintu atas panggul sebesar 1 – 2 cm dan pengaruh

20

Page 21: komplikasi persalinan kala II

gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi

terlentang atau liototomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas morbilitasnya. Pasien

menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini

bahu posterior dilahirkan terleih dahulu dengan melakukan tarikan kepala.

Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar

seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah

melahirkannya. Manuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua jari dari tangan

yang berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan,

punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu posterior.

Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu

anterior dan posisinya berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior

memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi

seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.

Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya

adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pascatindakan serta

perawatan pasca tindakan. Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan

dilembar catatan medik dan memberikan konseling pascatindakan. (Parwirohardjo,

Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)

2.3 Letak muka

2.3.1 Pengertian

Adalah letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak

paling rendah ialah muka. Letak ini merupakan letak defleksi yang paling maksimal,

jadi oksiput dan punggung berhubungan rapat. Muka terlihat ke bawah, jadi seperti

orang menjolok mangga Hal ini jarang terjadi, kira – kira 0,27 sampai 0,5%. Posisi

ditentukan oleh dagu (mento), jadi ada posisi:

Left Mento Anterior (LMA) = Dagu kiri depan

Right Mento Anterior (RMA) = Dagu kanan depan

Left Mento Posterior (LMP) = Dagu kiri belakang

Right Mento Posterior (RMP) = Dagu kanan belakang

21

Page 22: komplikasi persalinan kala II

2.3.2 Etiologi

Karena adanya sebab yang menghalangi terjadinya fleksi kepala dan sebab

yang menyebabkan defleksi kepala.

a) Primer

Ansefalus

Hidrosefalus

Kongiinetal anomali

Conginetal shortening of the cervical muscle

Struma

Hidroma koli (kista leher)

Lilitan tali pusat pada leher beberapa kali

b) Sekunder

Panggul sempit

Tangan menumbung di samping kepala

Anak sangat besar

Plasenta previa atau plasenta letak rendah

Grande multipara

Pergerakan anak bebas misalnya pada hidromnion dan perut gantung

Posisi uterus miring

2.3.3 Patologi Persalinan

Dagu akan berutar kedepan (mento anterior 80 – 90%) atau ke belakang

(mento osterior, jarang).

Bila mento posterior menetap (posisi mento posterior persistens), maka

kepala tak mungkin lahir karena defleksi kepala sudah maksimal, sehingga bisa

timbul komplikasi persalinan.

2.3.4 Mekanisme persalinan

1. Mula – mula terjadi penempatan dahi, kemudian defleksi bertambah

2. Garis muka dan letak muka

3. Mulut tampak lebih dahulu di vulva, dengan leher atas sebagai hipomoklion

kemudian terjadi gerakan fleksi, maka lahirlah berturut – turut hidung, mata,

dahi, UUB, dan UUK.

4. Lingkaran kepala pada letak muka ialah : planum trache perietale = 36 cm

22

Page 23: komplikasi persalinan kala II

5. Persalinan akan berlangsung lebih lama, tetapi 80% akan terjadi persalinan

spontan.

2.3.5 Diagnosis

1) Palpasi

Teraba kepala sangat menengadah, cekung punggung kepala sangat nudik (sudu

fabre), dan belakang kepala menonjol.

2) Auskultasi

DJJ jelas terdengar pada toraks janin.

3) Pemeriksaan dalam

Teraba dagu yang runcing, mulut, hidung, dan lekuk mata.

4) Foto Rontgen

Tampak kepala sangat menengadah.

2.3.6 Terapi Aktif

Pada pembukaan lengkap, lakukan versi dan ekstrasi atau ekstrasi vakum/

forsep.

Bila pembukaan masih kecil, lakukan seksio saserea.

Pada primigravida, lakukan seksio sesara.

2.3.7 Pimpinan Persalinan

1. Observasi harus teliti, biasanya 80 – 90% dapat lahir biasa.

2. Pada penempatan dahi, anjurkan ibu tidur miring kesamping kesebelah dagu.

3. Usaha untuk merubah letak:

Reposisi mento anterior menjadi posterior

Cara SCHATZ

Cara ZANGEMEISTER - THORN

4. Bila ada indikasi untuk menyelesaikan partus segera, pada anak hidup lakukan

ekstrasi vakum atau forsep; pada anak mati lakukan embriotomi; dan pada mento

posterior lakukan seksio sesarea

2.3.8 Prognosis

a) Bagi ibu

Partus akan lebih lama, mudah terkena infeksi intrapartum atau infeksi nifas

Luka jalan lahir

Mortalitas 3%

b) Bagi anak

23

Page 24: komplikasi persalinan kala II

Kaput di daerah muka, kepala seperti mulut babi (dolichocephal)

Pedarahan dalam oak

Mortalitas kira – kira 15% (Mochtar, Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri

jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)

2.3.9 Penanganan

Posisi dagu di anterior adalah syarat yang harus dipenuhi apabila janin

presentasi muka hendak dilahirkan vaginal. Apabila tidak ada gawat janin da

persalinan berlangsung dengan kecepatan normal, maka cukup dilakukan observasi

terlebih dahulu hingga terjadi pembukaan lengkap. Apabila setelah pembukaan

lengkap dagu berada di anterior, maka persalinan vaginal dilanjutkan seperti

persalinan dengan presentasi belakang kepala. Bedah sesar dilakukan apabila setelah

pembukaan lengkap posisi dagu masih posterior, didapatkan tanda – tanda

disporporsi, atau atas indikasi obstetri lainnya.

Stimulasi oksitosin hanya diperkenankan pada posisi dagu anterior dan tidak

ada tanda – tanda disproporsi melakukan perubahan posisi dagu secara manual ke

arah anterior atau megubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala

sebaiknya tidak dilakukan karena lebih banyak menimbulkan bahaya. Melahirkan

bayi presentas muka menggunakan ekstrasi vakum tidak diperkenankan. Pada janin

yang meninggal kegagalan melahirkan vaginal secara sponta dapat diatasi dengan

kraniotonomi atau bedah sesar. (Parwirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan

edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka)

2.4 Letak sungsang

2.4.1 Pengertian

Janin yang letaknnya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di

fundus dan bokong bawah.

2.4.2 Klasifikasi

1) Letak bokong (Frank Breech)

Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas. (75%)

2) Letak sungsang sempurna (Complete Breech)

Letak bokong dimana kedua kaki ada disamping bokong (letak bokong kaki

sempurna (lipat kejang))

3) Letak sungsang tidak sempurna (Incomplete Breech)

24

Page 25: komplikasi persalinan kala II

Adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki

atau lutut, terdiri dari:

Kedua kaki = letak kaki sempurna (24%)

Satu kaki = letak kaki tidak sempurna

Kedua lutut = letak lutut sempurna (1%)

Satu lutut = letak lutut tidak sempurna

Klasifikasi bokong ditentukan oleh sakrum, ada 4 posisi:

1) Left sacrum anterior (sakrum kiri depan)

2) Right sacrum anterior (sakrum kanan depan)

3) Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang)

4) Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang)

2.4.3 Frekuensi

Dua setengah sampai tiga persen dimana 75% adalah complete breech presentation

dan 25% adalah incomplete breech presentation. Di RS Pringadi, Medan 4,4% dan

RS Hasan Sadikin Bandung 4,6%.

2.4.4 Etiologi

1) Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya pada

panggul sempit, hidrosefalus, ansefali, plasenta previa, tumor – tumor pelvis,

dan lain – lain.

2) Janin mudah bergerak, seperti pada hidramnion, multipara, janin kecil

(prematur).

3) Gemeli (kehamilan ganda)

4) Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus, bikornis, mioma uteri.

5) Janin sudah lama mati.

6) Sebab yang tidak diketahui.

2.4.5 Diagnosis

1) Palpasi

Kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong, dan puggung di kiri atau kanan.

2) Auskultasi

DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.

djj X djj X

25

Page 26: komplikasi persalinan kala II

3) Pemeriksaan dalam

Dapat diraba s sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang – kadang kaki (pada letak

kaki)

Bedakan antara :

Lubang kecil

Tulang (-) anus

Isap (-)

Mekoneum (+)

Tumit

Sudut 90 kaki

Rata jari – jari

Patella lutut

Poplitea

Menghisap

Rahang mulut

Lidah

Jari panjang

Tidak rata tangan siku

Patella (-)

4) Pemeriksaan foto rontgen: bayangan kepala di fundus

2.4.6 Mekanisme persalinan

Mekanisme persalinan hampir saja dengan letak kepala, hanya disini yang

memasuki p.a.p adalah bokong. Persalinan berlangsung agak lama, karena bokong

dibandingkan dengan kepala lebih lembek, jadi kurang kuat menekan, sehingga

pembukaan agak lama.

Bokong masuk p.a.p dengan garis pangkal paha melintang atau miring.

Dengan turunnya bokong, terjadi putar sehingga di dasar paggul garis paha letaknya

menjadi muka belakang. Dengan tronchanter depan sebagai hipomoklion (dibawah

26

Page 27: komplikasi persalinan kala II

simfisis), terjadi latero – fleksi tubuh janin (punggung), sehingga tronchanter

belakang melewati perineum. Setelah bokong lahir diikuti kedua kaki,

kemudianterjadi sedikit rotasi untuk memungkinkan bahu masuk p.a.p dalam posisi

melintang atau miring. Lalu bahu depan dibaah simfisis dan bahu belakang lahir.

Kemudian kepala dilahirkan.

2.4.7 Prognosis

Bagi ibu

Kemungkinan robekan pada perinuem lebih besar, juga karena dilakukan

tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama jadi mudah

terkena infeksi.

Bagi anak

Prognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran darah plasenta

setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara kepala

dan panggul, anak bisa menderita afiksia.

2.4.8 Penanganan

Sikap sewaku hamil

Karena kita tahu bahwa prognosa bagi anak tidak begitu baik, maka usahakan

merubah letak janin dengan VERSI LUAR. Tujuannya adalah unuk merubah

letak menjadi letak kepala.

Hal ini dilakukan pada primi dengan kehamilan 34 minggu, multi dengan usia

kehamilan 36 minggu, dan tidak ada paggul sempit, gemelli, atau plasenta

previa.

Syarat

Pembukaan kurang dari 5cm

Ketuban masih ada

Bokong belum turun atau masuk p.a.p

Teknik

1. Lebih dahulu bokong lepaskan dari p.a.p dan ibu berada dalam posisi

Trendelenburg

2. Tangan kiri letakkan di kepala dan tangan kanan pada bokong

3. Putar ke arah muka / perut janin

4. Lalu tukar tangan kiri diletakkan di bokong dan tangan kanan di kepala

5. Setelah berhasil pasang gurita dan observasi tensi, DJJ, seta keluhan.

27

Page 28: komplikasi persalinan kala II

Pimpinan persalinan

1. Cara berbaring

Litotomi sewaktu inpartu

Trendelenburg

2. Melahirkan bokong

Mengawasi sampai lahir spontan

Mengait dengan jari

Mengait dengan pengait bokong

Mengait dengan tali sebesar kelingking

3. Ekstraksi kaki

Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dapat dilahirkan

dengan cara vaginal atau abdominal (seksi sesarea)

2.4.9 Cara melahirkan pervaginam

Terdiri dari partus spontan (pada letak sungsang janin dapat lahir secara

spontan seluruhnya) dan manual aid (manual hife).

Waktu memimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2

fase:

Fase I : fase menunggu

Sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan observasi. Bila

tangan tidak menjungkit ke atas (nuchee arm), persalinan akan mudah.

Sebaliknya jangan dilakukan ekspresi Kristeller, karena hal ini akan

memudahkan terjadinya nuchee arm.

Fase II : fase untuk bertindak cepat

Bila badan janin sudah lahir sampa pusat, tali pusat akan tertekan antara

kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8 menit. Untuk

mempercepat lahirnya janin dapat dilakukan manuali aid.

1. Cara melahirkan bahu dan lengan

a. Cara Klasik

Pegang bokong dengan menggunakan ibu jari berdampingan pada os

sakrum dan jari lain di lipat paha. Kemudian janin di tarik ke arah bawah,

sehingga skapula berada dibawah simphisis. Lalu lahirkan bahu dan lengan

belakang, kemudian lengan depan.

28

Page 29: komplikasi persalinan kala II

b. Cara Lovset

Setelah sumbu bahu janin berada dalam ukuran muka belakang,

tubuhnya i tarik ke bawah lalu dilahirkan bahu serta lengan belakang.

Setelah itu janin diputar 90º sehingga bahu depan mejadi bahu belakang,

lalu dikeluarkan separti biasa.

c. Cara Mueller

Tarik janin vertikal ke bawah lalu dilahirkan bahu dan legan depan.

Cara melahirkan bahu – lengan depan bisa spontan atau dikait dengan satu

jari menyau muka. Lahirkan bahu belakang dengan menarik kaki ke atas

lalu bahu – lengan belakang dikait menyapu kepala.

d. Cara Bracht

Bokong ditangkap, tangan diletakkan pada paha dan sakrum,

kemudian janin ditarik ke atas. Biasanya hal ini dilakukan pada janin kecil

dan multipara.

e. Cara Potter

Dikeluarkan dulu lengan dan baju depan dengan menarik janin ke

bawah dan menekan dengan 2 jari pada skapula. Badan janin diangkat ke

atas untuk melahirkan lengan dan bahu belakang dengan menekan skapula

belakang.

2. Melahirkan kepala

a. Mauriceau (veit smellie)

Masukkan jari – jari dalam mulut (mua mengarah ke kiri = jari kiri,

mengarah kekanan = jari kanan). Letakkan anak menunggang pada lengan

sementara tangan lain memegang pada tengkuk, lalu tarik kebawah sampai

rambut dan kepala dilahirkan. Kegunaan jari dalam mulut, hanya untuk

menambah fleksi kepala.

b. De snoo

Tangan kiri menadah perut dan dada serta 2 jari diletakkan di leher

(menunggang kuda). Tangan kanan menolng menekan di atas simphisis.

Perbedaannya degan mauriceau ialah disini tangan tidak masuk dalam

vagina.

29

Page 30: komplikasi persalinan kala II

c. Wigand Martin – Winckel

Satu tangan (kiri) dalam jalan lahir dengan telunjuk dalam mulut janin

sedang jari tengah dan ibu jari pada rahang bawah. Tangan lain menekan

diatas simphisis atau fundus.

d. Naujoks

Satu tangan memegang leher janin dari depan, tangan lain memegang

leher pada behu, tarik janin ke bawah dengan bantuan dorongan dari atas

simphisis.

e. Cara prague terbalik

Dilakukan pada ubun – ubun kecil terletak sebelah belakan. Satu

tangan memegang bahu janin dari belakang, tangan lain memegang kaki lalu

menarik janin ke arah perut ibu dengan kuat.

3. Ekstraksi

Terdiri atas ekstraksi pada kaki dan eksraksi pada bokong. Karena ekstraksi

pada bokong sedikit sukar, kita sedapat mungkin berusaha untuk melakukan

ekstraksi pada kaki, sebab mudah dikerjakan.

4. Perasat Profilaksis Pinard

Maksudnya adalah melakukan ekstraksi pada kaki sebelum ada indikasi,

hanya untuk berjaga – jaga. Caranya dengan menekan paha anak terhada

perutnya, dengan sendirinya kaki akan jatuh dan dapat dikeluarkan. Kaki yang

keluar dapat menambah pembukaan. Bila akan dilakukan tindakan

setelahnya,akan mudah menarik kaki.

Ada yang setuju dengan perasat ini, tetapi ada pula yang tidak membenarkan.

Alasan yang kontra adalah bila kaki dikeluarkan maka mudah mendapat

ransangan dan akan menjadi mudah afiksia (ransangan bernafas).

Dalam mengahadapi persalinan letak sungsang yang terpenting adalah

menentukan apakah anak akan lahir pervaginam atau harus dilahirkan sengan

seksio sesarea. Dilihat dari sudut anak, maka SC adalah cara yang terbaik, oleh

karena persalinan pervaginam bagi anak membawa angka kematian yang tinggi.

Meskipun anak hidup, sering terjadi gangguan pada otak dengan akibat yang

tidak kita inginkan. Pada letak sungsang dapat dilakukan seksio sesarea bila ada

perkiraan panggul sempit dan bila persalinan tidak lancar.

30

Page 31: komplikasi persalinan kala II

5. Cara Resposisi Tangan Menjungkit (Nuchae Arms)

a) Satu tangan menjungkit

Janin diputar 90º kearah mana tangan menunjuk, sehingga tangan akan

terlepas menyapu kepala.

b) Kedua tangan menjungkit

Untuk tangan pertama seprti diatas dan untuk tangan kedua diputar

berlawanan arah 180º.

6. Kepala sulit lahir (After Coming Head)

a. Bila janin masih hidup lahirkan kepala dengan ekstraksi forcep

(cunam piper).

b. Bila janin sudah meninggal dilakukan embriotomi (kraniotomi). (Mochtar,

Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran

ECG)

2.5 Gemelli

2.5.1 Pengertian

Kehamilan ganda atau hamil kehamilan dengan dua janin atau lebih. Sejak

ditemukannya obat – obat dan cara induksi ovulasi maka dari laporan – laporan dari

seluruh pelosok dunia, frekuensi kehamilan kembar condong meningkat.

2.5.2 Etiologi

1) Faktor – faktor yang mempengaruhi adalah : bangsa, umur, dan paritas, sering

mempengaruhi kehamilan kembar dua telur.

2) Faktor obat – obat induksi ovulasi : profertil, clomid, dan hormon gonadotropin

daat menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari dua.

3) Faktor keturunan.

4) Faktor yang lain yang belum diketahui.

2.5.3 Frekuensi

Menurut hukum Hellin, frekuensi antara kehamilan ganda dan tunggal adalah:

Gemeli (2) 1:89

Triplet (3) 1:89²

Quadruplet (4) 1:89³

Quintuplet (5) 1:89

sextuplet (6) 1:89

31

Page 32: komplikasi persalinan kala II

Menurut penelitian greulich (1930), pada 121 juta persalinan didapat angka

kejadian kehamilan ganda, yaitu gemeli 1:85; triplet 1:7.629; quadruplet 1:670.743

dan quintuplet 1: 41.600.000.

Faktor bangsa mempegaruhi kehamilan ganda; di Amerika Serikat lebig banyak

dijumpai pada wanita kulit hitam dibanding kulit putih. Angka tertinggi kehamilan

ganda dijumpai di Finlandia dan terendah d Jepang.

Faktor umur; makin tua, makin tinggi angka kehamilan kembar dan menurun

lagi setelah umur 40 tahun.

Paritas; pada primipara 9,8 per 1000 dan pada multipara (oktipara) naik jadi 18,9

per 1000 persalinan.

Keturunan; keluarga tertetu akan cenderung melahirkan anak kembar yang

biasanya diturunkan secara paternal, namun dapat pula secara maternal.

2.5.4 Jenis gemeli

a) Gemeli dizigotik (= kembar 2 telur, heterolog, biovuler, dan fraternal), kedua

telur biasanya berasal dari:

1 ovarium dan dari 2 folikel de Graff;

1 ovarium dan dari 1 folikel de Graff;

1 dari ovarium kanan dan satu lagi dari ovarium kiri.

b) Gemeli monozigotik (= kembar 1 telur, homolog, univuler, identik), dapat terjadi

karena:

Satu telur dengan 2 inti, hambatan pada tingkat blastula;

Hambatan pada tingkat segmentasi;

Hambatan setelah amnion dibentuk, tetapi sebelum primitive streak.

Perbedaan ciri sifat, dan lain – lainnya antara kembar monozigotik dan dizigotik

(satu telur dan 2 telur) :

Perbedaan Kembar monozigot Kembar dizigot

Plasenta 1 (70%) 2 (±100%)

2 (30%)

Korion 1 (70%) 2 (±100%)

2 (30%)

Amnion 1 (70%) 2 (±100%)

2 (30%)

Tali pusat 2 2

32

Page 33: komplikasi persalinan kala II

Sirkulasi darah Janin berskutu terpisah

Sekat kedua kantong 2 lapis 4 lapis

Janis kelamin Sama Sama atau tidak

Rupa dan sifat Sama Agak berlainan

Mata, telinga, gigi, kulit Sama Berbeda

Ukuran antropologik Sama Berbeda

Sidik jari sama Berbeda

Cara pegangan

Bisa sama

Bisa satu kidal yang

lain kanan

Sama, bisa keduanya

kanan

Kira – kira seertiga kembar adalah monozigotik dan dua pertiga lainnya adalah

dizigotik.

c) Conjoined twins, superfekundasi, dan superfestasi

Conjoined twins atau kembar siam adalah kembar dimana janin melekat satu

dengan yang lainnya. Misalnya torakofagus (dada dengan dada), abdominofagus

(perlekatan kedua abdomen), kranoifagus (kedua kepala), dan sebagainya.

Banyak kembar siam telah dapat dipisahkan secara operatif dengan berhasil.

Superfukondasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi yang

sama pada dua kali koitus yang dilakukan pada jarak waktu yang pendek. Hal ini

dilaporkan oleh Archer (1910) seorang wanita kulit putih melakukan koitus

berturut – turut dengan seorang kulit putih dan kemudian dengan pria kulit hitam

melahirkan bayi kembar : satu putih dan satu bayi kulit hitam (mulatto).

Superfensi adalah kehamilan kedua yang terjadi beberapa minggu lalu atau

bulan lalu setelah kehamilan pertama. Belum pernah dibuktikan pada manusia,

namun ditemukan pada kuda.

2.5.5 Pertumbuhan janin kembar

1) Berat badan satu janin kehamilan kembar rata – rata 1000 gr lebih ringan dari

janin tunggal.

2) Berat badan baru lahir biasanya pada kembar dua dibawah 2500gr, triplet

dibawah 2000gr, quadriplet dibawah 1500gr dan quintuplet dibawah 1000gr.

33

Page 34: komplikasi persalinan kala II

3) Berat badan masing – masing janin dari kehamilan kembar tidak sama,

umumnya berselisih antara 50 sampai 1000gr, da karena pembagiansirkulasi

darah tiak sama, maka yang satu lebih kurang tumbuh dari yang lainnya.

4) Pada kehamilan monozigotik:

Pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan janin yang lain,

karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari

perdarahan.

Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi

monsrum, seperti akardiakus, dan kelainan lainnya.

Dapat terjadi sindroma transfusi fetal; pada janin yang mendapat darah lebih

banyak terjadi hidroamnion, polisitemia, edema, dan pertumbuhan yang

baik. Sedangkan janinkedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi, olighidrami

dan mikrokardia, karena kurang mendapat darah.

5) Pada kehamilan kembar dizigotik:

Dapat terjadi satu janin meninggal dan satu tubuh sampai cukup bulan.

Janin yang mai bisa diresorbsi (kalau pada kehamilan muda), atau pada

kehamilan yang agak tua, janin jadi ipih yang disebut fetus papyrasseus atau

kompresus.

2.5.6 Letak pada presentasi janin

Pada hamil kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan posisi kedua janin. Begitu

pula letak janin kedua dapat berubah stelah janin pertama lahir, misalnya dari letak

lintang berubah jadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai kombinasi letak,

presentasi dan posisi bisa terjadi, yang paling sering dijumpai adalah:

Kedua janin dalam letak membujur, resentasi kepala (44 – 47%)

Letak membujur, presentasi kepala bokong (37 – 38%)

Kedua presentasi bokong (8 – 10%)

Letak lintang dan presentasi kepala (5 – 5,3%)

Letak lintang dan presentasi bokong (1,5 – 2%)

Dua – duanya letak lintang (0,2 – 0,6%)

Letak dan presentasi “69” adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi

kunci megunci (interlocking).

34

Page 35: komplikasi persalinan kala II

2.5.7 Diagnosis kehamilan kembar

1) Anamesis

Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tuanya kehamilan

Gerakan janin lebih banyak diasakan ibu hamil

Uterus trasa lebih cepat membesar

Pernah hamil kembar atau ada riwayat keturunan kembar.

2) Inspeksi dan palpasi

Pada pemeriksaan pertama dan ulangan ada kesan lebih besar dan lebih

cepat tumbuhnya dari biasa.

Gerakan – gerakan janin tersa lebih sering

Bagina – bagian kecil teraba lebih banyak.

Teraba ada 3 bagian besar janin

Teraba ada 2 balotemen

3) Auskultasi

Terdengar ada 2 denyut jantung janin pada dua temat yang agak berjauhan

dengan perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut permenit atau bila dihitung

bersamaan terdapat slisih 10.

4) Rontgen foto abdomen

Tampak gambaran 2 janin

5) Ultrasonografi

Bila tampak 2 janin atau dua jantung yang berdenyut yang telah dapat ditentukan

pada triwulan I.

6) Elektrokardiogram total

Terdapat gambaran dua EKG yang berbeda dari dua janin.

7) Reaksi kehamilan

Karena pada hamil kembar umumnya plasenta besar atau ada 2 plasenta, maka

produksi HCG akan tinggi, jadi titrasi reaksi kehamilan bisa positif, kadang –

kadang sampai 1/200. Hal ini dapat sikacaukan dengan mola hidatidosa.

Kadangkala diagnosa baru diketahui setelah bayi pertama lahir, uterus masih

besar dan ternyata ada satu janin lagi dalam rahim. Kehamilan kembar sering

terjadi bersamaan dengan hidramnion dan toksema gravidarum.

35

Page 36: komplikasi persalinan kala II

2.5.8 Pengaruh terhadap ibu dan janin

a. Terhadap ibu

Kebutuhan akan zat – zat bertambah, sehingga dapat menyebabkan anemia

dan defisiensi zat zat lainnya.

Kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar

Frekuensi pre- eklampsi dan eklampsi lebih sering

Karena uterus yang besar, ibu mengeluh sesak nafas, sering miksi, serta

terdapat edema dan varises pada tungkai dan vulva

Dapat terjadi inersia uteri, perdarahan postpartum, dan solusio plasenta

sesudah anak pertama lahir.

b. Terhadap janin

Usia kehamila tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin pada

kehamilan kembar : 25% pada gemeli; 50% pada triplet; dan 75% pada

quadruplet, yang akan lahir 4 minggu sebelum cukup bulan. Jadi

kemungkinan terjadinya bayi prematur akan tinggi.

Bila sesudah bayi pertama lahir terjadi solusi plasenta, maka angka

kematian bayi kedua tinggi.

Sering terjadi kesalahan letak janin, yang juga akan mempertinggi angka

kematian janin.

2.5.9 Penanganan dalam kehamilan

1. Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar da mencegah

komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan pemeriksaan

ulangan harus lebih sering (1x seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu).

2. Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh sebaiknya dihindari,

karena akan merangsang partus prematurus.

3. Pemakaian krset gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya terasa

lebih ringan.

4. Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.

2.5.10 Penanganan dalam persalinan

1) Bila anak pertama letak membujur, kala I diawasi seperti biasa, ditolong seperti

biasa dengan episiotomi mediolateralis.

2) Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam unuk menentukan

keadaan anak kedua. Tunggu, sambil memeriksa tekanan darah dan lain – lain.

36

Page 37: komplikasi persalinan kala II

3) Biasanya dalam 10 – 15 menit his akan kuat lagi. Bila anak kedua terletak

membujur, ketuban dipecahkan pelan – pelan supaya air ketuban tidak mengalir

deras keluar. Tunggu dan pimpin persalinan anak kedua seperti biasa.

4) Waspadalah atas kemungkinan terjadinya perdarahan stpartum, maka sebaiknya

pasang infus profilaksis.

5) Bila ada kelainan letak pada anak kedua, misalnya melintang atau terjadi prolaps

tali pusat dan solusio plasenta, maka janin dilahirkan dengan cara operatif

obstetrik:

Pada letak lintang coba versi luar dulu, atau lahirkan dengan cara versi dan

ekstraksi

Pada letak kepala, persalinan dipercepat dengan ekstraksi vakum atau

forceps

Pada letak bkong atau kaki, ekstraksi bokong atau kaki

6) Indikasi seksio sesarea hanya pada:

Janin pertama letak lintang

Bila terjadi prolaps tali pusat

Plasenta previa

Terjadi interlocking pada letak janin 69, anak pertama letak sungsang dan

anak kedua letak kepala.

7) Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinyaperdarahan postpartum :

berikan suntikan sintio – metrin yaitu 10 satuan sintosinon tambah 0,2mg

methergin intravena.

2.5.11 Prognosis

Prognosis untuk ibu lebih jelej bila dibandingkan pada kehamilan tunggal,

karena seringnya terjadi toksemia gravidaru, hidroamnion, anemia, pertolongan

obstetri operatif, dan perdarahan postpartum.

Angka kematian perinatal tinggi terutama karena prematur, prolaps tali pusat,

solusio plasenta dan tindakan obstetrik karena kelainan letak janin. (Mochtar,

Rustam, 1998.Sinopsis Ilmu Obstetri jilid 1.Jakarta : Buku Kedokteran ECG)

37

Page 38: komplikasi persalinan kala II

2.5.12 Bagan tata laksana kehamilan ganda (gemelli)

Kehamilan ganda

\

(Manuaba, Ida Gede Bagus, 2001. Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin Obstetri

Ginekologi & KB. Jakarta : Buku Kedokteran ECG)

38

Diagnosis hamil ganda1. Anamesa

Cepat besar Banyak bergerak Gangguan bertambah

2. Palpasi Tiga bagian besar

berdekatan 2 kepala – bokong

berdekatan hidroamnion

3. Dengan USG

Komplikasi kehamilan1. Trimester I2. Trimester ke II atau ke

III

Pertolongan persalinan hamil ganda

Persalinan pervaginam1. Inersia uteri2. Prokong labor

Induksi persalinan hanya memecahkan ketuban

saja

Primer seksio sesarea1. Anak pertama

lintang sungsang2. Fetal distress3. PROM – EROM4. Berdasarkan

indikasi dalam perjalanan persalinan

Komplikasi pasca partus Atonia uteri / HPP Retensio plasenta Perlu tindakan lanjut

Page 39: komplikasi persalinan kala II

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bidan harus mengetahui cara menangani komplikasi obstetrik berikut ini dan penyimpangan

dari normal sampai dapat diatasi atau sampai dokter mengambil alih :

1. Keadaan normal dan abnormal partograf

2. Distosia bahu

3. Presentasi letak muka

4. Letak sungsang

5. Kehamilan ganda (gemeli)

3.2 Saran

Sebagai tenaga kesehatan terutama sesuai dengan profesi kita, kita harus benar-benar

mengetahui tentang komplikasi dan penyulit persalinan kala II.

Dari makalah ini kami menyadari banyak kesalahan dan kekurangan sehingga kami

mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah kami selanjutnya agar dapat

digunakan bahan ajar untuk perkuliahan khususnya mahasiswi Akademi Kebidanan Wijaya

kusumaMalang.

39