kolelitiasis

44
BAB I PENDAHULUAN Penyakit batu empedu saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena frekuensi kejadiannya yang tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun beban sosial bagi masyarakat. Di Inggris lebih dari 40.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahun sedangkan di Amerika dilakukan kolesistektomi lebih dari 500.000 setiap tahun. Insiden batu pada saluran empedu ± 12% yang ditemukan sebelum atau pada saat kolesistektomi. Di Inggris sekitar 4000 pasien dilakukan pembersihan batu saluran empedu. Batu empedu dan saluran empedu terutama ditemukan di Barat, namun frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka kejadian penyakit ini telah meningkat menjadi dua kali lipat sejak tahun 1940. Insiden di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat 1

Upload: qyura

Post on 21-Dec-2015

488 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

KOLELITIASIS

TRANSCRIPT

Page 1: KOLELITIASIS

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu saat ini menjadi masalah kesehatan

masyarakat karena frekuensi kejadiannya yang tinggi yang menyebabkan beban

finansial maupun beban sosial bagi masyarakat. Di Inggris lebih dari 40.000

kolesistektomi dilakukan setiap tahun sedangkan di Amerika dilakukan

kolesistektomi lebih dari 500.000 setiap tahun. Insiden batu pada saluran

empedu ± 12% yang ditemukan sebelum atau pada saat kolesistektomi. Di

Inggris sekitar 4000 pasien dilakukan pembersihan batu saluran empedu. Batu

empedu dan saluran empedu terutama ditemukan di Barat, namun

frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad ke

20. Di Tokyo angka kejadian penyakit ini telah meningkat menjadi dua kali

lipat sejak tahun 1940. Insiden di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena

belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan

ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau

saat operasi untuk tujuan yang lain.

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG,

maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini

sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya

peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi

morbiditas dan moralitas.

Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila

batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran

klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai

yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

1

Page 2: KOLELITIASIS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear

yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 4–6 cm.

Kapasitasnya sekitar 30-60 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat

menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus

dan collum. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati,

dibawah lengkung iga kanan, ditepi lateral m.rectus abdominis. Sebagian

besar korpus menempel dan tertanam didalam jaringan hati. Kandung empedu

tertutup seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung

empedu tidak terfiksasi kepermukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila

kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian

infundubulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding

lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister,

yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung

empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.

Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum

hepatoduodenale yang bats atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya

distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari

saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan

curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris keduktus lobaris, dan

selanjutnya keduktus hepatikus dihilus.

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4

cm. panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada

letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan dibelakang duodenum

menembus jaringan pancreas dan dinding duodenum membentuk papilla

Vater yang terletak disebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya

dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu kedalam

2

Page 3: KOLELITIASIS

duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama

dengan duktus koledokus didalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri

hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena

porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena–vena juga berjalan antara

hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang

terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui

nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke

nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari

plexus coeliacus.

Sering ditemukan variasi kandung empedu, saluram empedu, dan

pembuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang

kadang ditemukan dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah

untuk menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera

pada duktus hepatikus atau duktus koledokus.

Gambar 2.2 Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

3

Page 4: KOLELITIASIS

2.2 Fisiologi Saluran Empedu

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas

sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu.

Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan

permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya

tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga

mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.

Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam

septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus

hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris

komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke

kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Gambar 2.3 Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya.

4

Page 5: KOLELITIASIS

Pengosongan Kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial

kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan

berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon

kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam

darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,

otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula

relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke

dalam duodenum. Garam–garam empedu dalam cairan empedu penting

untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan

absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua

hal yaitu:

a. Hormonal

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung

empedu.

b. Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari

sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke

duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan

dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar

walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis

maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti

batu.

5

Page 6: KOLELITIASIS

Gambar 2.4 Sekresi liver dan pengosongan kandung empedu.

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari hati Dari kandung emoedu

Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl

Garam empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl

Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl

Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3-0,9 gr/dl

Asam-asam lemak 0,12 gr/dl 0,3-1,2 gr/dl

Lesitin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl

Na+ 145 mEq/liter 130 mEq/liter

K+ 5 mEq/liter 12 mEq/liter

Ca+ 5 mEq/liter 23 mEq/liter

Cl- 100 mEq/liter 25 mEq/liter

6

Page 7: KOLELITIASIS

HCO3 28 mEq/liter 10 mEq/liter

a. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada

dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah:

Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat

dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah

menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan

vitamin yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-

kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar

(90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh

mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam

bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen

distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut

misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu

akan terganggu.

b. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme

dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole

menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di

dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat

oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi

pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka

bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

7

Page 8: KOLELITIASIS

2.3 Defenisi

Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu

yang terdapat dalam kandung empedu disebut kolesistolitiasis dan batu yang

terdapat dalam saluran empedu (ductus choledochus) disebut koledokolitiasis.

Kolelitiasis memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi.

Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun

terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia

lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Sinonim kolelitiasis adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.

Namun istilah kolelitiasis lebih dimaksudkan untuk pembentukan batu di

dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan

beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di

dalam kandung empedu.

Gambar 2.1 Batu dalam kandung empedu.

8

Page 9: KOLELITIASIS

2.4 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang

orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak

berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu

1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

2.5 Faktor Resiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.

Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar

kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen

berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung

empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan

terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung

empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya

usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena

kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih

tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka

kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi

garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung

empedu.

d. Makanan

9

Page 10: KOLELITIASIS

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah

operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia

dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung

empedu.

e. Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar

dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit

berkontraksi.

g. Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn

disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak

terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang

melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi

meningkat dalam kandung empedu.

2.6 Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu

empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:

a) Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari

70% kolesterol.

b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan

mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

c) Batu pigmen hitam

10

Page 11: KOLELITIASIS

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk

dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

2.7 Patofisiologi

2.7.1 Patogenesis Bentukan Batu Empedu

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen

yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan

pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut:

a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa

berupa sebagai:

Batu Kolesterol Murni

Batu Kombinasi

Batu Campuran (Mixed Stone)

b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar

kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:

Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium

Batu pigmen murni

c) Batu empedu lain yang jarang

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:

Batu Kolesterol

Batu Campuran (Mixed Stone)

Batu Pigmen.

Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase yaitu:

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah

komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam

perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di

dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima

sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio

kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan

11

Page 12: KOLELITIASIS

normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi

dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13.

Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam

empedu dan lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi

sehingga terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol

jaringan tinggi.

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya

pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau

reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat

dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal

chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan

menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan

bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau

heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu,

calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti

batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang

menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus

cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan

normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan

sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan

12

Page 13: KOLELITIASIS

dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung

empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi

akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada

penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total

parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,

karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang

baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung

empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa

keluar. 

Gambar 2.6 Diagram fase triangular terbentuknya batu kolesterol

Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

13

Page 14: KOLELITIASIS

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase yaitu

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena

pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan

penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi

karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang

sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase

yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal

cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat

kerja glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium

dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing.

Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti

telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides.

Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah

dari cacing tambang.

2.7.2 Patofisiologi Umum

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di

klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol,

batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah

kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran

(batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah

batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang

mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis

kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan

konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu

yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam

empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas

14

Page 15: KOLELITIASIS

empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh

substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi

dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang

terbentuk dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal

tersubut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membetuk batu.

Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu

merupakan predisposisi pembentukan batu empedu.

2.8 Manifestasi Klinis

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu

tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus,

sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik),

ringan sampai berat karena adanya komplikasi.

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang

disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang

dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia,

flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan

hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda

Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin

tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien.

Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus

sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa

mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung

lama antara 30–60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah

epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung,

jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier

harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada

banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

15

Page 16: KOLELITIASIS

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah

terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu

antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis,

kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan

peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan

mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.

Sebagian besar (90–95%) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan

keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan

peradangan organ tersebut. 

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan

telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini

menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien

disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus

melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat

juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan

penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai

dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. 

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan

tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula

vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum

(gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada

dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis

didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

16

Page 17: KOLELITIASIS

Gambar 2.5 Manifestasi klinis yang umum terjadi

2.9 Diagnosis

2.9.1 Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah

asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang

disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis,

keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas

atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin

berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa

jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada

30% kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke

puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat

penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan

antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah

pada waktu menarik nafas dalam.

17

Page 18: KOLELITIASIS

2.9.2 Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan

komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau

umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau

pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan

punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda

Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita

menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang

tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik

nafas.

Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.

Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar

bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila

sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

2.9.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan

akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan

ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus

koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin

disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali

serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat

sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

b. Pemeriksaan radiologis

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang

khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang

18

Page 19: KOLELITIASIS

bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung

cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto

polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai

massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran

udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Gambar 2.7 Foto rontgen pada kolelitiasis

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan

sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu

dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.

Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang

menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh

peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

19

Page 20: KOLELITIASIS

koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara

di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada

batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan

palpasi biasa.

Gambar 2.7 Hasil USG pada kolelitiasis

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras

cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat

untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan

ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus

paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi

pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut

kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral

lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

20

Page 21: KOLELITIASIS

Gambar 2.8 Hasil kolesistografi pada kolelitiasis

2.10 Penatalaksanaan

Non Bedah

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan

pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi

dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Selain itu

tatalaksana non bedah terdiri dari atas lisis batu dan pengeluaran secara

endoskopik. Selain itu dapat dilakukan pencegahan kolelitiasis pada

orang yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan mencegah

infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara

mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolesterol. Obat

golongan statin dikenal dapat menghambat enzim HMG-CoA

reduktase.

Lisis batu

Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik

mungkin berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada

separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua

21

Page 22: KOLELITIASIS

tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung

empedu dengan metilbutir eter berhasil setelah beberapa jam.

Terapi ini merupakan terapi invasive tetapi kerap disertai penyulit.

Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung

empedu yang simtomatik. Masalahnya, perlu ditetapkan apakah

akan dilakukan kolesistektomi profilaksis secara efektif pada yang

asimtomatik. Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun

laparoskopik adalah kolelitiasis asimtomatik pada penderita

diabetes mellitus karena serangan kolelitiasis akut dapat

menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung

empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang

menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu

besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih

sering menimbulkan kolesistitis akut disbanding dengan batu yang

lebih kecil. Indikasi lain asalah klasifikasi kandung empedu karena

dihubungkan dengan kejhadian karsinoma. Pada semua keadaan

tersebut dianjurkan kolesistektomi

.

Pengeluaran secara endoskopik.

Apabila setelah tindakan diatas keadaan umum tidak

membaik atau kondisi penderita malah semakin memburuk, dapat

dilakukan sfingterotomi endoskopik untuk menyalir empedu dan

nanah dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang

dipasang pipa nasobilier.

Cara ini juga berhasil melalui sfingterotomisfingter Oddi di

papilla Vater, yang memungkinkan batu keluar secara spontan

atauu melalui kateter Fogarty atau kateter basket. Indikasi lain dari

sfingterotomi endoskopik ialah adanya riwayat kolesistektomi.

Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari

2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat

mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi

22

Page 23: KOLELITIASIS

lebih dahulu untuk mengeluarkan batu duktus koledokus secara

mekanik melalui papilla vater dengan alat ultrasonic atau laser.

Umumnya penghancuran ini dilakukan bersama-sama atau

dilengkapi dengan sfingterotomi endoskopik.

Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneous

transhepatic biliar drainage= PTBD) biasanya bersifat darurat dan

sementara sebagai salah satu alternative untuk mengatasi sepsis

pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi

saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa

T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledoskop dari

luar untuk membantu mengambil batu intrahepatik.

Pada Koledokolitiasis.

Penderita yang menunjukkan gejala kolangitis akut harus

dirawat dan dipuasakan. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa

lambung. Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit, penanganan syok, pemberian antibiotika sistemik dan

pemberian vitamin K sistemik kalau ada koagulapati. Biasanya

keadaan umum dapat diperbaiki dalam waktu 24-48 jam.

Bedah

Pilihan penatalaksanaan bedah antara lain:

a) Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk

penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi

yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus

biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang

dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang

paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

23

Page 24: KOLELITIASIS

b) Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik

tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya

pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada

pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus

koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan

prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di

rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat

kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah

yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,

berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus

biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama

kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 2.9 Tindakan kolesistektomi

c) Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah

digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang

dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk

24

Page 25: KOLELITIASIS

batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam

xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan

hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini

dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.

d) Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut

kolesterol yang poten (metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam

kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah

terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien

tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka

kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu,

analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa

prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

f) Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal

bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai

prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya

kritis.

Alternatif

Ada suatu terapi alternatif yang dinamakan “gallbladder flush”

atau “liver flush”. Jadi dalam terapi ini, kita minum 4 gelas “apple

cider” dan makan 5 buah apel per hari selama 5 hari, lalu segera

setelah itu mengonsumsi magnesium dan kemudian minum jus lemon

atau anggur yang dicampur minyak olive sebelum tidur. Paginya, kita

25

Page 26: KOLELITIASIS

akan mengeluarkan kotoran berwarna hijau dan sesuatu yang berwarna

coklat (yang diyakini merupakan batunya) tanpa rasa sakit.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:

a. Asimtomatik

b. Obstruksi duktus sistikus

c. Kolik bilier

d. Kolesistitis akut

Empiema

Perikolesistitis

Perforasi

e. Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu

Empiema kandung empedu

Fistel kolesistoenterik

Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya

makanan mengakibatkan/menghasilkan kontraksi kandung empedu,

sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat

menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.

Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan

dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi

suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh

alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat

terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan

nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat

membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi

kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

26

Page 27: KOLELITIASIS

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus

pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju

sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang

dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus

juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan

pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar

dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan

menimbulkan ileus obstruksi.

2.12 Pencegahan

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan

oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis

kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga pasien dianjurkan atau

dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang

tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi

protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun

makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa

lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.

27

Page 28: KOLELITIASIS

BAB III

KESIMPULAN

Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu yang

terdapat dalam kandung empedu disebut kolesistolitiasis dan batu yang

terdapat dalam saluran empedu (ductus choledochus) disebut

koledokolitiasis.

Kolelitiasis memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi.

Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun

terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas,

usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan yaitu batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat

atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-

bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen hitam Berwarna hitam

atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat

hitam yang tak terekstraksi.

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut

bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga

gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan

sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah

hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul

menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah

subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat

teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga

timbul ikterus. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar

pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient

duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian

bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama

28

Page 29: KOLELITIASIS

antara 30–60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah

epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak,

punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pectoris.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis yaitu

Asimtomatik, Obstruksi duktus sistikus, Kolik bilier, Kolesistitis akut

(Empiema, Perikolesistitis, Perforasi), Kolesistitis kronis (Hidrop kandung

empedu, Empiema kandung empedu, Fistel kolesistoenterik, Ileus batu

empedu).

Penatalaksanaan nya yaitu Kolesistektomi terbuka Operasi ini

merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis

simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah

cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang

dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum

untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis

akut. Kolesistektomi laparaskopi Indikasi awal hanya pasien dengan

kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin

bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur

ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus

koledokus. Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat

yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya

yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk

batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam

xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu

secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan

batu tejadi pada 50% pasien. Disolusi kontak Meskipun pengalaman

masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-ter-butil-eter

(MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per

kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-

pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka

kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). Litotripsi Gelombang

Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang

lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini

29

Page 30: KOLELITIASIS

hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk

menjalani terapi ini. Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan

dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus

berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang

sakitnya kritis.

Batu empedu sebagian besar berasal dari kolesterol, maka dari itu sebaiknya

kita mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi seperti

makanan berlemak, terutama yang mengandung lemak hewani.

30