kompartmen sudah diedit

Upload: anggia-prathama

Post on 21-Jul-2015

187 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SINDROMA KOMPARTEMEN

1.

DEFINISI Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi di mana terjadi peningkatan tekanan di dalam kompartemen osteofascial yang tertutup sehingga vaskularisasi menuju otot dan juga pembuluh saraf di dalamnya menjadi terganggu yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Sindroma kompartemen dibagi menjadi sindroma kompartemen akut dan cedera berat seperti fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan kronik. Sindroma kompartemen akut termasuk dalam kedaruratan medik dan biasanya disebabkan karena pada arteri dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik biasanya disebabkan oleh aktivitas yang berulang-ulang, disebut juga Chronic Exertional Compartment Syndrome (CECS) misalnya pada pelari jarak jauh, pemain sepakbola, dan pemain basket.

2.

EPIDEMIOLOGI

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh McQueen, ditemukan insidens terjadinya sindroma kompartemen akut setiap tahun sekitar 7,3 per 100.000 untuk pria dan 0,7 per 100.000 untuk wanita.

Di Amerika, prevalensi sesungguhnya dari sindroma kompartemen belum diketahui. Namun sebuah penelitian menunjukkan angka kejadian Chronic Exertional Compartment Syndrome (CECS) sebesar 14% pada individu yang mengeluh nyeri tungkai bawah. Lakilaki dan perempuan presentasinya adalah sama dan biasanya bilateral meskipun dapat juga unilateral. Chronic Exertional Compartment Syndrome (CECS) biasanya terjadi pada atlet yang sehat dan lebih muda dari 40 tahun.

3. ETIOLOGI Terdapat berbagai penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu timbulnya sindroma kompartemen, yaitu antara lain : 1. Penurunan ukuran kompartemen Kondisi ini dapat disebabkan oleh :

Penutupan defek fascia Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas Balutan yang terlalu ketat Berbaring di atas lengan Pemasangan gips yang terlalu kencang

2. Peningkatan isi kompartemen

Kondisi ini dapat disebabkan oleh : Pendarahan atau trauma vaskuler Luka bakar Gigitan ular Penggunaan otot yang berlebihan Obstruksi vena

Dari penelitian (McQueen) ditemukan penyebab yang paling sering menyebabkan sindroma kompartemen akut adalah fraktur. Dalam hal ini, fraktur yang paling sering terjadi yaitu fraktur diafisis os. tibia dan fraktur os. radius distal.

4.

PATOFISIOLOGI

Setiap ruang anatomi tertutup memiliki volume dan tekanan yang terbatas. Ketika ada penambahan isi kompartemen atau penurunan ukuran kompartemen maka tekanan

intrakompartemen akan meningkat kemudian meningkatkan tekanan jaringan dan menurunkan tekanan intravaskular. Perfusi jaringan dihitung dengan mengurangkan tekanan cairan interstisial (Interstitial Fluid Pressure) dari tekanan perfusi kapiler (Capillary Perfusion Pressure). Tekanan intrakompartemen yang meningkat akan menyebabkan tekanan vena meningkat dan kapiler kolaps. Hal ini akan mengakibatkan dilepaskannya histamin, zat yang akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan meningkatkan endapan di kapiler. Spasme arteriol juga diperparah oleh jalur oksida nitrat. Setelah arteriol kolaps maka otot-otot akan menjadi iskemik kemudian infark. Saat otot-otot infark, protein otot berupa miofibril akan dilepas. Sifat dari protein miofibril adalah osmotik aktif menarik cairan lebih banyak ke dalam kompartemen. Hal ini akan jaringan intrakompartemen meningkat. Metabolisme sel normal dipertahankan dengan tekanan perfusi jaringan sebesar 20 mmHg ( CPP 25 mmHg IFP 5 mmHg). menyebabkan sehingga tekanan

5.

GAMBARAN KLINIK

Gejala klinis yang terjadi pada sindroma kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu : 1. Pain Nyeri hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung merupakan gejala dini yang paling penting. Hal ini dapat diuji dengan cara jari kaki atau jari tangan dihiperekstensikan secara pasif, nyeri pada betis atau lengan bawah akan meningkat. Sifat nyeri yang khas pada sindroma kompartemen adalah :

Nyeri yang timbul saat aktivitas terutama saat olahraga. Biasanya setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit.

Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit. 2. Pallor (pucat) Hal ini disebabkan karena menurunnya perfusi ke daerah tersebut. Kulit terasa dingin jika dipalpasi. Warna kulit biasanya pucat, abu-abu atau keputihan. 3. Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)4. Parestesia (rasa kesemutan) : bisa memberikan gejala rasa panas atau gatal pada

daerah lesi. 5. Paralisis Gejala lanjut akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindroma kompartemen.

6.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis sindroma kompartemen adalah dengan mengukur tekanan intrakompartemen. Pengukuran tekanan intrakompartemen diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medula spinalis atau trauma saraf perifer. Pengukuran tekanan intrakompartemen dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

Kateter Stic Kateter stic adalah alat potable yang memungkinkan untuk mengukur tekanan intrakompartemen secara terus-menerus. Pada kateter stic, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan kateter melalui celah kecil pada kulit ke dalam kompartemen otot. Sebelumnya kateter dihubungkan dengan transduser tekanan dan akhirnya tekanan intrakompartemen dapat diukur.

Gambar : Pengukuran tekanan intrakompartemen dengan metode Stic

Teknik jarum ( Whitesides ) Teknik Whitesides merupakan cara yang paling sederhana, mudah dikerjakan, aman, murah dan dapat diulang-ulang namun tidak dapat memonitor secara kontinyu. Pada metode Whitesides, tindakan yang dilakukan adalah memasukkan jarum yang telah dihubungkan dengan alat pengukur tekanan ke dalam kompartemen otot. Alat pengukur tekanan yang digunakan adalah modifikasi dari manometer merkuri yang dihubungkan dengan pipa (selang) dan stopcock tiga arah. Jika tekanan lebih dari 45 mmHg atau selisih kurang dari 30 mmHg dari diastole, maka diagnosis telah didapatkan. Pada kecurigaan sindroma kompartemen kronik, tes ini dilakukan setelah aktivitas yang menyebabkan nyeri.

7.

DIAGNOSIS

Dalam

menegakkan

diagnosis

sindroma

kompartemen,

diperlukan

anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Saat melakukan anamnesis, tidak semua gejala harus didapatkan. Saat palpasi, didapatkan ekstremitas yang tegang dan keras pada daerah yang mengalami sindroma kompartemen. Adanya denyut nadi tidak menyingkirkan diagnosis. Jika diagnosis sindroma kompartemen belum dapat ditegakkan atau jika data objektif diperlukan, maka tekanan intrakompartemen harus diukur. Cara ini paling berguna jika diagnosis belum dapat disimpulkan dari gejala klinis.

8.

DIAGNOSIS BANDING Diferensial diagnosis dari sindroma kompartemen meliputi tendinitisdan fatique fraktur. Keadaan ini dihubungkan berdasarkan nyeri pada tungkai bawah akibat latihan. Namun memberikan gejala yang sama dengan sindroma kompartemen. Gejala pada tendinitis biasanya muncul setelah latihan, nyeri sering diakibatkan oleh regangan pada tendo. Pada fatigue fraktur, daerah tulang yang diserang meluas dari satu sisi tulang ke tulang yang lain.

9.

TATALAKSANA Pengobatan pilihan untuk sindrom kompartemen akut adalah dekompresi awal. Jika tekanan jaringan tetap meningkat pada pasien dengan tanda-tanda lain atau gejala dari sindrom kompartemen, fasiotomi dekompresif yang memadai harus dilakukan sebagai tindakan darurat. Setelah fasiotomi, stabilisasi fraktur dan perbaikan pembuluh darah dapat dilakukan. Jika sindrom kompartemen berlanjut, tempatkan anggota badan yang terkena sejajar dengan tinggi jantung. Elevasi merupakan kontraindikasi karena mengurangi aliran arteri dan mempersempit tekanan gradien arteri-vena. Terapi non bedah yang dapat dilakukan yaitu pemberian cairan kristaloid dan produk darah untuk mengoreksi hipoperfusi dan pemberian manitol dan vasodilator. Pada pasien dengan fraktur tibia dan sindrom kompartemen dicurigai, lakukan imobilisasi pada tungkai kaki bawah dengan meletakkan plantar dalam keadaan fleksi.

Hal ini dapat menurunkan tekanan kompartemen posterior yang mendalam dan tidak meningkatkan tekanan kompartemen anterior. (Pasca operasi, pergelangan kaki diletakkan dalam posisi 90 untuk mencegah deformitas equinus) Semua perban dan gips harus dilepas. Melepaskan 1 sisi gips bisa mengurangi tekanan intrakompartemen sebesar 30%, melepaskan 2 sisi gips dapat menghasilkan pengurangan tekanan intrakompartemen sebesar 35% , .

Ketika tekanan intrakompartemen meningkat, terutama dalam kasus sindroma kompartemen akut, evaluasi pembedahan harus cepat dilakukan, karena tekanan tinggi dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan kerusakan permanen. Terapi bedah definitif pada kasus sindroma kompartemen akut adalah fasiotomi. Secara umum pada saat ini, banyak ahli bedah menggunakan tekanan kompartemen 30 mmHg sebagai indikasi untuk melakukan fasiotomi. Mubarak dan Hargens merekomendasikan dilakukannya fasiotomi dilakukan pada pasien berikut: Pasien yang normotensif dengan temuan klinis yang positif, yang memiliki tekanan

intrakompartemen yang lebih besar dari 30 mmHg, dan durasi tekanan yang meningkat tidak diketahui atau dianggap lebih dari 8 jam. Pasien yang tidak kooperatif atau tidak sadar, dengan tekanan intrakompartemen lebih

dari 30 mmHg. Pasien dengan hipotensif dan tekanan intrakompartemen yang lebih besar dari 20

mmHg.

Toleransi jaringan untuk iskemia berkepanjangan bervariasi tergantung pada jenis jaringan yang terlibat. Gangguan fungsional akan terjadi pada otot setelah 2-4 jam iskemia dan kehilangan fungsional ireversibel setelah 4-12 jam. Jaringan saraf menunjukkan fungsi abnormal setelah 30 menit iskemia, dengan gangguan fungsional ireversibel setelah 12-24 jam.

10.

PROGNOSIS Jika diagnosis sindroma kompartemen telah dibuat dan tindakan operasi dilakukan dengan segera maka prognosis dari pemulihan otot dan saraf di dalam kompartemen adalah baik. Bagaimanapun, prognosis secara umum ditentukan dari cedera yang menyebabkan sindroma tersebut. Jika diagnosis terlambat dilakukan maka dapat terjadi kerusakan saraf permanen dan hilangnya fungsi otot. Hal ini biasa terjadi pada pasien yang tidak sadar atau ditidurkan secara mendalam dengan obat dan tidak dapat mengeluh. Kerusakan saraf permanen dapt terjadi setelah 12-24 jam kompresi.

11.

KOMPLIKASI Kegagalan untuk mengurangi tekanan dapat berakibat nekrosis pada jaringan di dalam kompartemen, karena perfusi kapiler akan menurun dan menyebabkan hipoksia jaringan. Jika tidak ditangani, sindroma kompartemen akut dapat mengarah pada keadaan yang lebih buruk termasuk rhabdomyolisis dan kegagalan ginjal. Selain itu, kematian sel-sel otot dapat menyebabkan terjadinya Volkmannsischemic contracture. Volkmannsischemic contracture adalah kontraktur yang disebabkan karena sel-sel otot yang mati digantikan oleh sel-sel fibrous yang padat sehingga memendek.