askep kolelitiasis

22
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KOLELITIASIS TINJAUAN KASUS 1) Pengertian Kolelitiasis (batu empedu) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung empedu. Yang biasanya terbentuk dalam empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. (Studdart & Brunner, 2002) 2) Etiologi Kolelitiasis (kalkulus/kalikuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Ada 2 tipe utama batu empedu: Batu empedu kolesterol

Upload: lean-ws

Post on 03-Jan-2016

203 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN DENGAN KOLELITIASISTINJAUAN KASUS1) PengertianKolelitiasis (batu empedu) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung empedu. Yang biasanya terbentuk dalam empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. (Studdart & Brunner, 2002) 2) EtiologiKolelitiasis (kalkulus/kalikuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.Ada 2 tipe utama batu empedu:• Batu empedu kolesterolTerjadi karena kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati. Keadaan ini menyebabkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu. Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu adalah 4 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun, mulipara dan obesitas. Insiden pembentukan batu empedu meningkat pada para pengguna pil kontrasepsi, esterogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan dengan pertambahan umur. Peningkatan insiden ini terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sistesis asam empedu. Disamping itu, risiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorpsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal dan penyandang penyakit diabetes.• Batu pigmen empeduKemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak-terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan enfeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi. 2 macam batu pigmen empedu: 1. Batu pigmen hitam: terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi. Banyak ditemukan pada penderita dengan hemolisi kronik atau sirosis hati. Terdiri dari bilirubin terpolimerisasi. Terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Patogenesanya belum jelas betul. 2. Batu kalsium bilirubinat/Batu pigmen coklat: Batu pigmen coklat, terbentu akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu.Infeksi saluran empedu àE. coli àenzim beta glukoronidase dari bakteri à bilirubin bebas & asam glukoronat. Kalsium + bilirubinà kalsium bilirubinat yang tidak larutBatu pigmen coklat terbentuk disaluran empedu yang terinfeksi 3) PatofisiologiPerubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.4) Manifestasi KlinisBatu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali. Penderita penyakit kan

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP KOLELITIASIS

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN KOLELITIASIS

TINJAUAN KASUS

1) Pengertian

Kolelitiasis (batu empedu) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung

empedu. Yang biasanya terbentuk dalam empedu dari unsur-unsur padat yang

membentuk cairan empedu. (Studdart & Brunner, 2002)

2) Etiologi

Kolelitiasis (kalkulus/kalikuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu

dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Sebagian besar batu tersusun

dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin,

kalsium dan protein.

Ada 2 tipe utama batu empedu:

Batu empedu kolesterol

Terjadi karena kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.

Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut

dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid)

dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi

penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.

Keadaan ini menyebabkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang

kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah

Page 2: ASKEP KOLELITIASIS

empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu

empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung

empedu. Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung

empedu adalah 4 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya wanita tersebut

berusia lebih dari 40 tahun, mulipara dan obesitas. Insiden pembentukan batu

empedu meningkat pada para pengguna pil kontrasepsi, esterogen dan klofibrat yang

diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu

meningkat bersamaan dengan pertambahan umur. Peningkatan insiden ini terjadi

akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sistesis asam

empedu. Disamping itu, risiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat

malabsorpsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal dan

penyandang penyakit diabetes.

Batu pigmen empedu

Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak-terkonjugasi dalam empedu

mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya

batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan enfeksi

percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan

jalan operasi.

2 macam batu pigmen empedu:

1. Batu pigmen hitam: terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai hemolisis

kronik/sirosis hati tanpa infeksi. Banyak ditemukan pada penderita dengan

hemolisi kronik atau sirosis hati. Terdiri dari bilirubin terpolimerisasi. Terbentuk

dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Patogenesanya belum jelas

betul.

2. Batu kalsium bilirubinat/Batu pigmen coklat:

Batu pigmen coklat, terbentu akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu.

Infeksi saluran empedu àE. coli àenzim beta glukoronidase dari bakteri à

bilirubin bebas & asam glukoronat. Kalsium + bilirubinà kalsium bilirubinat yang

tidak larut

Batu pigmen coklat terbentuk disaluran empedu yang terinfeksi

3) Patofisiologi

Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting

pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam

kandung empedu. Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan

supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.

Gangguan kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal

Page 3: ASKEP KOLELITIASIS

khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan

kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.

4) Manifestasi Klinis

Batu empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa

nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan. Batu tersebut

mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi

untuk gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.

Penderita penyakit kandung empedu akbat batu empedu dapat mengalami dua

jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan

gejala yang terjadi akibat obstruksi lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa

bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen

dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.

Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,

kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita

panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik

bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke

punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual muntah dan

bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi

besar. Pasien akan membolak balik tubuhnya dengan gelisah karena tidak mampu

menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan

bersifat kolik melainkan persisten.

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu

yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.

Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding

abdomen pada daerah kartolago kosta sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini

menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien

melakukan inspirasi dalam, dan menghambat pengembangan rongga dada.

Ikterus dapat dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu

dengan prosentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.

Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam doedenum akan menimbulkan gejala yang

khas, yaitu: getah empedu oleh darah yang tidak lagi di bawa ke dalam doudenum akan

diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa

menjadi kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala-gatal-gatal yang mencolok

pada kulit.

Page 4: ASKEP KOLELITIASIS

Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan

membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen

empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut ”clay-colored”.

Difisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitaminA,

D, E dan K yang larut dalam lemak. Karena itu, pasien juga akan menunjukkan gejala

defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat

mengganggu pembekuan darah yang normal.

Bilamana empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat, kandung empedu akan

mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif

singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat

mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

5) Tes Diagnostik

Beberapa prosedur diagnostik untuk pemeriksaan kolelitiasis adalah sebagai berikut :

Pemeriksaan sinar X abdomen : hanya 15-20 % batu empedu yang

mengalami cukup kalsifikasi untk dapat tampak pada pemeriksaan ini

USG : Lebih cepat dan akurat (akurasi 95 %), dapat digunakan pada

penderita disfungsi hati dan dan ikterus.selain itu menghindari pasien terpajan

radiasi ionisasi, usg merupakan pemeriksaan paling murah, paling aman dan

paling peka untuk memberikan gambaran dari kandung empedu dan saluran

empedu. usg dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang

disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang

disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati.

Koleskintografi : prosedur ini kurang dianjurkan, terbatas pada kasus yang

belum bisa didiagnosis dengan USG, dilakukan dengan menyuntikkan

preparat radioaktif melalui IV,usg doppler bisa digunakan untuk menunjukkan

aliran darah dalam pembuluh darah di hati.

dan penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh

jaringan biopsi.

Kolesistografi : digunakan jika Usg tidak ada atau hasilnya meragukan.

breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir

sejumlah obat.

obat-obat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan per-oral

(ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah).

banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan

banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.

Page 5: ASKEP KOLELITIASIS

imaging radionuklida (radioisotop) menggunakan bahan yang mengandung

perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ

tertentu.

radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada

sebuah komputer.

skening hati merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan

substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.

ct scan bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama

digunakan untuk mencari tumor.

pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti

perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal secara abnormal

(hemokromatosis).

tetapi karena menggunakan sinar x dan biayanya mahal, pemeriksaan ini

tidak banyak digunakan.

MRI memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan ct scan.

pemeriksaan ini lebih mahal dari ct scan, membutuhkan waktu lebih lama dan

penderita harus berbaring dalam ruangan yang sempit, menyebabkan

beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan tempat sempit).

ERCF ( Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) : memungkinkan

visualisasi struktur secara langsung terbagi menjadi :

kolangiopankreatografi endoskopik retrograd merupakan suatu

pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke dalam mulut, melewati

lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran empedu.

suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu dan

diambil foto rontgen dari saluran empedu.

pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada

3-5% penderita. kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan

jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian

disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu.

bisa digunakan usg untuk menuntun masuknya jarum.

rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di

dalam hati. kolangiografi operatif menggunakan zat radiopak yang bisa

dilihat pada rontgen.

selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung

kedalam saluran empedu.

foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari saluran empedu.

Page 6: ASKEP KOLELITIASIS

foto rontgen sederhana sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang

berkapur.

6) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Nonbedah

Tujuan utama terapi adalah medis untuk mengurangi insiden episode nyeri akut

kandung empedu melalui penatalaksanaan pendukung serta diet dan unutk

menghilangkan penyebab melalui farmakoterapi, prosedur endoskopis serta

intervensi bedah.

1. Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akit kandung empedu

sembuh dengan istirahat, cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan

antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan

evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.

Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan akut biasanay

dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan

karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan

ditambahkan dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging

tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti,

kopi atau teh. Kepada pasien perlu diingatkan bahwa makanan yang berlemak

dapat menimbulkan serangan baru.

Penatalaksanaan diet merupakan bentuk utama pada pasien yang hanya

mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala

gastrointerstinal.

2. Farmakoterapi

o Litolisis lokal : dengan memasukkan Methyl terbuthyl ether melalui

kateter ke kandung empedu dengan bimbingan USG

o Litolisis sistemik: asam cenodeoksikolik dan asam

ursodeoksicholik. Mekanisme à mengurangi penyerapan kolesterol intestinal

dan mengurangi sintesis kolesterol hepatik. Syarat: batu tipe kolesterol,

empedu berfungsi baik pada kolesistografi oral, batu tidak besar.

3. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan

- Pelarutan batu empedu

Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu

dengan menginfuskan suatu bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier

butil eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat

diinfuskan melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang dipasang

perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang

Page 7: ASKEP KOLELITIASIS

dimasukkan melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum

dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter

bilier transnasal.

- Pengangkatan non bedah

Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu

yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau yang terjepit dalam

duktus koledokus. Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang

padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistula yang terbentuk

pada saat insersi T-tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik

keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus.

Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Sesudah

endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan leawat endoskop tersebut ke

dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk

memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari sfringter Oddi sehingga

mulut sfingter tersebut dapat diperlebar, pelebaran ini memungkinkan batu

yang terjepit dalam duktus koledokus untuk bergerak spontan ke dalam

doudenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada

ujungnya dapat dimasukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu

empedu.

- ESWL (extra corporeal shock wave lithotripsi) à pemecahan dengan

gelombang kejutan elektrohidrolik dan elektromagnetik. Prosedur litotripsi ini

telah berhasil memecah batu empedu tanpa pembedahan.

Penatalaksanaan Bedah

Kolesistektomi à operatif atau laparoskopik

Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu

dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk

mengeilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.

Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau

bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien

mengharuskan.

Penatalaksanaan Praoperatif. Disamping pemeriksaan sinar-X pada kandung

empedu, pembuatan foto toraks, elektrokardiogram dan pemeriksaan faal hati dapat

dilakukan. Vitamin K diberikan jika kadar protrombin pasien rendah. Tetapi komponen

darah dapat dikerjakan sebelum pembedahan.

Kebutuhan nutrisi perlu dipertimbangkan, jika pasien pasien tidak dapat

makan dengan baik, pemberian larutan glukosa secara intravena bersama suplemen

Page 8: ASKEP KOLELITIASIS

hidrosilat protein mungkin diperlukan untuk membantu kesembuhan luka dan

mencegah kerusakan hati.

Persiapan sebelum operasi kandung empedu serupa dengan persiapan bagi

setiap tindakan laparatomi abdominal bagian atas. Instruksi dan penjelaskan tentang

mobilisasi tubuh dan nafas dalam harus disampaikan sebelum pembedahan

dilakukan. Karena insisi abdomen dilakukan pada lokasi yang lebih tinggi, pasien

sering enggan untuk bergerak dan membalikkan tubuhnya. Kepada pasien harus

diberitahukan bahwa segera setelah setelah tindakan pembedahan biasanya

dibutuhkan pemasangan selang untuk drainage dan tindakan pengisapan.

Intervensi Bedah dan sistem drainage. Pasien biasanya ditempatkan pada

meja operasi dengan abdomen bagian atas ditinggikan menggunakan bantal udara

atau kantong pasir agar daerah mudah diakses.

Kolesistektomi. Merupakan salah satu prosedur bedah yang paling sering

dilakukan.

Minikolesistektomi. Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan batu

kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.

Kolesistektomi Laparoskopik atau endoskopik. Telah membawa telah

membawa perubahan yang dramatis pada cara pendekatan dalam penatalaksanaan

kolesistitis.

Koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan

batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam dukus

tersebut untuk drainage getah empedu sampaiedema merata. Kateter ini

dihubungakn dengan selang drainage gravitas. Kandung empedu biasanya juga

mengandung batu, dan umunya koledokostomi dilakukan bersama-sama

kolesistektomi.

Bedah kolesistostomi. Dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan

untuk dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi inflamasi yang akut membuat

sistem bilier tidak jelas. Kandung empedu dibuka melalui pembedahan, batu serta

getah empedu atau cairan dariange yang purulen duikeluarkan, dan kateter untuk

drinage untuk mencegah kebocoran getah empedu ke dalam rongga peritoneal.

Setelah sembuh dari serangan akut, pasien dapat kembali lagi untuk menjalani

kolesistektomi.

Kolesitektomi perkutan. Kolesistektomi perkutan telah dilakukan dalam

penanganan dan penegakan diagnosis kolesistitis akut pada pasien-pasien yang

berisiko jika harus menjalani tindakan pembedahan atau anestesi umum. Caranya, di

bawah pengaruh anestesi, sebilah jarum yang halus ditusukkan lewat dinding

abdomen dan tepi hati ke dalam kandung empedu untuk dekompresi saluran

Page 9: ASKEP KOLELITIASIS

empedu. Dengan prosedur ini hampir selalu dilaporkan bahwa rasa nyeri dan gejala

serta tanda-tanda dari sepsis dan kolelitiasis berkurang atau menghilang dengan

segera. Antibiotik diberikan sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan tindakan.

Pertimbangan gerontologi. Intervensi bedah untuk penyakit pada saluran bilier

merupakan prosedur yang umu dikerjakan pada lansia. Walaupun insiden batu

empedu meningkat bersamaan dengan pertambahan usia, gejala yang dialami

pasien lansia mungkin bukan gambaran khas yang mebcakup demam, nyeri,

menggigil dan ikterus. Penyakit saluran bilier pada lansia dapat disertai atau didahului

oleh gejala shock septik: oliguria, hipotensi, perubahan mental, takikardia dan

takipnea.

Meskipun pembedahan pada lansia berisiko akibat penyakit yang telah ada

sebelumnya, namun angka mortalitas akibat komplikasi sesrius dari penyakit saluran

bilier sendiri juga tinggi. Risiko mortalitas dan morbiditas akan meningkat pada pasien

lansia yang menjalani pembedahan darurat penyakit saluran bilier dan dapat

membawa kematian. Meskipun sakit yang kronis banyak diderita pasien lansia,

koesistektomi efektif biasanya lebih dapat ditolerir dan dapat dilaksanakan dengan

risiko rendah jika pengkajian dan perawatan yang cermat diberikan sebelum, selama

dan sesudah tindakan bedah tersebut.

2. PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1.1 Aktivitas dan istirahat

Gejala : Kelemahan

Tanda : Gelisah, kelelahan

2.1.2 Sirkulasi

Tanda : Takikardi, berkeringat, diaporesis

2.1.3 Eliminasi

Gejala : Perubahan warna urine dan feses

Tanda : Distensi abdomen,

Teraba massa pada kuadran kanan atas

Urine gelap, pekat

Feses warna tanah liat, steatorea

2.1.4 Makan/minum (cairan)

Gejala : Anoreksia, mual/muntah

Tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas,

regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus,

dispepsia

Page 10: ASKEP KOLELITIASIS

Tanda : Kegemukan, adanya penurunan berat badan

2.1.5 Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau

bahu kanan

Kolik epigastrim tengah sehubungan dengan makan

Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.

Tanda : Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas

ditekan; tanda Murphy +

2.1.6 Respirasi

Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan

Pernafasan tertekan ditandai oleh nafas pendek dan dangkal

2.1.7 Keamanan

Tanda : Demam, menggigil

Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal

Kecenderungan perdarahan (defisiensi vit., K)

2.1.8 Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu

Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM, peyakit inflamasi

usus, diskrasias darah

Pertimbangan rencana Pemulangan

Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat

badan.

2.2 Prioritas Keperawatan

2.2.1 Menghilangkan nyeri dan meningkatkan istirahat

2.2.2 Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

2.2.3 Mencegah komplikasi

2.2.4 Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan

2.3 Diagnosa Keperawatan

2.3.1 Nyeri (akut) b/d obstruksi/spasme duktus

2.3.2 Risiko terhadap kekurangan volume cairan b/d muntah, distensi, diaporesis,

gangguan proses pembekuan

2.3.3 Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual/muntah, pembatasan

berat badan sesuai aturan, dispepsia, nyeri, gangguan nutrien, gangguan

pencernaan lemak sehubungan dengan obstruksi aliran empedu.

Page 11: ASKEP KOLELITIASIS

2.3.4 Gangguan integritas kulit/jaringan b/d pemasangan drainase T-tube, perubahan

metabolisme, pengaruh bahan kimia

2.3.5 Kurang pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan pengobatan b/d kurang

pengetahuan/mengingat, salah informasi, tidak mengenal sumber informasi.

2.3.6 Pola nafas tidak efektif b/d nyeri, kerusakan otot, penurunan

energi/kelemahan.me, pengaruh bahan kimia.

2.4 Intervensi Keperawatan

Dx. 1. Nyeri (akut) b/d obstruksi/spasme duktus

Ditandai dengan: laporan nyeri, kolik bilier (gelombang nyeri)

Wajah menahan nyeri, perilaku berhati-hati

Respon otonomik (perubahan TD, nadi)

Fokus menyempit

Kriteria Hasil : Nyeri hilang/terkontrol

Klien dapat relaksasi

Perencanaan:

1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,

hilang timbul, kolik)

R/. Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang

kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi

2. Catat respon terhadap obat, dan laporkan bila nyeri hilang

R/. Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan

terjadinya komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut.

3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman

R/. Tirah baring pada posisi fowler rendah dapat menurunkan tekanan

intraabdomen, namun pasien akan melakukan posisi nyaman secara alamiah

4. Kontrol suhu lingkungan

R/. Dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan ketidaknyamanan kulit

5. Dorong menggunakan teknik relaksasi

R/. Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan

koping

6. Kolaborasi untuk pemberian obat dan prosedur

R/. Menurunkan nyeri hebat dan menghancurkan batu empedu

Dx. 2. Risiko terhadap kekurangan volume cairan b/d muntah, distensi,

diaporesis, gangguan proses pembekuan

Page 12: ASKEP KOLELITIASIS

Kriteria Hasil : Menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan dengan TD

stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian

kapiler baik, haluaran urine cukup, tidak ada muntah

Perencanaan:

1. Pertahankan masukan dan haluran adekuat, perhatikan haluaran kurang dari

masukan, peningkatan berat jenis urine. Kaji membran mukosa kulit, nadi perifer

dan pengisian kapiler.

R/. Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan

penggantian.

2. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram abdomen,

kelemahan, kejang, kecepatan jantung tidak teratur, hipoaktif atau tidak adanya

bising usus, depresi pernafasan

R/. Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral

dapat menimbulkan defisit natrium, kalium, dan klorida.

3. Hindarkan dari lingkungan yang berbau

R/. Menurunkan rangsangan pada pusat muntah

4. Lakukan bersihan oral dengan pencuci mulut, berikan minyak

R/. Menurunkan kekeringan membran mukosa, menurunkan risiko perdarahan oral

5. Kaji perdarahan yang tidak biasanya

R/. Protombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu

terhambat, meningkatkan risiko perdarahan

6. Kolaborasi untuk pasien puasa, pemberian antiemetik, lab., dan cairan

R/. Menurunkan sekresi dan motilitas gaster, menurunkan mual dan muntah,

mengevaluasi/mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki

ketidakseimbangan

Dx. 3. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual/muntah,

pembatasan berat badan sesuai aturan, dispepsia, nyeri, gangguan

nutrien, gangguan pencernaan lemak sehubungan dengan obstruksi aliran

empedu, gangguan koagulasi, penurunan protombin.

Kriteria Hasil : Mual/muntah hilang

Menunjukkan kemampuan peningkatan berat badan atau berat

badan tepat.

Tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit dan

pengisian kapiler baik

Perencanaan:

1. Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak bergerak

Page 13: ASKEP KOLELITIASIS

R/. Tanda non-verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan

percernaan, nyeri gas.

2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori

R/. Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah

membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.

3. Timbang sesuai indikasi.

R/. Mengawasi keefektifan rencana diet.

4. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan berbau

R/. Untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.

5. Kolaborasi untuk pemberian nutrisi sesuai indikasi

R/. Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling

tepat.

6. Berikan kebersihan oral sebelum makan.

R/. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

7. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi

R/. Membantu mengelaurkan flatus, menurunkan distensi abdomen. Mempengaruhi

penyembuhan dan rasa sehat

8. Awasi tanda vital, kaji membran mukosa, turgor kulit, nadi perifer dan pengisian

kapiler.

R/. Indikator keadekuatan volume sirkulasi/perfusi.

9. Observasi tanda perdarahan (hematemesis, melena, petekie, ekimosis).

R/. Protombin menurun dan waktu koagulasi memanjang bila aliran empedu

terhambat, peningkatan risiko hemoragi

10. Kolaborasi untuk pemeriksaan lab., dan pemberian cairan per IV atau produk darah

yang sesuai, elektrolit dan vitamin K.

R/. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi, keseimbangan elektrolit dan

keadekuatan faktor pembekuan, mempertahankan volume sirkulasi,

memperbaiki keseimbangan dan memnerikan penggantian faktor yang

diperlukan untuk proses pembekuan.

Dx. 4. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d pemasangan drainase T-tube,

perubahan metabolisme, pengaruh bahan kimia

Ditandai dengan: Gangguan kulit/jaringan subkutan

Kriteria Hasil : Menunjukkan perilaku untuk meningkatkan

penyembuhan/mencegah kerusakan kulit

Page 14: ASKEP KOLELITIASIS

Perencanaan:

1. Periksa selang-T dan drein insisi, yakinkan aliran bebas

R/. Pemasangan T-tube dapat selama 7-10 hari untuk membuang batu yang

tertahan. Drein sisi insisi digunakan untuk membuang cairan yang terkumpul.

2. Pertahahankan selang T pada sistem penampungan tertutup

R/. Mencegah iritasi kulit dan memudahkan pengukuran haluaran. Menurunkan

risiko kontaminasi.

3. Observasi warna dan karakter drainase

R/. Mengetahui perubahan secara normal

4. Observasi adanya cegukan, distensi abdomen atau tanda peritonitis, pankreatitis

R/. Mengetahui perubahan posisi selang yang mengiritasi diafragma atau

komplikasi lebih serius.

5. Observasi kulit, sklera, urine terhadap perubahan warna

R/. Terjadinya ikterik mengindikasikan adanya obstruksi aliran empedu.

6. Catat warna dan konsistensi feses

R/. Feses warna tanah liat terjadi bila empedu tidak ada dalam usus.

7. Selidiki laporan peningkatan/tidak hilangnya nyeri pada kaudran kanan atas,

terjadinya demam, takikardia, kebocoran drainase empedu sekitar selang dari luka.

R/. Tanda dugaan adanya abses atau pembentukan fistula yang memerlukan

intervensi medik

Dx. 5. Kurang pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan pengobatan b/d

kurang pengetahuan/mengingat, salah informasi, tidak mengenal

sumber informasi.

Ditandai dengan: Pertanyaan, pernyataan salah konsepsi

Permintaan informasi

Tidak akurat mengikuti instruksi

Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan

pengobatan

Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan

alasan tindakan

Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam

program pengobatan

Perencanaan:

1. Kaji ulang proses penyakit, prosedur bedah/prognosis

Page 15: ASKEP KOLELITIASIS

R/. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan

berdasarkan informasi

2. Tunjukkan perawatan insisi/balutan dan drein

R/. Meningkatkan kemandirian dalam perawatan dan menunjukkan risiko

komplikasi (contoh infeksi, obstruksi bilier).

3. Tekankan pentingnya mempertahankan diet rendah lemak, makan sedikit dan

sering, pengenalan makanan, minuman yang mengandung lemak secara bertahap

lebih adri 4-6 bulan.

R/. Membatasi kebutuhan terhadap empedu dan menurunkan ketidaknyamanan

sehubungan dengan tidak adekuatnya pencernaan lemak.

4. Hindari minuman beralkohol

R/. Meminimalkan risiko kerusakan pankreas

5. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan pelaporan ke dokter, contoh urine gelap,

warna tanah liat, feses banyak, atau sakit ulu hati berulang.

R/. Indikator obstruksi aliran empedu/gangguan pencernaan, memerlukan evaluasi

lanjut dan intervensi.

6. Kolaborasi untuk pemberian obat dan prosedur

R/. Menurunkan nyeri hebat dan menghancurkan batu empedu.

Dx. 6. Pola nafas tidak efektif b/d nyeri, kerusakan otot, penurunan

energi/kelemahan.mempengaruhi bahan kimia.

Kriteria Hasil : Membuat pola nafas efektif, tidak ada tanda gangguan/komplikasi

pernafasan.

Perencanaan:

1. Observasi frekuensi/kedalaman pernafasan.

R/. Nafas dangkal, distress pernafasan, menahan nafas dapat mengakibatkan

hipoventilasi/etelektasis.

2. Auskultasi bunyi nafas.

R/. Area yang menurun/tidak ada bunyi nafas diduga atelektasis.

3. Bantu pasien untuk membalik, batuk dan bernafas dalam secara periodik.

Tunjukkan pada pasien cara menekan insisi. Anjurkan melakukan teknik batuk

efektif.

R/. Meningkatkan ventilasi semua segmen paru.

4. Tinggikan kepala tempat tidur, pertahankan posisi semi fowler rendah. Dukung

abdomen saat batuk dan ambulasi.

Page 16: ASKEP KOLELITIASIS

R/. Memudahkan ekspansi paru.

5. Bantu pengobatan pernafasan (spirometri intensif).

R/. Memaksimalkan ekspansi paru.

6. Berikan analgesik sebelum pengobatan pernafasan/aktivitas terapi.

R/. Memudahkan bernafas dan batuk lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin. Elizabeth, 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC

Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed. 3, Jakrta: EGC

Engram. Barbara, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta

Soeparman, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Studdart & Brunner, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Ed. 8, Jakarta: EGC