kolelitiasis

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau dalam duktus koledukus, atau pada kedua-duanya 1 . Penyakit batu empedu merupakan maslaah kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu masih terbatas. 2 Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik, maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat berbentuk primer didalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimptomatik. 2 Insiden kolelitiasis atau penyakit batu empedu ini sering ditemukan pada wanita 20% dan pada pria 8% (pada pemeriksaan autopsi di Amerika). 1

Upload: triana-linda-larasati

Post on 18-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau dalam duktus koledukus, atau pada kedua-duanya1. Penyakit batu empedu merupakan maslaah kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu masih terbatas.2Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik, maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu2.Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu.Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu. Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.

TRANSCRIPT

Page 1: Kolelitiasis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan

dalam kandung empedu atau dalam duktus koledukus, atau pada kedua-duanya1. Penyakit

batu empedu merupakan maslaah kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan di

Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu masih

terbatas.2

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Walaupun

demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik, maka

risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.

Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat berbentuk primer didalam saluran

empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu empedu umumnya

ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus

sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu

saluran empedu sekunder. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi

komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimptomatik.2

Insiden kolelitiasis atau penyakit batu empedu ini sering ditemukan pada wanita 20%

dan pada pria 8% (pada pemeriksaan autopsi di Amerika).

1

Page 2: Kolelitiasis

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H

Umur : 48 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Raden Mattaher No.24 RT.03 Ma. Bulian

No RM : 770439

Tanggal Masuk : 22 Juli 2014

Tanggal pemeriksaan : 23 Juli 2014

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Os rujukan RSUD Abdul Majid Batoe Muara Bulian dengan keluhan sakit perut ± 6 hari yang tidak hilang.

2. Riwayat perjalanan penyakit sekarang

Sejak ± 1 hari SMRS os merasakan sakit perut yang hebat di daerah ulu hatinya dan

perut kanan atas. Sebelumnya os menjalani puasa. Sakit perut mulai dirasakan setelah os

berbuka dengan es dogan. Sakit perut yang dirasakan os tidak menjalar ke bahu, ke

punggung, ataupun ke pinggang, tidak juga menjalar ke perut bagian lainnya.

Empat hari selama os dirawat di RSUD Abdul Majid Batoe Muara Bulian, os masih

mengeluhkan sakit perutnya, disertai pusing dan mual, muntah tidak ada, nafsu makan

menurun. Os juga merasakan badannya panas, yang muncul pada waktu kapan saja, disertai

menggigil, keringat dingin setelahnya disangkal. Sakit saat BAK disangkal, susah BAB dan

tidak bisa kentut.

2

Page 3: Kolelitiasis

Hari berikutnya (hari ke-5 dirawat di RSUD Abdul Majid Batoe) os masih

mengeluhkan sakit perut nya yang tidak hilang, demam, pusing, dan BAB mulai bisa sedikit

keluar, lembek, warna putih pucat seperti dempul, tidak disertai darah dan lendir. Os juga

mengeluhkan badan dan matanya tampak kuning. Riwayat sakit kuning sebelumnya

disangkal, riwayat bengkak pada perut, tangan, dan kaki disangkal, riwayat meminum obat-

obatan penghilang rasa nyeri dan jamu disangkal, riwayat kontak dengan penderita penyakit

kuning disangkal.

Os akhirnya minta dirujuk ke jambi dikarenakan keluhan yang os alami tidak kunjung

hilang. Os datang ke RSUD Raden Mattaher via IGD dengan keluhan yang sama seperti

seblumnya. Satu hari saat os dirawat di bangsal penyakit dalam os mengelukan sakit perutnya

sudah mulai berkurang, kuning seluruh tubuh, dan gatal-gatal pada tangan kanannya, demam

tidak ada.

3. Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat minum obat-obatan dan jamu disangkal.

Riwayat alergi obat disangkal.

Os menyangkal adanya riwayat penyakit hipertensi, penyakit kencing manis,

penyakit ginjal, dan penyakit hati

Riwayat malaria ada 3 tahun yang lalu.

4. Riwayat penyakit dalam keluarga

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal.

Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal.

Riwayat malaria dan demam berdarah disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Komposmentis, GCS 15 (E4M5V6)

Tanda-tanda vital :

o TD : 110/70 mmHg

o N : 84 x/menit

3

Page 4: Kolelitiasis

o RR : 20 x/menit

o T : 37.1ºC

Kulit : Warna sawo matang, Hiperpigmentasi (-), pertumbuhan

rambut (+), sianosis (-), ikhterus (+), edem (-)

Cara berbaring : Nyaman dengan terlentang.

Cara Berbicara : Normal

Kepala :

o Bentuk : Normochepal, deformitas (-).

o Rambut : Rambut tampak sehat, dengan warna hitam dan tidak mudah

dicabut.

o Mata : Pupil Isokor (ki : ka ± 2 mm), konjungtiva anemis (-/-),

Sklera Ikterik (+/+), reflek cahaya dan kornea : +/+,

o Mulut : sianosis (-), selaput lender (-), gusi berdarah(-), lidah kotor

(-), lidah tremor (-)

o THT : Dalam batas normal

Leher : JVP : 5 - 2 cm H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-),

kelenjar tiroid : dbn, kaku kuduk (-)

Thorak : Bentuk dada normal, simetris

o Paru :

Inspeksi :

Bentuk normal, simetris kanan dan kiri, pengembangan dada kanan dan

kiri sama, torakoabdominal

Palpasi :

Nyeri pada perabaan (-), gerakan dinding toraks pada saat inspirasi dan

ekspirasi (+), vokal fremitus (+) normal kanan dan kiri sama.

Perkusi :

Sonor, batas paru hati ICS VI linea midclavikularis dekstra,

Auskultasi :

Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

o Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

4

Page 5: Kolelitiasis

Palpasi : Perabaan pulsasi iktus cordis teraba di ICS V 2 jari ke medial midklavikula sinistra

Perkusi : batas-batas jantung

Batas atas jantung ICS II linea parasternal sinistra

Batas jantung kanan linea parasternal dekstra

Batas jantung kiri ICS V sekitar 1 jari kearah medial

Pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra

Auskultasi :

Bunyi jantung pokok: bunyi jantung 1 dan 2 reguler.

Bunyi jantung tambahan: murmur (-), gallop (-)

Bising jantung: (-)

o Abdomen

Inspeksi: Dinding perut datar, sikatrik (-), striae (-) spider nevi (-),

Palpasi : Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium, hipokondria dextra,

dan lumbal dextra, nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak ada pembesaran,

nyeri tekan suprapubik (-), Murphy’s Sign (+), undulasi(-)

Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-).

Auskultasi : Bising usus (+) normal

o Punggung

Inspeksi: simetris, sikatrik (-), striae (-) spider nevi (-)

Palpasi : vocal fremitus (+) simetris kiri dan kanan

Perkusi : sonor, nyeri ketok sudut costovertebral (-)

Auskultasi : vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)

o Genitalia dan anus : Tidak diperiksa

o Ektremitas :

Superior : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), anemis (-)

Inferior: : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), anemis (-)

CRT : < 2 detik

IV. Pemeriksaan Penunjang

5

Page 6: Kolelitiasis

1. Hematologi rutin

WBC : 7,4 L 103 /mm3 (3.5-10.0)

RBC : 4,71 L 106/mm3 (3.8-5.8)

HGB : 13,2 L g/dl (11,0-16,5)

HCT : 41,0 L% (35,0-50,0)

PLT : 101 L 103/ mm3 (100-390)

PCT : 0,69 % (0,100-0,500)

MCV : 87 µm3 (80-92)

MCH : 28,0 pg (26,5-33,5)

MCHC : 32,2 g/dl (31,5-35,0)

RDW : 14,0 % (10.0-15.0)

MPV : 6,8 µm3 (6,5-11,0)

PDW : 9,1 % (10,0-18,0)

2. Faal Hati

SGOT : 70 U/L (<40)

SGPT : 215 U/L (<41)

3. Faal Ginjal

Ureum : 38,6 mg/dl (15-39)

Kreatinin : 0,8 mg/dl (L: 0,9-1,3. P: 0,6-1,1)

4. Profil LipidKolesterol Total : 215 mg/dl (<200)Trigliserida : 145 mg/dl (<150)

5. Glukosa sewaktu

GDS : 101 mg/dL

6. Diagnosis Kerja

Ikteus Obstruksi ec Susp. Kolelitiasis

7. Diagnosis Banding

6

Page 7: Kolelitiasis

Obstruksi Penyakit Gejala

Intrahepatik

Sirosis Ikterik, varises, spider nevi, asites, nafsu makan ↓,

riwayat penyakit kuning sebelumnya (+), hepatomegali

Hepatitis Ikterik, BAK teh pekat, HbsAg ↑, faal hati ↑, riwayat

kontak (+), hepatomegali

Obat-obatan Riwayat pemakaian obat-obatan

Ekstrahepatik

Intraduktal

Kolelitiasis

Nyeri perut bagian kanan atas/epigastrium kadang dapat

menjalar sampai ke bahu dan punggung, mual, nyeri

setelah makan yang berlemak (+), demam, menggigil

(+), BAB berwarna dempul, murphy’s sign (+)

Striktur bilier Kencing pekat, BAB dempul, hepatomegali, berat badan

↓, ikterus

Primary sclerosing

colangitis

Kelelahan, ikterik, nyeri perut, demam,diare, rasa gatal,

autoimun, riwayat kolitis ulserativa (+)

Parasit (Plasmodium) Demam, leukositosis, DDR (+)

Ekstraduktal

Neoplasma

Tumor (+), teraba massa pada daerah abdomen,

Pankreatitis Nyeri perut menjalar sampai kepunggung, demam,

kembung, mual, muntah (+)

Kolelitiasis dengan

distensi kandung

empedu

nyeri perut, demam, Murphy’s sign (+), mual, BAB

berwarna dempul, USG: pelebaran kandung empedu.

Gastritis Mual, muntah, nyeri ulu hati, ikterik (-)

8. Pemeriksaan Yang Dianjurkan

a. USG abdomen

b. Cek bilirubin total, bilirubin direk dan indirek

9. Tatalaksana

Bed rest total

Diet : Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein Rendah Lemak

IVFD dex 5% 20 tetes/menit

Drip ketorolac 1x10 mg

7

Page 8: Kolelitiasis

Omeprazole 1x20 mg

Sukralfat 3x 1 gr

Ciprofloxacin 2x 200 mg

10. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Follow-up

Hari/tanggal Keluhan Keterangan

Kamis

24-7-2013

S= Nyeri ulu hati, mual (+)

O=

TD: 130/90 mmHg

RR: 20x/menit

T: 36,5ºC

N: 82x/menit

Sklera Ikterik +, Murhphy’s Sign (+), akral hangat

A = ikterus obstruktif e.c kolelitiasis

P=

IVFD dextrose 5% 20 tetes/menit

Suplemen hati 3x1

Injeksi Omeprazole 1x40 mg

Ciprofloksasin infus 2x200 mg

Ursodeoksikolat 2x 250 mg

Ketorolac drip 1x10 mg

Hasil Lab:

Bilirubun total : 6,5

Bilirubin direk 3,5

Bilirubin indirek 3,0

USG :

Kesan :Cholelitiasis

multipel

8

Page 9: Kolelitiasis

BAB III

9

Page 10: Kolelitiasis

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metabolisme Bilirubin3

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk

akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin

berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit

dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya

seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.

Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin,

asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.Langkah oksidase pertama adalah

biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim

yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut

dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.

Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal

bersifat tidak larut. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,

selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.

Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan

kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat

nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,

albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui

sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein

ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak

terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.

10

Page 11: Kolelitiasis

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin.

2.2 KOLELITIASIS

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung

empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu,

terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu2.

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,

pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan,

yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena

kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung

empedu4.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.Kandung empedu

adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan

empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari

batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu. 3

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran

balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa

mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat,

11

Page 12: Kolelitiasis

maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri

bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya2.

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga

menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat

disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu

sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini

menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga

cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut

misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat

menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun

demam. Namun, infeksi lebih Sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding

penyebab terbentuknya batu.2,5

2.3. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu

2.3.1. Anatomi6

Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar

10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan

kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah

advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan

kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang

di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah

bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus

sistika.

Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang

kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang

keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera

bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus

sistikus membentuk duktus koledokus.

12

Page 13: Kolelitiasis

2.3.2. Fisiologi3,5,7

Fungsi kandung empedu, yaitu:

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya

dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang

dihasilkan oleh sel hati.

b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang

larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal

dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu)

dan dibuang ke dalam empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu

disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke

duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus

dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah

mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu

kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.5

Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan

ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor,

yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.

Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung

empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu

mengalir ke duodenum.

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu

kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu,

lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot

polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120

menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan

elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam

empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di

dalam kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di

dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung

empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan

13

Page 14: Kolelitiasis

bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan

dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobinyang berasal dari

penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan

kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses

penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu

menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu

sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang

dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.Garam empedu kembali diserap ke dalam

usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal

sebagai sirkulasi enterohepatik.

Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari.

Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di

dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari

unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari

asam empedu yang disekresikan dalam feses.

2.4. Epidemiologi 4.1

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang

Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang

dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin

(20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%).

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam

pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi kamakoti Child

trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43

(0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5

mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala

asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala

2.4.2. Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus

tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.

14

Page 15: Kolelitiasis

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang

yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung

empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di Chicago,

ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis.

Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang

bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada

penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara,

frekuensi batu empedu adalah 80%.

Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi

penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak

mempunyai keluhan.

2.4.3. Faktor risiko2,7

Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:

a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan

usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan

usia yang lebih muda. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal

ini disebabkan:

1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.

2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.

3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.

Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol

oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu

empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu

pada wanita.

c. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih

tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol

dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

15

Page 16: Kolelitiasis

d. Makanan.

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk

menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol

yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap

dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat

mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan

penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini

mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.5. Gambaran Klinis2

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke dalam

duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung duktus

sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada

kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke

duodenum.4

Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya

mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier

(nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus tersumbat oleh batu,

sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan

muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris

dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang

lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa

kembung, dan lain-lain2.

2.5.1 Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu2,1

Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Terbentuknya batu empedu tidak

selalu memunculkan gejala pada penderitanya. Gejala yang dirasakan pada penderita batu

empedu tergantung dari lokasi tempat batu empedu berada. Batu empedu dapat masuk ke

dalam usus halus ataupun ke usus besar lalu terbuang melalui saluran cerna sehingga tidak

memunculkan keluhan apapun pada penderitanya. Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung

16

Page 17: Kolelitiasis

empedu, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari

atau dikurangi denganmenghindari atau mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu

kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan

pola makan, maka dianjurkan untuk pemeriksaan lanjut.

Batu empedu yang berada dalam kandung empedu bisa bertambah besar dan berisiko

menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan komplikasi (kolesistisis, hidrops, dan

empiema). Kandung empedu dapat mengalami infeksi. Akibat infeksi, kandung empedu dapat

membusuk dan infeksi membentuk nanah. Bilamana timbul gejala, biasanya karena batu

tersebut bermigrasi ke saluran empedu.

Batu empedu berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang besar. Batu kecil

berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain. Nyeri yang muncul akibat

penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi yang hampir sama dengan nyeri yang

muncul akibat penyumbatan pada bagian kandung empedu. Apabila batu empedu menyumbat

di dalam saluran empedu utama, maka akan muncul kembali sensasi nyeri yang bersifat

hilang-timbul. Lokasi nyeri yang terjadi biasanya berbeda-beda pada setiap penderita, tetapi

posisi nyeri paling banyak yang dirasakan adalah pada perut atas sebelah kanan dan dapat

menjalar ke tulang punggung atau bahu. Penderita seringkali merasakan mual dan muntah.

Peradangan pada saluran empedu atau yang disebut dengan kolangitis dapat terjadi

karena saluran empedu tersumbat oleh batu empedu. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan

penyumbatan saluran, maka akan timbul demam.

2.6. Tipe Batu Empedu

Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:

2.6.1. Batu Empedu Kolesterol2,4

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium

karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan

bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa

soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada

yang seperti buah murbei.

17

Page 18: Kolelitiasis

Gambar 2. Batu Kolesterol

Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini

akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu

tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah

pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-

sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi

pengendapan.

Gambar 3. Patogenesis batu kolesterol

18

Page 19: Kolelitiasis

2.6.2. Batu Empedu Pigmen2,4

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,

tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecilkecil, dapat berjumlah

banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti

lumpur atau tanah yang rapuh.

Gambar 4. Batu pigmen

Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar

larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.

Gambar 5. Patogenesis batu pigmen

19

Page 20: Kolelitiasis

2.6.3. Batu Empedu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas kolesterol,

pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung

kalsium sehingga bersifat radioopaque.

2.7. Patogenesis7,8

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan

kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.

Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang

disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan

kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua

sel jaringan tubuh.

Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam

empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi

kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu

berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol

monohidrat yang padat.

Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan

menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh

dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan

pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di

dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan

empedu.Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang

belum dimengerti sepenuhnya.

Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di

saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.

Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.

20

Page 21: Kolelitiasis

Gambar 6. Patofisiologi Kolelitiasis

2.8 Diagnosis kolelitiasis 1,2

1. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.

Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas

atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih

dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat

penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi

kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pasien kolelitiasis dapat ditemukan dari pemeriksaan fisiknya berupa peningkatan

suhu, adanya ikterik, dan nyeri tekan pada regio epigastrium dan perut kanan atas, serta tanda

Murphy’s sign (+).

21

Page 22: Kolelitiasis

3. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan

laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koledokus oleh

batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.

4. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi

USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan

diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di tangan

Ahli Radiologi.

5. CT Scanning.

Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalamsaluran empedu.

6. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.

2.9. Penatalaksanaan dan PencegahanKolelitiasis1,2,4

Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah selayaknya batu

itu diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan segera

dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil atau berkisar 2-3 mm, langkah

operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu dilakukan.

2.9.1 Penanggulangan non bedah

1. Disolusi Medis

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya

batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu

baik, dan duktus sistik paten.

2.     Stimulasi aliran empedu4

Fenobarbitalo Enzim glukuronil transferase

o Enzim sitokrom P450 induksi

o Enzim Na+K+ATPase 3 – 10 mg/ kgBB/ hari

Ursodeoksikolat  10 – 30 mg/ kgBB/ hro Competitive binding empedu toksik

o Bile flow inducer

o Suplemen empedu

22

Page 23: Kolelitiasis

o Hepatoprotector

Kolestiramin  0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hario Menyerap empedu toksik

o Menghilangkan gatal

Rifampisin  10 mg/ kgBB/ hro aktivitas mikrosom

o Menghambat ambilan empedu

3.     Terapi suportif

Terapi nutrisio MCT

o Vitamin ADEK

A 5.000 – 25.000 U/ hr

D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr

E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr

K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig

Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe

4.     Terapi komplikasi

Hiperlipidemia/ xantelasma : kolestipol

Gagal hati : transplantasi

5. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan

melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang ejak tahun 1974 hingga

sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya

batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui

muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar

bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran

empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa

prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan

litotripsi mekanik dan litotripsi laser.

6. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang

suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat

pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah

benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

23

Page 24: Kolelitiasis

Terapi Operatif:

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis

simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,

diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparoskopik

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini

sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai sembilan

puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat

melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

Indikasi pembedahan batu :

Kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu

atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau

kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering

menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.

Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu

kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi

luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.

2.9.2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat

yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan terhadap

individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan

makanan untuk mencegah infeksi, misalnya S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan

mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat

makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko

stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk

menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.

2.9.3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita

kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kolelitiasis agar

24

Page 25: Kolelitiasis

dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat

dilakukan dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non bedah yaitu disolusi medis,

ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi.

2.9.4. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan

mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan

mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan

denganmemerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang

cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia

dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

2.10 Prognosis2,7

Pasien dengan kolelitiasis biasanya membaik dengan angka mortalitas yang kecil.

2.11. Komplikasi1,2

2.11.1. Kolesistisis

Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat

oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.

2.11.2. Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang

menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang

oleh sebuah batu empedu.

2.11.3. Hidrops

Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.

Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.

Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi

empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi

bersifat kuratif.

2.11.4. Empiema

Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan

jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

25

Page 26: Kolelitiasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, W, Jong WD. Buku Ajar Penyakit Bedah. Edisi 2. Jakarta:

EGC.2005

2. Sudoyo, WA, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Dalam Penyakit Batu

Ginjal. Jakarta: PBPAPDI.2006.

3. Guyton, CA, dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC 2006

4. Ward, J, dkk. At a Glance Fisiologi. Jakarta: EMS. 2009

5. Snell, A. Anatomi Klinik. Jakarta: EGC. 2008

6. Davey, P. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006

7. Silbernaglm S, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:

EGC.2002.

26